Home Blog Page 292

Indulgensi, harta kekayaan Gereja

66

Membersihkan lantai yang kotor

Pada waktu saya masih SD, saya sering bermain-main bersama-sama dengan teman-teman satu kampung. Karena saya tinggal di sebuah dusun yang kecil, maka permainan dengan teman-teman juga permainan dusun, yang notabene adalah permainan yang melibatkan permainan fisik, yang seringkali diakhiri dengan kaki, tangan, dan badan yang penuh lumpur. Suatu hari, dengan kaki yang penuh lumpur saya pulang ke rumah. Tanpa saya tahu, sebenarnya mama saya baru saja mengepel lantai rumah. Ketika saya berjalan untuk menuju kamar mandi, saya tidak menyadari bahwa saya meninggalkan jejak lumpur di lantai. Ketika ketika mama memarahi saya, maka dengan perasaan menyesal, saya meminta maaf akan kekotoran yang diakibatkan oleh kecerobohan saya. Mama memaafkan saya, namun lumpur tetap meninggalkan noda di lantai yang baru saja dipel oleh mama. Akhirnya, mama menyuruh saya untuk mempertanggungjawabkan kesalahan saya dengan mengepel lantai yang kotor. Dari contoh sederhana ini, kita melihat bahwa akibat dari kesalahan yang saya perbuat, maka ada dua hal yang saya terima, yaitu: hukuman (siksa dosa) dan dosa (guilt) ((Reverend Peter M.J. Stravinskas, Ph.D., S.T.L. Our Sunday Visitor’s Catholic Dictionary. Copyright © 1994, Our Sunday Visitor: Guilt (GIHLT): (From Anglo-Saxon gylt: sin or offense) The condition of an individual who has committed some moral wrong and is liable to receiving punishment as a consequence of wrongdoing.)) Dosa (kesalahan) saya telah dimaafkan oleh mama saya, namun saya tetap harus menanggung hukuman – dengan mengepel lantai yang kotor – akibat kesalahan yang saya lakukan.

Dosa mempunyai konsekuensi ganda

Gereja Katolik mengenal adanya dua tipe dosa, yaitu 1) dosa ringan dan 2) dosa berat. Karena kodrat dari dua tipe dosa tersebut berbeda, maka hukuman dari dua tipe dosa tersebut juga berbeda. Memang setiap dosa menyedihkan hati Tuhan, namun tidak semua dosa membawa konsekuensi hukuman maut (Lih 1 Yoh 5:16-17). ((Pembahasan lengkap tentang topik ini silakan membaca artikel “Masih perlukah sakramen pengakuan dosa bagian 1” – silakan klik)). Kita bisa melihat contoh dalam kehidupan sehari-hari, di mana dalam beberapa hal, kita dapat membedakan tingkatan dosa dengan cukup mudah. Berikut ini adalah beberapa perbedaaan antara dosa berat dan dosa ringan:

1) Secara nalar dosa berat dan dosa ringan berbeda, misalkan: mencubit lengan seseorang lebih ringan dosanya dibanding dengan memukul kepala seseorang dengan kayu. Tentu, kita mengetahui bahwa membunuh seseorang adalah dosa yang lebih berat daripada ketiduran saat berdoa yang disebabkan oleh tidak-disiplinan dalam meluangkan waktu untuk berdoa.

2)  Dari efek yang mempengaruhi tujuan akhir: dosa berat membuat seseorang berbelok dari tujuan akhir, sedang dosa ringan hanya membuat seseorang tidak terfokus pada tujuan akhir namun tidak sampai berbelok dari tujuan akhir. Atau dengan kata lain, dosa berat menghancurkan tatanan dan menghancurkan kasih, sedang dosa ringan memperlemah kasih.

3) Keseriusan (gravity) dari dosa yang membawa konsekuensi yang berbeda, dimana orang berdosa berat tanpa bertobat dapat masuk neraka, sedang dosa ringan membawa hukuman sementara, baik di dunia atau di Api Penyucian.

4) Cara pertobatan yang berbeda. Karena dosa berat menghancurkan tatanan untuk sampai ke tujuan akhir, maka hanya kekuatan Tuhan saja yang dapat membawa kembali orang ini ke tatanan yang baik, contohnya: bagi yang belum dibaptis melalui Sakramen Baptis, dan bagi yang telah dibaptis dapat melalui Sakramen Tobat. Sedang dosa ringan, karena tidak berbelok dari tujuan akhir, maka dapat diperbaiki dengan lebih mudah.

5) Obyek (object) dan kategori (genus) antara dosa berat dan dosa ringan berbeda. Dosa berat dimanifestasikan sebagi perlawanan terhadap Tuhan, seperti: hujatan, sumpah palsu, penyembahan berhala, kemurtadan, dan juga melawan hukum kasih terhadap sesama, seperti: membunuh, berzinah, dll. Sedang dosa ringan tidak secara langsung melawan kasih terhadap Tuhan dan sesama, yang mungkin dapat diwujudkan dalam: perkataan yang sia-sia, dll.

Kita melihat bahwa dosa ringan dan dosa berat mempunyai obyek, kategori dan cara penanganan yang berbeda. Oleh karena itu, efek atau akibat yang ditimbulkan juga berbeda. Dosa berat berakibat pada siksa dosa abadi di neraka, sedangkan dosa ringan membawa siksa dosa sementara di purgatorium (api penyucian). ((Lihat KGK, 1031, 1472, 1861)) Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1472) mengatakan:

Supaya mengerti ajaran [yaitu: purgatorium] dan praktik Gereja ini, kita harus mengetahui bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Dosa berat merampas dari kita persekutuan dengan Allah dan karena itu membuat kita tidak layak untuk kehidupan abadi. Perampasan ini dinamakan “siksa dosa abadi“. Di lain pihak, setiap dosa, malahan dosa ringan, mengakibatkan satu hubungan berbahaya dengan makhluk, hal mana membutuhkan penyucian atau di dunia ini, atau sesudah kematian di dalam apa yang dinamakan purgatorium (api penyucian). Penyuciaan ini membebaskan dari apa yang orang namakan “siksa dosa sementara“. Kedua bentuk siksa ini tidak boleh dipandang sebagai semacam dendam yang Allah kenakan dari luar, tetapi sebagai sesuatu yang muncul dari kodrat dosa itu sendiri. Satu pertobatan yang lahir dari cinta yang bernyala-nyala, dapat mengakibatkan penyucian pendosa secara menyeluruh, sehingga tidak ada siksa dosa lagi yang harus dipikul“. Banyak ayat-ayat di Alkitab yang mendukung adanya siksa dosa abadi (eternal punishment). Dalam kitab Daniel dikatakan “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal“(Dan 12:2). Kita juga mengingat akan pengadilan terakhir, di mana yang tidak menerapkan hukum kasih akan dicampakkan ke dalam api yang kekal (Mt 25:41).

Gereja Katolik percaya akan dimensi sosial dari rencana keselamatan Allah.

Ada sejumlah orang percaya bahwa keselamatan adalah urusan setiap orang secara pribadi dengan Tuhan. Namun, sesungguhnya, karya keselamatan Kristus ditujukan bagi semua orang, sehingga ada dimensi sosial dari rencana keselamatan Allah bagi manusia.  Rasul Paulus menegaskan tentang hal ini dalam beberapa suratnya. Rasul Paulus mengatakan, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.“(Rm 15:1). Paulus menegaskan bahwa kita semua adalah kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Ef 2:19). Bukankah di dalam keluarga kita jika ada anggota  yang menderita, maka seluruh keluarga akan bekerjasama untuk meringankan penderitaan anggota keluarga. Sebaliknya, kalau salah satu anggota keluarga ada yang sukses, maka seluruh anggota bergembira dan mengecap kebahagiaan tersebut.

Persatuan kita di dalam keluarga Kristus yang diikat oleh kasih Kristus bersifat adi-kodrati (supernatural), dan persatuan ini tidak dapat dilenyapkan dengan apapun karena diikat oleh kasih Allah, yang dibayar dengan darah-Nya yang tertumpah di kayu salib. Rasul Paulus menegaskan “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,  atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:38-39). Persatuan keluarga yang diikat dalam kasih Kristus adalah Gereja. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja adalah Tubuh mistik Kristus (Ef 5:23). Sama seperti perkawinan kudus, yang mempunyai satu mempelai pria dan satu mempelai wanita, maka Kristus adalah Kepala dari satu Tubuh mistik Kristus. Satu Tubuh mistik Kristus ini terdiri dari tiga keadaan, yaitu: 1) Gereja yang sedang mengembara di dunia ini, 2) Gereja yang sedang menderita di Api Penyucian (Purgatorium), dan 3) Gereja yang jaya, di Sorga. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 954) mengatakan “Tiga status Gereja.

Hingga saatnya Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat, dan saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan, ada di antara para murid-Nya, yang masih mengembara di dunia, dan ada yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmati kemuliaan sambil memandang ‘dengan jelas Allah Tritunggal sendiri sebagaimana ada-Nya'”. “Tetapi kita semua, kendati pada taraf dan dengan cara yang berbeda, saling berhubungan dalam cinta kasih yang sama terhadap Allah dan sesama, dan melambungkan madah pujian yang sama ke hadirat Allah kita. Sebab semua orang, yang menjadi milik Kristus dan didiami oleh Roh-Nya, berpadu menjadi satu Gereja dan saling erat berhubungan dalam Dia” (LG 49).

Oleh karena tiga status Gereja (mengembara, dimurnikan, dimuliakan) diikat oleh kasih Kristus, sedangkan pengertian kasih adalah menginginkan yang baik terjadi pada orang yang dikasihi, maka semua status Gereja tersebut saling bekerja sama atas dasar kasih untuk bersatu dalam kesatuan abadi di Sorga, dan menjadi persembahan yang murni dan tak bercela. (lih. Ef 5:27). Kalau kita mengatakan bahwa kita yang berada di dunia ini tidak dapat berhubungan dengan orang-orang yang telah memasuki Sorga atau sebaliknya, maka sama saja dengan kita mengatakan bahwa tempat dan status memisahkan kita dari kasih Kristus, yang berarti bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh oleh rasul Paulus. Sebaliknya rasul Paulus mengatakan “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,  atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:38-39)

Dari ayat ini, akan sangat sulit untuk membayangkan bahwa para kudus di Sorga berpangku tangan melihat begitu banyak penderitaan di dunia ini maupun di Api Penyucian, atau sebaliknya,Gereja yang sedang mengembara di dunia ini hanya berpangku tangan melihat penderitaan anggota keluarga Gereja yang dimurnikan di Api Penyucian. Oleh karena itu, masing-masing status Gereja tidak hanya berpangku tangan, karena bertentangan dengan kasih. Yesus mengatakan, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” (Yoh 5:17) Dan di dalam Kitab Wahyu dikatakan “Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus.” (Why 5:8). Dari sini kita melihat bahwa Yesus tidak akan duduk diam di dalam Sorga. Para kudus juga tidak akan tinggal diam dan menikmati kebahagiaan Sorga tanpa secara aktif turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Oleh karena itu, masing-masing status Gereja saling membantu, di mana Gereja yang telah jaya di Sorga membantu Gereja yang menderita di Api Penyucian dan Gereja yang sedang mengembara di dunia. Sedangkan Gereja yang sedang mengembara di dunia dapat juga membantu Gereja yang sedang dimurnikan di Api Penyucian. Dan inilah yang disebut harta milik Gereja. Katekismus Gereja Katolik mengatakan:

KGK, 955 “Persatuan mereka yang sedang dalam perjalanan dengan para saudara yang sudah beristirahat dalam damai Kristus, sama sekali tidak terputus. Bahkan menurut iman Gereja yang abadi diteguhkan karena saling berbagi harta rohani” (LG 49).

KGK, 974 “Karena semua kaum beriman membentuk satu Tubuh saja, maka harta milik dari yang satu disampaikan kepada yang lain… Dengan demikian orang harus percaya… bahwa di dalam Gereja ada pemilikan bersama… Yang paling utama dari semua anggota Gereja adalah Kristus, karena Ia adalah Kepala… Jadi milik Kristus dibagi-bagikan kepada semua anggota, dan pembagian ini terjadi oleh Sakramen-Sakramen Gereja” (Tomas Aqu., symb. 10). “Kesatuan Roh, yang olehnya [Gereja] dibimbing, mengakibatkan bahwa apa yang telah ia terima, menjadi milik bersama semua orang” (Catech. R. 1, 10,24).”

Gereja Katolik diberikan kekuasaan oleh Kristus untuk mengampuni dosa

Bagaimana masing-masing status Gereja (mengembara, dimurnikan, dimuliakan) dapat saling membantu? Gereja yang telah dimuliakan, yang terdiri dari orang-orang kudus, dapat membantu dengan doa-doa mereka, karena doa orang yang benar besar kuasanya (Yak 5:16). Sedangkan Gereja yang sedang mengembara di dunia ini dapat membantu sesama anggota Gereja yang masih mengembara di dunia dan anggota yang sedang dimurnikan, sehingga dapat bersatu dengan Gereja yang telah dimuliakan. Untuk tugas inilah, Kristus sendiri telah memberikan kuasa kepada Gereja. Pertama Kristus memberikan kuasa-Nya kepada Petrus dan para penerusnya, dengan mengatakan, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.“(Mt 16:19). Dan kepada para murid-Nya yang diteruskan oleh para imam, Kristus mengatakan, “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus.  Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.“(Yoh 20:22-23) Semua kuasa-kuasa ini diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya, sebagai Tubuh mistik Kristus, sehingga Gereja dapat mengantar seluruh anggotanya kepada persatuan abadi dengan Kristus. Oleh karena itu, Gereja juga diberikan kuasa untuk mengatur seluruh kuasa yang diberikan oleh Kristus. Kekuasaan yuridiksi ini diberikan oleh Kristus kepada Gereja untuk mengatur harta kekayaan rohani.

Indulgensi adalah manifestasi dari harta kekayaan rohani Gereja.

Pengaturan harta kekayaan rohani ini adalah bersumber pada Kristus dan para kudus. Seperti yang kita ketahui, bahwa kurban Kristus di kayu salib, bukan hanya cukup untuk menebus dosa manusia, namun merupakan penebusan yang berlimpah. ((lih. St. Thomas Aquinas, Summa Theology, III, q.46, a.2-3)) Rahmat berlimpah dari Kristus tidaklah kurang untuk memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia, namun Rasul Paulus menekankan seluruh umat beriman untuk turut berpartisipasi dalam sengsara Kristus, dengan mengatakan, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24). Para Santa-santo menjawab panggilan ini dengan sempurna mengikuti apa yang dilakukan oleh Kristus. Oleh karena itu, harta kekayaan rohani yang bersumber pada Kristus dan kekudusan dari para Santo-santa, mengalir secara melimpah kepada seluruh anggota Gereja. Dan distribusi kekayaan harta rohani ini dilakukan oleh Gereja, yaitu dengan indulgensi. Dengan indulgensi, Gereja memohon kepada Tuhan agar mengangkat siksa dosa sementara (seluruhnya atau sebagian) bagi orang-orang yang berada di dunia ini maupun yang berada di Api Penyucian, berdasarkan akan harta kekayaan Gereja dan kuasa yang diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya.

Definisi indulgensi

Dari pemikiran di atas, mari sekarang kita masuk dalam definisi indulgensi. Secara jelas, Gereja mendefinisikan indulgensi sebagai berikut:

KGK, 1471: “Indulgensi adalah (1) penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk (2) dosa-dosa yang sudah diampuni. (3) Warga beriman Kristen (4) yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan (5) bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif”. “Ada indulgensi (6) sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.” Indulgensi dapat diperuntukkan (7) bagi orang hidup dan orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. “Indulgentiarum doctrina” normae 1-3).

KHK, 992: “Indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi persyaratan tertentu yang digariskan dan dirumuskan, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para Kudus.”

Dari definisi di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal berikut ini:

1) Penghapusan siksa dosa temporal: berarti bahwa indulgensi tidak dapat merubah keputusan Tuhan bagi orang-orang yang berada di siksa dosa abadi atau neraka. Oleh karena itu, indulgensi hanya dapat diterapkan bagi orang-orang yang masih hidup di dunia ini dan juga yang masih berada di Api penyucian. Dengan indulgensi, orang-orang yang masih hidup di dunia ini dapat menghindari siksa dosa sementara (di Api Penyucian)

2) Dosa-dosa yang sudah diampuni: berarti indulgensi mensyaratkan dosa-dosa yang sudah diampuni dan bukan dosa yang akan datang. Ini berarti pada waktu kita mendapatkan indulgensi dan kemudian berdosa lagi, maka kita juga perlu untuk mendapatkan indulgensi lagi untuk menghapuskan siksa dosa temporal.

3) Warga beriman Kristen: dalam hal ini adalah umat yang telah dibaptis. Kita tahu bahwa Sakramen Baptis adalah gerbang untuk semua sakramen dan berkat-berkat yang lain. Persyaratan yang lain adalah tidak terkena ekskomunikasi, dan dalam kondisi rahmat pada waktu melaksanakan indulgensi yang ditetapkan. ((Kanon 996: Kan. 996 – § 1. Agar seseorang mampu memperoleh indulgensi haruslah ia sudah dibaptis, tidak terkena ekskomunikasi, dalam keadaan rahmat sekurang-kurangnya pada akhir perbuatan-perbuatan yang diperintahkan. § 2. Namun agar orang yang mampu itu memperolehnya, haruslah ia sekurang-kurangnya mempunyai intensi untuk memperolehnya dan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan, pada waktu yang ditentukan dan dengan cara yang semestinya, menurut petunjuk pemberian itu.))

4) Yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang jelas: Ini berarti Gereja tidak mengharuskan seseorang untuk menerima indulgensi. Namun Gereja memberikan kesempatan yang begitu banyak, sehingga umat beriman dapat menarik manfaatnya dari berkat ini. Dan Gereja juga memberikan persyaratan yang jelas tentang bagaimana untuk memperoleh indulgensi.

5) Dengan bantuan Gereja: Telah dibahas di atas bahwa Yesus sendiri yang memberikan kuasa kepada Gereja untuk memberikan indulgensi kepada umat Allah melalui Gereja. Indulgensi ini hanya dapat diberikan oleh Paus dan orang-orang yang mempunyai kuasa oleh hukum yang diberikan oleh Paus. ((Lihat Kan 995))

6) Sebagian atau seluruhnya: Lama dari siksa dosa sementara di Purgatorium tidak dapat ditentukan jangka waktunya. Gereja Katolik hanya memberikan indulgensi kepada umat sebagian atau seluruhnya, di mana sebagian berarti mengurangi waktu yang harus dijalankan di Purgatorium, sedangkan seluruhnya berarti dibebaskan dari Purgatorium.

(7) bagi orang hidup dan orang mati, artinya indulgensi dapat diberikan kepada orang yang mendoakan (yang masih hidup di dunia) dan orang mati (yang didoakan, yang sudah meninggal dunia, dan sedang mengalami proses pemurnian di Purgatorium/Api Penyucian).

Karena begitu pentingnya indulgensi dalam mencapai tujuan akhir, maka Gereja mengharuskan seluruh umat beriman untuk percaya akan dogma indulgensi. Konsili Trente mengatakan, “Terkutuklah kepada siapa yang mengatakan bahwa indulgensi adalah tidak berguna atau mengatakan bahwa Gereja tidak mempunyai kuasa untuk memberikannya.” ((Konsili Trente, sesi 25, Dekrit tentang Indulgensi/ Decree on Indulgences))

Perkembangan dari indulgensi

Perkembangan dari indulgensi dapat ditelusuri sejalan dengan perkembangan dari Sakramen Pengakuan Dosa. Pada awal perkembangannya, umat beriman harus mengaku dosa di depan umum dan kemudian uskup setempat memberikan suatu hukuman yang berat. Sebagai contoh orang yang melakukan dosa kemurtadan dapat dihukum selama tujuh tahun. Dan selama periode itu, orang tersebut harus melakukan penitensi, yang berat, seperti: berpantang dan berpuasa, berlutut dan berdoa di depan gereja, tidak diperkenankan untuk menerima Tubuh Kristus di dalam perayaan Ekaristi, dll. Namun, orang beriman yang lain dapat turut berpartisipasi untuk turut melakukan penitensi bagi orang tersebut, sehingga hukuman tersebut dapat diperingan. Hal ini juga diperkuat dengan para rahib yang dengan sukarela membantu orang-orang yang sedang sakit namun harus menjalankan penitensi. Semua ini membuktikan akan adanya ikatan dalam satu keluarga Tuhan.

Di abad 11, Paus Urban II pada tahun 1095, memberikan indulgensi bagi orang-orang yang memperjuangkan tanah suci. Dan di abad ke 15, Paus Callistus III (1457) dan Paus Sixtus IV (1476) memberikan indulgensi kepada orang yang telah meninggal, yang masih berada di Api Penyucian. ((Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma (Rockford, Illinois: Tan Books & Publishers, 1974), hal. 444)) Para teolog skolastik mendukung adanya kemungkinan untuk menerapkan indulgensi pada orang yang telah meninggal. ((St. Thomas Aquinas, Suppl, 71, 10)) Kita telah melihat di atas, bahwa persatuan umat Allah tidak dapat dipisahkan oleh maut sekalipun. Oleh karena itu, adalah hal yang logis, kalau indulgensi bukan hanya diperuntukkan untuk orang yang masih hidup, namun juga orang yang telah meninggal, yang tetap menjadi bagian dari Gereja yang menderita, di Api Penyucian.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi?

Mari, sekarang kita melihat, bagaimana seseorang dapat menerima indulgensi. Indulgensi dapat diberikan kepada seorang Katolik yang berada dalam kondisi rahmat (in a state of grace). Karena indulgensi adalah pengampunan yang diberikan oleh Kristus melalui Gereja-Nya, maka orang yang menerimanya harus berada di dalam Gereja-Nya. Kondisi rahmat diperlukan karena tanpa rahmat Tuhan, maka semua perbuatan yang dilakukan tidak mungkin berkenan di hadapan Allah. Dan sama seperti orang yang ingin mendapatkan pengampunan harus menyatakan niatnya itu di hadapan Tuhan, maka orang yang ingin mendapatkan indulgensi harus mempunyai intensi untuk mendapatkannya dan melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang digariskan di dalam indulgensi.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi penuh?

Seperti yang telah dijelaskan di atas, indulgensi dapat berupa indulgensi penuh dan indulgensi sebagian. Untuk mendapatkan indulgensi penuh, secara umum seseorang harus melakukan 1) pengakuan dosa dalam sakramen Pengakuan dosa, 2) berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi Kudus, 3) berdoa untuk intensi Paus, 4) melakukan apa yang ditentukan dalam ketentuan indulgensi dan melakukannya dengan hati yang menyesal, 5) bebas dari keterikatan akan dosa – bukan hanya dosa berat, namun juga dosa ringan. Kondisi terakhir inilah yang memang paling sulit untuk dilakukan. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka seseorang akan mendapatkan indulgensi sebagian.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi sebagian?

Beberapa hal di bawah ini adalah cara untuk mendapatkan indulgensi sebagian menurut the Handbook of Indulgences (New York: Catholic Book Publishing, 1991)

1) Doa (spiritual communion) yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

2) Doa meditasi (mental prayer) yang dilakukan dengan teratur dan sungguh-sungguh.

3) Doa rosario yang dilakukan di gereja atau kapel atau dilakukan dalam keluarga, komunitas religius, atau komunitas yang lain.

4) Membaca Alkitab dengan penuh devosi dan hormat karena Alkitab adalah Sabda Tuhan dan sebagai bacaan rohani. Kalau membaca Alkitab dilakukan secara teratur minimal setengah jam, maka seseorang akan mendapatkan indulgensi penuh, jika kondisi yang lain juga dipenuhi.

5) Membuat tanda salib dengan sungguh-sungguh.

Menjawab beberapa keberatan indulgensi

Berikut ini mungkin adalah beberapa keberatan yang sering diajukan mengenai dogma indulgensi.

Keberatan (1): Upah dosa adalah maut, oleh karena itu tidak ada Api penyucian, yang ada hanyalah surga dan neraka.

Karena umat Kristen non-Katolik percaya bahwa hanya ada dua alternatif setelah kematian, maka indulgensi tidaklah diperlukan dan tidak berguna. Bagi orang yang telah masuk surga tidak memerlukan doa dan pengampunan, sedangkan bagi orang yang masuk neraka maka doa tidak akan mengubah keadaan mereka. Untuk menjawab keberatan ini, tidak ada cara lain kecuali mencoba menerangkan dari konsep dosa, yang memang terbagi menjadi dua seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci. Pembahasan lengkap tentang hal ini, silakan membaca artikel tentang “Masih perlukah Sakramen Pengakuan Dosa – Bagian 1” (silakan klik). Dan dari pengertian akan dosa yang tidak membawa maut, maka Gereja Katolik mengenal adanya dogma “Api Penyucian“. Untuk menerangkan tentang dogma Api Penyucian, silakan untuk membaca artikel “Bersyukurlah, ada Api Penyucian!” (silakan klik).

Keberatan (2): Kristus telah membayar seluruh dosa kita, sehingga kita tidak perlu untuk membayarnya.

Dengan indulgensi seolah-olah penebusan Kristus tidaklah cukup untuk membayar seluruh dosa umat manusia. Lebih lanjut, karena umat Kristen percaya akan “hanya iman saja yang menyelamatkan/ sola fide” (lih. Rm 3:28; Rm 4:3-5; Rm 5:1-9, Ef 2:8), maka akan sulit menerima konsep indulgensi. Untuk menjawab keberatan ini, maka harus dimengerti bahwa indulgensi bukanlah membebaskan seseorang dari siksa dosa abadi atau neraka, namun dari siksa dosa sementara di Purgatorium. Dan semua jiwa yang ada di Purgatorium pasti masuk surga, hanya jiwa-jiwa tersebut perlu membersihkan diri mereka. Dan kalaupun kita masuk ke dalam Surga, maka semuanya itu adalah merupakan berkat dari Tuhan.

Keberatan (3): Indulgensi membuat pengorbanan Kristus seolah-olah tidak cukup.

Untuk memahami keberatan ini, maka ada suatu konsep mendasar yang berbeda antara Gereja Katolik dan non-Katolik, yaitu konsep mediasi (pengantaraan) dan partisipasi. Gereja Katolik, sama seperti gereja yang lain percaya bahwa pengorbanan Kristus di kayu salib bukan hanya cukup namun sungguh berlimpah, karena dilakukan oleh Kristus dengan didasari kasih yang sempurna. Prinsip mediasi dan partisipasi merupakan suatu prinsip bahwa seluruh bagian dari Tubuh Mistik Kristus berpartisipasi di dalam karya keselamatan Allah. Pada waktu kita dibaptis, kita sebenarnya juga menerima mandat dari Kristus untuk menjadi nabi, imam dan raja. Mandat ini merupakan partisipasi di dalam Kristus, tanpa mengurangi peran Kristus sendiri. Inilah sebabnya rasul Paulus mengatakan “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat [=ekklesia/Gereja]” (Kol 1:24).

Kita tahu bahwa tidak ada yang kurang dalam penderitaan Kristus, karena penebusan Kristus adalah sempurna. Namun Rasul Paulus mengatakan bahwa dia turut berpartisipasi dalam membangun tubuh Kristus, yaitu Gereja. Bukan karena penebusan Kristus kurang sempurna, namun Kristus sendiri yang menginginkan agar kita semua turut berpartisipasi dalam karya penyelamatan. Tubuh Mistik Kristus atau Gereja adalah Gereja yang satu – yang terdiri dari Gereja yang mengembara di dunia ini, Gereja yang menderita di Purgatorium, dan Gereja yang jaya di Surga –  semuanya terikat dalam kasih untuk membangun Gereja. (lih. Lumen Gentium, 49) Oleh karena itu, indulgensi yang melepaskan seseorang dari siksa dosa sementara di Purgatorium merupakan perbuatan kasih yang begitu nyata. Gereja yang sedang mengembara di dunia ini dan Gereja yang jaya dapat turut mendoakan Gereja yang sedang menderita di Purgatorium, sehingga karena belas kasih Allah, maka mereka dapat diangkat ke Surga.

Bukankah kalau ada salah satu anggota dari keluarga kita ada yang kesulitan, maka seluruh anggota keluarga juga turut membantu?

Keberatan (4): Indulgensi seolah-olah hanya memperhatikan sesuatu yang sifatnya lahiriah.

Mungkin ada sejumlah orang yang berkeberatan dengan indulgensi karena dianggap bertentangan dengan ajaran Kitab Suci, yaitu agar kita tidak mempercayai hal-hal yang bersifat lahiriah (Flp 3:1-11). Untuk menjawab keberatan ini, mungkin kita perlu melihat definisi dari indulgensi sendiri yang menekankan akan persyaratan untuk menerima indulgensi, yaitu “untuk dosa-dosa yang sudah diampuni“. Dan untuk menerima indulgensi-pun mesnysratkan sikap batin yang sesuai, yaitu pertobatan. Artinya, tindakan yang terlihat sebagai suatu persyaratan dalam indulgensi adalah merupakan suatu ekspresi dari apa yang ada di dalam hati. Bukankah kalau seseorang menyanyi dengan sukacita bagi Tuhan, adalah suatu ekspresi apa yang ada di dalam hati, yaitu hati yang ingin memuji Tuhan?

Atau kalau seseorang mempunyai dosa mencuri dan kemudian orang itu tertangkap oleh polisi, maka walaupun orang tersebut telah meminta ampun kepada Tuhan, dia tetap harus menjalankan hukuman, misalnya didenda atau dipenjara. Proses ini sama seperti indulgensi, di mana umat Katolik meminta ampun kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat, dan kemudian indulgensi adalah untuk membayar siksa dosa sementara.

Keberatan (5): Gereja tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni siksa dosa sementara.

Ada yang berpendapat bahwa Gereja tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa maupun menghapus/ melepaskan siksa dosa sementara. Namun pendapat ini tidaklah tepat, karena Gereja sebenarnya diberi mandat oleh Kristus sendiri untuk mengampuni dosa (Yoh 20:23), mengikat dan melepaskan dosa (Mt 16:19). Kalau kita memperhatikan, sebenarnya hampir semua gereja beranggapan bahwa dengan dibaptis, maka seseorang menerima pengampunan dosa. Dalam hal ini maka gereja-gereja tersebut sebenarnya meyakini konsep mediasi, di mana Gereja menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengampuni dosa orang yang dibaptis. Kalau kita setuju bahwa Tuhan memberikan kuasa yang lebih besar untuk mengampuni dosa lewat Gereja dan Gereja Katolik diberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa, maka adalah sangat wajar jika ini juga termasuk kuasa yang lebih kecil, yaitu untuk mengampuni akibat dosa lewat indulgensi.

Indulgensi, harta Gereja yang membantu umat Allah untuk bersatu dengan Tuhan.

Dari semua pemaparan di atas, kita melihat bahwa kita sebenarnya harus bersyukur atas harta kekayaan rohani Gereja, yaitu rahmat yang mengalir dari misteri Paskah Kristus kepada anggota-anggota Tubuh-Nya. Dan kita juga mensyukuri rahmat para kudus, yang berpartisipasi dalam penderitaan Kristus, sehingga dapat menambah harta kekayaan rohani Gereja. Pada saat yang bersamaan, kita semua juga dipanggil untuk mengisi pundi-pundi kekayaan rohani Gereja dengan hidup kudus, seperti yang dikehendaki oleh Kristus sendiri. Dan rahmat yang berlimpah ini dipercayakan oleh Kristus kepada Gereja agar dibagikan kepada umat Allah, sehingga dapat membawa umat kepada persatuan abadi dengan Allah di Sorga.  Selanjutnya, Gereja menggunakan wewenang yang dipercayakan oleh Kristus, dengan indulgensi. Mari, kita bersama-sama mensyukuri dan menggunakan indulgensi ini dengan sebaik-baiknya.

Diskusi mengenai Gereja Katolik dan ke-Allahan Yesus Kristus

16

[Berikut ini adalah rangkaian diskusi antara Glenn dan stef, yang berawal dari komentar Glenn di sini (silakan klik). Diskusi ini kemudian berkembang menjadi rangkaian diskusi panjang tentang berbagai macam topik. Semoga dapat membantu kita semua untuk menemukan kebenaran]

Pertanyaan:

1.”.,.,kita tidak dapat mendasarkan pengetahuan akan kepercayaan pada Yesus sebagai Tuhan hanya berdasarkan pada filosofi, maka saya mencoba melihat peran dari wahyu Allah dan filosofi (reason) atau iman (faith) dan akal budi (reason).,.”, inilah yang menurut saya kaum teolog eropa/tradisonal selalu mengedepankan iman guna memandang ilmu pengatahuan dan sejarah,.,,.dan bukan melandaskan pada ilmu dan pengetahuan serta sejarah yg benar dan rasional guna mendapatkan keimanan yang benar yg bersumber dari sang Ilahi.,.,.hal ini juga mungkin yg menyebabkan faham atheis ala karl max.,.tumbuh subur juga di eropa pada saat kristen mencapai kejayaan sekitar abad18

2.”Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik-nya “Fides et Ratio” mengatakan bahwa iman dan akal budi seperti dua sayap burung yang membawa manusia pada kebenaran.”,.,.ini juga yang menjadi bukti bahwa,.kaum kristen ialah penganut paulus dan bukan yesus,.,.karena hanya ajaran paulus yang kita ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari,.,.,.
sebagai contoh :
– Matius 5;17 ( jgnlah kmu menyangka aq datang untuk mengaapuskan hukum taurat dan kitab para nabi tetapi untuk menggenapinya ( intinya krang lebih gini dah.,.,.)………tetapi paulus menantangnya dengan menjawab,.,.,.,.,
(Roma3:20).,.Sebab tidak seorang pun dibenarkan di hadapan allah karena melakukan hukum taurat, karena dengan hukum taurat itulah manusi mengenal dosa,.,
atau dengan,.,
(galatia, 5:2) jikalau kamu menyunatkan dirimu maka kristus sama sekali tidak berguna bagimu,.,,.padahal kristus dan muridnya sendiri menyunatkan dirinya,,.

3.”Trinitas hanya dapat dipercaya bukan karena akal budi, namun karena Tuhan yang mewahyukannya kepada manusia”,,inlah yg saya maksud bahwa umat kristen selalu memandang segala sesuatu dari segi iman yang mereka pahami menurut versi mereka sendiri, padahal dari sisi historis konsep trinitas muncul 300 tahun setelah yesus wafat, sedangkan konsep akan tuhan yang esa sudah muncul pada era aristoteteles yg notabene jauh sebelum yesus lahir, apakah dengan ini kita hendak mengambil kesimpulan bahwa orang2 yang meyakini akan tuhan yang esa yang lahir sebelum era yesus akan tidak mendapatkan penyelamatan dari Tuhan,.,?????

4. “,.,.Walaupun pada awalnya doktrin Trinitas belum mendapatkan definisi yang baku, namun para bapa Gereja percaya akan Trinitas, karena Tuhan sendiri yang mewahyukannya kepada manusia, seperti yang ditulis di dalam Kitab Suci,.,.”,ini yg saya maksed bahwa konsep trinitas merupakan hasil dari konsep filosofi manusia pada jaman itu, sedangkan tentang trinitas tidak pernah ada jawaban yg logis tentang keberadaannya selain pada tatran “iman”, bahkan pada hari raya tritunggal maha kudus saja seorang romo pemimpin ekaristi dalam kotbahny mengatakan “..memang akan sulit bagi kita manusia untuk memahami trinitas selain dengan hanya dengan iman,.,,.,”hmmmm jwbn yg tidak memuaskan,.,.

5. “karena Tuhan sendiri yang mewahyukannya kepada manusia, seperti yang ditulis di dalam Kitab Suci.”

yg ingin saya tanggapi berapa persenkah orang kristen yang paham dan mengerti bahwa pemilihahan ayat dalam kitab suci dipilih dengan membuang undi,.,.berapa banyyakah orang kristen yg tahu akan isi injil barnabas selain karena fatwa / dogma haram oleh gereja,.tanpa ada eksplanasi logis.,.???

6.”St. Thomas mengatakan bahwa semua ahli filosofi sebelum kedatangan Yesus kalah kalau dibandingkan dengan wanita tua yang mungkin kurang berpendidikan, namun beriman kepada Yesus.”, tanpa mengurangi rasa hormat da kagum saya pada thomas aquinas, namun saya kurang sependapat dengan pernyataan ini, karena hal ini merupakan pernyaataan subjektif dan tanpa melalui proses diskursus yg demokratis guna mendapatkan kesepakatan yg hakikki yg benar secara akal budi dan iman yang benar

7. “Gereja Katolik tidak tergantung dari Konsili-konsili untuk mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan. Konsili menyatakan bahwa Yesus Tuhan, karena Yesus sendiri mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan, bukan hanya dengan segala perkataan dan perbuatan-Nya yang begitu banyak tersebar di dalam Perjanjian Baru”,.,.,.argumen saya.,,.

a. tentang perbuatan,.perbuatan mana yang mengisyaratkan yesus ialah tuhan,.??apakah dengan mukjizat2nya.,.bukankan nabi2 sebelum yesus pun sudah melakukan mukjizatnya,,.,,..apakah anda hendak mengatakan bahwa mukjizat yesus lebih hebah dan dasyat dibanding nabi musa , nabi nuh, dll

b. tentang perkataan, bagaimana mungkin seorang tuhan akan berkata,.,.

– “ya bapaku, sekiranya mungkin.,.,.dst (matius 26:42)

-”Eli,,…eli,.,lama.,.,.sabaktani,.,.,.dst ( matius 27;46)

c. tentang perjanjian baru sebenarnya akan muncul permasalahan baru mengnai otensitas dari ayat2 dalam perjanjian baru yg mana tokoh2 sebelum konsili nicea yg anda sebutkan akan sangat mempunyai peranan penting,..namun hal yg ingin saya sampaikan ialah bahwa dalam ayat perjanjian baru akan sangat mudah ditemui ayat2 yg saling bertentangan,sehingga benarlah yang dikatakan thomas paine.,.singguh mudah untuk mengatakan bohong, namun akan sangat susah untuk mempertahankan kebohongan itu,..,.

8. Tentang tokoh2 sebelum konsili nicea,.yang saya ingin komentari terutama tentang sisi historisnya dari toko ireneus

pada masa sebelum era konsili nicea,.,.banyaklah injil2 yg berlaku disana mulai dari injil ibrani, injil mesir, injil petrus, dan itu sah dan digunakan oleh berbagai macam aliran pada jaman itu,…kemudian ketika muncul pertanyaan mengapa dasar kepercayaan kristen hanyalah empat injil sinoptik (matius, markus, lukas,yohanes) jwbn ireneus,.

” INJIL ADALAH PONDASI GEREJA DAN GEREJA TELAH TERSEBAR DI SELURUH DUNIA SEDANG DUNIA TERDIRI DARI 4 BENUA (?) MAKA PATUTLAH BILA DIAMBIL 4 BUAH INJIL. KEMUDIAN INJIL ADALAH NAFAS KEHIDUPAN ILAHI ATAU NAPAS MANUSIA’ JUGA DI DUNIA TERDAPAT 4 MATA ANGIN MAKA DENGAN DEMIKIAN INJIL JUGA HARUS 4. ATAU KALAM (LOGOS ; FIRMAN) PENCIPTA DUNIA MEMPUNYAI THERUBIM, THERUBIM MEMPUNYAI 4 TUBUH NAKA LOGOS JUGA MEMBERIKAN 4 BUAH INJIL”

hal ingin saya sampakan ialah dari alasan yang dibuat ireneus saja sudah sangat tidak masuk akal.,.bagaimana mungkin kita dapat mempercayai bahwa tuhan hanya memberikan injil sinoptik sebagai dasar bekehidupan kita,.,.????

9. “Namun, karena Yesus adalah Tuhan, maka Dia dinubuatkan, melakukan mukjijat yang tak mungkin dilakukan oleh manusia biasa, dan menjadi Kepala dari Gereja Katolik, yang satu, Kudus, katolik, dan apostolik. Dan Konsili Nicea hanya mengulangi kepercayaan ini dan memberikan definisi yang baku tentang ke-Allahan Yesus.”……argunen saya,,keberadaan konsili nicea akan sangat erat kaitannya dengan kondisi perpolitikan saat itu..kaisar konstantin yang yang berkuasa saat itu bukanlah seorang kriten, namun seorang pagan sejati oleh sebab itu kita kana merasakan sanagt kuatnya pengaruh pagan dalam penggabungan agama kristen guna kelangsungan keberadaan kekaisarannya pada saat itu.,.bahakan suatu ketika konstantin sangat menyesal telah menyetujui konsep trinitas, namun hal itu sudah telambat karena pengaruh ajaran gereja sudah menyebar sangat luas,.,,

10. Tentang teologi pembebasan mungkin ada lebih baiknya anda baca sendiri dulu, namun dari sana akan melihat pebedaan-perbedaan yang sangat jelas dari teologi eropa dan teologi pembebasan terutama tentang pendefinisian iman,.,.,.,.,.serta tentang PEMBEBASAN DOSA.,.,.

ouw jadi anda sedang di luar negeri,.,.????oleh2 dunk,.,.hwehehhehehe,.,,.

11. tentang keyakinan yang saya anut, anda mungkin akan kaget jika ssaya mengatakan bahwa saya “terlahir” sebagai katolik sama seperti anda. nama baptis saya benedictus sama seperti nama paus kita dan saya dibabptis saat saya belum bisa berbicara dan berfikir apa2

namun keadaan yang membuat saya mempertanyakan segala ini lingkungan saya dan pendidikan yang katholik ternyata hanya memberikan jawaban iman sebagai suatu “simbol tentang keimanan pada yesus ” sebagai tuhan tanpa mempertanya asal usulnya serta otensitasnya,.,.,

namun saya tetap sangt menghargai bahwa ajaran yesus akan kasih merupakan ajaran yang luar biasa, yang mungkin disalahartikan untuk menerima segala penderitaan yg kita terima dengan jaminan surga bila kita beragama katholik,.,…saya habya ingin mencari kebenaran yang hakiki,.,dan jika memungkinkan kenapa kita takut untuk melontarkan ide revolusi gereja bila dianggap perlu,….

namun sekali lagi dengan sekala kerendahan hati saya, saya hanya ingin,.berdiskusi dengan siapa saja tanpa ada emosi dan tapa ada fatwa pendosa terhadap saya,.,.,hal ini yang tidak daat saya temui di lingkungan saya,.,…saya hanya ingin belajar dari semua yang saya temui,.,termasuk dengan anda.,.,,.

TERIMA KASIH.,.,.

GBU – Glenn

Jawaban:

Shalom Glenn,

Terima kasih atas tanggapannya. Berikut ini adalah tanggapan dari saya:

I. Tentang Iman dan akal budi:

1) Glenn mengutip tulisan saya “…kita tidak dapat mendasarkan pengetahuan akan kepercayaan pada Yesus sebagai Tuhan hanya berdasarkan pada filosofi, maka saya mencoba melihat peran dari wahyu Allah dan filosofi (reason) atau iman (faith) dan akal budi (reason)…” Dalam hal ini saya memang melihat hubungan antara iman dan akal budi, dan keduanya akan menghantar kita kepada Allah.

a) Saya telah memaparkan hubungan antara keduanya (iman dan akal budi). Pertanyaan saya, menurut Glenn apakah hubungan antara akal budi dan iman? Apakah tidak ada hubungan sama sekali? Mana yang lebih utama dari keduanya dan apakah alasannya? Apakah keduanya saling bertentangan? Kalau saling bertentangan, siapakah yang menciptakan iman dan akal budi? Kalau kedua-duanya diciptakan oleh Tuhan, mengapa dapat saling bertentangan?

2) Saya menuliskan hubungan antara iman dan akal budi seperti dua sayap burung yang membawa manusia kepada kebenaran. Ini berarti bahwa akal budi diperlukan, sama seperti manusia juga memerlukan iman, untuk mencapai kebenaran. Oleh karena itu saya tidak mengerti dengan pernyataan Glenn “inilah yang menurut saya kaum teolog eropa/tradisonal selalu mengedepankan iman guna memandang ilmu pengatahuan dan sejarah,.,,.dan bukan melandaskan pada ilmu dan pengetahuan serta sejarah yg benar dan rasional guna mendapatkan keimanan yang benar yg bersumber dari sang Ilahi

a) Dari komentar ini, seolah-olah Glenn tidak dapat menerima bahwa akal budi dan iman dapat bekerja sama untuk membawa manusia kepada kebenaran. Mungkin Glenn dapat memperjelas lagi posisi Glenn tentang pernyataan di atas. Dan silakan memberikan contoh-contoh.

b) Manakah ajaran kekristenan yang bertentangan dengan akal budi? Apakah Glenn berpikir bahwa Gereja Katolik mengajarkan iman yang bertentangan dengan akal budi dan tidak berdasarkan sejarah yang benar? Apakah dasarnya anda berpendatap demikian? Apakah Glenn berpendapat bahwa semua acuan harus dari ilmu pengetahuan dan tidak boleh dari iman? Apakah ilmu pengetahuan (akal budi) lebih utama daripada iman? Apakah akal budi mempunyai keterbatasan atau tidak terbatas, atau apakah akal budi dapat salah atau tidak? Kalau akal budi terbatas dan dapat salah, mengapa dapat dijadikan acuan utama?

II. Tentang Yesus dan Paulus.

1) Dari komentar Glenn, maka Glenn ingin mengatakan bahwa pesan Yesus bertentangan dengan pesan Paulus. Dalam hal ini, saya juga tidak mengerti apa hubungannya hal ini dengan kutipan “Fides et Ratio”. Namun, saya akan mencoba menjawab bahwa tidak ada yang bertentangan antara pesan yang disampaikan oleh Yesus dengan pesan yang disampaikan oleh Paulus, karena Paulus hanya memperjelas pesan yang disampaikan oleh Yesus. Mari kita melihat contoh-contoh yang diberikan oleh Glenn:

2) Mt. 5:17 “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Dan kemudian Glenn mempertentangkannya dengan perkataan Paulus, yaitu “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.” (Rm 3:20) dan juga “Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.” (Gal 5:2)

a) Untuk konsep hukum Taurat, saya telah menjawabnya disini (silakan klik), dimana saya mengatakan:

St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:

1) Moral Law: Moral Law atau hukum moral adalah menjadi bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan dipenuhi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.

2) Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan, tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna; sebab Kristus menjadi Anak Domba Allah yang dikurbankan demi menebus dosa-dosa dunia. Maka kurban sembelihan seperti yang disyaratkan di dalam Perjanjian Lama tidak lagi diperlukan, karena telah disempurnakan di dalam kurban Kristus di dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini).

3) Judicial law: Ini adalah merupakan suatu ketentuan yang menetapkan hukuman (sangsi) sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Dalam Perjanjian Lama, Judicial law ini ditetapkan sesuai dengan tradisi bangsa Yahudi. Contoh dari judicial law: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1), hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3), memberikan persembahan persepuluhan (Mal 3:6-12). Setelah kedatangan Kristus di Perjanjian Baru, maka judicial law ini tidak berlaku lagi; sebab Kristus membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga ketentuan hukuman (sangsi) diserahkan kepada pemerintahan bangsa-bangsa lain tersebut, dan di dalam konteks umat Kristiani, maka judicial law ditetapkan oleh Gereja Katolik yang memiliki anggota dari seluruh bangsa.

Jadi tradisi dan law yang bersifat ceremonial law dan judicial law harus dilakukan dalam terang Perjanjian Baru, seperti yang saya tulis di atas.

b) Apakah arti menggenapi hukum taurat tanpa membuang satu titikpun di Mt 5:17-20? Mt. 5:17-20 mengatakan “17 “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. 18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. 20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

1) Pada waktu Yesus mengatakan bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, namun menggenapinya, maka dapat dilihat bahwa “menggenapi” adalah dengan menambahkan apa yang sebelumnya tidak ada, atau dengan melakukan apa yang diperintahkan (lih. St. Agustinus dalam komentarnya tentang ayat ini, yang dituliskan oleh St. Thomas Aquinas dalam Catena Aurea). Jadi Kristus menambahkan apa yang tidak ada sebelumnya, yaitu Diri-Nya sendiri, yaitu Sang Sabda yang menjadi manusia. Dan kalau inti dari hukum Taurat adalah mengasihi Allah dan sesama (Mt 22:37-40), maka Yesus telah memenuhi hukum ini secara sempurna, dengan menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib untuk menghapus dosa kita manusia, sesuai dengan kehendak Allah Bapa.

2) Kalau di dalam hukum taurat apa yang dilakukan di luar (exterior acts) adalah begitu penting, maka Yesus menuntut hal yang lebih sempurna – perbuatan yang baik harus juga didasari oleh intensi yang baik. Inilah sebabnya Yesus mengatakan “20 Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.“(Mt 5:20).

3) Jadi, dalam hal ini, seperti yang saya sebutkan pada point 1), maka Kristus tidak akan menghilangkan “moral law”, namun  “ceremonial law” dan “judicial law“ pada jaman PL tidak berlaku lagi karena telah disempurnakan oleh Kristus dalam terang PB.

c) Dan mengapa Paulus mengatakan “”Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.” (Rm 3:20)? Di sini Paulus ingin menekankah bahwa keselamatan bukanlah dari mengikuti hukum (law), namun seperti yang ditekankan oleh Yesus, bahwa disposisi hati menjadi bagian yang begitu penting. Inilah sebabnya Yesus mengatakan,

“Dan melalui Roh Kristus, seseorang dapat dikuatkan untuk mengikuti perintah Kristus dengan baik. Saya pernah menjawab hubungan tentang hukum (law) dan rahmat (grace) secara singkat di sini (silakan klik).

d) Bagaimana dengan “Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.” (Gal 5:2). Secara prinsip, tulisan dari Rasul Paulus kepada umat di Galasia adalah untuk menyanggah orang-orang kristen Yahudi yang mengatakan bahwa untuk diselamatkan, sunat dan mengikuti hukum Taurat harus dilakukan (Gal 3:1-4). Oleh karena itu, rasul Paulus mengatakan bahwa bukan sunat yang menyelamatkan, namun iman di dalam Kristus. Dan iman di dalam Kristus inilah yang memampukan mereka untuk merdeka dan hidup dalam Roh dan menghasilkan buah-buah Roh, seperti yang disebutkan dalam Gal 5:22-23.

III. Trinitas

1) Pada point ini, Glenn mengatakan “inilah yg saya maksud bahwa umat kristen selalu memandang segala sesuatu dari segi iman yang mereka pahami menurut versi mereka sendiri, padahal dari sisi historis konsep trinitas muncul 300 tahun setelah yesus wafat“. Saya telah memaparkan bahwa Kristus adalah Tuhan telah dikemukakan oleh banyak Bapa Gereja sebelum tahun 325. Ini adalah bukti tertulis. Dan kalau Glenn mengatakan bahwa umat Kristen selalu memandang segala sesuatu dari segi iman yang mereka pahami “menurut versi mereka sendiri“, apakah Glenn ingin mengatakan bahwa seharusnya umat Kristen berpegang pada versi sejarah orang yang salah mengartikan sejarah? Bukankah bukti tulisan Bapa Gereja sebelum tahun 325 yang menyatakan bahwa Kristus adalah Tuhan adalah bukti sejarah? Bagaimana Glenn dapat mengatakan bahwa konsep ke-Allahan Kristus baru dimulai pada tahun 325 di konsili Nicea, sedangkan kenyataannya: 1) Kristus telah dinubuatkan sebelumnya oleh para nabi selama 2000 tahun sebelum Dia lahir, 2) Kristus melakukan bermacam mukjijat yang hanya dapat dilakukan oleh Tuhan dan memenuhi nubuat dari Perjanjian Lama, 3) Banyaknya teks Perjanjian Baru yang menunjukkan ke-Allahan Yesus, 4) Banyaknya tulisan jemaat perdana tentang ke-Allahan Kristus. Kalau semua bukti-bukti tersebut ada, dan Glenn masih tetap berpendapat bahwa ke-Allahan Kristus baru dimulai tahun 325, maka Glenn harus memberikan argumentasi yang membuktikan bahwa semua itu hanyalah karangan belaka.

2) Kemudian Glenn memberikan argumentasi tentang konsep keselamatan. Karena Tuhan telah memberikan jiwa yang bersifat spiritual kepada manusia, maka manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi penciptanya. Mereka yang hidup sebelum kedatangan Kristus diadili menurut hukum yang telah ditulis oleh Tuhan di dalam hati mereka. Namun, kalau mereka diselamatkan, mereka diselamatkan oleh Kristus yang menebus dosa mereka. Diskusi konsep keselamatan dapat dibaca di sini – silakan klik.

3) Dua hal di atas (point 1 dan 2) sebenarnya tidak terlalu berhubungan satu sama lain.

4) Glenn mengatakan sekali lagi “maksud bahwa konsep Trinitas merupakan hasil dari konsep filosofi manusia pada jaman itu, sedangkan tentang Trinitas tidak pernah ada jawaban yg logis tentang keberadaannya selain pada tatran “iman“. Justru saya telah menyanggah beberapa kali dengan argumentasi yang telah saya berikan bahwa manusia tidak mengarang Trinitas, karena Trinitas – yang merupakan kehidupan pribadi Allah – hanya dapat dipahami setelah Kristus yang menyatakan Diri-Nya sebagai manusia dan menjanjikan Roh Kudus untuk menyertai manusia. Namun, Trinitas sendiri tidak berlawanan dengan akal budi. Silakan Glenn membaca artikel tentang Trinitas (silakan klik). Dan Glenn dapat memberikan argumentasi, di bagian mana dari artikel tersebut yang tidak masuk di akal. Dan kembali saya ingin memberikan argumentasi bahwa konsep Trinitas juga telah diajarkan oleh Alkitab dan juga Bapa Gereja sebelum tahun 359 pada Konsili Konstantinopel I.

a) St. Paus Clement dari Roma (menjadi Paus tahun 88-99): Bukankah kita mempunyai satu Tuhan, dan satu Kristus, dan satu Roh Kudus yang melimpahkan rahmat-Nya kepada kita?[2]

b) St. Ignatius dari Antiokhia (50-117) membandingkan jemaat dengan batu yang disusun untuk membangun bait Allah Bapa; yang diangkat ke atas oleh ‘katrol’ Yesus Kristus yaitu Salib-Nya dan oleh ‘tali’ Roh Kudus.[3]

c) St. Polycarpus (69-155), dalam doanya sebelum ia dibunuh sebagai martir, “… Aku memuji Engkau (Allah Bapa), …aku memuliakan Engkau, melalui Imam Agung yang ilahi dan surgawi, Yesus Kristus, Putera-Mu yang terkasih, melalui Dia dan bersama Dia, dan Roh Kudus, kemuliaan bagi-Mu sekarang dan sepanjang segala abad. Amin.”[4]

d) St. Athenagoras (133-190), “Sebab, … kita mengakui satu Tuhan, dan PuteraNya yang adalah Sabda-Nya, dan Roh Kudus yang bersatu dalam satu kesatuan, -Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.”[5]

e) St. Irenaeus (115-202), “Sebab bersama Dia (Allah Bapa) selalu hadir Sabda dan kebijaksanaan-Nya, yaitu Putera-Nya dan Roh Kudus-Nya, yang dengan-Nya dan di dalam-Nya, …Ia menciptakan segala sesuatu, yang kepadaNya Ia bersabda, “Marilah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran Kita.”[6]

f) St. Athanasius (296-373), “Sebab Putera ada di dalam Bapa… dan Bapa ada di dalam Putera…. Mereka itu satu, bukan seperti sesuatu yang dibagi menjadi dua bagian namun dianggap tetap satu, atau seperti satu kesatuan dengan dua nama yang berbeda… Mereka adalah dua,(dalam arti) Bapa adalah Bapa dan bukan Putera, demikian halnya dengan Putera… tetapi natur/ hakekat mereka adalah satu (sebab anak selalu mempunyai hakekat yang sama dengan bapanya), dan apa yang menjadi milik BapaNya adalah milik Anak-Nya.”[7]

g) St. Agustinus (354-430), “… Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah kesatuan ilahi yang erat, yang adalah satu dan sama esensinya, di dalam kesamaan yang tidak dapat diceraikan, sehingga mereka bukan tiga Tuhan, melainkan satu Tuhan: meskipun Allah Bapa memperanakkan Putera, dan Putera datang dari Allah Bapa, Ia yang adalah Putera, bukanlah Bapa, dan Roh Kudus bukanlah Bapa ataupun Putera, namun Roh Bapa dan Roh Putera; dan Ia sama (co-equal) dengan Bapa dan Putera, membentuk kesatuan Tritunggal.”[8]

5) Pada waktu seorang Romo mengatakan bahwa “memang akan sulit bagi kita manusia untuk memahami Trinitas selain dengan hanya dengan iman“, maka Romo tersebut mengatakan bahwa memang akal budi manusia terbatas untuk mengerti “interior life” dari Allah yang tunggal, yang mempunyai tiga Pribadi. Namun hal ini tidak bertentangan dengan akal budi. Untuk membuktikan hal ini, silakan membaca artikel Trinitas yang telah saya berikan link-nya di atas. Setelah membaca artikel tersebut, silakan Glenn memberikan masukan bagian mana yang tidak masuk di akal.

IV. Kitab Suci adalah hasil membuang undi?

1) Glenn mengatakan “berapa persenkah orang kristen yang paham dan mengerti bahwa pemilihahan ayat dalam kitab suci dipilih dengan membuang undi,.,.berapa banyakah orang kristen yg tahu akan isi injil barnabas selain karena fatwa / dogma haram oleh gereja,.tanpa ada eksplanasi logis.,.???” Ini adalah satu topik diskusi sendiri yang telah saya jawab di sini (silakan klik), dimana saya mengatakan:

a) Mari sekarang kita masuk dalam diskusi tentang perkataan Yesus hanya 20% saja, dimana gagasan ini berdasarkan akan The Jesus Seminar. The Jesus seminar beranggotakan beberapa ahli Alkitab dari beberapa gereja, dimana mereka menimbang dan menilai apakah perkataan Yesus di dalam ke- empat Injil dan injil Thomas (tidak termasuk dalam kanonikal) benar-benar merupakan perkataan Yesus, dan kemudian mereka memberikan tanda warna-warna sebagai berikut pada ayat-ayat Injil:

1) Merah, berarti Yesus mengatakannya, merah muda, berarti kemungkinan Yesus mengatakannya, abu-abu yang berarti Yesus tidak pernah mengatakannya namun merupakan refleksi dari ajaran Yesus, dan hitam yang berarti Yesus tidak pernah mengatakannya. Ada beberapa parameter untuk menentukan warna, dan kalau ada ketidaksetujuan, maka mereka melakukan pemungutan suara.

2) Sebagai catatan: anggota awalnya ada sekitar 200 orang yang kemudian dengan berjalannya waktu menjadi sekitar 74 orang dan didominasi oleh orang-orang yang sangat liberal (36 orang lulus atau mengajar “Perjanjian Baru” di Universitas Harvard, Claremont, Vanderbilt, yang termasuk liberal. Tidak ada perwakilan dari Eropa ataupun dari kelompok Orthodox. Ini berarti bahwa hasil pemungutan suara sudah dapat dipastikan hanya mewakili kelompok liberal.

b) Dari beberapa hal di atas, maka The Jesus seminar tidak dapat dipercaya dengan beberapa alasan berikut ini:

1) Keanggotaan dari The Jesus Seminar yang hampir semuanya termasuk dari golongan liberal, dapat dipastikan menghasilkan sesuatu yang terlepas dari tradisi yang berlangsung selama berabad-abad. Parameter voting yang tidak konsisten juga perlu dipertanyakan.

2) Bagaimana para scholars pada jaman modern ini dapat menentukan secara pasti: mana perkataan Yesus dan mana yang bukan, sedangkan para Bapa Gereja dari masa-masa awal kekristenan menganggap bahwa Alkitab adalah benar-benar wahyu Tuhan dan Yesus benar-benar mengatakan apa yang ditulis di dalam Injil? Apakah kita beranggapan bahwa kita lebih tahu daripada saksi-saksi di abad-abad awal?

Mungkin Glenn dapat membayangkan, kalau misalkan kita ingin tahu secara persis kehidupan kakek dari kakek Glenn. Maka kita akan lebih mempercayai perkataan dari para saksi di jaman kakek dari kakek anda daripada orang yang hidup di masa sekarang. Bayangkan kalau ini terjadi 2,000 tahun yang lalu – kita lebih percaya saksi-saksi awal atau para ahli yang sekarang?

3) The Jesus Seminar berusaha untuk tidak memasukkan unsur-unsur supernatural dalam Injil. Ini adalah suatu pemisahan antara Yesus di dalam sejarah dan Yesus yang diimani. Ingrid telah membuat artikel tentang hal ini, yang intinya bahwa Yesus yang ada di dalam sejarah adalah sama dengan Yesus yang diimani oleh orang Kristiani (silakan klik).

2) Jadi, berapa banyak orang yang terjebak dengan kesalahan yang menyatakan bahwa Alkitab adalah merupakan produk dari hasil membuang undi, padahal hal ini diprakasai oleh Robert Funk di tahun 1985. Kalau memang Alkitab hanyalah produk membuang undi, saya ingin bertanya kepada Glenn:

a) Apakah Glenn mempercayai the Jesus Seminar yang dibuat di tahun 1985 dibandingkan dengan Alkitab saat ini, yang merupakan wahyu Allah sendiri, yang ditulis pada saat begitu banyak saksi mata masih hidup, yang diperjuangkan dengan begitu banyak darah para martir? Apakah para martir yang disiksa karena mempertahankan Alkitab dan iman kepada Kristus sebenarnya hanya mempertahankan suatu produk undian?

b) Bagaimana kita dapat menerangkan hal berikut ini:

1) Sebuah mitos tidak mungkin dapat dibuat dalam jangka waktu yang terlalu dekat dengan kejadian aslinya, yaitu pada saat banyak saksi mata kejadian yang masih hidup dan dapat ditanyakan konfirmasinya. Injil ditulis pada generasi yang sama dengan para saksi mata tersebut. Injil Matius pada tahun 50 AD, Lukas dan Markus sekitar 62-68 AD, dan Yohanes tahun 90 AD.[3] Juga penting diketahui, bahwa para pengarang Injil adalah saksi Kristus yang terdekat: Matius dan Yohanes adalah Rasul Yesus, Markus adalah pembantu terdekat Rasul Petrus, dan Lukas adalah pembantu terdekat Rasul Paulus. Jadi, kita dapat mempercayai keaslian dan kebenaran tulisan mereka. Seandainya isi keempat Injil tersebut tidak benar, harusnya terdapat bukti sejarah dari abad pertama yang menyangkal kebenaran Injil (terutama soal kebangkitan Yesus). Namun kenyataannya, tidak ada satupun klaim pada abad awal yang menyangkal kebenaran tersebut yang dapat ditemukan dalam sejarah.[4] Rasul Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus (55-56 AD) secara jelas menyebutkan Kebangkitan Kristus yang pada suatu kesempatan disaksikan lebih dari 500 orang, dan banyak dari antara mereka masih hidup dan dapat ditanya konfirmasinya (lih. 1 Kor 15:3-8).

2) Sangat tidak mungkin jika kita berpikir bahwa para rasul dapat membuat kebohongan yang konsisten, sebab manusia pada dasarnya lemah dan mudah ‘jatuh’ oleh tawaran suap. Satu kesempatan tawaran saja dapat mengubah semuanya, namun demikian, tidak satupun dari mereka mengubah kesaksian mereka tentang Yesus, walaupun mereka dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh sebagai martir karena kesaksian tersebut. Ini membuktikan bahwa yang mereka katakan tentang Yesus adalah kebenaran, sebab sangat tidak mungkin orang rela mati untuk membela sebuah kebohongan.

3) Sangat tidak mungkin bahwa serangkaian mitos dapat dibuat pada jaman sejarah (di mana segala sesuatu dapat dibuktikan benar atau tidaknya) dan mitos tersebut mendapatkan penghormatan dari banyak orang.

4) Joseph Ratzinger/ Paus Benediktus XVI dalam bukunya, Jesus of Nazareth mengatakan bahwa tidak mungkin bahwa sekelompok orang yang tidak terkenal ini (para rasul yang mayoritas hanya nelayan) dapat begitu kreatif dan begitu meyakinkan dan dapat mempengaruhi seluruh dunia. Menjadi lebih logis jika kesaksian yang mereka sampaikan sungguh-sungguh terjadi.[5]

5) Pertumbuhan jemaat Kristen yang begitu pesat pada abad pertama hanya dapat dijelaskan oleh kesaksian hidup para murid yang mencerminkan kekudusan, jumlah para murid yang dibunuh sebagai martir untuk membela iman mereka, termasuk di dalamnya hampir semua rasul Yesus, dan ke-empat tanda Gereja yang terbentuk pada saat itu: satu, kudus, katolik dan apostolik. Mitos atau legenda tidak akan mungkin pernah mempengaruhi banyak orang untuk percaya, apalagi sampai menyerahkan hidup mereka.

V. Pernyataan St. Thomas Aquinas

1) Glenn menyatakan ketidaksetujuan akan pernyataan St. Thomas yang mengatakan “Semua ahli filosofi sebelum kedatangan Yesus kalah kalau dibandingkan dengan wanita tua yang mungkin kurang berpendidikan, namun beriman kepada Yesus.” Tentu saja dalam hal ini bukan berarti bahwa otak dari wanita tua tersebut lebih hebat dari para filsuf. Yang dimaksud di sini adalah, karena wanita itu telah beriman kepada Kristus, ia telah masuk kepada suatu misteri yang luar biasa, tanpa perlu mencari sendiri kebenaran tersebut. Berapa banyak filsuf yang mencoba mencari arti hidup, kebahagiaan, pengharapan, kasih, Tuhan yang satu – maha baik, dll. Namun semuanya itu terjawab dengan iman kepada Kristus.

Glenn menyatakan bahwa pernyataan dari St. Thomas Aquinas adalah “merupakan pernyaataan subjektif dan tanpa melalui proses diskursus yg demokratis guna mendapatkan kesepakatan yg hakikki yg benar secara akal budi dan iman yang benar.” Pertanyaannya adalah:

a) Dimanakah letak subyektifitasnya?

b) Apakah kesepakatan hakiki yang benar secara akal budi dan iman harus mendapatkan kesepakatan dan melalui proses diskursus yang demokratis? Kalau begitu, apakah kebenaran tergantung dari suara mayoritas?

VI. Gereja Katolik – Yesus Tuhan

1) Glenn memberikan meragukan akan mukjijat yang dibuat oleh Yesus, yang membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan. Bahkan Glenn bertanya “apakah anda hendak mengatakan bahwa mukjizat yesus lebih hebah dan dasyat dibanding nabi musa , nabi nuh, dll?” Jawaban saya adalah “YA”, Yesus lebih besar daripada mereka semua, karena mereka semua adalah ciptaan, sedangkan Yesus adalah Tuhan, Sang Pencipta yang menjelma menjadi manusia. Berikut ini adalah perkataan dan mukjijat yang dilakukan oleh Yesus yang membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan:

a) Pertama-tama, ketika berusia 12 tahun dan Ia diketemukan di Bait Allah, Yesus mengatakan bahwa bait Allah adalah Rumah Bapa-Nya (lih. Luk 2:49). Dengan demikian, Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Putera Allah.

b) Pernyataan ini ditegaskan kembali oleh Allah Bapa pada saat Pembaptisan Yesus, saat terdengar suara dari langit, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.”(Luk 3:22).

c) Pada saat Yesus memulai pengajaranNya, terutama dalam Khotbah di Bukit (Delapan Sabda Bahagia), Ia berbicara di dalam nama-Nya sendiri, untuk menyatakan otoritas yang dimiliki-Nya (Mat 5:1-dst). Ini membuktikan bahwa Ia lebih tinggi dari Musa dan para nabi[6], sebab Musa berbicara dalam nama Tuhan (lih. Kel 19:7) ketika Ia memberikan hukum Sepuluh Perintah Allah; tetapi Yesus memberikan hukum dalam nama-Nya sendiri, “Aku berkata kepadamu….” Hal ini tertera sedikitnya 12 kali di dalam pengajaran Yesus di Mat 5 dan 6, dan dengan demikian Ia menegaskan DiriNya sebagai Pemberi Hukum Ilahi (the Divine Legislator) itu sendiri, yaitu Allah. Demikian pula dengan perkataan “Amen, amen…”, pada awal ajaranNya, Yesus menegaskan segala yang akan diucapkan-Nya sebagai perintah; bukan seperti orang biasa yang mengatakan ‘amen’ diakhir doanya sebagai tanda ‘setuju’.

d) Jadi dengan demikian Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Taurat Allah yang hidup, suatu peran yang sangat tinggi dan ilahi, sehingga menjadi batu sandungan bagi orang-orang Yahudi untuk mempercayai Yesus sebagai Sang Mesias. Hal ini dipegang oleh banyak orang Yahudi yang diceriterakan dengan begitu indah dalam buku Jesus of Nazareth, yaitu dalam percakapan imajiner seorang Rabi Yahudi dengan Rabi Neusner,[7] mengenai bagaimana mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan inilah yang dimaksudkan oleh Yesus ketika Ia berbicara dengan orang muda yang kaya, “Jika engkau mau sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan bagikanlah kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Mat 19:21). “Aku” di sini hanya mungkin berarti Tuhan sendiri.

e) Yesus menyatakan DiriNya sebagai Seorang yang dinantikan oleh para Nabi sepanjang abad (lih. Mat 13:17). Ia juga berkata,“…supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, … sampai Zakharia… semuanya ini akan ditanggungkan pada angkatan ini!” (Mat 23:34-36). Secara tidak langsung Ia mengatakan bahwa darah-Nya yang akan tertumpah dalam beberapa hari berikutnya merupakan rangkuman dari penumpahan darah orang yang tidak bersalah sepanjang segala abad.

f) Yesus sebagai Tuhan juga terlihat dengan jelas dari segala mukjizat yang dilakukan dalam nama-Nya sendiri, yang menunjukkan bahwa kebesaran-Nya mengatasi segala sesuatu. Yesus menghentikan badai (Mat 8: 26; Mrk 4:39-41) menyembuhkan penyakit (Mat 8:1-16), mengusir setan (Mat 8:28-34), mengampuni dosa (Luk5:24; 7:48), dan membangkitkan orang mati (Luk 7:14; Yoh 11:39-44). Di atas semuanya itu, mukjizat-Nya yang terbesar adalah: Kebangkitan-Nya sendiri dari mati (Mat 28:9-10; Luk 24:5-7,34,36; Mrk 16:9; Yoh 20:11-29; 21:1-19).

g) Pada saat Ia menyembuhkan orang yang lumpuh, Yesus menyatakan bahwa Ia memiliki kuasa untuk mengampuni dosa (Mat 9:2-8; Luk5:24), sehingga dengan demikian Ia menyatakan DiriNya sebagai Tuhan sebab hanya Tuhan yang dapat mengampuni dosa.

h) Pada beberapa kesempatan, Yesus menyembuhkan para orang sakit pada hari Sabat, yang menimbulkan kedengkian orang-orang Yahudi. Namun dengan demikian, Yesus bermaksud untuk menyatakan bahwa Ia adalah lebih tinggi daripada hari Sabat (lih. Mat 12:8; Mrk 3:1-6).

i) Yesus juga menyatakan Diri-Nya lebih tinggi dari nabi Yunus, Raja Salomo dan Bait Allah (lih. Mt 12:41-42; 12:6). Ini hanya dapat berarti bahwa Yesus adalah Allah, kepada siapa hari Sabat diadakan, dan untuk siapa Bait Allah dibangun.

j) Yesus menyatakan Diri-Nya sebagai Tuhan, dengan berkata “Aku adalah… (I am)” yang mengacu pada perkataan Allah kepada nabi Musa pada semak yang berapi, “Aku adalah Aku, I am who I am” (lih. Kel 3:14):

Pada Injil Yohanes, Yesus mengatakan “Aku adalah….” sebanyak tujuh kali: Yesus menyatakan Dirinya sebagai Roti Hidup yang turun dari Surga (Yoh 6:35), Terang Dunia (Yoh 8:12), Pintu yang melaluinya orang diselamatkan (Yoh 10:9), Gembala yang Baik yang menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (Yoh 10:10), Kebangkitan dan Hidup (Yoh 11:25), Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6), Pokok Anggur yang benar (Yoh 15:1).

Yesus menyatakan diri-Nya sebagai sumber air hidup yang akan menjadi mata air di dalam diri manusia, yang terus memancar sampai ke hidup yang kekal (Yoh 4:14). Dengan demikian Yesus menyatakan diri-Nya sebagai sumber rahmat; hal ini tidak mungkin jika Yesus bukan Tuhan, sebab manusia biasa tidak mungkin dapat menyatakan diri sebagai sumber rahmat bagi semua orang.

Yesus menyatakan, “Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6); dan dengan demikian Ia menempatkan diri sebagai Pengantara yang mutlak bagi seseorang untuk sampai kepada Allah Bapa.

Ia menyatakan bahwa “… kamu akan mati dalam dosamu… jika kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia” (Yoh 8:24) yang datang dari Bapa di surga (lih. Yoh 21-29).

Yesus mengatakan, “Aku ini (It is I)…”, pada saat Ia berjalan di atas air (Yoh 6:20) dan meredakan badai.

Yesus mengatakan, “Akulah Dia,” pada saat Ia ditangkap di Getsemani.

Ketika Yesus diadili di hadapan orang Farisi, dan mereka mempertanyakan apakah Ia adalah Mesias Putera Allah, Yesus mengatakan, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.”[8]

Mungkin yang paling jelas adalah pada saat Yesus menyatakan keberadaan DiriNya sebelum Abraham, “…sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” (Yoh 8:58)

Dengan demikian, Yesus menyatakan DiriNya sudah ada sebelum segala sesuatunya dijadikan. Dan ini hanya mungkin jika Yesus sungguh-sungguh Tuhan. Mengenai keberadaan Yesus sejak awal mula dunia dinyatakan oleh Yesus sendiri di dalam doa-Nya sebelum sengsara-Nya, “Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.” (Yoh 17:5)

k) Dengan keberadaan Yesus yang mengatasi segala sesuatu, dan atas semua manusia, maka Ia mensyaratkan kesetiaan agar diberikan kepadaNya dari semua orang. “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10:37). Ia kemudian berkata bahwa apa yang kita lakukan terhadap saudara kita yang paling hina, itu kita lakukan terhadap Dia (lih. 25:40). Ini hanya dapat terjadi kalau Yesus adalah Tuhan yang mengatasi semua orang, sehingga Dia dapat hadir di dalam diri setiap orang, dan Ia layak dihormati di atas semua orang, bahkan di atas orang tua kita sendiri.

l) Yesus menghendaki kita percaya kepada-Nya seperti kita percaya kepada Allah (lih. Yoh 14:1), dan Ia menjanjikan tempat di surga bagi kita yang percaya. Dengan demikian Ia menyatakan diriNya sebagai yang setara dengan Allah Bapa, “Siapa yang melihat Aku, melihat Bapa, (Yoh 14:9), Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa (Yoh 10:38). Tidak ada seorangpun yang mengenal Anak selain Bapa, dan mengenal Bapa selain Anak (lih. Mat 11:27). Yesus juga menyatakan DiriNya di dalam kesatuan dengan Allah Bapa saat mendoakan para muridNya dan semua orang percaya, ”… agar mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau…” (Yoh 17:21). Ini hanya mungkin jika Ia sungguh-sungguh Tuhan. Pernyataan Yesus ini berbeda dengan para pemimpin agama lain, seperti Muhammad dan Buddha, sebab mereka tidak pernah menyatakan diri mereka sendiri sebagai Tuhan.

m) Ketika Yesus menampakkan diri kepada para murid setelah kebangkitan-Nya, Thomas, Rasul yang awalnya tidak percaya menyaksikan sendiri bahwa Yesus sungguh hidup dan ia berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku”. Mendengar hal ini, Yesus tidak menyanggahnya (ini menunjukkan bahwa Ia sungguh Allah), melainkan Ia menegaskan pernyataan ini dengan seruanNya agar kita percaya kepadaNya meskipun kita tidak melihat Dia (Yoh 20: 28-29).

n) Yesus menyatakan Diri sebagai Tuhan, dengan menyatakan diriNya sebagai Anak Manusia, yang akan menghakimi semua manusia pada akhir jaman (lih. Mat 24:30-31), sebab segala kuasa di Surga dan di dunia telah diberikan kepada-Nya, seperti yang dikatakanNya sebelum Ia naik ke surga, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus…” (Mat 28:18). Dengan demikian, Yesus menyatakan diriNya sebagai Pribadi Kedua di dalam Allah Tritunggal Maha Kudus, dan dengan kuasaNya sebagai Allah ini maka ia akan menghakimi semua manusia di akhir dunia nanti, seperti yang dinubuatkan oleh nabi Daniel (Dan 7:13-14). Yesus tidak mungkin membuat pernyataan sedemikian, jika Ia bukan sungguh-sungguh Tuhan.

2) Bagaimana Tuhan dapat mengatakan:

a) “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” (Mt 26:42). Untuk menjawab hal ini, kita harus mengerti hakekat dari Yesus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Di dalam diri Yesus, ada dua kodrat (manusia dan Tuhan). Masing-masing kodrat mempunyai akal budi (reason), yang terdiri dari akal (intellect) dan kehendak (will). Oleh karena itu, Yesus mempunyai dua akal budi. Pada saat Yesus mengatakan “jadilah kehendak-Mu (Bapa)“, maka ini berarti bahwa Yesus dengan akal budi manusia berpasrah sepenuh-Nya kepada kehendak Bapa. Di sini Yesus juga ingin mengajarkan kepada manusia, untuk senantiasa melaksanakan kehendak Bapa. Itulah sebabnya rasul Paulus mengatakan “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.” (Rm 5:19).

b) “46 Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mt 27:46) – Saya pernah menjawabnya di sini (silakan klik).

VII. Tentang Perjanjian Baru.

1) Glenn mengatakan “tentang perjanjian baru sebenarnya akan muncul permasalahan baru mengenai otensitas dari ayat2 dalam perjanjian baru yg mana tokoh2 sebelum konsili nicea yg anda sebutkan akan sangat mempunyai peranan penting“.

a) Silakan menyampaikan bukti-bukti tentang pernyataan di atas. Bagian mana dari ayat-ayat tersebut yang tidak otentik?

b) Glenn mengatakan “dalam ayat perjanjian baru akan sangat mudah ditemui ayat2 yg saling bertentangan.” Silakan memberikan ayat-ayat yang bertentangan, dan saya akan mencoba untuk menjawabnya semampu saya (kalau saya bisa). Rasul Petrus mengatakan “Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.” (2 Pet 3:16). Itulah sebabnya, Gereja Katolik percaya bahwa Alkitab tidak dapat menginterpretasikan sendiri, sehingga Kristus juga mendirikan Gereja-Nya, yang dapat menjadi pilar kebenaran untuk menyampaikan harta kekayaan rohani ini dari generasi ke generasi secara murni.

c) Lebih lanjut Glenn mengutip Thomas Paine “sungguh mudah untuk mengatakan bohong, namun akan sangat susah untuk mempertahankan kebohongan itu” Saya tidak terlalu jelas dengan maksud Glenn untuk mengutip kalimat ini. Apakah Glenn ingin mengatakan bahwa ayat-ayat di dalam Alkitab hanyalah sebuah kebohongan belaka? Kalau memang Glenn berpendapat seperti itu, apakah Glenn dapat memberikan argumentasi untuk mendukung pendapat ini?

VIII. Injil dan Bapa Gereja

1) Glenn mengutip pernyataan dari Irenaeus yang mengatakan “INJIL ADALAH PONDASI GEREJA DAN GEREJA TELAH TERSEBAR DI SELURUH DUNIA SEDANG DUNIA TERDIRI DARI 4 BENUA (?) MAKA PATUTLAH BILA DIAMBIL 4 BUAH INJIL. KEMUDIAN INJIL ADALAH NAFAS KEHIDUPAN ILAHI ATAU NAPAS MANUSIA’ JUGA DI DUNIA TERDAPAT 4 MATA ANGIN MAKA DENGAN DEMIKIAN INJIL JUGA HARUS 4. ATAU KALAM (LOGOS ; FIRMAN) PENCIPTA DUNIA MEMPUNYAI THERUBIM, THERUBIM MEMPUNYAI 4 TUBUH NAKA LOGOS JUGA MEMBERIKAN 4 BUAH INJIL” Kutipan tersebut diambil dari Book III, Ch 11. No.8. St. Irenaeus membuat pernyataan tersebut karena pada saat tersebut ada pengikut Gnostic yang ingin menambahkan Injil, seperti bidaah Valentinus menambahkan pseudo-gospel, yang dimanakan “Gospel of Truth“. Tulisan di atas, di dalam teologi disebut “argument of fittingness” dan ini diberikan setelah St. Irenaeus sendiri memberikan bukti-bukti berikut ini.

Mungkin kutipan di atas terlihat seolah tidak memberikan argumentasi yang kuat tentang adanya ke-4 Injil, namun yang Glenn tidak kutip adalah alasan sebenarnya dari St. Irenaeus mengapa dia percaya bahwa ada empat Injil. Hal ini dikatakannya di Book III, Ch. 1. No.1, dimana dia mengatakan: (ditulis tahun 180 AD).

We have learned from none others the plan of our salvation, than from those through whom the Gospel has come down to us, which they did at one time proclaim in public, and, at a later period, by the will of God, handed down to us in the Scriptures, to be the ground and pillar of our faith…. For, after our Lord rose from the dead, [the apostles] were invested with power from on high when the Holy Spirit came down [upon them], were filled from all [His gifts], and had perfect knowledge: they departed to the ends of the earth, preaching the glad tidings of the good things [sent] from God to us, and proclaiming the peace of heaven to men, who indeed do all equally and individually possess the Gospel of God. Matthew also published a gospel in writing among the Hebrews in their own language, while Peter & Paul were preaching the gospel and founding the church in Rome. But after their death, Mark, the disciple & interpreter of Peter, also transmitted to us in writing what Peter used to preach. And Luke, Paul’s associate, also set down in a book the gospel that Paul used to preach. Later, John, the Lord’s disciple—the one who lay on his lap—also set out the gospel while living at Ephesus in Asia Minor.

Dan bukti tersebut di atas sangat penting, karena St. Irenaeus sendiri adalah murid dari rasul Yohanes.

2) Apa yang dikatakan oleh Origen (185-254)

First written was that according to Matthew, once publican but later apostle of Jesus Christ, who published it for the believers from Judaism, composed in Hebrew letters. Second was by Mark, who composed as Peter led him, whom he avowed as son in the catholic epistle, saying as follows: “She who is in Babylon, chosen together, sends you greetings and so does my son Mark.” [1 Pet. 5:17]. And third, that according to Luke, who has composed for those from the Gentiles the gospel praised by Paul; after all of them, that according to John.”  (Comm. In Matth. I, quoted in Eusebius, History of the Church, 6, 25, 3-6.)

Semoga dengan bukti-bukti tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih jelas akan keaslian dari ke-empat Injil.

IX. Konsili Nicea (325).

Konsili Nicea dipicu oleh bidaah Arius, yang mengajarkan bahwa Tuhan bukanlah Tritunggal Maha Kudus, Yesus hanyalah seperti “super-archangel“, bukan sehakikat dengan Bapa, Yesus bukanlah Tuhan, namun dipandang mempunyai kodrat di tengah-tengah antara Tuhan dan manusia. Tentu saja pengajaran ini ditentang oleh begitu banyak uskup, sampai akhirnya Patriarkh Alexander mengekskomunikasi Arius dari Gereja Alexandria. Namun, Arius mempunyai hubungan yang baik dengan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan, dalam hal ini uskup Caesarea di Palestina dan uskup Nicomedia. Uskup Nicomedia mempunyai hubungan dekat dengan “imperial court” dan teman dari Constantia saudara perempuan dari Constantine. Uskup Eusebius dari Nicomedia inilah yang menjadi “pelindung” Arius.

Karena Constantine pada tahun 323 berhasil membuat kerajaannya damai, maka dia tidak mau ada kekacauan. Oleh karena itu, dia mengundang para uskup untuk menyelesaikan masalah keagamaan ini. Constantine yang memang waktu itu belum dibaptis, tidak mempunyai motif yang sama seperti St. Athanasius – yang benar-benar ingin mempertahankan iman kekristenan.

Konsili Nicea akhirnya dihadiri oleh 300 uskup, yang mayoritas berasal dari bagian Timur dari kerajaan. Dan hasilnya, seperti yang dicatat dalam sejarah, hampir dengan suara bulat, mereka menyatakan bahwa Kristus adalah Tuhan. Ada sekitar 17 orang dari 300 uskup yang ragu-ragu, walaupun akhirnya mereka menyetujui “Nicene Creed”. Ada dua orang, termasuk Arius yang tidak menyetujui Nicene Creed.

Namun, dengan intrik-intrik, partai Arian mempengaruhi pihak kerajaan, sampai akhirnya mereka mengasingkan St. Athanasius. Akhirnya Constantine sendiri berpihak kepada Arians, dan dukungan terhadap partai Arian terus berlanjut sampai Constantius II (memerintah 337-361). Eusebius dari Nicomedia berhasil meyakinkan raja untuk memberikan tekanan kepada para patriarkh, agar mereka dapat menerima kembali Arius ke dalam Gereja – yang tentu saja ditolak oleh St. Athanisius dan juga St. Eustachius dari Antiokh. Partai Arian mengasingkan mereka, dan berencana untuk membuat konsili yang memberikan perintah agar Arius diterima kembali ke dalam Gereja Katolik. Namun, uskup Alexander dari Konstantinopel meminta kepada semua umat untuk berpuasa seminggu lamanya agar tidak terjadi konsili. Dan pada malam hari sebelum kemenangan Arius dinyatakan melalui konsili, Arius meninggal secara mendadak. (Silakan membaca Cardinal Newman, The Arians of the Fourth Century, hal 268-269). Dan akhirnya pengaruh dari partai Arian pudar karena pelindung dari partai ini, yaitu raja Constantine meninggal.

Demikianlah sejarah singkat tentang konsili Nicea.

X. Teologi Pembebasan

1) Saya telah memberikan argumentasi saya tentang teologi pembebasan yang tidak sesuai dengan iman Gereja Katolik di sini (silakan klik). Dan tentu saja saya telah membaca tentang apakah teologi pembebasan. Kalau Glenn berpendapat bahwa teologi pembebasan adalah sesuatu yang lebih baik daripada teologi yang ada di dalam Gereja Katolik, silakan Glenn memberikan bukti-bukti dan argumentasi.

XI. Penutup.

Akhirnya, saya berharap bahwa Glenn dapat melihat iman Gereja Katolik bukan hanya sesuatu yang tidak mempunyai dasar teologis atau sejarah yang tidak jelas. Bahkan Kardinal Henry Newmann, seorang Anglikan menjadi Katolik setelah dia mempelajari sejarah kekristenan.

Saya tidak tahu agama apa yang Glenn anut saat ini, namun dari argumentasi yang Glenn kemukakan, Glenn banyak sekali mendapatkan sumber informasi yang tidak benar. Semoga dengan diskusi ini, minimal Glenn dapat melihat ada kebenaran di dalam iman akan Kristus dan Gereja Katolik. Kalau Glenn ingin mencari kebenaran yang hakiki, Glenn hanya perlu untuk kembali ke rumah Glenn yang sebenarnya, yaitu Gereja Katolik. Masalahnya bukan takut atau tidak takut untuk melontarkan ide revolusi, seperti yang Glenn kemukakan. Yang menjadi masalah adalah apakah kita mempunyai pengertian yang benar akan iman kita, sebelum kita melontarkan ide-ide kita.

Banyak orang yang mencoba merombak Gereja, melakukan ide-ide revolusi. Namun cara membangun Gereja yang paling efektif adalah dengan cara hidup kudus, seperti yang dicontohkan oleh para kudus. Mereka membuktikan bahwa iman kepada Kristus dan Gereja Katolik mengubah kehidupan mereka dan mereka menjadi saksi yang hidup yang memberikan terang Kristus, baik dengan perbuatan, atau dengan perkataan. Semoga pencarian kebenaran ini akan membawa Glenn kembali ke Gereja Katolik. Saya turut berdoa.

Mengapa Gereja Katolik tidak mengajarkan Kerajaan literal 1000 Tahun

10

[Dari Katolisitas: Berikut ini adalah salah satu teori Premillennialism, yang mengimani bahwa akan ada 1000 tahun Kerajaan damai yang akan dipimpin oleh Yesus Kristus di dunia sesudah Kedatangan-Nya yang ke dua di dunia. Gereja Katolik tidak mengajarkan hal ini, dan Ingrid akan menjawab mengapa demikian, menurut dasar Alkitab]

Pertanyaan:

Salam damai sejahtera

Dear Ingrid
Sekali lagi tentang Kerajaan 1000 tahun damai

KERAJAAN 1000 TAHUN
Ini adalah :
A.Hari Sabat Allah
Di dalam rencana dan pekerjaanNya, Allah biasanya memakai satuan waktu : SABAT, yaitu : 6 hari kerja + 1 hari perhentian = 7 hari
Penciptaan alam semesta dalam Kej 1 dilakukan dalam 1 (satu) sabat.

Kej 2 : 2 – 3 (Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.)

Tanda2 khas dari hari yang ke tujuh (sabat) ini ialah :
1. Berhenti bekerja, ada perhentian
2. Menyucikannya
3. Memberkatinya

Sesudah Adam Hawa jatuh dalam dosa, Allah mulai lagi bekerja untuk menebus umat manusia, dan ini yang direncanakanNya dalam 7 hari Allah yaitu satu sabat Allah.

1 hari Allah = 1000 tahun manusia (2Pet 3 : 8)
7 hari Allah = 7000 tahun

Jadi rencana Allah untuk manusia akan diselesaikan dalam 6000 tahun (sejak kejatuhan Adam Hawa), lalu akan ada perhentian selama 1000 tahun.
Jadi Kerajaan 1000 tahun ini adalah hari sabat Allah.
Sebab itu kita juga menemukan tanda2 sabat dalam Kerajaan 1000 tahun ini yaitu :
1. Ada perhentian, iblis dan pengikutnya dipenjarakan, sehingga tidak ada lagi peperangan pada masa ini.
2. Kerajaan 1000 tahun ini disucikan.
Ini dilaksanakan dengan pemerintahan tongkat besi yang keras sekali, sehingga betul2 Kerajaan 1000 tahun ini menjadi suci.
3. Kerajaan 1000 tahun ini diberkati.
Dahulu pada waktu Adam Hawa berdosa, bumi ini dikutuki sehingga rusak, tetapi sekarang dalam Kerajaan 1000 tahun ini bumi dipulihkan dan diberkati, sehingga keadaannya menjadi indah seperti di Eden.
Jadi Kerajaan 1000 tahun adalah hari sabat Allah diatas bumi.

B. Bumi yang dipulihkan.
Mari kita sama2 melihat keadaan pada waktu
1.Selesai penciptaan alam
2.Sesudah dosa masuk
3.Sesudah pemulihan

Keadaan sesudah penciptaan semesta selesai.
Kej 1 : 31 (Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.)

Pada waktu Allah selesai menciptakan bumi ini, semua keadaannya amat baik, tidak ada dosa maupun segala akibatnya, tidak ada hal2 yang jahat atau kerusakan.

Keadaan sesudah dosa masuk
Oleh karena kejatuhan Adam Hawa, maka dosa masuk dalam manusia dan seluruh bumi.
Maka sebagai akibatnya bumi kena kutuk dan semua menjadi rusak, segala yang jahat timbul di mana2
Kej 3 : 17 (………..maka terkutuklah tanah karena engkau ……….)

Sebelum bumi ini dikutuki keadaan bumi dan isinya tidak sama dengan keadaan yang sekarang.
Tidak ada makluk yang makan daging / darah, semua makan tumbuh2an. Manusia makan buah2an.
Singa,beruang dll makan rumput,nyamuk tidak menghisap darah, kalajengking tidak menyengat, ular tidak berbisa dan seterusnya.

Tetapi sesudah bumi dikutuki Tuhan, keadaannya berubah rusak ditambah dengan semua akibat2 dosa.
Perkataan : “ …….. terkutuklah bumi ……” ini sangat hebat akibatnya. Semua berubah!
Binatang berubah menjadi garang dan kejam, singa makan domba dan binatang lainnya, nyamuk mulai menggigit dan menghisap darah dan seterusnya.
Juga dunia tumbuhan berubah menjadi cepat layu dan rusak.
Seluruh bumi dan isinya termasuk juga manusia terkena akibatnya.
Jadi sekarang ini sebetulnya kita hidup di dalam bumi yang relatif sudah rusak oleh dosa.

Keadaan sesudah pemulihan
Tuhan sudah merencanakan pada saatnya akan mengadakan pemulihan bagi bumi dan isinya.
Ini terjadi pada waktu Tuhan Yesus turun dari Sorga dalam kedatanganNya kembali untuk memerintah seluruh bumi.

Kis 3 : 21 (Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu.)

BAGAIMANA PEMULIHAN ITU TERJADI ?
Dasarnya : Golgota
Kutuk dosa yang dijatuhkan atas dosa Adam Hawa dan yang mengenai seluruh dunia, itu sudah ditanggung oleh Anak Domba Allah di Golgota.

Gal 3 : 13 (Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!”)

Sebab itu di dalam Kristus, kita bebas dari kutuk dosa, sebab sudah dibayar lunas oleh Tuhan Yesus diatas kayu salib (Kol 2 : 14)
Sesudah dibebaskan dari dosa dan kutuk dosa maka barulah nampak kemuliaan hari sabat Allah.
Ini hanya oleh pengorbanan Kristus dapat timbul pemulihan ini .

Perhentian : iblis dipenjarakan
Tidak ada lagi peperangan dengan iblis dan pengikutnya, sebab mereka dipenjarakan selama 1000 tahun ( Wah 20 : 1-3) yaitu selama Kerajaan 1000tahun ini berlangsung.
Sehingga bumi menjadi damai sepenuhnya, mengalami perhentian.

Disucikan dalam pemerintahan tongkat besi.
Pemerintahan ini sangat keras, setiap dosa bahkan rencana dosapun dihukum (sebab pemerintahnya adalah Allah yang maha tahu)

Wah 2 : 27 (dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk–sama seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku–)

Diberkati di dalam Hadirat Tuhan Yesus dan orang-orang suci Nya.
Dalam Mat 17 : 1-6 Tuhan Yesus berada didalam kemuliaanNya.
Pada saat itu murid2 merasakan begitu indah dan keberkatan, sehingga mereka tidak mau turun lagi.
Lebih2 disini Tuhan Yesus berada dalam kemuliaanNya selama 1000 tahun

Inilah faktor2 yang menyebabkan bumi dipulihkan kembali.
Ini sesuai dengan rencana Allah sejak dari awal dunia ini.
Dalam Kerajaan 1000 tahun inilah bumi dipulihkan dengan segenap isinya

KEADAAN BUMI YANG DIPULIHKAN.
Dunia Binatang
Binatang2 itu berubah seperti di taman Eden yaitu sebagaimana diciptakan oleh Allah pada mulanya. Semua keadaan dan sifat yang timbul sebagai akibat dari dosa dan kutuknya, sekarang lenyap.
Ini sudah pernah terjadi pada waktu binatang2 masuk dalam bahtera NUH ! (Kej 7 : 8-9)
Pada waktu itu binatang2 sudah berubah seperti dalam Kerajaan 1000 tahun ini, namun hanya selama satu tahun sepuluh hari saja ( Kej 7 : 11 & Kej 8 : 14) dan hanya pada binatang2 yang masuk dalam bahtera.
Nuh sekeluarga menikmati hidup yang luar biasa di dalam bahtera dengan dunia binatang yang sudah berubah sifat2nya, jika binatang2 tsb tidak berubah sifatnya maka akan terjadi menjadi medan pembunuhan yang hebat. Semua ini terjadi karena Firman Tuhan (Kej & : 1-3), tetapi waktu mereka keluar dari bahtera, keadaannya kembali lagi seperti sebelumnya. Semua hal2 yang jahat itu sudah lenyap.(Yes 11 : 6-9)
Semua binatang kembali makan rumput dan tumbuhan yang hijau. Seperti pada waktu diciptakan, sebelum kejatuhan.
Kej 1 : 30 (Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya)

Sebab itu anak2 dan bayi2pun dapat ber-main2 dengan singa dan ular biludak tanpa bahaya apa2 (Yes 11 : 8)

Binatang dapat berbicara. (Kej 3 : 1)
binatang2 berbicara dalam bahasa manusia seperti keledai Balhum (Bil 22 : 28) atau hewan2 berbicara dalam bahasa binatang, tetapi manusia bisa mengerti bahasanya.

Alam Tumbuh2an
Tanah dipulihkan menjadi subur sehingga tidak lagi ada tanah yang tandus atau gersang.

Yes 35 : 6 – 7 (Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara; tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air; di tempat serigala berbaring akan tumbuh tebu dan pandan.)

Tumbuh2an tidak lagi ada yang bantut atau berpenyakit, semua tanaman “duri” lenyap diganti tanaman yang berguna.

Kej 3 : 18 (semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu)
Ayub 31 : 40 (maka biarlah bukan gandum yang tumbuh, tetapi onak, dan bukan jelai, tetapi lalang)
Yes 55 : 13 (Sebagai ganti semak duri akan tumbuh pohon sanobar, dan sebagai ganti kecubung akan tumbuh pohon murad, dan itu akan terjadi sebagai kemasyhuran bagi TUHAN, sebagai tanda abadi yang tidak akan lenyap.)

Oleh sebab dosa maka bumi menumbuhkan duri dan unak. Sebaliknya pada waktu kutuk dosa diangkat dan bumi disucikan serta diberkati oleh Allah, dosa praktis tidak ada lagi dan berkat serta hadirat Allah limpah, maka duri dan unak lenyap diganti sanobar dan murad.

Semua akibat dosa terhadap benda2 di bumi praktis lenyap dan pengaruh berkat Tuhan pada alam benda betul2 terasa.

Waktu masih ada, baru dalam kekekalan waktu itu tidak ada lagi (hilang), satu kali kita akan mengalaminya juga.

Iblis dan pengikutnya sudah dikalahkan dalam perang Harmagedon, semua ditangkap dan ditentukan tempatnya masing2 (Wah 20 : 1-3)
Seluruh “udara” (dunia roh) dikuasai oleh Tuhan Yesus dan orang2 suciNya. Antikris dan nabi palsu dibuang kedalam lautan api (Wah 19 : 20-21)

Sekarang ini iblis dan setan2nya masih memerintah “udara” dengan segala tingkah polahnya yang keji dan kejam
Ef 6 : 12 (karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.)

SIAPA YANG MASUK DALAM KERAJAAN 1000 TAHUN ?
Ada 2 macam orang yang masuk dalam Kerajaan 1000 tahun.
1.Orang2 yang lolos dari zaman antikris, tidak dibunuh dalam perang Harmagedon (Wah 19 : 9-10)

Apa tanda2 orang yang lolos ini ?
Mereka tidak menyembah binatang Anbtikris atau patungnya dan tidak menerima tanda binatang itu

Wah 13 : 15 – 16

Orang2 ini lolos dari tangan antikris dengan anugerah Tuhan, seperti halnya beberapa banyak orang2 yang lolos dari tangan Achab dan Izebel oleh anugerah Tuhan.

Roma 11 : 4-5
Lihat juga 1Raja 19 : 18

Juga dalam perang Harmagedon orang2 ini juga tidak mati dibunuh sebab mereka tidak memiliki meterai antikris (Wah 14 : 9-10)

Siapa saja orang2 ini ?
Orang2 Israel, sebab mereka tidak percaya pada Tuhan Yesus, mereka tidak ikut dalam pengangkatan. Tetapi mereka juga tidak mau menyembah antikris, mereka tetap menyembah Allah seperti dalam PL

Daniel 12 : 1

Dalam masa kesukaran yang paling besar inilah Mikhail diberi tugas oleh Tuhan untuk khusus melindungi orang2 Israel
Orang2 kafir juga masuk dalam Kerajaan 1000 tahun. Mengapa demikian ?
(Yes 2 : 3-4 & Yes 66 : 19)

Demikian sedikit dari apa yang sudah saya ketahui tentang Kerajaan Damai 1000 tahun, semoga menjadi berkat bagi semua pembaca katolisitas.org

Salam
Machmud

Jawaban:

Shalom Machmud,
Gereja Protestan memang mengajarkan pandangan tentang Kerajaan literal 1000 tahun ini, namun jika kita pelajari, ternyata sangatlah bervariasi. Teori yang anda tuliskan di atas, merupakan pandangan aliran Pre-millennialism, dan jika digabungkan dengan teori Secret Rapture yang pernah anda tuliskan tempo hari, maka teori yang anda percayai termasuk golongan Pre- tribulational (dispensational) Premillennialism. Silakan anda klik di Wikipedia ini (silakan klik), dan anda akan dapat melihat bahwa teori yang anda percayai itu hanya merupakan teori sebagian dari gereja Protestan, dan tidak mewakili semua gereja Protestan di dunia. Karena gereja Protestan mengenal teori-teori yang lain, yaitu Postmillennialism dan Amillennialism. Sedangkan di dalam pandangan Premillennialism sendiri, terbagi dua golongan, ada yang Post-tribunal Premillennialism dan Pre-tribulational (dispensational) Premillennialism yang anda imani.

Maksud saya mengatakan demikian adalah supaya anda melihat dengan objektif bahwa tidak semua umat beriman, bahkan di kalangan gereja Protestan sendiri yang sependapat dengan anda. Saya ingin mengusulkan agar anda mengunjungi juga link-link ini, supaya anda mendapat gambaran yang lebih objektif tentang paham Premillennialism ini:

1. Postmillennialism, yang mengimani bahwa Gereja akan mengalami perkembangan, sehingga mendekati akhir jaman nanti, terjadi Kristenisasi di dunia, terjadilah kerajaan 1000 tahun. Kemudian sesaat menjelang kedatangan Yesus, Antikristus akan datang, membawa kesesatan, namun kemudian dikalahkan oleh Kristus yang datang dengan mulia pada akhir jaman untuk mengadili segenap umat manusia. Lebih lanjut tentang ini, silakan klik di sini, di sini Saya sengaja hanya memilih dua link saja dari link yang begitu banyak, namun jika anda ingin mengetahui lebih lanjut, silakan klik sendiri dengan kata kunci Postmillennialism. Semua argumen yang disampaikan di sana juga mengambil ayat-ayat Alkitab.

2. Amillennialism, (yang paling mendekati ajaran Gereja Katolik) yang mengimani bahwa kerajaan 1000 tahun tersebut merupakan masa yang terbentang antara kedatangan Yesus yang pertama dengan Kedatangan Yesus yang kedua, sehingga di sini 1000 tahun merupakan angka simbolis dari jangka waktu yang lama. Sesaat sebelum kedatangan Yesus, Antikristus datang, membawa kesesatan, namun kemudian dikalahkan oleh Yesus, pada saat Kedatangan-Nya yang kedua, yang bersamaan dengan kebangkitan orang mati, dan segera diikuti dengan Pengadilan Terakhir. Silakan klik di sini untuk membaca lebih lanjut tentang Amillenialism.

3. Mengapa Premillennialism yang anda imani itu ternyata tidak sesuai dengan ayat-ayat Alkitab, silakan klik di sini. Artikel ini ditulis oleh Sam Storms, seorang Protestan, yang tadinya mempercayai Premillennialism, namun setelah mempelajari ayat-ayat Alkitab lebih lanjut menjadi yakin bahwa Premillennialism adalah teori yang keliru, sehingga ia kemudian beralih kepada pandangan Amillennialism.

Saya tak ingin berpanjang lebar di sini, namun saya hanya ingin menggarisbawahi beberapa hal yang saya pikir perlu untuk anda renungkan, jika sungguh-sungguh anda berniat untuk mencari kebenaran. Mohon maaf jika uraian di bawah ini kelihatan menyudutkan, tetapi saya rasa, jika kita membacanya dengan keterbukaan hati, kita tidak akan lekas tersinggung, sebab semuanya ini berdasarkan Alkitab.
Pada dasarnya, Premillennialism mempunyai kesulitan untuk menjelaskan beberapa hal:

1. 1 Kor 15:22-28, 50-57, terutama ayat 25-26 mengisahkan bahwa ketika Yesus kembali datang sebagai Raja pada kedatangan-Nya yang kedua, Ia akan mengalahkan musuh-Nya yang terakhir, yaitu maut. Maka,  jika anda percaya bahwa pada sebelum kerajaan damai 1000 tahun itu, Yesus turun sebagai Raja, maka anda harus juga percaya bahwa seharusnya tidak ada lagi maut sesudah itu, sebab maut sudah dikalahkan. Sebab, “yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa.” (ay. 50) Maka deskripsi ini tidak cocok dengan kondisi kerajaan 1000 tahun di mana disebutkan ada “anak-anak dan bayi” bermain dengan singa dan ular (Yes 11:8), atau umur orang direstorasi menjadi ratusan tahun (seperti yang pernah anda tuliskan dalam surat tgl 29 Mei 09). Karena tetap saja pada kerajaan 1000 tahun itu orang lahir, bertumbuh dan mati, seperti juga tumbuhan dan hewan. Padahal seharusnya sesudah kedatangan Kristus tidak ada lagi kematian, seperti jelas dikatakan di Alkitab. Rasul Paulus berkata menggambarkan kedatangan Yesus sebagai Raja, “Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah…. Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” (ay. 52- 55)

2. 2 Pet 3:8-13: Rasul Petrus mengatakan, “bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun…” Rasul Petrus tidak mengatakan bahwa satu hari sama dengan 1000 tahun tetapi sama seperti seribu tahun. Maka sesungguhnya kita mengetahui bahwa bukan maksud Rasul Petrus untuk menyamakan kedua hal itu sebagai sesuatu yang identik dan literal, tetapi lebih merupakan simbol jangka waktu yang lama. Rasul Petrus mengatakan bahwa Tuhan seolah masih menunda kedatangan-Nya karena ingin memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat. Tetapi Dia pasti akan datang, walaupun, “hari Tuhan akan tiba seperti pencuri” (ay.10) Dan pada saat kedatangan-Nya, segalanya akan hancur, langit akan binasa, dan diikuti oleh langit dan bumi yang baru. (lih ay.10-13). Maka berdasarkan ayat ini sepertinya tidak mungkin ada lagi kerajaan di bumi selama 1000 tahun, sebab pada saat kedatangan Yesus yang kedua itu, bumi dan langit hancur, dan langsung digantikan dengan langit dan bumi yang baru.

3. Mat 25:31-46: Dikatakan bahwa Kedatangan Yesus yang kedua akan segera diikuti oleh Penghakiman Terakhir. Orang yang jahat akan segera dihukum masuk neraka, dan orang yang baik langsung masuk surga. Bagaimana ini dijelaskan dengan pandangan kerajaan 1000 tahun ini? Apakah penghukuman untuk orang-orang yang masuk neraka itu harus “ditunda” selama 1000 tahun”? Atau jika tidak ada penundaan, maka akan terjadi setidak-tidaknya dua kali kebangkitan orang mati, dan dua kali Penghakiman Terakhir, yaitu di awal dan di akhir kerajaan 1000 tahun. Ini tidak sesuai dengan ayat 1 Kor 15:54-55, di mana seharusnya kebangkitan orang mati terjadi satu kali saja, karena sesudah maut dikalahkan oleh Yesus, maka tidak ada kematian lagi, otomatis tidak ada kebangkitan orang mati lagi. Juga, yang dikisahkan oleh Yesus dalam Mat 25 adalah satu kali Penghakiman Terakhir, maka dua tahap Pengadilan Terakhir juga tidak disebutkan di Alkitab. Jikapun sampai ada, maka, manakah yang disebut sebagai Penghakiman Terakhir? (karena “terakhir” seharusnya adalah “paling akhir”, semacam titik, dan bukan koma.)

Ada yang mengatakan bahwa Penghakiman Terakhir pada saat Kedatangan Yesus yang kedua adalah untuk menentukan siapa-siapa yang masuk neraka dan siapa yang masuk kerajaan 1000 tahun. Tetapi teori ini juga kurang jelas. Sebab pada saat itu, dimana setelah kebangkitan orang mati, maka tubuh dan jiwa seseorang yang jahat masuk neraka. Lalu ada kerajaan 1000 tahun, dan diakhir kerajaan 1000 tahun ini orang itu akan ‘dikeluarkan sebentar’ dari neraka, diadili lagi di Pengadilan [yang benar-benar paling] Terakhir di hadapan semua orang-termasuk generasi 1000 tahun itu-lalu tubuh dan jiwanya dikembalikan lagi ke neraka. Sam Storm dalam artikelnya pada link yang saya sebutkan di atas mengatakan, ini tidak masuk akal, dan menunjukkan kelemahan dari ajaran Premillennialism. Sayapun berpikir demikian.

Mari sekarang kita melihat ajaran Gereja Katolik tentang dua macam pengadilan, yaitu: Pengadilan Khusus dan Pengadilan Umum/ Terakhir. Pengadilan khusus diadakan segera setelah seseorang meninggal (sebelum akhir jaman), sedangkan Pengadilan umum terjadi pada akhir jaman. Orang yang sungguh-sungguh kudus dan beriman, maka setelah ia wafat dan diadili dalam Pengadilan Khusus (hanya antara orang itu pribadi dengan Tuhan) maka jiwanya akan segera masuk ke surga. Namun orang yang wafat dalam keadaan berdosa berat, maka jiwanya akan masuk ke neraka. Pada saat Kedatangan Tuhan yang kedua, terjadi kebangkitan orang mati dan diikuti oleh Pengadilan Umum/ Terakhir, di mana semua orang akan diadili di hadapan semua ciptaan yang lain. Maka  Pengadilan Terakhir ini merupakan pengulangan dari Pengadilan Khusus, namun dilakukan/ diumumkan di hadapan semua mahluk (jadi melibatkan orang itu, Tuhan dan disaksikan semua orang).  Di saat ini, tidak ada yang disembunyikan, yang salah dinyatakan salah, yang benar dinyatakan benar. Setelah itu, orang yang dibenarkan akan masuk ke Surga, tubuh dan jiwa-nya, sedangkan yang jahat, ke neraka tubuh dan jiwa-nya. Maka walaupun ada dua macam Pengakiman, tetapi tidak persis sama, karena yang pertama bersifat khusus untuk orang yang bersangkutan, sedangkan yang kedua, untuk diumumkan kepada semua ciptaan, di mana keadilan Tuhan dinyatakan di hadapan semua bangsa. Silakan membaca lebih lanjut dalam jawaban ini tentang Pengadilan Khusus dan Umum ini, silakan klik

Ini berbeda dengan ajaran Premillennialism, setidak-tidaknya dari pengajaran yang saya ketahui dari link di atas, bahwa menurut sebagian penganut Premillennialism, terjadi 2 kali (atau 2 tahap?) Pengadilan Terakhir. Pada kasus orang yang dihukum, hukuman diterima tubuh dan jiwa sesudah Pengadilan pertama, lalu dikeluarkan sementara untuk diadili lagi pada Pengadilan kedua, lalu dimasukkan lagi tubuh dan jiwa ke neraka. Suatu yang layak kita renungkan, jadi beda antara pengadilan yang pertama dengan yang kedua itu apa?

4. 2 Tes 1:5-10 dan Why 20: 7-15. Dikatakan di sini bahwa setelah Kedatangan Yesus yang kedua dengan kemuliaan-Nya, maka Ia akan mendatangkan hukuman bagi orang yang tidak mau mengenal Allah (2 Tes 1:9-10). Jika kita membacanya paralel dengan Why 20, maka kita ketahui bahwa penghukuman tersebut terjadi setelah kerajaan 1000 tahun (lih. Why 20:11-15). Maka, jika kedua peristiwa tersebut: Kedatangan Kristus yang kedua dan Pengadilan terakhir terjadi [hampir] bersamaan, dan kedua kejadian itu terjadi di akhir kerajaan 1000 tahun, maka kesimpulannya, saat menjelang Kedatangan Yesus yang kedua yaitu masa sekarang ini, adalah masa 1000 tahun tersebut. Atau, dengan kata lain, kita berada dalam masa 1000 tahun yang sifatnya simbolis/ jangka waktu yang lama.

5. Yoh 19:30: Kata terakhir Yesus sebelum wafat-Nya adalah: “Sudah selesai” (Yoh 19:30), artinya sudah selesailah misi Inkarnasi-Nya di dunia. Rencana keselamatan Allah telah mencapai puncaknya dengan wafat-Nya di salib yang kemudian diikuti oleh kebangkitan-Nya. Maka Ia tidak perlu lagi datang ke dunia untuk menjadi pemimpin dunia selama 1000 tahun. Ia hanya perlu datang ke dunia yang kedua kalinya di akhir jaman untuk menjadi Hakim dan Raja, untuk kemudian menjadi Raja di Surga dan bumi yang baru, dimana tidak ada lagi kematian.

Terus terang, dalam membaca dan mempelajari hal kerajaan 1000 tahun ini, saya semakin sadar pentingnya Wewenang Mengajar Gereja (Magisterium) untuk menginterpretasikan ayat-ayat yang memang cukup sulit dimengerti. (Selanjutnya tentang Apa dan siapa itu Magisterium, sudah pernah dibahas dalam tanya jawab ini , silakan klik) Sebab kenyataannya, terdapat banyak sekali interpretasi bahkan dari ayat yang sama. Masing- masing teori mengutip banyak ayat, namun diartikan berlainan. Maka banyaknya ayat yang dikutip tidak menjadi jaminan bahwa interpretasinya pasti benar. Marilah kita renungkan, bagaimana mungkin orang-orang yang sama-sama mengklaim dipimpin oleh Roh Kudus bisa sampai pada pengertian yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan? Jika kita percaya akan adanya kebenaran yang sifatnya objektif, maka kita akan bertanya, jadi yang benar yang mana, sebab tidak mungkin semuanya benar, apalagi jika yang diajarkan berlawanan. Sesudah vs sebelum; 1000 tahun literal vs 1000 tahun simbolis, Kedatangan kedua sekali saja vs dua kali/ 2 tahap; sekali saja kebangkitan vs dua kali. Jadi yang benar yang mana?

Bagi saya, saya mempercayai pengajaran Magisterium Gereja Katolik, karena:
1) lebih konsisten dan sesuai dengan apa yang dikatakan di Alkitab;
2) tidak mengandaikan asumsi yang rumit, dan jika ditelusuri malah bertentangan dengan ayat Alkitab.
3) tidak menjadikan hitungan akhir jaman seolah seperti hitungan matematika seolah bisa dihitung oleh manusia. Sejarah membuktikan bahwa siapapun yang berusaha ‘menghitung’ tidak ada yang berhasil.
4) mengajarkan kita kerendahan hati, untuk menerima bahwa kita tidak dapat sepenuhnya memahami misteri akhir jaman ini
5) menitik beratkan pada ajaran yang terpenting: yaitu bagaimana mempersiapkan Kedatangan Tuhan yang kedua tersebut dengan berjaga-jaga dan hidup kudus.

Sekali lagi, inilah inti ajaran Gereja Katolik tentang akhir jaman. Kedatangan Yesus yang kedua akan terjadi hanya satu kali, dapat diketahui secara publik, datangnya tiba-tiba seperti pencuri, dan tidak dapat diketahui sebelumnya oleh manusia. Kedatangan Yesus itu disambut oleh orang-orang beriman di awan-awan. Pada saat itu, orang-orang mati dibangkitkan, dan kejahatan Antikristus dan maut dikalahkan. Segera sesudah itu terjadi Pengadilan Terakhir, di mana setiap orang dihakimi di hadapan semua ciptaan. Di saat inilah keadilan Tuhan dinyatakan, dan Kristus meraja di langit (surga) dan bumi yang baru, di mana semua dipersatukan di dalam Kristus, sehingga Allah ada di dalam semua.

Jadi kerajaan 1000 tahun menurut Gereja Katolik adalah Masa Gereja, yang terbentang antara kedatangan Yesus yang pertama dengan Kedatangan-Nya kembali di akhir jaman. 1000 tahun di sini diinterpretasikan sebagai waktu simbolis yang menggambarkan jangka waktu yang lama. Kebangkitan pertama yang disebutkan di Why 20:5 adalah kebangkitan karena Pembaptisan. Oleh rahmat Allah yang kita terima dalam Pembaptisan, kita mati terhadap dosa untuk bangkit dan hidup bersama Kristus (lih. Rom 6: 1-14). Ini dimungkinkan karena Gereja Katolik yang meneruskan karya Kristus untuk menyelamatkan kita dengan memberikan sakramen-sakramen, di mana rahmat Allah sendiri diberikan untuk menguduskan umat-Nya.

Sebab itu saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia.” (2 Pet 3:14)

Demikian yang dapat saya tuliskan tentang mengapa Gereja Katolik tidak mengajarkan kerajaan literal 1000 tahun ini. Lebih lanjut tentang  kerajaan 1000 tahun ini (dengan kaitannya dengan akhir jaman) menurut ajaran Gereja Katolik, silakan klik di sini. Semoga bermanfaat.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Doa Bapa Kami, doa yang sempurna

49

Pendahuluan

Ingatan saya melayang ke tahun-tahun yang silam, ketika saya masih bergabung dalam kegiatan mudika. Dalam kegiatan mudika waktu itu, kelihatannya tak banyak orang yang dengan suka cita mau menawarkan diri untuk memimpin doa. Kebanyakan, harus ditanya dahulu, dan jawabannya tak jarang yang seperti ini, “Kamu saja, ah, aku masih belum berani….” Semoga saja tidak demikian keadaannya sekarang, setelah semakin banyaknya kegiatan di paroki yang melibatkan perkembangan spiritualitas umat, termasuk para mudika dan OMK. Harus diakui, kita semua harus menyadari bahwa doa adalah nafas iman, dan karenanya kita harus menjadikan doa sebagai bagian yang terpenting dalam kehidupan kita. Maka sekarang pertanyaan yang sering muncul di benak kita adalah, “Jadi, bagaimana seharusnya kita berdoa?” Nah, kita tak perlu berkecil hati, karena ternyata para rasul juga pernah bertanya hal yang serupa kepada Kristus, “Tuhan, ajarlah kami berdoa…” (Luk 11:1), dan Tuhan Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya, sebuah doa yang terindah: Doa Bapa Kami. Namun sayangnya, karena mungkin kita terlalu menghafalnya di kepala, maka malah makna perkataannya tidak turun sampai ke hati….

Doa yang sempurna yang harus didukung sikap batin

Doa Bapa kami merupakan salah satu warisan yang paling berharga, yang Tuhan Yesus berikan kepada kita. Melalui doa ini kita diajak oleh Kristus untuk memanggil Allah sebagai Bapa, sebab kita telah diangkat menjadi anak-anak Allah. Doa ini mengandung tujuh permohonan yang terbagi mejadi dua bagian, yang pertama untuk memuliakan Tuhan (6:9-10) sedangkan bagian kedua untuk kebutuhan kita yang berdoa (6:11-13). ((Lihat KGK 2765, 2781)). Doa ini mengandung pujian/ penyembahan kepada Allah, penyerahan diri kita kepada-Nya, pertobatan dan permohonan.
Namun, betapapun indahnya suatu doa, yang terpenting adalah bagaimana kita meresapkannya, sehingga kata-kata yang diucapkan bukan hanya sekedar hafalan tetapi sungguh-sungguh yang keluar dari hati. St. Teresa dari Avila memberikan satu tips yang sangat berharga, “Arahkanlah matamu ke dalam batin dan lihatlah di dalam dirimu…. Engkau akan menemukan Tuhanmu.” ((St. Teresa of Avila, The Way of Perfection, Text prepared by Kieran Kavanaugh OCD, (Washington DC: ICS Publication, 2000), p. 317)). Maka sebelum kita mengucapkan doa apapun, kita harus mempersiapkan batin terlebih dahulu, supaya kita sadar kepada Siapa kita akan mengajukan doa kita, dan betapa Mahabesar dan MahaKasih-nya Dia, sehingga kita dapat menempatkan diri kita dengan layak. Sepantasnya kita menyadari betapa kecil, lemah, dan berdosa-nya kita, namun juga betapa besarnya kita dikasihi oleh Allah, di dalam Kristus Yesus.

Doa Bapa Kami

(berdasarkan Mat 6:9-13)
Bapa Kami, yang ada di surga,
dimuliakanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu,
Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga
Berilah kami rejeki pada hari ini,
dan ampunilah kesalahan kami
seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami
Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan
Tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat. Amin.

Bapa Kami

Bapa, atau “Abba” (lih. Mk 14:36, Rom 8:15; Gal 4:6) dalam bahasa Aramaic adalah panggilan yang erat seorang anak kepada ayahnya. Oleh kasih-Nya kepada kita, Yesus mengizinkan kita memanggil Allah sebagai Bapa kita, karena Yesus mengangkat kita menjadi saudara- saudari angkatNya. Ya, setiap kita mengucapkan kata “Bapa”, selayaknya kita mengingat bahwa kita ini telah diangkat oleh Allah Bapa menjadi anak-anak-Nya oleh jasa Kristus Tuhan kita.  Allah yang begitu agung dan mulia, Ia yang begitu besar dan berkuasa, dapat kita panggil sebagai “Bapa”. St. Teresa dari Avila pernah mengatakan bahwa dalam kesehariannya saat merenungkan Doa Bapa Kami ini, tak jarang ia hanya berhenti pada kata “Bapa” saja, dan Tuhan sudah berkenan memberikan karunia sukacita kontemplatif yang tak terkira. Mari kita belajar dari St. Teresa, bahwa saat kita mengucapkan kata “Bapa”, kita sungguh meresapkannya dalam hati kita: ya, kita manusia yang lemah ini, boleh memanggil Dia, Bapa, karena kasih-Nya yang tak terbatas kepada kita. Saat kita katakan, “Bapa”…. resapkanlah bahwa kita berada dalam hadirat Allah yang Maha Mulia, namun juga yang Maha Pengasih. Ia yang lebih dahulu rindu kepada kita, sehingga kita diberikan kerinduan untuk berdoa, dan memanggil nama-Nya.

Bapa Kami: Perkataan “kami” di sini mengingatkan kita bahwa kita dapat memanggil Allah sebagai “Bapa” karena Kristus. Alangkah baiknya, jika dalam mengucapkan doa ini kita membayangkan bahwa kita berada di antara para rasul pada saat pertama kali Yesus mengajarkan doa ini kepada mereka. Bayangkan bahwa kita memandang Kristus yang mengajar kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa kami, karena Kristus tidak hanya mengangkat “saya saja” menjadi saudara angkat-Nya, tetapi juga orang-orang lain yang dipilih-Nya, yaitu anggota-anggota Gereja. Oleh karena itu, Doa Bapa Kami ini merupakan doa Gereja, ((KGK 2768)), doa yang ditujukan kepada Allah Bapa yang mengangkat kita semua menjadi anak-anak-Nya. Dan, mari kita renungkan juga, betapa besar harga yang telah dibayar oleh Kristus Sang Putera untuk mengangkat kita semua untuk menjadi anggota keluarga Allah! Sebab di kayu salib-lah Kristus telah menumpahkan Darah-Nya, Darah Perjanjian Baru dan Kekal, sehingga Darah itulah yang mengikat kita semua menjadi satu saudara.

Yang ada di surga: Ya, kita mempunyai seorang Bapa di surga, yang mengasihi kita sedemikian rupa, sehingga tak menyayangkan Anak-Nya sendiri untuk wafat bagi kita, supaya dosa-dosa kita diampuni dan kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya. ((2 Pet 1:4; 1 Yoh 3:1; KGK 2766, 2780))

Dimuliakanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu: : Ini merupakan kerinduan kita agar semakin banyak orang dapat mengenal Allah yang mulia dan kudus. ((Mzm 111:9; Luk 1:49)) Dan ini juga seharusnya disertai dengan keinginan kita untuk dipakai Allah sebagai alat-Nya untuk memuliakan nama-Nya. “Dimuliakanlah nama-Mu, ya Tuhan, dalam keluargaku, pekerjaanku, perkataanku, segala sikapku….; Jadilah Engkau Raja dalam rumahku, pekerjaanku, studiku, dalam pikiran dan perbuatanku.” Ini mengingatkan kita agar kita jangan mencari dan mengejar kemuliaan diri sendiri dalam segala sesuatu, karena segala sesuatu yang ada pada diri kita sesungguhnya adalah milik Tuhan dan harus kita gunakan untuk kemuliaan nama Tuhan. Dan agar dalam setiap keputusan dan tindakan yang kita ambil, kita dapat menomorsatukan Tuhan, kiranya, keputusan/ tindakan apa yang terbaik yang bisa kulakukan untuk lebih memuliakan Tuhan?

Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga: Ketaatan dan penyerahan diri pada kehendak orang lain mensyaratkan kerendahan hati, demikian pula penyerahan diri yang total kepada Tuhan. Sering manusia berkeras dalam memohon sesuatu kepada Allah, namun di sini kita melihat, Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kepada kita untuk berserah kepada Allah Bapa. Sebab Bapa yang Maha Pengasih mengetahui apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik bagi kita, bukan saja untuk hidup kita di dunia, tetapi untuk hidup kita yang ilahi di surga kelak. Ungkapan penyerahan diri yang total ini mengingatkan kita akan doa Yesus di Taman Getsemani, “… tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk 22:42). Karena ketaatan Yesus pada kehendak Bapa inilah, maka Ia menggenapi rencana keselamatan Allah Bapa, dengan wafat-Nya di salib dan kebangkitan-Nya. Semoga kitapun bisa taat dan menyerahkan diri kita secara total kepada Allah, sehingga kita dapat mengambil bagian dalam rencana keselamatan Allah bagi umat manusia.

Berilah kami rejeki pada hari ini: Yesus sangat mengasihi kita dan peduli pada kita, sehingga Ia mengajarkan kepada kita permohonan ini. Ia mengingatkan kepada kita bahwa rejeki  dan nafkah kita, “our daily bread“, adalah berkat dari Tuhan. Tuhanlah yang mengizinkan kita mendapatkan rejeki hari ini, memiliki kesehatan dan hidup sampai pada saat ini, sehingga dapat menikmati rejeki yang Tuhan berikan. “Berilah padaku rejeki hari ini, ya Tuhan, dan ingatkanlah aku bahwa semua rejeki yang kuterima adalah semata-mata berkat-Mu, dan bukan milikku sendiri.” Maka kitapun harus teringat pada orang lain, terutama mereka yang berkekurangan, agar merekapun beroleh berkat Tuhan. Selanjutnya, para Bapa Gereja, terutama St. Agustinus mengkaitkan “our daily Bread” dengan Ekaristi, ((Letters of St. Augustine to Proba, CXXX, chap. XI- 21)) yang menjadi berkat/ rejeki rohani kita. Ini mengingatkan kepada kita agar kita tidak semata-mata mencari rejeki duniawi, tetapi juga berkat rohani. Bagi kita, berkat rohani yang tertinggi maknanya adalah Ekaristi, saat kita boleh menerima Kristus Sang Roti Hidup. Di sini kita diingatkan oleh para Bapa Gereja untuk memohon kehadiran Yesus, Sang Roti Hidup, di dalam hidup kita setiap hari. Dan jika “setiap hari” ini diucapkan setiap hari, maka artinya adalah selama-lamanya. “Semoga Tuhan Yesus, Sang Roti Hidup itu, sungguh menguatkanku dan menyembuhkanku hari ini, dan selama-lamanya.

Dan ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami: Dikatakan di sini bukan “ampunilah kami, seperti kami akan mengampuni yang bersalah kepada kami.” Maka seharusnya, pada saat kita mengucapkan doa ini, kita sudah harus mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita atau yang menyakiti hati kita. Mari kita renungkan, kalimat yang sederhana ini namun sangat dalam artinya: Bahwa Tuhan akan mengampuni kita kalau kita terlebih dahulu mengampuni orang lain. Jadi artinya, kalau kita tidak mengampuni maka kitapun tidak beroleh ampun dari Tuhan. Betapa sulitnya perkataan ini kita ucapkan pada saat kita mengalami sakit hati yang dalam oleh karena sikap sesama, terutama jika itu disebabkan oleh mereka yang terdekat dengan kita. Namun Tuhan menghendaki kita mengampuni mereka, agar kitapun dapat diampuni oleh-Nya. Maka mengampuni orang lain sesungguhnya bukan saja demi orang itu, tetapi sebaliknya, demi kebaikan diri kita sendiri: supaya kita-pun diampuni oleh Tuhan.

Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat: Mari kita sadari bahwa kita ini manusia yang lemah dan mudah jatuh ke dalam dosa dan kesalahan. Kita belum sampai pada tingkat di mana kita benar- benar terbebas dari segala godaan dan pencobaan. Pencobaan itu bisa bermacam- macam: ketakutan menghadapi masa depan, sakit penyakit, masalah keluarga dan pekerjaan, dst, namun bisa juga merupakan ‘pencobaan rohani’, terutama godaan untuk menjadi sombong, karena merasa telah diberkati dengan aneka karunia dan kebajikan. Untuk yang terakhir ini, St. Teresa, mengingatkan bahwa kita harus selalu rendah hati, tidak boleh terlalu yakin bahwa kita tidak akan jatuh ke dalam dosa. Jangan sampai kita bermegah akan suatu kebajikan. St Teresa mengambil contoh, bahwa kita tidak boleh terlalu cepat menganggap diri sabar, sebab akan ada saatnya bila seseorang hanya sedikit saja menyinggung hati kita, namun langsung kesabaran kita itu hilang.  Maka sikap yang terbaik adalah selalu berjaga-jaga, menimba kekuatan dari Tuhan, dan menyadari bahwa kita sungguh tergantung kepada-Nya.

Ada banyak cara untuk meresapkan perkataan dalam doa Bapa Kami. Kita dapat berhenti sejenak, setelah kita mengucapkan satu kalimat, dan merenungkannya, atau kita dapat memilih satu bagian kalimat dalam doa Bapa Kami itu dan kita renungkan berulang kali sepanjang hari. Kedua cara ini dapat menghantar kita pada pemahaman yang lebih mendalam setiap kali kita mengulangi doa Bapa Kami di kemudian hari.

Contohnya, pada saat mengucapkan doa Bapa Kami, kita dapat meresapkannya demikian,

Bapa Kami yang ada di surga, ……………………………………………    Betapa bersyukurnya aku boleh menyebut Engkau, “Bapa”
Dimuliakanlah nama-Mu, Datanglah kerajaan-Mu …………………   Biarlah nama-Mu dimuliakan di dalam hidupku
Jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surga ……..   Aku mau taat dan menjadikan kehendakMu yang terutama
Berilah kami rejeki pada hari ini ………………………………………..   terutama rejeki rohani, yaitu Kristus Sang Roti Hidup
Dan ampunilah kesalahan kami …………………………………………   Kasihanilah aku, yang berdosa ini
seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami ……..   Berilah aku kekuatan untuk mengampuni sesama
Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan ………………  Sebab aku mengakui kelemahanku
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat ……………………………..   terutama terhadap kesombongan dan ketinggian hati

Kesimpulan

Maka jika kita perhatikan, walaupun singkat dan sederhana, sesungguhnya makna doa Bapa Kami sangatlah dalam. Jika kita belum melihatnya demikian, maka sudah saatnya kita mohon ampun kepada Tuhan, dan memohon kepada Roh Kudus untuk membantu kita untuk meresapkan doa ini. Sebab, jika kita perhatikan, doa spontan yang baik sesungguhnya mengambil sumber dari doa Bapa Kami ini. Misalnya: “Tuhan, aku bersyukur dan memuji Engkau (=Dimuliakanlah nama-Mu), karena Engkau sungguh baik (“Bapa”). Aku rindu menyenangkan-Mu, ya Tuhan, dan ingin melayani Engkau (Datanglah Kerajaan-Mu). Namun seringkali aku jatuh, dan melukai-Mu dengan dosa-dosaku. Kasihanilah aku ya Tuhan (Ampunilah kesalahan kami). Maka, kumohon ya Tuhan, dampingilah aku, supaya aku bisa memperbaiki diri, dan hidup lebih baik dari hari kemarin (Janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan). Dan kumohon juga dari-Mu, berkat jasmani dan rohani agar aku dapat menjalani hari ini dengan baik (Berilah kami rejeki pada hari ini). Engkaulah Tuhan dan Allahku, kepada-Mulah aku berserah… (Jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surga). Amin.

Dengan demikian, dengan meresapkan doa Bapa Kami, kitapun dapat menilai, apakah doa-doa kita selama ini sudah cukup baik. Selanjutnya, mari kita menilik hati kita masing-masing, apakah kita sudah meresapkan doa Bapa Kami, setiap kali kita mendaraskannya. Doa ini adalah doa yang diajarkan oleh Yesus, oleh karena itu selayaknya kita hayati dan kita resapkan di dalam hati. Jangan sampai kita kita hanya menghafalkan kata-katanya saja, tanpa menjadikan kata-kata itu ungkapan hati. Atau sebaliknya, kita tidak lagi rajin mengucapkannya, karena lebih menyukai doa- doa dengan perkataan kita sendiri. Alangkah baiknya, jika di samping doa- doa spontan maupun doa hening, kita tetap mengucapkan doa Bapa Kami ini dengan sikap batin yang baik. Sebab doa Bapa Kami adalah doa yang sempurna yang berasal dari Allah sendiri, dan karenanya marilah kita mengucapkannya dengan kasih yang besar kepada Dia yang telah mengajarkan-Nya kepada kita!

2nd Coming: sekali, dua tahap, utk menghindarkan umat dari penderitaan?

9

Pertanyaan:

Shalom.. :)

Aku mo meralat sedikit artikel di atas. Protestan BUKAN mempercayai kalo Kristus akan datang 2 kali pd akhir zaman. Tp yg protestan percayai adalah rapture (pengangkatan) dan second coming adalah 2 peristiwa yg berbeda.
Rapture memang tidak dikatakan secara gamblang dalam Firman Tuhan. Tp tetap ada tertulis dalam 1 Tes 4:16-7
“Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit;
sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.”

Protestan mempercayai bahwa rapture memang ada & pst terjadi. Tp dalam rapture Tuhan Yesus belum datang ke dunia meski dlm ayat 16 dikatakan Tuhan akan turun dari sorga tp tidak dikatakan turun utk datang ke dunia. Dia hanya dtg utk menjemput anak2Nya.
Dlm ayat 17 dikatakan dgn jelas peristiwa rapture yg akan terjadi. Dikatakan bahwa setelah Tuhan mengangkat org2 yg mati dlm Kristus, Dia mengangkat jg anak2Nya yg msh hidup dlm awan menyongsong Tuhan di angkasa yg artinya Tuhan belum turun ke dunia.
Rapture adalah anugerah khusus yg diberikan Kristus bg anak2Nya yg sungguh2 mencari & intim dgnNya agar mrk tidak ikut mengalami penderitaan dlm masa 7 thn pemerintahan Antikris.
Rapture berbicara mengenai Kerajaan Anak yg berarti Tuhan Yesus mengetahui hari & saatnya seperti tertulis dlm Mat 25:13
“Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”
Dalam ayat ini tidak dikatakan agar kita berjaga-jaga krn kita tidak tahu hari & saatnya tp TIDAK dikatakan kalo Anak & malaikat tidak tahu, hanya Bapa yg tahu.

Sedang utk second coming atau kedatangan Tuhan Yesus yg kedua kali memang terjadi tanpa ada yg mengetahuinya selain Bapa. Entah itu pd awal, pertengahan atau akhir masa 7 thn pemerintahan antikris, tidak ada yg mengetahuinya selain Bapa saja. Hanya pada peristiwa inilah kedatangan Tuhan Yesus yg kedua kalinya sebagai Hakim & Raja terjadi.

Jadi TIDAK BENAR kalo Protestan mempercayai kalo kedatangan Tuhan Yesus terjadi 2 kali. Protestan tidak pernah menyimpang dari ajaran Firman Tuhan. Kalo sekarang banyak org Kristen yg mulai berbicara tentang akhir zaman atau kedatangan Tuhan Yesus yg kedua kalinya, hal itu memang benar adanya. Dlm kitab Wahyu, Tuhan sudah berfirman melalui Rasul Yohanes bahwa Dia akan segera datang. jd wajar sekali kalo dari tahun ke tahun berita ttg akhir zaman & kedatangan Tuhan selalu berkumandang hingga skrg ini.

Skrg2 ini hamba2 Tuhan dr sluruh dunia secara bersamaan makin jelas mendengar pewahyuan Tuhan melalui mimpi2 & penglihatan2 bahwa Tuhan Yesus akan segera dtg. Mereka berkata seperti itu bukan utk menipu atau menakut-nakuti tp memang itulah yg mereka dptkan dr Tuhan hari2 ini. Mereka hanya menjalankan tugas yg udah Tuhan berikan kpd mereka utk menyampaikan hal ini pd dunia.
Smua kembali lg kpd kita ingin mempercayainya atau tidak. Pilihan ada di tangan kita. Tuhan memberikan pewahyuan ini bukan tanpa mksd tp ada alasannya.

1. Krn Dia memang akan segera datang.
“Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu.” (Yoel 2:28-29)

Tuhan menggenapi FirmanNya, ketika pada hari2 menjelang kedatanganNya yg kedua, Dia akan memberikan penglihatan2 kepada hamba2Nya. Inilah yg sedang terjadi hari2 ini.

2. Supaya kita berjaga-jaga.
Tuhan memberikan peringatan ttg kedatanganNya yg kedua kali agar kita dpt senantiasa berjaga2. Menjadi seperti gadis bijaksana yg selalu membawa minyak dalam buli2nya. Tuhan Yesus menginginkan kita smua selamat & tidak ada yg tertinggal.

Sekali lg pilihan ada di tangan kita ingin mempercayai atau tidak. Hamba2 Tuhan ini hanya menyampaikan apa yg mereka dpt dr Tuhan. Mereka tetap manusia biasa yg tidak sempurna. Hanya Tuhan yg sempurna & mengetahui segalanya. Kita tidak bisa mengatakan kalo hamba2 Tuhan ini telah berbohong, mengarang atau menyampaikan hal yg berlebihan. Memang segala sesuatunya perlu diuji kebenaranNya tp penghakiman tetap hanya milik Tuhan. Saya berharap utk tidak saling menghakimi & mencari siapa yg yg salah atau benar. Kebenaran hanya ada dlm Tuhan.

Pesan saya, berjaga-jagalah senantiasa & jadilah seperti gadis bijaksana yg selalu membawa minyak dlm buli2nya yaitu kasih kepada Kristus. Tanda2nya sudah digenapi. Tuhan Yesus memang akan segera datang.

Terima kasih
Tuhan Yesus memberkati.. :), Devy.

Jawaban:

Shalom Devy,
Terima kasih atas masukannya. Sebenarnya, yang mengatakan bahwa Kedatangan Yesus yang kedua terjadi dalam dua tahap (atau dua kali) itu bukan saya, tetapi salah satu pembaca. Ia menganggap bahwa pernyataan saya, bahwa Kedatangan Yesus yang kedua terjadi hanya satu kali, itu keliru. Selanjutnya memang yang saya tuliskan dalam arsip tanya jawab adalah: Tanggapan Katolik tentang Dua Tahap kedatangan Kristus di akhir jaman. Perkataan “dua tahap” itu saya kutip langsung dari surat pembaca, yang bahkan menjelaskan dengan detail tentang tahap I dan tahap II. Jika Devy belum membacanya, silakan membacanya (silakan klik).
Dalam rubrik Tanya Jawab di situs ini, jawaban yang kami sampaikan adalah berdasarkan ajaran Gereja Katolik, sehingga memang saya menyampaikan apa yang saya ketahui tentang Akhir Jaman menurut ajaran Gereja Katolik. Dalam dialog antara kami dengan pembaca, keterbukaan dan saling menghargai adalah yang kami harapkan, sebab kita semua harus menyadari bahwa di atas segalanya, yang terpenting adalah Kasih. Jadi, tak apa-apa saling jujur menyampaikan apa yang kita yakini, namun tidak dengan maksud untuk menyerang satu sama lain, namun harapannya adalah supaya kita dapat mengetahui Kebenaran dan meresapkannya.

Secara prinsip, Gereja Katolik memang mengajarkan kedatangan Kristus hanya terjadi satu kali, tiba-tiba, dapat diketahui oleh publik (tidak rahasia), dan saatnya tidak dapat diramalkan/ diketahui terlebih dahulu. Dan pengajaran ini mengambil dasar dari Alkitab dan pengajaran Para Bapa Gereja. Mengenai ajaran “Secret Rapture” yang Devy jelaskan itu (pengangkatan orang-orang beriman yang terjadi secara rahasia) memang sebenarnya tetap mengajarkan prinsip yang berbeda dengan ajaran Gereja Katolik, walaupun kita memakai dasar Alkitab yang sama, dalam hal ini 1 Tes 4:16-17. Ayat-ayat lain yang diambil oleh Devy juga diyakini oleh Gereja Katolik, hanya saja interpretasi kita berbeda. Juga kata ‘kedatangan’ yang bisa diartikan sebagai dua hal, kedatangan di awan-awan dan kedatangan ke dunia, juga sebenarnya menggambarkan tetap sebagai dua macam kedatangan. Maka, tak heran ada orang yang ekstrim mengajarkan terdapat dua tahap kedatangan. Hal kedua tahap ini (meskipun tidak dikatakan sebagai dua kali) tidak menjadi pengajaran Gereja Katolik.

Bagi saya, hal itu semakin menunjukkan bahwa Alkitab saja (Scripture alone) itu tidak cukup, sebab, kenyataannya, ada banyak pendapat yang berbeda yang bisa ditarik dari membaca ayat yang sama dalam Alkitab. Sayangnya, hal ini bahkan sampai dapat mengakibatkan perpecahan Gereja. Bagi umat Katolik, kita menyadari bahwa Alkitab tak dapat dilepaskan dari Tradisi Suci para rasul dan Magisterium, yaitu pihak yang menjalankan wewenang mengajar dalam Gereja; sebab jika tidak, yang dihasilkan adalah perpecahan, karena tiap-tiap orang dapat merasa mendapat pengurapan Roh Kudus dalam mengartikan ayat-ayat Alkitab, namun kemudian kenyataannya, interpretasinya bisa bermacam-macam dan bahkan bertentangan. Contohnya adalah pengajaran tentang Rapture ini, yang sebenarnya juga terkait dengan teori yang lain yaitu dispensationalism dan kerajaan 1000 tahun (Millennialism). Jika Devy klik di internet tentang hal ini, atau membaca buku-buku mengenai teori ini, anda akan menemukan banyak variasinya, sehingga tidak semua orang Protestan memiliki pengertian yang seragam tentang Rapture, seperti yang Devy tuliskan. Oleh karena itu di awal tanya jawab tentang dua tahap Kedatangan Yesus, saya menuliskan, bahwa pertanyaan itu hanya merupakan salah satu dari pandangan gereja Protestan.

Sebaliknya, Gereja Katolik berpegang pada satu prinsip pengajaran, yaitu: tidak menginterpretasikan ayat 1 Tes 4: 16-17 itu sebagai dasar untuk mengatakan bahwa “rapture” / pengangkatan umat beriman terjadi secara rahasia. Juga Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa Yesus akan datang, namun hanya di awan-awan untuk menjemput orang-orang pilihan lalu kembali ke surga lagi, dan baru kemudian di akhir jaman Ia benar-benar datang sampai ke bumi. Pengertian ‘pengangkatan rahasia’ dan ‘Yesus membuat U-turn’ ini mensyaratkan suatu kesimpulan yang diambil terlebih dahulu, baru dicocokkan dengan ayat itu dan bukan sebaliknya. Sedangkan, Gereja Katolik mengambil pengertian literal dari ayat itu, bahwa kedatangannya ke dunia yang di awan-awan itu adalah sesuatu yang tidak rahasia, bahkan sangat publik sebab diumumkan oleh sangkakala yang nyaring bunyinya (lihat 1 Tes 4:16), seperti layaknya kedatangan Raja. Dengan digabungkan dengan ayat- ayat paralel-nya yang menceritakan peristiwa ini (Mat 24:29-31, 2 Tes 2:1,3,8, 1 Kor 15:51-52), maka Gereja Katolik mengajarkan, bahwa kejadian ‘pengangkatan’ itu terjadi bersamaan dengan kedatangan Yesus yang kedua kalinya, dan kebangkitan orang mati di akhir jaman. Saya melampirkan tabelnya, pada artikel “Rapture” menurut pandangan Ajaran Gereja Katolik (silakan klik).  Jadi, bukan berarti Gereja Katolik tidak percaya bahwa ada “rapture”, namun definisinya memang berbeda dengan definisi anda. Jika “rapture” ini diartikan pengangkatan orang-orang beriman untuk bertemu dengan Yesus di angkasa di akhir jaman, tentu saja orang Katolik juga percaya, sebab memang itulah yang dikatakan dalam ayat 1 Tes 4: 16-17 tersebut, namun tidak rahasia, karena dikatakan diiringi oleh sangkakala, yang nyaring bunyinya.

Demikian juga, ajaran Katolik tidak melihat bahwa maksud “pengangkatan” itu adalah untuk membebaskan orang-orang pilihan dari penderitaan. Sebab sesungguhnya penderitaan itu tak pernah terlepas dari kehidupan manusia, terutama kehidupan Gereja. Pada akhir jaman nanti penderitaan akibat penganiayaan Antikristus ini malah sebagai sarana untuk menguji para orang beriman, untuk membuktikan kemurnian iman mereka.
Berikut ini beberapa ayat Alkitab yang menjadi dasarnya, mengapa Gereja Katolik mengajarkan demikian:

1 Pet 1:6-7,  “Bergembiralah akan hal itu [dalam menantikan keselamatan yang dinyatakan pada jaman akhir], sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berduka cita oleh berbagai-bagai pencobaaan. Maksud semuanya itu adalah untuk membuktikan kemurnian imanmu ….sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya…..
1Pet 4:13-14:Bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaanNya. Berbahagialah kamu jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh Kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.”
Rom 5: 3-5: “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan, dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus….”
Yak 1:2-4: “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap iman-mu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”
Ibr 12:6, 10: “…. karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak…. Tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita tetapi dukacita, tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.”
Yak 5:7: Rasul Yakobus menasehatkan agar kita bersabar dalam penderitaan, “Karena itu, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan!”
Fil 3:10: Rasul Paulus mengajarkan demikian, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” Penderitaan kita di dunia merupakan partisipasi di dalam Salib Tuhan, dan hanya jika kita menderita bersama Dia, maka kita akan dibangkitkan bersama Dia.
Mat 5: 11-12: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikianlah  juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.”
Mat 16:24: Yesus sendiri mengajarkan, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.” Maka jika Yesus sendiri mengajarkan demikian, bahkan dengan teladan-Nya, Ia menggenapinya dengan korban Salib-Nya, maka seharusnya kita melihat makna yang luhur dari setiap salib dan penderitaan kita. Termasuk jika itu penderitaan di masa menjelang akhir jaman. Karena justru di saat itulah iman kita diuji, untuk membuktikan kesetiaan kita kepada Kristus, dan menolak Antikristus.
Yoh 15: 20:Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu …..” Yesus mengingatkan kepada kita bahwa, kita tidak akan lebih besar daripada Dia. Jika dunia membenci dan menganiaya Dia maka kitapun akan mengalami hal yang sama. Mungkinkah seseorang berpendapat  bahwa ia tak akan melalui penganiayaan, jika Yesus sendiri mengatakan bahwa kita semua akan mengalaminya? Mungkin kuncinya adalah ayat berikut ini, yaitu bahwa kita harus kuat dalam iman, karena percaya bahwa Tuhan telah mengalahkan dunia, sehingga Ia akan menuntun kita melalui segala rintangan untuk menuju kemenangan!
Yoh 16:33: “… Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”
Ibr 2:10: “Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.

Maka, berdasarkan ayat-ayat tersebut, Gereja Katolik mengajarkan bahwa penderitaan harus kita hadapi dengan sabar, dengan iman dan pengharapan, sebab dengan demikian maka iman kita dimurnikan, sehingga kita dapat beroleh kebangkitan bersama Yesus. Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa Allah akan “mengangkat” umat beriman untuk membebaskan mereka dari penderitaan, karena jika demikian, malah tidak konsisten dengan ajaran Kristus dan ajaran para rasul, yang mengajarkan sebaliknya. Kebangkitan tak mungkin ada tanpa salib, dan karenanya Rasul Paulus berkata, “Aku memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1 Kor 2:2). Rasul Paulus sungguh mengimani hal ini, bahwa Yesus yang disalibkan adalah sumber pewartaan-Nya, karena kebangkitan Yesus hanya dapat terjadi, setelah Kristus mengalami penderitaan dan kematian di kayu salib. Maka kita para pengikutNya, akan juga mengalami hal serupa, bahwa kita semua yang hidup di dunia akan mengalami berbagai penderitaan, walaupun tak akan mungkin melebihi kekuatan kita (lih. 1 Kor 10:13) dan jika kita teguh beriman dalam menghadapinya, maka kita akan beroleh mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah (Yak 1:12). Inilah yang dialami oleh Bunda Maria dan para rasul, para orang kudus dan martir di sepanjang sejarah Gereja. Maka Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa generasi akhir jaman akan terbebas dari penderitaan ini. Jika para nabi tidak dilepaskan dari penderitaan, Yesus juga tidak, Bunda Maria dan para rasul juga tidak, banyak umat Kristen di sepanjang sejarah juga tidak, maka setiap kita juga tidak dilepaskan dari penderitaan. Namun, satu hal yang pasti, jika dihadapi bersama Kristus, maka penderitaan kita ini malah akan membawa kita kepada kebangkitan dan kemuliaan di surga kelak. Kita cukup melihat di sekeliling kita untuk melihat, bahwa banyak orang kembali kepada Tuhan, setelah mengalami berbagai pencobaan dan penderitaan. Maka penderitaan malah dipakai Tuhan untuk membawa orang kepada keselamatan. Kita memang dapat memohon pada Tuhan, “janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan”, seperti yang kita ucapkan dalam doa Bapa Kami, namun jika oleh kebijaksanaan-Nya Ia mengizinkan pencobaan itu terjadi dalam hidup kita, kita harus menerima dan menjalaninya dengan iman, dan tetap dapat berdoa: “…..Dimuliakanlah nama-Mu, jadilah kehendak-Mu.” Semua, karena justru kita percaya kepada Allah Bapa yang sangat mengasihi kita, sehingga pasti merencanakan yang terbaik di atas segala sesuatu, demi keselamatan kita.

Jadi akhirnya, mari kita sadari bersama bahwa di samping perbedaan pengertian tentang “Rapture” ini, kita memiliki kesamaan pengertian, yaitu bahwa:
1) Yesus pasti akan datang kembali di akhir jaman.
2) Ia akan kembali dengan mulia sebagai Hakim dan Raja.
3) Sambil menantikan kedatangan-Nya kembali ke dunia, kita harus berjaga-jaga, dan mengharapkan Dia dengan bersuka cita.
4) Pada akhir jaman semua orang akan dibangkitkan dari mati.
5) Kuasa kejahatan pasti akan dikalahkan oleh Kristus.
6) Kemuliaan akan diberikan kepada orang-orang pilihan Allah yang taat setia dalam iman, tekun berpengharapan, dan hidup dalam kasih kepada Tuhan dan sesama.

Akhirnya, saya ingin menekankan di sini, bahwa saya tidak menuduh bahwa para pengajar “Rapture”/ pengangkatan itu berbohong. Mereka mengajarkan apa yang mereka yakini, sama seperti saya menuliskan artikel ini sesuai dengan yang saya yakini. Melalui dialog ini, mari kita berusaha melihat dengan jujur, bahwa walaupun terdapat perbedaan dalam pengajaran, tetapi lebih banyak persamaan yang kita miliki, karena kita sama-sama mengimani Kristus Sang Juru selamat. Ini sangat besar sekali artinya!
Semoga kasih kita kepada Allah di dalam Yesus Kristus, dapat mengatasi semua perbedaan ini, dan Roh Kudus, yang adalah Roh Kebenaran, akan menghantar kita kepada seluruh Kebenaran.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Ketidakmampuan memberikan kesepakatan perkawinan

7

Relevansi Kanon, 1095

Cacat kesepakatan

Kanon-kanon yang berbicara tentang cacat kesepakatan nikah adalah kanon 1095 sampai dengan 1103. Kanon 1095 – kan 1100 dan kan 1102 – 1103 berbicara tentang cacat dalam perbuatan kemauan; dan kanon 1101 berbicara tentang cacat dalam tujuannya.

Kanon 1095 berbicara tentang: tidak mampu melangsungkan perkawinan:

  1. Yang kekurangan penggunaan akal budi yang memadai,
  2. Yang menderita cacat berat dalam kemampuan menegaskan penilaian mengenai hak-hak serta kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan yang harus diserahkan dan diterima secara timbal balik
  3. Yang karena alasan-alasan psikis tidak mampu mengemban kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan.

Perbuatan kemauan memberikan kesepakatan perkawinan sebagai suatu perbuatan manusiawi menuntut suatu kesadaran diri akan apa yang sedang dibuat dan kebebasan kehendak untuk memilih melakukan hal itu.

Kan 1095 no. 1

Kanon ini berbicara tentang mereka yang tidak mampu melaksanakan perbuatan kemauan karena alasan tidak dapat menggunakan akalbudinya secukupnya. Misalnya pada waktu menikah tidak secukupnya sadar akan apa yang dilakukan. Menggunakan akal budi secukupnya bukan semata-mata berarti sui compos (usia dewasa) tetapi menyangkut suatu keadaan tidak sadar dalam hubungannya dengan beratnya perbuatan kemauan yang menuntut keterlibatan semur hidup. Seseorang bisa menjadi tidak mampu menggunakan akal budi secukupnya untuk kesepakatan nikah oleh karena cacat permanen, seperti penyakit mental atau oleh karena cacat sementara. Contohnya, gangguan mental sementara yang serius adalah gangguan karena diracuni oleh obat atau alkohol dan sebagainya. Sedangkan gangguan yang mengakibatkan seseorang tidak mampu menggunakan akal secukupnya adalah sesuatu yang permanen seperti penyakit mental tetap. Hal itu menyebabkan cacat berat dalam pembentukan pandangan dan bahkan bagi yang menderita, sebab orang ini sesungguhnya tidak mampu memenuhi kesepakatan nikah.

Kan. 1095 no. 2

Supaya orang bisa menikah dengan sah, selain mengetahui apa yang sedang dilakukan kini dan di sini, orang itu juga harus mampu mengerti kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan dan memilihnya dengan bebas dan bertanggungjawab. Untuk itu dituntut kemampuan tertentu dalam membentuk pandangannya tentang kewajiban perkawinan. Pembentukan pandangan ini adalah kemampuan kodrati yang memungkinkan seseorang untuk membuat penilaian evaluatif yakni tidak hanya mengetahui sesuatu tetapi juga kewajiban atau rentetan perbuatan yang diakibatkan bagi dia sendiri sebagai konsekuensinya. Kemudian, setelah melalui pertimbangan yang masak mengenai hal ini, memilih dengan kehendak bebas untuk bertindak.

Kita harus ingat bahwa dalam tindakan manusiawi manapun pikiran dan kehendak saling bekerjasama. Pikiran memahami suatu obyek, tentang apakah obyek itu, dan selanjutnya membentuk pemahaman atas obyek itu lewat kemampuan kognitif. Jika timbul minat untuk memiliki obyek itu, lalu pikiran di bawah pengawasan kehendak, mulai membuat penilaian evaluatif tentang obyek itu. Kemudian mengolah apa yang menjadi dampak dari pilihan itu, apakah yang akan memengaruhi hidupnya, apa yang akan diakibatkan, kewajiban apa yang ditimbulkan dan sebagainya.

Jika seseoarang menjadi dewasa, biasanya dia mendapatkan kemampuan membentuk pandangan ini. Pembentukan pandangan dapat menjadi cacat karena ketidakdewasaan, karena penyakit psikis tertentu yang mengganggu proses penilaian itu atau karena cacat kepribadian yang begitu memengaruhi seorang sehingga dia tidak mampu menegaskan penilaian. Kebebasan untuk memilih dapat secara serius terpengaruh oleh penyakit psikis tertentu dan membuat seseorang hanya mengikuti dorongan yang tidak rasional yang tidak terkontrol. Kan. 1095 no.2 tidak berbicara tentang tidak adanya sama sekali kemampuan membentuk pandangan tetapi adanya cacat serius yang menyangkut hak-hak dan kewajiban-kewajiban perkawinan. Apa itu cacat serius harus dinilai seimbang dengan apa itu perkawinan yakni keterlibatan seumur hidup yang tak bisa dibatalkan (communio totius vitae).

Sehubungan dengan ketidakdewasaan, telah ditunjukkan bahwa dalam menangani perkara-perkara semacam itu suasana hidup mempelai harus diperhitungkan juga, sebab beberapa unsur ikut memengaruhi. Misalnya sejarah, latar belakang keluarga, kepercayaan religius mempunyai pengaruh kuat atas seseorang dan dapat menghalangi pemahaman hak dan kewajiban perkawinan.

Kan 1095 no 3

Seseorang yang menikah diandaikan mampu memikul kewajiban-keajiban hakiki perkawinan. Tetapi bisa terjadi bahwa seseorang walaupun mampu menyadari apa yang menjadi kewajiban-kewajiban hakiki dan dampaknya, tidak mampu memenuhi atau mengemban kewajiban-kewajiban itu. Bukan karena ia jahat, tetapi karena ada cacat dalam kepribadiannya. Maka kan. 1095, no. 3 menegaskan bahwa mereka yang karena alasan-alasan yang bersifat psikologis tidak mampu memikul kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan, tidak mampu melaksanakan perkawinan.

Ungkapan karena alasan-alsan psikis bersifat terbuka, maksudnya memberi kesempatan berkembang bagi penafsiran kanonik dan iursiprudensi. Iurisprudensi Rota Romana telah memilih beberapa kewajiban hakiki perkawinan yang mungkin ditolak oleh salah satu atau kedua mempelai karena adanya kelainan psikis yang serius (bdk. A. Mendoça, Psychopatic Personality and the Nullity of Marriage, studia Canonica, 1982, p. 101-102):

  1. Hak dan kewajiban persetubuhan,
  2. Kelanggengan hak dan kewajiban persetubuhan,
  3. Ekslusivitas hak dan kewajiban persetubuhan,
  4. Hak dan kewajiban untuk bersetubuh mensura normali et moho humani,
  5. Hak dan kewajiban untuk kesejahteraan fisik anak sejak di dalam kandungan,
  6. Hak dan kewajiban untuk pendidikan rohani dari anak,
  7. Hak dan kewajiban untuk membangun hubungan pribadi (communio viate),
  8. Kelanggengan dan eksklusivitas dari hak dan kewajiban atas communio vitae.

Kesimpulan

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban di atas adalah apa yang dituntut untuk membangun dan mendukung persekutuan hidup suami-isteri (communio totius vitae). Maka seseorang harus mampu membangun hubungan antar pribadi mengusahakan kebaikan pasangannya (bonum coniugum), menjadikan perbuatan persetubuhan norma dan manusiawi untuk dirinya untuk melahirkan anak dan dengan cara yang wajar mengusahakan pengembangan fisik dan rohani anak-anak (bonum proli) serta menaati kesetiaan suami-isteri (bonum fidei).

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab