Ada orang yang mendasarkan ayat 2Kor 5:21 dan Yes 53:12 dan kemudian menyimpulkan bahwa Yesus telah berdosa. 2 Kor 5:21 mengatakan “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Dan Yesaya 53:12 mengatakan “Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.” Pertanyaannya apakah Yesus menjadi orang berdosa?
1) Rasul Paulus mengatakan bahwa Yesus yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa. Hal ini dapat diartikan bahwa Yesus telah menanggung upah dosa, yaitu maut (lih Rm 6:23). Inilah yang dialami oleh Yesus, yaitu mati di kayu salib untuk membebaskan kita dari belenggu dosa, sehingga kita dapat memperoleh keselamatan kekal. Kita tidak dapat mengatakan bahwa Yesus menjadi orang berdosa. Rasul Paulus mengatakan “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibr 4:15). Yang tidak dapat dilakukan oleh Allah adalah mengkontradiksi Diri-Nya sendiri. Kalau Dia adalah kudus, dan dosa adalah melawan Allah dan melawan kekudusan, maka Allah tidak mungkin berdosa.
2) Kalau demikian, apakah semua dosa kita telah ditanggung oleh Kristus, dan kemudian kita tidak perlu menanggung dosa lagi karena Kristus telah menanggung dosa banyak orang (Yes 53:12)? Memang dosa kita telah ditanggung oleh Kristus, karena kasih-Nya kepada umat manusia. Namun, Gereja Katolik tidak mengajarkan “penal substitution“,suatu konsep yang mempercayai bahwa Kristus dihukum (penalized) sebagai ganti (subsitution) untuk dosa-dosa manusia. Konsep penal substitution memberikan konsekuensi bahwa Yesus mati di kayu salib sebagai hukuman dari Allah kepada Yesus yang menggantikan manusia. Sebagai konsekuensinya, maka Yesus juga masuk ke dalam nerakan selama tiga hari sebelum kebangkitan-Nya.
Kalau ditelusuri, Penal Substitution diakibatkan karena pandangan yang terlalu menekankan konsep keselamatan sebagai suatu konsep hukum dan keadilan (legal justice). Namun lebih daripada legal justice, keselamatan melalui pengorbanan Kristus adalah manifestasi terbesar dan sempurna dari kasih, dan bukan hanya terbatas pada konsep keadilan. Berikut ini adalah keberatan tentang Penal Substitution:
a) Penal Substitution membuat Kristus yang tidak berdosa sebagai terhukum menggantikan manusia, sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan. Manusia dihukum oleh Tuhan adalah adil, karena manusia berdosa. Dengan konsep Penal Substitution, maka Kristus dihukum oleh Tuhan untuk menggantikan hukuman yang seharusnya ditanggung oleh manusia. Dan dengan dihukumnya Kristus yang tidak berdosa oleh Tuhan, maka hal ini bertentangan dengan konsep keadilan Tuhan. Tuhan tidak mungkin mempertentangkan diri-Nya sendiri. Oleh karena itu, Tuhan tidak mungkin menghukum Kristus yang tidak berdosa. Karena Tuhan adalah maha kasih, maka Dia mengorbankan Putera-Nya, namun tidak berarti bahwa Tuhan dapat menjadi tidak adil dengan menghukum Putera-Nya, walaupun untuk tujuan yang baik sekalipun.
b) Menurut Penal Substitution, sebagai akibat bahwa Yesus dihukum, maka Yesus turun ke neraka untuk menerima hukuman yang seharusnya ditimpakan kepada manusia. Hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kalau neraka adalah keterpisahan dengan Tuhan dan kasih secara kekal, maka Yesus yang adalah kasih dan Tuhan, tidak akan mungkin masuk ke dalam neraka, walaupun untuk menanggung dosa manusia. Waktu tiga hari sebelum kebangkitan-Nya, Yesus mengunjungi umat-Nya di limbo of the just atau bosom of Abraham (lhat cerita orang kaya dan lazarus – Lk 16:19-21).
c) Lalu bagaimana dengan derita fisik dan spiritual yang dialami oleh Yesus? Kita tidak dapat mengatakan bahwa ini sebagai bukti penal substitution, karena tidak mungkin Tuhan yang menjatuhkan hukuman kepada Yesus. Yang menghukum Yesus adalah para prajurit Roma dan orang-orang yang terkait dalam pembunuhan Yesus. Dalam kemahatahuan-Nya, Tuhan tahu bahwa Yesus akan dihukum, namun dalam kebijaksanaan-Nya, Tuhan memakai situasi ini untuk mendatangkan sesuatu yang baik. Sama seperti dosa Adam menjadi suatu kesempatan bagi Tuhan untuk mendatangkan Sang Penebus. Inilah sebabnya para Bapa Gereja menyanyikan “Felix Culpa” atau “O Happy fault” atau dosa yang membahagiakan, karena mendatangkan Sang Penebus.
3) Penebusan Kristus adalah sumber keselamatan umat manusia. Namun penderitaan Kristus bukanlah hukuman yang dijatuhkan Tuhan kepada Kristus sebagai pengganti hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada manusia. Penderitaan Kristus bukanlah hukuman Tuhan, namun dilakukan oleh Kristus dengan kasih-Nya yang tak terhingga untuk menerima dengan rela semua hinaan dan siksaan dari para prajurit. Pengorbanan yang dilakukan dengan kasih oleh Kristus inilah yang membuat penderitaan Kristus dapat menyenangkan Tuhan secara berlimpah (Lih. St. Thomas Aquinas, ST, III, q.48, a.2). Dan pengorbanan ini bukan sebagai akibat Tuhan memberikan hukuman kepada Yesus, namun sebagai suatu cara bagi Tuhan untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.
Shalom katolisitas. Maaf kalau saya out of topic. Tapi dari tadi saya mondar-mandir search di google dan katolisitas saya belum mendapat artikel yang pas.
ketika saya membaca artikel tentang penal subtitution (https://katolisitas.org/penyaliban-kristus-dan-penal-substitution), saya jadi kembali bingung. Sebenarnya konsep penebusan yang sebenarnya itu bagaimana? karena yang saya ketahui selama ini adalah bahwa Yesus menanggung hukuman atas dosa yang seharusnya dilimpahkan kepada manusia.
Lalu saya juga ingin bertanya, mengapa manusia tidak bisa menanggung konsekuensi atas dosa masing-masing? misalnya setelah seseorang mati, ia dihukum setimpal dengan dosa yang ia perbuat? dengan kata lain seseorang menebus dosanya sendiri. mengapa harus Yesus yang menanggungnya? dan mengapa bukan kita masing2?
saya juga ingin bertanya mengapa hukuman terhadap orang berdosa adalah siksaan kekal di neraka? mengapa ia tidak dihukum setimpal dengan dosa ia perbuat saja?
lalu bagaimana dengan orang-orang di perjanjian lama sebelum kedatangan/penyaliban Yesus? bukankah sudah ada banyak diantara mereka yang hidup bersama Bapa di sorga (misalnya Musa dan Elia yang berbicara kepada Yesus dalam kemuliaan diatas bukit)? apakah mereka sudah diselamtkan tanpa penebusan Yesus? (Jika ya, mengapa kita tidak bisa seperti mereka?)
Kepada katolisitas saya mohon maaf jika pertanyaan saya terlalu banyak. Saya masih seorang siswa sma dan begitu banyak hal yang masih membingungkan saya. Terima kasih dan Tuhan memberkati
Shalom Pieter,
Ada baiknya Pieter membaca terlebih dahulu artikel ini, silakan klik. Dan juga tentang Mengapa Yesus memilih Salib untuk menebus dosa manusia, klik di sini.
Dengan pengorbanan Kristus di kayu salib, Kristus mendamaikan umat manusia dengan Allah, yaitu dengan menebus dosa-dosa manusia yang memisahkan manusia dari Allah. Dosa yang ditebus oleh Kristus adalah dosa asal yang diturunkan dari manusia pertama (original sin), dan dosa-dosa pribadi. Penghapusan dosa ini terjadi pada saat kita dibaptis. Tetapi setelah kita dibaptis, maka kita ini tetap harus bertobat dari dosa-dosa pribadi yang kita lakukan, melalui sakramen Tobat (Pengakuan Dosa) yang juga mengambil daya kekuatannya dari misteri Paska Kristus (sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga). Jika seseorang yang sudah dibaptis, tetapi kemudian jatuh dalam dosa berat namun tidak bertobat sampai akhir hidupnya, maka ia kehilangan keselamatannya. Dalam keadaan ini, bukan korban Yesus yang tidak berdaya guna, tetapi karena ia sendiri menolak untuk diselamatkan oleh Kristus, dengan kekerasan hatinya untuk tidak bertobat dan menerima pengampunan Allah. Ibaratnya jalannya sudah disediakan, namun ia memilih untuk menolak jalan itu. Maka orang yang masuk ke neraka itu adalah sebenarnya adalah orang-orang yang menerima sendiri apa yang dipilihnya sejak di dunia. Keadilan Allah mengizinkan hal itu, karena justru kalau orang yang sedemikian malah masuk surga, itu malah tidak adil, karena dengan demikian Allah malah tidak menghormati kehendak bebas mereka sendiri yang tidak menghendakinya. Di atas semua itu, kita percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang Maha Adil dan Maha Kasih, maka Ia tidak akan memberikan hukuman yang tidak adil atau yang tidak setimpal. Pada akhirnya, kita semua akan diadili menurut perbuatan kita (lih. Mat 16:27; Why 2:23; 20:12-13), dan kita mempunyai pengharapan yang besar, bahwa jika kita senantiasa bertobat, menjaga iman kita dalam kesatuan dengan harapan dan perbuatan kasih, maka pada akhirnya nanti Tuhan berkenan menerima kita dalam kehidupan yang kekal bersama-Nya. Maka di sini tetap mutlaklah makna perngorbanan Kristus, sebab karena Kristuslah kita memperoleh pengampunan dosa, sebab melalui jasa Kristuslah maka dosa kita dapat diampuni. Namun tetap ada bagian yang harus kita lakukan yaitu, kita harus mau bertobat dan betumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih.
Allah tidak pernah secara aktif menginginkan manusia untuk masuk neraka. Sebab Allah menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lih. 1 Tim 2:4). Namun karena manusia diberi kehendak bebas oleh Allah, maka manusia dapat menolak untuk diselamatkan oleh Allah, dan dalam keadaan inilah benar jika dikatakan manusia masuk neraka karena keputusannya sendiri untuk menolak Allah. Allah yang tidak memaksa, mengizinkan hal ini terjadi, sesuai dengan pilihan orang itu, sehingga orang itu dapat mengalami keterpisahan dengan Allah, dan keadaan inilah yang disebut neraka. Nah, karena Allah itu Maha Tahu, maka dalam kemahatahuan-Nya ini, sejak kekekalan Ia telah mengetahui siapa-siapa saja yang akan menolak-Nya dan siapa-siapa saja yang akan menerima Dia. Tentang hal ini sudah pernah sekilas dibahas di sini, silakan klik.
Nampaknya, beberapa pertanyaan Anda selanjutnya berhubungan dengan beberapa artikel berikut ini, mohon membaca terlebih dahulu:
Tentang keselamatan orang-orang yang hidup sebelum zaman Kristus:
Adakah Bapa Gereja di abad-abad awal yang berpandangan sedikit terbuka tentang EENS?
Yesus yang turun ke tempat penantian Yesus yang turun ke tempat penantian
Ajaran Gereja Katolik tentang keselamatan:
Apakah Arti EENS (Extra Ecclesiam Nulla Salus)?
Apakah yang diselamatkan hanya orang Katolik dan yang lainnya pasti masuk neraka?
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam sejahtera
Mengenal ALLAH dengan sifat sifatnya ALLAH MAHA SUCI.ALLAH MAHA MENCIPTA,ALLAH DALAM PENCIPTAKAN SESUATU HANYA DENGAN KUN PAYA KUN,DIA MERAJAI LANGIT DAN BUMI.DIA ESA DIA TIDAK BERANAK DAN TIDAK DI PERANAKAN,ALLAH TEMPAT BERGANTUNG SEGALA SESUATU.DIA BUKAN SESUATU KARENA DIA ASAL DARI SESUATU,DIA MAHA KEKAL,DIA YANG MAHA HIDUP,DIA BERDIRI SENDIRI,DIA YANG MAHA BATHIN.DIA YANG MAHA NYATA,DIA YANG MAHA KUASA,DIA MAHA PENCIPTA YANG TIDAK ADA SESUATU YANG MENYAMAI-NYA DAN DIA MAHA MENDENGAR DAN MAHA MELIHAT…Itu segelintir sifat sifat ALLAH. itu yang patut di sandang oleh TUHAN bila sesuatu tidak bisa berbuat sperti itu dia bukan TUHAN,sifat manusia lemah,bersifat fana atau berubah,Raikarnasi dalam keimanan islam tidak di yakini.Karena semua makhluk akan kembali kepada TUHANNYA,
…..[Dari Katolisitas: link kami edit]
salama sejahtera buat kita semua…..
Shalom Tora,
Terima kasih atas kunjungan anda ke situs ini. Kami menyadari bahwa ada perbedaan di antara kita, yaitu tentang penghayatan kita akan Allah yang Satu itu. Anda tidak mengakui Allah Trinitas, sedangkan kami mengakuinya. Dasarnya adalah: karena Allah sendiri mewahyukan tentang Diri-Nya demikian. Maka walaupun kelihatannya mustahil di mata manusia, bahwa Allah yang Satu itu merupakan Tiga Pribadi, kami tetap menerimanya dengan iman.
Anda benar sewaktu mengatakan bahwa Allah memang tidak kawin, tidak beranak dan diperanakkan seperti pengertian manusia. Benar bahwa Allah kekal dan mengatasi segalanya. Namun justru karena kesempurnaan Allah yang melampaui segalanya, Ia mampu menyatakan kasih-Nya melebihi pikiran manusia, dan kasih-Nya kepada manusia itu dinyatakan dengan mengutus Sabda-Nya sendiri, untuk menjadi manusia oleh kuasa Roh Kudus-Nya. Maka Inkarnasi sendiri merupakan misteri/ rahasia kasih Allah yang tak terselami oleh manusia.
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang ajaran Kristiani tentang Allah dan Inkarnasi, silakan membaca artikel berikut ini:
Trinitas: Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi
Mengapa Orang Kristen Percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan?
Yesus, Tuhan yang Dinubuatkan Para Nabi
Inkarnasi adalah Immanuel, Allah yang Beserta Kita
Kesempurnaan Rancangan Keselamatan Allah
Yesus, sungguh Allah sungguh manusia
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam sejahtera dapatkah tuan melihat dan mengetahui akan wujud roh kita ? apa warna bentuk dan rupanya ?
dan bagai mana kita akan mengenal tuhan sedangkan ciptaanNYA yg ada dalam diri kita sendiri tidak kita ketahui…”untuk mengetahui itu kenalilah dirimu niscaya kamu kenal dengan tuhanmu.Yaitu mengenal dirinya yang hina lemah serta fana dengan itu dia dapat mengenal tuhannya yang bersifat mulia kuasa dan kekal abadi siapa yang jahil kepada dirinya berarti jahil kepada tuhannya .semua manusia memiliki roh dan roh itu lah yg kenal dengan tuhan,roh itu ciptaan ALLAH dan kita sebagai manusia harus paham mana yang di ciptakan dan mana yg di ciptakan.mana yg wujud dan di wujudkan.ada dan diadakan
Semua nabi dan RasulNYA hanya membawa kabar berita dari ALLAH danmisi untuk mengESAkan ALLAH semua secara estafet dari zaman adam sampai ke RASULULLAH SAW.Sebagai bukti ummat islam mengerjakan dan mengamalkan semua amalan semua nabi termasuk amal ibadah yesus.dan dari injil sendiri banyak merujuk ke al qur an.Dan ke ESA AN ALLAH banyak tertulis dalam injil. dan bukti nyata seberapa banyak sejarawan dan ilmuwan ilmuwan dunia yg masuk islam.dgn pengetahuan dan ilmu serta akal mereka.
Shalom Tora,
Terima kasih atas tanggapannya. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
1. Anda mengatakan “salam sejahtera dapatkah tuan melihat dan mengetahui akan wujud roh kita ? apa warna bentuk dan rupanya ?” Pertanyaan ini sebetulnya cukup rancu, karena roh adalah sesuatu yang bersifat spiritual dan bukan material. Dengan bertanya apakah wujudnya, maka kita mencoba mematerialkan sesuatu yang spiritual, yaitu dalam konteks wujud, warna, bentuk dan rupa. Dengan demikian pertanyaan ini sebetulnya tidak berhubungan antara satu dengan yang lain. Pertanyaan ini sama seperti pertanyaan: berapa malaikat dapat berdiri di atas ujung sebuah jarum?
2. Anda mengatakan “bagai mana kita akan mengenal tuhan sedangkan ciptaanNYA yg ada dalam diri kita sendiri tidak kita ketahui…”untuk mengetahui itu kenalilah dirimu niscaya kamu kenal dengan tuhanmu.Yaitu mengenal dirinya yang hina lemah serta fana dengan itu dia dapat mengenal tuhannya yang bersifat mulia kuasa dan kekal abadi siapa yang jahil kepada dirinya berarti jahil kepada tuhannya .semua manusia memiliki roh dan roh itu lah yg kenal dengan tuhan,roh itu ciptaan ALLAH dan kita sebagai manusia harus paham mana yang di ciptakan dan mana yg di ciptakan.mana yg wujud dan di wujudkan.ada dan diadakan“
a. Kita tidak dapat menggambarkan roh secara material, karena roh adalah spiritual. Namun bukan berarti bahwa kita sama sekali tidak tahu tentang apa itu roh atau jiwa yang bersifat spiritual. Anda dapat melihat artikel yang membahas tentang perbedaan manusia dari tanaman dan binatang di sini – silakan klik.
b. Agama Katolik juga mengajarkan bahwa untuk mengenali Tuhan, kita dapat melihat ke dalam diri kita sendiri, karena manusia diciptakan menurut gambaran Allah, sehingga mempunyai kapasitas untuk mengetahui dan mengasihi Penciptanya. Manusia juga dapat mengenali Tuhan dari alam ciptaan, juga dari wahyu Allah – untuk agama Kristen adalah Kitab Suci.
3. Anda mengatakan “Semua nabi dan RasulNYA hanya membawa kabar berita dari ALLAH danmisi untuk mengESAkan ALLAH semua secara estafet dari zaman adam sampai ke RASULULLAH SAW.Sebagai bukti ummat islam mengerjakan dan mengamalkan semua amalan semua nabi termasuk amal ibadah yesus.dan dari injil sendiri banyak merujuk ke al qur an.Dan ke ESA AN ALLAH banyak tertulis dalam injil. dan bukti nyata seberapa banyak sejarawan dan ilmuwan ilmuwan dunia yg masuk islam.dgn pengetahuan dan ilmu serta akal mereka.“
a. Kalau anda ingin mencoba membuktikan bahwa Yesus bukan Tuhan, silakan anda membaca beberapa artikel tentang ke-Tuhanan Yesus berikut ini:
Iman Katolik bersumber pada Allah Tritunggal dan berpusat pada Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Inkarnasi, Allah menjadi manusia, adalah perbuatan Tuhan yang terbesar, yang menunjukkan segala kesempurnaanNya: KebesaranNya, namun juga KasihNya yang menyertai kita. Penjelmaan Allah ini telah dinubuatkan oleh para nabi. Yesus Kristus yang kita imani sekarang adalah sungguh Yesus Tuhan yang ber-inkarnasi dan masuk ke dalam sejarah manusia, karena Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia.
Setelah anda membaca beberapa artikel tersebut, silakan memberikan argumentasi lebih lanjut.
b. Dapatkah anda memberikan bukti bahwa banyak pesan Injil merujuk kepada Al-Quran?
c. Keesaan Allah memang ditulis dibanyak Injil, bahkan tertulis di dalam Perjanjian Lama, dan bahkan juga dipercaya oleh umat Kristen sampai saat ini. Umat Kristen percaya bahwa Allah itu satu, namun Dia mempunyai tiga pribadi. Untuk itu, anda dapat membaca artikel tentang Trinitas di sini – silakan klik. Agama Kristen tidak menjadikan Yesus Kristus Tuhan, namun Yesus sendiri yang telah menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan dengan cara: 1) dinubuatkan beratus-ratus tahun sebelumnya, 2) mukjijat yang dilakukannya, termasuk mengampuni dosa, 3) Gereja Katolik yang didirikan-Nya yang terus bertahan sampai sekarang, yang mempunyai kesatuan doktrin. Argumentasi secara menyeluruh dapat anda baca di beberapa link yang saya berikan di atas.
e. Kalau anda ingin memberikan argumentasi kesalahan agama Kristen dengan merujuk bahwa ada sejarahwan dan ilmuwan di dunia yang berpindah ke agama Islam, maka sebenarnya ini tidaklah kuat. Ada banyak sejarahwan dan ilmuwan yang juga menjadi penganut agama Kristen. Demikian juga kalau ada sejarahwan dan ilmuwan yang menjadi ateis, maka hal ini tidak membuktikan bahwa ajaran ateis itu adalah benar dan yang lain salah.
Demikian jawaban singkat yang dapat saya berikan. Silakan membaca beberapa link yang saya berikan di atas, sehingga kita dapat mendiskusikan topik ini secara lebih mendalam. Semoga dapat diterima. Mari kita bersama-sama mohon rahmat Allah, sehingga Dia dapat memberikan penerangan kepada kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Allah dalam menunjukan kasih sayangnya tidak butuh jadi manusia tetapi ia cukup berkata :barang siapa yang menyembah musa maka ia ada di neraka, barang siapa yang menyembah yesus maka ia ada di neraka,walaupun ia berbuat baik kepada sesama manusia, barang siapa menyembah muhamad maka ia ada di neraka. barang siapa yang menyembah allah yang maha tunggal dan tidak menyekutukan kepada siapapun maka ia telah bertauhid, barangsiapa siapa yang telah bertauhid maka ia telah hidup kekal dalam kesalamatan. kasih sayang allah dalam hal tauhid lebih mudah,suci dan lebih besar dari seseorang yang mati di kayu salib atau tenggelam di dasar lautan.
bukankah orang yang menyembah yesus lebih hina daripada orang yang menyembah batu ! kenapa ? jawabanya adalah “batu tidak pernah membantah bahwa dirinya bukanlah seorang tuhan, tetapi yesus membantah dan membuktikan bahwa dirinya bukan seorang tuhan.sebagaimana yang keluar dari lidahnya “mengapa engkau bilang aku baik,tidak ada yang baik kecuali Allah”
apalagi menjadikan ajaran kasih,etika dan epos sebagai dalih pembenaran teologi syirik. tuhan memang maha pengasih dan memerintahkan kita berbuat baik kepada sesama.tapi jika ada orang menuhankan yesus itu sama saja menginjak2 ajaran kasih.
semoga Allah menunjukan kalian jalan yang lurus…!
Shalom Tentara Tauhid,
Terima kasih atas tanggapannya. Dalam argumentasi yang anda berikan maka akan menjadi benar kalau anda dapat membuktikan bahwa Yesus bukan Tuhan. Namun, dalam beberapa artikel dan dialog, saya telah mencoba untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan. Untuk itu, silakan membaca beberapa artikel yang berkaitan dengan Kristologi di bawah ini:
Iman Katolik bersumber pada Allah Tritunggal dan berpusat pada Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Inkarnasi, Allah menjadi manusia, adalah perbuatan Tuhan yang terbesar, yang menunjukkan segala kesempurnaanNya: KebesaranNya, namun juga KasihNya yang menyertai kita. Penjelmaan Allah ini telah dinubuatkan oleh para nabi. Yesus Kristus yang kita imani sekarang adalah sungguh Yesus Tuhan yang ber-inkarnasi dan masuk ke dalam sejarah manusia, karena Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia.
Anda mencoba mengatakan bahwa Yesus bukan Tuhan, karena Dia membantah bahwa Diri-Nya adalah Tuhan. Kalau demikian, maka bagaimana anda menjelaskan beberapa hal ini:
1) Pertama-tama, ketika berusia 12 tahun dan Ia diketemukan di Bait Allah, Yesus mengatakan bahwa bait Allah adalah Rumah Bapa-Nya (lih. Luk 2:49). Dengan demikian, Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Putera Allah.
2) Pernyataan ini ditegaskan kembali oleh Allah Bapa pada saat Pembaptisan Yesus, saat terdengar suara dari langit, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.”(Luk 3:22).
3) Yesus adalah Tuhan yang mengatasi para malaikat. Setelah Dia mengatasi cobaan Iblis di padang gurun, para malaikat- pun datang melayani Dia (lih. Mat 3:11).
4) Pada saat Yesus memulai pengajaranNya, terutama dalam Khotbah di Bukit (Delapan Sabda Bahagia), Ia berbicara di dalam nama-Nya sendiri, untuk menyatakan otoritas yang dimiliki-Nya (Mat 5:1-dst). Ini membuktikan bahwa Ia lebih tinggi dari Musa dan para nabi[6], sebab Musa berbicara dalam nama Tuhan (lih. Kel 19:7) ketika Ia memberikan hukum Sepuluh Perintah Allah; tetapi Yesus memberikan hukum dalam nama-Nya sendiri, “Aku berkata kepadamu….” Hal ini tertera sedikitnya 12 kali di dalam pengajaran Yesus di Mat 5 dan 6, dan dengan demikian Ia menegaskan DiriNya sebagai Pemberi Hukum Ilahi (the Divine Legislator) itu sendiri, yaitu Allah. Demikian pula dengan perkataan “Amen, amen…”, pada awal ajaranNya, Yesus menegaskan segala yang akan diucapkan-Nya sebagai perintah; bukan seperti orang biasa yang mengatakan ‘amen’ diakhir doanya sebagai tanda ‘setuju’.
5) Jadi dengan demikian Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Taurat Allah yang hidup, suatu peran yang sangat tinggi dan ilahi, sehingga menjadi batu sandungan bagi orang-orang Yahudi untuk mempercayai Yesus sebagai Sang Mesias. Hal ini dipegang oleh banyak orang Yahudi yang diceriterakan dengan begitu indah dalam buku Jesus of Nazareth, yaitu dalam percakapan imajiner seorang Rabi Yahudi dengan Rabi Neusner,[7] mengenai bagaimana mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan inilah yang dimaksudkan oleh Yesus ketika Ia berbicara dengan orang muda yang kaya, “Jika engkau mau sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan bagikanlah kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Mat 19:21). “Aku” di sini hanya mungkin berarti Tuhan sendiri.
6) Yesus menyatakan DiriNya sebagai Seorang yang dinantikan oleh para Nabi sepanjang abad (lih. Mat 13:17). Ia juga berkata,“…supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, … sampai Zakharia… semuanya ini akan ditanggungkan pada angkatan ini!” (Mat 23:34-36). Secara tidak langsung Ia mengatakan bahwa darah-Nya yang akan tertumpah dalam beberapa hari berikutnya merupakan rangkuman dari penumpahan darah orang yang tidak bersalah sepanjang segala abad.
7) Yesus sebagai Tuhan juga terlihat dengan jelas dari segala mukjizat yang dilakukan dalam nama-Nya sendiri, yang menunjukkan bahwa kebesaran-Nya mengatasi segala sesuatu. Yesus menghentikan badai (Mat 8: 26; Mrk 4:39-41) menyembuhkan penyakit (Mat 8:1-16, 9:18-38, 14:36, 15: 29-31), memperbanyak roti untuk ribuan orang (Mat 14: 13-20; Mrk 6:30-44; Luk 9: 10-17; Yoh 6:1-13), mengusir setan (Mat 8:28-34), mengampuni dosa (Luk5:24; 7:48), dan membangkitkan orang mati (Luk 7:14; Yoh 11:39-44). Di atas semuanya itu, mukjizat-Nya yang terbesar adalah: Kebangkitan-Nya sendiri dari mati (Mat 28:9-10; Luk 24:5-7,34,36; Mrk 16:9; Yoh 20:11-29; 21:1-19).
8) Pada saat Ia menyembuhkan orang yang lumpuh, Yesus menyatakan bahwa Ia memiliki kuasa untuk mengampuni dosa (Mat 9:2-8; Luk5:24), sehingga dengan demikian Ia menyatakan DiriNya sebagai Tuhan sebab hanya Tuhan yang dapat mengampuni dosa.
9) Pada beberapa kesempatan, Yesus menyembuhkan para orang sakit pada hari Sabat, yang menimbulkan kedengkian orang-orang Yahudi. Namun dengan demikian, Yesus bermaksud untuk menyatakan bahwa Ia adalah lebih tinggi daripada hari Sabat (lih. Mat 12:8; Mrk 3:1-6).
10) Yesus juga menyatakan Diri-Nya lebih tinggi dari nabi Yunus, Raja Salomo dan Bait Allah (lih. Mt 12:41-42; 12:6). Ini hanya dapat berarti bahwa Yesus adalah Allah, kepada siapa hari Sabat diadakan, dan untuk siapa Bait Allah dibangun.
11) Yesus menyatakan Diri-Nya sebagai Tuhan, dengan berkata “Aku adalah… (I am)” yang mengacu pada perkataan Allah kepada nabi Musa pada semak yang berapi, “Aku adalah Aku, I am who I am” (lih. Kel 3:14):
a) Pada Injil Yohanes, Yesus mengatakan “Aku adalah….” sebanyak tujuh kali: Yesus menyatakan Dirinya sebagai Roti Hidup yang turun dari Surga (Yoh 6:35), Terang Dunia (Yoh 8:12), Pintu yang melaluinya orang diselamatkan (Yoh 10:9), Gembala yang Baik yang menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (Yoh 10:10), Kebangkitan dan Hidup (Yoh 11:25), Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6), Pokok Anggur yang benar (Yoh 15:1).
b) Yesus menyatakan diri-Nya sebagai sumber air hidup yang akan menjadi mata air di dalam diri manusia, yang terus memancar sampai ke hidup yang kekal (Yoh 4:14). Dengan demikian Yesus menyatakan diri-Nya sebagai sumber rahmat; hal ini tidak mungkin jika Yesus bukan Tuhan, sebab manusia biasa tidak mungkin dapat menyatakan diri sebagai sumber rahmat bagi semua orang.
c) Yesus menyatakan, “Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6); dan dengan demikian Ia menempatkan diri sebagai Pengantara yang mutlak bagi seseorang untuk sampai kepada Allah Bapa.
d) Ia menyatakan bahwa “… kamu akan mati dalam dosamu… jika kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia” (Yoh 8:24) yang datang dari Bapa di surga (lih. Yoh 21-29).
e) Yesus mengatakan, “Aku ini (It is I)…”, pada saat Ia berjalan di atas air (Yoh 6:20) dan meredakan badai.
f) Ketika Yesus diadili di hadapan orang Farisi, dan mereka mempertanyakan apakah Ia adalah Mesias Putera Allah, Yesus mengatakan, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.”[8] h) Mungkin yang paling jelas adalah pada saat Yesus menyatakan keberadaan DiriNya sebelum Abraham, “…sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” (Yoh 8:58)
12) Dengan demikian, Yesus menyatakan DiriNya sudah ada sebelum segala sesuatunya dijadikan. Dan ini hanya mungkin jika Yesus sungguh-sungguh Tuhan. Mengenai keberadaan Yesus sejak awal mula dunia dinyatakan oleh Yesus sendiri di dalam doa-Nya sebelum sengsara-Nya, “Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.” (Yoh 17:5)
13) Dengan keberadaan Yesus yang mengatasi segala sesuatu, dan atas semua manusia, maka Ia mensyaratkan kesetiaan agar diberikan kepadaNya dari semua orang. “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10:37). Ia kemudian berkata bahwa apa yang kita lakukan terhadap saudara kita yang paling hina, itu kita lakukan terhadap Dia (lih. 25:40). Ini hanya dapat terjadi kalau Yesus adalah Tuhan yang mengatasi semua orang, sehingga Dia dapat hadir di dalam diri setiap orang, dan Ia layak dihormati di atas semua orang, bahkan di atas orang tua kita sendiri.
14) Yesus menghendaki kita percaya kepada-Nya seperti kita percaya kepada Allah (lih. Yoh 14:1), dan Ia menjanjikan tempat di surga bagi kita yang percaya. Dengan demikian Ia menyatakan diriNya sebagai yang setara dengan Allah Bapa, “Siapa yang melihat Aku, melihat Bapa, (Yoh 14:9), Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa (Yoh 10:38). Tidak ada seorangpun yang mengenal Anak selain Bapa, dan mengenal Bapa selain Anak (lih. Mat 11:27). Yesus juga menyatakan DiriNya di dalam kesatuan dengan Allah Bapa saat mendoakan para muridNya dan semua orang percaya, ”… agar mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau…” (Yoh 17:21). Ini hanya mungkin jika Ia sungguh-sungguh Tuhan. Pernyataan Yesus ini berbeda dengan para pemimpin agama lain, seperti Muhammad dan Buddha, sebab mereka tidak pernah menyatakan diri mereka sendiri sebagai Tuhan.
15) Ketika Yesus menampakkan diri kepada para murid setelah kebangkitan-Nya, Thomas, Rasul yang awalnya tidak percaya menyaksikan sendiri bahwa Yesus sungguh hidup dan ia berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku”. Mendengar hal ini, Yesus tidak menyanggahnya (ini menunjukkan bahwa Ia sungguh Allah), melainkan Ia menegaskan pernyataan ini dengan seruanNya agar kita percaya kepadaNya meskipun kita tidak melihat Dia (Yoh 20: 28-29).
16) Yesus menyatakan Diri sebagai Tuhan, dengan menyatakan diriNya sebagai Anak Manusia, yang akan menghakimi semua manusia pada akhir jaman (lih. Mat 24:30-31), sebab segala kuasa di Surga dan di dunia telah diberikan kepada-Nya, seperti yang dikatakanNya sebelum Ia naik ke surga, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus…” (Mat 28:18). Dengan demikian, Yesus menyatakan diriNya sebagai Pribadi Kedua di dalam Allah Tritunggal Maha Kudus, dan dengan kuasaNya sebagai Allah ini maka ia akan menghakimi semua manusia di akhir dunia nanti, seperti yang dinubuatkan oleh nabi Daniel (Dan 7:13-14). Yesus tidak mungkin membuat pernyataan sedemikian, jika Ia bukan sungguh-sungguh Tuhan.
Demikian jawaban yang dapat saya berikan. Semoga, minimal anda dapat melihat bahwa umat Katolik mempunyai dasar yang kuat untuk mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan. Dan kalau Yesus telah menyatakan dan membuktikan bahwa Diri-Nya adalah Tuhan, dan kita mempercayainya, maka ini adalah sesuatu yang baik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
@ Sdr Stefanus
Sdr Stefanus menulis:
a) Penal Substitution membuat Kristus yang tidak berdosa sebagai terhukum menggantikan manusia, sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan. Manusia dihukum oleh Tuhan adalah adil, karena manusia berdosa. Dengan konsep Penal Substitution, maka Kristus dihukum oleh Tuhan untuk menggantikan hukuman yang seharusnya ditanggung oleh manusia. Dan dengan dihukumnya Kristus yang tidak berdosa oleh Tuhan, maka hal ini bertentangan dengan konsep keadilan Tuhan. Tuhan tidak mungkin mempertentangkan diri-Nya sendiri. Oleh karena itu, Tuhan tidak mungkin menghukum Kristus yang tidak berdosa. Karena Tuhan adalah maha kasih, maka Dia mengorbankan Putera-Nya, namun tidak berarti bahwa Tuhan dapat menjadi tidak adil dengan menghukum Putera-Nya, walaupun untuk tujuan yang baik sekalipun.
Kevin menanggapi:
Tuhan memang tidak bisa mempertentangkan diriNya sendiri. Namun Salib yang merupakan pertemuan antara Kasih dan Keadilan Tuhan terhadap manusia itu bukanlah seperti yang anda ungkapkan. Anda berpendapat bahwa Bapa mengorbankan PuteraNya adalah bukti Maha KasihNya, namun Bapa tidak menghukum PuteraNya karena itu tidak adil. Bila demikian penalarannya, maka kita pun bisa berkata bahwa Bapa tidak mungkin bisa menyelamatkan manusia, karena itu juga tidak adil. Yang adil harusnya manusia dihukum di neraka kekal, bukan diselamatkan.
Manusia memiliki peluang untuk diselamatkan oleh karena Yesus telah mati untuk menanggung seluruh dosa kita. Yesus yang adalah Allah bisa mati bukan semata karena Dia juga manusia, namun karena Dia telah ditetapkan / rela untuk menanggung dosa seluruh umat manusia. Bila Yesus tidak menanggung dosa manusia, maka 100% Dia satunya2 manusia tidak berdosa. Manusia yang 100% tidak berdosa, tidak dapat mati. Kenapa? Karena sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, Allah tidak pernah menetapkan kematian atas manusia, itu artinya tanpa dosa, manusia dari semula ditetapkan Allah untuk hidup kekal.
Berbicara mengenai sisi keadilan Allah yang anda sebutkan di tulisan anda diatas sebetulnya bukan pada “tidak adil bila menghukum Yesus karena yg berdosa adalah manusia”, namun seharusnya melihat kepada “adil bila manusia dapat diselamatkan walau telah berdosa, sebab Yesus telah menanggung dosa-dosa manusia”. Jadi harus melihat konteks tindakan Allah dari sudut pandang penyelamatan manusia, bukan kepada tindakan Allah ketika memutuskan untuk menghukum diriNya. Bila menalar mengikuti pandangan anda, maka saya bisa sebutkan bahwa Kasih itu juga bertentangan dengan Keadilan, sebab Kasih itu mengampuni, namun Keadilan itu memberikan reward atau punishment. Apakah Allah yang Maha Kasih itu kontradiktif dengan Allah yang Maha Adil?
Fakta bahwa Yesus dihukum oleh Allah itu jelas sangat Alkitabiah, silakan baca Yesaya 53:4-6 jelas sekali bahwa Yesuslah yang menyerap seluruh dosa / pelanggaran kita, sehingga konsekuensinya Yesus pulalah yang harus menanggung hukuman murka Allah. Pengertian Yesus menanggung dosa kita itu mutlak harafiah seperti yang tertulis di 1 Petrus 2:24. Berusaha menafsir-nafsirkan apa yang sudah jelas tersurat dan mutlak telah terkorelasi dengan keseluruhan konteks PL & PB itu sama dengan memutar balikkan fakta. Jadi doktrin Penal Subtitution sudah benar dalam mendeskripsikan konsep penebusan.
Bila dosa manusia tidak dihukum, maka Allah tidak adil, sebab Allah jugalah yang telah menetapkan hukum keadilan. Bila manusia tidak berdosa tapi dihukum Allah, itu juga Allah tidak adil. Bila manusia berdosa, lalu dihukum Allah, itu baru namanya adil. Namun karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini…. (Yoh 3:16), karena alasan itulah maka Allah yang Maha Kasih itu rela melakukan subtitusi untuk menyelamatkan manusia. Tanpa subtitusi, manusia tidak mungkin diselamatkan, karena bila Allah tetap menyelamatkan manusia tanpa subtitusi (korban Yesus), maka itulah yang disebut Allah bertentangan dengan diriNya sendiri, alias Allah adalah Kasih namun Tidak Adil. Karena Allah itu Maha Kasih dan Maha Adil, maka dosa tetap harus dihukum, sementara kasihNya lah yang memungkinkan hukuman tersebut tidak ditimpakan kepada manusia yang berdosa melainkan ditimpakan kepada PuteraNya (Yesus). Inilah cara pandang yang benar sesuai Alkitab.
Bila Sdr Stef menganggap bahwa tidak adil bagi Allah (Bapa) menghukum Yesus yang tidak bersalah, maka anda perlu membaca Roma 5:12, dimana hanya gara-gara satu manusia yg bernama Adam itu kok akhirnya seluruh manusia jadi berdosa, itu juga tidak adil. Tapi faktanya Alkitab menyatakan demikian, memang gara2 satu manusia yg bernama Adam itu semua manusia di bumi ini kena getahnya. Namun Allah yang Maha Hebat itu telah memberikan solusi jitunya yaitu Roma 5:19, dimana oleh karena ketaatan Yesus lah akhirnya semua orang boleh dibenarkan di hadapan Allah. Jadi inilah fairplay nya.
Sdr Stefanus menulis:
) Lalu bagaimana dengan derita fisik dan spiritual yang dialami oleh Yesus? Kita tidak dapat mengatakan bahwa ini sebagai bukti penal substitution, karena tidak mungkin Tuhan yang menjatuhkan hukuman kepada Yesus. Yang menghukum Yesus adalah para prajurit Roma dan orang-orang yang terkait dalam pembunuhan Yesus. Dalam kemahatahuan-Nya, Tuhan tahu bahwa Yesus akan dihukum, namun dalam kebijaksanaan-Nya, Tuhan memakai situasi ini untuk mendatangkan sesuatu yang baik. Sama seperti dosa Adam menjadi suatu kesempatan bagi Tuhan untuk mendatangkan Sang Penebus. Inilah sebabnya para Bapa Gereja menyanyikan
Shalom Kevin,
Terima kasih atas tanggapannya terhadap artikel "penal subsitution". Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
1) Mungkin tulisan St. Agustinus dari Hippo dapat membantu diskusi kita. Dia menuliskan:
a) Jadi, secara prinsip adalah Tuhan dapat membalas evil dengan evil karena Dia adalah adil, seperti yang terjadi pada orang-orang yang jahat yang masuk ke dalam neraka abadi. Tuhan juga dapat membalas kejahatan dengan kebaikan, seperti rahmat Tuhan yang mengalir kepada orang-orang jahat, karena Tuhan adalah baik dan adil. Namun, yang tidak akan dilakukan oleh Tuhan adalah untuk membalas kebaikan dengan "kejahatan", karena hal ini bertentangan dengan hakekat Allah yang adalah adil.
b) Jadi, kalau kita terapkan prinsip dari St. Agustinus kepada beberapa kalimat dari Kevin, maka: Bapa dapat menyelamatkan manusia yang berdosa, karena Allah dapat membalas kejahatan dengan kebaikan. Namun untuk mengatakan bahwa Yesus – yang tidak berdosa – dihukum Allah Bapa, maka hal ini tidak mungkin karena menyalahi hakekat Allah yang maha adil. Kalau hal ini terjadi, maka berarti Allah membalas kebaikan dengan kejahatan. Dengan prinsip ini, maka tidak ada pertentangan antara kasih dan keadilan. Allah dapat adil dan kasih, namun tidak mungkin Dia tidak adil.
2) Mari kita melihat Yes 53:4 yang mengatakan "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." Di ayat tersebut dikatakan bahwa penyakit kitalah yang ditanggungnya dan kesengsaraan kita yang dipikulnya. Namun tidak mengatakan bahwa Allah menghukumnya. Bahkan dikatakan "padahal kita mengira bahwa Dia kena tulah dan dipukul dan ditindas Allah." Ini berarti kenyataannya justru berlawanan dari kena tulah, dipukul dan ditindas Allah, yang berarti Dia tidak dipukul dan ditindas Allah.
3) Roma 5:12 mengatakan "Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa." Kalau dosa asal menjadi bagian dari manusia hal tersebut adalah adil, karena Adam mewakili manusia. Adalah adil kalau seluruh manusia terkena dosa asal karena Adam berdosa, sama adilnya kalau seluruh manusia masuk ke Sorga kalau Adam tidak berdosa. Anda dapat melihat diskusi panjang tentang topik ini di sini (silakan klik).
4) 1 Pet 2:24 mengatakan "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." Di ayat ini tidak dikatakan bahwa Yesus menjadi berdosa dan dihukum Allah. Yang tersurat adalah Yesus telah memikul dosa kita, dengan cara menerima penderitaan dan kematian di kayu salib. Untuk mengatakan bahwa Yesus dihukum Allah Bapa justru menyalahi apa yang tersurat. Dan kembali, memikul dosa bukan berarti menjadikan Yesus berdosa.
5) Dalam hal ini, saya mempercayai Yesus didera, disalibkan dan mati untuk menebus dosa manusia. Yang saya permasalahkan adalah kalau ada orang yang mengatakan bahwa Yesus dihukum oleh Allah Bapa untuk menebus dosa manusia. Seperti yang terlihat pada Yes 53:4, maka kita mengira demikian, namun Yesus tidak pernah menerima hukuman dari Allah, karena Dia tidak berdosa. Yesus menerima semua penderitaan, karena kerelaan-Nya untuk menyelamatkan manusia, yang didasarkan oleh kasih. Namun, Yesus tidak menerima ini sebagai suatu hukuman dari Allah.
6) Kevin memberikan argumentasi bagus dengan mengatakan "Bila Yesus tidak menanggung dosa manusia, maka 100% Dia satunya2 manusia tidak berdosa. Manusia yang 100% tidak berdosa, tidak dapat mati. Kenapa? Karena sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, Allah tidak pernah menetapkan kematian atas manusia, itu artinya tanpa dosa, manusia dari semula ditetapkan Allah untuk hidup kekal."
a) Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah "menanggung dosa" dan "berdosa". Yesus dapat menanggung dosa manusia tanpa Dia menjadi seorang pendosa. Yesus tidak mungkin berdosa, karena Dia adalah Allah, yang hakekatnya adalah kudus. Kekudusan Allah dan dosa tidak akan mungkin bersatu, karena dosa pada dasarnya adalah menolak kasih Allah. Karena upah dosa adalah maut, bukan saja dengan kematian, namun juga hukuman abadi di neraka untuk selamanya. Kalau Yesus berdosa, maka Dia harus masuk ke neraka untuk selamanya. Dengan demikian, untuk mengatakan Yesus berdosa tidaklah mungkin. Yesus dapat menanggung dosa kita tanpa Dia sendiri berdosa.
b) Tidak semua yang berdosa mengalami kematian, karena kita melihat bahwa walaupun Henokh dan Elia berdosa, mereka tidak merasakan maut (lih. Kej 5:24, 2Raj 5:24). Dengan demikian kita melihat adanya perkecualian, yang dibuat berdasarkan kebijaksanaan Tuhan. Dan dalam kebijaksanaan-Nya, walaupun Yesus tidak berdosa, Dia merasakan kematian. Namun, lebih jauh dari itu, kita melihat beberapa alasan yang lain. Dengan kematian-Nya, Dia menunjukkan kepada manusia, bahwa Dia adalah Allah yang mampu mengalahkan maut dan memberikan pengharapan kepada manusia bahwa maut tidak mempunyai kekuatan dan tidak membelenggu manusia lagi. Alasan yang lain adalah karena Yesus belum bangkit, maka pintu Sorga belum terbuka, sehingga orang-orang kudus yang meninggal sebelum misteri Paskah masih berada di tempat penantian (bossom of Abraham, Limbo of the just). Dengan kematiann-Nya, maka Dia dapat mewartakan kabar gembira kepada para kudus di tempat penantian dan membawa mereka ke Sorga pada waktu Dia naik ke Sorga.
Issue kompleks tentang penal substitution, atonement, memang telah diperdebatkan dari generasi ke generasi. Yang mungkin harus dihindari adalah pengertian bahwa Bapa menghukum Yesus, karena hal ini bertentangan dengan kemahaadilan Tuhan. Yesus menerima siksaan bukan karena hukuman Bapa, namun karena kasih Yesus kepada manusia. Bahkan Dia dapat menyelamatkan dosa manusia hanya dengan satu titik darah, karena "dignity" dari Allah. Namun, di dalam kebijaksanaan-Nya, Dia rela menanggung penderitaan yang berdarah-darah untuk menyatakan kasih-Nya kepada manusia dan untuk mengungkapkan kekejaman dosa. Dengan demikian penebusan Kristus bukan dilihat sebagai sesuatu yang legalistik, namun sebagai tindakan kasih.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom Sdr Stefanus Tay
1) Yesus yang dihukum oleh Allah.
St Agustinus dan anda berpendapat bahwa Yesus tidak dihukum oleh Allah krn tidak adil membalas kebaikan dengan kejahatan terhadap Yesus. Ini adalah pernyataan yang sangat keliru, karena telah melupakan konteks Kasih yang secara hakiki bertentangan dengan keadilan.
Keadilan berkata, “mata ganti mata, gigi ganti gigi”. Kasih berkata, “kasihilah musuhmu, berdoalah bagi orang yang menganiaya kamu”. Hukuman atas dosa adalah maut, dan karena Yesus telah rela menanggung hukuman tersebut maka Yesuslah yang mengalami maut. Seharusnya manusialah yang mengalami maut, tapi karena Yesus sudah membayar / menanggung / memikul dosa /hukuman kita, maka kita bebas dan Yesuslah yang kena hukuman. Bila penalaran St Agustinus dan anda dilanjutkan, maka seharusnya anda juga berpendapat bahwa Yesus menderita demi kita itu juga tidak adil, krn harusnya kita yang menderita / menanggung hukuman. Tapi faktanya, Allah mengambil inisiatif untuk menanggung dosa umatNya alias Yesus menanggung hukuman dari Allah akibat kesalahan dan pelanggaran kita. Jadi disini Yesus melaksanakan misinya berdasarkan Kasih Allah, sedangkan Bapa memandang misi Yesus itu berdasarkan Keadilan Allah. Tapi kenapa Yesus harus dihukum Allah? ya karena Yesus telah memutuskan untuk rela menanggung hukuman tersebut demi menuntaskan misi Kasih Allah. Bila Yesus tidak dihukum oleh Allah, lalu siapakah yang dapat menghukum Yesus? apakah yang menghukum Yesus itu prajurit Roma seperti yang anda katakan itu? Jelas sekali tidak masuk akal, bagaimana mungkin ciptaan bisa menghukum PenciptaNya? Bila ada Theologi yang meyakini bahwa ciptaan bisa menghukum PenciptaNya, maka saya sebut itu Theologi dari Neraka.
Baca saja kisah ketika Yesus berkata kepada Pilatus di Yohanes 19:11. Yesus sendiri menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kuasa apapun terhadap Yesus bila tidak diberikan dari Allah. Jadi bila Yesus bisa sampai didera dengan berbagai hukuman fisik, itu jelas sekali bahwa memang Bapa yang melakukannya. Prajurit Romawi hanyalah sekedar eksekutor yang telah ditetapkanNya.
Sdr Stef perlu juga membaca Matius 27:46 dimana Yesus berseru “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Itu adalah bukti / fakta dimana Bapa memalingkan wajahNya / meninggalkan hadiratNya atas Yesus krn tidak tahan melihat Yesus yang berdosa akibat menanggung dosa seluruh manusia.
Jadi Allah menghukum Yesus demi keadilanNya terhadap hukum dosa spt yg telah Dia tetapkan sejak semula.
2) Konteks Yesaya 53.
Kata “padahal” di ayat 4 itu terkait dengan ayat-ayat berikutnya. Seharusnya anda baca dulu Yesaya 53 secara lengkap, sehingga anda bisa mengartikannya dengan benar. Ayat 4 itu menjelaskan bahwa manusia salah mengira bahwa Yesus kena tulah, dipukul dan ditindas Allah, PADAHAL faktanya Yesus tertikam oleh karena pemberontakan kita… dst..dst (ayat 5). Jadi maksudnya, penderitaan yang dialami Yesus itu bukan karena kesalahanNya, namun karena Dia harus menanggung kesalahan kita. Kata PADAHAL tersebut menghubungkan ayat 4 sebagai Akibat dan ayat 5 sebagai penyebab. Nah bila mau to the pointnya, silakan baca ayat 10 nya, “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan.”. Jelas sekali dikatakan TUHAN / BAPA lah yang punya mau untuk meremukkan / menghukum Yesus.
3) Roma 5:12
Ini adalah jalan masuk bagi kasih karunia. Ketika anda membandingkan ketaatan Adam versus pelanggaran Adam sebagai satu tataran keadilan, itu hanya baru 1 level keadilan “at the moment” bagi Adam. Anda melupakan fakta berikutnya yang terjadi, bahwa akhirnya Adam memutuskan untuk tidak taat. Ini adalah penjabaran yang cukup panjang, tapi saya takut spacenya tidak muat, maka saya singkat saja begini… Bila Adam berdosa, maka seluruh manusia berikutnya ikut berdosa, namun anda keliru ketika bilang bahwa bila Adam tidak berdosa, maka seluruh manusia berikutnya ikut masuk surga / tidak berdosa. Anda melupakan fakta bahwa manusia berikutnya (keturunan Adam) juga punya freewill seperti Adam, artinya bisa taat atau tidak taat. Jadi bila Adam tidak berdosa, keturunannya belum tentu semua tidak berdosa, karena semua punya freewill. Kalo anda mau memahami konteks keadilan penebusan atas Roma 5:12 saya sudah sebutkan di tulisan saya diatas bahwa jawabannya /tandingannya ada di Roma 5:19, itulah keadilan sesungguhnya.
4) 1 Petrus 2:24
Disitu dikatakan bahwa Yesus memikul dosa kita di dalam tubuhNya… ayat ini memiliki korelasi dengan Yesaya 53. Kata memikul ini berasal dari kata Yunani “anaphero” dari kata dasar “phero” yang bisa juga diartikan “memindahkan” / “membawa” / “menanggung”. Padahal kita tahu bahwa secara asali dosa tidak bisa dioper-oper seperti bola alias tidak bisa ditanggungkan ke orang lain. Hal ini bisa kita lihat dari Yehezkiel 18:20, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya.” Kenapa manusia tidak dapat saling menanggung dosa sesamanya? Ya karena semua telah berdosa. Orang berdosa tidak dapat menanggung orang berdosa. Yang bisa menanggung dosa hanyalah orang yang tidak berdosa. Dan satu-satunya orang yang tidak berdosa itu hanyalah Yesus Kristus. Yesus Kristus yang tidak berdosa telah dng rela menanggung dosa sehingga Yesus menjadi berdosa. Ini ayatnya 2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”
Jadi ketika Yesus memikul dosa kita, Dia jadi berdosa dimata Allah, dan setiap yang berdosa harus menanggung hukuman dari Allah (prinsip keadilan), oleh karenanya Yesus dihukum oleh Allah.
Kenapa saya menggunakan dasar 1 Petrus 2:24 dan bukan 2 Korintus 5:21 untuk menggambarkan penghukuman Allah? Karena 1 Petrus 2:24 itulah dasar penghukuman yang dilakukan Allah kepada manusia (yg telah digantikan oleh Yesus).
5) Sebetulnya sudah terjawab di uraian saya point 4 diatas. Intinya saya sudah tulis dari awal bahwa manusia yang tidak berdosa (suci) tidak dapat dihukum oleh Allah, karena anda juga mengatakan bahwa Allah tidak dapat berlaku tidak adil dng membalas kebaikan dengan kejahatan. Namun faktanya semua yang telah dilakukan Yesus dalam misinya untuk menyelamatkan manusia berdosa itu bukan sekedar banyolan atau sandiwara surga atau sekedar pura-pura menderita padahal Yesusnya tertawa2 dalam hati. Yang dialami Yesus itu adalah penderitaan yang sesungguh-sungguhnya, dan kematian yang sesungguh-sungguhnya. Bila dosa umat manusia tidak beralih / pindah kepada Yesus, maka manusia masih tetap berdosa, dan Allah tidak bisa mengampuni manusia, karena mengampuni manusia berdosa berarti menggugurkan keadilanNya. Anda tidak bisa memakai kata “kebijaksanaan Allah” untuk membuat pengecualian-pengucualian, karena “kebijaksanaan” juga melanggar keadilan. Dan faktanya Yesus menderita, Yesus mati. Ini menunjukkan bahwa Dia benar-benar telah berdosa (menanggung dosa manusia), sehingga menerima konsekuensi hukuman dari Allah. Pernah ada kisah nyata seorang ayah yang rela bunuh diri demi mendonorkan jantungnya kepada anaknya yg gagal jantung dalam keadaan mendesak dan tidak ada persediaan jantung. Seharusnya anak itu yang mati, tapi karena begitu besar kasih ayahnya kepada anaknya, maka dia rela bunuh diri demi anaknya (sebab kalo si ayah tidak bunuh diri, maka dokternya tdk akan mau mengambil jantung si ayah untuk diberikan / disubtitusikan ke anaknya). Inilah prinsip subtitusi, yaitu keadilan. Bila Yesus tidak dijadikan berdosa (akibat menanggung dosa) maka subtitusi itu tidak bekerja, dan Allah tidak dapat mengampuni manusia (krn melanggar hukum keadilanNya). Yesus dihukum Allah karena dosa-dosa kita.
6a) Yesus harus masuk neraka selamanya?
Sdr Stefanus menulis:
…..Karena upah dosa adalah maut, bukan saja dengan kematian, namun juga hukuman abadi di neraka untuk selamanya. Kalau Yesus berdosa, maka Dia harus masuk ke neraka untuk selamanya. Dengan demikian, untuk mengatakan Yesus berdosa tidaklah mungkin. Yesus dapat menanggung dosa kita tanpa Dia sendiri berdosa.
Kevin menanggapi:
Ketika Yesus mati di salib, Dia mengatakan “tetelestai” atau sudah selesai, artinya seluruh misi / rencana penyelamatan manusia yang diembankan Allah kepada Yesus telah tuntas dilaksanakan sepenuhnya, sekali untuk selamanya. Bersamaan dengan itu Yesus juga mengalahkan maut yang merupakan fakta bahwa Dia tidak tunduk pada maut, melainkan berkuasa atas maut. Silakan baca Roma 5:14, Roma 6:9, Ibrani 2:14. Jadi semenjak Yesus mati, kuasa maut telah dikalahkan, iblis telah dilucuti kuasanya, sehingga Yesus tidak mungkin bisa di neraka selama-lamanya. Hukum Taurat yang menjadi dasar bagi penetapan dosa manusia telah dilengkapi / digenapi dng Hukum Kasih Karunia. Sehingga Yoh 3:16, Roma 10:9 memiliki kuasanya di dalam Yesus.
Manusia biasa tidak memiliki otoritas / kuasa atas maut, namun manusia Allah yaitu Yesus punya kuasa atas maut. Silakan baca Yohanes 14:30.
KebangkitanNya meneguhkan kita bahwa Dia memang Penguasa, dan tidak ada apapun yang melebihi Dia. Yesus sendiri berkata bahwa nyawaNya ada ditanganNya alias tidak ada satu mahlukpun yang berkuasa mencabut nyawaNya. Silakan baca Yohanes 10:18.
Jadi Yesus istimewa, karena dia bukan hanya manusia namun juga Allah, sehingga ketika menanggung dosa (menjadi berdosa) dia harus mati untuk menggenapkan hukum keadilan Allah, dan bersamaan dng itu Yesus juga menghancurkan kuasa maut, sehingga kematian kekal / neraka itu dipatahkanNya shg kita yg semula berdosa bisa beroleh kekudusan dan kehidupan kekal.
6b) Henokh dan Elia tidak mati krn kebijaksanaan Tuhan?
Sdr Stefanus menulis:
Tidak semua yang berdosa mengalami kematian, karena kita melihat bahwa walaupun Henokh dan Elia berdosa, mereka tidak merasakan maut (lih. Kej 5:24, 2Raj 5:24). Dengan demikian kita melihat adanya perkecualian, yang dibuat berdasarkan kebijaksanaan Tuhan.
Kevin menanggapi:
Bila anda mempercayai pemahaman seperti ini, saya sarankan anda untuk belajar dari John Calvin soal Predestination, krn konsep kebijaksanaan versi Calvin lah yang menurut saya paling baik diantara teori2 yang lain.
Saya sampaikan kepada semua disini bahwa, setiap kita bicara soal Kebijaksanaan, maka disitu Keadilan dilanggar. Siapapun boleh buktikan ini di dunia nyata. Kebijaksanaan memungkinkan apa yang tidak mungkin menurut tataran keadilan. Seringkali Penegak Hukum tidak ditilang oleh sesama Penegak Hukum dng dasar Kebijaksanaan. Seringkali aturan bayar SSP anak sekolah yg seharusnya sebut saja Rp 10.000,- sebulan dibuat menjadi hanya Rp 5.000,- bagi anak2 tertentu dng dasar kebijaksanaan. Bahkan hukuman bagi para napi yg sdh ditetapkan 10 tahun bisa dikurangkan dng remisi menjadi tinggal 7 tahun dng kalimat yg sama kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah aspek yg secara hakiki melanggar prinsip keadilan.
Bila kita membaca Ibrani 9:27 disitu tertulis, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”. Bila Henokh dan Elia nantinya tidak mati, maka Ibrani 9:27 tersebut menjadi gugur. Padahal kita tahu bahwa Firman Allah itu benar dan kekal, tidak dapat digugurkan oleh apapun juga, apalagi cuma teori buatan manusia. Jadi prinsipnya, semua manusia harus pernah mati, tanpa kecuali. Lalu kapan Henokh dan Elia akan mati?
Silakan baca Wahyu 11. Disitu Tuhan akan mengirimkan dua saksi yang akan meneguhkan Firman Allah. Dan menurut tafsiran saya, dua saksi itu adalah Henokh dan Elia. Kita lihat saja nanti faktanya. Dengan hadirnya kembali Henokh dan Elia menjadi saksi Kristus, lalu telah dinubuatkan bahwa mereka akan mati 3,5 hari lamanya dan kemudian dibangkitkan oleh Allah. Dengan demikian genaplah nats Ibrani 9:27 bahwa semua manusia (tanpa kecuali) akan mengalami kematian.
Henokh dan Elia memang dari semula telah dipilih Allah untuk tugas ini (menjadi saksi di akhir jaman), oleh karenanya mereka diangkat hidup2 ke surga bersama tubuh fisik mereka., dan nantinya akan dikirim kembali ke dunia dan akan mengalami kematian fisik.
7) Penutup
Sdr Stefanus menulis:
Dengan demikian penebusan Kristus bukan dilihat sebagai sesuatu yang legalistik, namun sebagai tindakan kasih.
Kevin menanggapi:
Saya melihat karya penebusan sebagai 2 hal yang anda sebutkan diatas, yaitu secara legal maupun moral. Motifnya adalah Kasih, namun prosedurnya harus Legal, artinya tidak bisa karena kasihNya semata-mata maka Allah bisa berkata “Aku mengampuni semua manusia berdosa” tanpa Dia harus membayar harga dari Hukum Keadilan yang telah Dia tetapkan sendiri. Jadi jika anda dan saya percaya bahwa Allah tidak dapat melanggar diriNya sendiri, maka kita akan paham bahwa penebusanNya (kematianNya) adalah SATU-SATUnya cara (tidak ada cara lain) untuk menebus dosa manusia / menyelamatkan manusia berdosa / menguduskan manusia berdosa. Tanpa salib, tidak ada 1 manusiapun dapat diselamatkan oleh Allah, krn upaya untuk itu hanyalah sebuah tindakan Kasih tanpa Keadilan, dan tentu Allah tidak dapat melakukan hal tersebut.
Allah tidak bisa menguduskan manusia tanpa kematian Kristus. Dan sekali lagi, itu adalah misi yang mengandung aspek legal dan moral.
Demikian tanggapan saya, semoga Sdr Stefanus berkenan memahaminya.
Maaf telah memenuhi rumah anda dng komentar dan tanggapan saya. Semoga bisa dimuat semuanya.
Shalom,
Kevin Marcellius A.
Shalom Kevin,
Terima kasih atas tanggapannya. Berikut ini adalah tanggapan yang dapat saya berikan:
1) Dalam tanggapan saya sebelumnya, saya mengutip St. Agustinus, yang mengatakan “God will, therefore, certainly recompense both evil for evil, because He is just; and good for evil, because He is good; and good for good, because He is good and just; only, evil for good He will never recompense; because He is not unjust. He, therefore, recompense evil for evil – punishment for unrighteousness; and He will recompense good for evil – grace for unrighteousness; and He will recompense good for good – grace for grace.” (St. Augustine, A Treatise on Grace and Free Will, XXIII, ch. 45)”
a) Hal tersebut tidak untuk mempertentangkan kasih dan keadilan, karena Tuhan sendiri adalah kasih (1 Yoh 4:8; 1 Yoh 4:16) dan adil (Ul 32:4; Yes 45:21). Dua sifat ini adalah sifat Tuhan sendiri. Dan karena tidak ada kontradiksi di dalam Tuhan, maka tidak mungkin kasih bertentangan dengan keadilan. Dalam tatanan kodrat (natural), seseorang dapat mengatakan “janganlah engkau perbuat apa yang tidak ingin orang lain perbuat padamu“. Ini adalah salah satu “golden rule“, yang tidak mungkin diingkari. Kalau ada seseorang yang yang membalas kebaikan dengan kejahatan, maka ini bertentangan dengan prinsip keadilan, namun kalau seseorang membalas kejahatan dengan kebaikan, maka hal ini tidak bertentangan dengan keadilan, hanya orang tersebut melakukan sesuatu yang lebih baik dari keadilan, yaitu kasih. Dalam keadaan ini, kalau kita membalas kejahatan dengan kebaikan tidaklah bertentangan dengan keadilan karena Tuhan telah mengampuni kesalahan kita. Namun, dalam kondisi apapun, membalas kebaikan dengan kejahatan senantiasa bertentangan dengan prinsip keadilan.
b) Anda mengatakan “Bila penalaran St Agustinus dan anda dilanjutkan, maka seharusnya anda juga berpendapat bahwa Yesus menderita demi kita itu juga tidak adil, krn harusnya kita yang menderita / menanggung hukuman.” Bahwa Yesus menderita demi kita adalah adil, bahkan melebihi keadilan, yaitu kasih. Yesus telah membalas kejahatan dengan kebaikan. Adalah adil juga kalau seluruh umat manusia masuk ke dalam api neraka untuk selamanya karena telah berdosa, dalam hal ini kejahatan dibalas dengan “kejahatan”. Yang tidak adil adalah membalas kebaikan dengan kejahatan.
2) Jadi, kalau Yesus yang tidak berdosa dihukum oleh Allah Bapa, maka Allah Bapa telah bertindak tidak adil. Dalam rencana keselamatan Allah, maka Allah membiarkan atau mengijinkan penganiayaan terhadap Yesus terjadi dan bukan merupakan suatu hukuman yang ditimpakan kepada Yesus. Dan Yesus menanggung dosa manusia tanpa Dia sendiri menjadi berdosa, serta menjalankan penderitaan-Nya dengan dasar kasih. Dalam hal ini, kita berdua melihat hal yang sama bahwa Yesus menderita untuk menebus dosa manusia. Namun, kita berbeda dalam melihat apakah penderitaan Yesus merupakan hukuman Allah atau tidak. Masing-masing sikap mempunyai konsekuensi masing-masing:
a) Kalau anda mengambil sikap bahwa Yesus dihukum oleh Bapa, maka mempunyai konsekuensi: 1) Allah telah bertindak tidak adil, karena telah menghukum Yesus yang tidak berdosa, 2) Kalau Yesus dibuat berdosa, maka Yesus akan masuk ke neraka untuk selamanya, karena upah dosa adalah maut untuk selamanya.
bahwa Yesus dihukum oleh Allah Bapa, maka seperti yang saya jelaskan Allah Bapa bertindak tidak adil, karena berarti Dia membalas kebaikan Yesus dengan kejahatan. Kalau Yesus dibuat berdosa, maka hal ini tidak mungkin karena Yesus adalah Allah. Bagaimana mungkin Allah berdosa? Bukankah Yesus adalah Imam Besar yang turut merasakan kelemahan-kelemahan manusia dan dicobai, namun Dia tidak berdosa? (lih. Ibr 4:15).
b) Mari kita melihat sisi yang lain. Anda mengatakan “Bila Yesus tidak dihukum oleh Allah, lalu siapakah yang dapat menghukum Yesus? apakah yang menghukum Yesus itu prajurit Roma seperti yang anda katakan itu? Jelas sekali tidak masuk akal, bagaimana mungkin ciptaan bisa menghukum PenciptaNya? Bila ada Theologi yang meyakini bahwa ciptaan bisa menghukum PenciptaNya, maka saya sebut itu Theologi dari Neraka.“
a) Di sini kita harus melihat kodrat Yesus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Tidak ada mahluk ciptaan yang dapat menyentuh dan mengubah kodrat Allah. Namun, karena Yesus juga mengambil kodrat manusia, maka Dia juga tunduk terhadap kodrat manusia, yang dapat lapar, haus, menderita, sakit kalau dicambuk, menderita disalibkan. Siapakah yang memberikan hukuman fisik kepada Yesus? Pontius Pilatus, kaum Farisi dan juga prajurit Roma. Tidak ada yang salah dalam pernyataan ini, apalagi kalau sampai dikatakan sebagai “teologi dari neraka“. Allah Bapa membiarkan dan mengijinkan semuanya ini terjadi dan Allah Putera mengijinkan penyaliban terjadi pada Diri-Nya dan bahkan Dia meminum piala penderitaan ini dengan kasih. Namun, Allah Bapa tidak pernah menghukum Allah Putera, karena Dia tidak pernah berdosa.
b) Jadi, pada waktu Yesus mengatakan “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas.” (Yoh 19:11), bukan berarti Bapa yang yang melakukan hukuman fisik, melainkan Bapa mengijinkan penderitaan tersebut terjadi. Kalau dikatakan bahwa prajurit Roma hanya sekedar eksekutor, maka seolah-olah mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menolak perbuatan mereka yang jahat. Ini berarti Pontius Pilatus juga hanya sekedar eksekutor dari Allah Bapa dan artinya cuci tangan yang dilakukannya adalah benar dan tidak salah. Mereka, yang telah bersalah dalam memberikan kontribusi pada penderitaan Yesus adalah manusia yang dapat berkata “ya” atau “tidak” untuk memberikan penderitaan kepada Kristus.
c) Tentang Mt 27:46, bukanlah suatu bukti bahwa Bapa memalingkan wajah-Nya dari Yesus yang berdosa. Untuk itu silakan lihat jawaban ini – silakan klik. Kalau memang benar seperti tulisan Kevin “Itu adalah bukti / fakta dimana Bapa memalingkan wajahNya / meninggalkan hadiratNya atas Yesus krn tidak tahan melihat Yesus yang berdosa akibat menanggung dosa seluruh manusia.“, maka pertanyaannya adalah:
1) Apakah Kevin mempercayai bahwa Yesus mempunyai kodrat manusia dan kodrat Tuhan?
2) Kalau Yesus mempunyai kodrat Tuhan, bagaimana mungkin Allah Bapa memalingkan wajah-Nya dari Yesus? Apakah pada saat itu tiba-tiba kodrat Tuhan dari Yesus hilang, yang berarti pada saat itu kodrat Yesus berubah?
3) Kalau Yesus berdosa, bagaimana mungkin Yesus yang mempunyai kodrat Allah berdosa?
3) Tentang Bapa “menyerahkan” Yesus dan “menghendaki” Yesus: Dalam hal ini kita harus mengerti tentang menyerahkan (to deliver) dan menghendaki (to will) dan hubungannya dengan kodrat Yesus Kristus yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Hal ini dikatakan di Yes 53:10 “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan.” dan di Rom 8:32 “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?“
a) Kehendak Allah adalah kehendak dari Tritunggal Maha Kudus, yang merupakan kehendak Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus bersama-sama yang dimanifestasikan dalam kehendak yang satu. Namun, karena Kristus mempunyai kodrat manusia (catatan: Kristus mempunyai 2 akal budi/ intellect and will), maka kehendak manusia-Nya mentaati kehendak Allah (appropriated to the Father). Jadi, Kristus mentaati kehendak Bapa, yang juga merupakan kehendak-Nya (Yesus). Dengan demikian, penderitaan Kristus dikatakan merupakan kehendak Bapa adalah di dalam konteks ini dan pada saat yang bersamaan juga dapat diartikan sebagai kehendak bebas dari Kristus sendiri, sehingga Yesus mengatakan “Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri.” (Yoh 10:18).
b) Tentang Rm 5:12,19: Dalam hal ini saya tidak mempertentangkan akan ketaatan Kristus yang membuat Sorga terbuka bagi manusia. Konteks dari ayat ini dalam diskusi kita adalah karena anda memakainya untuk mencoba menggali lebih lanjut tentang keadilan. Dan saya mencoba menjelaskan bahwa adalah adil kalau seluruh umat manusia terkena dosa asal, karena Adam mewakili umat manusia, sama adilnya kalau Adam tidak berdosa, seluruh umat manusia masuk Sorga.
Anda mengatakan “Anda melupakan fakta bahwa manusia berikutnya (keturunan Adam) juga punya freewill seperti Adam, artinya bisa taat atau tidak taat. Jadi bila Adam tidak berdosa, keturunannya belum tentu semua tidak berdosa, karena semua punya freewill” Manusia di Sorga justru mempunyai free will yang sempurna dan tidak dapat berbuat dosa. Free will yang mengatakan “bisa taat” atau “tidak taat” adalah free will yang rusak, yang tidak terjadi di Sorga. Di Sorga, seluruh santa-santo dan para malaikat tidak kehilangan free will. Mereka mempunyai free will, yang bukan memilih baik dan buruk, namun memilih baik dan baik, atau memilih untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan cara yang berbeda-beda.
c) Tentang 1 Petrus 2:24: Tidak ada yang salah dengan Yesus menanggung dosa, karena dengan penderitaan dan kematian-Nya, Yesus telah menanggung dosa kita. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana Yesus menganggung dosa manusia? Anda mengatakan bahwa karena Yesus menanggung dosa manusia, maka Dia menjadi berdosa. Pertanyaan yang sama adalah: kalau dosa adalah keterpisahan dengan Allah, bagaimana mungkin Yesus yang sungguh Allah dapat terpisah dari Allah?
4) Tentang Yesus masuk neraka: Kalau neraka adalah keterpisahan abadi dengan Allah, bagaimana mungkin Yesus – yang adalah Allah – masuk ke neraka? Bagaimana mungkin, Yesus – yang adalah Allah – dapat masuk ke dalam suatu keterpisahan abadi dengan Allah? Justru karena Yesus adalah Allah, maka tidak mungkin Dia masuk ke dalam neraka.
5) Untuk predestination, bacalah juga dari St. Augustine dan St. Thomas Aquinas. Tidak ada kontradiksi antara kebijaksanaan dan keadilan, karena keduanya adalah hakekat Allah. Dikatakan “Kebijaksanaan adalah pernafasan kekuatan Allah, dan pancaran murni dari kemuliaan Yang Mahakuasa. Karena itu tidak ada sesuatupun yang bernoda masuk ke dalamnya. Karena kebijaksanaan merupakan pantulan cahaya kekal, dan cermin tak bernoda dari kegiatan Allah, dan gambar kebaikan-Nya.” (Keb 7:25-26).
Anda mengatakan “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibr 9:27). Bagaimana kita menerangkan “Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah.” (Ibr 11:5)? dan “Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.” (2 Raj 2:11)
6) Kesimpulan. Untuk mengatakan bahwa Yesus dihukum Bapa, apalagi mengatakan bahwa Yesus berdosa adalah bertentangan dengan Allah sendiri. Yesus tidak mungkin berdosa, karena Dia adalah Allah dan hakekat dosa adalah keterpisahan dengan Allah. Konsekuensi dari kesimpulan yang salah tersebut adalah Yesus masuk ke neraka. Dan kalau neraka adalah keterpisahan dengan Allah untuk selamanya, maka bagaimana mungkin Yesus yang adalah Allah dapat masuk ke suatu keterpisahan dengan Allah untuk selamanya. Yesus dapat menyelamatkan manusia dengan cara yang berbeda, bahkan hanya dengan satu tetes darah-Nya. Namun, penderitaan dan kematian di salib adalah cara yang paling fitting berdasarkan kebijaksanaan, keadilan dan kasih Allah. Saya akan menutup diskusi ini satu kali putaran lagi. Saya minta maaf, karena keterbatasan waktu, diskusi ini tidak dapat berlangsung secara tak terbatas. Semoga dapat dimengerti.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisita.org
Yth. Bapak Stefanus,
Ada pemikiran seperti ini, mohon agar dapat diluruskan…
Bahwa para nabi (sebelum Yesus) berupaya memuliakan Allah dengan korban bakaran di mezbah Tuhan, korban tersebut bukan merupakan manusia tetapi binatang (baca: anak domba).
Dosa manusia akibat kesombongan dan ketidaktaatan kepada Allah adalah hal yang tidak pernah terlepas dari kodratnya.
Allah tau, dan demi cinta kasih-Nya yang sempurna, Allah merendahkan diri serendah-rendahnya, berinkarnasi menjadi manusia dalam rupa YESUS.
Si SEMPURNA itu “meninggalkan” kepada kita, kalimat dan sikap yang sungguh pantas dijadikan pelajaran yang sangat berguna demi keselamatan kita sendiri.
Dalam hal sikap, Dia merelakan diri-Nya menjadi “korban pengganti anak domba”, demi kemuliaan Allah dan demi cinta-Nya kepada manusia.
Dia mengorbankan diri-Nya sendiri demi keselamatan umat manusia dan demi memuliakan Sang Bapa.
Allah terharu akan ketaatan Putra-Nya yang menderita, yang BUKAN KARENA KESALAHAN-NYA SENDIRI, tetapi rela menerima siksaan kejam dari manusia.
Dan oleh sebab itu Allah berkenan membuka jalan keselamatan yang dilambangkan tabir bait suci terbelah, dan hanya melalui Putra-Nya, Allah berkenan atas setiap doa tobat yang didaraskan oleh manusia…
Apakah tulisan ini keliru…???
Mohon Pencerahan.
Shalom Maximillian,
Terima kasih atas pertanyaannya tanggapannya tentang korban di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
1) Kalau diperhatikan, upacara korban sebenarnya ada di agama manapun, baik dari natural religion maupun revealed religion (agama berdasar Wahyu Allah). Dalam natural religion – agama yang bukan berdasar wahyu Allah, mereka memberikan korban untuk menyatakan bahwa ada dosa / kesalahan yang telah mereka lakukan, yang tidak seharusnya dilakukan dan pada saat yang bersamaan menyadari ada sesuatu yang lebih tinggi dari mereka. Dalam revealed religion, seperti agama Kristen dan Yahudi, maka kita melihat bahwa persembahan yang dilakukan adalah persembahan yang diminta oleh Allah sendiri, seperti yang terlihat di dalam Kitab Imamat. Persembahan yang dilakukan dalam Perjanjian Lama adalah persembahan yang tidak sempurna, untuk mengantisipasi persembahan yang sempurna, yaitu persembahan Yesus di kayu Salib. Persembahan ini begitu sempurna karena kehormatan korban dan karena motif dari korban. Bandingkan persembahan berupa domba dengan Anak Domba Allah, yang adalah Allah sendiri. Bandingkan persembahan dengan motif takut dengan motif kasih – yang mendasari persembahan Kristus.
2) “Dosa manusia akibat kesombongan dan ketidaktaatan kepada Allah adalah hal yang tidak pernah terlepas dari kodratnya.” Dan ketidakmampuan manusia untuk melepaskan diri adalah karena dosa asal. Sebelum manusia berdosa, maka manusia sebenarnya mempunyai rahmat untuk tidak berdosa. Namun, setelah manusia berdosa, maka manusia telah jatuh ke dalam dosa dan tidak dapat melepaskan diri dengan kekuatannya sendiri. Dan hanya Allah-lah yang dapat melepaskan diri manusia dari belenggu dosa. Dan selama hidup-Nya, Yesus juga menunjukkan bagaimana seharusnya manusia hidup, menurut kodrat manusia, sebagai anak-anak Allah.
Komentar lebih lanjut tentang hal ini dapat dibaca dalam artikel “Kesempurnaan Rancangan Keselamatan Alllah” di sini (silakan klik). Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Stef,
Cukup lama aku menantikan tanggapan kamu, tetapi aku sungguh menghargai tulisan kamu.
Terima kasih.
Selanjutnya mengenai point ini (korban sejati), banyak sekali umat Katolik (mungkin) termasuk aku di dalamnya beranggapan bahwa “korban sejati” itu adalah pemberian tulus dari si”sempurna”, karena cinta kasih-Nya terhadap manusia yang serupa dengan citra-Nya.
Namun…
Ada pula anggapan bahwa jika Allah sumber segala cinta kasih dan kelembutan itu; kok bisa “tega” membiarkan tentara Romawi mensesah dan menyiksa Yesus yang adalah Allah sendiri demi sebuah (maaf) Satisfaction ???
Justru setelah Allah “puas” akan korban itu, kemudian Allah membuka hubungan kembali dengan manusia?
Mohon Stefanus Tay bisa menjelaskannya.
Terima kasih.
Shalom Maximillian Reinhart,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang korban sejati dari Kristus. Saya minta maaf, kalau agak lama dalam menjawab pertanyaan sebelumnya, berhubung begitu banyak pertanyaan yang masuk ke situs ini. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan untuk pertanyaan anda:
Memang korban sejati atau korban yang sempurna adalah berdasarkan dari dignitas (kehormatan) korban – yaitu Kristus, dan juga intensi korban – yaitu kasih. Kalau demikian, maka bagaimana Allah Bapa seolah-olah membiarkan penyiksaan Yesus terjadi? Secara prinsip, jawabannya adalah untuk mendatangkan kebaikan yang lebih besar, yaitu keselamatan manusia. Dan cara yang harus ditempuh oleh Yesus dalam mendatangkan keselamatan ini adalah dengan cara mati di kayu salib. Dengan cara ini, maka Allah bukanlah seolah-olah sebuah figur yang haus darah. Namun, cara ini dipilih oleh Tuhan justru untuk menunjukkan kasih Allah yang total kepada manusia, di mana Putera Allah rela menjadi manusia, taat kepada kehendak Bapa sampai mati di kayu salib. Dan cara ini juga menunjukkan kepada manusia bahwa dosa memang sesuatu yang jelek, jahat, dan berlawanan dengan kemanusiaan yang sesungguhnya. Kita jangan melupakan bahwa Allah juga dapat membuka hubungan manusia dan Allah yang terputus oleh dosa, dengan hanya setitik darah dari Yesus. Namun, Allah bukan hanya adil, namun Dia juga kasih. Kasih inilah yang mendorong Yesus untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar keadilan. Cara Allah untuk menyalurkan kasih dan kebaikan kepada manusia memang begitu istimewa. Kalau lilin mempunyai kemampuan untuk menerangi ruangan dan matahari mempunyai kekuatan untuk menyinari bumi, maka Allah juga bertindak sesuai dengan kodrat-Nya, sehingga cara-Nya untuk menyalurkan kasih dan kebaikan juga begitu sempurna, yaitu dengan inkarnasi dan kematian-Nya di kayu salib, bangkit dan naik ke Sorga. Semoga keterangan tambahan ini dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Stefanus Tay.
Aku berterima kasih atas tanggapan mu, dengan sabar kamu menjelaskannya kepada aku, walau sesungguhnya semua sudah jelas menurut penjelasan kamu di tulisan sebelumnya.
Karena memang yang aku butuhkan adalah penjelasan “down to earth” yang mudah dipahami banyak pihak.
Stef…, kita harus percaya bahwa ada sebagian umat Katolik yang menganggap Via Dolorosa adalah jalan kesengsaraan yang dilakukan Yesus karena cinta-Nya terhadap manusia, itu tidak keliru.
Tetapi justru jika ada anggapan setiap sesah baik dari derita lecutan, pukulan, hinaan dan tendangan yang digambarkan adalah sebagai cerminan sikap dosa yang kita lakukan? Atau dalam artian sederhana, dosa yang kita lakukan tercermin dari banyaknya derita yang diterima Yesus di kayu salib. Maka dengan kita jatuh dalam dosa, maka artinya kita sudah menambah sesah dan siksa dalam diri Yesus…
Salahkah pemikiran itu?
Terima kasih.
Shalom Maximilian,
Terima kasih atas tanggapannya. Jalan salib yang dilakukan oleh Yesus memang dilandasi kasih-Nya kepada manusia, sehingga dengan rela Dia menerima segala penderitaan. Kita juga jangan melupakan bahwa penderitaan yang paling berat yang dialami oleh Yesus adalah pada saat Yesus berdoa di taman Getsemani, sehingga Dia sampai meneteskan keringat darah. Hal ini terjadi, karena Yesus memilih untuk merenungkan seluruh dosa umat manusia dari manusia pertama sampai manusia terakhir, termasuk adalah dosa-dosa yang kita lakukan. Dengan cara ini, maka penyelamatan dan kasih Kristus membawa dimensi personal, yaitu masing-masing pribadi dari manusia. Ini berarti dosa-dosa yang kita perbuat menambah derita Yesus, namun di sisi yang lain, perbuatan kasih yang kita lakukan juga dapat menghibur Yesus. Dengan kesadaran ini, maka kita akan dapat semakin mengasihi Yesus dan sesama, dengan harapan kita akan dapat memberikan penghiburan kepada Yesus. Hal ini dilakukan oleh St. Teresa dari Avilla yang berdoa sepanjang kamis malam, karena ingin menemani Yesus yang berdoa di taman Getsemane 2000 tahun yang lalu. Dengan demikian, mari kita mengasihi Kristus sehingga kita turut menghibur Kristus dan berjuang untuk menghindari dosa, sehingga kita tidak menambah penderitaan Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Malam ini, di saat malam tuguran aku tulis surat untuk kamu pada khususnya dan pada para umat Katolik pada umumnya, aku ingin sekali menangis karena dosa dan kesalahanku betapa kemunafikkan aku terlihat nyata, betapa kesombonganku dan ketidaktaatan aku begitu kuat bercokol dalam hidupku.
Aku mohon dalam mengikuti dialog yang nyaman ini, Stefanus Tay dan para modie di sini selalu berupaya mendoakan juga aku pada khususnya dan kami pada umumnya.
Ketahuilah Stef, anda aku kenal dalam setiap tulisan, tanpa mengenal muka ke muka tetapi aku percaya, bahwa anda adalah orang benar dan doa orang benar didengar oleh Tuhan.
Aku yang berada dalam gelap ingin sekali meminta kepada Tuhan, sekiranya Dia berkenan menolehkan wajah-Nya sedikit ke aku, jangan palingkan wajah-Mu Tuhan pada kami yang berupaya untuk hidup benar di mata-Mu.
Utuslah Roh Kebenaran itu berdiam di hati kami, biarlah apa yang kami lakukan hanya untuk memuliakan nama-Mu saja…
Segala upaya segala usaha dan segala sikap serta segala sifat kami adalah untuk-Mu saja, karena di manapun kami berada, Engkau selalu ada; karena di mana kami bergembira, Engkau tersenyum dan di mana kami meratap Engkau menghibur.
Terima kasih Stefanus Tay, aku sudahi tanggapan aku.
Salam Damai Kristus.
Amin.
Shalom Maximilian,
Terima kasih atas pesan dan doanya. Memang, melalui website ini, tim katolisitas mengenal begitu banyak orang yang belum pernah bertatap muka, namun mempunyai satu persamaan, yaitu masing-masing dari kita mengasihi Yesus dan Gereja-Nya. Kita adalah umat Allah yang berziarah di dunia ini, dan memang sudah sepatutnya untuk saling mendoakan, agar perjalanan kita untuk menuju tanah terjanji dapat sampai dengan selamat. Sama seperti umat Israel yang begitu sering menggerutu, melawan Tuhan, berdosa dalam perjalanan menuju ke Kanaan, maka kita sebagai umat Allah juga sering berdosa dalam perjalanan menuju tanah terjanji – Kerajaan Sorga. Langkah awal adalah kita harus menyadari dosa-dosa kita. Dan kesadaran bahwa kita telah berdosa dan melawan Allah yang sungguh baik, yang telah rela menyerahkan nyawa-Nya untuk keselamatan kita, akan membuat kita semakin rendah hati. Kerendahan hati inilah yang menjadi dasar dari kekudusan. Oleh karena itu, bersyukurlah kalau Tuhan membukakan mata hati kita sehingga kita dapat menyadari bahwa kita adalah orang berdosa. Namun, kesadaran bahwa kita berdosa tidaklah cukup, karena harus diimbangi dengan kesadaran akan belas kasih Allah. Hanya menyadari akan dosa-dosa kita tanpa menyadari belas kasih Allah akan membuat kita putus asa. Namun, tidak ada Jumat Agung tanpa ada Hari Paskah. Kegelapan akan dosa telah diubah menjadi terang karena kebangkitan Kristus. Jadi, mari semakin menyadari dosa-dosa kita, namun pada saat yang bersamaan, kita juga menyadari kebaikan Allah, sehingga akan membantu kita dalam hidup kudus.
Maximilian juga dapat mengajukan doa, dan Romo Kris dan timnya akan mendoakan ujud-ujud doa yang masuk di sini – silakan klik. Kalau ujud doa tersebut bersifat pribadi, maka tuliskan di baris pertama pesan “PRIBADI”, sehingga tidak akan ditampilkan di website. Mari, kita bersama-sama merenungkan penderitaan Kristus sehingga pada saatnya, hati kita akan bersorak-sorai akan seruan “Alleluia, Kristus telah bangkit“.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan dan doa kami menyertai anda,
stef – katolisitas.org
Terima kasih atas jawabannya Pak… saya semakin mengerti sekarang….
ada satu hal lagi yang kiranya masih berhubungan dgn hukuman ini…
saat Yesus akan menemui ajalnya, Yesus berdoa :
“Eli, Eli, lama sabakhtani?”..
apakah ini berarti Allah benar2 meninggalkan Yesus ???
saya punya pikiran sbg berikut (mohon dikoreksi)
Allah tidak pernah meninggalkan Yesus… krn Yesus pun Allah…
Klo Allah meninggalkan Yesus, maka ada masa dimana Yesus hanyalah seorang manusia biasa yg penuh dosa (pandangan dari penal substitution)….
dan klo itu terjadi, maka ada masa juga dimana Trinitas itu tanpa Allah Putra, krn saat itu, Putra bukanlah Allah…tapi hanya manusia biasa…
namun hal yg msh membingungkan saya…
apa maksud Yesus mendoakan kalimat tersebut ???
terima kasih atas tanggapannya….
salam damai….
Shalom Antonius Sinaga,
Terima kasih atas pertanyaannya.
Pertanyaan tentang mengapa Yesus mengatakan “Eli, Eli, lama sabakhtani?”, silakan untuk membaca jawaban ini (silakan klik). Intinya doa itu merupakan doa berpengharapan.
Allah tidak akan pernah meninggalkan Yesus, karena Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia.
Penal substitution tidak mengatakan bahwa Yesus adalah manusia biasa yang penuh dosa, namun lebih kepada Yesus yang dihukum oleh Allah, karena Yesus yang menanggung dosa manusia.
Semoga link yang saya berikan dapat menjawab pertanyaan Antonius.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
[quote]Pengorbanan yang dilakukan dengan kasih oleh Kristus inilah yang membuat penderitaan Kristus dapat menyenangkan Tuhan secara berlimpah (Lih. St. Thomas Aquinas, ST, III, q.48, a.2). Dan pengorbanan ini bukan sebagai akibat Tuhan memberikan hukuman kepada Yesus, namun sebagai suatu cara bagi Tuhan untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.[unquote}
kalimat yang ganjil sekali ditelinga saya “penderitaan Kristus dapat menyenangkan Tuhan ” – apakah Allah itu macam instansi yang haus darah yang gemar melihat orang menderita ?
Inikah “cara bagi Tuhan untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa”?
mestinya saya salah membaca – mohon koreksi
salam
Shalom Skywalker,
Memang kalimat “penderitaan Kristus dapat menyenangkan Tuhan ” terdengar ganjil. Ungkapan seperti ini sebenarnya tidaklah asing di dalam Perjanjian Lama, misalkan
a) Imamat 4:31 "Tetapi segala lemak haruslah dipisahkannya, seperti juga lemak korban keselamatan dipisahkan, lalu haruslah dibakar oleh imam di atas mezbah menjadi bau yang menyenangkan bagi TUHAN. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu sehingga ia menerima pengampunan."
b) Imamat 17:6 "Imam harus menyiramkan darahnya pada mezbah TUHAN di depan pintu Kemah Pertemuan dan membakar lemaknya menjadi bau yang menyenangkan bagi TUHAN."
c) Kel 29:18 " Kemudian haruslah kaubakar seluruh domba jantan itu di atas mezbah; itulah korban bakaran, suatu persembahan yang harum bagi TUHAN, yakni suatu korban api-apian bagi TUHAN."
Apakah dengan demikian Tuhan adalah seseorang yang senang mencium bau bakaran lemak? Tidak. Demikian juga dengan penderitaan Kristus yang memang menjadi "kurban di dalam Perjanjian Baru", menyenangkan Tuhan bukan karena Kristus menderita, namun karena persembahan itu sendiri. Persembahan adalah suatu ekpresi keagamaan (virtue of religion) yang dinyatakan keluar. (lih. St. Thomas Aquinas, ST, II-II, q.85, a.3.). Ekpresi luar ini tidak akan menyenangkan Tuhan tanpa didasari apa yang ada di dalam hati.
Kita tahu bahwa Tuhan kita bukanlah yang gemar melihat orang menderita. Namun keadilan Tuhan menuntut bahwa dosa memang menghasilkan suatu hukuman. St. Thomas mengajarkan di dalam Summa Contra Gentiles, bk.4, ch.54:
"[9] The tradition of the Church, moreover, teaches us that the whole human race was infected by sin. But the order of divine justice—as is clear from the foregoing—requires that God should not remit sin without satisfaction. But to satisfy for the sin of the whole human race was beyond the power of any pure man, because any pure man is something less than the whole human race in its entirety. Therefore, in order to free the human race from its common sin, someone had to satisfy who was both man and so proportioned to the satisfaction, and something above man that the merit might be enough to satisfy for the sin of the whole human race. But there is no greater than man in the order of beatitude, except God, for angels, although superior to man in the condition of nature, are not superior in the order of end, because the same end beatifies them. Therefore, it was necessary for man’s achievement of beatitude that God should become man to take away the sin of the human race. And this is what John the Baptist said of Christ: “Behold the Lamb of God, behold Him who takes away the sin of the world” (John 1:79). And the Apostle says: “As by the offense of one, unto all men to condemnation; so also by the justice of one, unto all men to justification” (Rom. 5:16).
Dan Kristus sendiri yang dengan rela, atas dasar kasih memberikan nyawanya untuk keselamatan manusia. St. Thomas menjelaskan hal ini di dalam Summa Theology, III, q.48, a.2. bahwa penderitaan Kristus memberikan "superabundant atonement" atau penebusan kesalahan yang berlimpah dengan tiga alasan:
1) Karena penderitaan Kristus yang didasari oleh kasih yang mendalam.
2) Karena yang menebus kesalahan adalah Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia, sehingga dengan pengorbanannya maka hubungan Allah dan manusia dapat tersambung kembali.
3) Karena derajat penderitaan Kristus yang begitu besar yang pernah dialami dalam sejarah manusia. Penderitaan ini bukan hanya pada waktu penyaliban, namun juga pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani.
Dari sini kita melihat bahwa memang bukan penderitaan Kristus (dalam artian penderitaan fisik) yang menyenangkan Tuhan, namun penderitaan Kristus yang didasarkan kasih. Dan hal inilah yang menyenangkan hati Tuhan, karena tatanan kasih (order of love) dan tatanan keadilan (order of justice) dapat ditegakkan, sehingga hubungan Tuhan dan manusia dapat terjembatani.
Semoga keterangan ini dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
terima kasih edukasi nya
ada tiga hal yang melompat dibenak saya setelah membaca komentar anda
pertama
[quote] hubungan Allah dan manusia dapat tersambung kembali [unquote]
[quote] hubungan Tuhan dan manusia dapat terjembatani [unquote]
tanya: apakah sebelum Kristus tidak ada sama sekali hubungan Allah dengan manusia ? bagaimana sebenarnya contoh hubungan yang putus ini ? sebaliknya : setelah Kristus hubungan yang tersambung itu contohnya apa ? apakah terkabulnya doa ? jika iya, apakah sebelum Kristus TIDAK ADA doa yang dikabulkan ?
mohon edukasi
kedua
[quote] dosa memang menghasilkan suatu hukuman [unquote]
jika ini diterapkan pada Adam dan Hawa – bukankah mereka sudah dihukum [dikelaurkan dari taman, penderitaaan, dsb] – apakah mereka belum cukup dihukum sehingga segala keturunannya juga tercemar dan harus dihukum secara pribadi pula ?
ketiga
[quote] derajat penderitaan Kristus yang begitu besar yang pernah dialami dalam sejarah manusia. Penderitaan ini bukan hanya pada waktu penyaliban, namun juga pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani [unquote]
setahu saya Yesus bukan orang yang pertama ataupun yang satu-2nya mati disalib – bahkan bersama DIa ada dua lagi yang mati disalib – jadi klaim [qupte] begitu besar yang pernah dialami dalam sejarah manusia {unquote} perlu dijelaskan lagi disini
mohon edukasi – dan terima kasih
Shalom Skywalker,
Berikut ini adalah jawaban dari saya untuk menjawab pertanyaan Skywalker:
1) Sebelum kedatangan Kristus, maka hubungan manusia dengan Allah terputus dan tidak dapat dijembatani, baik dengan perbuatan baik atau usaha manusia yang lain. Hal ini dikarenakan manusia kehilangan rahmat Allah. Dan kodrat manusia (in the order of nature) berbeda tak terhingga dengan tatanan rahmat (in the order of grace). Yang dapat menjembatani ke dua tatanan tersebut adalah Yesus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Hanya orang yang mempunyai dua tatanan tersebut (grace and nature) yang dapat menjembatani antara Allah dan manusia.
Hubungan yang tersambung maksudnya bukan dalam hal doa, namun kemungkinan bahwa manusia dapat melihat Tuhan muka dengan muka atau mencapai "beatific vision" atau Sorga. Inilah sebabnya, sebelum Kristus menderita, wafat, bangkit, dan naik ke Surga, jiwa-jiwa sebelum kedatangan Kristus masih berada di tempat penantian (bosom of Abraham). Hanya Kristus yang dapat membawa jiwa-jiwa mereka ke Sorga, karena Kristuslah yang menjembatani hubungan Allah dan manusia yang berdosa.
2) Adam dan Hawa memang telah dihukum keluar dari Taman Eden. Justru karena Adam mewakili umat manusia, maka seluruh umat manusia terkena hukuman ini. Sebaliknya, kalau Adam dan Hawa taat kepada Allah, maka seluruh umat manusia juga akan mengalami kebahagiaan di Surga. Pembahasan tentang dosa asal, silakan membacanya disini (silakan klik). Hukuman manusia yang diberikan oleh Tuhan bukan cuma berakhir pada hukuman, namun melahirkan Sang Penebus, Yesus Kristus. Jadi, pada satu sisi kita mungkin bertanya tentang keberadaan dosa asal, namun di sisi yang lain, kita harus bersyukur akan karunia Sang Penebus, yang menebus manusia dari belenggu dosa.
3) Derajat penderitaan Kristus adalah yang paling besar yang dialami oleh manusia. Secara fisik, Yesus mengalami penderitaan dari hukuman cambuk, dimahkotai duri, dan disalibkan (dengan dipaku di kayu salib). Namun penderitaan yang paling besar adalah penderitaan secara spiritual, yang dialaminya di Taman Getsemani. Yesus, memilih untuk merenungkan seluruh dosa-dosa manusia dari manusia pertama sampai manusia terakhir, dan ini termasuk juga dosa-dosa saya dan skywalker. Yesus juga merenungkan penolakan, penistaan, dan segala macam dosa yang melawan kasih-Nya. Semuanya begitu transparan di hadapan-Nya. Inilah sebabnya penebusan Kristus menjadi penebusan yang bersifat pribadi, karena Kristus membawa masing-masing dari kita dalam permenungannya. Silakan melihat renungan ini (silakan klik).
Sebagai gambaran, kalau kita merenungkan suatu dosa yang kita sesali seumur hidup, maka permenungan ini membawa derajat penderitaan tersendiri. Bayangkan dengan derajat intensi yang lebih besar, Kristus bukan hanya merenungkan dosa satu orang, namun dosa seluruh umat manusia, dari manusia pertama sampai manusia terakhir. Dan inilah yang membuat penderitaan Kristus jauh lebih besar dibandingkan dengan penderitaan manusia manapun atau penggabungan penderitaan seluruh manusia digabung menjadi satu.
Semoga jawaban ini dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolsitas.org
terima kasih koreksi-an nya
[quote] namun kemungkinan bahwa manusia dapat melihat Tuhan muka dengan muka atau mencapai “beatific vision” atau Sorga [quote]
dalam perjanjian lama ada tokoh2 lain yg diangkat kesurga Kejadian 5:24 dan 2 Raja-raja 2:1-12 Kitab Suci menceritakan bagaimana tubuh Henokh dan Elia diangkat ke surga. – apakah mereka tidak sampai ke surga ? dalam arti sebenarnya mereka berhenti di bosom of Abraham – bagaimana dengan Abraham sendiri ?
[quote] Semakin tinggi kesalahan, maka cara penyaliban juga lebih kejam, sebagai contoh dipaku di kayu salib, dan bukan hanya diikat tangannya [unquote]
mohon acuan web site yang membahas tentang tingkat-tingkat teknik penyaliban ini [di ikat versus di paku ] – untuk edukasi saya
[quote] Yesus, memilih untuk merenungkan seluruh dosa-dosa manusia dari manusia pertama sampai manusia terakhir, dan ini termasuk juga dosa-dosa saya dan skywalker. [unquote]
saya sih belum lahir saat Yesus merenungkan dosa saya 2000 thn yang lalu – entah dengan anda – bagaimana ia tahu dosa-dosa saya bahkan JAUH sebelum saya dilahirkan sedemikian sehigga Dia dapat renungkan ? mohon penjelasan
IMHO kita orang berdosa, sudah cukup untuk tahu bahwa kita berdosa – apa perlu menghukum diri sendiri dengan [quote] kalau kita merenungkan suatu dosa yang kita sesali seumur hidup, maka permenungan ini membawa derajat penderitaan tersendiri. [unquote] – lebih baik “pergi dan jangan berbuat dosa lagi” seperti sering kita baca dalam injil
mohon nasehat dan terima kasih
Shalom Skywalker,
Terima kasih atas tanggapannya.
1) Semua tokoh-tokoh sebelum kedatangan Yesus, termasuk Abraham belum dapat naik ke Surga, namun masih berada di limbo of the just / bosom of Abraham. Hal ini dikarenakan hubungan manusia dan Allah hanya dapat dijembatani oleh Paska misteri, yaitu: sengsara, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus ke Surga.
2) Saya belum sempat mencari web yang memuat tentang penyaliban. Namun anda dapat membaca buku: Martin Hengel, Crucifixion (Fortress Press, Philadelphia, 1977), yang menceritakan tentang sejarah dari penyaliban.
3) Pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani, maka Yesus dapat melihat manusia pertama sampai manusia terakhir, semua dosa mereka, dan semua kebaikan mereka. Hal ini dikarenakan Yesus mempunyai "beatific vision". Inilah yang membuat penebusan Kristus bukan hanya untuk seluruh umat manusia, namun juga untuk masing-masing pribadi dari kita, termasuk skywalker dan saya. Di hadapan Tuhan, semuanya adalah transparan, dan tidak dibatasi oleh dimensi waktu. Inilah sebabnya Tuhan mengasihi kita karena Dia tahu terlebih dahulu akan keberadaan kita.
4) Pernyataan saya tentang merenungkan dosa kita adalah untuk mendukung argumentasi bahwa kesengsaraan Yesus yang paling besar adalah pada waktu dia merenungkan seluruh perbuatan manusia (termasuk dosa-dosa umat manusia) di taman Getsemani, sehingga Dia meneteskan keringat darah. Jadi sebagai perbandingan kalau kita merenungkan dosa-dosa kita dan mengalami penderitaan dan kesedihan dalam merenungkannya, maka penderitaan Yesus jauh lebih besar tak terhingga dibandingkan kesengsaraan kita, karena Yesus merenungkan dosa-dosa seluruh umat manusia secara transparan dan Yesus mengerti akan derajat dan akibat dosa secara sempurna. Kesempurnaan pengetahuan-Nya akan dosa menyebabkan kesengsaraan-Nya menjadi lebih berat.
Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
[quote] 2) Saya belum sempat mencari web yang memuat tentang penyaliban. Namun anda dapat membaca buku: Martin Hengel, Crucifixion (Fortress Press, Philadelphia, 1977), yang menceritakan tentang sejarah dari penyaliban.[unquote]
saya temukan ini
http://www.centuryone.org/crucifixion2.html
[quote] Martin Hengel, however who wrote what is perhaps the definitive scholarly report of the subject of Crucifixion in antiquity, takes along with Hewitt (1932) an opposing view. He argues that nailing the victim by both hands and feet was the rule and tying the victim to the cross was the exception.[unquote]
penekanan saya : “nailing the victim by both hands and feet was the rule and tying the victim to the cross was the exception.” – jadi argumen anda [quote] Semakin tinggi kesalahan, maka cara penyaliban juga lebih kejam, sebagai contoh dipaku di kayu salib, dan bukan hanya diikat tangannya [unquote] mungkin perlu di dukung argumen lain – kalau ada
[quote] Pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani, maka Yesus dapat melihat manusia pertama sampai manusia terakhir, semua dosa mereka, dan semua kebaikan mereka. Hal ini dikarenakan Yesus mempunyai “beatific vision” [unquote] bahwa Yesus “melihat dosa” saat berdoa ini apakah anda simpulkan dari kitab suci ? atau renungan pribadi ? Jika dari kitab suci – mohon rujukan ayatnya
Shalom Skywalker,
Terima kasih atas tanggapannya. Kita berdua setuju bahwa penyaliban adalah salah satu hukuman yang paling kejam. Verres Cicero mengatakan bahwa hukuman salib adalah "summum suppliccium". Oleh karena itu bangsa Romawi hampir tidak pernah menyalibkan warganya, kecuali untuk hal-hal yang serius (lih. Martin Hengel, Crucifixion, hal. 33, 39). Namun, memang Martin Hengel mengatakan bahwa pemakuan korban di kayu salib adalah merupakan hal yang umum dilakukan tidak tergantung dari besarnya kesalahan (lih. hal 31-32). Oleh karena itu, saya telah merevisi pernyataan saya di atas, sampai saya menemukan bukti lain, yang juga dapat dipercaya.
Kemudian tentang beatific vision. Pada waktu seseorang mendapatkan "infused knowledge" – seperti yang dialami oleh para nabi – maka Tuhan sendiri yang memasukkan sesuatu (vision, prophecy/nubuat) ke dalam konsep manusia, sehingga nabi tersebut dapat menggambarkan dan menerangkannya dengan konsep tersebut. Namun pada saat seseorang mendapatkan "beatific vision" maka seseorang mengerti bukan melalui konsep, namun melalui "the Word of God", yaitu melihat Tuhan muka dengan muka. Mungkin inilah yang dialami oleh rasul Paulus yang berkata "2 Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau–entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya–orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. 3 Aku juga tahu tentang orang itu, –entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya– 4 ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia." (2Kor 12:2-4).
St. Thomas bersama dengan medieval theologians mengatakan bahwa Kristus selama hidupnya mempunyai beatific vision dengan beberapa alasan berikut ini:
1) Kalau dalam kemanusiaan Yesus, Dia mempunyai "hypostatic union (Christ trully God and trully man)", maka tidak masuk akal kalau di dalam akal (intellect) Kristus tidak ada persatuan dengan "beatific vision of the Word", yaitu Kristus sendiri. Kol 2:3 mengatakan "sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan."
2) Dengan beatific vision, maka Kristus tahu bahwa Dia adalah Tuhan. Kristus selama hidupnya tidak pernah ragu-ragu akan identitas diri-nya. Bahkan pada waktu Dia berumur 12 tahun, Dia mengatakan "Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" (Lk 2:49)
3) Beatific Vision juga diperlukan agar Kristus dapat secara penuh menyatakan misteri Tuhan. Tanpa beatific vision, maka Kristus tidak mungkin menggambarkan tentang keadaan di Kerajaan Sorga. Karena Kristus mengenal dan mengasihi Allah Bapa dengan derajat yang begitu intim dan tak terpisahkan, maka Kristus dapat menyatakannya kepada manusia. Ibrani 12:2 mengatakan "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah."
4) Beatific vision juga diperlukan, sehingga Kristus dapat mengorbankan diri-Nya untuk masing-masing orang secara pribadi dan bukan hanya untuk seluruh manusia.
5) Beberapa dasar di Alkitab, yang suatu saat saya akan tuliskan dalam artikel tersendiri adalah: Mt 11:27-28; Yoh 2:23-25; Yoh 5:19-20; 8:38; Ibr 10:5.
Semoga keterangan di atas dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
dear pak/bu…
saya lagi baca diskusi disuatu forum tentang penyaliban Yesus… dari 2 Kor 5:21: Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah. dan ayat di yesaya yg mengatakan bhw dosa kitalah yg ditanggungNYA… apakah itu berarti maka Yesus menjadi orang berdosa ???
saya pernah dengar istilah Penal Substitution… apakah ini maksudnya ??
dan bagaimana pandangan GKR dalam hal ini…
salam damai
[Dari admin: pertanyaan ini telah terjawab dalam artikel di atas]
Comments are closed.