Pendahuluan
Saya mempunyai seorang sahabat baik yang saya kenal sejak saya SMA kelas 2. Kami masih berhubungan dengan sangat baik sampai sekarang, bahkan seperti saudara sendiri. Usia persahabatan kami bahkan lebih panjang daripada usia kami saat pertama kali bertemu. Banyak sekali suka duka dalam persahabatan kami, namun satu hal yang kami akui, hal itu dimulai dengan saling mendengarkan satu sama lain. Ya, “mendengarkan” merupakan awal yang penting dalam membina persahabatan. Ini adalah suatu permenungan juga dalam hubungan kita dengan Tuhan. Jika sungguh kita ingin mengalami persahabatan yang erat dengan Allah, maka pertanyaannya adalah: sudah cukupkah kita menyediakan waktu untuk mendengarkan Dia?
Lectio Divina, apakah itu?
Tradisi Gereja Katolik mengenal apa yang disebut sebagai “lectio divina” untuk membantu kita umat beriman untuk sampai kepada persahabatan yang mendalam dengan Tuhan. Caranya ialah dengan mendengarkan Tuhan berbicara kepada kita melalui sabda-Nya. “Lectio” sendiri adalah kata Latin yang artinya “bacaan”. ((Lih. M. Basil Pennington, Lectio Divina, (New York: A Crossroad Book, 1998), p. 1)) Maka “lectio divina” berarti bacaan ilahi atau bacaan rohani. Bacaan ilahi/ rohani ini terutama diperoleh dari Kitab Suci. Maka memang, lectio divina adalah cara berdoa dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci untuk mencapai persatuan dengan Tuhan Allah Tritunggal. Di samping itu, dengan berdoa sambil merenungkan Sabda-Nya, kita dapat semakin memahami dan meresapkan Sabda Tuhan dan misteri kasih Allah yang dinyatakan melalui Kristus Putera-Nya. Melalui Lectio divina, kita diajak untuk membaca, merenungkan, mendengarkan, dan akhirnya berdoa ataupun menyanyikan pujian yang berdasarkan sabda Tuhan, di dalam hati kita. Penghayatan sabda Tuhan ini akan membawa kita kepada kesadaran akan kehadiran Allah yang membimbing kita dalam segala kegiatan kita sepanjang hari. Jika kita rajin dan tekun melaksanakannya, kita akan mengalami eratnya persahabatan kita dengan Allah. Suatu pengalaman yang begitu indah tak terlukiskan!
Empat hal dalam proses Lectio Divina
Meskipun terjemahan bebas dari kata lectio adalah bacaan, proses yang terjadi dalam Lectio divina bukan hanya sekedar membaca. Proses lectio divina ini menyangkut empat hal, yaitu: lectio, meditatio, oratio dan contemplatio. ((Lih. Ibid., p. 57, 88)).
1. Lectio
Membaca di sini bukan sekedar membaca tulisan, melainkan juga membuka keseluruhan diri kita terhadap Sabda yang menyelamatkan. Kita membiarkan Kristus, Sang Sabda, untuk berbicara kepada kita, dan menguatkan kita, sebab maksud kita membaca bukan sekedar untuk pengetahuan tetapi untuk perubahan dan perbaikan diri kita. Maka saat kita sudah menentukan bacaan yang akan kita renungkan (misalnya bacaan Injil hari itu, atau bacaan dari Ibadat Harian), kita dapat membacanya dengan kesadaran bahwa ayat-ayat tersebut sungguh ditujukan oleh Tuhan kepada kita.
2. Meditatio
Meditatio adalah pengulangan dari kata-kata ataupun frasa dari perikop yang kita baca, yang menarik perhatian kita. Ini bukan pelatihan pemikiran intelektual di mana kita menelaah teksnya, tetapi kita menyerahkan diri kita kepada pimpinan Allah, pada saat kita mengulangi dan merenungkan kata-kata atau frasa tersebut di dalam hati. Dengan pengulangan tersebut, Sabda itu akan menembus batin kita sampai kita dapat menjadi satu dengan teks itu. Kita mengingatnya sebagai sapaan Allah kepada kita.
3. Oratio
Doa adalah tanggapan hati kita terhadap sapaan Tuhan. Setelah dipenuhi oleh Sabda yang menyelamatkan, maka kita memberi tanggapan. Maka seperti kata St. Cyprian, “Melalui Kitab Suci, Tuhan berbicara kepada kita, dan melalui doa kita berbicara kepada Tuhan.” Maka dalam lectio divina ini, kita mengalami komunikasi dua arah, sebab kita berdoa dengan merenungkan Sabda-Nya, dan kemudian kita menanggapinya, baik dengan ungkapan syukur, jika kita menemukan pertolongan dan peneguhan; pertobatan, jika kita menemukan teguran; ataupun pujian kepada Tuhan, jika kita menemukan pernyataan kebaikan dan kebesaran-Nya.
4. Contemplatio
Saat kita dengan setia melakukan tahapan-tahapan ini, akan ada saatnya kita mengalami kedekatan dengan Allah, di mana kita berada dalam hadirat Allah yang memang selalu hadir dalam hidup kita. Kesadaran kontemplatif akan kehadiran Allah yang tak terputus ini adalah sebuah karunia dari Tuhan. Ini bukan hasil dari usaha kita ataupun penghargaan atas usaha kita. St. Teresa menggambarkan keadaan ini sebagai doa persatuan dengan Allah/ prayer of union di mana kita “memberikan diri kita secara total kepada Allah, menyerahkan sepenuhnya kehendak kita kepada kehendak-Nya.” ((St. Teresa of Avila, The Way of Perfection, text prepared by Kieran Kavanaugh, OCD, Washington DC: ICS Publication, 2000), p. 358.))
Ke-empat fase ini membuat kelengkapan lectio divina. Jika lectio diumpamakan sebagai fase perkenalan, maka meditatio adalah pertemanan, oratio persahabatan dan contemplatio sebagai persatuan.
Bagaimana caranya memulai Lectio Divina
Karena maksud dari lectio divina adalah untuk menerapkan Sabda Allah dalam kehidupan kita, dan dengan demikian hidup kita diubah dan dipimpin olehnya, maka langkah-langkah lectio divina adalah sebagai berikut:
1. Ambillah sikap doa, bawalah diri kita dalam hadirat Allah. Resapkanlah kehadiran Tuhan di dalam hati kita. Mohonlah agar Tuhan sendiri memimpin dan mengubah hidup kita melalui bacaan Kitab Suci hari itu.
2. Mohonlah kepada Roh Kudus untuk membantu kita memahami perikop itu dengan pengertian yang benar.
3. Bacalah perikop Kitab Suci tersebut secara perlahan dan dengan seksama, jika mungkin ulangi lagi sampai beberapa kali.
4. Renungkan untuk beberapa menit, akan satu kata atau ayat atau hal-hal yang disampaikan dalam perikop tersebut dan tanyakanlah kepada diri kita sendiri, “Apakah yang diajarkan oleh Allah melalui perikop ini kepadaku?”
5. Tutuplah doa dengan satu atau lebih resolusi/keputusan praktis yang akan kita lakukan, dengan menerapkan pokok-pokok ajaran yang disampaikan dalam perikop tersebut di dalam hidup dan keadaan kita sekarang ini.
Berdoa Ibadat Harian/ Liturgy of the Hour
Tradisi Gereja Katolik juga mengenal adanya doa “Ibadat Harian/Liturgy of the hour/ Divine office“, yaitu doa yang pada awalnya didoakan oleh para biarawan/ biarawati. Doa ini secara lengkapnya terdiri dari doa pagi, dan doa sore, doa tengah hari, doa menjelang tengah hari, doa sesudah tengah hari, dan doa malam; serta bacaan dan renungan hari itu (Office of the Reading). Setelah Konsili Vatikan ke II, Ibadat Harian ini dianjurkan juga bagi para awam, terutama doa pagi (Laudes/ Morning prayer) dan doa sore (Vesper/Evening prayer). ((lih. Sacrosanctum Concilium, 87, 89)).
Pendarasan doa Ibadat Harian ini mempunyai makna yang sangat dalam, yang jika didoakan bersama-sama dengan imam, dapat merupakan suara Gereja, sebagai Mempelai Kristus kepada Kristus, atau bahkan juga doa kita sebagai anggota-anggota Tubuh Kristus dengan kesatuan dengan Kristus sebagai Kepalanya, kepada Allah Bapa. ((lih. Sacrosanctum Concilium, 84))
Begitu indahnya doa Ibadat Harian ini, doa ini terdiri dari kutipan-kutipan mazmur yang kemudian diikuti oleh perikop singkat dari Kitab Suci. Selanjutnya baru diikuti oleh Kidung Zakaria (untuk doa pagi) atau Kidung Magnificat (untuk doa sore) dan baru kemudian doa-doa permohonan, dan diakhiri oleh doa Bapa Kami dan doa penutup. Selanjutnya silakan klik di sini untuk memperoleh keterangan lebih lanjut tentang doa Ibadat Harian/ “Liturgy of the Hour” ini.
Contoh merenungkan Alkitab dengan Lectio divina
Mari kita melihat bacaan Injil kemarin, Kamis 13 Agustus 2009, yang diambil dari Mat 18:21-19:2. Di dalam perikop tersebut diceritakan perumpamaan tentang pengampunan. Pada saat kita merenungkan perikop ini, maka kita dapat bertanya pada diri sendiri, apakah yang Tuhan inginkan agar kita terapkan dalam kehidupan kita sehari hari?
Maka kita bisa membayangkan salah satu tokoh dalam perikop itu, misalnya, kita menjadi hamba itu yang berhutang sepuluh ribu talenta. Namun oleh belas kasihan raja [yaitu Tuhan], maka hutang hamba itu dihapuskan. Namun kemudian kita berjumpa dengan orang yang telah menyakiti hati kita, dan kita merasa sulit untuk mengampuni. Dengan demikian, kita bersikap seperti hamba itu, yang walaupun sudah diampuni dan dihapuskan hutangnya, namun tidak dapat/ sukar mengampuni orang lain. Mari dengan jujur melihat, apakah kita pun pernah atau sering bersikap seperti hamba yang tidak berbelas kasihan ini? Siapakah kiranya orang yang Tuhan inginkan agar kita ampuni? Tanyakanlah kepada Tuhan dalam hati, “Tuhan, tunjukkanlah kepadaku, adakah aku pernah bersikap demikian? Siapakah yang harus kuampuni…?
Sambil terus merenungkan ayat demi ayat dalam perikop tersebut, bercakap-cakaplah dengan Tuhan dalam keheningan batin. Mungkin Tuhan ingin mengingatkan kita akan ayat ini, “Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti Aku telah mengasihani engkau?” (Mat 18:33). Jika ayat itu yang sungguh berbicara pada kita hari ini, maka kita mengingatnya dan mengulanginya kembali dalam hati, sebagai perkataan Tuhan yang ditujukan kepada kita. Dan semakin kita merenungkannya, semakin hiduplah perkataan itu di batin kita, dan bahkan kita dapat mendapat dorongan untuk menerapkannya.
Atau jika pada saat ini kita masih terluka atas perlakuan seseorang kepada kita, maka, kitapun dapat membawanya ke hadapan Kristus. Kita dapat pula menyatakan kepada-Nya, betapa kita ingin mengampuni, namun rasa sakit masih begitu mendalam dan nyata dalam hati kita. Maka, mungkin ayat yang berbicara adalah beberapa ayat sesudahnya yang berkata, “Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana.” (Mat 19:2). Kita dapat membayangkan bahwa kita berada di antara orang yang berbondong-bondong itu, dan memohon agar Ia menyembuhkan luka-luka batin kita. Biarlah ayat Mat 19:2 meresap dalam hati kita, dan kita ulangi berkali-kali sepanjang hari, “…. dan Tuhan Yesus-pun menyembuhkan luka-luka batinku di sana.” Biarkan jamahan Tuhan yang menyembuhkan banyak orang pada 2000 tahun yang lalu menyembuhkan kita juga pada saat ini. Dengan kita mengalami kesembuhan batin, maka sedikit demi sedikit Tuhan membantu kita untuk mengampuni, sebab kekuatan kasih-Nya memampukan kita melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuan kita sebagai manusia.
Memang, pada akhirnya, lectio divina ini tidak akan banyak berguna jika kita berhenti pada meditatio/ permenungan, tapi tanpa langkah selanjutnya. Kita harus menanggapi apa yang Tuhan sampaikan lewat sabda-Nya, dan membuat keputusan tentang apakah yang akan kita lakukan selanjutnya, setelah menerima pengajaran-Nya. Maka langkah berikut, kita dapat mengadakan percakapan/ oratio yang akrab dengan Tuhan Yesus, entah berupa ucapan syukur, pertobatan, atau permohonan, yang semua dilakukan atas dasar kesadaran kita akan besarnya kasih Tuhan kepada kita.
Kesadaran akan kasih Kristus inilah yang sedikit demi sedikit mengubah kita, dan mendorong kita untuk juga memperbaiki diri, supaya dapat mengikuti teladan-Nya untuk hidup mengasihi orang-orang di sekitar kita, terutama anggota keluarga kita sendiri: suami, istri, orang tua, dan anak-anak. Kasih-Nya ini pula yang membangkitkan di dalam hati kita rasa syukur, atas pengampunan dan pertolongan-Nya pada kita. Dengan memandang kepada Yesus, kita dapat melihat dengan jujur ke dalam diri kita sendiri, untuk menemukan hal-hal yang masih harus kita perbaiki, agar kita dapat hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai murid- murid-Nya.
Jika melalui lectio divina akhirnya kita mampu mengalahkan kehendak diri sendiri untuk mengikuti kehendak Allah, maka kita perlu sungguh bersyukur. Sebab sesungguhnya, ini adalah karya Roh Kudus yang nyata dalam hidup kita. Perubahan hati, atau pertobatan terus menerus yang menghantar kita lebih dekat kepada Tuhan dengan sendirinya mempersiapkan kita untuk bersatu dengan-Nya dalam contemplatio. Dalam contemplatio ini, hanya ada Allah saja di dalam hati dan pikiran kita. Kerajaan-Nya memenuhi hati kita, sehingga kehendak-Nya sepenuhnya menjadi kehendak kita. “Jadilah padaku ya Tuhan, menurut kehendak-Mu….” Dan dalam keheningan dan kedalaman batin kita masuk dalam persatuan dengan Dia.
Jika arti doa yang sesungguhnya adalah “turun dengan pikiran kita menuju ke dalam hati, dan di sana kita berdiri di hadapan wajah Tuhan, yang selalu hadir, selalu memandang kita, di dalam diri kita.” ((Henri J.M. Nouwen, The Way of the Heart, (New York: Ballantine Books, 1991), p.59)), maka contemplatio adalah puncak doa. Ini adalah saat di mana kita memandang Yesus dengan pandangan iman: “Aku memandang Dia dan Dia memandangku.” ((KGK 2715)) Pandangan kepada Yesus ini adalah suatu bentuk penyangkalan diri, di mana kita tidak lagi menghendaki sesuatu yang lain daripada kehendak Allah. Dengan pandangan ini kita mempercayakan seluruh diri kita ke dalam tangan-Nya, dan kita semakin terdorong untuk mengasihi dan mengikuti Dia yang terlebih dahulu mengasihi kita.
Apa buah-buah dari Lectio divina?
Buah-buah dari Lectio divina adalah Compassio dan Operatio. ((lih. M. Basil Pennington, Lectio Divina, Ibid., p. 89)). Dengan persatuan kita dengan Tuhan, maka kita membuka diri juga untuk lebih memperhatikan dan mengasihi sesama dan ciptaan Tuhan yang lain. Kita juga didorong untuk melakukan tindakan nyata untuk membantu sesama yang membutuhkan pertolongan, ataupun untuk selalu mengusahakan perdamaian dengan semua orang. Dengan demikian perbuatan kita menjadi kesatuan dengan doa kita, atau dengan perkataan lain kita memiliki perpaduan sikap Maria dan Martha (lih. Luk 10:38-42).
Mari, memulai perjalanan iman dengan Lectio divina
Jika kita membaca pengalaman para orang kudus, kita mengetahui bahwa banyak dari mereka menerapkan lectio divina dalam kehidupan rohani mereka. Diakui bahwa perjalanan menuju contemplatio bukan sesuatu yang mudah, karena memerlukan disiplin dan kesetiaan kita untuk menyediakan waktu untuk berdoa. Namun demikian, sesungguhnya setiap orang dapat mulai menerapkan lectio divina ini dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak orang keliru jika berpikir bahwa membaca dan merenungkan Alkitab secara pribadi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang tingkat pendidikan yang tinggi tentang Alkitab. Kenyataannya, sebagian besar perikop Kitab Suci tidak sulit di-interpretasikan. Bahkan perikop yang mengandung ayat yang sulit sekalipun, akan tetap berguna untuk direnungkan. Maka sesungguhnya, tidak ada alasan bagi kita untuk malas membaca dan merenungkan Kitab Suci. Kita dapat menggunakan ayat-ayat Kitab Suci untuk berdoa dan untuk menjadi penuntun sikap kita sehari-hari. Membaca atau menghafalkan ayat- ayat Alkitab adalah sesuatu yang baik, tetapi alangkah lebih baik jika kita meresapkannya dan membiarkan hidup kita terus menerus diubah olehnya. Tentu, ke arah yang lebih baik, agar kita semakin dapat mengikuti teladan Kristus Tuhan kita.
“O, Tuhan Yesus, tambahkanlah di dalam hatiku, kasih kepada-Mu; sehingga aku dapat setia menginginkan persahabatan dengan Engkau melalui doa dan Sabda.”
Selamat Pagi Pak/Ibu..
Saya mau meminta saran.
Jadi selama Masa Adven nanti, kita mahasiswa ingin mengadakan lectio divina. Rencananya ingin diadakan sebanyak 2 kali seminggu, total selama Masa Adven maka akan diadakan sebanyak 7 kali.
Saya meminta saran dari Katolisitas, perikop Alkitab mana saja yang kiranya kami bisa coba pahami dengan berlectio divina yang sebanyak 7 kali itu. Inginnya ketujuh perikop tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu kesatuan yang utuh, sehingga ketika kami telah selesai mengikuti ketujuh lectio divina tersebut, kami mendapat suatu pembelajaran yang utuh. Inginnya lagi, ada penjelasan juga dari katolisitas tentang ketujuh perikop tersebut, agar nanti pembelajaran kami melalui berlectio divina tetap pada jalur pemahaman utama yang sebenarnya.
Terima kasih. Mohon tanggapannya.
Tuhan memberkati.
[dari katolisitas: Silakan melihat ini – silakan klik, dan klik ini]
thanks thanks..
Salam,
Ada sedikit kerancuan mengenai frase “Your prayer is the word you speak to God. When you read the Bible, God speaks to you; when you pray, you speak to God”.
Di dalam artikel ini, dikatakan bahwa St. Siprianus yang mengatakannya. Namun, artikel Bagaimana Menginterpretasikan Kitab Suci Menurut Pengajaran Gereja Katolik :
https://katolisitas.org/?p=6144/
menunjukkan bahwa kata-kata tersebut diutarakan oleh St. Agustinus dalam Komentar Mengenai Mazmur. Manakah yang benar? Terima kasih.
Pacem,
Ioannes
Shalom Ioannes,
St. Cyprian/ Siprianus (uskup dan martir di abad ke-3) dikenal sebagai Santo yang mengajarkan Lectio Divina, dan memang dikatakan dari beberapa sumber di internet dan buku-buku (sebagaimana dalam buku Lectio Divina karangan M. Basil Pennington tersebut), bahwa ia mengatakan demikian: “Your prayer is the word you speak to God. When you read the Bible, God speaks to you; when you pray, you speak to God“.
Di abad berikutnya, St. Agustinus (awal abad ke- 5), juga nampaknya mengatakan hal yang sama/ serupa sebagaimana disebutkannya dalam komentarnya terhadap kitab Mazmur, Enarrationes in Psalmos, 85, 7: PL 37, 1086. Perkataan ini dikutip oleh Paus Benediktus XVI dalam surat Ekshortasi Apostolik, Verbum Domini. Saya tidak tahu apakah St. Agustinus mengutip St. Siprianus, ataukah St. Agustinus mengatakan hal yang serupa ini berdasarkan permenungannya sendiri, yang sama dengan permenungan St. Siprianus.
Terima kasih atas kejelian Anda dalam membaca, sebab saya juga baru menyadari bahwa kedua Santo ini mengatakan hal yang sama.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam,
I see. Terima kasih banyak atas informasinya. Semoga karya tim Katolisitas semakin membuahkan percikan-percikan evangelisasi baru. Amin.
Pacem,
Ioannes
Shalom bu Ingrid,
menarik sekali pembahasannya.
saya ingin bertanya. Dalam doa pribadi dan perenungan Kitab Suci, biasanya saya mulai dengan menyembah Tuhan dalam doa, pujian dan senandung roh, lalu hening. Saat itu saya merasakan dalam hadirat Tuhan yang kuat, lebih jelas menangkap pesan Sabda dan juga suara Tuhan. Rasanya nyaman berkontemplasi saat itu hingga waktu tidak terasa. Sedangkan bila saya langsung doa, hening, lalu membaca KS, kok susah rasanya masuk dalam kontemplasi.
Masalahnya adalah saat saya memimpin dalam suatu kelompok doa yang sifatnya umum (bukan karismatis, dimana senandung roh ‘kurang lazim’, jadi saya harus bijak untuk tidak menggunakannya), meskipun saya membantu dengan renungan, kata-kata, diiringin instrumen musik, lalu hening, kok susah sekali rasanya hening. Umat belum terbiasa untuk hening, dan seringnya memang jadi ngantuk. atau yang suka sharing, jadi kasak-kusuk.
Maaf nih, jadi out of topic.
Bagaimana ya Bu, agar Lectio Divina ini bisa menjadi satu praktek perenungan KS yang tidak kedengaran ‘seram’ atau ‘tidak fun karena terlalu berat’ , bagi umat katolik yang awam ?
(karena saya pernah juga mencoba memperkenalkan Latihan Rohani St Ignatius, tapi kembali lagi, untuk perenungan, susah mengajak umat hening ..)
Ada metode khusus kah ?
Terimakasih
Shalom Maria Angelique,
Pada dasarnya, Lectio Divina adalah doa hening dan kontemplasi yang didasari permenungan ayat-ayat/ perikop Kitab Suci. Maka doa Lectio Divina memang dimulai dengan doa memohon pimpinan Roh Kudus, lalu diteruskan dengan membaca perikop/ ayat-ayat tertentu dalam Kitab Suci. Silakan membaca kembali tahapannya, seperti di atas. Maka hening untuk maksud merenungkan Kitab Suci dilakukan setelah membaca Kitab Suci dan bukan sebelumnya. Sebelum membaca Kitab Suci ataupun pada saat membaca Kitab Suci memang dapat dilakukan dalam keheningan, dengan maksud agar dapat semakin diresapi, tetapi permenungannya itu sendiri secara mendalam dilakukan setelah membaca teks Kitab Suci atau mengulanginya lagi. Jadi bukan hening dulu, baru membaca Kitab Suci.
Setelah membaca Kitab Suci silakan Anda merenungkan satu ayat, atau satu kejadian yang menyentuh hati Anda pada saat Anda membacanya. Lalu biarkan ayat itu berbicara langsung kepada Anda untuk mengajar Anda, menghibur, atau menegur Anda. Resapkan pesan tersebut dalam hati. Umumnya dalam proses permenungan ini, Tuhan dapat menyingkapkan ke dalam hati kita, apakah yang Ia kehendaki kita lakukan atau kita perbaiki dalam hidup kita. Lalu ucapkanlah syukur (silakan jika dalam doa pribadi Anda mau menyembah Tuhan ataupun bersenandung dalam roh saat ini), bangunlah dialog dengan Tuhan, dan jika Ia berkenan, Ia akan membawa kita ke dalam tahap kontemplasi.
Perlu diakui bahwa tidak semua umat dapat ‘menikmati’ doa meditasi dan kontemplasi. Dalam pertemuan doa secara umum, di mana umat datang dengan latar belakang dan kebiasaan cara berdoa yang berbeda-beda maka agak sulit menerapkan doa meditasi dan kontemplasi dalam kelompok besar, apalagi jika tidak dipersiapkan terlebih dahulu. Maka jika hal itu mau dilakukan, ada baiknya umat dipersiapkan dahulu, diberi pengajaran tentang Lectio Divina, dan dengan sendirinya tersaring jumlah umat. Yang tertarik akan datang untuk mencoba melakukannya, sedang yang tidak tertarik akan tidak datang. Nah setelah Anda mempunyai sejumlah orang yang benar-benar mau melakukannya, maka akan lebih mudah untuk melakukan doa bersama ini, sebab karena semua yang hadir berminat melakukan doa ini, sehingga semestinya sudah tidak ada yang berisik/ sulit hening.
Di atas semua itu, perlu kita ketahui bahwa kehidupan doa tak terpisahkan dari pertumbuhan rohani. Kita jatuh bangun dalam hal ini, namun kita harus dengan setia berjuang untuk melaksanakannya. Jika belum terbiasa, tidak menjadi masalah, kita coba terus. Akan ada saatnya Tuhan sendiri menolong kita, sebab sudah menjadi kehendaknya kita mendekatkan diri kepada-Nya dan mengalami kasih karunia-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
semua yang sudah dijelaskan diatas memang sudah dilakukan oleh biarawan terutama biara trapist..
Dear Team,
Mohon bisa dijelaskan mengenai beberapa metode pendalaman Kitab Suci seperti metode “Lectio Divina”, “Amos”, “TAT’, Metode 7 Langkah, dll atau apakah ada buku khusus tentang hal tsb? karena yang saya tau baru 1 yaitu Lectio Divina terbitan dari Carmel?
Jawaban dan penjelasannya sangat saya butuhkan. Terima kasih.
Salam,
Kristianne
[dari katolisitas: Silakan membaca artikel tentang lectio Divina di atas – silakan klik. Kami belum pernah mendengar metode Amos dan TAT. Sedangkan Metode 7 langkah, prinsipnya sama seperti Lectio Divina.]
Salam bu Inggrid
ketika saya membaca sala satu dokumen katolik, meyatakan ada kurang lebih 4 lectio Divina .
ibu bisa mejelaskan lebih sederhana agar saya bisa mengerti
yaitu; 1). Lectio, 2). Oratio, 3). Meditatio, dan 4). Comtemplatio.
Saya masih bingung tentang keempat hal itu, mohon di jelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana!
Salam
Aquilino Amaral
[Dari Katolisitas: Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel di atas, dan jika masih ada yang belum jelas, silakan bertanya kembali]
salam bu Ingrid,
saya pernah bergabung dalam organisasi THS-THM yang didirikan oleh Romo Akbar Pr serta Romo yang lain.
Di organisasi THS-THM lebih fokus pada doa dan meditasi. di tahun 1993, Romo Akbar membuka cabang THS-THM di Kabupaten kami yaitu Covalima perbatasan dengan NTT. di kegiatan retret kami di arahkan untuk membaca injil dan renungan selama tiga hari. Romo Akbar menguasai semua ayat alkitab terutama PB. di situ baru saya mengenal alkibat. dan setelah kami melakukan sendiri. kadang kami harus ke gua untuk bermeditasi. Apakah bermiditasi di dalam gua-gua atau tempat kerabat tidak salah dan melanggar kegiatan meditasi yang terfokus pada Injil dan Yesus? atau di dalam gua kemungkinan ada roh lain yang bisa mengganggu kita?
Shalom Aquilino Amaral,
Pertanyaan saya sederhana, kenapa jika memang benar meditasinya adalah untuk merenungkan Injil, mengapa harus meditasi di gua- gua atau tempat keramat, dan bukannya di Kapel?
Saya pikir, suatu pengajaran yang benar, juga harus diwujudkan dengan cara yang benar, yang lebih sesuai dengan tradisi Kristiani. Silakan anda usulkan hal ini kepada pemimpin kelompok anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Ing,
Terima kasih banyak atas penjelasannya.
Salam,
Thomas
Bu Ing,
Saya mengenal kata Lectia Divina dari majalah bulanan Kuasa Doa edisi Vo.5.No.4 Juni 2010 apad halaman 95-96, karena saya ingin mengetahui lebih dalam arti Lecti Divina maka saya coba masuk ke website google dan, Puji Tuhan saya mendapatkan website http://www.katolisitas.org.
Kebiasaan saya dan keluarga selalu melakukan doa Angelus pada pagi hari jam.5 / jam.6, jam.12.siang dan jam18 sore, dan pada jam.00 tengah malam saya sendiri melakukan doa Pasarah / Rosario.
Untuk bacaan Kitab Suci dalam doa kadang dilakukan tengah malam, kadanga pagi hari, dan kadang sore hari.
Dengan melakukan Doa Angelus saya bersyukur dan berterima kasih kepada TuhanYesus dan Bunda Maria, atas segala berkat dan rahmat serta bimbingan dalam menjalani aktifitas dan rencana.
Yang ingin saya tanyakan apakah kegiatan doa saya dan keluarga termasuk Lectio Divina ?
Sebelumnya saya ucapakan terima kasih.
Berkat Tuhan menyertai Bu Ingrid dalam berkarya.
Salam,
Thomas.
Shalom Thomas Witono,
Menurut definisinya, maka Lectio Divina pada umumnya mengacu pada pembacaan Kitab Suci dengan suasana doa, yang terdiri dari empat tahap: lectio (pembacaan teks), meditatio (permenungan), oratio (doa/ tanggapan kita terhadap sapaan Tuhan dalam permenungan) dan contemplatio (persatuan/ kedekatan dengan Tuhan).
Maka, jika pada saat anda membaca Kitab Suci itu anda melakukannya dalam empat tahap tersebut, maka anda telah melakukan Lectio Divina, namun jika tidak, maka yang dilakukan adalah membaca dan merenungkan Kitab Suci, tetapi bukan mengacu kepada pengertian Lectio Divina seperti yang telah dipaparkan di atas.
Doa Malaikat Tuhan, doa rosario sambil merenungkan peristiwa- peristiwa hidup Yesus, ataupun ibadah harian/ Liturgy of the Hour memang dapat diarahkan untuk menjadi kesatuan dengan Lectio Divina, jika kemudian diambil ayat- ayat Kitab Suci yang ingin direnungkan secara khusus, dengan melalui ke- empat tahap di atas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
apa yang perlu dipersiapkan seorang pemimpin lectio dalam pertemuan lectio divina bersama dan bagaimana teknis dan pesan utamanya? karena injil yang dipakai adalah injil hari Minggu? trims
Shalom Delfina,
Saya pernah menjawab pertanyaan serupa di sini, silakan klik
Pertama mungkin diambil sikap terlebih dahulu,
1. Apakah pada tahap meditatio, renungan diadakan secara terpimpin (jadi ada pembawa renungannya, ataukah hanya menggunakan musik saja, dan setiap peserta merenungkan sendiri- sendiri). Jika mau diadakan meditasi terpimpin memang pemimpinnya harus terlebih dahulu merenungkan perikop tersebut, sehingga dapat memberikan pengarahan, namun bukan khotbah. Sifat pengarahan ini adalah membawa para peserta agar semakin menghayati pesan perikop yang dimaksud. Sang pemimpin renungan dapat menghantar agar para peserta menghayati peran tokoh- tokoh yang dikisahkan dalam perikop tersebut. Misalnya jika yang direnungkan adalah perikop Yesus yang naik ke surga: Ajaklah para peserta untuk membayangkan bahwa ia ada di tengah- tengah para rasul dan turut menyaksikan Yesus yang naik ke surga dengan mulia. Kisahkanlah wajah Yesus yang bersinar penuh kemuliaan. Bagaimana Ia menatap para murid-Nya dan memberikan tugas perutusan kepada mereka. Sampaikan perkataan Yesus, sepertihalnya kata- kata itu sungguh diucapkan oleh Tuhan Yesus kepada setiap peserta….. “Aku berkata kepadamu: ……. (ay. 46-49)
Ajaklah mereka merenungkan lagi pesan tersebut.
Sesudah itu, ajaklah mereka membayangkan apa yang menjadi pemikiran para murid pada saat itu…: apakah takjub? bersyukur melihat Yesus yang tidak lagi menderita tetapi mulia? bersemangat karena diutus? atau ragu apakah itu sungguh Yesus yang bangkit dan kini naik ke surga? atau takut tidak dapat melaksanakan tugas perutusan? atau rindu menerima kekuatan yang dijanjikan Tuhan?
Atau bayangkanlah sekiranya apa yang dialami oleh Tuhan Yesus, …. telah selesailah tugasnya di dunia, dengan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya…. tidak ada lagi keterbatasan tubuh, ruang dan waktu…. sekarang tiba saat-Nya Ia kembali kepada Bapa dalam kemuliaan Surga…. Kini Yesus, oleh kuasa Roh Kudus dapat hadir pada setiap perayaan Ekaristi, di manapun di seluruh dunia, di gereja katedral yang megah, namun juga bisa hadir di kapel yang terpencil; di stadium yang dihadiri ribuan umat; namun juga bisa hadir di penjara, di gereja bawah tanah tempat para beriman dikejar- kejar… Pada akhirnya, mari merenungkan bahwa Yesus yang telah naik ke surga, oleh kuasa Roh Kudus-Nya dapat hadir dalam rupa Hosti dan anggur untuk kita sambut dalam tubuh kita, dan menetap di dalam hati kita.
2. Apakah akan diadakan sharing di antara yang hadir akan ayat- ayat yang menyentuh mereka, atau tidak. Jika ya, maka silakan sharing ini diadakan setelah tahap meditatio, tetapi jika tidak, maka dapat saja tahap oratio dapat dilakukan sendiri- sendiri, antara setiap pribadi dengan Tuhan, walaupun tahap meditatio itu dilakukan bersama- sama.
3. Apakah di akhir akan diadakan doa hening/ contemplatio atau tidak.
Mengenai pesan Injil, apakah hari Minggu lalu, ataukah hari Minggu depan? Pada dasarnya, sang pemimpin harus terlebih dahulu merenungkannya. Saya percaya jika sang pemimpin telah merenungkan dan meresapkannya terlebih dahulu, maka renungan akan mengalir dengan sendirinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
PS: Apakah anda seorang suster/ biarawati? Kalau ya, maafkan saya, sesungguhnya saya yang harus belajar dari Suster….
Mohon disampaikan urutan lectio divina yang benar, karena akan kami kembangkan di paroki kami untuk tahun 2010, termasuk tata cara dan etikanya secara kristiani, supaya kami tidak salah langkah, beserta hal-hal yang perlu kami persiapkan. GBU
Shalom Yos Suradi,
Saya mohon maaf jika artikel di atas kurang jelas bagi anda. Pada prinsipnya, terdapat 4 tahapan dalam Lectio Divina ini yaitu Lectio, Mediatatio, Oratio, Contemplatio. Maka, jika mau diterapkan secara kelompok, maka tahapannya adalah, sebagai berikut:
1. Jika pertemuan Lectio Divina ini adalah yang pertama kali diaadakan, maka berikanlah penjelasan singkat tentang Lectio Divina.
Kemudian, ajaklah semua yang hadir untuk mengambil sikap doa, bawalah diri kita dalam hadirat Allah. (Boleh mengambil lagu madah pujian yang menghantar kepada suasana doa/ renungan, ataupun boleh juga mennggunakan musik instrumental) Resapkanlah kehadiran Tuhan di dalam hati kita. Mohonlah agar Tuhan sendiri memimpin dan mengubah hidup kita melalui bacaan Kitab Suci hari itu.
2. Bukalah pertemuan dengan doa bersama. Mohonlah kepada Roh Kudus untuk membantu kita memahami perikop itu dengan pengertian yang benar.
3. LECTIO: Bacalah perikop Kitab Suci yang sudah ditentukan secara perlahan dan dengan seksama, jika mungkin ulangi lagi sampai beberapa kali. Jika diperlukan, silakan untuk menuliskan di atas secarik kertas, tentang ayat yang paling mengena di hati.
4. MEDITATIO: Renungkan untuk beberapa menit, akan satu kata atau ayat atau hal-hal yang disampaikan dalam perikop tersebut (seperti yang telah dituliskan di kertas, ataupun yang telah kita simpan di dalam hati) dan tanyakanlah kepada diri kita sendiri, “Apakah yang diajarkan oleh Allah melalui ayat/ perikop ini kepadaku?” Permenungan ini juga bisa dilakukan dengan memasukkan diri kita sendiri di dalam alur perikop tersebut, sebagai salah satu pelaku dari kisah yang disampaikan, seperti yang telah dituliskan di artikel di atas.
Adakan waktu hening yang cukup bagi para peserta untuk meresapkan Sabda Tuhan ini. (waktunya tergantung, bisa berkisar dari 5-10 menit)
5. ORATIO dan CONTEMPLATIO: Doa pribadi, dilakukan sendiri-sendiri (percakapan dengan Tuhan) dilanjutkan dengan doa hening. Waktunya bisa antara 20-30 menit atau lebih tergantung dari minat para perserta.
6. Atau ORATIO tersebut dapat diadakan secara terbuka, artinya, didoakan secara spontan, sehingga para peserta dapat saling menguatkan di dalam doa. Doa ini juga dapat diikuti oleh sharing dari beberapa peserta, yang ingin membagikan pengalaman dalam merenungkan teks bacaan Alkitab yang baru dibaca itu tadi. Tutuplah doa dengan satu atau lebih resolusi/keputusan praktis yang akan kita lakukan, dengan menerapkan pokok-pokok ajaran yang disampaikan dalam perikop tersebut di dalam hidup dan keadaan kita sekarang ini. Lalu jika diinginkan, silakan dilanjutkan dengan CONTEMPLATIO, ataupun doa adorasi di hadapan sakramen Mahakudus, untuk mensyukuri rahmat Roh Kudus yang telah menghantar kita untuk mengenal Tuhan dan Sabda-Nya dengan lebih dalam.
Mengenai point ke 5 dan 6 ini ada baiknya anda diskusikan dahulu dengan pastor paroki dan umat lainnya. Sebab memang setahu saya, tidak ada patokan yang baku untuk menerapkan Lectio Divina ini. Bahkan menurut St.Teresa dari Avila, tantangannya adalah menjadikan perbuatan-perbuatan kita sesudah kita mengadakan Lectio Divina ini sebagai rangkaian CONTEMPLATIO. Artinya, perbuatan-perbuatan kita menjadi ungkapan doa, demikian juga dengan perkataan dan pikiran kita. Ini merupakan tantangan yang sangat besar! Namun, jika kita dapat melakukan ini, maka, ke-4 tahapan itu tidak lagi bersifat linier searah, tetapi menjadi seperti lingkaran yang tak terputus, sebab CONTEMPLATIO itu akan menghantar kita kepada LECTIO di kesempatan/ hari berikutnya, yang terus diikuti oleh MEDITATIO, ORATIO, dan CONTEMPLATIO, demikian seterusnya.
Semoga uraian di atas dapat membantu. Selamat ber- Lectio Divina!
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
trims atas penelasan tambahan untuk langkah-langkah lectio divina. GBu
Salam kenal
Saya baru mengenal situs LECTIO DIVINA dari teman, dan waktu saya coba explore saya tertarik pada “Sample of Pray” disitu saya temukan “sample prayer for a Pastor” dan “sample prayer for a Pastor’s wife”
nah untuk sample prayer yg terachir saya mulai bingung???
Apa yang dimaksud dengan A PASTOR’S WIFE? Mohon penjelasan, terima kasih GBU
Shalom Fransiskus,
Saya tidak familiar dengan situs yang anda maksud. Hanya perkiraan saya, mungkin saja ada saudara-saudari kita dari gereja Protestan yang juga melakukan Lectio Divina, yang sebenarnya juga bukan ‘monopoli’ Gereja Katolik, karena sebenarnya cara berdoa dengan ayat Kitab Suci dapat dilakukan oleh baik umat Katolik maupun Protestan. Nah dalam konteks ini, menurut pemikiran saya, memang mungkin saja terjadi, mereka (umat Protestan) berdoa buat pastor mereka, karena pendeta dalam bahasa Inggris juga mereka sebut sebagai ‘pastor’. Demikian karena pendeta mempunyai istri, maka mereka-pun dapat saja berdoa bagi istri pendeta mereka atau mereka sebut ‘a pastor’s wife’.
Sedangkan Lectio Divina yang umum digunakan di Gereja Katolik rasanya tidak menyampaikan contoh-contoh doa semacam itu, karena tentunya, imam di Gereja Katolik tidak menikah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Apakah gereja Katolik tidak mengajarkan / menganjurkan umatnya untuk berdoa setiap saat atau berdoa tanpa henti ?
Salam
mac
Shalom Machmud,
Alkitab mengatakan dalam 1 Tes 5:16-18, "Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." Maka karena Sabda Tuhan mengajarkan agar kita tetap berdoa senantiasa, maka Gereja Katolik-pun mengajarkan demikian.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan agar kita berdoa dengan hati, sebab jika hati kita jauh dari Tuhan maka kata-kata dalam doa kita menjadi sia-sia (KGK 2562). Lectio Divina hanyalah salah satu cara yang sederhana yang dapat membantu kita berdoa, untuk membantu mengangkat hati kita kepada Tuhan setiap waktu. Dianjurkan memang, sedikitnya umat Katolik berdoa di pagi dan sore/ malam hari. (Sedangkan doa Ibadat Harian yang lengkap sesungguhnya mengambil waktu tujuh kali sehari). Namun meskipun kita mengkhususkan waktu doa hanya pagi dan sore, jika sudah digabungkan dengan penerapan Lectio Divina ini, maka kita dapat berdoa praktis sepanjang hari, atau tepatnya, membawa hadirat Tuhan terus di dalam aktivitas kita sehari-hari.
Dengan kita merenungkan sabda-Nya di sepanjang hari dalam kegiatan kita, maka kita mempersatukan hati kita dengan Sabda-Nya yaitu Kristus, dan dengan demikian, kita dapat berdoa, bahkan ditengah-tengah kegiatan kita sepanjang hari. Jika kita sudah dapat mempersatukan doa dengan perbuatan kita, maka pada saat itulah kita dapat menerapkan gabungan sifat Maria dan Martha dalam hidup kita (lih. Luk 10:38-42). Dengan berdoa dan bekerja inilah maka kita dapat turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah dalam hidup kita, sesuai dengan kondisi kita masing-masing, entah sebagai ayah, ibu, anak, ataupun sebagai pengusaha, pekerja, atau sebagai apapun dengan penghayatan bahwa kita melakukan segala sesuatunya untuk Tuhan.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 2633 Setiap orang yang atas cara demikian mengambil bagian dalam cinta kasih Allah yang menyelamatkan, mengerti bahwa setiap kebutuhan dapat menjadi pokok doa. Kristus yang telah menerima segala sesuatu, menebus segala sesuatu, dimuliakan oleh permohonan yang kita ajukan kepada Bapa dalam nama-Nya (Bdk. Yoh 14:13) Untuk itu santo Yakobus (Bdk. Yak 1:5-8). dan santo Paulus (Bdk.Ef 5:20; Flp 4:6-7; Ko13:16-17; 1 Tes 5:17-18) mengajak kita, agar berdoa setiap waktu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati– http://www.katolisitas.org
Imam-imam yang melakukan Lectio Devina dalam mempersiapkan homili, homili atau khotbahnya menjadi bagus: runtut (bahasa dan logical squensisnya teratur), mewnyentuh, dan “cemanthel” di hati/ingatan umat. Ibaratnya, umat pulang dari gereja ada yang dapat dibawa pulang.
shalom…
saya telah membaca jawapan yang diberikan pada Aaron…dan ada dinyatakan bhw ibadah kita itu ada 7 waktu…apakah itu wajib kita lakukan? sebab saya belum pernah tahu yang kita kena beribadah sebanyak 7 waktu…
salam damai…
Shalom Monica,
Doa tujuh waktu tersebut memang ada dalam Ibadat Harian (the Liturgy of the Hour/ the Divine Office) yang sudah menjadi tradisi Gereja Katolik sejak lama. Saat ini doa 7 waktu tersebut masih umum diterapkan di dalam biara-biara/ seminari. Namun kita sebagai umat Katolik tidak mutlak harus mengikutinya. Yang disarankan memang kita melakukan minimal dua kali doa, yaitu pagi dan sore/ malam hari, dan jika mengikuti doa Ibadat Harian, maka yang diikuti adalah Morning Prayer (Laudes/ doa pagi) dan Evening Prayer (Vesper/ doa sore). Dianjurkan memang mereka yang terlibat dalam karya kerasulan untuk setidak-tidaknya mempersatukan doa-doa mereka dengan doa Gereja dalam Ibadat Harian ini.
Dikatakan dalam dokumen Konstitusi Vatikan II tentang Liturgi suci (Sacrosanctum Concilium) bahwa umat diundang untuk mendoakan bersama seluruh Gereja, Ibadat Harian ini, terutama Doa Pagi dan Sore hari:
"Para gembala jiwa hendaknya berusaha, supaya ibadat-ibadat pokok, terutama Ibadat Sore, pada hari Minggu dan hari-hari raya yang lebih meriah dirayakan bersam di gereja. Dianjurkan agar para awam pun mendaras Ibadat Harian, entah bersama para imam, entah antar mereka sendiri, atau bahkan secara perorangan." (Sacrosanctum Concilium, 100)
"Maka penataan kembali Ibadat harian hendaknya dilaksanakan menurut kaidah-kaidah berikut:
a) menurut tradisi mulia Gereja semesta, Laudes atau Ibadat Pagi dan Vesper atau Ibadat Sore harus dipandang dan dirayakan sebagai poros rangkap Ibadat Harian, sebagai dua Ibadat yang utama;" (Sacrosanctum Concilium, 89 a)
Demikianlah keterangan mengenai doa yang dianjurkan oleh Magisterium Gereja Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
shalom…..
sy baru memahaminya…terima kasih ya….
Saya melihat pembahasan Lectio Divina dengan Liturgy of the Hour (doa brevir) disatukan pada artikel ini. Apa hubungan antara Lectio Divina dengan Liturgy of the Hour? Apakah kedua hal ini terpisah sama sekali, atau Lectio Divina diterapkan dalam setiap pembacaan dalam Liturgy of the Hour, atau bagaimana? Selama ini saya sudah memulai Lectio Divina, tetapi baru bisa mengambil waktu sebelum tidur dan hanya membaca bacaan Injil harian. Apakah hal ini diperbolehkan?
Terima kasih,
Ryan
Shalom Ryan,
1. Hubungan antara Lectio Divina dengan the Liturgy of the Hour.
Dari pengertiannya, Lectio Divina artinya adalah Bacaan Ilahi, yang terutama diperoleh dari Kitab Suci. Sedangkan “the Liturgy of the Hour (Divine Office)” atau Ibadat Harian atau doa brevir itu adalah doa yang diambil dari ayat-ayat Kitab Suci, terutama Mazmur. Maka dengan pengertian di atas, kedua hal itu berhubungan. Mendoakan “the Liturgy of the Hour” dengan menghayatinya adalah salah satu cara Lectio Divina.
Kita dapat mengambil ayat-ayat Kitab Suci dari bacaan harian sebagai bahan renungan Lectio Divina, atau bisa juga kita merenungkan frasa doa dan ayat-ayat Kitab Suci yang ada dalam the Liturgy of the Hour. Dengan kesadaran bahwa mendoakan Ibadat Harian, maka kita dapat ber-Lectio Divina, maka kita dapat lebih menghayati doa Ibadat Harian.
2. Untuk penerapannya, dapat saja kita melakukan Lectio Divina pada pagi hari, dan dengan demikian menggunakan teks Ibadat Harian sebagai teks yang direnungkan. Atau kita dapat juga mengambil bacaan Kitab Suci pada hari itu, entah Injil atau bacaan sebelum Injil. Lalu jika kita merasa tersentuh akan suatu ayat atau perikop, kita dapat mengulanginya kembali dan merenungkannya sepanjang hari.
3. Jika anda memilih untuk melakukan Lectio Divina sebelum tidur, memang itu dapat juga dilakukan, tetapi malah saya menyarankan anda membacanya untuk bacaan esok harinya. Di dalam doa anda, anda dapat merenungkan ayat/ perikop yang anda pilih dan bahkan dapat menjadi pesan bagi anda menjelang tidur. Pagi harinya, silakan membaca kembali bacaan/ perikop yang sudah anda renungkan malam sebelumnya, dan jadikan ayat tersebut sebagai “teman” anda sepanjang hari itu. Dengan demikian, anda akan mengalami, betapa Sabda Allah itu hidup dan menyertai anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Bagi sahabat-sahabatku yang mencintai keheningan, dapat bergabung dengan komunitas meditasi Kitab Suci berdasarkan “lectio divina”. Di Jakarta, beberapa paroki telah mengaplikasikan “meditasi Kitab Suci” sebagai bagian dari seksi katagorial, di mana umat selain diajak untuk membaca (lectio), merenungkan (meditatio), berdoa berdasarkan Kitab Suci (oratio), tetapi juga diajak untuk menghayati kehadiran Tuhan di dalam suasana hening (contemplatio). Banyak manfaat dapat diraih melalui lectio divina.
Untuk yang berminat, dapat menghubungi saya melalui email . God bless and love you full.
Jus Soekidjo
Shalom Bu…
Dengan membaca artikel diatas saya menghubungkan pada apa yang disebut dengan Suara Hati itu,
jika kita menanyakan apakah suara hati itu kepada seorang anak2, tentu akan di jawabnya bahwa Suara Hati itu adalah suara Tuhan.
sudah lama saya ingin sekali belajar dapat menangkap suara-suara Tuhan di dalam melengkapi kehidupan saya (dapat di lakukan setiap waktu),
sekarang pertanyaan saya adalah:
apakah sebetulnya suara hati itu, dan bagaimana caranya membedakan bahwa suara itu benar2 dari Tuhan?
adakah lectio divina akan membawa kita kepada kepekaan terhadap suara Tuhan ?
demikian pertanyaan saya ini bu, terimakasih.
soegihato
Shalom Felix,
Ya benar, karena manusia diciptakan menurut gambaran dan rupa Allah (lih. Kej 1:26), maka memang manusia diberi kemampuan oleh Tuhan untuk mengenali dan mengasihi Dia sebagai Sang Pencipta (Gaudium et Spes 12). Nah, untuk maksud ini maka Allah memberikan akal budi dan kehendak bebas kepada manusia, dan Ia memberikan semacam hukum kodrat yang tertanam di dalam setiap hati manusia, yang pada dasarnya membimbing manusia untuk melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Suara hati yang membimbing manusia inilah yang sering dikatakan suara hati/ hati nurani. Namun, akibat dari dosa asal, maka di dalam hati manusia ini selalu terjadi pergolakan, semacam pergumulan antara kebaikan dan kejahatan.
Selain bimbingan Allah, manusia juga mempunyai kecenderungan berbuat dosa, atas pengaruh bujukan si jahat. Maka, memang benar di dalam suara batin manusia, terdapat tiga jenis suara, yaitu, bimbingan Tuhan, bujukan iblis, dan kehendak sendiri. Nah, karunia untuk membedakan ketiga hal ini disebutkarunia " discernment". Dengan latihan Lectio divina ini, memang kita dibentuk untuk menjadi lebih peka akan suara Tuhan. Sebagai tanda untuk mengenalinya, suara Tuhan ini tidak akan pernah bertentangan dengan pengajaran Kitab Suci. Oleh sebab itu Lectio divina yang melatih kita untuk merenungkan sabda Tuhan setiap hari itu adalah langkah yang penting agar kita dapat mengenali suara Tuhan dalam hati kita. Selanjutnya, buah dari mengikuti suara Tuhan ini adalah rasa damai. Jika masih ada hal yang mengusik di hati, umumnya berarti kita belum dengan sungguh mengikuti suara Tuhan, karena hati nurani kita masih "menuduh" kita akan sesuatu. Dalam kondisi ini, dapat saja itu berarti kita masih mengikuti apa yang menjadi kehendak diri sendiri, atau bahkan mengikuti bujukan si Jahat.
Para kudus mengajarkan kepada kita bahwa kita semua harus belajar berjuang untuk mengenali dan mengikuti suara Tuhan. Dan ini dilakukan bersama-sama dengan latihan untuk memeriksa batin (examination of conscience) setiap hari. Dengan cara ini, kita dapat dengan melihat dengan jujur ke dalam hati kita, apakah kita sudah mengikuti kehendak Tuhan yang kita renungkan dari ayat Kitab Suci, atau belum. Ini juga melatih kita bertumbuh dalam kerendahan hati, karena umumnya kita dapat melihat bahwa selalu ada saja yang dapat kita lakukan untuk menjadi lebih baik. Semakin kita dekat dengan Tuhan, semakin kita peka untuk melihat kesalahan dan dosa kita, dan semakin kita mau memperbaikinya. Inilah yang disebut sebagai pertobatan yang terus menerus yang mengantar kita kepada kekudusan.
Sedangkan jika kita cepat berpuas diri, dan selalu merasa sudah baik, nah ini sesungguhnya bukan tanda yang baik bagi pertumbuhan iman. Suara yang menyatakan demikian bahkan bisa dipastikan bukan dari Allah sendiri, sebab Allah selalu menginginkan kita terus bertumbuh untuk semakin menyerupai Dia terutama dalam hal kasih.
Demikian yang bisa saya tuliskan mengenai pertanyaan anda. Mari bertekun melaksanakan Lectio divina.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Bu Ingrid,
Dengan membaca petunjuk cara berdoa Lectio Divina yang ibu jelaskan yang terdapat pada bagian pembahasan : Bagaimana caranya memulai Lectio Divina lalu saya mempersatukan (penggabungan pengertian) dari penuturan Praktek “Lectio Divina” Di Pertapaan…saya berusaha mendalami untuk mendapatan suatu kesatuan definisi tentang Doa Lectio Divina bagi saya untuk memulai berdoa Lectio Divina.
Untuk menghindari kesalahan pahaman penuturan dari saya yang salah mengartikan pemaparan Praktek “Lectio Divina” Di Pertapaan, berikut ini dalah link-nya:
http://www.karismatikkatolik.org/detailarticle.asp?id=3&id2=12&id3=222
Berangkat dari memahami penjelasan katolisias.org, kemudian membaca yang tertera dibawah ini
PRAKTEK KLASIK Lectio Divina – dalam suasana doa membaca Kitab Suci, yang kita diimani sebagai buku yang memiliki ilham ilahi — ditemukan kembali dan dibarui pada zaman kita ini. Sementara itu ada beberapa cara praktek Lectio Divina telah bertumbuh hingga membingungkan sehubungan dengan adanya juga Praktek Doa Hening yang sebenarnya berbeda. Beberapa penjelasan tentang perbedaan-perbedaan itu kiranya dapat menolong kita untuk memahaminya.
Pertama, kita harus membedakan antara Lectio Divina dan pelajaran/pendalan Kitab Suci, yang amat berguna di waktu yang lain yang memberikan suatu pengertian yang kuat sebagai latar belakang Lectio Divina.
Kedua, Lectio Divina tidak sama dengan membaca ayat-ayat bagi tujuan perkembangan rohani pribadi, atau menjadi akrab dengan banyak segi yang menyangkut tentang pewahyuan, dan terutama tentang Yesus Kristus, Sabda Allah yang menjelma. Lectio Divina lebih merupakan suatu cara atau rumus untuk menuju sasaran-sasaran itu.
Ketiga, Lectio Divina tidak sama dengan bacaan rohani, yang bergerak melampaui batas pembacaan dari ayat-ayat suci saja, karena mencakup buku-buku rohani yang lain seperti misalnya kehidupan dan tulisan para kudus.
Akhirnya, Lectio Divina tidak sama dengan berdoa menurut Kitab Suci bersama-sama , suatu perkembangan sezaman yang kadang-kadang disamakan dengan Lectio Divina. Praktek klasik Lectio Divina dilakukan secara pribadi dengan mengikuti gerakan Roh Kudus menurut waktu yang diperuntukkan seseorang pada setiap langkah proses, maupun saat beralih dari satu langkah ke langkah yang lain dalam satu waktu doa. Bila mengikuti suatu susunan yang khusus, seperti yang dibutuhkan di dalam semua bentuk doa bersama , ada kecenderungan untuk membatasi secara spontan gerakan Roh Kudus, yang merupakan pusat praktek pelaksanaanya.
Pertanyaan-pertanyaan saya adalah:
1. Apakah yang di maksud dengan “membedakan antara Lectio Divina dan pelajaran/pendalan Kitab Suci” ?
2. Mengapa di katakana bahwa “Lectio Divina tidak sama dengan membaca ayat-ayat bagi tujuan perkembangan rohani pribadi” namun mempunyai sasaran-sasaran tertentu ?
3. Bagaimana yang di maksudkan dengan “Lectio Divina tidak sama dengan bacaan rohani” ?
4. Bagaimana yang di maksudkan dengan “Lectio Divina tidak sama dengan berdoa menurut Kitab Suci” ?
5. Apakah yang di maksudkan dengan “Praktek Klasik Lectio Divina” ?
Terima kasih atas penjelasan-penjelasan dari ibu, dan terima kasih.
Salam dalam Kristus
Felix Sugiharto
Shalom Felix,
Berikut ini tanggapan saya atas pertanyaan anda tentang Lectio Divina:
1. Lectio Divina tidak sama dengan pendalaman Kitab Suci?
Lectio Divina memang sama dengan pendalaman Kitab Suci. Karena maksud dari Lectio Divina adalah meresapkan ayat- ayat Kitab Suci di dalam hati, dan ini lebih kepada penghayatan rohani, ketimbang pembelajaran teks dan interpretasi ayat tersebut dari segi exegesis, seperti halnya yang dilakukan pada pendalaman Kitab Suci.
Pendalaman Kitab Suci yang baik, biasanya melibatkan juga studi tentang makna kata- kata penting, misal dengan mengacu kepada arti kata pada bahasa aslinya. Selanjutnya, studi ini juga sebaiknya melibatkan pembelajaran yang mengambil sumber dari tulisan para Bapa Gereja, kaitannya dengan Katekismus atau ajaran Magisterium Gereja Katolik, ataupun interpretasi yang disetujui oleh pihak otoritas Gereja Katolik. Baru kemudian setelah dipelajari dengan cara demikian, maknanya diresapkan.
Nah, pengertian Lectio Divina bukanlah pendalaman Kitab Suci dengan metoda ini. Metoda Lectio Divina lebih mengarah kepada merenungkan ayat- ayat tersebut di dalam hati dalam suasana meditatif, yang mengarah kepada kontemplasi.
2. Lectio Divina tidak sama dengan membaca ayat untuk tujuan perkembangan rohani?
Terus terang saya kurang memahami maksud pernyataan ini. Mungkin maksudnya dari segi definisi, karena Lectio Divina artinya bacaan rohani, dalam hal ini Kitab Suci. Maka, Lectio Divina dilakukan untuk tujuan agar kita dapat lebih menghayati makna Sabda Tuhan, dan dengan demikian iman kita dapat bertumbuh, atau kerohanian kita dapat berkembang. Jadi Lectio Divina adalah cara untuk mencapai perkembangan rohani dengan permenungan Sabda secara meditatif dan kontemplatif, yang tidak sama dengan
tindakan pembacaan ayat- ayat untuk tujuan perkembangan rohani, yang tidak disertai dengan proses meditasi dan kontemplasi.
3. Lectio Divina tidak sama dengan bacaan rohani?
Walaupun terjemahan bebasnya Lectio Divina adalah bacaan rohani, namun bacaan rohani yang dimaksud di sini adalah Kitab Suci, dan bukannya bacaan rohani lainnya, seperti majalah atau buku bacaan rohani lainnya. Yang direnungkan dalam Lectio Divina adalah ayat- ayat/ frasa dalam Kitab Suci.
4. Lectio Divina tidak sama dengan berdoa menurut Kitab Suci?
Mungkin yang dimaksud di sini adalah bahwa Lectio Divina tidak sama dengan berdoa Ibadat Harian (Liturgy of the Hour) yaitu doa brevir, yang merupakan doa yang terdiri dari bacaan- bacaan Kitab Suci. Walaupun tidak sama, namun Liturgy of the Hour dapat menjadi inspirasi bagi Lectio Divina, sebab pada saat membaca Ibadat Harian tersebut, seseorang dapat tergerak untuk merenungkan sepenggal ayat yang tertulis di sana, dan merenungkannya secara meditatif dan kontemplatif. Dengan demikian Lectio Divina berkaitan erat dengan Ibadat Harian (Liturgy of the Hour).
5. Apakah yang di maksudkan dengan “Praktek Klasik Lectio Divina” ?
Menurut saya, praktek klasik Lectio Divina adalah praktek yang melibatkan 4 hal dalam prosesnya: yaitu lectio, meditatio, oratio dan contemplatio. Silakan membaca kembali ke-empat proses tersebut di artikel di atas, silakan klik.
Demikian uraian saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom bu Ingrid..
Terima kasi dan sungguh bersyukur semua penjelasan dari ibu. sebab tadinya saya menangkap maksud bacaan yang hasilnya menimbulkan beberapa pertanyaan, dari jawaban ibu telah mempertegas apa yang saya serap dan yang saya tangkap.
saya masih ada pertanyaan:
1. Apakah saya harus terlebih dulu mengikuti proses Pendalaman Alkitab baru boleh mempraktekkan Doa Lectio Divina (Sebab saya belom pernah ikut proses Pendalaman Alkitab) ?
2. Apakah seseorang yang belom menerima Sakramen Krisma akan menghadapi hambatan dalam Pemahaman Kitab Suci (Alkitab)?
Sekian dan terima kasih.
Salam Damai dalam Kristus
Felix Sugiharto
Shalom Felix,
1. Anda dapat mempraktekkan doa Lectio Divina meskipun belum pernah mengikuti Pendalaman Kitab Suci, walaupun tentulebih baik, jika ada kesempatannya, anda mengikuti kursus/ kelompok pendalaman Kitab Suci.
2. Dengan Sakramen Krisma seorang yang sudah dibaptis akan menerima pencurahan Roh Kudus secara istimewa, seperti yang diberikan kepada para Rasul pada hari Pentakosta.
KGK 1303 Karena itu, Penguatan menghasilkan pertumbuhan dan pendalaman rahmat Pembaptisan:-Ia menjadikan kita dengan lebih sungguh anak-anak Allah, dan membuat kita berkata, "Abba, ya Bapa" (Rm 8:15);- Ia menyatukan kita lebih teguh dengan Kristus;- Ia menambah di dalam kita karunia Roh Kudus;- Ia mengikat kita lebih sempurna kepada Gereja (Bdk. Lumen Gentium 11);- Ia menganugerahkan kepada kita kekuatan khusus Roh Kudus, supaya sebagai saksi-saksi Kristus yang andal menyebarluaskan dan membela iman dengan perkataan dan perbuatan, mengakui nama Kristus dengan lebih berani dan supaya kita tidak pernah malu karena salib (Bdk. DS 1319; Lumen Gentium 11;12).
"Karena itu, engkau harus ingat bahwa engkau telah menerima pemeteraian oleh Roh: roh kebijaksanaan dan pengetahuan, roh nasibat dan kekuatan, roh pengertian dan kesalehan, roh takut akan Allah; dan peliharalah apa yang telah engkau terima. Allah Bapa telah memeteraikan engkau, Kristus Tuhan telah menguatkan engkau dan memberikan jaminan Roh ke dalam hatimu" (Ambrosius, myst.7,42).
Jadi, memang sebaiknya seseorang dewasa yang dibaptis juga menerima sakramen Penguatan agar dia memperoleh rahmat Tuhan yang dengan teguh mempersatukan dia dengan Kristus, dan memperoleh karunia Roh Kudus untuk lebih dapat memahami ajaran Kristus. Namun jika kesempatan menerima Krisma belum ada, bukan berarti orang tersebut tidak bisa melakukan Lectio Divina. Jangan lupa bahwa setiap orang yang sudah dibaptis sudah menerima Roh Kudus, dan karenanya tentu akan dibimbing oleh-Nya jika orang itu tekun berdoa, membaca dan merenungkan Kitab Suci, dan menerima Ekaristi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom bu inggrid aku mau tanya nih
Bagaimana kita lebih intim dengan Tuhan Allah dan Bunda Maria? terus cara meditasi dan cara lectio devina yang benar bagaimana biar kita bisa mendapatkan inner voice? terus bahasa roh tu bisa diajarkan gak? terima kasih, Wahyu Nugroho.
Shalom Wahyu,
1. Doa adalah cara yang paling sederhana untuk membantu kita agar kita lebih intim dengan Tuhan Allah dan Bunda Maria. Jika kita ingin secara serius untuk bertumbuh di dalam iman, kita harus mempunyai komitmen untuk menyediakan waktu untuk berdoa, minimal pagi dan sore/ malam hari. Dan selebihnya juga menyediakan waktu untuk merenungkan sabda Tuhan, dan menjadikan doa bagian dari kegiatan kita sehari-hari. Doa singkat yang kita ucapkan di dalam hati berkali-kali di tengah kegiatan kita, juga sangat membangun hubungan kita dengan Tuhan, sehingga dengan demikian, kita dapat selalu mengalami kedekatan dengan Tuhan. Selanjutnya, jika memungkinkan, ikutilah Misa harian di paroki anda. Hal ini juga sangat membantu bagi pertumbuhan rohani, sebab bagi kita orang Katolik, Ekaristi adalah sumber dan puncak spiritualitas kita. Silakan klik di sini untuk membaca mengenai hal ini.
Jika anda memiliki keinginan untuk mengalami kedekatan juga dengan Bunda Maria, mulailah dengan berdoa rosario setiap hari. Silakan anda memulai dengan merenungkan peristiwa-peristiwa hidup Yesus (Gembira/ Sedih/ Mulia/Terang) dan dapat juga disertai dengan doa untuk para imam seperti yang ada di situs ini, silakan klik.
2. Meditasi dan Lectio Divina.
Khusus tentang Lectio Divina telah saya tuliskan di artikel di atas, silakan klik. Dan lebih jauh tentang meditasi dan kontemplasi, saya pernah menuliskannya di sini, silakan klik.
Jika kita terbiasa melakukan lectio divina ini, memang hati kita akan menjadi semakin peka akan sapaan, petunjuk dan bahkan peringatan Tuhan. Inilah yang mungkin disebut sebagai inner voice, sebab memang Tuhanlah yang membimbing kita dalam hati nurani kita.
3. Mengenai bahasa roh.
Bahasa roh merupakan karunia dari Roh Kudus, sehingga kita tidak dapat ‘mempelajari untuk mendapatkannya.’ Yang dapat kita lakukan adalah, kita membuka diri di hadapan Allah, dan jika memang itu yang menjadi kehendak-Nya, Ia dapat memberikannya kepada kita. Untuk selanjutnya tentang topik bahasa roh ini, akan kami tuliskan dalam artikel terpisah. Mohon kesabarannya, ya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Pengasuh katolisitas
Mohon tanya :
1. Apakah doa “Ibadat Harian/Liturgy of the hour/ Divine office“ itu ada jadwal waktunya ? Seperti doa pagi antara jam 5 sampai jam 6 dsb
Kalau doa teman saya yang muslim ada 5 waktu dan waktunya sudah terjadwal.
Sedangkan doa DAUD 7 kali dalam sehari (tapi tidak disebutkan jadwalnya)
Sebab tidak ada jadwalnya maka kebanyakan orang2 Kristen lupa kapan saatnya harus berdoa, disebabkan kesibukan dalam bekerja. Teman2 muslim lebih beruntung sebab mereka selalu di-ingatkan oleh suara azan
2. Apakah setiap pembacaan harian tsb selalu ada hubungannya dengan kehidupan kita ?
Terima kasih
Aaron
Shalom Aaron,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang ibadah harian. Untuk doa ibadah harian, berikut ini adalah acuannya:
1) Ibadah harian terdiri dari 7 doa: doa pagi, dan doa sore, doa tengah hari, doa menjelang tengah hari, doa sesudah tengah hari, dan doa malam; serta bacaan dan renungan hari itu (Office of the Reading). Kalau kita mau mengikuti secara teratur, maka minimal kita harus melakukan doa pagi dan doa sore, karena kedua doa itu seperti engsel pintu yang memegang pintu dengan kokok. Untuk jamnya, kira-kira: doa pagi (6 pagi) , doa menjelang tengah hari (9 pagi), doa tengah hari (12 siang), doa sesudah tengah hari (3 sore), doa sore (6 sore), doa malam (sebelum tidur), office of the reading (tengah malam, atau dapat dilakukan kapan saja pada hari itu).
Kita memang harus belajar dari umat Islam dalam hal kesetiaan mereka dalam berdoa. Ini menjadi tantangan bagi kita semua.
2) Setiap bacaan harian pasti ada kaitannya dengan kehidupan kita, karena setiap doa di dalam ibadah harian terdiri dari mazmur untuk mengangkat hari kita kepada Tuhan, kemudian bacaan singkat dari Alkitab, doa permohonan, mazmur Zakaria (doa pagi) dan kidung magnificat (doa sore), dan tulisan atau kotbah dari Bapa Gereja (office of the reading). Dan kita juga menyadari bahwa doa yang kita panjatkan juga dilakukan oleh banyak anggota Gereja di seluruh dunia. Ini membuat ibadah harian merupakan doa Gereja.
Mari kita bersama-sama bertekun dalam doa. Kita mohon Roh Kudus untuk memberikan kekuatan pada kita untuk bertekun dalam doa.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
PUASA:
“Satu jam renungan tentang sengsara-KU lebih bernilai dari pada mendera diri sampai berdarah selama setahun. Renungan tentang luka-luka-KU yang pedih sangat bermanfaat bagimu dan menyukacitakan diri-KU. (BCH, NO: 369). Tidak banyak orang yang merenungkan sengsara_KU dengan perasaan mendalam. Paling banyak karunia KUberikan kepada jiwa-jiwa yang dengan sepenuh hati merenungkan sengsara-KU. (BCH, NO: 737)
@ all: Jam 3 siang adalah saat saat ajal Tuhan Yesus menghembuskan napasNya. “Pada pukul 3 petang, serukanlah Kerahiman-KU, khususnya bagi para pendosa, dan renungkanlah, biar sebentar saja, sengsara-KU, terutama saat saat ajal-KU, ketika AKU seorang diri saja. Inilah jam Kerahiman_KU yang besar bagi seluruh dunia. AKU akan mengizinkan engkau mengalami kesedihan_KU yang mendalam. Pada jam itu tidak akan KUtolak apapun yang diminta seorang demi sengsara_KU.” (BCH, No: 1320, buku Yesus Engkaulah andalnku”, by Stefan Leks, h. 20).
“…Doa yang paling paling KUSENANGI ADALAH DOA BAGI PARA PENDOSA… Ketahuilah bahwa. . . doa itu selalu KUkabulkan.” (BCH, No: 1396-1397).
“…Buatlah apasa untuk menyeluaskan devosi kepada Kerahiman-KU, AKU akan melengkapi kekuranganmu. Katakanlah kepada umat mauisia yang menderita, agar mendekati Hati_KU Yang Maha Rahim, mereka akan dipenuhi kedamaian. ..” (BCH, No: 1074-1076).
Comments are closed.