Home Blog Page 8

Rahmat Istimewa di Minggu Kerahiman

0

Teman-teman terkasih dalam Kristus,

Dalam kalender liturgi, Hari Minggu setelah Paskah disebut sebagai Minggu Kedua Paskah atau Minggu Kerahiman Ilahi. Kerahiman sendiri berasal dari kata hesed yang dalam bahasa Ibrani berarti belas kasih. “Hesed” ini bukan semata-mata perasaan, tetapi juga perbuatan yang dilakukan demi orang yang dikasihi. Allah sungguh adalah Allah yang Maharahim sebab Ia telah melakukan segala sesuatu untuk kita yang dikasihi-Nya. Inilah yang kita renungkan dalam Perayaan Minggu Kerahiman. Pertama, karena kerahiman/ belas kasih adalah sifat Allah yang paling utama. Kedua, karena Kristus sendiri menghendaki kita merayakan Kerahiman Ilahi-Nya.
Ketiga, karena perayaan ini dapat membantu kita untuk juga berbelas kasih kepada sesama.

Pertama, Allah adalah kasih (1Yoh 4:8); maka Ia tak dapat menyatakan diri-Nya sendiri
sebagai yang lain daripada belas kasih atau kerahiman. Mungkin ilustrasi ini dapat membantu kita untuk memahami kerahiman Allah: Andaikan kita pernah berhutang kepada seseorang, tentu kita akan bersyukur jika hutang kita dihapuskan oleh sang pemberi hutang. Rasa syukur itu akan lebih besar, jika hutang kita cukup banyak. Akan lebih besar lagi jika hutang itu adalah hutang nyawa, misalnya kita diselamatkan dari bahaya maut. Nah, kita yang sudah diciptakan Allah oleh kasih-Nya, dan dikuduskan melalui Baptisan, ternyata kemudian masih jatuh dalam dosa. Padahal, dikatakan dalam Kitab Suci bahwa upah dosa ialah maut (Rm 6:23). Maka kita semua yang berdosa layak menerima akibat dosa itu, yaitu maut. Artinya, jika kita tetap berdosa yang membawa maut itu, kita akan terpisah dari Allah—Sang Pemberi Kehidupan dan yang adalah Kehidupan itu sendiri. Namun karena Allah tahu bahwa kita tak dapat membayar hutang dosa kita sendiri, maka Ia mengutus Putra-Nya, yaitu Yesus Kristus, untuk menebus dosa-dosa kita. Dengan demikian, Allah yang kepada-Nya kita telah berdosa, malah mengambil upah dosa kita. Yaitu, Ia rela mengorbankan Putra-Nya untuk wafat di kayu salib, untuk menggantikan kita yang seharusnya menerima maut itu. Supaya apa? Supaya dengan wafat-Nya, Kristus dapat mengalahkan maut; dan dengan kebangkitan-Nya dari mati, Ia dapat memberikan kepada kita, hidup ilahi-Nya sendiri yang mengatasi maut itu. Dengan menerima hidup ilahi ini, kita diangkat oleh Allah menjadi anak-anak-Nya dan dapat bersatu denganNya di Surga.

Kedua, Kristus sendiri menghendaki perayaan ini. Ia menyatakannya beberapa kali kepada Santa Faustina. “Aku menghendaki agar Minggu Pertama setelah Paska menjadi Pesta Kerahiman.” (BCH, 299). Selanjutnya, Ia berkata kepada Santa Faustina, “Putriku, katakanlah kepada seluruh dunia tentang kerahiman-Ku yang tak terselami. Aku menghendaki agar Pesta Kerahiman menjadi tempat perlindungan bagi jiwa-jiwa, terutama para pendosa yang malang. Pada hari itu, kerahiman-Ku yang terdalam akan terbuka. Aku akan menumpahkan seluruh lautan rahmat kepada jiwa-jiwa yang mendekati mata air kerahiman-Ku. Jiwa yang akan datang menerima sakramen Tobat dan Komuni Kudus akan menerima keseluruhan pengampunan dosa dan hukumannya. Pada hari itu terbukalah semua gerbang ilahi yang mengalirkan rahmat. Janganlah ada satu jiwa pun yang takut untuk datang mendekat kepada-Ku, meski dosanya merah seperti kirmizi. Kerahiman-Ku begitu besar sehingga baik pikiran manusia maupun malaikat takkan mampu memahaminya di sepanjang kekekalan… (BCH 699)

Dari perkataan ini, Yesus menyatakan kehendak-Nya agar sebanyak mungkin orang
menerima kerahiman-Nya. Namun demikian, tidak semua orang berdosa secara otomatis
dapat menerima rahmat-Nya ini. Sebab Ia juga berkata bahwa yang dapat menerima rahmat pengampunan adalah mereka yang bertobat, dengan menerima sakramen Tobat,
dan kemudian bersatu dengan-Nya dalam Komuni Kudus.

Itulah sebabnya Gereja memberikan Indulgensi, pada hari Minggu Kerahiman Ilahi, sebagaimana ditetapkan dalam Apostolic Penitentiary[1], dengan persyaratannya sebagai berikut:

  1. Indulgensi penuh, diberikan kepada umat beriman yang telah menerima sakramen Tobat, Komuni Kudus, berdoa bagi intensi Bapa Paus, dan yang pada Hari Minggu Kerahiman tersebut, di gereja ataupun di kapel, tanpa keterikatan dengan dosa apapun (bahkan dosa ringan sekalipun), ikut mengambil bagian dalam doa-doa ataupun devosi yang ditujukan untuk menghormati Kerahiman Ilahi; atau yang di hadapan Sakramen Mahakudus atau di hadapan tabernakel, mendaraskan doa Bapa Kami dan Aku Percaya, dengan menambahkan doa yang tulus kepada Tuhan Yesus yang maharahim (seperti: Yesus yang maharahim, aku percaya kepada-Mu/ aku mengandalkan Engkau!)
  2. Indulgensi sebagian diberikan kepada umat beriman yang sedikitnya dengan hati yang menyesal berdoa kepada Tuhan Yesus, dengan rumusan doa permohonan yang telah disetujui.[2]

Ketentuan Indulgensi ini berlaku bagi semua umat beriman yang telah dibaptis dan berada dalam keadaan rahmat[3], artinya tidak dalam keadaan berdosa berat dan tidak sedang terkena sanksi ekskomunikasi. Juga, untuk menerima Indulgensi, seseorang perlu memiliki intensi untuk menerima Indulgensi. Intensi ini dapat disebutkan di pagi hari, atau sesaat sebelum melakukan perbuatan yang disyaratkan untuk perolehan Indulgensi tersebut.

Ketiga, perayaan Kerahiman juga membantu kita untuk bertumbuh dalam kekudusan, dengan melakukan perbuatan-perbuatan belas kasih. Tuhan Yesus berkata kepada Santa Faustina, “Minggu pertama setelah Paskah adalah Pesta Kerahiman, tetapi juga harus ada perbuatan-perbuatan kerahiman… Aku menuntut darimu perbuatan-perbuatan kerahiman yang mengalir dari kasihmu kepada-Ku. Kamu harus menunjukkan belas kasih kepada sesamamu, selalu dan di manapun. Kamu harus tidak mundur ataupun melemah dalam melakukan hal ini, atau mencoba melarikan diri atau membebaskan diri darinya.” (BCH 742)

Sebab dengan berbuat kasih kita menyatakan kasih kita kepada Tuhan Yesus sendiri, yang telah berkata, “…ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku…. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25:35-40)

Maka teman-teman terkasih, dengan kita melakukan perbuatan belas kasih kepada mereka
yang miskin secara jasmani maupun yang miskin secara rohani, kita sebenarnya membagikan kerahiman ilahi kepada mereka, yang dengan kemiskinannya begitu dekat dengan Hati Yesus yang berbelarasa dengan mereka. Jadi pantaslah jika dalam perayaan Minggu Kerahiman Ilahi ini, kita berbagi kepada mereka yang miskin dan membutuhkan bantuan kita. Sebab dengan demikian, kita melakukannya untuk Kristus sendiri.

Nah, selain bahwa Allah itu maharahim, dan bahwa Dia lah yang menghendaki kita merayakan Minggu Kerahiman ini dengan pertobatan, doa dan perbuatan kasih, kita perlu mengingat juga bahwa buah-buah dari perayaan ini hanya dapat diperoleh jika kita percaya. Tuhan Yesus berkata kepada Santa Faustina, “Rahmat kerahiman-Ku mengalir dengan hanya satu saluran saja, dan itu adalah kepercayaan. Jiwa yang semakin percaya dan mengandalkan Aku, ia akan menerima lebih banyak rahmat” (BCH 1578).

Jadi percaya kepada Yesus adalah prasyarat bagi kita, untuk dapat menerima kelimpahan rahmat-Nya pada hari Minggu Kerahiman. Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita akan hal ini.
Kepada Rasul Thomas yang sempat meragukan Dia, Tuhan Yesus berkata, “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29). Maka pertanyaannya sekarang adalah: Apakah kita sungguh percaya dan mengandalkan Kristus? Semoga melalui perayaan Kerahiman Ilahi pada hari ini,
kita dapat semakin mengalami kerahiman Tuhan, meresapkannya dan kemudian membagikannya kepada sesama kita, terutama kepada mereka yang sedang membutuhkan bantuan. Sebab dengan demikian, kita melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus sendiri bagi kita. “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” (Luk 6:36)

Marilah berdoa:

“Tuhan Yesus, kami bersyukur untuk Kerahiman-Mu yang tak terselami, yang telah tercurah kepada kami, melalui pengorbanan-Mu. Ampunilah kami jika kami sering kurang menghargai kerahiman-Mu, atau malah meragukan kerahiman-Mu. Kami mohon, bantulah kami untuk selalu percaya dan mengandalkan Engkau di dalam hidup kami. Semoga rahmat-Mu menjadikan kami juga dapat berbelas kasih kepada sesama kami, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan pertolongan. Semoga Engkau berkenan menjadikan kami sarana bagi-Mu untuk menyampaikan kerahiman-Mu kepada banyak orang. Sebab Engkaulah Tuhan yang berkuasa bersama Bapa dan Roh Kudus, kini dan sepanjang masa. Amin.


[1] Manual of Indulgences, Apostolic Penitentiary, Translated into English from the 4th edition (1999) of Enchiridion Indulgentiarum, Third printing, July 2013, Appendices, p. 109, Decree: Indulgences Attached to Devotions in Honor of Divine Mercy.

[2] Contohnya Doa Tobat, Doa dari Mazmur 130, dst

[3] Lih. KGK 1471: “Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni. Warga beriman Kristen yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif”.”Ada indulgensi sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.” Indulgensi dapat diperuntukkan bagi orang hidup dan orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. “Indulgentiarum doctrina” normae 1-3).
KHK 996 §1:     “Agar seseorang mampu memperoleh indulgensi haruslah ia sudah dibaptis, tidak terkena ekskomunikasi, dalam keadaan rahmat sekurang-kurangnya pada akhir perbuatan-perbuatan yang diperintahkan.”

JANGAN TAKUT, INI AKU

0

Di tengah wabah seperti ini, sangat mudah untuk tercebur dalam pusaran ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan. Seolah ancaman virus belum cukup, kita dihujani oleh berbagai prediksi resesi dan krisis ekonomi yang menanti. Muncul teori konspirasi negara-negara yang konon katanya adalah dalang yang memanipulasi virus. Ada juga post-post mengenai datangnya akhir zaman dari orang yang mengaku “gifted”.  Kenapa ya Tuhan membiarkan penderitaan ini terjadi? Apakah akhir zaman sungguh sudah dekat? Di mana Tuhan ketika kita sedang menderita seperti ini?

Tuhan dan Kejahatan

Mungkin banyak dari kita yang protes,”Kalau Tuhan baik, kenapa wabah ini diziinkan terjadi? Pertanyaan ini identik dengan permenungan mengapa Tuhan tidak menciptakan dunia yang bebas dari kejahatan (KGK 310). Untuk memahami ini, kita harus sadar bahwa seluruh ciptaan berada dalam perjalanan menuju kepenuhan kesempurnaan. Kita dan dunia masih berproses. Di tengah perjalanan ini, kadang kita menyalah gunakan kehendak bebas yang dianugerahkan Allah dan memilih jalan yang berlawanan dengan Allah. Jadi, kejahatan dan penderitaan bukanlah rencana Allah, melainkan konsekuensi pilihan-pilihan yang berlawanan dengan kehendak Allah (KGK 311).

Lha, terus Allah kok tidak mencegah manusia melakukan hal yang Ia tahu bakal membawa penderitaan?? St. Paulus berkata bahwa,”Kita tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihiNya” (Rm 8.28). Ini adalah bukti bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita dalam keadaan sulit. Bahkan, Ia bisa menggunakan setiap kejahatan (yang bukan bagian dari rencanaNya) untuk mendatangkan kebaikan yang Ia selalu inginkan bagi seluruh manusia, baik maupun jahat (Mat 5.45). Penebusan Kristus, Kitab Suci, dan hidup Santo-Santa membuktikan hal ini. Begitu juga dengan hidup orang-orang di sekeliling kita yang mungkin berbalik dari cara hidup yang jahat dan bertobat. Seringkali, bukti bahwa Tuhan berkarya dalam hidup manusia seperti ini tidak kita hiraukan dan lebih terfokus pada keburukan yang ada.

Derita dan Pertobatan

Lantas, kebaikan macam apa yang mungkin dibawa pandemi virus ini? Kita tentu sudah sering melihat renungan orang-orang tentang pesan Allah di balik penderitaan kita sekarang. St. Yohanes Paulus II percaya bahwa penderitaan bermaksud memimpin kita pada pertobatan (Salvifici Doloris 12).

Masa Prapaskah dan Paskah kita dengan tepat berada di tengah masa pandemi ini. Kita seolah “dipaksa” tidak bisa menghadiri Misa secara fisik dan tidak bisa menerima komuni. Tahu kan, biasanya yang tidak bisa menerima komuni adalah mereka yang dalam keadaan berdosa berat? Mungkin ini peringatan dari Allah bahwa kita selama ini belum benar-benar berusaha melayakkan diri di hadapan Allah.

Tidakkah di masa isolasi ini kita diberi kesempatan untuk mendekatkan diri pada keluarga dan memperhatikan sesama kita? Tidakkah pekerjaan dan keuangan kita dihambat untuk merendahkan hati kita yang merasa hebat dengan kemampuan dan keuangan kita? Tidakkah Tuhan menunjukkan betapa munafiknya kita karena perbedaan sikap kita dalam ibadah dengan hidup keseharian? atau betapa kita menyia-nyiakan setiap kesempatan menghadiri Misa? Banyak poin hidup yang bisa kita perbaiki bila kita merenungkannya, dan saat ini kita punya banyak waktu untuk merenung.

Akhir Zaman dan Ramalan

Lalu bagaimana menyikapi setiap kabar mengenai akhir zaman? Gereja Katolik memang mengakui akan ada akhir zaman (KGK 1038-1041), tapi Kitab Suci sebenarnya sudah berulang kali menegaskan bahwa tidak ada orang yang tahu mengenai akhir zaman (Mt 24.36; Kis 1.7; 1 Tes 5.2; Why 3.3).

Kita harus tahu bahwa ini bukan pertama kalinya muncul seruan mengenai akhir zaman. Sudah banyak ramalan kiamat bermunculan (seringkali dihubungkan dengan ayat Kitab Suci) dan ternyata meleset. Lagipula, apa perlunya mengetahui akhir zaman? “Penting dong tahu, kan kita bisa siap-siap dulu,” kata beberapa orang. Pertanyaannya adalah apakah misalnya tanda-tanda itu belum muncul, kita juga tidak akan bersiap-siap? Apakah pertobatan kita hanya akan dimulai ketika akhir zaman tampaknya akan datang? Lalu ketika ternyata belum tiba saatnya akhir zaman, kita akan kembali ke gaya hidup yang lalu?

Menurut salah satu kisah, ada orang yang bertanya pada St. Fransiskus Asisi, “Apa yang akan kamu lakukan kalau besok kiamat?” Waktu itu, ia sedang mencabut alang-alang di kebunnya. Ia menjawab, “Aku akan menyelesaikan mencabut alang-alang ini dari kebunku.” Ini adalah jawaban seseorang yang selalu berusaha melayani Tuhan, sehingga tidak takut menghadapi akhir dunia. Mungkin kita merasa segala kabar mengenai akhir zaman itu mendorong kita untuk bertobat, which is good. Tapi, marilah kita memperbaiki posisi batin supaya kita tidak bertobat hanya karena takut tidak selamat atau takut menderita. Sebaliknya, mari kita pakai momen ini untuk menjadi pribadi baru yang lebih baik sebagai bukti cinta kita pada Tuhan (KGK 1041). Dengan begitu, kita bisa siap sedia dan berjaga-jaga (Mk 13.37) seperti St. Fransiskus Asisi.

Ini Aku

Kita seperti murid-murid yang terombang-ambing di danau (Mat 14.22-33). Di beberapa bulan mendatang, kita mungkin akan mengalami penderitaan dan cobaan, tapi percayalah bahwa Tuhan selalu mendatangkan kebaikan di balik setiap penderitaan. Memang sejenak kita harus mengalami keadaan sulit, supaya keadaan ini memurnikan iman kita (1 Pet 1.3-9). Pada akhirnya, kita akan mendengar Tuhan berkata,”Jangan takut, ini Aku,” dan mampu melalui semuanya dalam Tuhan. Kita tidak akan terpisah dari kasih Allah, apapun yang terjadi dalam hidup kita, entah itu segala virus dan penyakit, konspirasi dan akhir zaman, serta kematian dan penderitaan (Rm 8.38-39).

Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi

0
Sumber gamber: https://www.crossroadsinitiative.com/media/articles/christs-baptism-fire-immersed-in-water-st-proclus/

[7 Januari 2018. Baptisan Yesus Kristus. Mk 1:7-11]

 

7. Inilah yang diberitakannya: “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. 8. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.”

9. Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. 10. Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. 11. Lalu terdengarlah suara dari sorga: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”

 


Teman-teman,

Hari ini adalah hari yang baik bagi kita untuk merenungkan baptisan yang telah kita terima. Seringkali, kita melupakan sakramen ini; mungkin kita menerimanya ketika kita baru saja lahir. Namun, sakramen ini adalah sakramen yang membawa kita kepada keselamatan: “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan” (Mk 16:16). Baptis adalah “ianua sacramentorum” (Kitab Hukum Kanonik, 849)—pintu yang membawa kita kepada sakramen-sakramen yang lain.

Melalui sakramen Baptis, kita menerima pengampunan dosa asal dan dosa personal. Karena itu, “in renatis enim nihil odit Deus”—“tidak ada sesuatu pun yang dibenci oleh Allah dalam diri mereka yang telah lahir kembali” (Konsili Trento, DS 792). Atas berkat ini, hendaknya kita mengucap syukur dan meminta berkat Allah agar kita tidak jatuh lagi dalam dosa.

Melalui sakramen Baptis, kita juga dikuduskan dan menerima status anak-anak Allah (divine filiation). Kristus adalah Anak Allah secara natural —“Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi” (11)—, sedangkan kita orang-orang Kristen adalah anak-anak Allah melalui rahmat-Nya (through grace). Ini berarti kita diperbolehkan mengambil bagian dalam keilahian Allah: “Agnosce, o christiane, dignitatem tuam, et divinae consors factus naturae”—“ketahuilah martabatmu, hai kamu orang Kristen yang mengambil bagian dalam hakekat ilahi” (Paus Leo Agung, Sermo 21 in nativitatem Domini, 3: PL 54, 192C). Apakah kita sering merenungkan status kita yang agung ini dan berseru kepada Allah Bapa?

Kapan Tuhan akan datang?

0

[3 Desember 2017. Minggu ke-dua Adven. Mrk. 1:1-8]

1. Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. 2. Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: “Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu;  3.  ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya”,  4.  demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan menyerukan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.”  5.  Lalu datanglah kepadanya orang-orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem, dan sambil mengaku dosanya mereka dibaptis di sungai Yordan.  6.  Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan.  7.  Inilah yang diberitakannya: “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.  8.  Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.”  9.  Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes.

 


Minggu lalu, kita diundang untuk berjaga-jaga. Di hari Minggu Adven II ini, kita kembali diajak untuk mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan. Namun, apakah arti kedatangan Tuhan (Adventus Domini)? Kapan Tuhan datang? Santo Bernardus terkenal oleh penjelasannya mengenai Adventus Domini.[1] Ada tiga jenis kedatangan Tuhan.

Pertama (adventus primus), Tuhan menampakkan dirinya dalam daging dan kelemahan (“venit in carne et infirmitate”). Sekitar dua ribu tahun yang lalu, Sabda menjadi daging (Yoh 1:14) untuk menebus kita. Dalam kedatangan-Nya yang pertama, Kristus adalah penebusan kita (“redemptio nostra”).

Kedua (adventus secundus), Tuhan akan menampakkan dirinya dalam kemuliaan dan keagungan (“in gloria et maiestate”). Kedatangan ini belum terjadi: kita masih menunggu kedatangan yang kedua ini di akhir jaman, di mana Kristus akan menjadi hidup kita (“apparebit vita nostra”).

Namun, ada kedatangan yang ketiga (adventus tertius), yang Santo Bernardus namakan kedatangan “di tengah-tengah” (adventus medius). Lain dengan kedatangan yang pertama dan yang kedua, kedatangan yang ketiga ini tidak kelihatan (non manifestus), karena Kristus datang senantiasa ke hati kita dalam roh dan kekuatan (“in spiritu et virtute”) ketika kita berada dalam keadaaan rahmat. Ia datang untuk memberikan istirahat dan penghiburan kepada kita (“requies … et consolatio nostra”).

Siapkah kita menyambut Kristus dalam hati kita?


[1] lih. Sermo 5 in Adventu Domini, 1-3: Opera Omnia, Edit. Cisterc. 4 [1966], 188-190

Mari berjaga-jaga

0
Sumber gambar: http://truthimmutable.com/a-spiritual-watchman-for-ourselves-and-others/

[3 Desember 2017. Minggu pertama Adven. Mrk 13:33-37]

33 “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba. 34 Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penunggu pintu supaya berjaga-jaga. 35 Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta, 36 supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur. 37 Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!”


Di awal masa Adven, kita diundang untuk berjaga-jaga. Pertama-tama, kita berjaga-jaga ketika melakukan pekerjaan kita dengan baik, tepat waktu, dan dengan intensi yang benar. Bekerja dengan baik berarti menggunakan segala sarana untuk memberikan yang terbaik. Bekerja tepat waktu berarti tidak menunda-nunda, karena kita tidak tahu kapan Anak Manusia akan datang. Bekerja dengan intensi yang benar berarti melakukan segala tugas kita demi kemuliaan Allah, bukan demi kemuliaan diri kita.

Kedua, kita berjaga-jaga ketika kita berteguh dalam doa. Setiap orang Kristen (tidak hanya imam atau religius) patut menyediakan waktu untuk berbicara dengan Allah. Meskipun kita bisa saja berdoa di mana pun juga, tempat yang terbaik untuk berdoa adalah di hadapan Sakramen Mahakudus di dalam Tabernakel. Kristus sungguh ada di sana, meski dalam rupa roti. Kehadiran sakramental Kristus mengingatkan kita bahwa bumi ini akan berlalu: akan tiba saatnya—apabila kita berteguh dalam keadaan rahmat sampai akhir—di mana kita akan melihat Kristus tanpa selubung sakramen di bumi yang akan datang, seperti yang kita katakan dalam himne O esca viatorum: “Fac, ut remoto velo, post libera in caelo, cernamus facie, cernamus facie” (buatlah kami mampu melihat wajah-Mu, ketika selubung disingkapkan, setelah pembebasan di sorga).

Terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu

0
Sumber gambar: https://www.crossroadsinitiative.com/media/articles/christ-the-king-judge-and-savior/

[26 November 2017. Kristus Raja. Mat 25:31-46]

31″Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. 32. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, 33. dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.

34. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. 35. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; 36. ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. 37. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? 38. Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? 39. Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? 40. Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

41. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. 42. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; 43. ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. 44. Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? 45. Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. 46. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.”

 


Teman-teman,

Kristus adalah Raja kita: “Christus vincit, Christus regnat, Christus imperat.” Namun, seperti apa sebenarnya kerajaan Kristus? Setidaknya, ada dua hal yang bisa kita renungkan.

Pertama-tama, Kristus adalah Raja yang mengundang kita ke perjamuan-Nya: “Mari, hai kamu …” (34). Ia “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1Tim 2:4). Dengan demikian, kita tidak masuk Kerajaan Allah karena jasa kita, melainkan karena jasa Kristus. Kita dipanggil untuk menghidupi kerendahan hati dan mengakui bahwa pencapaian Kerajaan Sorga adalah sesuatu yang melebihi kekuatan kita (STh., II-II q.161 a.2 resp.). Kristus telah terlebih dahulu mengundang kita.

Lalu, Kristus adalah Raja yang memberi pahala. Segala hal yang baik berasal dari kemahakuasaan Allah, tapi ini tidak berarti manusia tidak perlu berbuat apa-apa. Kita, orang-orang Kristen, dipanggil untuk melakukan karya-karya belas kasih: “ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan …” (35). Apakah pahala yang akan kita terima? Pahala tersebut adalah kepemilikan Kerajaan Allah: “terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (34). Dengan kata lain, mereka yang diselamatkan akan mengambil bagian dalam Kerajaan Kristus: mereka akan menjadi raja-raja. Santo Tomas menuturkan bahwa ada orang-orang yang ingin diselamatkan, tetapi tidak ingin menjadi raja. Sayangnya, tidak ada tempat bagi mereka di Kerajaan Allah: “Vel eris rex et habebis regnum, vel eris damnatus”—“ia yang bukan raja dan tidak memiliki kerajaan adalah ia yang dihukum” (Thomas Aquinas, Super Matthaeum, cap. 25 l. 1).

Kita bisa menghidupi status raja kita mulai dari sekarang. Kita adalah raja terutama ketika kita menguasai diri kita sendiri (temperance) dan menaklukkan dosa-dosa dengan bantuan rahmat Allah melalui Sakramen Pengakuan Dosa. Kita juga adalah raja ketika kita berdoa bagi orang lain sesuai dengan teladan Bunda Maria yang, setelah diangkat ke sorga dengan tubuh dan jiwanya, mengambil bagian dalam Kerajaan Kristus sebagai Regina Coeli, Ratu surgawi, melalui doa perantaraannya yang tidak pernah berhenti.

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab