Mengapa kita harus mempersiapkan diri
Sering kita mendengar, dan mungkin juga mengalami, bahwa mengikuti Misa Kudus dapat menjadi sesuatu yang rutin. Bukannya tidak mungkin bahwa di kalangan orang Katolik sendiri ada yang menganggap ikut Misa hanya kewajiban. Bahkan ada yang berkomentar misalnya, ‘misanya bikin ngantuk’ atau ‘khotbahnya kurang semangat’. Padahal kita semua mengetahui bahwa Ekaristi adalah sumber dan puncak ibadah kita, sebab Kristus sendiri hadir di dalamnya. Bagaimana seharusnya, supaya kita dapat lebih menghayati Misa Kudus? Artikel ini ditulis sebagai kelanjutan dari artikel “Sudahkah kita pahami Ekaristi?” dan “Ekaristi Sumber dan Puncak Spiritualitas Kristiani”. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat kita renungkan agar sedapat mungkin (dan sebanyak mungkin) kita memperoleh rahmat Ekaristi; karena efek penerimaan rahmat tersebut tergantung juga dari sikap batin kita saat menerima Ekaristi. ((Sacrosanctum Concilium, 11, Vatikan II tentang Liturgi Suci menjabarkan pentinganya persiapan batin sebelum mengikuti liturgi, “Akan tetapi supaya hasil guna itu diperoleh sepenuhnya, Umat beriman perlu datang menghadiri liturgi suci dengan sikap-sikap batin yang serasi.”))
Jika perhatian utama kita dalam Misa Kudus adalah Tuhan Yesus, maka sesungguhnya kita mempunyai alasan yang kuat untuk mempunyai ketetapan hati yang sungguh untuk mempersiapkan hati sebelum menyambut Dia dalam Ekaristi. Dengan persiapan yang baik, kita akan lebih dapat menghayati dan mengalami efek yang lebih besar setelah menerima rahmat Ekaristi. Namun jika perhatian kita tertuju pada diri sendiri dan perasaan kita, maka akan sulit bagi kita untuk menghayati rahmat tersebut. Sebab yang kita harapkan adalah supaya kita ‘merasakan’ dan mengalami sesuatu, dan bukannya mengimani sesuatu –dalam hal ini adalah kehadiran Tuhan sendiri- yang tidak dapat kita lihat dan kita rasakan. Padahal, iman yang sejati adalah iman yang berdasarkan pada pengharapan (lih. Ibr 11:1) dan bukan pada perasaan.
Maka kini, mari kita mohon pada Tuhan agar kita beroleh karunia iman yang sejati, yang berpusat pada Tuhan (dan bukan pada perasaan kita). Dengan demikian kita dapat memiliki sikap hati yang benar, baik sebelum, pada saat dan sesudah menerima Ekaristi Kudus. Pada intinya, kita harus datang ke hadapan Tuhan dengan hati sebagai hamba, yang siap menerima dan memberikan juga jerih payah kita. Ingatlah bahwa dengan berpartisipasi dalam Ekaristi kita memenuhi tugas panggilan imamat bersama, yang kita terima pada saat Pembaptisan kita, saat kita menerima peran sebagai imam, nabi dan raja (lih. 1 Pet 2:9; dan juga silakan baca: Sudahkah kita diselamatkan?).
Prinsip dasar yang perlu kita ketahui tentang Misa Kudus
Pertama-tama, kita perlu mengetahui bahwa Misa Kudus terdiri dari 2 bagian, yaitu: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Kedua bagian ini sangat berkaitan satu dengan lainnya dan membentuk satu kesatuan ibadat kita. ((Sacrosanctum Concilium, 56, “Misa suci dapat dikatakan terdiri dari dua bagian, yakni liturgi sabda dan liturgi Ekaristi. Keduanya begitu erat berhubungan, sehingga merupakan satu tindakan ibadat.”)) Hal ini berdasarkan pengajaran dari Yesus sendiri, yang menampakkan Diri setelah kebangkitan-Nya pada kedua muridNya yang berjalan ke Emaus (lih. Luk 24:13-35). Yesus menyatakan kehadiran-Nya pertama-tama dengan menjelaskan isi Kitab Suci, mulai dari kitab Musa dan kitab nabi-nabi. Mendengarnya, hati kedua murid itu berkobar-kobar, walaupun pada saat itu mereka belum menyadari bahwa Yesuslah yang sedang berkata-kata kepada mereka. Kemudian mereka meminta Yesus untuk tinggal dan makan bersama dengan mereka. Hanya pada saat Yesus mengambil roti, mengucap syukur dan memecah dan membagikannya, maka para murid itu mengenali Dia.
Maka, jika kita ingin menghayati Misa Kudus, kita harus menyadari kedua bagian ini dan berpastisipasi di dalamnya. Di bagian pertama, Liturgi Sabda, peran kita adalah aktif mendengarkan dan meresapkannya, dan di bagian kedua, Liturgi Ekaristi, kita aktif ikut mengucap syukur dan mempersembahkan korban kita. ‘Korban’ di sini bukan hanya terbatas pada korban roti dan anggur yang ada di tangan pastor- yang akan diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, tetapi juga adalah korban yang kita bawa sebagai persembahan kita, yaitu diri kita sendiri dan segala yang ada dalam hati kita: suka duka, syukur, pergumulan, sakit penyakit, dst. Korban kita ini akan dipersatukan dengan korban Kristus, Sang Kepala, agar berkenan di mata Allah Bapa.
Petunjuk praktis
Persiapan sebelum Perayaan Ekaristi
- Baca dan renungkanlah Bacaan Misa Kudus hari itu sebelum menghadiri Misa, entah malam sebelumnya (doa malam) atau pagi hari (doa pagi). Keterangan bacaan Misa Kudus ini dapat diperolah dari website ini (silakan klik di sini) ataupun dari buku renungan harian yang berdasarkan Kalender Gereja. Awali permenungan akan Sabda Allah ini dengan doa syukur, demikian juga di akhir renungan. Jika semua anggota keluarga beragama Katolik, kita dapat merenungkannya bersama-sama sebagai satu keluarga: yaitu suami, istri dan anak-anak. Hal ini baik juga untuk menanamkan kebiasaan membaca dan merenungkan kitab suci pada anak-anak.
- Ambillah satu ayat yang dapat kita ingat untuk kita ulangi di dalam hati. Kita dapat mengulangi ayat ini dan meresapkannya di dalam hati. Atau renungkanlah beberapa tema kasih Tuhan berkaitan dengan Ekaristi Kudus, seperti: Yesus adalah Roti Hidup yang kuperlukan; Ekaristi adalah sumber suka cita dan kekuatanku; Komuni mempersiapkan aku untuk kebahagiaan Surgawi; Dalam Komuni aku berjumpa dengan Yesus Sahabat dan Tuhanku, dll.
- Periksalah batin, dan jika kita menemukan dosa yang cukup berat, akukanlah dosa tersebut di hadapan Tuhan dan juga buatlah ketetapan hati untuk mengaku dosa pada Pastor dalam sakramen Tobat; jika memungkinkan sebelum misa, namun jika tidak, secepatnya pada hari-hari berikutnya.
- Untuk persiapan Misa Kudus hari Minggu, persiapkan segala sesuatunya sebelumnya, supaya tidak tergesa-gesa. Misalnya, siapkanlah uang persembahan/ kolekte (baik jika dimasukkan di dalam amplop), siapkanlah anak-anak, terutama jika anak-anak sering membuat kita terlambat ke gereja. Bangunlah lebih pagi, jika perlu. Siapkanlah pakaian yang pantas dan sopan untuk kita pakai ke gereja. Contoh sederhana: jika kita punya sepatu, pakailah sepatu, bukan sandal, apalagi sandal jepit; jika kita punya baju berlengan, pakailah itu, dan jangan pakai baju tangan buntung. Ingatlah bahwa apa yang terlihat dari luar adalah cerminan dari isi hati. Lagipula, Sang Tamu Agung yang akan kita sambut adalah lebih mulia daripada seorang Presiden atau Raja!
- Persiapkanlah Kurban Rohani yang akan kita persembahkan kepada Tuhan. Ingatlah bahwa setelah dibaptis, kita dipilih Tuhan sebagai bangsa pilihan, umat yang rajani, yang memiliki imamat bersama. Maka meskipun pemimpin Misa adalah imam yang telah ditahbiskan (imam jabatan) yang bertindak atas nama Kristus, namun itu bukan berarti kita hanya ‘menonton’. Sebaliknya, kita juga harus mengambil bagian dalam kurban itu, sebagai anggota Tubuh Kristus yang menghantar persembahan kita bersama-sama dengan kurban Kristus sang Kepala. Kurban persembahan yang dapat kita persiapkan adalah kurban pujian dan syukur atas rahmat Tuhan yang kita terima, atau bahkan kurban hati yang hancur, jika kita sedang menghadapi pergumulan dan permasalahan. Persiapkanlah semua kurban itu di dalam hati kita agar dapat kita bawa ke hadapan-Nya.
- Janganlah makan atau minum dalam waktu 1 jam sebelum menerima Komuni ((Kitab Hukum Kanonik Gereja tahun 1983, can. 919 menyebutkan bahwa “Seseorang yang akan menerima Ekaristi Kudus harus berpuasa sedikitnya satu jam sebelum Komuni kudus, artinya tidak makan dan minum, kecuali air putih dan obat.” Sesungguhnya, peraturan ini tidaklah sukar karena hampir praktis artinya tidak makan dan minum dalam perjalanan ke gereja, jika jarak antara rumah dan gereja sekitar ½ jam, dan jika kita datang ke gereja sekitar 15 menit sebelum misa dimulai.)), untuk sungguh memberikan keistimewaan pada Kristus yang akan menjadi santapan rohani.
- Nyalakanlah kaset lagu rohani, atau lagu meditasi yang dapat mengarahkan hati kepada Tuhan, sebelum berangkat ke gereja. Sebaiknya di perjalanan kita hening dan sudah mulai mengarahkan hati kepada Tuhan. Kita dapat pula berdoa rosario di dalam perjalanan dari rumah ke gereja.
- Datanglah cukup awal, supaya setidaknya ada waktu untuk berdoa misalnya sekitar 10-15 menit sebelum misa dimulai, dan menenangkan hati dan pikiran sebelum mengikuti misa.
Pada saat di gereja: Tenangkanlah batin, dan dengarkanlah Tuhan
Pada saat kita memasuki gedung gereja, kita membuat tanda salib dengan air suci, yang mengingatkan kita pada janji Baptis kita, yaitu untuk selalu beriman kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Katakanlah dalam hati, “Aku mengingat bahwa aku telah dibaptis di dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, aku telah dibebaskan dari dosa asal, diberi kehidupan ilahi di dalam Kristus dan digabungkan di dalam Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya.”
Pada sebelum kita memasuki baris bangku gereja kita tunduk/ berlutut sejenak, menghormati tabernakel. Di dalam hati kita katakan, “Tuhan Yesus, aku menyembah Engkau yang hadir dalam Sakramen Maha Kudus.” Sesudahnya, duduklah tenang mempersiapkan diri dalam keheningan batin.Misa Kudus adalah saat kita bertemu dan bersatu dengan Tuhan dalam keheningan. Keheningan itu penting, karena dalam keheningan kita dapat melepaskan diri dari semua keterikatan pikiran dan kehendak kita; dan sepenuhnya mengarahkan hati kepada Tuhan. Musik, doa, dan renungan itu baik, namun seharusnya semua itu menghantar kita pada persatuan dengan Tuhan yang paling dalam, yaitu dalam keheningan batin, di mana tidak ada apa-apa lagi selain hanya Tuhan dan kita.
Untuk mencapai keheningan batin inilah kita semua berjuang, karena begitu kita mencoba, maka pada saat yang sama pikiran kita akan dipenuhi oleh pikiran-pikiran yang lain, mulai dari pekerjaan, masalah yang sedang kita hadapi, sampai hal-hal sepele; seperti mau makan apa sepulang misa, jalan-jalan sama teman atau ingatan akan film TV yang semalam baru ditonton! Jika pikiran kita melayang sedemikian, katakan pada diri sendiri: “Sekarang aku di sini. Aku hanya perlu melakukan satu hal: ikut serta sepenuh hati merayakan kehadiran Kristus dalam Ekaristi. Tuhan, bantulah aku mengarahkan hati dan mempersembahkan kurban kasihku kepadaMu.” Arahkanlah pandangan kepada salib Yesus atau Tabernakel, atau jika dipandang lebih mudah, tutuplah mata dan berdoalah dalam ketenangan. Ingatlah akan kurban yang hendak kita persembahkan bersama dengan kurban Kristus dalam Misa Kudus ini: misal, kurban syukur atas berkat yang kita terima, kurban pergumulan yang sedang kita hadapi, ataupun kurban doa syafaat untuk orang-orang yang kita kasihi. Sampaikanlah hal ini kepada Tuhan.
Begitu musik lagu pembukaan dinyanyikan, berdirilah, sambutlah kehadiran Tuhan. Ikutlah menyanyi dengan segenap hati. Ketika imam dan semua pelayan altar menunduk di hadapan altar, turutlah menunduk, dan katakan di dalam hati, “Ya Tuhan, aku hadir di sini, memenuhi panggilan-Mu.”
Ingatlah akan segala kekurangan kita, dan katakan dari hati “Tuhan kasihanilah kami, Kristus kasihanilah kami, Tuhan kasihanilah kami”. Ucapkanlah pujian yang keluar dari hati, memuliakan Tuhan dalam “Gloria”. Pada saat imam mengucapkan doa pembukaan, jadikanlah perkataan imam sebagai kata hati kita sendiri.
Liturgi Sabda
Sesaat sebelum memasuki Liturgi Sabda, tenangkan hati dan sungguh-sungguh pusatkan perhatian untuk mendengarkan pembacaan pertama Sabda Tuhan. Karena kita telah membaca sebelumnya, semoga kita dapat lebih meresapkannya pada saat kita mendengarkannya kembali. Demikian pula dengan Mazmur dan bacaan kedua. Nyanyikanlah Alleluia. Ingatlah bahwa Yesus dahulupun memuji Allah Bapa dengan nyanyian yang sama, Alleluia: Hallel, O Yahweh (Terpujilah O, Tuhan). Pada saat pembacaan Injil, kita mencoba merenungkan bahwa kita termasuk bilangan dari orang-orang yang menyaksikan sendiri perkataan/ perbuatan Yesus pada saat itu. Pujilah Kristus saat Injil selesai dibacakan.
Pada waktu homili, dengarkanlah pesan imam. Jika sampai pikiran kita melayang, katakanlah pada diri sendiri: “Aku hadir di sini untuk Kristus. Tuhan, bantulah aku…” Kemudian dengarkanlah kembali. (Sesungguhnya doa ini dapat kita ucapkan berkali-kali, setiap saat pikiran kita ‘berbelok’ dari fokus kepada Tuhan). Sedapat mungkin tariklah kaitan antara homili dengan Injil yang baru saja dibaca, serta pelajaran apa yang kita peroleh sehubungan dengan itu. Jika kenyataannya adalah kita benar-benar ‘mengantuk’ dan tidak dapat menangkap isi khotbah seluruhnya, jangan berkecil hati. Berdoalah pada Tuhan, agar Ia membantu kita mengingat minimal satu kalimat atau bahkan satu kata saja yang dapat berbicara kepada kita. Misalnya saja, kita menangkap kata: “Bertobat” atau “Percayalah”… hal itu adalah pesan bagi kita.
Pada saat mengucapkan Syahadat Aku Percaya, ucapkanlah dengan iman yang teguh. Yakinilah dengan iman bahwa Allah adalah Pencipta langit dan bumi yang telah mengutus Putera-Nya Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita. Pada saat mengucapkan “… dan akan Yesus Kristus… yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria…” kita menundukkan kepala dengan hormat, sebab kita sungguh menyadari akan kasih Allah yang terbesar: bahwa Ia telah menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita.
Selanjutnya, ikutilah mengucapkan doa umat dalam hati, sadarilah bahwa kita merupakan bagian dari anggota Tubuh Kristus yang terdiri dari umat seluruh dunia. Doa kita sebagai anggota Tubuh yang satu akan menyumbangkan kebaikan buat anggota Tubuh yang lain.
Liturgi Ekaristi
Selanjutnya, kita memasuki Liturgi Ekaristi. Tibalah saatnya kita mempersembahkan segala sesuatu kepada Tuhan: persembahan kolekte yang telah kita siapkan, namun lebih dari itu adalah persembahan segenap kasih, kehendak, pikiran, pergumulan kita kepada Tuhan. Pada saat imam memberkati roti dan anggur di altar suci, pada saat itu pula kita turut mempersembahkan persembahan kita. Sadarilah bahwa pada saat itu, kita bukan sekedar ‘menonton’ apa yang dilakukan imam, melainkan kita sendiri ikut mengangkat hati dan mempersembahkan diri kita kepada Tuhan. Persembahan kita adalah korban syukur kita kepada Tuhan, atau, dapat juga berupa hati yang hancur, seperti dikatakan dalam Mzm 51:19: “Korban kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak Kaupandang hina, ya Allah.” Korban kita itu kita gabungkan dengan korban semua anggota Gereja (Tubuh Kristus) yang menjadi satu dengan korban Kristus (Sang Kepala), yang dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus. Korban ini mempersatukan kita dengan seluruh anggota Tubuh-Nya, baik yang masih berziarah di bumi, maupun yang sedang dimurnikan di Api Penyucian dan yang sudah berjaya di Surga.
Saat Doa syukur agung dibacakan, arahkanlah hati kepada Tuhan, sehingga kita sungguh mengatakan dengan iman, bahwa “sudah layak dan sepantasnya” bahwa kita mengagungkan Tuhan kita. Sebab sungguh layak dan kuduslah Tuhan, yang patut kita sembah dan kita muliakan. Maka pada saat Kudus, kudus, kudus dinyanyikan atau dibacakan, kita menggabungkan pujian kita dengan pujian seluruh isi surga, para malaikat dan seluruh anggota Gereja di manapun juga, memuji Allah segala kuasa, dan Kristus yang telah datang atas nama Tuhan. Ya, terpujilah Tuhan di surga!
Dengan hati penuh syukur, kita merenungkan kembali perkataan Yesus yang penuh kuasa. Bahwa sebelum menderita sengsara, Ia telah menetapkan perjamuan bersama para murid-Nya yang kini kita lakukan demi peringatan akan Dia. Konsekrasi adalah bagian yang utama dalam Misa Kudus, yaitu pada saat imam mengatakan, “Terimalah dan makanlah. Inilah Tubuhku yang dikurbankan bagimu.” Dan kemudian imam mengangkat roti hosti. Pandanglah hosti kudus itu dengan penuh syukur dan kasih sebab Kristus telah rela mati untuk menebus dosa kita. Kini, oleh kuasa Roh Kudus-Nya Ia menghadirkan kembali Misteri Paska di tengah kita. Oleh Sabda Allah yang dikatakan oleh imam, hosti itu bukan hosti lagi, melainkan Tubuh Kristus sendiri. Maka kita dapat memandang hosti itu sambil berkata seperti yang dikatakan oleh Rasul Thomas, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Demikian pada saat imam berkata, “Terimalah dan minumlah. Inilah piala darahKu, darah perjanjian baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku;” kita memandang piala yang diangkat itu, sambil mengatakan hal yang sama, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Kita dapat menundukkan kepala, tanda hormat dan syukur atas Misteri Kristus ini. Katakan dengan iman, “Terima kasih Yesus, Engkau telah mengasihi aku dan menyerahkan diriMu untuk aku” (Gal 2 :20).
Selanjutnya kita lambungkan madah anamnese, ”Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitanNya kita muliakan, kedatanganNya kita rindukan.” Dengan demikian kita menyatakan iman kita atas Misteri Kristus: Ia telah wafat, bangkit dan akan kembali. Dan sementara kita menantikan kembali kedatangan-Nya, kita dikuatkan oleh Kristus sendiri dalam Ekaristi. Di dalam Dia kita dipersatukan sebagai satu Tubuh, dalam pimpinan Bapa Paus dan para uskup. Kita juga dipersatukan dengan para saudara kita yang telah berpulang di dalam kerahiman Tuhan (pada saat ini kita boleh mendoakan saudara-saudari kita yang telah meninggal dunia). Kita juga dipersatukan dengan para kudus di surga, terutama dengan Bunda Maria dan para rasul. Sehingga bersama mereka kita dapat mengangkat pujian kepada Tuhan Allah Tritunggal Maha Kudus seiring dengan perkataan imam, “Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagiMu, Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan sepanjang segala masa.” Kita menjawab Amen, Amen. (Ya, kemuliaan bagi-Mu ya Tuhanku!).
Kini tibalah saatnya kita mengucapkan doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada kita, yaitu doa “Bapa Kami”. Bayangkanlah bahwa Yesus ada di hadapan kita melihat bagaimana kita mengucapkan doa yang diajarkan-Nya ini. Ucapkanlah dengan iman, setiap kata dalam doa ini. Bayangkanlah bahwa kita bersama dengan seluruh murid Yesus dipersatukan di dalam doa ini, dengan memuliakan Allah kita yang di dalam Kristus dapat kita panggil sebagai “Bapa Kami”.
Selanjutnya adalah doa damai. Saat memberikan salam damai, jangan sampai pusat perhatian kita bergeser dari Tuhan kepada orang-orang di sekitar kita. Walaupun mata kita memandang mereka saat memberi salam, namun yang terpenting adalah niatan di dalam hati kita untuk berdamai, tidak saja kepada mereka, tetapi juga kepada mereka yang menyakiti ataupun yang kita sakiti hatinya. Orang-orang di sekitar kita yang kita beri salam adalah sebagai wakil yang mengingatkan kita akan niatan hati kita itu. Ingatlah akan pesan Yesus, “…jika engkau mempersembahkan di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu…” (Mat 5:23). Maka salam damai yang kita nyanyikan harusnya bukan sekedar ‘basa-basi’, namun sesungguhnya membawa akibat perubahan yang besar, yaitu bahwa kita berketetapan hati untuk mengampuni orang (siapapun orang itu) yang menyakiti kita, dan meminta ampun kepada orang yang telah kita sakiti hatinya. Jika kita belum sempat melakukannya sebelum Misa, biarlah kita melakukannya sekembalinya kita dari Misa Kudus.
Hanya dengan hati yang dipenuhi damai inilah, maka kita dapat dengan lapang memandang Tuhan Yesus, Sang Anak Domba Allah. Pandanglah Kristus, dan kita akan belajar dari-Nya bagaimana caranya mengasihi dan mengampuni, sampai sehabis-habisnya. Dia telah menyerahkan DiriNya di kayu salib, sebagai bukti kasih-Nya yang tiada batasnya pada kita: Ia mau menderita, demi menebus dosa kita, Ia mau dihina sedemikian rupa, untuk menanggung akibat dosa kita. Ia rela berkorban, sampai seperti anak domba, yang tanpa melawan, menyerahkan nyawa-Nya. Pandanglah Kristus, dan akuilah segala kelemahan kita, bahwa kita sering tidak mau dan tidak dapat berkorban. Sekali lagi kita mohon belas kasihan dari-Nya dan mohon kekuatan atas niat kita untuk berdamai dan menjadi pembawa damai: “Anak Domba Allah, kasihanilah kami…. Berilah kami damai…”
Saat Kristus dalam rupa Hosti itu diangkat di hadapan kita, lihatlah bukti kerendahan hati Yesus yang tidak ada taranya: Setelah menjelma menjadi manusia dan wafat sebagai seorang hamba, Kristus yang adalah Putera Allah semesta alam, kini merendahkan diri, dengan mengambil rupa sepotong roti, supaya kita dapat menyambutNya, tanpa merasa canggung, takut dan malu. Ia menyembunyikan kemuliaan-Nya, agar kita dapat menghampiriNya. O, seandainya kita dapat mengatakan dengan iman seperti yang dikatakan oleh perwira itu, “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya. Tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.” Semoga Tuhan melihat iman dalam hati kita, sehingga seperti Ia dahulu mengabulkan permohonan perwira itu, kini Ia-pun mengabulkan permohonan kita.
Kini tibalah saatnya kita menantikan saat yang suci itu: bahwa kita akan menyambut Komuni. Saat menunggu, maupun berjalan menghampiri altar suci, arahkan hati kepada Tuhan, “Tuhan, ini aku, datang menyambutMu…” atau “Tuhan, mari masuklah ke dalam hatiku…” Ucapkanlah, “Amin”, pada saat menerima “Tubuh Kristus”. Biarlah tubuh dan jiwa kita bersyukur tiada terhingga menyambut sang Tamu Agung: Raja Semesta Alam yang Ilahi masuk ke dalam diriku, bersatu dengan tubuh dan jiwaku! Salam, hai Engkau, Roti Surgawi, mari masuk dan tinggallah di hatiku”
Doa setelah menerima Ekaristi
Setelah menerima Ekaristi, kita kembali ke tempat duduk dan terus berdoa:
- Sembahlah Yesus yang bertahta di hati kita. Bayangkan kita mencium kaki Yesus dan tangan-Nya yang menunjukkan bekas luka-luka karena dipaku di kayu salib. Pandanglah Dia, dan serahkan diri kita kepadaNya. “Engkaulah Tuhanku, Engkaulah Rajaku, aku menyembahMu, Tuhan. Aku mengasihi Engkau.”
- Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia telah mengasihi kita, menghargai kita dengan mau datang dan masuk dalam diri kita melalui Komuni Kudus. Pujilah Tuhan, untuk segala kebaikanNya. Undanglah para malaikat, semua orang kudus, dan Bunda Maria untuk juga mengucap syukur bersama kita.
- Sekali lagi, mohonlah ampun untuk semua dosa dan kesalahan kita. Seperti Maria Magdalena yang bertobat dengan air mata, akuilah segala kelemahan kita: kegagalan kita untuk menekan keinginan berbuat dosa, kemalasan, tidak mau berkorban, cinta diri melebihi cinta kepadaNya dan sesama. “Tuhan, ajarilah aku untuk menghindari dosa demi kasihku kepada-Mu.”
- Mohonlah kepada-Nya, apa yang menjadi keinginan kita. Namun terutama, mari kita berdoa agar Tuhan menguduskan kita dan semua manusia. Kita mohon juga agar Tuhan memberikan kasih di dalam hati kita, supaya kita dapat mengasihi. Kita berdoa atas kebutuhan kita dan orang-orang yang kita kasihi. Jangan lupa berdoa bagi Gereja, bagi Bapa Paus, bagi para imam, terutama imam yang memimpin perayaan Ekaristi ini; dan juga berdoalah bagi pertobatan para pendosa. Di sini kita dapat menyebutkan doa-doa bagi orang-orang yang mohon doa-doa kita. Sebagai penutup, berdoalah agar Yesus dapat dikenal, dan dikasihi oleh sebanyak mungkin orang.
Setelah Misa Kudus selesai, pulanglah dengan membawa damai Tuhan. Baik jika sesudah misa-pun kita melanjutkan doa syukur. Sebaiknya kita tidak tergesa-gesa untuk pulang, sebab justru sesaat setelah menerima Komuni adalah saat yang terkudus. Adalah baik jika kita dapat berdoa dengan tenang, misal sampai sekitar 10 menit sesudah misa, untuk mengucapkan syukur bahwa Tuhan Yesus berkenan menjadikan kita Bait Allah yang hidup, sebab Ia telah memasuki tubuh kita. Karena itu kita dikuduskan, dikuatkan dalam iman, pengharapan dan kasih, serta dipersiapkan oleh Allah sendiri agar suatu saat nanti kita dapat bersatu denganNya di surga. Dengan penuh syukur, resapkanlah saat ini dekapan Allah yang mempersatukan Diri-Nya dengan kita. Biarlah seluruh hati kita dipenuhi oleh kasih-Nya: “Terima kasih, ya Tuhanku. Pujian, syukur, kemuliaan hanya bagi-Mu!”
Penutup
Saudara dan saudariku, mari kita tilik bersama bagaimana persiapan hati kita dalam menyambut Ekaristi. Sebab, jika kita menjalankan bagian kita dengan baik: mempersiapkan diri dan berpartisipasi aktif dalam Perayaan Ekaristi, sesungguhnya tidak mungkin kita ‘tidak mendapat apa-apa’ dari Perayaan Ekaristi. Jika kita merasa demikian, barangkali kita perlu dengan rendah hati mohon ampun kepada Tuhan, sebab itu berarti kita kurang menghargai karunia Tuhan Yesus yang terbesar, yaitu Diri-Nya sendiri. Ibaratnya, Tuhan telah memberikan segala-galanya, tapi kita masih ‘komplain‘ juga. Padahal jika kita diundang oleh seorang raja untuk makan bersama beliau di istana, tentu kita dengan serta merta menyiapkan diri, dan kita mungkin tidak terpikir untuk ‘komplain‘, bukan? Karena undangan sang raja itu sendiri adalah suatu berkat istimewa. Dalam Ekaristi, sesungguhnya kita menyambut Yesus, Raja di atas segala raja; dan Ia bukannya menjamu dengan santapan duniawi, tetapi dengan santapan surgawi, yaitu Diri-Nya sendiri, untuk membawa kita ke surga. O, betapa kita semua harus semakin menyadari hal ini! Semoga hari demi hari kita dapat semakin mensyukuri rahmat Ekaristi, dan semakin merindukannya….
Doa
“Ya Tuhan Yesus, terima kasih atas karunia Ekaristi-Mu. Bantulah aku agar selalu mensyukuri anugerah-Mu dan semakin hari semakin menghayati rahmat kudus-Mu itu. Biarlah aku menjadi alat bagi-Mu untuk menyampaikan kasih dan kebenaran, agar semakin banyak orang mengenal, mengasihi dan melayani Engkau sebagai Tuhan. Mampukanlah aku untuk mengikuti teladan-Mu dengan memberikan hidupku bagi sesama demi kasihku kepadaMu, sebab Engkau telah terlebih dahulu memberikan hidup-Mu kepadaku. Terpujilah Engkau, ya Tuhan selamanya.” Amin.
“Larangan” Berkomuni Jika Masuk Misa setelah Doa Pembukaan
Di suatu paroki, pastor paroki meminta kepada umat yang terlambat masuk misa / baru masuk setelah doa pembukaan, hendaknya tidak lagi menyambut komuni.
Bagaimana sebaiknya memperlakukan umat yang terlambat insidentil / rutin dalam kasus demikian?
Apakah pastor paroki menetapkan kebijakan personal atau universal yg berlaku di semua gereja katolik lainnya?
Terima kasih.
Shalom Herman Jay,
Sebenarnya, tidak ada larangan secara tertulis bahwa kalau terlambat Misa, maka seseorang tidak dapat menyambut Komuni. Untuk memberikan kesadaran kepada umat agar dapat sebelum Misa dimulai, maka diperlukan komunikasi antara pastor dan umat. Jadi, di beberapa kesempatan kotbah, pastor dapat membahas pentingnya umat mempersiapkan diri sebelum Misa, sehingga datang 15 – 30 menit sebelum Misa sesungguhnya dapat membantu umat. Jadi, jangan membahas minimal, namun menjelaskan bagaimana mempersiapkan Misa dengan baik. Kalau ada warta paroki, tentu saja dapat dibahas tentang bagaimana untuk berliturgi dengan baik. Dipasang spanduk tentang pentingnya berliturgi dengan baik. Seminar tentang Ekaristi juga dapat membantu umat. Dan silakan memikirkan cara-cara yang baik untuk menjelaskan kepada umat akan pentingnya liturgi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom tim katolisitas,
saya ingin bertanya, bagaimana melawan godaan iri hati selama misa? saya cenderung iri hati atau dengki jika melihat ada orang yang berdoa lebih khusyuk atau lebih lama dari saya, selain itu, saya juga cenderung terganggu jika mendengar orang yang duduk di samping saya bernyanyi atau berdoa dengan lantang..padahal sebelum misa saya telah melakukan seperti langkah-langkah di atas dan merasa siap..namun ketika misa dimulai, maka perasaan-perasaan seperti ini timbul lagi dan saya merasa marah dan kecewa pada diri saya jika itu terjadi…
kemudian saya ingin bertanya juga, ada teman saya yang muslim melarang pacarnya yang Kristen untuk ke gereja karena sedang datang bulan dengan alasan sedang kotor..saya merasa tidak setuju dengan pendapat ini, tapi bagaimanakah menjelaskannya?shalom terima kasih sebelumnya.. GBU :)
Shalom Kefas,
Mungkin ada baiknya kita jangan terlalu memperhatikan apa-apa yang terlihat dari luar, yang ada pada sesama kita, walaupun memang sebagai manusia kita dapat memiliki kecenderungan akan hal itu. Pada Misa Kudus, mari kita berusaha untuk memusatkan mata hati dan perhatian kita kepada Tuhan Yesus, agar kita tidak terganggu dengan hal-hal yang ada di sekeliling kita, yang sesungguhnya bukan merupakan fokus utama dari apa yang sedang dirayakan dalam perayaan Ekaristi. Jika walaupun sudah diusahakan, namun kita gagal, tiada cara yang lebih baik daripada memohon ampun kepada Tuhan, dan berusaha lebih baik untuk memusatkan perhatian kepada-Nya.
Untuk pertanyaan berikutnya, yaitu apakah wanita yang haid dapat mengikuti perayaan Ekaristi dan menerima Komuni kudus, silakan membaca artikel ini terlebih dahulu, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom, saya mau bertanya apakah makan dalam gereja baik, sementara misa ataupun tidak misa sama sekali dapat dilakukan atau tidak.
Makasih.
Salam Natal dan Tahun Baru saudara Andimmike,
Makan santapan biasa selama perayaan/ibadat dalam gereja hendaknya dihindarkan kecuali menyantap Tubuh dan Darah Yesus Kristus (komuni kudus). Bila anak-anak lapar dan haus hendaknya mereka dihantar ke bagian bagian tertentu (sebaiknya di luar) agar tidak mengganggu suasana perayaan. Di luar perayaan dalam kesempatan yang amat khusus, seizin pimpinan Gereja setempat, tentu dengan alasan-alasan yang kuat, bisa dipakai ruang gereja untuk agape (perjamuan cinta kasih). Misalnya pada hari Natal orang-orang miskin diundang sebagai tamu terhormat dalam perjamuan agape di dalam gedung gereja untuk menunjukkan solidaritas yang konkrit kepada mereka sebagai tanda solidaritas Natal Yesus Kristus. Ini biasanya diprakarsai dan dilaksanakan oleh anggota Komunitas Sant’Egidio, tentu dengan memperhatikan rasa religius umat setempat dan situasi masyarakat.
Doa dan Gbu
Rm Boli, SVD
Syalom, tim katolisitas yang luar biasa diberkati Tuhan,,
saya ingin menanyakan tentang doa sebelum menerima komuni yang bagus sekali adalah “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya. Tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.”
apakah maksudnya dalam doa ini?
apakah doa ini ada sejarahnya?
kenapa mesti ada kata2 sembuh?
sebelumnya terima kasih untuk jawabannya
Shalom Andi,
Doa sebelum komuni, yaitu “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya. Tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.” atau dalam Misa Bahasa Inggris yang telah direvisi dikatakan “Lord, I am not worthy for you to enter under my roof, but say only the word and my soul shall be healed” adalah diambil dari Mat 8:8, yang menuliskan “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” Jadi, kita dapat melihat bahwa doa di dalam Misa Kudus sesungguhnya sungguh alkitabiah. Dalam doa ini, kita juga memeriksa batin kita, dan kalau kita menyadari bahwa kita sedang tidak dalam kondisi rahmat atau dalam dosa berat, maka kita jangan menerima komuni kudus, karena hanya akan mendatangkan penghukuman bagi diri kita (lih. 1Kor 11:27-29). Pada saat yang bersamaan, doa ini juga menyadarkan kita bahwa Kristus sendiri yang akan kita santap dapat memberikan kesembuhan kepada kita. Jadi, bersama-sama dengan perwira yang beriman tersebut, maka kita doakan doa yang sama, sehingga Yesus akan berkata “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” (Mat 8:13).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Selamat buat Pa Stef dan bu Ingrid, pada salah satu hari Minggu pastor paroki berkotbah tentang kemandirian finansial gereja Katolik, gereja lokal, dikatakan bahwa hampir 500 tahun Gereja Katolik mendapat pendanaan dari umat Katolik sedunia, antara lain dari Eropa dan Amerika, tapi sekarang orang Eropa dan Amerika untuk yang tua-tua saja masuk gereja, malah banyak bangunan gereja kosong, ibadat dan perayaan Ekaristi mengikuti umat. Jadi yang namanya derma termasuk di dalamnya adalah intensi sudah tidak ada lagi. Orang mudanya menggunakan uangnya untuk berlibur keliling dunia sebagai turis. Lalu bagaimana perkembangan Gereja Katolik di kedua benua tersebut. Malah ada berita di situs inet mengatakan bahwa umat Muslim berterima kasih kepada pemerintah Inggris karena untuk menjalankan keagamaannya dilakukan pada sebuah bekas gereja Katolik di kota London yang dijual karena tidak dimanfaatkan. Mohon penjelasan lebih lanjut mengenai perkembangan Gereja Katolik Roma di Eropa dan Amerika. Salam dalam Allah Tritunggal. Deo Gratias. Jalan Melati Ende, 86317 Flores.
[dari katolisitas: Tentang Gereja di Eropa, pernah di jawab di sini – silakan klik. Untuk Gereja di Amerika sebenarnya menunjukkan satu fenomena menarik. Di mana uskup dan banyak ordo menyerukan pengajaran yang ortodoks, maka umat Katolik terbangun. Di mana banyak doa adorasi, maka semakin banyak anak-anak muda terpanggil menjadi pastor dan suster. Semoga kita bisa belajar dari sini.]
Shalom, katolisitas…
Saya ingin bertanya tentang sakramen pengakuan dosa. Bagaimana jika kita telah tidak mengaku dosa selama berbulan-bulan dan dosa kita banyak? Bolehkah kita mengakukannya dalam 1 kali sekaligus? Kalau terlalu lama, apakah kita menghalangi orang lain untuk mengaku dosa? Salahkah hal itu?
Dan apa yang dimaksud dengan keadaan pantas menyambut Ekaristi? Dosa apa yang menyebabkan kita tidak boleh menerima Ekaristi?
Terima kasih…
Shalom,
Monica
Shalom Monica,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang Sakramen Tobat. Secara prinsip, apa yang kita akukan adalah dari saat terakhir kita mengaku dosa sampai saat mengaku dosa sekarang. Jadi, kalau kita belum mengaku dosa selama satu tahun, maka kita mengakukan dosa-dosa yang telah kita lakukan selama satu tahun. Kalau kita tahu bahwa kita akan mengakukan dosa cukup lama, maka carilah waktu yang tepat dan yang memungkinkan mengaku dosa agak lama, misal: setelah misa pagi atau waktu yang sesuai dengan jadwal pastor. Pada saat kita berbuat dosa berat, maka bergegaslah untuk mengaku dosa dalam Sakramen Tobat. Keadaan pantas menerima komuni adalah dalam keadaan rahmat atau tidak dalam kondisi dosa berat. Katekismus Gereja Katolik mengatakan:
Penjelasan tentang dosa berat, dapat anda lihat di sini – silakan klik. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terimakasih banyak Tuhan YESUS atas kasih dan Petunjuk MU, kini aku bahagia Tuhan, Kau memberikan jalan untuk semakin menghormati dan mencintai MU!
Terimakasih banyak Katolisitas, semoga kita semua juga mau menyebarkan artikel ini untuk ke saudara-saudara kita, betapa agungnya sakramen EKARISTI ini! Terpujilah ALLAH untuk selama-lamanya! amin!
Terima kasih katolisitas, kalau boleh minta doa sebelum dan sesudah menerima komuni donk. Oh ya mau tanya lagi, sewaktu misa ekaristi imam mengangkat roti dan anggur (gong/lonceng di bunyikan) doa yg bagaimana yg sepantasnya kita ucapkan ? Terima kasih sebelumnya
Shalom Mike,
Tentang doa sebelum dan sesudah Komuni, silakan klik di sini.
Pada saat imam mengangkat roti dan anggur pada saat Konsekrasi, kita dapat menaikkan doa seperti yang dikatakan oleh St. Thomas Rasul, yaitu, “Ya, Tuhanku, Dan Allahku”, sambil memandang kepada hosti dan piala itu, dengan mengimani bahwa roti dan anggur itu telah diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, oleh kuasa Roh Kudus dalam perkataan Firman Tuhan yang diucapkan oleh imam.
Selanjutnya, tentang bagaimana mempersiapkan diri menyambut Ekaristi, silakan anda membaca artikel di atas, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
proficiat utk tim kaolisitas. saya merasa bangga dgn pengetahuan tim katolisitas yg luas dan mendalam. website ini sangat berguna bukan saja utk umat katolik tetapi untuk semua manusia yg mencari Yesus dan ajarannya. Trims berat
Bagaimanakah pengajaran Gereja Katolik mengenai Hosti Kudus yang jatuh ke lantai?Bagaimanakah perlakuannya? Kemarin saya mengalami kejadian ini di Gereja Katedral. Pro diakon kurang hati2 dalam membagikan Hosti Kudus ini ke saya sehingga sebelum sampai di telapak tangan saya, terjatuh ke lantai. Namun dengan penuh iman saya meng-amini bahwa itu Tuhan sendiri, langsung saja saya ambil dari lantai dan saya makan. Meskipun secara logika ,logika saya meragukan makan sesuatu yang sudah jatuh di lantai(Tuhan ampunilah saya) namun dgn iman saya makan juga. dan iman ini melampui logika saya.
Shalom Johanes,
Sikap anda sudah benar, untuk tetap memakan Hosti yang jatuh ke lantai. Karena kita percaya bahwa yang jatuh itu adalah Tubuh Kristus sendiri, sehingga jika masih berbentuk Hosti yang dapat dimakan, silakan anda memakannya.
Baru jika tempat terjatuhnya demikian kotor, sehingga Hosti yang terjatuh tidak lagi dapat dimakan, misalnya karena becek, sehingga Hosti yang terjatuh tidak lagi berupa Hosti, maka biasanya pelayan pembagi Komuni akan memisahkannya dan kemudian di sakristi akan dilarutkan dengan air, lalu dituangkan ke dalam sakrarium (semacam bejana wastafel yang dihubungkan dengan tanah), agar kemudian bersatu dengan tanah.
Hal ini disebutkan dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR 280):
PUMR 280 Hosti atau bagian hosti yang terjatuh harus dipungut dengan khidmat. Kalau ada Darah Kristus yang tertumpah, hendaknya tempat itu dibersihkan dengan air, Air itu lalu dituangkan ke dalam sakrarium di sakristi.
Jika saya boleh menganjurkan, mungkin lebih baik, agar lain kali anda menerima Hosti dengan lidah anda, sehingga kemungkinan jatuhnya lebih kecil. Lagipula jika kita membaca tulisan para Bapa Gereja, cara menerima Hosti dengan mulut/ lidah ini adalah yang lebih lama dilakukan di sepanjang sejarah Gereja. Di Vatikan sendiri, penerimaan Komuni dari Bapa Paus Benediktus XVI adalah dengan lidah dan berlutut. Tentang hal menerima Komuni di tangan dan di lidah sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Pihak Magisterium Gereja Katolik memang tidak mengharuskan secara tertulis bagaimana seharusnya menerima Komuni, sehingga menerima dengan tangan atau dengan lidah kedua- duanya diperbolehkan. Yang ditekankan adalah harus menerimanya dengan iman dan dengan hormat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
thanks banyak sdri Inggrid.
jumat pertama kemarin,(3/8/10) di depan saya mengantri seorang umat saat menerima komuni , tapi Tubuh Tuhan terjatuh di lantai saat dibagikan dan saya melihat juga bagaimana orang yang didepan barisan saya itu dengan penuh iman mengambil dari lantai dan makan Tubuh Tuhan yang jatuh di lantai itu. Suatu pemandangan yang indah yang saya lihat. Umat Katolik sangat mengerti dan tahu apa yang mereka sambut itu. Sehingga tidak ada keraguan untuk memakanNya meskipun terjatuh di lantai. Semoga kita semakin memahami misteri iman kita. amin
syalom katolisitas….
kalau dalam komuni sesudah dan sebelum doa apa yang paling baik untuk disampaikan???ada enggak batasan baut sambut komuni misalnya saya pernah punya teman yang tinggal di lingkup seminari dan saya kira hampir tiap hari dia minimal 1x untuk sambut komuni bahkan lebih,,,jadi apa makna dia untuk sambut komuni tersebut????
terakhir apabila kita mengikuti misa dosa tidak apabila tidak sambut komuni karena memiliki perasaan kurang pantas,,,,???
terimakasih,,,,
Shalom Krisman,
Terima kasih atas pertanyaannya. Artikel di atas sebenarnya telah memuat doa sebelum dan setelah komuni. Tentang frekuensi untuk menyambut komuni adalah maksimal 2x dalam sehari, dimana komuni yang kedua tidak boleh hanya menyambut komuni saja, namun harus mengikuti ibadah Ekaristi secara penuh – kecuali untuk orang yang menghadapi bahaya maut. Hal ini diatur di dalam Kitab Hukum Kanonik, yang mengatakan:
Umat yang mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari adalah sangat baik dan sangat membantu dalam pertumbuhan spiritualitas seseorang. Bukan berarti bahwa kalau seseorang menerima Kristus setiap hari, maka orang tersebut tidak menghargai Ekaristi. Justu sebaliknya, karena sadar bahwa Yesuslah yang disambut dalam setiap perayaan Ekaristi, maka seharusnya kalau keadaan memungkinkan, umat Katolik seharusnya mengikuti misa harian.
Kemudian pertanyaan apakah kita berdosa kalau tidak menyambut komuni karena merasa tidak pantas. Pada dasarnya tidak ada yang pantas untuk menyambut Kristus. Namun Kristuslah yang memberikan perintah untuk makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya. Mengikuti perintah Kristus, maka dengan perasaan syukur yang tak terhingga, kita menerima Tuhan sendiri dalam setiap perayaan Ekaristi. Kalau kita dalam kondisi dosa berat, kita tidak boleh menerima Ekaristi sebelum mengakukan dosa kita dalam Sakramen Tobat. Sebaliknya, kalau kita berdosa ringan, maka kita tetap dapat menerima Ekaristi. Bahkan Sakramen Ekaristi dapat menghapuskan dosa ringan. Jadi intinya adalah, kita harus melakukan pemeriksaan batin. Kalau memang kita dalam kondisi dosa berat, cepat-cepatlah mengaku dosa, sehingga kita dapat menyambut Yesus dalam kondisi rahmat. Namun, kalau kita tidak berdosa berat, namun merasa tidak layak, maka kita sebaiknya tetap menyambut dan mensyukuri bahwa Yesus sendiri mau bersatu dengan kita. Dengan demikian, hal ini akan semakin memacu kita agar kita dapat terus berjuang dalam kekudusan dan menjadi saksi Kristus yang baik. Dan pada saat bersamaan, rahmat yang mengalir dari Sakramen Ekaristi menguatkan kita dalam perjuangan untuk hidup kudus. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Sdr Krisman,
Sharing sedikit, dulu sy sering doa pribadi dlm bentuk macam2 alias freestyle, tapi belakangan Doa Sebelum Komuni saya ada di PS no. 210. Pertama kali baca agak jadul & kaku, tapi lama2 ternyata maknanya dalam (sangat Alkitabiah) & singkat..he..he..
“Ya Allah, bagaikan rusa merindukan sungai, demikianlah hatiku rindu pada-Mu. Hatiku haus akan Dikau, Allah yang hidup.
Tuhan Yesus Kristus, seperti kerinduan pemazmur akan Allah yang hidup, demikianlah hatiku rindu akan Tubuh dan Darah-Mu, akan Dikau sendiri. Maka sudilah Engkau datang, dan bersemayamlah di dalam hatiku. Jadikanlah aku kemah kediaman-Mu sendiri.
Tuhan, sucikanlah hatiku, agar pantas menyambut-Mu. Semoga kehadiran-Mu memberikan kekuatan untuk mengamalkan amanat kasih-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. (Amin.)
Puji Syukur No.210 Tahun 1992”
Doa Setelah Komuni, ya..nomor 211-nya:
“Tuhan Yesus Kristus, selamat datang dihatiku
Kini Engkau sungguh tinggal dalam aku
Dan aku tinggal didalam Engkau
Seperti Sabda-Mu sendiri
Yang makan Tubuh-Ku tinggal dalam aku
Dan Aku dalam dia
Tuhan, Engkau Roti hidup yang turun dari Surga
Aku percaya akan Sabda-Mu
Jikalau seseorang makan dari roti ini
Dia akan hidup selama-lamnya
Tuhan, karena Tubuh-Mu adalah Satu
Sudilah Engkau mempersatukan
Semua yang menyambut Tubuh dan Darah-Mu
Agar mereka semua sungguh bersatu
Dan mewujudkan diri sebagai Tubuh-Mu sendiri,
Yakni Jemaat.
Semoga mereka semua bersatu
Seperti yang Engkau dambakan
Tuhan, lewat Tubuh-Mu
Berilah kami semangat persaudaraan sejati
Sehingga dalam hidup sehari-hari
Kami semua selalu berjuang
Untuk membangun Jemaat-Mu
Menjadi Tubuh-Mu yang hidup
Yang bersatu padu dalam semangat Kasih.
Amin. ”
Kemudian biasanya saya sambung dgn Nomor 212, Jiwa Kristus
“Jiwa Kristus, kuduskanlah aku.
Tubuh Kristus, selamatkanlah aku.
Darah Kristus, sucikanlah aku.
Air lambung Kristus, basuhlah aku.
Sengsara Kristus, kuatkanlah aku.
Yesus yang murah hati, dengarkanlah aku.
Dalam luka-luka-Mu, sembunyikanlah kami.
Janganlah aku dipisahkan dari-Mu, ya Tuhan.
Terhadap musuh yang jahat, lindungilah aku.
Di waktu ajal, terimalah aku.
Supaya bersama para Kudus,
aku memuji-Mu untuk selama-lamnya.
Amin.”
(Doa ini adalah suatu bentuk Devosi Ekaristi yang di doakan setelah Misa, diperkirakan doa ini berasal dari awal abad XIV sekitar tahun 1300, pengarangnya tidak diketahui doa ini menjadi popular terutama karena Indulgensi Khusus yang diberikan oleh Puas Yohanees XXII pada tahun 1370 dan karena penggunaannya dalam Latihan Rohani oleh St. Iganasius dari Loyola)
Pax
Thomas
shalom katolisitas,….saya adalah seorang prodiakon baru di paroki kami dan juga seorang ketua lingkungan. beberapa waktu yang lalu saya selaku ketua lingkungan didatangi oleh ibu yang meminta kepada saya untuk mengirimkan komuni bagi suaminya sakit.lalu selaku ketua lingkungan sayapun pergi kerumah si ibu untuk melihat kondisi dan keadaan suaminya tersebut,dan menurut ketentuan dalam pengiriman komuni bagi orang yang sakit, sibapak tersebut telah memenuhi semua kriteria.yang ingin saya tanyakan adalah
1. apakah setiap orang yang dikirimi komuni harus menerima sakramen pengakuan dosa dulu?
2.apakah ada semacam dispensasi khusus dalam pengiriman komuni bagi yang baru 1 atau 2 bulan tidak kegereja karena sakit serta dan untuk kasus ini apakah saya wajib lapor Romo paroki dulu sebelum pengiriman?
terimakasih dan mohon pencerahannya
Shalom Inus,
Prinsipnya orang yang diberi Komuni itu harus memiliki disposisi hati yang baik saat menerima Komuni suci. Jadi memang disyaratkan tidak dalam keadaan dosa berat, dan ia menyambutnya dengan iman dan kesatuan dengan Gereja Katolik. Maka jika anda diminta untuk memberikan komuni, silakan bertanya saja, kapan terakhir ia mengaku dosa dalam sakramen tobat, dan apakah ia mau mengaku dosa? Jika belum lama ini dia menerima Sakramen Tobat, dan ia biasa ikut Misa Kudus, dan baru beberapa hari ini sakit sehingga tidak dapat ke gereja, maka tentu tidak menjadi halangan bagi anda untuk memberikan Komuni kepadanya. Namun jika dari pertanyaan anda ternyata orang itu sudah lama tidak ke gereja, bertahun-tahun tidak mengaku dosa, maka selayaknya anda menganjurkannya untuk menerima sakramen pengurapan orang sakit, yang diberikan oleh Pastor, termasuk di dalamnya pemberian Sakramen Tobat.
Pada kondisi khusus di mana orang itu sudah 1-2 bulan sakit keras sehingga tak bisa ke gereja, berlaku prinsip yang sama. Silakan tanyakan dan menganjurkan, agar orang tersebut menerima sakramen Pengurapan orang sakit. Jika orang itu bersedia, silakan anda menghubungi Romo paroki untuk memberikan Sakramen Pengakuan Dosa dan Sakramen Pengurapan orang sakit (Anda bisa datang bersama Romo untuk mengunjungi umat yang sakit itu). Sesudah itu, baru anda dapat mengunjungi umat yang sakit itu secara berkala, misal seminggu sekali untuk memberikan komuni kudus kepadanya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom katolisitas,
Sepanjang pengetahuan saya Gereja hanya mewajibkan 2 kali dalam setahun untuk menghadiri Ekaristi. Sekalipun setiap minggu saya percaya lebih baik, apa alasan Gereja hanya mensyaratkan 2 kali?
Terima kasih atas pelayanannya Tuhan memberkati.
Teddy
Shalom Teddy,
Apa yang disyaratkan oleh Gereja adalah syarat yang paling minimal, yaitu menerima komuni sedikitnya sekali setahun, agar seorang masih dapat dikatakan anggota Gereja Katolik. Jadi tentu ini adalah syarat yang paling minim, dan bukan untuk diartikan bahwa memang demikian yang seharusnya, sebab yang dianjurkan oleh Gereja adalah mengikuti Misa Kudus dan menerima Komuni setiap Minggu dan hari raya, dan bahkan setiap hari. Katekismus Gereja Katolik menuliskan demikian,
KGK 1389 Gereja mewajibkan umat beriman, “menghadiri ibadat ilahi pada hari Minggu dan hari raya” (OE 15) dan sesudah mempersiapkan diri melalui Sakramen Pengakuan, sekurang-kurangnya satu kali setahun menerima komuni suci, sedapat mungkin dalam masa Paska (Bdk. CIC/ KHK, can. 920). Tetapi Gereja menganjurkan dengan tegas kepada umat beriman, supaya menerima komuni suci pada hari Minggu dan hari raya atau lebih sering lagi, malahan setiap hari.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Yth Katolisitas,
Jika seseorang yang sudah menikah namun dalam perjalanan perkawinannya melakukan tindakan yang tidak pantas (suami memiliki wanita idaman lain) apakah hal ini menghalangi ybs menerima komuni? Karena saya lihat dengan tenang-tenang saja ada seseorang (Katolik) ke Gereja menerima komuni, padahal di luar sering ia melakukan perbuatan yang tidak sehat, tidak pantas dengan wanita lain yang tidak memiliki hubungan pernikahan (alias berselingkuh). Apakah ini termasuk dosa berat?
Shalom Chris,
Jika pria tersebut telah sampai melakukan perbuatan perselingkuhan yang bertentangan dengan hukum moral (melawan perintah ke-6 dalam kesepuluh perintah Allah) maka ya, orang terebut sesungguhnya telah melakukan dosa berat, dan sesungguhnya tidak dapat menerima Komuni, sebelum ia bertobat, mengaku dosa dalam Sakramen Tobat dan meninggalkan perbuatan dosa tersebut.
Dosa berat (mortal sin) mensyaratkan 3 hal: 1) moral obyeknya termasuk berat; 2) orang yang melakukan tahu bahwa itu adalah salah, 3) walaupun tahu bahwa itu salah, namun tetap melakukannya. Maka kelihatannya orang yang melakukan dosa selingkuh, apalagi yang melibatkan aktivitas seksual, seharusnya tahu bahwa itu salah, dan jika tetap melakukannya, itu adalah dosa berat.
Sedangkan untuk menerima Komuni, aturannya adalah demikian,
KGK 1385 Untuk menjawab undangan ini, kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang begitu agung dan kudus. Santo Paulus mengajak supaya mengadakan pemeriksaan batin: “barang siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barang siapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11:27-29) Siapa yang sadar akan sebuah dosa besar, harus menerima Sakramen Pengakuan sebelum ia menerima komuni.
Demikian jawaban saya.
Salam kasih daam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Saya sangat salut dengan penjelasan bu Inggrid tentang semua persoalan dengan sangat logis karena selalu berdasarkan alkitab maupun tradisi suci. Saya termasuk orang yang tidak terlalu bisa berdoa dengan baik. Saya mau curhat sedikit bu, bisa kan…. Pada saat ekaristi, saat yang paling hikmat menurut saya adalah saat konsekrasi. Pada saat tersebut saya secara pribadi hanya menutup mata tetapi tidak tahu mau mendoakan apa, karean saya berpikir bahwa saya sendiri tidak punya kuasa sama sekali untuk mengubah roti dan anggur menjadi tubu dan darah Kristus. Pertanyaannya adalah: Lalau apa yang harus saya doakan pada saat konsekrasi tersebut. Mohon jawabannya….
Thanks b4
Shalom Piony,
Saya memindahkan tulisan anda ke bawah artikel ini, karena topiknya lebih sesuai dengan yanga anda tanyakan.
Dalam Ekaristi, memang yang mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Yesus adalah Kristus sendiri oleh kuasa Roh Kudus. Pada saat perayaan Ekaristi ini memang para imam bertindak “in persona Christi”, yaitu sebagai Kristus, sehingga oleh ucapan perkataan mereka, maka Roh Kudus bekerja mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Jadi benar perkataan anda, kita para umat tidak punya kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Kuasa itu hanya diberikan kepada para imam-Nya oleh rahmat Tahbisan imamat jabatan yang mereka terima dari para penerus rasul Kristus.
Sebenarnya, saya pernah menuliskan beberapa tips untuk mempersiapkan diri menyambut Ekaristi, yaitu yang saya tulis di atas ini, silakan klik. Silakan anda membacanya terlebih dahulu, dan jika masih ada pertanyaan silakan bertanya kembali.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
shalom…
sy ttarik dgn artikel ni…cuma sy mau btanya..mgenai petikan ini :
“Periksalah batin, dan jika kita menemukan dosa yang cukup berat, akukanlah dosa tersebut di hadapan Tuhan dan juga buatlah ketetapan hati untuk mengaku dosa pada Pastor dalam sakramen Tobat; jika memungkinkan sebelum misa, namun jika tidak, secepatnya pada hari-hari berikutnya”
yg sy ambi dr petikan di atas…sy cuma mau keterangan…sebab tidak berapa faham tentang ayat “..NAMUN JIKA TIDAK,SECEPATNYA PADA HARI-HARI BERIKUTNYA”….
Makaseh…
Shalom PoNy,
Saya rasa saya telah menjawabnya di pertanyaan anda sebelumnya. Maksudnya, jika setelah anda memeriksa batin anda menemukan bahwa anda telah melakukan dosa berat, maka anda harus secepatnya mengaku dosa dalam Sakramen Tobat. Jika hari itu tidak bisa, maka buatlah janji dengan Pastor Paroki untuk mengaku dosa secepatnya pada hari-hari berikutnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Pak Stef & Bu Ingrid,
Mau tanya :
Dalam Misa Kudus setiap minggu pada Liturgi Sabda ada bacaan I & II dan saya perhatikan bahwa dalam bacaan tsb umumnya diambil dari PB (kalau saya tidak salah) terutama Surat Para Rasul termasuk Rasul Paulus (paling banyak), Petrus, Yohanes dll dan kelihatannya tidak ada pembacaan dari PL. Apakah memang demikian? Kalau iya, kenapa PL tidak ada dalam Liturgi Sabda?
Shalom Simon,
Tidak benar bahwa kitab Perjanjian Lama tidak ada dalam Liturgi Sabda pada Misa Minggu. Silakan klik di kalender liturgi Gereja pada website ini, untuk melihat, misalnya untuk Minggu ini 7 Juni, bacaan pertama diambil dari Kitab Ulangan; tgl 14 Juni dari Kitab Yehezkiel, 21 Juni dari Kitab Ayub, dan 28 Juni, dari Kitab Kebijaksanaan Salomo. Silakan juga untuk melihat bacaan Misa Kudus harian, juga PL ada, walaupun tidak diambil selalu. Umumnya jika PL menjadi Bacaan Pertama, dan surat-surat para rasul pada bacaan kedua. Jika anda rajin mengikuti misa harian setiap hari selama 3 tahun maka anda akan mengikuti pembacaan Alkitab yang hampir menyeluruh (sebab bacaan liturgi dibagi jadi 3 jenis untuk tahun A, B, C) yang secara garis besar mengambil kutipan ayat-ayat di Alkitab, baik PL maupun PB.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati, http://www.katolisitas.org
Terima kasih atas penjelasannya. Tuhan memberkati. Amin
Shalom
Saya Ingin menanyakan tentang apa aja yang termasuk ke dalam perbuatan dosa berat??sehingga kita harus mengaku dosa sebelum menyambut komuni kudus…
Jika seseorang pernah melakukan hubungan badan dengan mantan pacar nya, tapi tidak sampai pada organ intim…termasuk kedalam dosa berat??
Dan bagaimana cara mengaku dosa nya, hal ini di karena kan malu untuk mengaku kepada pastor..
untuk saat ini masih tidak tenang dengan perbuatan yang dulu pernah di lakukan karena lupa diri …dan sekarang sungguh sudah sangat menyesal dengan dosa itu…
dan jika keadaan seperti ini apakah bisa menerima komuni kudus, walaupun telah mengaku dosa tapi belum mengaku dosa yang ini salam sakramen tobat…??
mohon pencerahan nya
terima kasih
Shalom Gemma,
Penjelasan tentang apa itu dosa berat dan dosa ringan ada dalam artikel ini: Masih Perlukah Pengakuan Dosa (bagian -1) (silakan klik) dan renungan/ refleksi untuk memeriksa batin ada dalam artikel Masih Perlukah Pengakuan Dosa (bagian -4) (silakan klik).
Dosa yang anda sebutkan itu sepertinya termasuk dosa berat, silakan anda memeriksa batin anda, dan saya percaya Tuhan akan menyatakannya pada anda. Sehingga dengan demikian, maka memang sebaiknya anda segera menghubungi pastor untuk memberikan Sakramen Tobat bagi anda. Sedapat meungkin jangan mengaku dosa dalam keadaan terburu-buru, misal jangan hanya 15 menit sebelum misa kudus anda datang dan mau mengaku dosa. Kalau perlu buatlah janji waktu khusus dengan pastor, supaya anda dapat juga mendengarkan pengarahan dari beliau.
Berdoalah terlebih dulu sebelum mengaku dosa. Kenyataan bahwa hati nurani anda mengusik anda, itu adalah sesuai yang baik, sebab itu pasti dari Roh Kudus. Salah satu tugas Roh Kudus memang adalah untuk ‘menegur’ kita jika kita berbuat dosa, sebab Allah tidak menyukai dosa, dan tidak menginginkan kita yang dikasihinya untuk tinggal dalam dosa ataupun mengubur dosa. Dosa adalah semacam penyakit rohani, dan sebaiknya segera disembuhkan, oleh Sang Tabib, yaitu Kristus. Dalam doa anda, mohonlah kekuatan agar anda dapat mengaku dosa dengan baik. Bacalah dan renungkanlah Mazmur 51. Ingatlah bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar bagi Allah untuk diampuni, asalkan kita sungguh-sungguh bertobat.
Ya, sebaiknya sebelum mengaku dosa tersebut, anda tidak menerima Komuni.
Namun setelah mengaku dosa dalam sakramen Tobat, silakan kembali menerima Komuni, dan resapkanlah karunia pengampunan Tuhan yang luar biasa. Seperti anak yang hilang, anda telah pulang ke rumah Bapa, dan Bapa menyediakan ‘pesta’ bagi anda. Seluruh isi surga bersuka cita, sebab anda yang dulu sudah mati, dan sekarang telah hidup kembali di dalam Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Sdr Gemma,
Membaca posting ini sy langsung diingatkan bacaan Injil Yoh 8:2-11
“……
8:7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
8:8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.
8:9 Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
8:10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”
8:11 Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Pax et Bonum
Thomas
[dari admin: pesan dari Chandra dan Abin saya jadikan satu, karena pertanyaannya hampir sama]
Shalom P. Stef & B. Ingrid,
saya ingin bertanya mengenai siapa saja yang berhak menerima komuni. Pernah pada suatu perayaan misa di suatu kantor, pada waktu menjelang komuni, pastur tersebut mengatakan bahwa siapa saja (Kristen non-katolik) yang mempercayai bahwa hosti itu adalah Tuhan Yesus sendiri (dalam rupa roti dan anggur) boleh menerima komuni. Apakah benar demikian? Bukankah seorang katolikpun perlu mengikuti persiapan (pelajaran) untuk menerima komuni pertamanya? Dan orang non-katolik biasanya tidak mengerti persiapan apa saja yang harus dilakukan sebelum menerima komuni (hosti kudus) dan di setiap misa di gereja sebelum komuni umat juga selalu diingatkan bahwa siapa saja yang berhak menerima komuni. Apakah cukup hanya mempercayai bahwa hosti tersebut adalah Tubuh dan Darah Kristus kemudian seseorang boleh menerima hosti tersebut?
Terima kasih.
Shalom P. Stef,
Mohon penjelasan untuk Taize, yang pendirinya adalah Bruder Roger dari denominasi Protestan, jadi Taize adalah institusi Protestan dan ada yang memberikan istilah mereka adalah Protestan yang ke-katolik-an. Namun, beberapa Gereja Katolik juga ada kegiatan doa ini, apakah sebagai orang Katolik dan komunitas Katolik kita bisa menggunakan model ibadat ini? Apakah sepanjang itu hanya cara doa, bukan soal liturgi resmi atau ekaristi maka kita orang Katolik bias memakai cara Taise itu?
Jika Br. Roger seorang Protestan mengapa dia menerima komuni dari Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benedictus XVI) saat pemakaman Paus Johanes Paulus II, padahal Kardinal Ratzinger paling menentang soal pemberian komuni pada orang-orang Protestan. Dan saat meninggal (kalau tidak salah dibunuh pada Agustus 2005), Catholic Funeral Service untuk beliau dipimpin oleh Kardinal Walter Kasper. Jadi bagaimana status Br. Roger ini?
Terima kasih
Shalom Chandra dan Abin,
Pertama-tama saya minta maaf, karena keterlambatan dalam menjawab pertanyaan. Mari kita membahas pertanyaan Chandra dan Abin.
Siapa saja yang berhak menerima komuni di atur di dalam Kanon 844.
1) Kan. 844 – § 1. Para pelayan katolik menerimakan sakramen-sakramen secara licit hanya kepada orang-orang beriman katolik, yang memang juga hanya menerimanya secara licit dari pelayan katolik, dengan tetap berlaku ketentuan § 2, § 3 dan § 4 kanon ini dan kan. 861, § 2.
§ 3. Pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tobat, Ekaristi dan pengurapan orang sakit kepada anggota-anggota Gereja Timur yang tidak memiliki kesatuan penuh dengan Gereja katolik, jika mereka memintanya dengan sukarela dan berdisposisi baik; hal itu berlaku juga untuk anggota Gereja-gereja lain, yang menurut penilaian Takhta Apostolik, sejauh menyangkut hal sakramen-sakramen, berada dalam kedudukan yang sama dengan Gereja-gereja Timur tersebut di atas.
§ 4. Jika ada bahaya mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak, pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut juga kepada orang-orang kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, dan tidak dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya, asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman katolik dan berdisposisi baik.
§ 5. Untuk kasus-kasus yang disebut dalam § 2, § 3 dan § 4, Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup jangan mengeluarkan norma-norma umum, kecuali setelah mengadakan konsultasi dengan otoritas yang berwenang, sekurang-kurangnya otoritas setempat dari Gereja atau jemaat tidak katolik yang bersangkutan.
2) Dari kanon tersebut di atas, maka tidak benar bahwa orang-orang Kristen non-Katolik dapat menerima komuni. Hal ini dikarenakan orang-orang Kristen yang lain tidak dalam bahaya mati atau ada keperluan berat lain yang mendesak, walaupun mereka mempunyai disposisi hati yang baik (lih. Kan 844 § 4. di atas). Jadi Misa di dalam kelompok doa Ekumene, harus diumumkan bahwa hanya umat yang telah dibaptis dan beragama Katolik saja yang dapat menerima Ekaristi. Kalau mau, Romo dapat mendoakan umat Kristen yang lain setelah komuni atau setelah Misa.
3) Persyaratan untuk menerima komuni bukan hanya disposisi hati yang percaya/ mengimani bahwa hosti tersebut (setelah konsekrasi) adalah Tubuh Kristus. Sebab komuni di sini bukan hanya berarti Komuni/ persatuan dengan Tubuh Kristus dalam hosti kudus, namun juga komuni/ persatuan dengan Tubuh Mistik Kristus yaitu Gereja Katolik, di bawah pimpinan Bapa Paus. Hal yang kedua inilah yang mungkin tidak diimani oleh banyak orang Kristen Protestan, karena mereka tidak mengakui kepemimpinan Bapa Paus. Oleh karena itu, mereka tidak dapat menerima Komuni dalam Perayaan Misa, karena mereka pengertian mereka tentang Komuni tidak sama dengan pengertian Gereja Katolik.
4) Untuk kasus brother Roger, pendiri Taize yang menerima komuni dari Cardinal Ratzinger, saya tidak terlalu tahu persis alasannya. Mungkin salah satunya adalah brother Roger mengakui Paus dan juga mempunyai intensi sebelumnya untuk menjadi Katolik. Mungin Vatican memandang bahwa Kan 844 § 4. di atas terpenuhi dan menganggap bahwa brother Roger layak untuk menerima Komuni Kudus pada saat itu. Namun hal ini tidak berarti bahwa brother Roger dapat menerima Komuni Kudus dalam setiap perayaan Ekarisi.
Berikut ini beberapa catatan tentang brother Roger: (lengkapnya, silakan klik)
Wednesday 17 August 2005. At the end of the general audience at Castelgandolfo, the Pope [Benedict XVI] spoke of Brother Roger’s death
Then he wrote that, because of his state of health, unfortunately he would not be able to come personally to Cologne, but that he would be present spiritually with his brothers.
At the end, he wrote in this letter that he hopes to come as soon as possible to Rome to meet with me and to tell me that "our Community of Taizé wants to go forward in communion with the Holy Father." Then he wrote by hand: "Holy Father, I assure you of my sentiments of profound communion. Frère Roger of Taizé."
Untuk pertanyaan apakah umat Katolik dapat melakukan Taize, maka saya berfikir bahwa tidak ada salahnya, karena:
1) Taize adalah satu bentuk doa dengan Alkitab dan nyanyian, yang tidak menyalahi doktrin Katolik. Namun kembali harus ditekankan bahwa doa Taize tidak dapat menggantikan Sakramen Ekaristi Kudus. Ekaristi tetap harus menjadi puncak doa dan kehidupan umat Katolik.
2) Kalau umat di satu paroki ingin membuat kelompok doa Taize, maka hal ini perlu didiskusikan dengan pastor paroki. Kalau pastor paroki menolak, maka ada baiknya minta kepada pastor untuk dapat membimbing umat dalam doa meditasi, yang dapat digabungkan dengan nyanyian, bacaan Alkitab, dan renungan. Semua doa ini harus semakin membangkitkan umat untuk mengasihi Yesus dan juga membangkitkan kerinduan untuk menerima Kristus di dalam perayaan Ekaristi.
Demikian jawaban singkat yang dapat saya berikan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
stef
P. Stef,
Ada yang mengatakan bahwa Br. Roger telah menjadi Katolik sejak 1972, sehingga pada saat menghadiri pemakaman Paus Yohanes Paulus II dia menerima komuni dari Kardinal Ratzinger. Dan pengganti beliau adalah Br. Alois, seorang Katolik Jerman, yang dipilih oleh Br. Roger 8 tahun sebelumnya. Apakah benar dia telah menjadi Katolik sejak 1972? Jika dia seorang Protestan, apakah doa taize tersebut bisa diterima oleh orang Protestan? Bukankah doa Taize itu penuh dengan doa yang diulang-ulang, dimana doa yang berulang tidak diterima oleh ajaran Protestan?
Tuhan memberkati.
Shalom Abin,
Memang ada yang mengatakan bahwa Brother Roger telah menjadi Katolik sejak 1972, namun dalam bentuk "communion without profession of faith", yang saya sendiri tidak terlalu jelas dan yakin tentang hal ini, karena seseorang tidak dapat menjadi anggota Gereja Katolik secara penuh tanpa adanya profession of faith. Namun keinginan untuk menjadi Katolik dan bersatu dengan Gereja Katolik begitu jelas dalam suratnya kepada Paus Benediktus XVI, sebelum dia meninggalkan dunia ini. Brother Alois Loeser, seorang katolik dari Jerman, yang dipilih oleh Brother Roger untuk menggantikannya menegaskan akan keinginan Brother Roger untuk bersatu dengan Katolik dalam beberapa kesempatan. Jadi apakah Brother Roger telah menjadi Katolik di tahun 1972? Saya tidak terlalu yakin dengan alasan di atas dan tidak dapat menjawab hal ini dengan pasti.
Memang ide dari doa Taize ada pengulangan kata-kata dari Alkitab yang dinyanyikan sehingga kata-kata tersebut dapat meresap ke dalam hati kita. Tentu saja tidak semua umat Kristen-Non Katolik dapat menerima hal ini. Namun, ada juga umat dari agama Kristen yang menerima hal ini, terbukti dengan begitu banyak orang dari umat Kristen yang datang ke Taize untuk berpartisipasi dalam doa Taize. Seperti yang kita tahu, ada cukup banyak denominasi di dalam agama Kristen, dan tidak semua denominasi mempunyai pandangan yang sama akan banyak hal, juga termasuk dalam hal doa yang berulang.
Demikian keterangan yang dapat saya sampaikan, dan semoga berguna.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
stef
Bapak Stef dan Ibu Inggrid,saya mohon izin agar dapat melink web ini dengan web saya, terimakasih. Berkat Tuhan
Shalom Domenico (Romo Wanta),
Ya, silakan me-link web ini dengan web Romo.
Semoga Tuhan memberkati Romo juga
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Stefanus & Ingrid
Menurut Dr Scott Hahn, Perayaan Ekaristi dan sikap hati umat ketika Ekaristi, digambarkan dalam Kitab Wahyu. Ternyata membaca Kitab Wahyu dalam ingatan akan ekaristi sangat membantu saya untuk mengetahui keduanya baik misteri ekaristi maupun kitab Wahyu itu sendiri. Dalam Kitab Wahyu digambarkan aneka monster yg menjadi simbol godaan suasana pikiran dan hati dalam menyambut “manna yang tersembunyi”, dan Sang Anak Domba. Ada tua-tua berpakaian kebesaran di antara dua kaki dian (Kristus di altar dalam pembawaan imam), ada 666 simbol penerimaan sakramen-sakramen yang tidak lengkap (mestinya 7 sakramen), ada para pelayan Anak Domba yang tak tercemari perempuan (mengacu imam-imam pelayan ekaristi), ada nyanyian kudus-kudus sebelum konsekrasi, dan lain-lain. Betapa dalam dan tingginya misteri ekaristi Tuhan kita. Tak layak sebenarnya kita entah umat entah imam menyambutnya, selain karena perkenan Tuhan sendiri. Menganggap ekaristi hanya sebagai “hiburan” alias entertainment sungguh tidak boleh terjadi di dalam diri orang Katolik. Ekaristi bukan level ibadah gaya sekte-sekte kaum protestan yang seperti pentas hiburan, ajang pendewaan diri sendiri atas nama pujian kepada Tuhan. Kadang-kadang orang Katolik yang “suam-suam kuku” tertarik ke sana karena bungkusnya yang gemerlap. Namun akhirnya kelihatan aslinya bahwa bukan di situlah ibadah yang sejati. Sudah 2000 tahun ini Kristus dalam GerejaNya tetap setia dengan Ekaristi: setiap hari!
Shalom
Yohanes Rasul
Shalom,
Ketika akan menyambut tubuh Yesus dalam misa kudus di gereja, ada umat yang berpendapat bahwa doa Rosario kurang tepat karena isi doanya terutama Salam Maria. Apakah tidak sebaiknya kita berdoa Yesus karena kita akan menyambut tubuh dan darah-Nya, sementara doa Rosario didoakan dalam kesempatan lain seperti di lingkungan atau di tempat ziarah. Dengan demikian kita membedakan antara adorasi dan devosi. Bagaimana pendapat Bu Ingrid?
Tuhan memberkati.
Saya setuju bahwa sebelum komuni kita tidak berdoa apapun selain doa syukur agung (DSA.Namun setelah DSA, sebelum komuni (sambut tubuh Kristus) dan setelahnya, saya berdoa apa saja untuk menghubungi Kristus: dari doa hening, doa Yesus, Salam Maria, Bapa Kami, Mazmur 23, dsb. Doa Salam Maria tetap relevan (juga Rosario setelah misa), karena kita menyambut Kristus dengan sepenuh jiwa-raga, seperti Bunda Maria mengandung Kristus. Maka kita mohon restu Bunda Maria agar tetap bersatu dengan Kristus seperti Bunda Maria. Setelah komuni kita pun seolah-olah menjadi “Bunda Maria-Bunda Maria yang lain”, karena kita pun mengandung Kristus, dan harus melahirkannya untuk sesama.
Shalom
Yohanes Rasul
Terima kasih atas artikel “Persiapan Ekaristi”. Menurut saya, ekaristi (dan ibadah apapun dalam Gereja Katolik) bukanlah entertainment atau hiburan, apalagi sekedar acara buatan manusia. Kristus sendiri penggagasnya. Jika homili tidak emosional, karena memang imam bukanlah orator yang mau membakar emosi massa, namun dia adalah pelayan Sabda, penyampai Ajaran Bunda Gereja, dan pelayan Sakramen untuk anggota-anggota Tubuh Kristus. Di mimbar dan altar, imam bertindak “in persona Christi Capitis” (atas nama Kristus sebagai Kepala Gereja). Ekaristi pertama-tama adalah doa. Kalau ingin mengalami emosi yang meledak-ledak dan menyentuh sensasi, bukanlah Ekaristi tempatnya. Paradigma ini mesti ada dalam diri setiap orang (entah Katolik entah Non Katolik) yang mau merayakan atau sekedar menghadiri perayaan ekaristi.
Shalom
Yohanes Rasul.
Shalom Andry,
Jika kita kembali kepada definisi doa, yang menurut St. Teresia Kanak-kanak Yesus adalah, "ayunan hati dan pandangan sederhana ke surga, suatu seruan syukur dan cinta kasih…." (KGK 2558), maka apapun bentuk doanya tidak menjadi masalah, asal sungguh membantu kita untuk mengarahkan hati ke surga. Dalam menyambut Ekaristi memang hal pandangan ke surga ini menjadi sangat istimewa, sebab Kristus yang empunya Kerajaan Surga datang dan memasuki hati dan bahkan tubuh kita. Maka, saya setuju dengan pendapat Yohanes Rasul bahwa dalam doa pribadi, kita dapat menanggapi keagungan misteri ini dengan doa hening, doa Yesus ataupun dengan doa Bapa Kami dan Salam Maria- asalkan, menurut saya, fokus utamanya tetap Kristus.
Di dalam artikel di atas, memang saya menganjurkan untuk berdoa rosario sebelum dimulainya Misa Kudus (misalnya sebelum berangkat ke Misa, atau di dalam perjalanan ataupun di gereja sebelum misa dimulai), dan yang saya maksudkan di sini adalah doa Rosario yang disertai dengan permenungan Peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus: Peristiwa Gembira, Sedih, Terang dan Mulia- sehingga tetap berpusat pada Kristus. Sedangkan di dalam Misa Kudus sendiri ataupun sepanjang misa, menurut saya, tidak tepat kalau ‘disambi’ dengan doa Rosario. Karena pada saat Misa sebaiknya kita mengikutinya dengan kesatuan hati dengan persembahan kurban Kristus yang sedang terjadi di depan altar. Jika kita berdoa Rosario sendiri di tempat duduk kita, mungkin akan sulit bagi kita untuk mengikuti apa yang sedang berlangsung selama Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Namun demikian, sehabis menyambut komuni dan juga setelah Misa Kudus selesai, tentu jika kita merasa doa Rosario sangat membantu untuk meresapkan misteri kasih Kristus, maka kita dapat berdoa Rosario, bersyukur bersama Bunda Maria atas rahmat Kristus yang baru kita terima, dan mohon agar Bunda Maria mendoakan kita supaya dapat meniru teladannya, membagikan kasih Kristus kepada sesama.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
shalom Bu Ingrid,
Menurut peraturan sebenarnya mana yang benar: Janganlah makan atau minum (kecuali air putih dan obat ya?) dalam waktu 1 jam sebelum menerima Komuni atau sebelum misa? Karena bukankah misa adalah satu kesatuan perayaan yang memuncak pada ekaristi dan penyambutan Tubuh dan Darah Kristus? Jika dihitung 1 jam sebelum menerima komuni berarti dalam perjalanan ke Gerejapun kita masih boleh makan/merokok/minum(selain air putih)? Saya koq rasanya risih ya kalau melihat orang dalam perjalanan ke gereja atau bahkan di depan gereja sebelum misa masih merokok atau makan snack/permen. Mohon penjelasannya karena ada dua pendapat yang berbeda, satu mengatakan 1 jam sebelum misa yang lain mengatakan 1 jam sebelum komuni.
Terima kasih, GBU.
Shalom Chandra,
Memang yang disebut di dalam Kitab Hukum Kanonik persisnya adalah:
Kan. 919 – § 1. Yang akan menerima Ekaristi mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni, terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.
Jadi, persyaratan minimum adalah satu jam sebelum komuni kudus. Jika orang yang datangnya ‘mepet’ ke gereja, namun sebelum masuk ke gereja masih merokok atau makan snack, saya rasa itu berarti sudah melanggar, karena itu dapat dipastikan lewat dari batas 1 jam sebelum Komuni. Jika kita mengenal saudara-saudari yang berbuat demikian, kita dapat memberi tahu mereka, asal harus dengan kasih dan jangan marah, tentang hal ini. Siapa tahu mereka melakukan itu bukan karena sengaja, tetapi karena tidak tahu. Jika mereka sungguh memahami, bahwa yang sebentar lagi yang akan mereka sambut adalah Tuhan Yesus sendiri, dan karenanya Gereja mengajarkan persiapan yang sedemikian, seharusnya mereka dapat mengerti dan melakukannya.
Di atas semua itu, saya menganjurkan, sedapat mungkin, jangan kita memberi kepada Tuhan hanya yang ‘bare minimum‘/ sekedarnya, jika kita dapat memberi lebih. Bagi yang bisa berpuasa 1 jam sebelum Misa, tentu lebih baik daripada 1 jam sebelum Komuni. Apalagi yang dapat berpuasa sama sekali sebelum ke Misa. Tentu jika itu dibarengi dengan maksud dan kasih yang tulus, hal itu sungguh berkenan pada Tuhan. Sebab itu artinya kita memberi yang terbaik kepada Tuhan, dengan membuat salah satu langkah persiapan jasmani dan rohani untuk menerima Kristus dalam Komuni Kudus.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Shalom
Sungguh luar biasa artikel ini, dan sedikit pertanyaan sebagai berikut :
1 ) Dulu sewaktu saya masih kecil, dalam menyambut Hosti Kudus kita tidak boleh menerima dengan tangan dan langsung diberikan oleh pastor kelidah kita, sekarang kita menerima dengan tangan.-
2 ) Dalam mengikuti doa dan menyanyi dalam Perayaan Ekaristis saya sering tidak bisa mengikutinya …ya…terus terang….karna saya mau menangis..jadi saya tahan….sehingga kadang-kadang saya jadi diam.-
salam kasih
Josef Oei
Shalom Josef,
1) Memang terdapat dua cara menyambut Ekaristi, yaitu langsung ke lidah seperti pada jaman tahun 60-an, atau dengan tangan, yang umum dikenal orang Katolik sekarang. Namun belum lama ini, ada banyak usulan kepada Vatikan, agar praktek menerima Ekaristi agar dikembalikan ke cara yang dahulu, yaitu langsung ke lidah, karena dilihat cara ini lebih ‘khusuk’ dan menunjukkan hormat yang lebih tinggi, terutama jika dilakukan sambil berlutut. Demikianlah cara yang dipilih oleh Paus Benediktus XVI di Vatikan sekarang, yang mungkin juga menjadi kebiasaan di gereja-gereja di Roma. Walaupun demikian, Vatikan tidak mengharuskan demikian, sehingga tetap menghormati keputusan keuskupan setempat mengenai hal ini. Kita dapat melihat berita selengkapnya di situs ini (silakan klik).
2) Memang sebaiknya kita turut menyanyi memuji Tuhan di dalam Misa Kudus, namun bukan berarti jika kita tidak pandai bernyanyi berarti tidak memuji Tuhan. Saya percaya, bahwa di atas segalanya, Tuhan melihat ke dalam hati kita pada saat kita memuji dan menyembah Dia. "Kurban yang berkenan kepada Allah adalah jiwa yang hancur;hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah" (Mazmur 51:19). Jadi, Tuhan menghargai setiap tetes air mata, yang menjadi tanda pertobatan dan kasih kita kepada-Nya. Semoga pada saat kita mengangkat hati kepada-Nya, Tuhan pula yang akan memberi penghiburan dan kekuatan, sehingga meskipun ada tangis dan air mata, itu bukan berarti kesedihan atau keputusasaan, tetapi berarti kelegaan dan rasa syukur.
Terima kasih untuk dukungan atas website ini. Semoga Tuhan memberkati dan semakin menyatakan kasih-Nya kepada Josef sekeluarga.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Saat doa rosario, saya lebih gampang terhanyut dalam peristiwa sedih dibanding peristiwa lainnya. Mungkin sejak nonton Passion dan itu titik puncak dimana saya mengakui Tuhan Yesus Juru Selamatku.
saya tidak pernah berdoa sebelum misa. karena masuk pagi jam 7 dan saya sendiri bangun jam 6:15. yah, selebihnya waktu untuk mandi dll.
kok foto keponakannya saja yang muncul? mana foto personal admin?.
Stef, bilang belum waktunya. (kompor mode on).juga lampirkan doa katolik. kalau rosario kan udah banyak. tampilkan novenna, Koronka, Credo, Chaplet St Michael dll. Inikan juga ciri orang katolik.
Shalom Paskalis,
Kalau saya boleh usul, mungkin Paskalis bisa tidur 1/2 jam lebih awal, supaya bisa bangun 1/2jam atau 15 menit lebih pagi, supaya bisa berdoa dulu sebelum ikut misa kudus di gereja.
Mengenai foto kami (Stef & Ingrid) memang kami pandang belum saatnya; lebih baik komunikasi sementara ini melalui tulisan-tulisan kami saja, ya. Semoga ini dapat diterima.
Mengenai doa-doa Katolik sementara ini juga belum menjadi prioritas kita, karena mengenai teks doa sudah banyak dicantumkan di situs-situs katolik yang lain.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Terima kasih atas info ini. Saya mau tanya adakah kewajiban sewaktu kita datang ke gereja kan sudah duduk di gereja lalu berdoa.
terkadang saya lihat ada yang tidak berdoa (memang sedikit).
Pertanyaannya adalah berdoa atau tidak perlu berdoa. kan saat pastor datang juga kita berdoa. palagi saat pertama selalu tentang pengakuan atas dosa-dosa kita dari ucapan, pikiran dan perbuatan.
memang saya selalu usahakan 30 menit sebelumnya sudah ada di dalam gereja. Paling susah konsentrasi kalau ada ibu-ibu bawa bayi (balita) dan banyak keluar masuk. sudah itu duduk di depan kita.
Shalom Paskalis,
Sebaiknya memang kita berdoa sebelum misa, minimal mengarahkan hati kepada Tuhan. Alasannya adalah, supaya hati kita siap untuk menyambut kehadiran Yesus yang istimewa di dalam misa kudus, terutama dalam bentuk Hosti/ Komuni kudus. Sebab efek yang kita terima akan tergantung dari sikap hati kita, (lihat Sacrosanctum Concillium 61, Konstitusi Dogmatik tentang Liturgi, Vatikan II) maka semakin sikap hati kita baik, semakin kita dapat menerima berkat rahmat Ekaristi yang mengubah kita menjadi lebih baik. Jika kita bandingkan tentu dengan jujur kita mengakui, kita akan lebih menghayati Misa jika kita berdoa dan mengarahkan hati pada Tuhan sebelum misa, daripada jika kita tidak berdoa sebelumnya.
Mengenai susahnya berkonsentrasi jika ada ibu-ibu yang membawa anak balita, sesungguhnya itu dapat juga kita komunikasikan dengan Tuhan. Ingatlah bahwa Misa adalah kurban, jadi kondisi yang tidak mendukung doa dapat pula kita persembahkan kepada Tuhan sebagai ‘kurban’ kita yang sungguh sangat sederhana (jika dibandingkan dengan kurban Kristus). "Yesus, kupersembahkan hati, kehendak dan pikiranku, yang sulit berkonsentrasi karena keributan ini…. Aku mau memusatkan pikiran dan hatiku kepadaMu Yesus, yang begitu mengasihi aku. Terimalah persembahan syukur dan ‘kurban’ku (sambil kita persembahkan pergumulan yang sedang kita hadapi saat itu, baik di rumah, di tempat kerja, dan bahkan di gereja saat itu), persatukanlah ini semua dengan kurban Ekaristi-Mu yang sebentar lagi akan kurayakan bersama dengan saudara-saudariku…"
Semoga kita dapat terus berjuang untuk mempersiapkan diri untuk menyambut Ekaristi, agar kita dapat menerima buah-buahnya dengan limpah dalam kehidupan rohani kita.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
dalam berdoa, pertama saya mengarahkan jiwa dan tubuh dengan me-refleksikan terhadap Tuhan/Bunda Maria melalui rosario/koronka.
hal yang mana doa yang sederhana melalui rangkaian kata-kata dari saya itu sangatlah sulit saya utarakan.
Saya hanya bisa ucapkan kabulkanlah permohonanku, ya Tuhan.
Saya tidak tahu kenapa?. (maaf, saya baru katekumen).
Mungkin saya pikir Tuhan sudah mengerti melalui doa seperti rosario,dll.
Shalom Paskalis,
Tidak menjadi masalah jika kita tidak pandai merangkai kata-kata dalam doa, sebab yang terpenting adalah sikap hati. Sedikit demi sedikit nanti Tuhan akan membantu kita dalam doa. Doa rosario memang sangat baik, sehingga memang kita dapat berdoa rosario sebelum Misa Kudus, hanya saja, jangan lupa bahwa doa rosario itu harus disertai dengan meditasi peristiwa-peristiwa hidup Yesus (Peristiwa Gembira, Peristiwa Terang, Peristiwa Sedih atau Peristiwa Mulia), sehingga bukan hanya merupakan pengulangan doa Salam Maria, Kemuliaan dan Bapa Kami (Walaupun pengulangan doa-doa tersebut juga baik, apalagi jika dihayati dengan sungguh). Saya percaya, banyak buku/ brosur doa rosario yang baik yang dapat mengantar kita pada permenungan akan misteri kehidupan Yesus Kristus.
Di atas semua itu, ya, benar, Tuhan sudah mengetahui isi hati kita. Keinginan kita untuk berdoa itu sendiri adalah karunia, dan karenanya patut kita syukuri. "Tuhan, bantulah aku berdoa…. Tuhan kasihanilah aku…." Juga kita dapat memulai dengan kalimat seperti ini.
It does not matter if we can only say a simple prayer, but the most important thing is, we say it with great love!
Tak apa jika kita hanya dapat mengatakan doa yang sederhana, tapi yang terpenting kita mendoakannya dengan kasih yang besar!
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Sdr Paskalis, memang jadi perdebatan ya di pengurus gereja2, apakah boleh anak2 ikut misa dgn resiko mrk rewel dan mengganggu dgn teriakan2nya atau aktivitas-nya yg mondar-mandir dst..
Tapi saya pribadi merasa (mgkn krn sdh punya anak ya, jd agak bias sih), biarkan saja anak2 ikut misa dgn kondisi apapun mrk itu. Krn saya yakin, anak2 itu diundang secara khusus oleh Yesus utk ikuti misa bersama dgn orang-tuanya.
Lagipulan, kita gak boleh kalah dong dgn produsen barang2 konsumsi yg udah siapkan program2 mem-brainwash anak2 kita sejak muda, jd wkt mrk besar mrk sudah menjadi konsumen yg loyal dari merk2 makanan/minuman/barang itu.
Memang sih kita kadang2 terganggu dgn mrk kalau ribut/bolak-balik, tapi sikapi positif aja bahwa itu adalah bagian dari ibadah..kita dilatih sabar kan jadinya. PLUS latihan konsentrasi. Yang sedih itu justru kalau kita orang dewasa jadi jutek & misuh2 sama anak2 itu…nanti malah yg seharusnya ada shalom di dalam gereja, malah jadi hilang. Kan sayang itu…
Pax
thomas
Sebagai orang yang ditugasi membuat warta paroki di paroki Santa Rosa de Lima – Tondano (Minahasa), website ini sangat membantu dalam mencari sumber-sumber tulisan untuk umat.
Mengingat umat Katolik di Tondano hanyalah minoritas (5% dari umat Kristen Non-Katolik), maka dengan suguhan tulisan-tulisan yang menarik akan sangat membantu mereka memahami lebih dalam iman Katolik.
Selamat dan terima kasih.
Comments are closed.