Home Blog Page 203

Menghadiri perkawinan non-Katolik, bolehkah?

25

Pertanyaan:

Dear Romo,

Thanks for the answer. Satu lagi sy mau tanya, apakah dosa jika seseorang yg beragama Katolik datang ke upacara pernikahan gereja temannya yg menikahi seorang Kristen? mengapa dan apa alasannya?
Sy punya teman yang menolak untuk menghadiri (walau hanya sbg tamu) upacara pernikahan temannya yang akan menikah dgn seseorang beragama Kristen dengan dalih bahwa hal itu dilarang oleh hukum gereja Katolik.

Regards,
angela

Jawaban:

Shalom Angela,

Sebenarnya hal menghadiri upacara perkawinan adalah pilihan bebas dari setiap orang yang diundang, sama seperti sang pengundang mempunyai kebebasan mengundang siapapun yang dianggap tepat untuk diundang. Maka, seseorang bebas untuk datang atau tidak datang ke suatu undangan upacara perkawinan. Jika teman anda menolak untuk menghadiri upacara perkawinan temannya, tentulah ada alasannya, apalagi jika ia mengatakan bahwa perkawinan itu sesungguhnya tidak memenuhi persyaratan perkawinan yang sah menurut Hukum Gereja Katolik.

Sesungguhnya andapun dapat memeriksa, terutama jika anda juga mengenal dengan baik sahabat anda itu, apakah ada halangan/ cacat dalam perkawinan yang akan dilangsungkan itu. Jika ada, maka wajarlah jika anda atau teman anda itu memutuskan untuk tidak menghadiri perkawinan itu, terutama jika pemahamannya tentang kehadiran dalam upacara/ perayaan perkawinan adalah turut memberikan restu dan dukungan kepada perkawinan tersebut. Jika di mata Gereja Katolik, perkawinan itu cacat dan sesungguhnya tidak sah, maka apakah kita sebagai umat Katolik mau turut merestui perkawinan tersebut atau tidak? Tentu hal ini terpulang kepada hati nurani masing- masing; namun tentu jika seseorang menolak untuk menghadiri undangan tersebut, itu adalah haknya secara pribadi.

Seperti telah dituliskan oleh Romo Wanta (selengkapnya, klik di sini), berdasarkan Kitab Hukum Kanonik 1983, kan. 1057 ada tiga syarat bagi perkawinan yang sah menurut hukum Gereja Katolik, yaitu: 1) dilaksanakan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mempunyai kemampuan legitim untuk melaksanakan perkawinan itu, yakni tidak terhalang oleh halangan yang menggagalkan dari hukum ilahi atau hukum positif (gerejawi dan sipil); 2) adanya saling kesepakatan tanpa cacat mendasar untuk perkawinan; 3) secara publik dilaksanakan dengan tata peneguhan yang diwajibkan hukum, yakni sebagaimana dituntut oleh hukum gereja atau negara. Dengan perkataan lain, jika tidak dipenuhi ketiga syarat ini, maka sebenarnya perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sah sebagai perkawinan secara hukum Gereja Katolik. Jadi hal yang membatalkan perkawinan menurut hukum kanonik adalah: 1) halangan menikah (untuk mengetahui tentang apa saja yang termasuk di dalamnya, klik di sini); 2) cacat konsensus; dan 3) cacat forma kanonika (untuk penjelasan point 2 dan 3, klik di sini)

Sebagai contohnya, jika salah satu dari pasangan sudah pernah menikah secara sah (walaupun menurut agama lain), maka sesungguhnya ia tidak dapat menikah lagi secara sah menurut hukum Gereja Katolik (ini termasuk halangan menikah, lih. Kan. 1085). Atau jika pasangan menikah untuk alasan yang salah, misalnya demi memperoleh ijin tinggal di luar negeri, sehingga tidak ada niatan yang sungguh untuk terus mempertahankan kesetiaan perkawinan (ini termasuk cacat konsensus, lih. Kan. 1101, §2). Atau kalau salah satu pihak dari mempelai adalah Katolik, namun ia merencanakan pemberkatan perkawinan di gereja non-Katolik, tanpa meminta ijin dari pihak Ordinaris/ keuskupan (ini termasuk cacat forma canonica, lih. Kan. 1108). Sebab pada dasarnya, tanpa ijin dari otoritas Gereja, tidak diperbolehkan adanya perkawinan campur antara seorang Katolik dengan seorang Kristen non- Katolik (lih. Kan. 1124). Namun demikian, pihak Ordinaris dapat memberikan ijin, jika terdapat alasan yang adil dan masuk akal, dengan kondisi: 1) pihak Katolik harus berjanji untuk tetap Katolik dan berusaha sekuat tenaga untuk membaptis dan mendidik anak- anak secara Katolik, 2) pihak yang non- Katolik menyadari janji dan kewajiban dari pihak yang Katolik ini; 3) kedua pihak harus menerima instruksi tentang tujuan dan hakekat perkawinan Katolik (lih. Kan. 1125).

Jadi nampaknya, masalahnya bukan apakah Gereja Katolik melarang umat Katolik untuk hadir di upacara perkawinan yang diadakan di gereja non- Katolik. Sebab larangan itu memang tidak ada. Yang ada adalah Gereja Katolik menetapkan syarat- syarat suatu perkawinan yang sah menurut hukum kanonik, yang mengikat umat Katolik dan pasangan yang menikah dengan seorang Katolik (walaupun ia non- Katolik). Nah, jika ada di antara syarat-syarat ini tidak dipenuhi, maka dapat dimengerti jika seorang Katolik yang diundang memutuskan untuk tidak menghadiri undangan tersebut, karena kemungkinan keputusan ini dibuat sesuai dengan hati nuraninya, yang tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan ketentuan Gereja Katolik. Namun sebaliknya, jika yang menikah keduanya bukan Katolik (bahkan bukan Kristen) maka ketentuan hukum kanonik, terutama forma canonica tidak mengikat pasangan yang menikah itu. Maka, jika umat Katolik diundang ke upacara pemberkatan perkawinan non- Katolik ini, dan jika tidak ada halangan menikah dalam perkawinan tersebut -sehingga hati nuraninya tidak menghalanginya untuk turut merestui/ mendukung perkawinan itu- maka tentu saja ia dapat menghadiri upacara maupun perayaan perkawinan tersebut.

Demikianlah Angela, tanggapan saya atas pertanyaan anda. Semoga dapat menjadi masukan buat anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Kerajaan Sorga, lalang dan gandum

8

1. Kerajaan Allah, ujian dan harapan

Bacaan pada minggu ke-16 masa biasa ini mengupas tentang Kerajaan Allah, yang diumpamakan seperti menabur benih yang baik di ladang, seperti biji sesawi dan seperti ragi. Bacaan ini memberikan pengertian mengapa Yesus mengajar dengan perumpamaan tentang Kerajaan Sorga. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran dan mau memasuki hubungan yang lebih mendalam dengan Yesus, serta terus berjaga-jaga, yang akan dapat masuk ke dalam misteri Kerajaan Sorga. Pemberitaan akan Kerajaan Surga terus diberitakan oleh Kristus melalui Gereja-Nya, sehingga orang-orang yang mempunyai niat baik untuk mendengarkan dapat termasuk dalam bilangan ‘gandum’, yaitu mereka yang dapat disebut sebagai anak-anak terang. Dan melalui Gereja-Nya, umat Allah dilindungi dari lalang atau pengajaran-pengajaran yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Kristus, sehingga umat Allah dapat dihantar kepada keselamatan kekal, dan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Allah (lih. Mat 13:43).

2. Telaah teks Matius 13:24-43

24.  Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya.
25.  Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi.
26.  Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu.
27.  Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu?
28.  Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu?
29.  Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu.
30.  Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.”
31.  Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya.
32.  Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.”
33.  Dan Ia menceriterakan perumpamaan ini juga kepada mereka: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.”
34.  Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatupun tidak disampaikan-Nya kepada mereka,
35.  supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: “Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.”
36.  Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: “Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu.”
37.  Ia menjawab, kata-Nya: “Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia;
38.  ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat.
39.  Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat.
40.  Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman.
41.  Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya.
42.  Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan gertakan gigi.
43.  Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”

Yesus memberikan tujuh perumpamaan di dalam Matius bab 13 di tepi danau Galilea (lih. Mat 13:1).  Oleh karena itu, bab ini sering disebut “pengajaran dengan perumpamaan atau the parable discourse” atau juga disebut “perumpamaan tentang Kerajaan” atau “perumpamaan di danau”, karena Yesus mengajarkan perumpamaan ini di tepi danau. Di bab 13 ini, kita dapat melihat tujuh perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, yaitu: (a) perumpamaan tentang seorang penabur, (b) perumpamaan tentang lalang di antara gandum, (c) perumpamaan tentang biji sesawi, (d) perumpamaan tentang ragi, (e) perumpamaan tentang harta terpendam, (f) perumpamaan tentang mutiara yang indah, (g) perumpamaan tentang pukat.

Pada minggu ke-16 masa biasa tahun A ini, bacaan Matius 13:24-42 memberikan tiga perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, yang dapat dibagi sebagai berikut:

Ayat 24-30: Kerajaan Sorga seperti menabur benih yang baik ke ladang.
Ayat 31-32: Kerajaan Sorga seperti biji sesawi
Ayat 33: Kerajaan Sorga seperti ragi.
Ayat 34-35: Alasan Yesus memberikan pengajaran lewat perumpamaan.
Ayat 36-43: Yesus menerangkan perumpamaan tentang lalang di ladang.

3. Interpretasi Matius 13:24-43

a. Tentang Kerajaan Sorga.

Pemberitaan tentang Kerajaan Sorga yang mensyaratkan pertobatan adalah merupakan pokok pemberitaan Kristus yang dimulai sejak karya publik Kristus (lih Mat 4:17; Mat 10:7; Luk 4:42-43; Luk 10:9; Kis 1:3). Kerajaan Sorga adalah tawaran yang diajukan oleh Kristus kepada seluruh umat manusia dan menjadi tujuan akhir dari umat manusia. Namun, seperti yang diberitakan oleh Kristus, untuk mencapai Kerajaan Sorga dibutuhkan pertobatan (lih. Mat 4:17), sehingga seseorang dapat masuk ke dalam misteri yang lebih mendalam akan Kerajaan Allah. Khotbah di bukit mengatakan “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3). Hanya dengan sikap miskin di hadapan Allah inilah, seseorang dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Dengan sikap miskin di hadapan Allah, seseorang akan dapat bertobat, mendahulukan dan memperjuangkan kebenaran yang diperintahkan oleh Allah lewat Gereja-Nya. Dan dengan semangat yang sama, ia akan dapat berpartisipasi untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini sebagai gambaran akan Kerajaan Allah di Sorga. Secara khusus, tugas memberitakan Kerajaan Allah diberikan kepada Gereja, termasuk seluruh anggotanya. Dokumen Vatikan II, Lumen Gentium, 5 menuliskan:

“Misteri Gereja Kudus itu diperlihatkan ketika didirikan. Sebab Tuhan Yesus mengawali Gereja-Nya dengan mewartakan kabar bahagia, yakni kedatangan Kerajaan Allah yang sudah berabad-abad lamanya dijanjikan dalam Alkitab: “Waktunya telah genap, dan Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15; lih Mat 4:17). Kerajaan itu menampakkan diri kepada orang-orang dalam sabda, karya dan kehadiran Kristus. Memang, sabda Tuhan diibaratkan benih, yang ditaburkan di ladang (lih. Mrk 4:14), mereka yang mendengarkan sabda itu dengan iman dan termasuk kawanan kecil Kristus (lih. Luk 12:32), telah menerima kerajaan itu sendiri. Kemudian benih itu bertunas dan bertumbuh atas kekuatannya sendiri hingga waktu panen (lih. Mrk 4:26-29). Mukjizat-mukjizat Yesus pun menguatkan, bahwa Kerajaan itu sudah tiba di dunia: “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20; lih. Mat 12:28). Tetapi terutama Kerajaan itu tampil dalam Pribadi Kristus sendiri, Putera Allah dan Putera manusia, yang datang “untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45).

Adapun sesudah menanggung maut di kayu salib demi umat manusia, kemudian bangkit, Yesus nampak ditetapkan sebagai Tuhan dan Kristus serta Iman untuk selamanya (lih. Kis 2:36; Ibr 5:6; 7:17-21). Ia mencurahkan Roh yang dijanjikan oleh Bapa ke dalam hati para murid-Nya (lih. Kis 2:33). Oleh karena itu Gereja, yang diperlengkapi dengan kurnia-kurnia Pendirinya, dan yang dengan setia mematuhi perintah-perintah-Nya tentang cinta kasih, kerendahan hati dan ingkar diri, menerima perutusan untuk mewartakan Kerajaan Kristus dan Kerajaan Allah, dan mendirikannya ditengah semua Bangsa. Gereja merupakan benih dan awal mula Kerajaan itu didunia. Sementara itu Gereja lambat-laun berkembang, mendambakan Kerajaan yang sempurna, dan dengan sekuat tenaga berharap dan menginginkan, agar kelak dipersatukan dengan Rajanya dalam kemuliaan.”

b. Mengapa Yesus mengajar dengan perumpamaan?

Kalau kita mengamati bagaimana Yesus mengajar, maka kita melihat bahwa adakalanya Yesus mengajar secara langsung, seperti yang kita lihat dalam khotbah di bukit tentang delapan sabda bahagia (lih. Mat 5:3-10), namun adakalanya Yesus juga mengajar dengan menggunakan perumpamaan, seperti pengajaran tentang Kerajaan Sorga. Pertanyaannya adalah mengapa Yesus berbicara dengan menggunakan perumpamaan? Alkitab mengatakan bahwa memang kepada para murid-Nya yang telah diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, Yesus berbicara secara langsung tanpa menggunakan perumpamaan (lih. Mat 13:10-11). Apakah dengan demikian Kristus menyembunyikan sesuatu kepada banyak orang? St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa Kristus berbicara kepada banyak orang dengan menggunakan perumpamaan karena (1) orang-orang yang mendengarkan tidak akan mengerti atau tidak pantas untuk mendengarkan pengajaran yang disampaikan secara langsung, (2) prinsip mediasi. ((lih. St. Thomas Aquinas, ST, III, q.42, a.3))

Apa yang dapat diterima oleh seseorang adalah tergantung dari disposisi hati dari orang yang menerima (the mode of the receiver). Sebagai contoh, bagi orang yang punya disposisi hati yang dibentuk oleh agama Katolik, maka orang tersebut akan menghormati dan mendengarkan pengajaran tentang Ekaristi. Namun bagi orang yang tidak percaya, maka pengajaran tentang Ekaristi mungkin tidak terlalu diperhatikannya. Bagi orang yang telah dibentuk sebagai seseorang yang anti Katolik, maka pengajaran apapun tentang iman Katolik dianggap salah. Penjelasan apapun yang diberikan seolah-olah tidak masuk akal. Dengan menggunakan perumpamaan, Yesus dapat membuat orang tertarik untuk menjadi pengikut-Nya, yang membuat orang tersebut dapat mengikuti pengajaran-Nya secara lebih mendalam. Yesus menjelaskan perumpamaan tersebut bukan hanya kepada para rasul namun juga para murid. (lih. Mar 4:10). Ini berarti, orang-orang yang ingin benar-benar mencari kebenaran dapat bertanya dan menemukannya.

Alasan kedua mengapa Yesus memberikan pengajaran dengan perumpamaan adalah sebagai manifestasi dari prinsip mediasi. Yesus menginginkan agar Dia dapat mengajarkan kepada para rasul dan para murid, dan kemudian para rasul dan para murid mengajarkan kepada semua orang, baik dengan lisan maupun tertulis. Dengan prinsip ini, maka sungguh penting untuk menjadi bagian dari bilangan umat Allah. Dan kalau Kristus sendiri telah mendirikan Gereja Katolik (lih. Mat 16:16-19) dan menjadi Kepala Gereja (lih. Ef 5:23), maka untuk menjadi bilangan murid Kristus, kita harus masuk ke dalam bilangan Gereja-Nya yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Dengan demikian, kita dapat mengalami kepenuhan kebenaran dan kepenuhan pengajaran Kristus, seperti pengajaran tentang sakramen, liturgi, dan doktrin-doktrin yang lain, termasuk pengajaran tentang Kerajaan Allah.

c. Kerajaan Sorga seperti menabur benih yang baik ke ladang (ayat 24-30, 36-42)

1. Penjelasan tentang perumpamaan

Dalam perumpamaan pertama, Yesus memberikan perumpamaan Kerajaan Sorga seperti orang yang menabur benih (lih. Mat 13:24-30) dan kemudian menjelaskannya kepada para murid arti dari perumpamaan tersebut (lih. Mat 13:36-42). Yesus menjelaskan bahwa orang yang menabur benih yang baik di ladang adalah Kristus sendiri, yang mewartakan pertobatan dan Kerajaan Allah di dunia, sehingga setiap orang dapat mendengarkan-Nya. Namun, ketika semua orang tertidur (ay.25), musuh atau iblis (ay.25, 28, 39) menaburkan benih lalang (ay. 25) atau anak-anak si jahat (ay.38). Dan ketika hamba-hamba atau para malaikat melihat gandum dan lalang tumbuh bersama (ay.27-28), mereka bertanya kepada Tuhan apakah mereka perlu mencabut lalang tersebut. Namun, Tuhan mengatakan bahwa mereka harus menunggu sampai waktu menuai atau akhir zaman, sehingga lalang tersebut atau segala hal yang menyesatkan dan jahat dapat dikumpulkan dan dibakar (ay.40-42) dan orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Sorga (ay.43).

Dalam perumpamaan di atas, dijelaskan bahwa Anak Manusia-lah yang menaburkan benih yang baik. Hal ini akan terlihat lebih jelas, kalau kita juga membaca perumpamaan tentang Sang Penabur (lih. Mat 13:1-23). Kristus telah menaburkan benih yang baik kepada setiap orang, namun benih ini dapat tumbuh dengan baik kalau manusia menjawab panggilan Tuhan, yang digambarkan sebagai benih yang jatuh di tanah yang baik dan menghasilkan buah yang berlimpah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat (ay.23). Namun, di perumpamaan berikutnya (ay.23-42), Kristus memberikan perumpamaan bahwa untuk dapat mencapai Kerajaan Sorga, diperlukan kewaspadaan dan senantiasa berjaga karena si jahat menaburkan benih lalang, dan dengan demikian secara aktif merusak benih yang baik yang ditaburkan oleh Kristus.

2. Berjaga-jagalah sehingga kita terhindar dari percobaan

Di dalam perikop ini dikatakan bahwa si jahat menaburkan benih lalang ketika semua orang sedang tertidur (ay.25). Yesus ingin menekankan pentingnya untuk senantiasa berjaga-jaga, baik terhadap serangan si jahat dan berjaga-jaga sampai pada akhir kehidupan kita, maupun berjaga sampai akhir zaman (lih. Mat 24:42-43). Yesus menekankan pentingnya untuk senantiasa berjaga-jaga dan berdoa sehingga kita tidak jatuh dalam percobaan (lih. Mrk 14:38). Rasul Paulus menekankan untuk tetap berdiri teguh dalam iman dan tetap kuat (lih. 1Kor 16:13). Lebih lanjut Rasul Paulus menekankan agar sebagai anak-anak terang, kita harus berbaju-zirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan (lih. 1Tes 5:8).  Hanya dengan tiga kebajikan ilahi, yang ditopang oleh doa dan dikuatkan oleh Roh Kudus, kita dapat berjaga-jaga tanpa mengenal lelah, sehingga tidak memberi kesempatan kepada si jahat untuk menaburkan benih lalang. Secara simbolis, St. Hieronimus dan St. Agustinus mengartikan bahwa yang tertidur adalah para pastor dan para uskup yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik serta tidak mengajarkan pengajaran yang benar. Inilah sebabnya para pastor dan para uskup harus senantiasa mengajarkan doktrin yang kokoh kepada umat Allah seperti yang diajarkan oleh Kristus lewat Magisterium Gereja, sehingga umat Allah tidak mudah digoyahkan oleh pengajaran-pengajaran yang populer namun salah. Sebaliknya, umat Allah juga harus senantiasa berpegang pada pengajaran yang diberikan oleh Kristus lewat Magisterium Gereja, yang diteruskan oleh para uskup dan juga para pastor, sehingga si jahat tidak mempunyai kesempatan untuk menaburkan benih lalang atau benih kesesatan kepada umat Allah.

3. Benih lalang yang mematikan

Benih lalang yang ditaburkan oleh si jahat bukanlah benih lalang biasa, namun adalah jenis zizanium, yaitu sejenis gandum liar, atau juga dikenal sebagai cockle, tare atau darnel. Jenis lalang ini sangat sulit dibedakan dengan gandum biasa, karena bentuknya yang serupa. Kalau seseorang mencoba memisahkan lalang dengan gandum sebelum waktunya, maka mereka dapat salah mencabut. Seseorang hanya dapat membedakan antara lalang ini dengan gandum ketika mereka bertumbuh besar dan bulir-bulirnya mulai masak. Walaupun serupa, lalang jenis ini sangat merugikan. Kalau sampai orang memakannya, maka orang tersebut akan merasa mabuk dan pusing. Untuk menggambarkan bahayanya lalang ini, di zaman tersebut, ada orang yang membalas dendam seseorang dengan menyebarkan benih lalang ini gandum. Kalau seseorang membuat adonan gandum yang tercampur dengan lalang, maka adonan tersebut akan rusak.

Dari sini, kita dapat melihat bahwa benih baik yang tercampur dengan benih lalang akan menjadi sangat berbahaya. St. Yohanes Kristotomus dan St. Thomas Aquinas menyebutkan bahwa ajaran yang menyesatkan adalah ajaran yang benar bercampur dengan ajaran yang salah, sehingga banyak orang sulit untuk membedakannya. Sebagai contoh, kita dapat melihat pengajaran dari teologi kemakmuran, yang memberikan kebenaran tentang kasih Allah, namun mereduksi kasih Allah sebatas hal-hal yang bersifat material. Silakan melihat artikel “Teologi kemakmuran, ajaran gampang tapi salah” di sini – silakan klik. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Katolik bersyukur karena kita mempunyai Magisterium Gereja (lih. 1Tim 3:15), yang dapat memberikan kepastian ajaran seperti yang diperintahkan oleh Kristus, sehingga kita tidak mudah diombang-ambingkan oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Kristus. Dengan memegang ajaran yang benar dan berbuah dalam kasih, maka besarlah pengharapan kita akan memperoleh keselamatan abadi di Sorga.

4. Penghakiman terakhir adalah akhir zaman

Dalam perikop tersebut ditekankan bahwa Yesus membiarkan gandum untuk tumbuh bersama-sama dengan lalang, sampai pada akhir zaman (ay.40-41). Hal ini memberikan pengharapan sekaligus kesediaan untuk mempersiapkan diri. Pengharapan bahwa Tuhan akan terus memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbaiki kesalahan kita sampai kita dipanggil Tuhan. Namun pada saat yang bersamaan, pengharapan ini juga harus dibarengi dengan kesiapsiagaan, karena tentang hari dan saatnya tidak ada seorangpun yang tahu (lih. Mat 24:36). Pada saat akhir zaman, lalang yang dibiarkan tumbuh bersama gandum di ladang tidak dapat dibiarkan masuk ke dalam gudang yang sama. Pada saat itu, orang-orang yang melakukan kesesatan dan melakukan kejahatan akan dicampakkan ke dalam dapur api (ay.40-42). Bagaimana dengan gandum atau orang-orang yang melakukan kehendak Bapa? Mereka akan mendapatkan kebahagiaan abadi di Sorga (ay.43).

d. Kerajaan Sorga seperti biji sesawi (ayat 31-32)

Pada bagian ini, Kristus memberikan perumpamaan yang lain tentang Kerajaan Sorga, yaitu seperti biji sesawi yang ditaburkan seseorang di ladang, yang kemudian menjadi besar dan memberi kesempatan bagi burung-burung datang dan bersarang pada cabang-cabangnya. Biji sesawi memang biji yang sangat kecil, namun dapat tumbuh menjadi pohon yang dapat mencapai 4 meter, sehingga dapat memberikan keteduhan bagi makhluk hidup, seperti burung-burung. Injil Kristus yang diumpamakan seperti biji sesawi memang kecil dan bahkan menjadi batu sandungan bagi orang Yahudi dan menjadi kebodohan bagi orang-orang non-Yahudi (lih. 1Kor 1:23). Namun ajaran akan Kristus yang tersalib dan bangkit telah mengubah dunia dan menjadi jalan keselamatan bagi seluruh umat manusia.

Kita juga mengingat perkataan Kristus yang mengatakan bahwa jika biji tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, namun jika ia mati, maka ia akan menghasilkan banyak buah (lih. Yoh 12:24). Dengan kata lain, biji ini adalah Kristus sendiri, yang telah mati di kayu salib dan ditanam di makam dan setelah kebangkitan-Nya, maka tumbuh menjadi begitu besar menjadi Gereja, yang menjangkau umat Yahudi dan non-Yahudi seluruh dunia.

e. Kerajaan Sorga seperti ragi (ay.33)

Yesus kemudian memberikan perumpamaan berikutnya, yaitu Kerajaan Sorga adalah seperti ragi yang diambil oleh seorang perempuan dan dapat membuat adonan roti. Ragi yang sedikit sekali dapat dicampurkan ke adonan dan membuat adonan roti tersebut berkembang. St. Hieronimus mengartikan perempuan tersebut adalah Gereja, yang mengumpulkan umat Allah dari segala bangsa, sehingga menjadi kumpulan umat Allah yang besar, yang berada dalam kesatuan umat Allah di dalam Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Lebih lanjut, secara alegoris, St. Bernardus (l. 5. de Consider.) menjelaskan bahwa perempuan yang mengambil tepung terigu tiga sukat itu adalah Bunda Maria yang bersatu dengan Kristus yang mempunyai kodrat yang terdiri dari tubuh, jiwa (tubuh dan jiwa adalah kodrat manusia) dan ke-Allahan. Atau St. Agustinus menjelaskan bahwa ragi melambangkan kasih, karena menyebabkan aktifitas dan fermentasi. Sedangkan perempuan tersebut adalah kebijaksanaan dan tiga sukat melambangkan tiga hal dalam manusia, yaitu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap pengertian; atau tiga tingkatan hasil, seratus kali lipat, enam puluh kali lipat, tiga puluh kali lipat. ((St. Augustine, Quaest. Ev., i, 12))

Perikop ini juga menjadi peringatan bagi kita semua yang telah menerima Kristus dalam Sakramen Baptis dan juga dalam Sakramen Ekaristi, agar dapat menjadi ragi di dalam keluarga dan masyarakat.

4. Mensyukuri karunia Gereja Katolik

Akhirnya, dari perikop di atas, maka kita dapat melihat bahwa untuk dapat memahami misteri Kerajaan Sorga, diperlukan sikap pertobatan atau sikap miskin di hadapan Allah. Namun, pada saat yang bersamaan diperlukan sikap yang senantiasa berjaga-jaga, mengingat bahwa ada begitu banyak tantangan di dunia saat ini, termasuk pengajaran-pengajaran yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Kristus. Hanya dengan terus berpegang pada pengajaran Kristus yang diteruskan dan dijaga secara murni oleh Magisterium Gereja, maka umat Allah dapat mempunyai pondasi yang kokoh, yang tahan terhadap serangan dari luar. Dengan pondasi yang kokoh ini, maka umat Allah dapat menjadi ragi bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Mari, sebagai umat Katolik, kita mensyukuri karunia Gereja Katolik yang telah diberikan oleh Kristus untuk menjaga kita semua. Dan mari kita senantiasa berjaga-jaga sehingga pada saatnya nanti, kita akan bersinar di dalam Kerajaan Sorga, seperti yang dijanjikan sendiri oleh Kristus.

Siapakah ‘rasul-rasul palsu’ dalam 2 Kor 11?

5

Pertanyaan:

Shalom bu Ingrid,
Saya mau tanya ttg 2Kor 11.

Yang saya tangkap dalam perikop2x ini, Paulus gusar karena adanya rasul-rasul palsu yang menyesatkan jemaat di Korintus. Dan sebagian jemaat di Korintus karena terbujuk pengajaran rasul palsu meremehkan keotentikan wewenang mengajar Paulus dan meremehkan pribadi Paulus. Karena itu dlm melayani jemaat di Korintus, Paulus tidak mau menerima sumbangan. Ia bekerja sbg tukang kemah dan mempergunakan sumbangan dari jemaat lain untuk melayani jemaat di Korintus. Paulus juga menunjukkan prestasi-prestasinya untuk menekankan kuasa Kristus yang ada padanya. Apakah isi dari 2 Kor 11 benar demikian? Apakah bisa diterangkan lebih jauh?
Dan siapakah rasul-rasul palsu yang dimaksud Paulus? Orang agama sebelah mengatakan rasul palsu ini adalah Petrus. Tetapi di ayat 4 ditulis:
Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.
Jadi tidak mungkin yang dimaksud adalah Petrus, karena dalam surat Petrus, isinya tidak bertentangan dgn surat Paulus.
Terima kasih bu Ingrid

Jawaban:

Shalom Chianx,

Anda benar, bahwa ‘rasul- rasul palsu’ yang disebutkan oleh Rasul Paulus itu jelas bukan Rasul Petrus maupun kesebelas rasul lainnya. Terhadap keduabelas rasul itu, Rasul Paulus memberikan penghormatan, dengan menyebut mereka sebagai “rasul- rasul yang tidak ada taranya” (2 Kor 11: 5), atau “rasul- rasul yang luar biasa itu” (lih. 2 Kor 12:11). Maka rasul- rasul palsu yang dimaksud Paulus adalah para pengajar yang mengajarkan Injil yang lain daripada Injil yang diberitakan olehnya (lih. 2 Kor 11:4). Keberadaan para pengajar yang mengajarkan Injil yang lain ini juga disebutkan dalam suratnya kepada jemaat di Galatia (lih. Gal 1:6). Rasul Paulus menyebutkan secara lebih rinci ciri- ciri para pengajar/ rasul palsu itu dalam suratnya kepada jemaat di Roma demikian:

“Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka [para pengajar/ rasul palsu], yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu hindarilah mereka! Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya. Kabar tentang ketaatanmu telah terdengar oleh semua orang. Sebab itu aku bersukacita tentang kamu. Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat.” (Rom 16:17-20)

Rasul Yohanes-pun menyebutkan adanya pengajar/ nabi- nabi palsu, yaitu mereka yang tidak mengakui bahwa Yesus berasal dari Allah, dan mereka itu berkhotbah dengan membicarakan hal- hal duniawi (lih. 1 Yoh 4:3-4). Maka di kalangan jemaat abad awal sudah ada para pengajar sesat Docetism dan Gnosticsm, yang mengajarkan bahwa Kristus yang tersalib itu bukan sungguh- sungguh Kristus melainkan hanya bayangan (ilusi/ phantom) saja yang dilihat orang menyerupai seperti Kristus. Mereka tidak bisa menerima bahwa jika Kristus sungguh dari Allah, maka Ia harus menderita sedemikian hebatnya dan wafat sebagai terhukum. Dengan demikian para pengajar sesat itu menentang penderitaan, dan mereka mengajarkan Kristus yang lain daripada yang diajarkan oleh para rasul. Ajaran sesat ini ditentang oleh para rasul yang asli, termasuk Rasul Petrus, Yohanes dan Paulus. Rasul Paulus berkali- kali mengajarkan bahwa Kristus sungguh wafat, sebab kebangkitan-Nya itu hanya mungkin terjadi setelah Ia wafat:

“….tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.” (1 Kor 1:23-24)

“Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1 Kor 2:2)

“Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu? (Gal 3:1)

Hal ini sejalan dengan pengajaran Kristus sendiri yang telah berkali- kali memberitahukan kepada para murid-Nya bahwa Ia akan disalibkan dan akan bangkit pada hari ketiga (lih. Mat 20:19; Luk 24:7). Maka salah satu ciri otentik seorang rasul adalah jika ia turut menderita bersama Kristus untuk mewartakan Injil demi memenangkan jiwa- jiwa; dan hal- hal inilah yang disampaikan oleh Rasul Paulus dalam suratnya di Korintus dalam perikop 2 Kor 11 tersebut (lih. ay. 23-33), seperti: disesah, didera, dilempari batu, terkatung- katung di laut, diancam bahaya banjir, bahaya penyamun, tidak tidur, lapar dan haus, kedinginan, dst. Penderitaan ini dianggapnya sebagai salib yang harus dipikulnya sebagai pengikut Kristus, sebagaimana diajarkan oleh-Nya (lih. Luk 9:23)

Para rasul tidak takut menderita dalam mewartakan Injil, sebab mereka melihat penderitaan mereka sebagai partisipasi dalam penderitaan Kristus (lih. Kol 1:24), yang sudah terlebih dahulu menderita dan menyerahkan nyawa-Nya bagi mereka. Rasul Petrus juga kurang lebih mengajarkan hal yang sama, yaitu bahwa penderitaan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan seorang Kristen. Dalam suratnya, Rasul Petrus mengajarkan agar jemaat melihat penderitaan Kristus sebagai teladan, agar mereka tidak takut menderita untuk berbuat baik (lih. 1 Pet 2:18); agar mereka sanggup menderita dengan sabar (1Pet 3:13-22); agar mereka tidak takut menderita untuk menghindari dosa, hidup sebagai seorang Kristen, dan tidak takut menderita sebagai seorang Kristen (lih. 1Pet 4:1-19). Selanjutnya, Rasul Petrus juga memperingatkan jemaat akan adanya nabi- nabi dan guru-guru yang palsu, yang hidup berfoya- foya dan menyukai kenikmatan dunia. Mereka itu telah mengenal Jalan Kebenaran [Kristus] dan melepaskan diri dari kecemaran dunia, namun kemudian terlibat lagi di dalamnya, sehingga keadaannya menjadi lebih buruk daripada sebelumnya, seperti perumpamaan, “Anjing kembali ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.” (lih. 2Pet 2:22).

Maka jelas di sini bahwa baik Rasul Paulus maupun Rasul Petrus mengecam nabi- nabi palsu itu, dan nabi- nabi palsu itu bukan berasal dari kedua belas rasul.

Menurut penjelasan The Navarre Bible, di 2 Kor 11:1- 12:18, Rasul Paulus menyampaikan kepada jemaat di Korintus semacam justifikasi atas tingkah lakunya sebagai seorang rasul Kristus. Untuk hal ini ia berkali- kali minta maaf (lih. 2 Kor 11:1, 16-18, 21,23; 2 Kor 12: 1,6,11); tetapi ia merasa perlu untuk menjelaskan kepada mereka semua, untuk menanggapi serangan para penentangnya. Maka kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus mengisahkan segala penderitaan yang dialaminya sebagai seorang rasul Kristus [seperti yang juga dialami oleh keduabelas rasul lainnya] (ay. 23-27; 30-33) [dengan demikian menggenapi apa yang diwahyukan oleh Nabi Ananias tentang dia (lih. Kis 9:16)]. Penderitaan Rasul Paulus itu dibarengi juga oleh pewahyuan Allah yang ajaib kepadanya; sehingga jemaat dapat menyadari tentang siapa rasul ini yang telah berkhotbah di tengah- tengah mereka; dan membandingkan antara mandat yang diterimanya dengan apa yang diklaim oleh para penentangnya tersebut.

Selanjutnya perikop ini mengisahkan tentang semangat Rasul Paulus untuk menyelamatkan jiwa- jiwa. Ia mempersembahkan hidupnya untuk jiwa- jiwa tersebut, tanpa mencari pujian manusia (lih. 2Kor 12:15). Ia memulai perikop ini dengan memohon maaf jika ia kelihatannya terdengar seperti sedang memegahkan diri, dan ia menyebutnya sebagai ‘kebodohanku’, namun ia terus melanjutkannya, yaitu bahwa ia tidak mempunyai motif duniawi sedikitpun dengan khotbahnya di Korintus (2 Kor 11:7-15). Sekali lagi ia minta maaf atas ‘kebodohan’nya itu (ay. 16-21) dan menyebutkan alasan lain yang mendukung klaimnya sebagai pelayan Kristus, yaitu bahwa ia telah menderita dalam tugas pewartaan Injil (lih. ay. 22-33) dan bagaimana Tuhan telah memberikan karunia penglihatan kepadanya (lih, 2 Kor 12:1-10). Akhirnya di 2Kor 12:11-18, Rasul Paulus sekali lagi meminta maaf atas kebodohannya itu.

Demikian yang dapat saya tuliskan menanggapi pertanyaan anda. Semoga bermanfaat.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Siapakah Alberto Rivera?

11

Pertanyaan:

Shaloomm…!!
saya merupakan follower dari website Katolisitas walau tidak melalu twitter. Saya sangat terkesan dengan penelasan2 yang di berikan begitu gampang di mengerti dan menggelitik saya untuk menanyakan sebuah pertanyaan tentang buku yang di tulis oleh Alberto Rivera yang mengaku pernah menjadi Imam yang kemudian keluar dari Iman Katolik yang menurutnya sesat?? trims
GBU
Bambang

Jawaban:

Shalom Bambang,

Kisah tentang Alberto Rivera yang lebih lengkap dapat anda baca di link ini, silakan klik. Demikian sekilas ringkasannya:

Alberto Rivera (1935-1997) adalah salah satu tokoh anti -Katolik yang mengklaim pernah menjadi imam Yesuit, dan ditugasi untuk menghancurkan gereja- gereja Protestan; namun kemudian ia beralih menjadi seorang evangelis Protestan. Kisah ini kemudian dipublikasikan dalam komik karangan Jack Chick, dengan judul Alberto. Di dalam komik itu diceritakan kisah- kisah yang kontroversial yang memojokkan Vatikan, seolah Vatikanlah yang menciptakan agama- agama lain, termasuk juga gereja- gereja Protestan, komunisme, Mormornism dan New Age Movement. Tentu saja komik tersebut kemudian ditolak juga oleh gereja- gereja Protestan sendiri. Selanjutnya penerbit- penerbit Protestan, seperti Christianity Today, Cornerstone, dan Forward mengadakan penyelidikan terhadap Rivera, dan penyelidikan itu menunjukkan bahwa klaim- klaim yang dibuat oleh Rivera adalah penipuan.

Berikut ini adalah hasil penyelidikan Gary Metz yang dimuat dalam Christianity Today:

“Ia dituntut di pengadilan Los Angeles pada saat itu (1981) oleh seorang bernama Rivera, atas nama Hispanic Baptist Church, yang dimulainya, yang meminjam uang  $ 2,025 untuk investasi di properti, tetapi tidak pernah membeli tanah tersebut. Ketika orang itu ditanya untuk uangnya kembali, ia menerima sebuah kwitansi yang menyatakan “kontribusi” sebesar $ 2,025 ….” (Gary Metz, “Jack Chick’s Anti-Catholic Alberto Comic Book Is Exposed as a Fraud,” Christianity Today, March 13, 1981.)

Berikutnya Christianity Today juga menuliskan kasus penipuan yang dilakukan oleh Alberto Rivera, saat ia bekerja di pusat the Church of God of Prophecy di Tennesee, Oktober 1967. Juga ditemukan bahwa klaimnya sebagai imam adalah palsu. Demikian pula tahun 1969, Rivera pernah dua kali ditahan di Florida. Kasus pertama adalah karena penipuan kartu kredit di BankAmericard, sebesar $2000, dan kasus kedua adalah karena ia mengendarai mobil tanpa izin.

Christianity Today melaporkan kasus penipuan yang lain, yaitu tentang klaim Rivera bahwa ia menyelamatkan adiknya yang menderita sekarat di biara di London. Dikatakan bahwa Rivera menghubungi jemaat Anabaptis untuk membantunya melaksanakan niatnya ini. Tetapi ternyata yang dihubungi sebenarnya adalah Delmar Spurling dari the Church of God of Prophecy. Dan Rivera tidak menyelamatkan adiknya di biara, sebab ia bukan biarawati, tetapi seorang pembantu rumah tangga di London.

Christianity Today juga melaporkan tentang penipuan klaim Riviera bahwa ia seorang imam di Madrid-Alcala, Spanyol (1967). Sebab setelah di-check, keuskupan tersebut menyatakan bahwa tidak pernah ada imam di keuskupan mereka yang bernama Alberto Rivera. Keuskupan tersebut menyatakan bahwa Rivera bukanlah imam, dan paspor yang dimilikinya diperoleh dengan penipuan. Selanjutnya Christianity Today juga menemukan bahwa Rivera tidak saja bukan seorang imam Yesuit tetapi juga ia mempunyai dua orang anak selama dia mengklaim hidup selibat sebagai seorang Yesuit.

Publikasi Cornerstone kemudian mengungkapkan penipuan klaim Rivera yang lain. Rivera tidak pernah menjadi uskup seperti yang diklaim olehnya. Ketika ditanya mengapa ia memakai gelar ini, akhirnya Rivera mengatakan sebenarnya ia memang tidak pernah ditahbiskan menjadi uskup, namun ia memakai gelar ini sebagi prestise.

Selanjutnya masih ada banyak lagi kebohongan yang disampaikan oleh Rivera, yang dapat dibaca di link di atas. Sungguh kita dapat menjadi terperangah bahwa seseorang dapat dengan sedemikian merancang suatu penipuan yang sangat njelimet dan ngawur macam itu. Maka kita cukup hanya perlu menggunakan akal sehat kita untuk menilai apakah kesaksian Alberto Rivera tentang Gereja Katolik tersebut layak untuk dipercaya, sebab bahkan untuk mengisahkan kehidupannya sendiri ia tidak menyampaikan kebenaran. Tidak mengherankan bahwa pernyataannya tentang Gereja Katolik dan ajarannya juga banyak yang keliru, yang menunjukkan bahwa ia tak paham dengan doktrin Katolik dan sejarah Gereja. Klaimnya bahwa otak di belakang Inquisition adalah pastor- pastor Yesuit juga keliru, sebab Inquisition terjadi sekitar tahun 1200, sedang ordo Yesuit baru berdiri sekitar  tahun 1540.

Demikian, Bambang, tak ada yang perlu dirisaukan tentang apa yang disampaikan oleh Alberto Rivera tentang Gereja Katolik. Sebab kebenaran akan memberi kesaksian terhadap dirinya sendiri. Orang yang tidak menyampaikan kebenaran akan menuai kontradiksi, yang membuktikan sendiri bahwa apa yang disampaikannya keliru. Dan nampaknya inilah yang terjadi pada Alberto Rivera.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Litani Kerahiman Ilahi

0

Tuhan kasihanilah kami
Tuhan kasihanilah kami

Kristus kasihanilah kami
Kristus kasihanilah kami

Tuhan kasihanilah kami; Kristus dengarkanlah kami
Kristus kabulkanlah doa kami

Allah Bapa di surga, kasihanilah kami.
Allah Putra Penebus dunia,
Allah Roh Kudus,
Allah Tritunggal Mahakudus, Tuhan Yang Maha Esa,

Kerahiman Ilahi, sifat pencipta yang paling nyata, Engkaulah andalanku
Kerahiman Ilahi, kesempurnaan penyelamat yang tertinggi,
Kerahiman Ilahi, pengudus sumber cinta yang tak dapat di pahami,
Kerahiman Ilahi, Tritunggal Mahakudus yang tidak dapat dimengerti,
Kerahiman Ilahi, bukti kekuasaan Allah yang tertinggi,
Kerahiman Ilahi, terwujud dalam penciptaan para malaikat,
Kerahiman Ilahi, yang menciptakan kami dari yang tiada,
Kerahiman Ilahi, yang merangkul seluruh dunia,
Kerahiman Ilahi, yang memberikan kami hidup abadi,
Kerahiman Ilahi, yang menjaga kami terhadap siksa yang patut kami pikul,
Kerahiman Ilahi, yang mengangkat kami dari kebusukan dosa,
Kerahiman Ilahi, yang membela kami dengan sabda yang menjelma,
Kerahiman Ilahi, yang terpancar dari luka-luka Yesus,
Kerahiman Ilahi, yang mengalir dari hati Yesus yang Mahakudus,
Kerahiman Ilahi, yang memberikan kami Bunda Maria sebagai Bunda berbelas kasih,
Kerahiman Ilahi, yang terwujud dalam pengadaan Gereja Katolik,
Kerahiman Ilahi, yang terungkap dalam pengadaan Sakramen-sakramen Suci,
Kerahiman Ilahi, yang tampak secara khusus dalam Sakramen Permandian dan Tobat,
Kerahiman Ilahi, yang terwujud dalam Sakramen Ekaristi dan Imamat,
Kerahiman Ilahi, yang terwujud dalam panggilan kita kepada iman yang benar,
Kerahiman Ilahi, yang terwujud dalam pertobatan para pendosa,
Kerahiamn Ilahi, yang terwujud dalam kekudusan para orang jujur,
Kerahiman Ilahi, yang terwujud dalam kesucian para orang saleh,
Kerahiman Ilahi, yang membawa kesembuhan bagi orang sakit dan menderita,
Kerahiman Ilahi, yang menurunkan penghiburan bagi orang yang berada dalm kesulitan,
Kerahiman Ilahi, harapan bagi orang yang berputus-asa,
Kerahiman Ilahi, yang mendampingi kami selalu dan di mana-mana,
Kerahiman Ilahi, yang mendahului kami dengan rahmat,
Kerahiman Ilahi, ketenangan bagi orang yang menghadapi ajal,
Kerahiman Ilahi, kegembiraan surgawi bagi orang yang diselamatkan,
Kerahiman Ilahi, kesejukan dan keringanan bagi jiwa-jiwa di api penyucian,
Kerahiman Ilahi, mahkota semua orang kudus,
Kerahiman Ilahi, sumber mukjizat yang tak terbatas,

Anak domba Allah, yang membuktikan Kerahiman paling tinggi bagi keselamatan dunia dengan salib-Mu,
sayangilah kami, ya Tuhan

Anak domba allah, yang dengan penuh Kerahiman mempersembahkan diri untuk kami dalam setiap Kurban Misa,
kabulkanlah doa kami, ya Tuhan

Anak domba Allah, yang oleh Kerahiman yang tak terbatas menghapus dosa-dosa kami,
kasihanilah kami, ya Tuhan

Kerahiman Ilahi yang melampaui segala perbuatan-Nya,
sebab itu aku akan memuji Kerahiman Ilahi untuk selama-lamanya

Marilah berdoa

Allah, yang kerahiman-Mu tak dapat dipahami dan yang belas kasih-Mu tak terbatas, pandanglah kami dengan mata belas kasih-Mu dan tambahkanlah kerahiman-Mu dalam kesulitan sebesar apa pun. Semoga kami selalu berharap pada kehendak-Mu yang selalu hadir dengan kerahiman-Mu. semuanya ini kami mohon dengan perantaraan Yesus Kristus, Raja Kerahiman, yang bersama Engkau dan Roh Kudus menurunkan Kerahiman kepada kami untuk selama-lamanya. Amin.

Apakah gerakan karismatik Katolik sesat?

110

Pertanyaan:

Stef Yth,

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Stef dan pembaca yang mengikuti gerakan karismatik, saya pribadi tidak menyukai gerakan karismatik dan memiliki kesan negatif terhadapnya karena di dalam gerakan itu terdapat penyimpangan dan kesesatan, sbb:
1. Gerakan karismatik berasal dari denominasi Protestan Pentacostal (yg tergolong heresy/bidat/skismatik) dan tidak ada dalam Tradisi Gereja. Sumbernya saja sudah sesat, tentu gerakannya juga beresiko sesat. Anehnya, mengapa ini bisa sampai tumbuh subur dlam Gereja Katolik?
2. Gerakan karismatik identik dengan tepuk tangan, musik yg keras, jingkrak2 dan sikap emosional. Bukankah berdoa itu memerlukan ketenangan dan keheningan seperti teladan Yesus sendiri?
3. Doa Karismatik yang panjang dan bertele-tele, apakah karena kuasa roh kudus sehingga ia berdoa panjang seperti itu? Ditambah lagi ada yang berdesis-desis menyahuti dengan nama Tuhan(Yesus). Tuhan Yesus saja tidak menyarankan doa yang bertele-tele.
4. kecenderungan memaksakan pemahaman/pendapat pribadi terhadap ayat2 Injil dan menganggap yang tidak sepaham adalah sesat dan berdosa.
5. Penyimpangan dari ajaran Rasul Paulus tentang penggunaan karunia Roh Kudus, khususnya mengenai bahasa roh.
6. yang paling penting(dan paling parah/sesat) adanya Baptisan roh dan praktek penumpangan tangan oleh awam untuk mendapatkan karunia roh serta praktek exorcisme oleh awam .Maksudnya baptisan roh?bukankah kita hanya mengakui satu pembaptisan seperti yang tertulis dalam Syahadat Nicea?Jelas ini melanggar hasil konsili. Dan lagi tidak sembarang orang dapat melakukan penumpangan tangan dan exorcisme.
7. Dikatakan bahwa gerakan karismatik menghasilkan buah2 yg baik. Apa benar yang dihasilkan adalah buah2 sejati?Bukankah umat beragama lain(non Katolik) juga menghasilkan buah2 yang baik melalui sembahyang mereka?
8. Dalam gerakan karismatik terdapat sinkretisme ajran Katolik(benar) dan Protestan pentakostal(sesat).

Munculnya gerakan karismatik dalam Gereja Katolik menyatakan bahwa:
a) ada yang kurang dalam spiritualitas Gereja Katolik maka perlu adanya gerakan karismatik.
sakramen2, ibadat harian, doa, devosi, puasa, meditasi, pemeriksaan batin, latihan rohani, pendalaman Kitab Suci, retret, dsb yg sudah menjadi tradisi Gereja tidak mampu mengubah dan memperbaharui hidup umat Katolik dan memberikan karunia2 roh, maka perlu mengikuti gerakan karismatik.
b)gerakan karismatik adalah upaya yg perlu untuk memperoleh karunia2 roh. Maka jelas gerakan karismatik merendahkan Roh Kudus dan sakramen2 GK.

Jadi kesimpulannya: gerakan karismatik sangat berbahaya kerena mengandung penyesatan dan penyimpangan dari iman dan ajaran Gereja Katolik.

NB: Ini adalah pendapat pribadi berdasarkan pengalaman pribadi, kesaksian teman2 dan beberapa bacaan. Maaf kalau kurang berkenan.

Salam,
Aloysius

Jawaban:

Shalom Aloysius,

Pertama- tama, dalam menyikapi suatu pengajaran Gereja, mari kita kesampingkan perasaan/ pendapat pribadi. Karena kalau demikian halnya, kita menempatkan penilaian pribadi kita di atas ajaran/ keputusan Magisterium. Jika kita terus mempertahankan sikap seperti ini, kita menempatkan diri di posisi yang beresiko, apalagi jika kemudian disertai dengan sikap menganggap diri lebih benar daripada Magisterium; dan karenanya dengan keras menentang pengajaran Magisterium. Sikap demikian tidak menampakkan buah Roh Kudus yang utama dan pertama (lih. Gal 5:22-23), yaitu kasih yang menghendaki persatuan daripada perpecahan, dan kasih yang tidak memegahkan diri dan tidak sombong (lih. 1 Kor 13:4).

Dengan prinsip ini, saya menanggapi pandangan anda:

1. Gerakan karismatik: sesat?

Anda mengatakan bahwa Gerakan karismatik berasal dari denominasi Protestan Pentakostal, dan gereja Pentakostal ini anda pandang heretikal/ skismatik/ sesat, dan karena itu gerakannya juga sesat.

Sejujurnya ini adalah pernyataan- pernyataan yang tidak berhubungan. Memang awal gerakan Karismatik sering dihubungkan dengan apa yang terjadi pada tanggal 1 Januari 1901 di suatu Bible college di Topeka Kansas, Amerika Serikat, atau tanggal 18 April 1906 di pertemuan doa Apostolic Faith Mission di Azusa St. Los Angeles, juga di Amerika- yang keduanya bukan komunitas Katolik-; saat terjadi apa yang kemudian dikenal dengan karunia bahasa roh. Selanjutnya, gerakan yang kemudian mempraktekkan karunia- karunia karismatik Roh Kudus ini dikenal dengan sebutan gerakan karismatik.

Walaupun gerakan ini nampak marak bertumbuh sekarang ini, namun sebenarnya karunia bahasa roh dan karunia karismatik Roh Kudus ini sudah ada sejak jaman para rasul, dan walaupun tidak banyak disorot, karunia inipun sudah ada dalam sejarah Gereja Katolik. Mari bersama kita melihatnya:

Dasar Kitab Suci tentang bahasa roh dan karunia karismatik lainnya:

Karunia bahasa roh yang dikenal dengan istilah glossolalia, disebut di beberapa ayat di kitab Perjanjian Baru, seperti:

1. Mrk 16:17: nubuat Yesus tentang orang- orang percaya, “….mereka akan berbicara dalam bahasa- bahasa yang baru bagi mereka”.

2. Kis 2: ketika Roh Kudus mengurapi keduabelas rasul, maka orang- orang dari kelimabelas bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar para rasul itu berkhotbah dalam bahasa mereka sendiri.

3. Kis 10: Kornelius yang menerima karunia bahasa roh setelah menerima pewartaan Injil dari Rasul Petrus.

4. Kis 19:1-6: mengisahkan anggota jemaat di Efesus yang menerima karunia bahasa roh setelah menerima baptisan dalam nama Yesus.

5. 1Kor 12-14: mengisahkan bahwa gereja/ jemaat di Korintus menerima karunia bahasa roh dan karunia- karunia karismatik lainnya. Di 1Kor 12:7-11 disebutkan macam- macam karunia tersebut, sedangkan di 1Kor 12:28, disebutkan urutannya, mulai dari karunia sebagai rasul, nabi, pengajar, mukjizat, penyembuhan, pelayanan, pemimpin, bahasa roh.

Selanjutnya, Kitab Suci menyebutkan bahwa manifestasi Roh Kudus dalam bahasa roh itu dapat merupakan: 1) bahasa asing/ bahasa suatu bangsa tertentu, seperti terjadi pada Kis 2, Kis 11:15, dan 1Kor 14:21, ataupun 2) bahasa yang tidak terucapkan (ecstatic utterance), yang tidak dimengerti (1Kor 14:2), seperti secara implisit dikatakan dalam Rom 8:26-27. Karunia ini adalah karunia doa untuk mengucap syukur kepada Tuhan (1Kor 14:16-17) dan Rasul Paulus-pun menggunakan bahasa roh ini di dalam doa- doanya (lih. 1Kor 14: 18-19). Namun, karena tidak dimengerti, sering orang yang tidak percaya menyangka bahwa mereka yang menerima karunia ini sebagai orang yang tidak waras (lih. 1Kor 14:23).  3) Bisa juga terjadi alternatif ketiga bahwa bahasa roh tersebut dapat merupakan bahasa spiritual dan bahasa surgawi yang tak berdasarkan atas bahasa yang dikenal di dunia, namun yang dapat diinterpretasikan menurut bahasa yang dikenal di dunia, seperti yang mungkin terjadi dalam Kis 2:6-8; di mana para rasul berkata- kata dengan bahasa yang baru itu secara bersamaan, namun dapat terdengar oleh orang- orang yang berada di sana, yang datang dari berbagai bangsa, sebagai bahasa mereka sendiri (lih. Kis 2:6)

Dalam tradisi Gereja Katolik

Menarik disimak di sini adalah perkembangan yang terjadi setelah jaman para rasul. Montanus (135-177), adalah seorang yang dikenal sebagai pelopor gerakan karismatik pertama di abad kedua, dengan menekankan adanya karunia nubuat. Ia menekankan bahasa roh dan kehidupan asketisme (mati raga) yang ketat; dan ia mengklaim sebagai penerima wahyu Tuhan secara langsung, sehingga membahasakan diri sebagai orang pertama dalam nubuat-nubuatnya, seolah- olah ia sendiri adalah Tuhan. Gerakan Montanism ini akhirnya memecah Gereja di Ancyra menjadi dua; dan karena itu Uskup Apollinarius menyatakan bahwa nubuat Montanus adalah palsu (Eusebius 5.16.4)  Gerakan Montanus akhirnya ditolak oleh para pemimpin Gereja.

Montanus dan para pengikutnya lalu memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja yang ada pada saat itu. Oleh karena itu, tak mengherankan bahwa para Bapa Gereja pada abad- abad awal menekankan agar jemaat tunduk pada pengajaran para uskup yang adalah para penerus rasul; dan mereka relatif tidak terlalu menekankan karunia bahasa roh [kemungkinan mengingat bahwa hal itu faktanya dapat menimbulkan perpecahan]. St. Policarpus (69-159) yang hidup di jaman Rasul Yohanes, tidak menyebutkan tentang bahasa roh, demikian pula St. Yustinus Martir (110-165). St. Irenaeus (120-202) hanya menyebutkan secara sekilas dalam tulisannya Against Heresies. Selanjutnya karunia bahasa roh ini disebutkan dalam tulisan-tulisan St. Hilarius dari Poitiers (300-367) dan St. Ambrosius (340-397), walaupun tidak dikatakan secara eksplisit bahwa mereka mengalaminya. Juga pada masa itu, seorang pertapa Mesir, Pochomius (292-348) dilaporkan memperoleh karunia bahasa roh, yang disebut sebagai “bahasa malaikat”, dan di suatu kesempatan dapat menguasai bahasa Yunani dan Latin yang tidak dipelajarinya terlebih dahulu.

Namun sejak abad ke-3, dengan matinya sekte Montanus dan relatif urungnya para Bapa Gereja untuk mengekspos tentang bahasa roh, maka bahasa roh tidak lagi menjadi praktek yang umum di dalam Gereja. Beberapa Bapa Gereja yang tergolong skeptis tentang bahasa roh di antaranya adalah Eusebius (260 – 340) dan Origen (185 – 254). St. Krisostomus (344-407), uskup Konstantinopel dalam homilinya kepada jemaat di Korintus (lih. Homilies on First Corinthians, xxix, 1, NPNF2, v. 12, p. 168), mempertanyakannya, mengapa karunia bahasa roh tidak lagi terjadi di dalam Gereja; dan selanjutnya mengatakan bahwa di antara karunia- karunia Roh Kudus yang disebutkan di 1Kor 12:18, karunia bahasa roh menempati tingkatan yang ter-rendah (Homily xxxii, NPNF2, v. 12, p. 187).

Selanjutnya, St. Agustinus (354-430) memberikan pengajaran demikian tentang bahasa roh, dan prinsip inilah yang kemudian dipegang oleh Gereja untuk tujuh ratus tahun berikutnya:

“Pada awal mula, Roh Kudus turun atas mereka yang percaya: dan mereka berkata-kata dalam bahasa lidah (bahasa roh) yang tidak mereka pelajari, yang diberikan oleh Roh Kudus untuk mereka ucapkan. Ini adalah tanda- tanda yang diberikan pada saat di mana diperlukan bahasa roh untuk membuktikan adanya Roh Kudus di dalam semua bahasa bangsa-bangsa di seluruh dunia. Hal itu dilakukan sebagai sebuah bukti dan [kini] telah berlalu…. Sebab siapa yang di masa sekarang ini yang menerima penumpangan tangan berharap bahwa saat mereka menerima Roh Kudus juga akan dapat berkata- kata dalam bahasa roh?” (Homilies on 1 John VI 10; NPNF2, v. 7, pp. 497-498).

“… Bahkan sekarang Roh Kudus diterima, namun tak seorangpun berkata- kata dalam bahasa semua bangsa, sebab Gereja sendiri telah berbicara dalam bahasa semua bangsa: sebab barangsiapa tidak di dalam Gereja tidak menerima Roh Kudus.” (The Gospel of John, Tractate 32).

Maka menurut St. Agustinus, bahasa roh adalah kemurahan khusus di jaman apostolik demi kepentingan evangelisasi, yang tidak lagi terjadi di saat itu.

Paus Leo I Agung (440-461) mendukung pandangan St. Agustinus. Maka setelah kepemimpinannya sampai abad ke- 12, tidak ada literatur yang menyebutkan tentang bahasa roh.

Namun demikian, walaupun tidak umum, beberapa kejadian sehubungan dengan bahasa roh terjadi di dalam kehidupan beberapa orang kudus. Seorang biarawati Benediktin St. Hildegard dari Bingen (1098 – 1179) dilaporkan menyanyikan kidung dengan bahasa yang tidak diketahui yang disebutnya sebagai “konser Roh”. Sekitar seratus tahun kemudian St. Dominic (1221) kelahiran Spanyol dilaporkan dapat berbicara dalam bahasa Jerman setelah berdoa dengan khusuk. St. Antonius dari Padua (wafat 1231) menuliskan tentang pengalaman rohaninya bahwa lidahnya menjadi pena Roh Kudus. Demikian pula St. Joachim dari Fiore (1132-1202) yang memulai kebangunan rohani yang mempengaruhi masa akhir Abad Pertengahan.

St. Thomas Aquinas (1247) menyinggung tentang bahasa roh dalam bukunya Summa Theology (ST II-II, q.176, a.1&2), dan mengutip kembali pengajaran St. Agustinus. St. Thomas mengatakan bahwa pada awalnya memang diberikan karunia bahasa roh kepada para rasul, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka untuk mewartakan Kabar Gembira kepada segala bangsa. Sebab tidaklah layak bagi mereka yang diutus untuk mengajar orang lain harus diajar terlebih dahulu oleh orang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa karunia bernubuat adalah lebih tinggi daripada karunia bahasa roh (lih. 1Kor 14:5).

Setelah sekitar seabad berlalu, St. Vincentius Ferrer (1350) dicatat telah berbicara dalam bahasa roh. Di Genoa, para pendengarnya yang terdiri dari bangsa yang berbeda- beda, dapat mendengarnya bicara dalam bahasa mereka. Setelah ditanyakan tentang hal ini, St. Vincent menjawab, “Kamu semua salah, dan [sekaligus] benar, sahabat- sahabatku,” katanya dengan senyum, “Saya berbicara dalam bahasa Valencian, bahasa ibu saya, sebab selain Latin dan sedikit bahasa Ibrani, saya tidak mengenal bahasa Spanyol. Adalah Tuhan yang baik, yang membuat perkataan saya dapat kamu mengerti.” Hal ini adalah salah satu yang diuji dalam proses kanonisasi St. Vincentius, dan dinyatakan benar oleh lebih dari 100 orang saksi …. (Angel of the Judgment: A Life of St. Vincent Ferrer, 1953, p. 137-138). Selain dari bahasa roh, St. Vincent dapat (tentu hanya karena rahmat Tuhan) menyembuhkan orang buta, tuli, lumpuh dan mengusir setan pada orang- orang yang kerasukan; dan juga membangkitkan beberapa orang dari kematian. Mukjizat-mukjizat publiknya ini mencapai ribuan.

Di abad ke-16 kejadian-kejadian serupa termasuk berkata- kata dalam bahasa roh dicatat dalam kehidupan dua orang Santo, yaitu St. Fransiskus Xavier dan St. Louis Bertrand (Kelsey, p. 50). Selanjutnya, beberapa orang mistik seperti St. Yohanes dari Avila (1500 – 1569), St. Teresa dari Avila (1515 – 1582), St. Yohanes Salib (1542 – 1591) dan St. Ignatius Loyola (1491-1556), menulis tentang banyaknya pengalaman rohani yang mereka alami, termasuk bahasa roh. (Laurentin. pp 138-142).

Selanjutnya, di abad 19-20, kita mengetahui bahwa St. Padre Pio (1887-1968) juga mempunyai berbagai karunia Roh Kudus dan juga karunia khusus lainnya seperti karunia nubuat, mukjizat, menyembuhkan, membeda- bedakan roh, membaca pikiran/ hati orang lain, karunia dapat mempertobatkan orang, karunia bilocation, dan termasuk juga karunia bahasa roh.

Di gereja- gereja non Katolik

Demikian pula di luar Gereja Katolik, karunia bahasa roh juga dicatat, seperti terjadi pada denominasi Quaker (abad ke-17), Shakers (abad ke-18), gerakan misionaris Moravian dan gereja Methodis (abad ke-18) oleh John Wesley. Gerakan Pentakostal yang terjadi di awal abad 20 merupakan pecahan dari gereja Methodis ini.

Maka walaupun banyak orang menyangka bahwa bahasa roh itu berasal dari gerakan Pentakostal di awal abad ke-20, namun sebenarnya karunia bahasa roh ini sudah lama ada, bahkan sejak awal mula sejak jaman para rasul, dan juga merupakan bagian dari tradisi Gereja Katolik. Memang, kemudian pertanyaannya adalah, mengapa bahasa roh juga diberikan kepada orang- orang di luar kesatuan penuh dengan Gereja Katolik? Nampaknya ini merupakan tanda bahwa Allah bebas melakukan pekerjaaan-Nya seturut kebijaksanaan-Nya. Kita tidak dapat memahami sepenuhnya rencana Allah, namun yang jelas bahasa roh tersebut bukan karunia yang asing bagi Gereja Katolik. Karunia bahasa roh itu sudah lama menjadi milik Gereja Katolik, hanya saja mungkin tidak terlalu ditonjolkan, apalagi dipandang lebih penting daripada ketujuh karunia Roh Kudus yang disebutkan dalam Yes 11.

Dengan demikian, tidak benar bahwa karunia bahasa roh itu berasal dari gereja Protestan, dan karenanya sesat. Bahwa ada aliran- aliran tertentu di luar Gereja Katolik yang juga mengajarkan tentang bahasa roh, tidak menjadikan bahwa bahasa roh ini sesat. Sebab Gereja Katolik, berdasarkan Konsili Vatikan II mengajarkan demikian:

Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka yang karena dibaptis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan dibawah Pengganti Petrus…. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya di antara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa di kalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan dibawah satu Gembala. Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.” (Lumen Gentium, 15)

Dari sini kita melihat bahwa Gereja Katolik mengakui adanya karunia- karunia rohani yang diberikan kepada persekutuan- persekutuan doa di luar Gereja Katolik. Selanjutnya, hal yang juga penting diketahui adalah Gereja Katolik tidak menganggap bahwa gereja- gereja Kristen non- Katolik yang ada sekarang adalah bidaah/ heretikal. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

Yang lebih ditekankan dalam Gereja Katolik

Maka, meskipun Gereja Katolik juga mengakui adanya karunia bahasa roh, Gereja Katolik lebih menekankan kepada sapta karunia Roh Kudus (lih. Yes 11) yaitu takut akan Tuhan, keperkasaan, kesalehan, nasihat, pengenalan, pengertian, kebijaksanaan. Mengapa? Karena ketujuh karunia tersebut lebih tinggi tingkatannya daripada karunia- karunia karismatik (seperti karunia bahasa roh, nubuat, menyembuhkan, mukjizat, dll), sebab sapta karunia Roh Kudus adalah karunia yang menguduskan seseorang, sedangkan karunia- karunia karismatik tidak otomatis menguduskan seseorang, namun lebih bertujuan untuk membangun jemaat. Oleh karena itu, dapat terjadi misalnya, mereka yang dapat menyembuhkan tersebut tidak kudus hidupnya, dan jika ini yang terjadi, orang itu juga akhirnya tidak berkenan di hadapan Allah, seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Mat 7:21-23. Maka tantangannya bagi orang yang memperoleh karunia karismatik Roh Kudus adalah juga berjuang untuk hidup kudus dan bertumbuh di dalam ketujuh karunia Roh Kudus tersebut.

Kesimpulan

Karena bahasa roh dan karunia- karunia karismatik Roh Kudus itu sudah ada sejak jaman Gereja awal dan seterusnya dalam sejarah Gereja Katolik, maka tidak dapat dikatakan bahwa bahasa roh dan karunia- karunia lainnya, ataupun gerakan karismatik yang mempraktekkan karunia- karunia tersebut adalah sesat. Namun perlu dihindari adanya praktek- praktek yang menyimpang [seperti yang akan dibahas di bawah ini], yang mungkin terjadi, sehingga gerakan ini dapat mendukung dan memperbaharui Gereja Katolik.

2. Gerakan karismatik identik dengan tepuk tangan, musik yang keras dan jingkrak- jingkrak ?

Ini keliru. Jika kita melihat pengalaman orang kudus (Santa/o) yang menerima karunia karismatik Roh Kudus, kita tahu bahwa karunia karismatik tidak identik dengan tepuk tangan dan jingrak- jingrak. Beberapa pelajar Katolik yang pertama memperoleh karunia bahasa roh dalam retret yang diadakan di Duquesne University, Amerika (Februari 1967) menerimanya melalui doa Adorasi di hadapan sakramen Mahakudus. Selanjutnya, saya juga mengenal orang- orang yang mendapatkan karunia bahasa Roh melalui doa Adorasi Sakramen Mahakudus, doa rosario, dan doa pribadi. Bahkan pengkhotbah kepausan, Fr. Raniero Cantalamessa, memperoleh karunia bahasa Roh dalam doa pribadinya, sehari setelah ia mengikuti semacam SHDR (jadi tidak di dalam SHDR-nya itu sendiri). Demikian juga Mother Angelica, seorang biarawati Karmelit pendiri EWTN, salah satu stasiun TV Katolik terbesar di Amerika (dan dunia) juga memperoleh karunia berdoa dalam bahasa Roh pada saat mendoakan doa brevier/ ibadah harian, yaitu pada saat ia membaca teks Kitab Suci.

Maka persekutuan doa karismatik yang sungguh Katolik, seharusnya tidak menekankan pujian yang hingar bingar, tanpa keheningan. Tepuk tangan, bahkan bersorak dan menari sebagai cara memuji Tuhan tidak dilarang, sebab hal itu juga dicatat dalam Kitab Mazmur, namun tentu harus dalam batas yang normal yang mencerminkan pengendalian diri (lih. Gal 5:23).

3. Doa Karismatik panjang- panjang dan bertele- tele?

Wah, yang ini nampaknya relatif. Sebab bagi mereka yang mendoakannya mungkin tidak terasa demikian, terutama jika mereka mendoakannya dengan kasih. Doa pengulangan (repetition) tidak dikecam oleh Yesus, yang dikecam oleh-Nya adalah doa pengulangan yang sia- sia (vain repetition– KJV). Maka, tidak ada masalah dengan berdoa menyebut nama Yesus berkali- kali, atau Alleluia, atau Salam Maria, berkali- kali. Asal didasari kasih kepada Tuhan, maka doa itu sungguh indah di hadapan Tuhan, sebagaimana pengulangan frasa dalam Mazmur 136 dan 118. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

4. Kecenderungan anggota karismatik memaksakan pemahaman pribadi terhadap ayat- ayat Injil, dan menganggap yang tidak sepaham dengannya adalah sesat?

Ini yang tidak benar dan harus diluruskan. Sebab bagi umat Katolik, parameternya jelas, yaitu apakah interpretasi tersebut sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja. Jika tidak sesuai, maka interpretasi pribadi tersebut yang keliru.

5. Penyimpangan dari ajaran Rasul Paulus tentang penggunaan karunia Roh Kudus, khususnya mengenai bahasa roh, pada gerakan karismatik?

Ini nampaknya perlu diperjelas: apakah penyimpangannya/ dalam hal apa. Sebab harus diakui, adanya hal positif dalam gerakan karismatik, walaupun sayangnya ada pula yang negatif. Namun sejauh gerakan karismatik ini sejalan dalam derap langkah paroki, maka mereka tidak menyimpang.

Sejauh pengamatan saya, yang disebut ‘penyimpangan’ itu adalah jika:
– menganggap bahwa karunia bahasa roh adalah segala- galanya; sehingga timbul sikap seolah mengatakan bahwa orang yang menerima karunia bahasa roh itu lebih baik/ kudus daripada orang yang tidak menerimanya. Ini keliru.

– karena penekanan kepada bahasa roh, maka seolah- olah tolok ukur kesuksesan SHDR adalah seberapa banyak orang yang memperoleh karunia tersebut atau setidaknya yang ‘resting in the spirit‘; dan bukan kepada pertobatan sejati. Lebih parahnya, jika diajarkan bahwa seolah- olah bahasa roh dapat dipelajari/ dibuat- buat sendiri, sehingga menjadi tidak otentik dari Roh Kudus.

– terlalu banyak penekanan terhadap karunia- karunia karismatik Roh Kudus (yang kelihatan manifestasinya) sehingga menomorduakan sapta karunia Roh Kudus (yang tidak kelihatan, namun yang membantu orang bertumbuh dalam kekudusan).

– merasa sudah ‘langsung’ berhubungan dengan Roh Kudus, sehingga tidak lagi mau taat kepada pimpinan Gereja (para imam, uskup, dan Paus), karena menganggap bahwa mereka kurang dipenuhi Roh Kudus. Sikap semacam ini jika berlarut- larut dapat menjurus kepada perpecahan/ pemisahan diri dari kesatuan Gereja, dan tentu sikap sedemikian ini keliru.

– merasa sudah benar/ paling benar dalam menginterpretasikan Kitab Suci, sehingga sudah tidak perlu lagi mendengarkan pengajaran Magisterium.

– pandangan yang menganggap ibadah karismatik paling baik, bahkan lebih ‘tinggi’ dari Misa Kudus. Ini keliru sekali, demikian juga jika seorang merasa sudah dipenuhi Roh Kudus, sehingga tidak lagi mengindahkan sakramen- sakramen.

– pandangan yang mengatakan kalau sudah karismatik maka tak perlu lagi berdoa rosario dan berdevosi kepada Bunda Maria.

– hilangnya/ kurangnya ciri khas Katolik dalam ibadah persekutuan doa karismatik, terlalu hingar bingar.

– kelompok tersebut menjadi eksklusif, tidak/ kurang membaur dengan kegiatan paroki.

6. Yang paling parah: penumpangan tangan oleh awam untuk mendapatkan karunia Roh Kudus, praktek eksorsisme oleh awam dan istilah ‘baptisan Roh Kudus’?

Nampaknya harus dibedakan makna penumpangan tangan oleh para klerus/ terbaptis dan para awam. Rm. Boli SVD, pakar Liturgi di situs ini pernah menjelaskan bahwa penumpangan tangan dalam semua perayaan liturgi memang hanya boleh dilakukan oleh para tertahbis, seperti dalam sakramen- sakramen, seperti Ekaristi, Krisma, Pengakuan dosa, Tahbisan dan Pengurapan Orang Sakit. Namun di luar liturgi, belum ada larangan resmi/ tertulis yang menyatakan bahwa orang awam dilarang menumpangkan tangan atas orang yang didoakan.

Lalu juga, harus dibedakan di sini, tentang praktek eksorsisme dan pelepasan. Yang umumnya dilakukan oleh awam adalah pelepasan, namun eksorsisme yang resmi adalah dari Uskup atau imam yang diberi kuasa oleh Uskup. Hal ini pernah dijelaskan Rm. Santo Pr., di sini, silakan klik.

Sekarang tentang istilah ‘baptisan Roh Kudus’. Agaknya penggunaan istilah ini memang tidak tepat. Anda benar, bahwa Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci hanya mengakui satu baptisan (Ef 4:5) dan karena itu istilah yang lebih tepat adalah “pencurahan Roh Kudus/ outpouring of the Holy Spirit” dan bukan “baptisan Roh Kudus/ baptism of the Holy Spirit.” Sebab baptisan memang hanya dapat diterima satu kali, namun rahmat Roh Kudus dapat terus ditambahkan/ dicurahkan berkali- kali sepanjang hidup kita.

7. Apakah benar gerakan Karismatik menghasilkan buah- buah yang sejati? Apa bedanya dengan buah- buah yang baik yang dihasilkan dari agama- agama non- Katolik?

Jika gerakan Karismatik ini dilakukan di dalam koridor Gereja Katolik, seperti yang terjadi pada kehidupan para orang kudus, maka tentu saja dapat menghasilkan buah- buah Roh Kudus yang sejati yang dapat membangun Gereja. Stef dan saya harus jujur mengakui hal ini, sebab kami ‘berhutang’ kepada gerakan karismatik Katolik. Jika bukan karena belas kasih Allah dan rahmat-Nya yang kami terima melalui LISS (SHDR) -yang diadakan oleh gerakan karismatik Katolik- di Filipina tahun 2000 yang lalu, mungkin kami berdua tidak tergerak untuk mendalami iman Katolik, dan tidak terbersit keinginan di hati untuk lebih bersungguh- sungguh ikut membangun Gereja dari dalam.

Selanjutnya, tentang hal- hal yang baik yang ada juga di agama- agama lain, Gereja Katolik mengakuinya, namun pada saat yang bersamaan mengajarkan juga bahwa kepenuhan hidup dan kebenaran ada di dalam Kristus dan Gereja-Nya.  Konsili Vatikan II mengajarkan:

Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini [agama- agama non Kristiani]. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.” (Nostra Aetate 2)

Dan tentang karunia- karunia Roh Kudus yang ditemukan di gereja- gereja non- Katolik, Konsili Vatikan II mengajarkan:

“Kecuali itu, dari unsur-unsur atau nilai-nilai, yang keseluruhannya ikut berperanan dalam pembangunan serta kehidupan Gereja sendiri, beberapa bahkan banyak sekali yang sangat berharga, yang dapat ditemukan diluar kawasan Gereja Katolik yang kelihatan: Sabda Allah dalam Kitab suci, kehidupan rahmat, iman, harapan dan cinta kasih, begitu pula kurnia-kurnia Roh kudus lainnya yang bersifat batiniah dan unsur-unsur lahiriah. Itu semua bersumber pada Kristus dan mengantar kepada-Nya, dan memang selayaknya termasuk gereja Kristus yang tunggal…..

Oleh karena itu gereja-gereja dan jemaat-jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.

Akan tetapi saudara-saudari yang tercerai dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja, tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan kepada mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan dihidupkan-Nya untuk menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru, menurut kesaksian Kitab suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah. Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para anggotanya tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan secara halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia, sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan kekal di kota Yerusalem sorgawi.” (Unitatis Redintegratio 3)

8. Dalam gerakan Karismatik terjadi sinkretisme antara ajaran Katolik yang benar dan Protestan yang sesat?

Ini keliru. Seseorang tidak akan mengatakan demikian, jika ia telah memahami apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II.

9. Apakah spiritualitas Gereja Katolik kurang lengkap sehingga perlu gerakan Karismatik?

Nampaknya pandangan ini juga tidak tepat. Sebab kita ketahui bahwa sesungguhnya spiritualitas Gereja Katolik sudah cukup lengkap: terdapat banyak cara berdoa dan spiritualitas yang diajarkan oleh para kudus sepanjang sejarah Gereja Katolik. Namun mungkin yang kurang adalah, kekayaan spiritualitas Katolik itu kurang diketahui oleh  umat secara umum, sehingga tidak dijadikan sebagai gaya hidup.

Di salah satu Talk tentang Roh Kudus, Scott Hahn (seorang evangelist Protestan yang menjadi Katolik) pernah mengatakan bahwa kemungkinan di jaman akhir ini, Allah melihat bahwa diperlukan manifestasi Roh Kudus yang lebih jelas terlihat untuk meyakinkan manusia akan kehadiran-Nya di tengah umat-Nya. Maka karunia- karunia karismatik Roh Kudus dicurahkan kepada banyak orang percaya termasuk mereka yang tidak berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, dengan maksud untuk mempersatukan jemaat menjadi satu kawanan. Maka, bahasa roh dan karunia karismatik lainnya, yang pada awal mula diberikan kepada jemaat dengan maksud evangelisasi ke seluruh dunia, kini kembali dicurahkan, untuk membalikkan hati banyak orang kepada Tuhan dan Gereja-Nya, dan kembali meng- evangelisasi dunia yang dewasa ini sudah semakin jauh dari Tuhan. Nampaknya ini nyata dalam kesaksian hidup Scott Hahn sendiri. Atas pimpinan Roh Kudus, ia bersama dengan istrinya, Kimberly Hahn, yang keduanya adalah mantan lulusan sekolah pendeta, dapat mengenali bahwa kepenuhan kebenaran ada di Gereja Katolik. Mereka lalu bergabung dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, seperti tertulis dalam buku mereka yang terkenal, Rome Sweet Home.

10. Gerakan Karismatik mengatakan bahwa gerakan ini perlu untuk memperoleh karunia- karunia Roh Kudus, sehingga jelas merendahkan Roh Kudus dan sakramen- sakramen Gereja Katolik?

Maka, silakan kita menilai dengan obyektif, soal hal perlu atau tidak perlu tentang gerakan Karismatik ini. Sebab jika seseorang sudah dapat menghayati iman Katoliknya dengan baik dan benar, maka mungkin saja gerakan ini tidak diperlukan olehnya. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak orang yang dapat ‘terbantu’ melalui gerakan ini untuk semakin menghayati misteri iman yang diajarkan oleh Gereja Katolik.

Ada banyak kesaksian orang Katolik yang mengalami pertobatan sejati setelah mengikuti gerakan Karismatik, dan semakin dapat menghayati makna Ekaristi dan sakramen- sakramen Gereja lainnya. Maka walaupun ada efek-efek negatif yang ditunjukkan oleh sekelompok orang yang menjadi ekstrim [dan ini tentu perlu dihindari], tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada buah- buah yang baik yang dihasilkan melalui gerakan karismatik di dalam Gereja Katolik. Yang terpenting sekarang adalah, pihak hirarki/ otoritas Gereja perlu membimbing gerakan ini, agar tidak keluar dari ajaran iman Katolik, atau semakin memancarkan ciri ke katolikannya, seperti yang disarankan oleh Paus Paulus VI di tahun 1973 dalam mencirikan pembaharuan karismatik, “… pengalaman doa yang mendalam, personal, dan di dalam kelompok, kembali ke doa kontemplasi … kesiapsiagaan bagi panggilan Roh Kudus…”

11. Tentang kesimpulan anda: Gerakan Karismatik berbahaya karena mengandung penyesatan dan penyimpangan iman dan ajaran Gereja Katolik?

Mohon maaf, kami di Katolisitas tidak setuju dengan pandangan ini. Karena pandangan ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI.

Dalam Audiensi dengan Kadinal Suenens dan the Council Members of the International Charismatic Renewal Office, 11 Desember 1979, Paus Yohanes Paulus II berkata demikian:

…This is my first meeting with you, Catholic charismatics . . . I have always belonged to this renewal in the Holy Spirit. . . . I am convinced that this movement is a sign of His action. The world is much in need of this action of the Holy Spirit, and it needs many instruments for this action. . . . Through this action, the Holy Spirit comes to the human spirit, and from this moment we begin to live again, to find our very selves, to find our identity, our total humanity. Consequently, I am convinced that this movement is a very important component in the total renewal of the Church, in this spiritual renewal of the Church.

Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 4 April 1998, dalam konferensi gerakan karismatik Katolik juga mengatakan: (selengkapnya silakan klik, klik ini juga)

You are an ecclesial movement. Therefore, all those criteria of ecclesiality of which I wrote in Christifideles laici (cf. n. 30) must be expressed in your lives, especially faithful adherence to the Church’s Magisterium, filial obedience to the Bishops and a spirit of service towards local Churches and parishes.

Paus Benediktus XVI juga mengakui gerakan karismatik sebagai gerakan gerejawi/ eccesial movement, dan dalam pernyataannya kepada the Catholic Fraternity of Charismatic Covenant Communities, 31 Oktober, 2008, ia mengatakan:

As I have been able to affirm in other circumstances, the Ecclesial Movements and New Comunities which blossomed after the Second Vatican Council, constitute a unique gift of the Lord and a precious resource for the life of the ChurchThey should be accepted with trust and valued for the various contributions they place at the service of the common benefit in a an ordered and fruitful way…

Dengan demikian, jika kita sungguh mengakui kepemimpinan para Paus ini sebagai penerus Rasul Petrus, dan demi kasih kita kepada Kristus yang telah memilih mereka sebagai pemimpin Gereja-Nya, maka sudah seharusnya kitapun menerima pengajaran mereka, dengan menerima gerakan karismatik Katolik sebagai salah satu gerakan gerejawi. Kita selayaknya juga dapat melihat hal- hal positif yang dihasilkan oleh gerakan ini, dan bersama- sama dengan pihak otoritas Gereja berusaha menghilangkan efek- efek negatif dari gerakan ini, yang diakibatkan karena kurangnya pemahaman akan ajaran iman Katolik. Sebagai umat Katolik, kita memang tidak diharuskan menjadi anggota gerakan Karismatik, tetapi kita juga tidak boleh menolak mereka dengan mengatakan bahwa mereka itu sesat. Dengan mengatakan demikian, seseorang menempatkan dirinya di atas Paus, dan jika demikian, silakan diperiksa, apakah sikap seperti ini membuktikan bahwa ia sendiri dipenuhi atau dibimbing oleh Roh Kudus.

Akhirnya, perlu diketahui untuk Gereja Katolik di Indonesia sudah ada Badan Pelayanan Nasional Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia (BPNPKKI) dapat menjadi sarana untuk membimbing gerakan ini di tanah air agar mempunyai arah yang benar dan turut serta dalam membangun Gereja Katolik dari dalam, sesuai dengan visi dan misinya, di mana di point ke-5 dikatakan, “Untuk memupuk pertumbuhan yang terus menerus dalam kesucian melalui integrasi yang tepat antara penekanan segi karismatik ini dengan kehidupan yang utuh dari Gereja. Hal ini terlaksana melalui partisipasi dalam suatu kehidupan sakramental dan liturgis yang kaya, penghargaan terhadap tradisi doa-doa dan spiritualitas katolik dan pembinaan terus menerus dalam ajaran-ajaran Katolik dibawah bimbingan Magisterium Gereja dan peran serta dalam rencana pastoral Gereja.” Dengan demikian sudah ada langkah- langkah dari pihak otoritas Gereja Katolik di Indonesia untuk mengkoordinasikan gerakan karismatik ini agar sesuai dengan kehidupan Gereja secara keseluruhan.

Selanjutnya, mari bersama dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, kita memohon pimpinan Roh Kudus, namun pertama- tama mari memohon kerendahan hati untuk dapat dipimpin oleh Roh Kudus.

Selanjutnya tentang hal-hal positif dan negatif tentang gerakan Karismatik, silakan klik di sini.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab