Ada dua hal yang paling mudah aku rasakan kehadirannya : 1) sesuatu yang paling aku senangi dan 2) sesuatu yang paling aku benci. Sangat mudah mendeteksi kehadiran seorang teman baik, orang-orang yang aku kasihi, atau orang-orang yang menarik secara fisik ketika mereka berada di dekatku. Begitu pula, sangat mudah bagiku untuk mendeteksi dini kehadiran makhluk terkutuk itu.
Aku sedang duduk tenang dalam kelas untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian keesokan hari. Maklum, materinya cukup banyak dan pelajaran tersebut cukup sulit. Di malam itu, aku hanya sendirian saja dalam kelas. Tidak ada prasangka apapun malam itu. Aku percaya Tuhan melindungi aku dari gangguan agar dapat belajar dengan tenang dan meraih hasil yang memuaskan dalam ujian. Hingga suatu saat, ketika aku sedang membenamkan diri dalam hand-out pelajaran, aku mendengarkan suara yang sangat aneh.
Pada mulanya, aku tidak terlalu memperhatikan suara tersebut. Namun, dalam hati muncul perasaan tidak nyaman sekaligus penasaran. Apa yang kira-kira menyebabkan suara tersebut. Suara itu berasal dari belakang dan terdengar seperti sesuatu terjatuh dari ketinggian. Suaranya kecil, tapi cukup jelas untuk didengar. Bulu kudukku langsung berdiri dan aku berdiri sigap sambil menoleh ke belakang. Aku begitu terkejut ketika makhluk itu tiba-tiba terbang mengarah padaku. Aku menghindar dan melihat makhluk itu mendarat di meja sebelah. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, aku langsung menyambar sandalku dan mendaratkannya dengan keras di atas si makhluk hina itu. Habislah kau, kecoak! Beraninya mengganggu belajarku!
Kejadian tersebut membuatku berpikir mengenai suatu hal. Bukan mengenai urusan belas kasih pada kecoak yang terlanjur penyet. Bukan pula mengenai ujian pelajaranku yang besok akan dapat nilai berapa. Aku berpikir mengenai merasakan kehadiran sesuatu, eh seseorang yang seharusnya paling aku senangi, Allahku. Seharusnya, bila aku benar-benar senang atau cinta, aku dapat merasakan kehadiran-Nya setiap saat. Nyatanya, terkadang aku lupa bahwa Allah selalu hadir di sisiku. Ketika godaan datang, ketika cobaan mendera, terkadang aku lupa bahwa Allah hadir di dekatku. Bila demikian, berarti Allah masih belum menjadi seseorang yang sungguh-sungguh aku cintai dalam hati, dong? Apalagi, seharusnya Ia bukan sekedar aku cintai, melainkan paling aku cintai dalam hati.
Aku mau senantiasa sadar bahwa Allah, yang seharusnya paling aku cintai, senantiasa hadir dalam hatiku supaya aku dapat mempersembahkan hari-hariku untukNya. Aku juga harus senantiasa peka akan kehadiran Setan, yang seharusnya paling aku benci, melalui setiap godaan yang datang sehingga aku dapat menolaknya dan mengusirnya jauh dari hatiku. Semoga gulali yang aku pintal hanya aku persembahkan untuk Allah, yang selalu aku sadari kehadiran-Nya dalam menit-menit hidupku.
“Kristus bersamaku, Kristus di dalamku, Kristus di belakangku, Kristus di sisiku, Kristus memenangkan diriku, Kristus menenangkan dan menyembuhkanku, Kristus di bawahku, Kristus di atasku, Kristus dalam keheningan, Kristus dalam setiap bahaya, Kristus dalam setiap hati yang mencintaiku, Kristus di mulut teman dan orang asing.” – St. Patrick
terima kasih saudara Ioannes, sebuah refleksi yang menginspirasi..
walaupun berbicara mengenai perkara kerohanian itu sungguh tidak semudah seperti saat kita berhadapan dengan perkara material.
apalagi kalau sudah sampai pada persoalan ‘kesadaran’ akan kehadiran Allah..
soal ‘kesadaran’ ini mungkin kita bisa belajar bersama dari pater Athony de Mello, SJ melaui karya-karya prosa peninggalan beliau berupa buku-buku yang tersedia cukup banyak di toko-toko buku sekitar kita.
http://www.gramediapustakautama.com/penulis-detail/35280/Anthony-de-Mello,-SJ
[dari katolisitas: Tentang tanggapan akan tulisan Romo Anthony de Mello, bisa dilihat di sini – silakan klik]
Comments are closed.