Perbedaannya: Maria, Maria, dan Maria

Sering kita mendengar, bahwa tiga hal yang paling membedakan antara kita umat Katolik dengan saudara- saudari kita yang Kristen non- Katolik, adalah ajaran tentang Maria, Maria, dan Maria. Sesungguhnya ini adalah fakta yang cukup ironis, justru karena seharusnya Bunda Maria dapat mempersatukan kita sebagai satu saudara. Mengapa? Karena melalui rahmat Pembaptisan yang satu (lih. Ef 4:5) kita dijadikan anak- anak angkat Allah di dalam Kristus (lih. Ef 1:4-5), dan oleh karena itu, kalau Bunda Maria adalah Bunda Kristus, maka ia adalah Bunda kita juga. Ya, Maria adalah Bunda Gereja, ibu rohani bagi semua umat beriman.

1. Dasar penghormatan umat Katolik: Maria adalah Bunda Allah dan Hawa yang baru

Jadi dasar penghormatan umat Katolik kepada Bunda Maria adalah, karena Tuhan telah terlebih dahulu memilihnya sebagai Bunda Allah; sebab Kristus yang dikandung dan dilahirkannya adalah Allah. Itulah sebabnya di dalam Kitab Suci, Maria disebut sebagai Bunda Allah (lih. Luk 1:43, 35, Gal 4:4). Jika kita merenungkan bagaimana malaikat Tuhan menyapa Bunda Maria pada saat ia memberitakan kabar suka cita, kita akan melihat betapa Allah sendiri -melalui malaikat utusan-Nya- menghormati Maria, dengan menyapanya, “Hail, full of grace/ Salam, hai engkau yang dikaruniai” (Luk 1:28). Kata aslinya menurut Vulgate adalah kecharitomene, yang lebih tepat untuk diterjemahkan sebagai “Salam, hai engkau yang penuh rahmat”. Sapaan semacam ini tidak pernah ditujukan kepada tokoh manapun di dalam Alkitab. Dan kata “penuh rahmat” ini menjadi salah satu dasar yang dipandang oleh para Bapa Gereja untuk mengatakan bahwa sudah sejak awal hidupnya dalam kandungan ibunya, Maria sudah dipenuhi dengan rahmat Allah. Oleh karena tugas yang diembannya sebagai Bunda Allah, maka Maria dibebaskan dari noda dosa.

Nah, selanjutnya, karena Maria adalah Bunda yang melahirkan Kristus Sang Hidup (Yoh 14:6), yang memberi hidup kepada dunia (Yoh 6:33), maka Bunda Maria juga secara tidak langsung berperan serta dalam memberikan Hidup kepada dunia. ((lih.Konsili Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium 53)). Dengan demikian, Maria menyempurnakan arti kata ‘Hawa’ yang artinya ibu dari segala yang hidup”mother of the living“/ ibu dari segala yang hidup. Maria adalah Sang Hawa yang baru, yang daripadanya lahir Sang Hidup, yang memberikan hidup yang kekal. Maka peran Maria sebagai Hawa yang baru mendukung peran Kristus sebagai Adam yang baru (lih. Rom 5:12-21). Rasul Paulus membandingkan Adam dengan Kristus, pada saat mengatakan bahwa oleh ketidaktaatan satu orang [Adam], semua orang telah jatuh dalam kuasa maut; dan karenanya oleh ketaatan satu orang [Kristus] semua orang beroleh hidup yang kekal. Mengambil prinsip yang sama, St. Irenaeus (180) membandingkan Hawa dengan Maria sebagai Hawa yang baru, “Ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.” ((St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24)) Ikatan ketidak-taatan di sini maksudnya adalah belenggu dosa yang mengikat manusia karena ketidaktaatannya kepada Allah. Harus diakui bahwa meskipun Adam juga berdosa, namun dosanya ini dilakukan setelah Hawa terlebih dahulu jatuh dalam dosa ketidaktaatan kepada kehendak Allah. Oleh karena itu, pada saat penebusan dosa, “obat penawar”-nya adalah kondisi sebaliknya, yaitu diawali dengan ketaatan Bunda Maria, sang Hawa yang baru, kepada kehendak Allah (lih. Luk 1: 38); sehingga Kristus sebagai Adam yang baru dapat datang ke dunia oleh ketaatan-Nya kepada kehendak Allah Bapa (lih. Ibr 10:5-7). Oleh karena ketaatan Maria inilah, Tuhan Yesus menjelma menjadi manusia di dalam rahim Maria dan kemudian dilahirkan olehnya; sehingga Maria layak disebut Bunda Allah. Dengan melahirkan Kristus, Maria juga dapat disebut sebagai Bunda Gereja, karena Kristus sebagai Kepala selalu berada dalam kesatuan dengan Gereja yang adalah anggota- anggota-Nya yang memperoleh hidup di dalam Dia. Oleh karena itu, para Bapa Gereja tak ragu untuk mengatakan bahwa Maria adalah “bunda mereka yang hidup” dan mengkontraskannya dengan Hawa, dengan menyatakan “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.” Dan inilah yang diajarkan kembali dalam Konsili Vatikan II saat menjabarkan hubungan antara Maria dengan Gereja. ((Lihat Lumen Gentium 56, S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” Maka … para Bapa zaman kuno, … menyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka (St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskinus) menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.”))

Perlu kita ketahui di sini bahwa para Bapa Gereja tidak mengartikan suatu gambaran dalam Kitab Suci dengan satu arti saja, melainkan dengan banyak arti yang memperkaya makna keseluruhan yang ingin disampaikan. Maka tidaklah menjadi masalah bahwa Maria yang adalah Bunda Kristus, kemudian juga disebut sebagai Hawa Baru, yang dalam konteks Adam yang baru, adalah mempelai-Nya. Semua gambaran ini adalah untuk menjabarkan makna persatuan antara Kristus dan Gereja yang adalah mempelai-Nya, di mana Maria menjadi anggotanya yang istimewa, karena ia telah terlebih dahulu dipilih Allah untuk melahirkan Kristus.

2. Karena Maria adalah ‘Bunda Allah’ dan ‘Hawa yang baru’, ia tidak pernah terpisah dari Kristus dan Gereja

Saat kejatuhan Adam dan Hawa, Allah telah merencanakan akan mengutus Sang Penyelamat yang akan lahir dari keturunan “sang perempuan”/ “the woman” (Kej 3:15). Menurut para Bapa Gereja,  kata “perempuan” yang dimaksud di sini bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (’the New Eve’). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus. ((John R Willis, S.J. ed., The Teachings of the Church Fathers, Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 356))

Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan. “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15) Ungkapan ‘woman’ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (lih. Yoh 2:4), ((John 2:4, RSV Bible, “O Woman, what have you to do with me? My hour has not yet come.” Diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia, “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saatku belum tiba.”)) dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26). ((John 19:26-27, RSV Bible, “When Jesus saw his mother, and the disciple whom he loved standing near, he said to his mother,”Woman, behold, your son!” Then he said to the disciple, “Behold, your mother!” diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-muridNya: “Inilah ibumu!”)) dan di wahyu kepada Rasul Yohanes (Why 11:19-12:1-). ((Rev 12:1-2 RSV Bible, “Then God’s temple in heaven was opened, and the ark of his covenant was seen within his temple…. And a great portent appeared in heaven, a woman clothed with the sun, with the moon under her feet, and on her head a crown of twelve stars…. Terjemahannya: Maka terbukalah Bait Suci Allah yang di sorga, dan kelihatanlah tabut perjanjian-Nya di dalam Bait Suci itu …. Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.))  Pada tiga kesempatan tersebut, Sabda Tuhan mau menunjukkan bahwa Maria adalah ‘sang perempuan’ yang telah dinubuatkan Allah pada awal mula dunia, yang akan berada dalam permusuhan dengan setan dan bahwa keturunannya akan mengalahkan setan (lih. Kej 3:15).  Perempuan yang dimaksud di sini adalah Maria, berdasarkan kata “permusuhan” itu. Kata tersebut mempunyai pengertian “sesuatu yang berlawanan total“. Ini berarti, tidak tepat jika kita mengartikan bahwa perempuan itu adalah Hawa. Kita tahu bahwa Hawa dan ular (setan) tidaklah berlawanan total, karena Hawa telah berbuat dosa. Maka perlawanan total hanya mungkin terjadi jika perempuan yang dimaksud tidak berdosa. Kalau kita mengatakan bahwa perempuan itu adalah Hawa dan dia harus melawan ular (setan), maka tentu Hawa bukanlah lawan yang seimbang bagi setan, karena setelah berdosa, justru Hawa semakin tidak mempunyai kekuatan untuk melawan setan. “Perempuan itu” hanya menjadi lawan seimbang bagi setan dan berlawanan secara total dengan setan, kalau perempuan itu telah dipersiapkan oleh Allah sedemikian sehingga ia tidak berdosa. Ini sejalan dengan nubuat Kitab Yesaya, “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda (‘virgin‘= perawan) mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yes 7:14) Maka menjadi masuk akal dan benar, bahwa anak laki- laki itu adalah Kristus yang disebut Imanuel (lih. Mt 1:23). Dengan demikian, perempuan itu adalah Bunda Maria. Pemahaman di atas dan banyak tulisan Bapa Gereja mengajarkan bahwa “perempuan itu” yang disebut dalam Kej 3:15, memang sesungguhnya mengacu kepada Bunda Maria.

Di sinilah terlihat betapa gambaran yang dinyatakan samar- samar dalam Kitab Perjanjian Lama, kemudian digenapi di dalam Perjanjian Baru. Seperti halnya Kristus dengan ketaatannya sebagai Adam yang baru mematahkan ikatan dosa Adam, Maria dengan ketaatannya mematahkan ikatan dosa Hawa. Oleh ketaatan Maria, Kristus menjelma menjadi manusia di dalam tubuhnya. “Fiat” dari Maria, menjadi awal terbentuknya Tubuh Yesus atas kuasa Roh Kudus di dalam rahimnya; dan Ia mengambil apapun untuk pertumbuhan tubuh jasmaniNya dari tubuh Maria. Selanjutnya, Gereja yang adalah Tubuh Kristus, dibentuk oleh Yesus dari darah dan air yang keluar dari sisi/ lambung-Nya, serupa dengan dibentuknya Hawa dari sisi/ tulang rusuk Adam. Dengan demikian, terlihatlah betapa tak terpisahkannya hubungan antara Yesus, Maria dan Gereja. Walaupun Kristus dilahirkan oleh Maria, namun tidak menjadikan Maria lebih utama dari Kristus; sebab yang menjadi Kepala Tubuh (Kepala jemaat) adalah Kristus (Kol 1:18; Ef 5:23). Dengan demikian, Maria adalah anggota Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya. Namun demikian, Maria adalah anggota yang istimewa, justru karena ketaatannya yang ‘mendahului’ anggota Tubuh-Nya yang lain; dan karena dengan ketaatannya ini rencana Allah tergenapi.

Kesatuan antara Kristus, Bunda Maria dan Gereja, menjadikan Bunda Maria tidak terpisahkan dari Kristus dan dari Gereja; sehingga ia bukan saja menjadi Bunda Allah, namun juga adalah Bunda Gereja, yaitu Bunda umat beriman. Setidaknya ada dua alasan mengapa demikian. Yang pertama adalah karena Bunda Maria menempati tempat terdepan dalam perjalanan iman; dan yang kedua adalah karena sebelum wafat-Nya, Tuhan Yesus sendiri memberikan Bunda Maria kepada kita, murid- murid yang dikasihi-Nya.

3. Dengan persatuannya dengan Kristus, Bunda Maria menjadi terdepan dalam perjalanan iman

Sebagai ibu yang mengandung, melahirkan dan membesarkan Yesus, Bunda Maria hadir secara istimewa dalam kehidupan Yesus di dunia. Di setiap peristiwa hidupnya, ketaatan iman Maria terus diuji dan disempurnakan oleh Tuhan. Sejak terbentuk-Nya Kristus dalam rahimnya, saat kelahiran-Nya di tempat yang termiskin, saat mengungsi ke Mesir, saat hilangnya dan diketemukannya kembali Yesus di bait Allah; saat pertumbuhan-Nya sejak anak-anak sampai dewasa, Maria hidup bersama- sama dengan Tuhan Yesus di bawah satu atap, dalam kesederhanaan keluarga tukang kayu. Saat Yesus pertama kali melakukan mujizat di perkawinan di Kana, Bunda Maria hadir; demikian pula pada saat Yesus mengajar orang banyak. Walaupun Kitab Suci tidak mencatat secara detail tentang Bunda Maria, namun kita mengetahui bahwa Bunda Maria hadir di saat- saat penting dan menentukan dalam hidup Tuhan Yesus di dunia.

Penyertaan Bunda Maria mencapai puncaknya pada saat ia mendampingi Kristus, sampai di bukit Golgota, di saat hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia. Maria tegar berdiri di kaki salib Kristus, dan turut mempersembahkan Dia di hadapan Allah Bapa. Maria melihat sendiri kesengsaraan Putera-nya Yesus Kristus yang melampaui segala ungkapan, untuk menebus dosa-dosa manusia. Di kaki salibNya, Maria melihat sendiri apa yang nampaknya seperti pengingkaran total apa yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel saat memberikan Kabar Gembira, “Ia akan menjadi besar …. Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:22-23). Nyatanya, di hadapan mata Bunda Maria, yang terlihat adalah penderitaan Putera-nya yang tak terlukiskan, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan ….ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia …” (lih. Yes 53:3-5). Betapa besarnya ketaatan iman yang ditunjukkan oleh Bunda Maria di kaki salib itu, di hadapan Allah! “Betapa totalnya ia memasrahkan dirinya kepada Tuhan tanpa syarat, mempersembahkan segala kehendak dan pemahamannya kepada Tuhan yang “tak terselami jalan- jalan-Nya” (Rom 11:33)… Ini mungkin adalah yang disebut sebagai “pengosongan diri yang paling dalam” yang pernah terjadi dalam sejarah kehidupan manusia.” ((Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater 18))

Para ibu yang pernah menyaksikan anaknya meninggal dunia di depan matanya sendiri akan lebih dapat memahami perasaan Bunda Maria. Apalagi dalam hal ini, Yesus wafat dengan cara yang sangat memilukan hati: Ia disiksa sampai mati, dan kepada-Nya difitnahkan segala yang jahat, walaupun sesungguhnya Ia tidak bersalah. Di kaki salib Yesus tergenapilah nubuat nabi Simeon kepada Bunda Maria, “dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri….”(Luk 2:35) Di kaki salib itu Bunda Maria membuktikan persatuannya dengan Kristus, melalui keteguhan iman yang sama ketika ia menerima Kabar Gembira, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu, ya Tuhan.” (lih. Luk 1: 38).

Mari kita memeriksa ke dalam diri kita masing- masing, seberapa jauh kita mempunyai iman yang sedemikian? Di saat berbagai masalah datang, dan sepertinya ‘gelap’ yang ada di hadapan kita, apakah kita masih dapat teguh beriman kepada Tuhan? Sesungguhnya, kita perlu belajar dari Bunda Maria untuk tetap dapat mengatakan kepada Tuhan, “Terjadilah kehendak-Mu,” dengan kepasrahan yang penuh; sebab kita percaya bahwa rancangan Tuhan jauh lebih tinggi dari rancangan kita (lih. Yes 55:8-9).

Sebab bukankah hal ini yang tergenapi pula di dalam diri Bunda Maria, bahwa karena ketaatan imannya, dan kesetiaannya kepada Tuhan, Maria juga melihat buah karya Allah selanjutnya. Kristus bangkit dari kematian (lih. Mat 28: 1-10; Mrk 16:1-8; Luk 24:1-12, Yoh 20:1-10), menampakkan diri-Nya dan menyatakan bahwa Dia sungguh hidup (Mrk 16:9-18; Luk 24:13-49, Yoh 20:11-29, 21:1-19, Kis 1:3) dan akhirnya, Kristus naik ke surga dengan mulia (lih. Luk 24:50-52; Kis 1:9-11). Selanjutnya, Bunda Maria turut berkumpul bersama- sama dengan para murid untuk bersama- sama sehati sejiwa menantikan Roh Kudus (lih. Kis 1:13-14), dan saat janji itu digenapi (Kis 2:1-4). Bunda Maria hadir pada hari Pentakosta, yaitu saat lahirnya Gereja dinyatakan, yang ditandai dengan datangnya Roh Kudus yang dijanjikan Kristus. Roh Kudus itulah yang secara ajaib mengubah para murid menjadi manusia baru di dalam Kristus. Mereka yang dulunya takut menjadi berani; yang dulunya kurang percaya menjadi teguh beriman.

Di tengah- tengah karya Allah membentuk para murid Kristus untuk menjadi semakin beriman, Maria tetap menjadi teladan iman, karena ia terus setia dan bertumbuh dalam penghayatannya akan rencana Tuhan sampai akhir. Atas jasa Kristus, dan karena persatuannya yang sempurna dengan Kristus untuk melawan setan sampai akhir hidupnya, maka Maria memperoleh hasil akhir dari kemenangan yang total atas dosa dan maut, yang selalu disebutkan dalam surat- surat Rasul Paulus (lih. Rom 5- 6; 1 Kor 15:21-26, 54-57). Karena itu, sebagaimana kebangkitan Kristus yang mulia menjadi bukti kemenangan ini, maka permusuhan Kristus [dalam kesatuan dengan Bunda Maria] dengan setan mencapai akhirnya dengan dimuliakannya juga Maria Bunda-Nya dalam tubuh kebangkitannya, seperti Tubuh kebangkitan Kristus. Maka, tergenapilah ajaran Rasul Paulus, “Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan…” (1 Kor 15:54)…. ((lih. Paus Pius XII, Konstitusi Apostolik, Munificentissimus Deus, 39)) “Dengan demikian, Bunda Maria…. sebagai pendukung Penyelamat yang telah mencapai kemenangan atas dosa dan segala akibatnya, akhirnya memperoleh juga puncak yang tertinggi dari kehormatan yang diterimanya, bahwa ia dibebaskan dari kerusakan tubuh dalam kubur dan sehingga, seperti Puteranya, yang telah mengatasi maut, ia [Maria] dapat diangkat tubuh dan jiwanya kepada kemuliaan surga, di mana sebagai Ratu, ia duduk di dalam kemuliaan di sisi kanan Puteranya, Sang Raja segala zaman (1 Tim 1:17). ((Paus Pius XII, Munificentissimus Deus, 40, lihat juga definisi dari dogma Maria diangkat ke surga yang disebutkan oleh dokumen yang sama, alinea 44: “…. dengan kuasa dari Tuhan kita Yesus Kristus, dan dari Rasul Petrus dan Paulus yang terberkati, dan oleh kuasa kami sendiri, kami mengumumkan, menyatakan dan menentukan hal ini sebagai dogma yang diwahyukan Tuhan: bahwa Bunda Tuhan yang tidak bernoda, Maria yang tetap Perawan, setelah menyelesaikan tugas nya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi.”))

Dalam kesatuannya dengan Kristus jugalah, maka Bunda Maria tidak berpangku tangan di surga, tetapi terus mendukung Kristus yang masih terus melaksanakan karya keselamatan-Nya di dunia ini, dengan doa- doa syafaatnya ((lih. Lumen Gentium 62)). Pengaruh Bunda Maria dalam karya keselamatan ini tentu terjadi bukan karena kuasa dirinya sendiri, tetapi karena kehendak Allah dan kebaikan-Nya. Peran pengantaraan Bunda Maria ini tidak menyaingi pengantaraan Kristus apalagi meniadakannya, melainkan mendukungnya. Konsili Vatikan II merumuskannya dengan indah, demikian:

Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh Santa Perawan yang menyelamatkan manusia tidak berasal dari suatu keharusan objektif, melainkan dari kebaikan ilahi. Pengaruh tersebut mengalir dari kelimpahan pahala Kristus, bertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung dari padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya. Pengaruh itu sama sekali tidak merintangi persatuan langsung kaum beriman dengan Kristus, melainkan justru mendukungnya.” (Lumen Gentium 60)

Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber. Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah Kristus seperti itu. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.” (Lumen Gentium 62)

Jika Tuhan pernah bersabda, “doa orang yang benar sangat besar kuasanya” (Yak 5:16), bukankah akan sangat teramat besar kuasa doa Bunda Maria, yang telah dibenarkan Tuhan Yesus, dan terlebih lagi, karena ia adalah Bunda-Nya sendiri yang telah dikuduskan Allah? Itulah sebabnya Gereja Katolik menganjurkan kita umat beriman untuk memohon dukungan doa Bunda Maria, sebab hal itu baik untuk pertumbuhan iman kita, dan akan lebih erat lagi mempersatukan kita dengan Kristus.

Dengan demikian, nyatalah bahwa Maria telah masuk dalam rencana keselamatan Allah, sejak awal mula. Saat kejatuhan Adam dan Hawa, keberadaan Maria dan Kristus Puteranya telah dinubuatkan Allah; dan ini digenapi saat Maria menerima Kabar Gembira Malaikat. Selanjutnya, Bunda Maria selalu hadir dan bersatu dengan Kristus selama Ia hidup di dunia, saat sengsara, wafat, kebangkitan sampai kenaikan-Nya ke surga. Oleh kesetiaannya beriman sampai akhir, Bunda Maria diangkat ke surga, tubuh dan jiwanya dan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada mereka yang percaya dan mengasihi Dia (lih. Why 2:10; Yak 1:12). Maka ajaran bahwa Bunda Maria diangkat ke surga dan dimahkotai di surga, bukan semata- mata merupakan penghormatan kepada Bunda Maria saja, tetapi merupakan ajaran tentang pengharapan akan penggenapan janji Kristus kepada semua orang yang percaya kepada-Nya, di mana Maria telah mengambil tempat yang terdepan, sebab ia telah terlebih dahulu menunjukkan teladan imannya yang sempurna di hadapan Allah.

St. Ambrosius mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah teladan Gereja dalam hal iman, kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus ((lih. Lumen Gentium, 63)). Dalam misteri Gereja, Bunda Maria disebut sebagai perawan dan ibu, dan kedua hal ini juga yang harus diteladani oleh Gereja. Keperawanan dan kekudusan Maria mendorong Gereja untuk terus berpegang pada iman yang murni, yang tidak dipengaruh oleh ajaran si ‘ular tua’/ setan yang dapat dinyatakan dalam banyak cara. Selanjutnya, teladan Maria sebagai ibu, juga wajib mendorong Gereja untuk meniru perbuatan kasihnya dalam memberikan dirinya untuk mewujudkan rencana Allah, yaitu untuk melahirkan Kristus di hati umat beriman. Teladan iman Bunda Maria dalam hal iman yang murni, pengharapan yang teguh dan kasih yang tulus inilah yang seharusnya terus terpatri dalam hati kita, agar bersama Bunda Maria, akhirnya kita dapat menerima juga penggenapan janji Tuhan kepada setiap orang yang percaya.

4. Tuhan Yesus memberikan Bunda Maria menjadi ibu bagi murid- murid-Nya

Selanjutnya, alasan yang sangat kuat mengapa kita menghormati dan mengasihi Bunda Maria sebagai ibu, adalah sebab Tuhan Yesus menghendakinya demikian. Sesaat sebelum wafat-Nya, Tuhan Yesus memberikan Bunda Maria kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya. “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya disampingnya, berkatalah Ia kepada  ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu” kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya, “Inilah ibumu!”/ Behold, your mother! Dan sejak itu murid itu [Yohanes] menerima dia [Bunda Maria] di dalam rumahnya.” (Yoh 19: 26-27) Kita ketahui bahwa pesan ini adalah salah satu dari ketujuh perkataan Yesus sebelum wafatNya dan pastilah ini merupakan pengajaran yang penting. Gereja Katolik selalu memahami ucapan tersebut, sebagai kehendak Yesus yang mempercayakan Ibu-Nya kepada kita semua para murid-Nya, yang diwakili oleh Rasul Yohanes. Sama seperti Yohanes Pembaptis menyebutkan sesuatu yang penting tentang Yesus dengan berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah”/ Behold, the Lamb of God (Yoh 1:29) untuk diterima sebagai kebenaran bagi semua umat beriman; maka Tuhan Yesus juga menyebutkan hal yang penting tentang Bunda Maria, dengan berkata kepada para murid-Nya,” Inilah ibumu!”/ Behold, your mother!, agar kita umat beriman juga dapat menerimanya sebagai kebenaran. Ya, Bunda Maria adalah ibu kita, sebab Tuhan Yesus memberikannya kepada kita umat beriman, untuk kita kasihi, kita hormati dan kita teladani. Sebab dengan menerimanya sebagai ibu, kita dapat belajar untuk mengikuti teladan imannya sampai akhir; agar kitapun dapat masuk dalam Kerajaan-Nya dan beroleh mahkota kehidupan.

5. Ajaran Bapa Gereja tentang Bunda Maria sebagai Bunda Gereja

a. Origen (244)
Putera Maria hanya Yesus sendiri; dan ketika Yesus berkata kepada Ibu-Nya, “Lihatlah, anakmu,” seolah Ia berkata, “Lihatlah orang ini adalah Yesus sendiri, yang engkau lahirkan.” Sebab setiap orang yang dibaptis, hidup tidak lagi dirinya sendiri, tetapi Kristus hidup di dalamnya. Dan karena Kristus hidup di dalamnya, perkataan kepada Maria ini berlaku baginya, “Lihatlah anakmu- Kristus yang diurapi.” ((Origen, Commentary on John I,4, 23, PG 14, 32))

b. St. Ephrem dari Syria (306- 373)
“Kelahiran-Mu yang ilahi, O Tuhan, melahirkan semua ciptaan;
Umat manusia dilahirkan kembali darinya [Maria], yang melahirkan Engkau.
Manusia melahirkan Engkau di dalam tubuh; Engkau melahirkan manusia di dalam roh…”  ((St. Ephrem, Hymn 3 on the Birth of the Lord, v.5., ed. Lamy, II, pp 464 f))

c. St. Agustinus (416)
Maria adalah sungguh ibu dari anggota- anggota Kristus, yaitu kita semua. Sebab oleh karya kasihnya, umat manusia telah dilahirkan di Gereja, [yaitu] para umat beriman yang adalah Tubuh dari Sang Kepala, yang telah dilahirkannya ketika Ia menjelma menjadi manusia.” ((St. Augustine, De sancta virginitate, 6 (PL 40, 399) ))

d. Paus Pius X (1903- 1914)
“Bukankah Maria adalah Bunda Yesus? Oleh karena itu ia adalah bunda kita juga…. Maria yang mengandung Sang Juruselamat dalam rahimnya, dapat dikatakan juga mengandung mereka yang hidupnya terkandung di dalam hidup Sang Juruselamat. Karenanya, kita semua … telah dilahirkan dari rahim Maria sebagai tubuh yang bersatu dengan kepalanya. Oleh karena itu, dalam pengertian rohani dan mistik, kita disebut sebagai anak- anak Maria, dan ia adalah Bunda kita semua. ((Paus Pius X, Ad diem illum Laetissimum))

6. Martin Lutherpun mengajarkan bahwa Maria adalah Bunda Gereja

Martin Luther, pendiri gereja Protestan juga mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah Bunda Gereja:

“Bunda Maria adalah Bunda Yesus dan bunda kita semua. Kalau Kristus adalah milik kita, kita harus berada di mana Ia berada; dan semua yang menjadi milik-Nya pasti menjadi milik kita, dan oleh karena itu ibu-Nya juga adalah ibu kita.” ((Luther Works, (Weimar edition), 29:655:26-656:7))

“Kita semua adalah anak- anak Maria.” ((Luther Works, (Weimar edition), 11:224:8))

7. Sudahkah Bunda Maria menjadi ibu bagi anda dan saya?

Apapun yang disampaikan di atas tidak akan terlalu berguna bagi kita, jika kita tidak menerimanya sebagai kehendak Tuhan bagi kita. Tuhan Yesus sudah memberikan segala- galanya bagi kita: kasih-Nya, hidup ilahi-Nya, dan bahkan ibu-Nya sendiri. Sekarang memang terserah kepada kita, apakah yang menjadi tanggapan kita. Apakah kita sudah bersikap seperti Rasul Yohanes yang menerima Bunda Maria sebagai ibu kita juga? Jika sudah, sejauh mana kita telah meniru teladan iman Bunda Maria? Mungkin kita memerlukan perjuangan tanpa henti untuk menanggapi pertanyaan yang kedua ini. Sebab sungguh, sepanjang hidup ini memang kita perlu berjuang untuk tetap taat dan setia kepada Tuhan. Namun tentu jika kita berjalan bersama Bunda Maria, kita akan dikuatkan sampai kita dapat memandang Kristus dalam kemuliaan-Nya yang kekal abadi di surga. Semoga pada saat itu, kita dapat memandang Tuhan Yesus, dan mengatakan, “Aku mengasihi-Mu, Tuhan, dan seturut kehendak-Mu, aku juga telah mengasihi Ibu-Mu yang Engkau berikan kepadaku.”

Bunda Maria, Bunda Kristus dan Bunda kami umat beriman, doakanlah kami, sekarang dan waktu kami mati. Amin.

19 COMMENTS

  1. dear ibu inggrid,

    sy nita dari bandung, dulu kita pernah bertemu saat pembekalan pewarta sabda di jl. maulana yusuf no.5,sy mau minta dijelaskan tentang penjelasan maria sebagai ibu gereja,krn 2 minggu lagi sy diminta memberikan renungan di persekutuan doa dgn tema seperti di atas, kalau boleh sy minta dijelaskan dengan perikop bacaan yang diambil.
    sy harap ibu dapat membantu sy dan mohon dikirimkan penjelasan tsb by email.

    terima kasih, salam dan doa
    nita

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik. Juga silakan membaca dasar-dasar dari Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja, di rubrik FAQ di sini, silakan klik, dan Tanya Jawab tentang hal itu di sini, silakan klik. Di sana ada banyak sekali ayat-ayat Kitab Suci yang dapat diambil sebagai acuan. Silakan Anda pilih. Namun dasar yang paling kuat adalah karena Yesus sendiri sesaat sebelum wafat-Nya memberikan BundaNya, Maria, agar menjadi bunda kita juga (Yoh 19:26-27). Selamat mempersiapkan renungan.
    PS: Silakan untuk lain kali menggunakan fasilitas pencarian di sisi kanan situs. Ketik kata kunci yang ingin Anda ketahui, lalu enter. Sebab kemungkinan topik tersebut sudah pernah dibahas. Terima kasih.]

  2. Shalom, tim Katolisitas.org yang saya kasihi.
    Kembali saya ingin menanyakan sebuah artikel yang ditulis oleh seorang Pendeta, demikian kutipan dari artikel tersebut:

    Loraine Boettner mengatakan (‘Roman Catholicism’ , hal 155) bahwa kata-kata Yesus kepada Yohanes ‘Inilah ibumu’, oleh Gereja Roma Katolik diartikan menunjuk kepada semua manusia, pada saat itu maupun yang akan datang, dan dengan demikian Yesus menyerahkan semua manusia kepada Maria sebagai anak-anaknya!

    Kesalahan penafsiran ini terlihat jelas dari ay 26-27: “Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya disampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anak mu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya : ‘Inilah ibumu !’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya” .

    Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

    – ayat ini secara jelas mengatakan bahwa kata-kata itu ditujukan oleh Yesus kepada Yohanes.
    – kata ‘mu’ dalam ay 27 dalam bahasa Yunaninya menggunakan bentuk tunggal, dan demikian juga dengan kata ‘anak’ dalam ay 26, sehingga tidak mungkin menunjuk kepada ‘semua manusia’ , tetapi pasti menunjuk kepada ‘Yohanes’ .
    Kalau kata-kata itu memang ditujukan kepada semua
    manusia, lalu mengapa Yohanes tahu-tahu membawa Maria kerumahnya?

    Hal lain yang perlu dicamkan, kita tidak pernah dikatakan oleh Kitab Suci sebagai ‘anak-anak dari Maria’.
    Semua orang yang percaya kepada Yesus adalah ‘anak Allah’ (Yoh 1:12).

    —————————————————————-
    Dan ada kutipan yang merupakan bagian akhir dari artikel tersebut:

    Perlu dipertanyakan pertanyaan ini: dengan tubuh apa Maria bangkit dan masuk ke surga? Sampai saat ini hanya Kristus yang mempunyai tubuh kebangkitan.
    Semua manusia baru menggunakan tubuh kebangkitan pada saat Kristus datang keduakalinya (Yoh 5:28-29, 1Kor 15:20-23,50-55 1Tes 4:13-17)!

    Kebangkitan dan kenaikan Maria ke surga secara jasmani tidak pernah ada dalam Kitab Suci (kalimat yang ini, dan karena itu harus kita tolak. Kita memang mempercayai bahwa Maria adalah orang yang beriman, sehingga pada saat ia mati, ia pasti masuk surga. Tetapi ini berbeda dengan mempercayai
    kebangkitan dan kenaikannya ke surga secara jasmani, seperti yang dialami oleh Yesus!

    —————————————————————-
    Mohon tanggapannya mengenai kutipan-kutipan ini, mohon maaf kalau sudah pernah ada artikel tanya-jawab serupa, karena saya agak kesulitan mencarinya dan mungkin Tim Katolisitas.org dapat menjawabnya dengan link saja sehingga bisa saya buka tanpa harus ada pengulangan jawaban dari Tim Katolisitas.org. Terima kasih.

    • Shalom Sonny Ng,

      Pertama-tama, perlu diketahui, bahwa dalam menginterpretasikan Kitab Suci, Gereja Katolik mengajarkan adanya arti literal, dan arti rohani. Tentang topik Empat prinsip untuk menginterpretasikan Kitab Suci, silakan membaca di sini, silakan klik; Bagaimana menginterpretasikan Kitab Suci menurut Gereja Katolik, klik di sini. Dengan mengetahui bahwa ayat-ayat tertentu memiliki arti rohani/ spiritual, maka kita mengetahui ada kedalaman makna Sabda Tuhan itu, yang melampaui dari apa yang tertulis secara literal dalam Kitab Suci. Jadi kita mengetahui, misalnya, ungkapan “kurban anak domba” itu tidak hanya terbatas kepada arti seekor binatang anak domba, tetapi dalam konteks tertentu bisa mengacu kepada Kristus, yang adalah Sang Anak Domba Allah, yang menggenapi seluruh korban anak domba yang pernah dipersembahkan kepada Allah. Dengan melihat kepada arti rohani itulah, maka kita dapat menghubungkan bahwa pengajaran yang disampaikan Yesus kepada satu orang secara pribadi (seperti pengajaran Yesus kepada Nikodemus, Zakeus, Martha dan Maria, Rasul Thomas, dst) itu juga disampaikan kepada kita, yang adalah para murid Kristus, yang hidup terpisah berabad-abad kemudian dari tokoh-tokoh yang disebutkan dalam Kitab Suci itu. Tentu kita tidak bisa mengatakan bahwa ajaran yang disampaikan Yesus kepada mereka itu hanya ditujukan kepada mereka saja, dan tidak berlaku untuk kita, para murid Kristus.

      Nah, maka tentang ayat Yoh 19:26-27, secara literal tentu saja merupakan perkataan Yesus yang ditujukan kepada Bunda Maria, “Ibu, inilah anakmu!” dan kepada Yohanes, “Inilah ibumu!” Dengan demikian memang perkataan itu ditujukan kepada Bunda Maria dan Rasul Yohanes, murid yang dikasihi-Nya. Maka, Yohanes-pun menaatinya dengan menerima Bunda Maria di dalam rumahnya, sejak saat itu. Namun secara rohani, ayat tersebut dapat diartikan secara lebih mendalam, yaitu bahwa Yesus memberikan ibu-Nya sendiri agar menjadi ibu bagi semua murid yang dikasihi-Nya. Ajaran ini tak terpisahkan dengan ajaran para Bapa Gereja yang adalah para penerus Rasul, bahwa Bunda Maria adalah Hawa yang baru (Hawa/ ‘Eve’ arti literalnya adalah ibu dari segala yang hidup), yang bekerjasama dengan Yesus, yang adalah Adam yang baru, dalam mewujudkan rencana Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Tentu saja interpretasi para Bapa Gereja yang hidup lebih dekat dengan zaman para Rasul, dan yang menerima langsung pengajaran dari para Rasul, itu lebih ‘valid‘ dan benar, daripada interpretasi pribadi seorang yang hidup terpisah berabad-abad lamanya dari para Rasul, dan yang bahkan tidak mau mengindahkan ajaran dari para Rasul/ para Bapa Gereja yang meneruskan ajaran para Rasul. St. Irenaeus, misalnya, adalah murid dari St. Polykarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes (yang menerima Bunda Maria di rumahnya, setelah Kristus wafat). Maka tentu ajarannya tentang Bunda Maria, lebih dapat dipercaya sebagai kebenaran, daripada pemahaman pribadi banyak tokoh abad ini.

      Lagipula, Martin Luther, pendiri Gereja Protestan, juga mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah Bunda umat beriman. Jadi kalau sekarang ada para pengikutnya yang mengatakan bahwa Bunda Maria bukan Bunda umat beriman, sebenarnya secara tidak langsung iapun mau mengatakan bahwa Martin Luther, pendiri gerejanya, salah mengajar.

      Selanjutnya, tentang topik Bunda Maria yang mungkin dapat menjawab pertanyaan Anda, silakan Anda membaca beberapa artikel terkait berikut ini:

      Mengapa Bunda Maria disebut sebagai Hawa yang baru, silakan klik
      Mengapa Bunda Maria, Bunda Gereja, silakan klik
      Apa dasar Gereja Katolik mengajarkan Bunda Maria diangkat ke Surga, silakan klik, dan klik di sini.
      Apakah Maria diangkat ke Surga hanya ‘pengkiasan’?, silakan klik

      Akhirnya, memang harus diakui bahwa buku yang dikarang Boettner itu, Roman Catholicism, sangat kental menentang ajaran Gereja Katolik. Para kritikus mengatakan bahwa apa yang dituliskan di sana, yang hampir menjadi semacam buku pegangan bagi semua orang yang anti-Katolik, memang sifatnya tendensius, menggunakan argumen-argumen yang bahkan melemahkan posisinya sendiri sebagai seorang terpelajar/ intelektual.

      Di atas semua itu, jangan berkecil hati, Sonny, sebab orang-orang yang menentang ajaran iman Katolik itu memang akan terus ada. Adakalanya seberapapun kita menyampaikan penjelasan, tetap saja tidak dapat mereka terima. Namun efek yang lebih langsung adalah yang terjadi pada Anda sendiri yang dengan tulus mempelajari Kitab Suci dalam tuntunan Gereja. Anda akan semakin menghayati kepenuhan kebenaran ajaran iman Kristiani, dan terdorong untuk menerapkannya dalam hidup Anda. Dan kesakisan hidup Anda itu akan menjadi bukti yang lebih kuat berbicara. Mari kita memohon rahmat Tuhan agar Ia meneguhkan iman kita, dan memampukan kita untuk menjadi saksi Kristus yang dijiwai kasih, sehingga kita tidak mudah terpengaruh oleh berbagai komentar yang sedemikian tajam ditujukan untuk menentang ajaran Gereja Katolik. Semoga dengan kita bersikap demikian, semakin banyak orang dapat terpanggil untuk lebih mengenal dan mengasihi Kristus yang kita wartakan dalam kepenuhan-Nya, dalam Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Syalom saudara2ku, nama saya arliando saya seorang kristen. Kenapa di Kristen Bunda Maria tidak diberi penghormatan khusus ya? Pendeta2 mengatakan itu adalah salah karena tidak sola scriptura. Mohon penjelasannya ya.

    Pertanyaan kedua adalah Lukas 1:47 Maria menyebut Allah, juruselamatku. Dari kalimat ini bukannya Maria mengaku dirinya berdosa? Lalu Matius 1: 25 menyebutkan Maria tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan Yesus. Berarti habis itu Bunda Maria tidak perawan lagi dong?

    Saya mohon bimbingannya ya. Terima kasih TUHAN memberkati

    • Shalom Arliando,

      Seperti diuraikan di atas, Gereja Katolik menghormati Bunda Maria secara khusus sebagai Bunda Gereja (Bunda umat beriman) karena melaksanakan amanat Yesus sendiri sebelum wafat-Nya yang menyerahkan Bunda-Nya kepada murid- murid-Nya, yang diwakili oleh Rasul Yohanes (lih. Yoh 19:26-27). Adalah sewajarnya bagi seorang anak untuk menghormati ibunya secara khusus jika dibandingkan dengan penghormatan kepada orang lain; maka adalah wajar bagi umat Kristen untuk secara khusus menghormati ibu Tuhan Yesus yang diberikan oleh Yesus sendiri agar menjadi ibu mereka juga. Selanjutnya, penghormatan khusus kepada Bunda Maria juga dapat dilihat dari tulisan- tulisan jemaat abad- abad awal. Bahwa ada sebagian umat Kristen yang tidak menghormati Bunda Maria secara khusus, mungkin karena berprinsip pada “Sola Scriptura” (Kitab Suci saja) sehingga yang mau diterima adalah hanya pernyataan yang eksplisit tertulis dalam Kitab Suci. Mungkin karena tidak tertulis dalam Kitab Suci, “kamu harus secara khusus menghormati Bunda Maria” maka mereka tidak menghormati Bunda Maria secara khusus. Namun Gereja Katolik mengartikan Sabda Allah tidak hanya terbatas dari apa yang secara eksplisit tertulis dalam Kitab Suci, tetapi juga apa yang secara logis dapat disimpulkan dari pernyataan Yesus, jika dikaitkan dengan ayat- ayat lain dalam Kitab Suci, dan juga sebagaimana diajarkan secara lisan oleh para rasul. Bahwa ajaran lisan dari para rasul ini sama pentingnya dengan ajaran tertulis, ini diajarkan dalam Kitab Suci (lih. 2 Tes 2:15). Janagn pula dilupakan, bahwa penghormatan terhadap Bunda Maria secara khusus sebagai Bunda Gereja sejalan dengan perintah Kristus sendiri di Yoh 19:25-26 dan Mat 19:19, 15:4.

      Selanjutnya tentang Apakah Sola Scriptura cukup?, silakan klik di sini.
      Tentang Apa makna devosi kepada Bunda Maria, silakan klik di sini.
      Tentang Mungkinkah Maria yang adalah manusia disebut Bunda Allah, klik di sini.

      Di Luk 1:47 Maria menyebut Allah sebagai Juruselamatnya, namun hal ini tidak menjadi bukti bahwa ia berdosa. Sebab memang Bunda Maria tetap membutuhkan Juruselamat, sebab kondisi ketidakberdosa-annya hanya mungkin diperoleh karena ia menerima terlebih dahulu rahmat dari Sang Juruselamat, sehingga ia dapat dibebaskan dari dosa. Tuhan tak terikat oleh ruang dan waktu, dan karena itu Ia menyediakan rahmat khusus kepada Maria sehubungan dengan perannya sebagai Bunda Allah, agar ia terbebas dari dosa asal sejak conception (pembentukannya sebagai janin di dalam rahim ibunya, St. Anna). Dengan demikian, Maria malah lebih lagi memerlukan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Sebab hal ‘dibebaskan dari dosa asal sejak di dalam kandungan’ tidak mungkin terjadi tanpa jasa Kristus yang menyelamatkannya dan menguduskannya. Hanya saja, Bunda Maria telah menerima rahmat keselamatan itu terlebih dahulu sebelum terjadinya penyaliban dan kebangkitan Kristus. Hal ini dimungkinkan karena Tuhan Yesus adalah Allah yang tidak terbatas, dan Ia dapat berbuat segala sesuatu yang dipandangnya bijak untuk rencana keselamatan-Nya kepada manusia. Tentang topik Bunda Maria dikandung tanpa noda, silakan klik di sini.

      Sedangkan tentang topik Mungkinkah Bunda Maria tetap perawan, silakan klik di sini, dan di sini, silakan klik
      Tentang topik apakah Bunda Maria sama saja dengan tokoh Alkitab yang lain?, silakan klik.

      Kata ‘sampai’ di Mat 1:25, “Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki …,” tidak berarti bahwa setelah Maria melahirkan, maka Yusuf bersetubuh dengannya. Sebab kata ‘heos’/’sampai’ dalam bahasa Yunani tidak selalu mensyaratkan adanya perubahan kondisi setelah sesuatu terjadi. Hal ini terlihat di banyak ayat Kitab Suci, seperti pada Mat 28: 19-20, Yesus menyertai para murid sampai akhir zaman, namun tidak berarti bahwa setelah akhir zaman Yesus tak menyertai para murid-Nya. Demikian pula dengan ayat- ayat lainnya Luk 20:43, lihat juga 1Kor 15:25 (Tidak berarti bahwa setelah para musuh Tuhan dikalahkan/ dijadikan tumpuan kaki-Nya, maka Tuhan Yesus tidak lagi duduk di sebelah kanan Allah); 1 Tim 4:13 (Bukan berarti bahwa setelah Rasul Paulus datang mengunjungi jemaat, lalu mereka tidak perlu lagi bertekun dalam membaca Kitab Suci), 2 Sam 6:23 (Bukan berarti bahwa setelah hari matinya Mikhal binti Saul mendapat anak).

      Silakan Anda membaca artikel- artikel di link-link di atas, maka Anda akan mengetahui bahwa yang mengajarkan bahwa Bunda Maria tetap perawan itu bukan hanya Gereja Katolik, tetapi juga para pendiri Gereja Protestan, yaitu Martin Luther, John Calvin, dan Zwingli. Adalah suatu yang patut direnungkan mengapa sekarang para pengikut mereka tidak lagi meyakini hal yang sama.

      Demikian, semoga ulasan di atas dapat menjadi masukan bagi Anda.

      Untuk selanjutnya jika Anda mempunyai pertanyaan tentang Bunda Maria (atau topik lain tentang iman Katolik), silakan Anda menggunakan fasilitas pencarian di sisi kanan atas homepage, ketik kata kuncinya, lalu enter. Di sana sudah cukup banyak artikel yang telah membahas tentang topik Bunda Maria (dan topik iman Katolik lainnya). Silakan Anda membacanya terlebih dahulu, supaya tidak diulangi pertanyaan yang sama/ serupa, yang sudah pernah ditanggapi. Semoga dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Salam Kasih

    Yang satu ini bukan pertanyaan, tetapi pendapat saya (yang saya yakin saya tidak sendiri dalam hal ini): Dipandang dari perspektif non-Gereja Katolik (disingkat GRK), secara relatif GRK lebih memberikan bobot untuk memuliakan:
    a. Maria
    b. Paus
    c. Gereja (sebagai ‘nama diri’, bukan sebagai ‘kata sifat’)
    d. Orang Kudus
    e. Simbol dan ritual…

    … dibandingkan dengan non-GRK. Akibatnya penekanan kepada lima aspek itu akan mengurangi pemberian bobot kepada pemuliaan Allah Tritunggal Mahakudus.

    Salam damai.

    • Shalom Devi,

      Kalau seseorang sungguh mengerti apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik, maka dia tidak akan pernah mengatakan bahwa dengan memberikan penghormatan kepada Maria, Paus, Gereja, orang kudus, dll, maka akan mengurangi bobot untuk menyembah Allah Tritunggal Maha Kudus. Minimal, kalau umat non-Katolik tahu bahwa bentuk penyembahan tertinggi di dalam Gereja Katolik adalah Misa Kudus, yang merupakan ucapan syukur kepada Allah Bapa dengan perantaraan Kristus, yang peristiwa Paskah-Nya dihadirkan kembali dengan kekuatan Roh Kudus, maka mereka akan tahu bahwa tuduhan-tuduhan tersebut tidaklah benar. Untuk komentar-komentar anda yang lain, silakan anda membaca-baca terlebih dahulu beberapa artikel yang ada – silakan mengetikkan kata kunci ini di fasilitas pencarian: ekklesiologi, keutamaan Petrus, eens, sola scriptura, keselamatan, perpecahan gereja. Silakan juga melihat tanya jawab kristen-apologetik di sini – silakan klik. Untuk memulai lagi diskusi yang baru dengan topik yang sama hanya akan mengulang-ulang argumentasi yang telah ada. Semoga dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Salam kasih

        Terima kasih jawabannya.. sayang sekali pihak katolisitas tidak menanggapi pertanyaan2 saya yg lain yg telah saya ajukan dan tidak disertakan disini.

        • Salam Devi,

          Kalau saja anda mau membaca beberapa artikel di katolisitas ini, maka anda akan melihat bahwa telah ada begitu banyak diskusi tentang topik-topik yang anda berikan. Untuk menanggapi beberapa komentar anda (saya tidak tahu apakah anda yang menulis di salah satu forum atau cut & paste dari forum tertentu), maka hanya akan menjadi pengulangan yang tidak perlu. Di tengah keterbatasan waktu kami, maka kami hanya akan membahas diskusi-diskusi yang memang belum dibahas di situs ini. Jadi, dengan sangat menyesal, kami tidak dapat menanggapi semua komentar yang masuk. Kalau anda mau berdiskusi secara serius, cobalah melihat tanya jawab dan artikel yang ada, dan silakan memberikan tanggapan dan argumentasi yang baru atau yang lebih mendalam, sehingga dapat terjadi dialog yang sehat dan membangun. Semoga dapat dimengerti.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

        • Salam Devi,

          Saya bersyukur pada Allah atas dorongan rasa ingin tahu yang Ia berikan pada Devi sehingga Devi bertanya dalam situs ini. Saya percaya bahwa dengan dorongan itu, jika Devi telusuri dengan tekun, setidaknya Devi dapat memahami bahwa Ajaran Iman Katolik berdasar dan dapat ditelusuri hingga Gereja Perdana. Seturut kehendakNya pula, Devi mungkin dibawa pada kepenuhan kebenaran dari Kristus dalam GerejaNya.

          Banyak pertanyaan yang Devi sampaikan sebenarnya telah dibahas dengan jelas dan gamblang oleh tim pengasuh dalam setiap artikel. Banyak pula hal-hal yang kurang jelas dalam artikel telah dibahas dengan panjang lebar dalam tanya-jawab. Memang berat untuk membaca semua artikel dan tanya-jawab tersebut. Namun, saya percaya bila kita ingin mengenalNya lebih dekat, kita mau menempuh usaha apapun untuk menggapaiNya. Apalagi, jika salah satu usaha yang diperlukan hanyalah membaca. Semoga Allah Tritunggal berkenan memberi Devi kerinduan untuk mengenalNya lebih dalam.

          Pacem,
          Ioannes

  5. Syalom,
    Ketika saya sedang membaca artikel ini dr situs http://www.gerejakatolik.net/devosi/kazan.htm
    Saya membaca ttg kesaksian dsana. Dan ada beberapa pertanyaan yg saya butuh pencerahan
    Pemahaman saya dan iman saya ttg Bunda Maria memang masi awam seperti non-katolik

    Pertanyaan saya adalah tentunya dr sudut pandang Non-Katolik adalah

    1.Kenapa Bunda Maria menampakkan diri dan menyuruh orang untuk gali patung yang ujung2 nya terlihat seperti penyembahan Berhala tentu saja bagi umat Non-Katolik? (Seperti dtg ke tmpt itu, membawa ikon tersebut sebagai panji kemenangan)

    2.Di situ di bilang Uskup Yunani melihat penampakan St.Serge yang bilang mereka akan menang di Bawah perlindungan Bunda Maria? Kenapa Bunda Maria? Kenapa tdak di bawah perlindungan Allah?

    Saya kadang suka bngung dalam kekuasaan Bunda Maria. Sehingga takut jadi berlebihan berdoa dan memuja Bunda malah membuat Tuhan Marah. Seakan2 ada 2 Tuhan, padahal tidak. Saya jadi serba salah sebenarnya iman thdp Bunda Maria itu seperti apa? apakah seperti orang Rusia itu boleh?

    Terima Kasih

    • Shalom Leonard,
      Secara prinsip, pada waktu anda membaca tentang penampakan Bunda Maria, dan pesan-pesannya, maka anda harus melihatnya sebagai partisipasi Bunda Maria di dalam karya keselamatan Kristus. Tuhan mempunyai kebebasan untuk menggunakan siapa saja untuk membantu manusia. Kalau Tuhan dapat menggunakan para pastor, para pendeta, kaum awam, untuk memberikan kesembuhan, mukjizat, dll, maka tidaklah aneh kalau Tuhan dapat juga menggunakan Bunda Maria, manusia yang memang lebih kudus dan lebih dekat kepada Yesus daripada semua manusia yang pernah hidup. Namun, kita tetap harus melihatnya di dalam konteks partisipasi. Ini berarti, Bunda Maria hanya dapat melakukan sesuatu dengan seijin dari Tuhan. Juga dalam konteks St. Serge yang mengatakan bahwa mereka akan menang di bawah perlindungan Bunda Maria, harus dimengerti bahwa sumber dari perlindungan yang diberikan oleh Bunda Maria adalah Kristus sendiri. Di satu sisi, kita juga harus mengetahui bahwa ada banyak wahyu-wahyu pribadi yang tidak bersifat mengikat umat beriman. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 67) menjelaskan wahyu pribadi sebagai berikut:

      KGK, 67: “Dalam peredaran waktu terdapatlah apa yang dinamakan “wahyu pribadi”, yang beberapa di antaranya diakui oleh pimpinan Gereja. Namun wahyu pribadi itu tidak termasuk dalam perbendaharaan iman. Bukanlah tugas mereka untuk “menyempurnakan” wahyu Kristus yang definitif atau untuk “melengkapinya”, melainkan untuk membantu supaya orang dapat menghayatinya lebih dalam lagi dalam rentang waktu tertentu. Di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja, maka dalam kesadaran iman, umat beriman tahu membedakan dan melihat dalam wahyu-wahyu ini apa yang merupakan amanat otentik dari Kristus atau para kudus kepada Gereja. Iman Kristen tidak dapat “menerima” wahyu-wahyu yang mau melebihi atau membetulkan wahyu yang sudah dituntaskan dalam Kristus. Hal ini diklaim oleh agama-agama bukan Kristen tertentu dan sering kali juga oleh sekte-sekte baru tertentu yang mendasarkan diri atas “wahyu-wahyu” yang demikian itu.”

      Jadi, sebagai umat beriman, kita tidak terikat oleh wahyu-wahyu pribadi tersebut. Ada sebagian wahyu-wahyu pribadi yang diakui Gereja dan ada sebagian yang belum diakui. Diakui atau tidak diakui, wahyu-wahyu pribadi tersebut tidak mengikat umat beriman. Yang mengikat adalah apa yang disampaikan dalam Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Devosi kepada Bunda Maria harus juga dimengerti dengan benar dan jangan menjadikan penghormatan ini sebagai suatu tahyul. Penghormatan kita kepada Bunda Maria adalah mengikuti teladan Kristus, yang terlebih dahulu menjadikan Maria sebagai Bunda-Nya, menjadikannya Bunda Allah. Tidaklah benar untuk mengkontradiksi Maria dengan Kristus, karena Gereja Katolik mengerti dengan benar bahwa Kristus adalah Tuhan dan pencipta, sedangkan Maria adalah adalah ciptaan yang sungguh sempurna. Bunda Maria akan senantiasa membawa umat Allah kepada Putera-Nya. Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium (LG, 66-67) menuliskannya demikian (penekanan diberikan oleh saya).

      IV. KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN DALAM GEREJA
      66. (Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan)
      Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, diatas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam segala bahaya serta kebutuhan mereka Umat beriman sambil berdoa mencari perlindungannya. Terutama sejak Konsili di Efesus kebaktian Umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya sendiri: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Meskipun kebaktian itu, seperti selalu dijalankan dalam Gereja, memang bersifat istimewa, namun secara hakiki berbeda dengan bakti sembah sujud, yang dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma seperti juga kepada Bapa dan Roh Kudus, lagi pula sangat mendukungnya. Sebab ada pelbagai ungkapan sikap bakti terhadap Bunda Allah, yang dalam batas-batas ajaran yang sehat serta benar, menurut situasi semasa dan setempat serta sesuai dengan tabiat dan watak-perangai kaum beriman, telah disetujui oleh Gereja. Dengan ungkapan-ungkapan itu, bila Bunda dihormati, Puteranya pun – segala sesuatu diciptakan untuk Dia (lih. Kol 1:15-16), dan Bapa yang kekal menghendaki agar seluruh kepenuhan-Nya diam dalam Dia (Kol :19), – dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana harusnya, serta perintah-perintah-Nya dilaksanakan.
      67. (Semangat mewartakan sabda dan kebangkitan kepada Santa Perawan)
      Ajaran Katolik itu oleh Konsili suci disampaikan sungguh-sungguh. Serta-merta Konsili suci mendorong semua putera Gereja, supaya mereka dengan rela hati mendukung kebaktian kepada Santa perawan, terutama yang bersifat liturgis. Juga supaya mereka sungguh menghargai praktik-praktik dan pengamalan bakti kepadanya, yang di sepanjang zaman oleh dianjurkan oleh wewenang mengajar Gereja; pun juga supaya mereka dengan khidmat mempertahankan apa yang di masa lampau telah ditetapkan mengenai penghormatan patung-patung Kristus, Santa Perawan dan para Kudus. Kepada para teolog serta pewarta sabda Allah Gereja menganjurkan dengan sangat, supaya dalam memandang martabat Bunda Allah yang istimewa mereka pun, dengan sungguh-sungguh mencegah segala ungkapan berlebihan yang palsu seperti juga kepicikan sikap batin. Hendaklah mereka mempelajari Kitab suci, ajaran para Bapa dan Pujangga suci serta liturgi-liturgi Gereja di bawah bimbingan Wewenang mengajar Gereja, dan dengan cermat menjelaskan tugas-tugas serta kurnia-kurnia istimewa Santa Perawan, yang senantiasa tertujukan pada Kristus, sumber segala kebenaran, kesucian dan kesalehan. Hendaknya mereka dengan sungguh-sungguh mencegah apa-apa saja, yang dalam kata-kata atu perbuatan dapat menyesatkan para saudara terpisah atau siapa saja selain mereka mengenai ajaran Gereja yang benar. Selanjutnya hendaklah kaum beriman mengingat, bahwa bakti yang sejati tidak terdiri dari perasaan yang mandul dan bersifat sementara, tidak pula dalam sikap mudah percaya tanpa dasar. Bakti itu bersumber pada iman yang sejati, yang mengajak kita untuk mengakui keunggulan Bunda Allah, dan mendorong kita untuk sebagai putera-puteranya mencintai Bunda kita dan meneladan keutamaan-keutamaannya.

      Semoga penjelasan ini dapat membantu. Jangan kuatir untuk berdevosi kepada Bunda Maria secara benar. Silakan membaca artikel tentang devosi kepada Bunda Maria di sini – silakan klik.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,stef – katolisitas.org

  6. Sering saat bertemu dengan jemaat Kristen non-Katolik, saya ditanya tentang mengapa umat Katolik berdoa kepada Bunda Maria dan menghormatinya? Bukankah hal itu tidak perlu karena orang bisa langsung berdoa kepada Yesus?
    Secara sederhana saya mengatakan demikian:
    Saudara/i, silakan melihat pada Injil Yohanes 19:26-27> “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di samping-Nya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.”
    Nah, kami umat Katolik adalah murid yang dikasihi-Nya (Yesus), maka sudah sepantasnya kami menerima Bunda Maria dalam rumah kami.
    Lha, Anda sendiri merasa murid yang dikasihi Yesus atau tidak?
    Kalau Anda sungguh adalah murid yang dikasihi Yesus, pastilah Anda juga menerima Bunda Maria dalam rumah Anda.
    Kalau tidak menerima Bunda Maria, artinya Anda bukan murid yang dikasihi Yesus, ya kan?
    hehehee……biasanya mereka langsung bingung sendiri…

  7. Mendalami mengenai Maria memang tak habis-habisnya. Sebagai seorang katolik ibu Maria memiliki tempat tersendiri di dalam hati saya. Tapi saya tidak ingin melakukan ekspansi keyakinan secara berlebih-lebihan terhadap ibu Maria. Dalam kaitan dengan pertimbangan tersebut, saya ingin komentar penjelasan penulis tentang ayat ini “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15). Menurut saya jangan paksakan bahwa figur yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah ibu Maria, karena anak kalimatnya menjelaskan bawah perempuan yang dimaksudkan adalah HAWA, bukan Maria. Mohon maaf kalau saya keliru.
    Oh ya masih ada satu hal yang ingin saya tanyakan: dalam doa rosario sering kita menjawab: ” SUCIKANLAH BADANKU dan KUDUSKANLAH JIWAKU”. menurut saya permohonan ini hanya pantas kita tujukan pada Tuhan, bukan kepada ibu Maria. kalau benar, mengapa Gereja diam saja.
    Sekian dan terima kasih, mohon penjelasannya

    • Shalom Rano Hendrikus,

      Terima kasih atas tanggapannya. Kita tidak mencoba memaksakan pengertian bahwa “perempuan” di Kej 3:15 adalah “new Eve – yang mengacu kepada Maria” dan bukan Hawa. Alasannya, silakan membaca penjelasan di atas – silakan klik. Kuncinya, jangan hanya melihat terjemahan bahasa Indonesia “perempuan ini“, karena kita dapat melihat bahwa dalam beberapa versi bahasa Inggris (KJV, RSV, NASB, DRB, LITV) dikatakan “the woman”. Dan penjelasan ini juga didukung oleh tulisan-tulisan dari Bapa Gereja. Oleh karena itu, kalau menurut anda ada kejanggalan, silakan memberikan tanggapan atas argumentasi di atas. Tentang kalimat-kalimat yang janggal di dalam beberapa doa Maria, maka kita harus melihat bahwa Maria senantiasa melakukan segalanya dalam konteks partisipasinya di dalam karya keselamatan Kristus. Dan Gereja Katolik senantiasa menekankan hal ini dalam dokumen-dokumennya, seperti juga dalam Lumen Gentium, Vatikan II, terutama bagian ini – silakan klik. Silakan juga melihat pembahasan ini – silakan klik. Semoga dapat menjawab pertanyaan dan keberatan anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • anda akan terus membela ajaran yang salah ini Stef? Bgmn mungkin kt meminta Maria menyucikan kita. Doa hanya ditujukan kepada Tuhan.

        [dari katolisitas: Silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]

Comments are closed.