Menjadi topik perdebatan yang menarik tentang Martin Luther.  Apakah dia diekskomunikasi atau apakah dia keluar dari Gereja Katolik.

1. Ekskomunikasi menyebabkan Luther tidak punya pilihan selain membuat aliran baru?

Pertama-tama, yang perlu diketahui adalah sanksi ekskomunikasi diberikan pertama-tama sebagai langkah sanksi yang menyembuhkan, dan bukan agar seseorang dapat membuat aliran baru. Dengan dinyatakannya bahwa status orang yang bersangkutan berada di luar Gereja (ex, artinya di luar, communion artinya persekutuan), maka orang itu dapat merenungkan pelanggarannya, dan suatu saat ia dapat kembali ke pangkuan Gereja Katolik. Tentang ekskomunikasi sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

Berikut ini adalah informasi yang kami sarikan dari berbagai sumber, terutama dari link New Advent Encyclopedia, selengkapnya  silakan klik di sini:

Martin Luther menerima hukuman ekskomunikasi dari Paus Leo X melalui bulla Decet Romanum Pontificem pada tanggal 3 Januari 1521. Langkah tersebut diambil oleh Paus setelah berbagai upaya rekonsiliasi dengan Luther tidak berhasil. Paus melalui bulla Exsurge Domine (15 Juni 1520, klik di sini) meminta Luther untuk menarik 41 pernyataannya yang salah, yang dinyatakan Luther dalam 95 theses dan tulisan-tulisannya yang lain. Luther diberi waktu enam puluh hari untuk menarik tulisannya, tetapi Luther menolaknya dengan membakar bulla tersebut.

Keputusan ini merupakan keputusan akhir Luther dari pernyataan- pernyataannya yang berubah- ubah: 1) Pada tanggal 3 Maret 1519, saat menulis kepada Paus Leo X: “Di hadapan Tuhan dan mahluk ciptaan-Nya, aku memberikan kesaksian bahwa saya tidak telah berniat ataupun kini berniat untuk menyentuh atau dengan intrik merendahkan otoritas Gereja Roma dan terhadap kekudusanmu.” (De Wette, op.cit, I, 239) 2) Dalam tulisannya kepada Spalatin tanggal 5 Maret 1519: “Bukan maksud saya untuk memberontak terhadap tahta Apostolik di Roma”; 3) Namun 8 hari kemudian tanggal 13 Maret, ia menulis, “Saya tidak tahu apakah Paus adalah antikristus atau rasul-Nya.” (De Wette, op. cit., I, 239).

Sebenarnya pihak otoritas Gereja Katolik telah beberapa kali memperingatkan Luther untuk berhenti mempublikasikan teorinya, sebelum sanksi ekskomunikasi diberikan. Di tahun 1518, Luther menulis tentang “Khotbah tentang Indulgensi dan Rahmat” dan pembelaan tentang ke-95 thesesnya dalam “Resolutiones” yang sampai ke Uskup Scultetus. Uskup kemudian memperingatkan Luther untuk tidak melanjutkan publikasinya, karena ajaran itu tidak sesuai dengan ajaran Gereja. Pada saat itu Luther setuju. Namun keadaan berubah, setelah keterlibatan Johann Eck, seorang pakar teologi dari Universitas Ingoldstadt. Eck diberi tugas oleh Uskup von Eyb untuk memeriksa theses yang dibuat Luther, dan Eck menyebutkan bahwa 18 butir di antaranya mengandung ajaran sesat/ heresi (seperti ajaran Jan Huss), melanggar kasih Kristiani, merendahkan order hirarki Gereja dan menghasilkan pemberontakan. Hal ini disebutkan dalam suatu manuskrip yang disebut “Obelisci”, yang disampaikan kepada Bapa Uskup, dan beredar di kalangan sendiri, tidak dipublikasikan. Namun manuskrip ini sampai ke tangan Luther, dan Luther menjadi sangat marah. Lalu Eck menulis kepada Luther untuk menjelaskan duduk perkaranya, dan agar Luther tidak marah dan tidak membawa hal ini menjadi pertentangan publik, entah melalui kuliah atau melalui tulisan. Namun Luther malah mengeluarkan tulisan “Asterici” (10 Augustus, 1518) yang menyebabkan pertentangan publik di Leipzig.

Dalam keadaan ini, Paus memanggil Luther untuk datang ke Roma, namun Luther menolak undangan ini. Ia berlindung pada Kaisar Maximilian untuk mengadakan ‘hearing‘/ pertemuan dan menunjuk para hakim untuk menyampaikan kasusnya. Pihak universitas kemudian menulis kepada Roma dan pihak nuncio, dengan mengatakan bahwa kesehatan Luther tidak memungkinkan dan jaminan bahwa Luther akan tetap setia kepada ajaran Gereja. Sementara itu Luther tetap melanjutkan kegiatannya menulis. Tulisannya “Resolutiones” dikirimkan ke Paus (tanggal 30 Mei 1518); dan disertai dengan surat pengantar yang menyatakan kesetiaan dan ketaatan kepada Tahta Suci. Namun ketulusan surat ini menjadi pertanyaan, sebab beberapa hari sebelumnya Luther memberikan kotbah yang menyulut kemarahan, tentang ekskomunikasi (16 Mei 1518) yang menentang bahwa persatuan dengan Gereja tidak terputus dengan ekskomunikasi melainkan dengan dosa saja.

Utusan dari pihak kepausan, bernama Cajetan, bertemu dengan Luther di Augsburg tanggal 11 Oktober 1518. Cajetan adalah seorang teolog yang sangat terkenal saat itu, yang mempunyai latar belakang ilmu pengetahuan, humanistik dan teologi yang sangat baik. Namun pertemuan itu gagal menghasilkan keputusan. Cajetan yang datang dengan kesabaran untuk memediasi keputusan, disambut oleh Luther dengan sikap defensif, kasar dan tidak sopan. Akhirnya Cajetan mengakhiri pertemuan dengan keputusan tidak akan memanggil kembali sampai Luther menarik kembali pernyataannya.

Selanjutnya yang menambah ‘kusutnya’ catatan sejarah adalah dikatakan adanya surat dari Paus ke Cajetan (23 Agustus 1518) yang isinya memohon bantuan Kaisar untuk menahan Luther karena ia menolak untuk datang ke Roma. Namun sebenarnya surat ini surat yang ditulis di Jerman (bukan di Roma), dan karenanya adalah surat palsu (Beard, op. cit., 257-258; Ranke, “Deutsche Gesch.” VI, 97-98). Namun demikian surat palsu ini tetap dicatat dalam biografi Luther.

Luther kembali ke Wittenberg setahun setelah peristiwa ia menempelkan thesesnya di pintu gereja di sana (31 Oktober 1518). Usaha untuk membuat Luther menarik kembali pernyataannya telah gagal, dan kini Luther dengan didukung oleh para pemimpin sipil, memohon kepada Paus untuk membuat konsili (28 November 1518). Namun kemudian Luther menolak untuk patuh kepada keduanya. Penunjukan Karl von Miltitz sebagai nuncio juga membuat keadaan menjadi tambah pelik, karena Miltitz adalah seorang yang kurang bijaksana. Ia seorang yang peminum berat, sehingga menempatkan dirinya sendiri di posisi yang tidak terhormat. Maka laporan Miltitz bahwa Luther akan diam, akan taat pada Paus, akan menerbitkan pernyataan publik tentang kesetiaannya kepada Gereja, dan menyerahkan kasusnya kepada uskup; diabaikan oleh Luther.

Selanjutnya debat teologis berlangsung antara pihak Luther (Luther dan Carlstadt) dan Johann Eck tanggal 27 Juni 1519 dengan membahas topik seperti rahmat Tuhan dan kehendak bebas (grace and freewill) dan hal supremasi kepemimpinan Paus. Tentang topik grace and freewill, Eck tampil sebagai pemenang debat. Tentang supremasi Paus yang ditentang oleh Luther, Eck mengacu kepada bagaimana pandangan serupa oleh Wiclif dan Hus pernah dikecam oleh Konsili di Constance. Pernyataan ini membuat Luther akhirnya menyatakan bahwa konsili dapat salah. Terhadap hal ini Eck berkomentar singkat, “Kalau engkau percaya bahwa konsili yang sah dapat salah dan telah salah, maka bagi saya, kamu adalah seorang pagan dan publikan” (Köstlin-Kawerau, op. cit., I, 243-50). Luther pulang dalam keadaan terpukul atas turnamen yang mengecewakannya ini.

Luther kemudian memperoleh dukungan dari Melancthon, seorang humanist yang menghubungkan Luther dengan komrad bersenjata, Ulrich von Hutten dan Franz von Sickingen, yang memberikan perlindungan kepadanya. Maka selanjutnya Luther tidak takut lagi untuk terus menulis tentang ajaran- ajarannya yang anti klerikal, benci terhadap Roma dan Paus dan teorinya tentang Antikristus. Beberapa prinsip ajarannya adalah:

– Hanya Kitab Suci sajalah yang menjadi sumber kebenaran (Padahal Gereja mengajarkan sumber kebenaran adalah Kitab Suci dan Tradisi Suci)
– Kodrat manusia telah sama sekali rusak akibat dosa asal; maka manusia tidak lagi punya kehendak bebas. Apapun yang dilakukan apakah itu baik atau buruk bukan merupakan perbuatannya sendiri tetapi perbuatan Tuhan. (Padahal Gereja mengajarkan bahwa biar bagaimanapun manusia diciptakan menurut gambaran Allah, sehingga tetap ada kebaikan dalam diri manusia, walaupun oleh karena akibat dosa, manusia mempunyai kecenderungan berbuat dosa. Oleh karena manusia tidak rusak total, maka ia mempunyai kehendak bebas dan dapat bertanggungjawab atas perbuatannya. Pertanggungjawaban atas perbuatan kita inilah yang nanti diminta oleh Tuhan pada saat penghakiman terakhir)
– Iman saja yang menyelamatkan dan manusia diselamatkan dengan percaya bahwa Tuhan akan mengampuninya. Iman sedemikian bukan saja mengampuni dosa seluruhnya, tetapi juga menghapus segala akibatnya. (Padahal Gereja mengajarkan bahwa iman tidak boleh dilepaskan dari perbuatan, sehingga tidak dapat dikatakan hanya iman saja, namun iman, perbuatan, baptisan, pertobatan, semua itu diperlukan untuk keselamatan yang diberikan kepada kita karena rahmat Allah. Selanjutnya walaupun Allah mengampuni setiap kesalahan kita, namun ada konsekuensi yang harus kita tanggung akibat pelanggaran kita.)
– Hirarki dan imamat bukan ditetapkan oleh Tuhan dan tidak diperlukan, upacara penyembahan tidak penting dan tidak berguna; pakaian- pakaian gerejawi, ziarah, mati raga, kaul biara, doa bagi orang- orang yang sudah wafat, doa syafaat orang kudus tidak berguna bagi jiwa. (Padahal hal hirarki dan peran imamat jabatan nyata dalam Perjanjian Lama, dan juga dalam Perjanjian Baru, di mana Kristus memilih 12 rasul-Nya untuk melaksanakan misi-Nya)
– Semua sakramen ditolak, kecuali Baptisan, Ekaristi dan Pengakuan Dosa (Gereja mengajarkan adanya 7 sakramen)
– Imamat bersifat universal dan setiap orang Kristen dapat menjadi imam, tidak perlu ditahbiskan (Gereja mengakui adanya imamat bersama, namun juga imamat tertahbis).
– Tidak ada Gereja yang kelihatan atau satu Gereja yang didirikan Tuhan (Gereja berdasarkan Kitab Suci mengajarkan bahwa Tuhan Yesus mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus/ Batu Karang, terlihat sebagai satu kesatuan).

Lalu Luther mengadakan pendekatan kepada Kaisar untuk mengadakan 3 hal: 1) untuk menghancurkan kuasa Paus, 2) untuk merampas hak milik Gereja, 3) untuk meniadakan perayaan- perayaan gerejawi, puasa dan hari libur, untuk menghapuskan Misa arwah, dst.

Di bulan April 1520, Eck ke Roma, dengan membawa tulisan- tulisan ajaran ini yang diterjemahkan dalam bahasa Latin. Hal- hal ini didiskusikan dengan seksama. Tanggal 15 Juni 1520 Paus mengeluarkan Bula “Exsurge Domine” yang secara resmi mengecam 41 proposisi yang disebutkan dalam tulisan- tulisan Luther, dan Luther diperintahkan untuk menghancurkan buku- buku yang memuat kesalahannya dan untuk menarik pernyataannya dalam 60 hari, atau ia menerima sanksi penuh akibat melanggar ketentuan Gereja. Tiga hari kemudian Eck ditunjuk sebagai komisi untuk menerbitkan Bula tersebut di Jerman. Penunjukan ini sesungguhnya tidak bijaksana, sebab sikap Luther kepadanya sudah negatif karena pengalaman sebelumnya. Kedatangan Eck di Jerman disambut protes dan penolakan dari pihak akademisi. Bula tersebut menjadi obyek kemarahan. Namun Bula itu tidak mempengaruhi Luther, malah menariknya lebih jauh, dan memberikan momentum untuk memberontak, “Bagi saya kematian sudah jelas: Saya membenci baik kesukaan ataupun kemarahan Roma; Saya tidak mau berdamai dengan dia, atau bahkan untuk bersekutu dengannya….” (De Wette, op. cit., 466).

Demikianlah, dengan perkataan ini (dan perkataan- perkataan selanjutnya yang menentang Paus) Luther menolak untuk menarik kembali ajaran- ajarannya yang tidak sesuai dengan ajaran yang sejak awal mula diajarkan oleh Gereja, dan dengan demikian ia memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja. Maka dalam hal ini, Luther tidak menanggapi pernyataan dari Bapa Paus “Exsurge Domine“, seperti seharusnya, yaitu dengan memeriksa ajarannya kembali dengan koreksi yang sudah diterimanya dari pihak kepausan. Sebaliknya, ia berkeras dengan ajarannya sendiri yang tidak sesuai dengan apa yang sudah diajarkan selama berabad- abad oleh para Bapa Gereja dan dilestarikan oleh pihak Magisterium.

Namun kemudian sejarah juga mencatat bahwa apa yang dilakukan Luther terhadap Bapa Paus (pihak otoritas) ternyata terjadi pada dirinya sendiri. Banyak dari para pengikutnya akhirnya meninggalkan dia, dan murid- muridnya yang terdekat, seperti Carlstadt dan Zwingli menentangnya, dan memisahkan diri darinya. Luther tidak melihat bahwa posisi mereka sesungguhnya menyerupai posisi dirinya sendiri yang menentang pihak otoritas Paus (Tulloch, “Leaders of the Reformation“, Edinburgh and London, 1883, 171). Ajaran Luther tentang “imamat universal seluruh umat” (tanpa perlunya imam tertahbis), dan bahwa “kongregasi umat sendiri mempunyai otoritas untuk menentukan doktrin/ajaran” kemudian terbukti malah memecah belah pengikutnya sendiri. Ia tidak menyadari bahwa untuk mendirikan suatu gereja baru, dasar yang teguh diperlukan, dan ini tidak dapat ditentukan sendiri oleh masing- masing kelompok. Otoritas yang mempersatukan diperlukan, dan sesungguhnya peran inilah yang dilaksanakan oleh Bapa Paus dalam Gereja selama ini. Luther, setelah melihat kenyataan akan banyaknya sekte yang terbentuk, akhirnya mengakui bahwa “jumlah sekte- sekte itu hampir sama dengan jumlahnya kepala yang ada (maksudnya jumlah orang)/ “nearly as many sects as there are heads” (De Wette, op. cit., III, 61).

Harus diakui bahwa adanya bermacam gerakan Protestantism tidak terpisahkan dari faktor temperamen Luther, di samping adanya perbedaan doktrin. Sejarah mencatat bahwa terperamen yang buruklah yang membawa Luther semakin terasing dari para pengikutnya. Carlstadt memisahkan diri darinya tahun 1522. Melancthon dengan nada sedih menyebutkan tentang sikap Luther yang kasar, mau menangnya sendiri seperti seorang tiran….. Zwingli, Œcolampadius juga tak luput dari cercaan Luther, yang menyebut mereka sebagai telah dipengaruhi oleh setan (Walch, op. cit., XX, 223). Demikian juga, Luther berseberangan dengan Calvin dalam hal doktrin tentang Ekaristi, dan keduanya tidak mencapai kata sepakat.

Selanjutnya, sampai akhir hidupnya Luther menentang kepausan, seperti terlihat dalam tulisan- tulisan terakhirnya di tahun 1545. Luther meninggal dunia pada tanggal 18 Februari 1546, tetap dalam keadaan keterpisahannya dengan Gereja Katolik. Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa Martin Luther diekskomunikasi bukan pertama- tama karena melawan Paus, tetapi karena ia berkeras mengajarkan suatu doktrin yang tidak sesuai dengan ajaran iman yang sudah berakar lama dalam Gereja, walaupun sudah berkali- kali diperingatkan untuk tidak melakukannya. Nah, setelah menerima ekskomunikasi, Luther bukannya menarik kembali ajarannya, tapi malahan berkeras memisahkan diri dan melawan Paus. Seperti telah pernah disampaikan, ekskomunikasi bukan bertujuan untuk mengusir, namun untuk menyembuhkan; dalam artian membuat yang bersangkutan merenungkan kesalahannya. Namun nampaknya ini tidak terjadi pada Luther. Luther sesungguhnya dapat memilih untuk memperbaiki ataupun membangun Gereja dari dalam, namun nampaknya, keadaan sudah sedemikian pelik dan ada banyak faktor yang mempengaruhi, sehingga bukan jalan ini yang dipilih oleh Luther.

2. Dengan menulis 95 theses Luther melawan Paus?

Tentang 95 theses/ keberatan Martin Luther sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Terhadap 95 theses (dan pernyataan- pernyataan Luther Lainnya)  pihak kepausan telah menanggapi dengan mengeluarkan bulla “Exsurge Domine” (silakan klik), yang menyatakan terdapat 41 pernyataan Luther yang salah/ keliru; dan Luther diminta untuk menarik pernyataan/ pengajaran yang salah itu dalam waktu 60 hari. Namun Luther menolak untuk menarik kembali ajarannya, dan bahkan ia membakar bulla tersebut. Oleh karena itu, maka pihak Vatikan akhirnya mengeluarkan bulla ekskomunikasi Martin Luther dan para pengikutnya, tanggal 3 Januari 1521. Seandainya Luther mau menarik pengajaran yang salah tersebut, atau mau datang ke Roma untuk menjelaskan kasusnya, maka sejarah akan mencatat kisah yang berbeda.

3. Tentang apakah Martin Luther mengetahui sejarah?

Pertama- tama harus diakui bahwa ada banyak sekali tulisan para Bapa Gereja, dan mempelajari tulisan- tulisan mereka bukan hal yang mudah dan cepat, sebab jumlahnya yang jauh melebihi lembaran Kitab Suci. (Di zaman Luther tidak seperti sekarang, dimana tulisan-tulisan para Bapa Gereja itu sudah dibukukan dan bahkan tersedia secara online di internet.) Sehingga besar kemungkinan, orang memilih/ menjadi selektif tentang tulisan para Bapa Gereja yang hendak dipelajarinya. Demikianlah nampaknya yang terjadi pada Martin Luther, ia hanya mengambil tulisan/ ajaran Bapa Gereja yang nampaknya sejalan dengan pikirannya, tanpa melihat keseluruhan tulisan yang lain.

Luther lahir tahun 1483, dan di usia 19 tahun menjadi sarjana filosofi, dan di usia ke 22 meraih gelar Master (1505), ditahbiskan menjadi imam tahun 1507. Dua tahun berikutnya menjadi Baccalaureus Biblicus dalam Teologi. Di usia 30 tahun ia menjadi Doktor, dan dosen tentang Kitab Suci, dan kemudian dua tahun kemudian menjadi wakil vicar-general di Saxon. Sekilas memang ‘karir’ Luther melejit sangat cepat, namun itu tidak menjamin bahwa ia juga ahli sejarah dan mempunyai minat untuk mempelajari sejarah dan tulisan Bapa Gereja. Sebab dalam karya- karyanya, tulisan para Bapa Gereja relatif jarang dikutip, karena Luther menekankan ‘hanya Kitab Suci saja’. Kemudian Luther justru cenderung untuk mengabaikan ajaran Bapa Gereja yang dipelihara dengan setia oleh Magisterium Gereja dalam setiap Konsili. Hal ini kita ketahui melalui pandangan Luther yang menganggap bahwa konsili bisa salah. Pandangan ini sesungguhnya tidak masuk akal, karena Kitab Suci yang tidak mungkin salah itu sendiri sesungguhnya merupakan hasil penetapan Konsili. Sebab otoritas yang bisa salah tidak mungkin menghasilkan Kitab Suci yang tidak mungkin salah. Oleh karena itu, yang masuk akal adalah: Kitab Suci tidak mungkin salah, demikian juga otoritas yang menentukannya juga tidak mungkin salah, yaitu Magisterium yang dikepalai oleh Paus yang adalah penerus Rasul Petrus, sebab Kristus sendiri telah menjaminnya (Mat 16:19).

Dengan demikian, ucapan Cardinal John Henry Newman, tetap berlaku: “To be versed in history is to cease to be Protestant.” Sebab jika seseorang mau mempelajari sejarah Gereja, berikut dengan tulisan- tulisan para Bapa Gereja (Tradisi Suci) sejak abad awal sampai sekarang, maka ia akan semakin dapat melihat kepenuhan kebenaran di dalam Gereja Katolik, sehingga ia dapat memutuskan untuk berhenti menjadi seorang Protestan.

16 COMMENTS

  1. Halo katolisitas
    Setelah saya membaca artikel ini. Saya browsing dan saya menemukan artikel tentang cabang2 gereja diluar katolik sebelumdan sesudah masa luther.
    Yg mau saya tanyakan gereja2 protestan di indonesia mereka hasil pemisahan diri dari aliran luther atau aliran lainnya?
    Terima kasih

    [Dari Katolisitas: Silakan Anda menanyakannya ke situs gereja-gereja non-Katolik yang Anda ketahui. Kami di Katolisitas berfokus pada ajaran iman Katolik. Mohon pengertian Anda.]

  2. ” Setelah membaca artikel diatas,saya pengen menanyakan sejarah awal isa terjadinya agama katholik dan kristen itu bagaimana?tolong di perjelas

    [dari katolisitas: Silakan membaca artikel di atas terlebih dahulu – silakan klik]

  3. Salut buat Katolisitas, banyak pencerahan yang kita dapat. Aku baru tahu kenapa Luther memisahkan diri dari Gereja Katolik. Banyak penjelesan dari temen2 Protestan yang memojokkan orang Katolik karena merka juga begitu hafal dengan teks KS. Namun sayang mereka lupa akan tradisi gereja yang banyak dituangkan KS PL dan telah digenapi dalam KS PB. Sukses selalu buat tim katolisitas. TUHAN YESUS MEMBERKATI

  4. dunia ini sudah diserahkan kepada kuasa jahat, kebenaran tidak akan bertahan didunia ini…..kebenaran akan muncul seperti ketika Yesus muncul, hanya sesaat….dan…. (sepertinya) kalah. kebenaran akan menghadapi berbagai goncangan karena perbuatan si jahat / iblis begitu nyata….yang “dianggap” benar memang akan nampak seperti “benar”, ‘kokoh”, “kuat’…..tetapi ITU BUKAN KEBENARAN YANG SESUNGGUHNYA

    Submitted on 2011/10/14 at 8:05pm

    …….Dan KEBENARAN YANG SEJATI tidak akan berkata……….; Komentar anda akan ditayangkan setelah disetujui oleh moderator.”

    =BERTOBATLAH KERAJAAN ALLAH SUDAH DEKAT=….

    Allah sudah menyatakan kebenaran itu hanya di dalam YESUS KRISTUS……


    [dari katolisitas: Terus terang, saya tidak menangkap maksud komentar anda. Saya mohon, kalau anda mau berdiskusi secara serius, silakan memberikan komentar yang to the point, sehingga saya tidak perlu menginterpretasikan maksud anda. Kemudian tentang komentar yang dimoderasi, memang itulah peraturan dari situs ini yang ditetapkan dari awal mula berdirinya situs ini. Setiap situs mempunyai peraturan sendiri-sendiri dan inilah peraturan yang kami terapkan. Peraturan ini sebenarnya memberikan manfaat bagi pembaca, sehingga pembaca tidak perlu dipusingkan dengan komentar-komentar yang tidak membangun diskusi yang baik. Namun, hal ini jangan disalahartikan bahwa kami tidak terbuka untuk berdialog. Semoga dapat dimengerti.]

  5. maaf redaksi, saya mengutip tulisan redaksi :

    “pandangan Luther yang menganggap bahwa konsili bisa salah. Pandangan ini sesungguhnya tidak masuk akal, karena Kitab Suci yang tidak mungkin salah itu sendiri sesungguhnya merupakan hasil penetapan Konsili. Sebab otoritas yang bisa salah tidak mungkin menghasilkan Kitab Suci yang tidak mungkin salah. Oleh karena itu, yang masuk akal adalah: Kitab Suci tidak mungkin salah, demikian juga otoritas yang menentukannya juga tidak mungkin salah, yaitu Magisterium yang dikepalai oleh Paus yang adalah penerus Rasul Petrus, sebab Kristus sendiri telah menjaminnya (Mat 16:19).”

    kritik saya, Martin luther mengatakan konsili bisa salah, bukan berarti semua produk konsili harus salah sehingga kesimpulan redaksi yang mengatakan karena Martin Luther mengatakan konsili bisa salah tidak mungkin bisa menghasilkan kitab suci yang tidak mungkin salah, itu pendapat yang kurang tepat menurut saya, kalau bisa salah berrti bisa juga benar, artinya team konsili bisa saja menghasilkan kitab suci yang benar tapi bisa juga menhgasilkan produk lain yang salah, saya rasa itu maksud dari martin luther, jangan dikabur-kaburkan dengan membiaskan kata-kata, hal inilah yang dianggap oleh martin luther sehingga dia tidak mengkultuskan konsili dalam hal menghasilkan suatu produk walaupun redaksi mengatakan Kristus telah menjaminnya (Mat 16:19).karena menurut pendapat saya ayat tersebut adalah untuk petrus bukan untuk konsili walaupun mereka dianggap penerusnya, karena diayat tersebut jelas jelas dikatakan “..engkau adalah Petrus dan diatas batu karang ini aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya” jadi itu dikatakan untuk petrus bisa juga untuk penerusnya kalau penerusnya bisa sperti Petrus hidupnya, tapi penerusnya adalah manusia biasa juga yang bisa terpengaruh duniawi dan iblis sehingga bisa salah, jadi kesimpulan saya konsili bisa benar kalau Allah berkenan dengan mereka dan bisa juga sebaliknya jadi bukan tetap harus benar, beda dengan Petrus memang adalah batu karang yang “bangunan gereja”/jematnya didirikan akan kokoh berdiri pada pondasinya tetapi bagian bangunan nya bisa rusak karena salah urus oleh penerusnya walaupun bangunan tetap berdiri kalau diurus oleh penerus yang Allah tidak berkenan karena menafsirkan salah seperti yang diduga Martin Luther. Ingat Petrus diibaratkan batu karang bukan bangunan, batu karang tidak akan rusak oleh cuaca dan ombak, bangunan diatasnya yaitu jemaat tetap berdiri, tapi bangunan bukan batu karang, bisa rusak kalau tidak diurus dengan benar oleh orang yang benar, siapa yang mengurus yaitu konsili/magesterium yang bikan batu karang, batukarang dalam hal ini tempat pondasi atau pondasi banginan itu sendiri, pondasi tidak bisa menjaga banunan atasnya rusak oleh zaman kecuali oleh orang lain yang mengurusnya dalam hal ini magesterum atau konsili kalau Allah berkenan, bangunan atas bisa rusak tapi pondasi tetap kokoh itu dijamin kristus, artinya bangunan bisa rusak kalau tidak dirus dengan benar tapi pondasi tidak akan rusak atau musnah, gereja tidak akan musnah, tapi bisa rusak dan bisa diperbaiki.

    Saya bukan mengatakan Martin Luther benar atau salah, cuma saya tidak sependapat dengan analisa dari redaksi seperti diatas

    • Shalom Frist Marbun,

      Terima kasih atas tanggapan anda. Pertama, saya mohon agar dalam memberikan tanggapan, anda dapat menggunakan tanda baca yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, sehingga pembaca dapat menangkap maksud yang ingin anda sampaikan dengan baik tanpa harus menginterpretasikan maksud anda. Point yang ingin kami sampaikan adalah, kalau Luther mengatakan bahwa konsili bisa salah, maka berarti pendapat Martin Luther lebih lagi dapat salah. Kalau konsili yang menetapkan buku-buku untuk menjadi bagian dari Kitab Suci dapat salah, maka kita tidak mempunyai dasar untuk mempercayai kebenaran yang diberikan oleh konsili. Dengan demikian, kita tidak mempunyai dasar yang pasti, apakah Kitab Suci yang kita kenal adalah benar-benar merupakan Sabda Allah, yang tidak mungkin salah. Berdasarkan pemikiran ini, maka St. Agustinus mengatakan “I would not believe the Gospel, had not the authority of the Catholic Church led me to do so”[9] Anda mengatakan bisa salah bisa juga benar. Justru letak permasalahannya kita tidak mau bahwa apa yang kita percayai bisa salah bisa juga benar. Kita mau mendasarkan kepercayaan atau iman kita di atas dasar yang kuat.

      Kalau anda mau berdiskusi tentang siapakah batu di Mat 16:19, silakan bergabung di sini – silakan klik. Pembahasan di link tersebut telah cukup memadai untuk diskusi awal. Jadi, cobalah membaca diskusi tersebut, sebelum memberikan pandangan yang belum dibuktikan kebenarannya. Cobalah memulai dari pertanyaan: Yesus mendirikan satu Gereja atau banyak gereja? Apakah alasannya? Coba hubungkan dengan Yesus sebagai mempelai pria dan gereja sebagai mempelai wanita? Semoga dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  6. Salut buat Ibu Ingrid Listiati – katolisitas.org,
    Pencerahan yang Ibu ajarkan kiranya akan semakin diberkati Allah…. agar semakin memberikan peneguhan bagi semua umat yang sangat haus akan pengajaran yang lebih baik, terukur, faktual & sistematik tentang segala yang baik dari Gereja Katholik. Saya ada usulan bagaimana agar umat bisa mendapatkan Pencerahan/ Berita dari millis ini secara automatis seperti yang sudah ada di situs CATHNEWS? Mohon tanggapan Ibu Ingrid, semoga Tuhan Yesus selalu memberkati usaha & niat baik Ibu.

    [dari katolisitas: kami masih belum menyediakan fasilitas berita secara otomatis, namun anda dapat menggunakan RSS: https://katolisitas.org/feed/ ]

  7. Diskusi objektif tentang asal muasal Protestantisme sebaiknya dibukukan secara lengkap dan disebarkan ke segenap pemimpin umat baik Kristen Katolik maupun Kristen non Katolik.

  8. tolong berikan saya sejarah Protestan..bagaimana mereka itu terpisah dari katolik/

    [dari katolisitas: silakan membaca tanya jawab di atas – silakan klik.]

  9. Salam damai kristus untuk tim katolisitas..
    Saya sangat bangga karena karya kerasulan ini sangat banyak mencerahkan pengetahuan kami yang awam akan ajaran iman katolik. Namun kalau boleh usul, mohon juga ada ruang renungan utk doa basis dan ibadat mingguan yg bisa menjadi panduan kami didalam memimpin doa basis atau ibadat sabda tanpa imam. Sbb di pedalaman kaltim kami hanya dikunjungi pastor hanya 2 kali dlm satu tahun,yakni saat natal dan paskah… Liturgi sabda hanya dipimpin oleh Ketua Umat yang yg dipilih dari umat setempat yg kurang wawasan agamanya hingga sangat membutuhkan bahan2 renungan yang aktual dan baik. Terima kasih untuk segala yang baik yang telah kami terima dari katolisitas.org.
    Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita semua.

    [Dari Katolisitas: Terima kasih atas dukungan anda. Namun mohon maaf sementara ini kami belum dapat menyusun ibadah sabda mingguan seperti yang anda minta, karena keterbatasan waktu dan tenaga kami. Namun silakan anda melihat artikel- artikel dalam katagori Kitab Suci, karena materi di sana dapat anda pergunakan sebagai bahan renungan ibadat sabda, jika dibutuhkan.]

    • Pak Arcadius di Keuskupan dan Paroki Mana? Apakah sudah menghubungi Komisi Liturgi Keuskupan Bapak? Apakah ada komunkasi email antara Bapak dengan pihak Keuskupan? Mungkin komunikasi modern ini dapat menjadi solusi bagi Bapak.

  10. Wow,,

    Sangat membuka pengetahuan sejarah ttg perpecahan gereja.
    Dl ketika sekolah saya hanya di ajarkan kalau Martin Luther menentang penjualan Indulgensi seakan-akan Gereja Katolik yang salah dan yang benar dia, tetapi kalau dipelajari lebih lagi adalah sama – sama salah tetapi tidak sampai harus memisahkan diri. Dan pentingnya kerendahan hati dalam memecahkan suatu masalah.

    Semoga ini bermanfaat bagi kita semua
    Terima Kasih
    Amin

    • Shalom Leonard

      Silakan juga membaca artikel ini, silakan klik, untuk memperoleh gambaran adanya penyalahgunaan dalam pelaksanaan ajaran Indulgensi, namun prinsip ajaran tentang Indulgensi itu sendiri sebenarnya tidak salah. Silakan klik di sini untuk membaca prinsip ajaran Gereja tentang Indulgensi.

      Maka jika mau dikatakan sebagai ‘kesalahan’ dari pihak Gereja Katolik, adalah kesalahan dalam tingkat pelaksanaan suatu ajaran, dan kesalahan yang dilakukan oleh orang- orangnya (putera- putera Gereja) namun ajaran Gerejanya sendiri tidak salah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  11. Sebuah penjelasan dan apologi yang matang dan terukur…mantap.!
    Maju terus katolisitas, jadikan gereja sebagai perwujudan kerajaan Allah yang kelihatan di dunia..

  12. Jika dilihat dari kasusnya, Luther itu saya rasa sangat …. [dari Katolisitas: edit] keras kepala, membuat sejarah dengan menciptakan ajaran baru yang “sesuai dengan kehendak Tuhan” dengan cara memisahkan diri?

    1500 tahun Katolik berdiri saja saya rasa perlu kerja keras agar tetap suci dan mempertahankan kemurnian ajarannya dari awal, lah ini orang … kok …[edit demikian], apalagi gara2 perbuatannya ia sudah [edit: mengakibatkan timbulnya]  banyak denominasi hingga sekarang dan ujung-ujung perbuatannya adalah Gereja Katolik lah yang selalu dicap salah oleh mereka, padahal gak ada bukti konkrit nya..
    ….[edit]

    … buah karya Luther sampai saat ini semakin banyak … bangunan gereja Kristen non- Katolik yang gak kayak gereja, tapi sudah kayak gedung pertemuan DPR yang VIP…[edit] …. sangat berbeda dengan banyak bangunan gereja Katolik di Indonesia yang sudah saya lihat selama ini, sangat menghormati kekudusan Gereja dan di dalamnya hanya Salib Yesuslah yang utama, bukan mimbar khotbah ….[edit]

    Semoga Gereja Katolik tetap bertahan layaknya batu karang yang diterjang ombak para pemrotes, …[edit] Dan semoga semakin banyak umat Katolik …. [edit] yang punya pengetahuan luas tentang ajaran iman Katolik, jadi semakin banyak kesalahpahaman yang dapat dijelaskan dan semakin sedikit kebingungan akan iman Katolik.

    Saya doakan semoga karya kerasulan anda dapat semakin meluas, karena sungguh dari situs ini, sudah banyak rekan saya termasuk saya yang menjadi lebih tahu dalam pengetahuan ajaran Katolik dan iman!! Trims, sukses buat pelayanan situs ini ^-^

  13. Dear Tim Katolisitas,

    Mao tanya. Sepertinya berhubungan dengan thread ini nih

    Sola Scriptura kan dedengkot nya Om Martin Luther. Kmrn pas lagi di katakumen saya dibilang awal kenapa berdiri Protestan. Dan setau saya dan yang sekilas dah saya baca di katolisitas.org

    1. Kata katekis saya Martin Luther di excomunication (salah kayanya ejaan saya) karena melawan paus. Jadi mao ga mao dia buat deh aliran baru
    2. Dia nulis 95 keberatan atau thesis yang sudah dijawab ya kalau tidak salah ama Paus wkt itu, apakah karena itu dia dianggap melawan?
    3. Teman saya bilang begini ketika saya mengutip kata2 Cardinal Newman yang bilang ” Untuk belajar sejarah berarti untuk berhenti jadi Protestan”. Dia bilang Si Martin Luther tau sejarah kok, dia Imam Katolik, kalau dia sampe mao pisah pasti ada sesuatu di sejarah itu. Saya jadi penasaran Martin Luther itu dikeluarin dari Gereja Katolik atau keluar sendiri atas insiatif sendiri atau kaya diusir secara halus (Exckomunikasi) jadinya keluar?

    Terima kasih. Walau saya harusnya tanya ke pihak Protestan. Tp saya ngeliat Katolisitas cukup netral. Jadi saya tanya di sini. Tq

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.