Salah satu permenungan yang indah tentang Natal adalah misteri kelahiran Tuhan Yesus ketika mengambil rupa manusia. Kelahiran-Nya begitu agung, tanpa merusak keutuhan ibu-Nya, Bunda Maria. Bagaimana kita memahami hal ini? Mari kita bahas ya.

Hai! Salam Katolisitas! Saya Ingrid Tay.

Mungkin tidak begitu sulit bagi kita untuk menerima bahwa konsepsi Tuhan Yesus—ketika mengambil rupa manusia—tidak melibatkan campur tangan laki-laki. Artinya Bunda Maria tetap perawan ketika mengandung Kristus. Tetapi kemudian, mungkin orang bertanya-tanya, bagaimana mungkin Bunda Maria tetap perawan pada saat melahirkan Kristus? Sungguh, kebanyakan orang merasa sulit untuk menerima hal ini, karena menghubungkannya dengan apa yang umumnya terjadi pada manusia biasa. Kalau kita berpikir seperti ini, sebenarnya kita menganggap Tuhan Yesus dan Bunda Maria berdosa, karena proses kelahiran yang menimbulkan rasa sakit itu terjadi sebagai akibat dari dosa asal, sebagaimana tertulis di Kejadian 3:16. Padahal nyatanya baik Tuhan Yesus maupun Bunda Maria, tidak berdosa, maka keduanya tidak tunduk pada hukum kodrati ini. Kristus tidak berdosa tertulis dalam Ibr 4:15; 1Ptr 2:22. Dan karena Allah menghendaki bahwa Kristus harus tanpa noda dan terpisah dari orang-orang berdosa (Ibr 7:26), maka ibu yang mengandung dan melahirkan-Nya juga mesti tanpa noda dosa—dan karena itu, tidak mengalami sakit melahirkan yang merupakan konsekuensi dosa.

Lagipula, Bunda Maria yang melahirkan Kristus tanpa sakit juga merupakan penggenapan sempurna nubuat Nabi Yesaya,

“Sebelum menggeliat sakit, ia sudah bersalin, sebelum mengalami sakit beranak, ia sudah melahirkan anak laki-laki” (Yesaya 66:7).

Memang ayat ini, kalau dihubungkan dengan ayat ke 12, dapat diartikan sebagai kiasan pertobatan bangsa-bangsa, yang seolah-olah dilahirkan secara tiba-tiba oleh Jemaat Allah yang disebut juga Sion atau Yerusalem. Tetapi secara lebih penuh dan bukan lagi kiasan, ayat ini tergenapi dalam diri Kristus, yang memang kedatangan-Nya adalah untuk mempertobatkan semua orang, semua bangsa. Kristus dilahirkan ke dunia oleh seorang perempuan yaitu seorang Putri Sion, yang tidak mengalami sakit bersalin.

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan,

“Pendalaman iman akan keperawanan Bunda Maria membuat Gereja mengakui keperawanan Bunda Maria yang sejati dan kekal, bahkan dalam tindakan melahirkan Putra Allah yang menjadi manusia. Bahkan, kelahiran Kristus “tidak mengurangi keperawanan Bunda-Nya, tetapi menguduskannya.”…. (KGK 499).

St. Thomas Aquinas telah lebih dahulu menjelaskan tentang cara kelahiran Kristus (lih. Summa Theologica III, q. 35, a. 6). Mengutip St. Agustinus, ia berkata tentang Bunda Maria,

“Ketika mengandung, engkau murni, ketika melahirkan, engkau tidak merasakan sakit.”

Rasa sakit saat melahirkan disebabkan oleh bayi yang membuka jalan keluar dari rahim. Kristus keluar dari rahim Bunda-Nya yang tertutup, dan, karena itu, tanpa membuka jalan keluar. Akibatnya tidak ada rasa sakit saat melahirkan itu, karena tidak ada kerusakan; sebaliknya, ada banyak sukacita di dalamnya karena Allah yang menjadi manusia

“dilahirkan ke dunia”….

Rasa sakit saat melahirkan pada wanita juga terjadi karena akibat hubungan seksual. Karena itu di Kejadian 3:16, setelah kata-kata,

“dengan susah payah engkau akan melahirkan anak,”

ditambahkan:

“dan engkau akan berada di bawah kekuasaan suamimu.”

Akan tetapi…kita harus mengecualikan St. Perawan Maria; yang,

“karena ia mengandung Kristus tanpa pencemaran dosa, dan tanpa noda pergaulan seksual, maka ia melahirkan-Nya tanpa rasa sakit, tanpa melanggar keperawanannya, tanpa merusak kemurnian keperawanannya.”

Lagipula, dalam Lukas 2:7 dikatakan Bunda Maria sendirilah yang

“membungkus dengan lampin”

Anak yang telah dilahirkannya,

“dan membaringkannya di palungan.”

Akibatnya, narasi dalam kitab apokrif itu tidak benar. [Kitab Apokrif yang dimaksud kemungkinan adalah Protoevangelium of James] St. Hieronimus berkata (Adv. Helvid. iv): “Tidak ada bidan di sana… Ia [Sang Perawan Maria] adalah ibu sekaligus bidan.

“Ia membungkus Anak itu dengan lampin, dan membaringkannya di palungan.”

Selanjutnya St. Thomas mengajarkan (lih. Summa Theologica, III, q.28, a. 2),

“Tanpa ragu sedikit pun, kita harus menegaskan bahwa Bunda Kristus adalah perawan bahkan pada saat kelahiran Kristus: karena nabi Yesaya tidak hanya berkata: “Lihatlah, seorang perawan akan mengandung,” tetapi menambahkan: “dan akan melahirkan seorang anak laki-laki.” Jadi ini memang pantas karena tiga alasan.

Pertama, ini sesuai dengan sifat Kristus, sebagai Sang Firman/ Perkataan Allah. Karena perkataan tidak hanya dikandung dalam pikiran tanpa kerusakan, tetapi juga keluar dari pikiran tanpa kerusakan. Oleh karena itu, untuk menunjukkan bahwa tubuh itu—maksudnya tubuh yang dilahirkan itu—adalah tubuh Firman Allah sendiri, sudah sepantasnya tubuh itu dilahirkan oleh perawan yang tidak rusak. Oleh karena itu, dalam khotbah Konsili Efesus… dikatakan:

“Barangsiapa melahirkan daging belaka, tidak lagi menjadi perawan. Tetapi karena ia melahirkan Firman yang menjadi daging, Allah menjaga keperawanannya untuk menyatakan Firman-Nya. Karena melalui Sang Firman itu, Allah menyatakan diri-Nya sendiri. Karena sama seperti perkataan kita, ketika dilahirkan/ dikeluarkan, tidak merusak pikiran; maka Tuhan, Sang Perkataan Firman yang hakiki, yang berkenan dilahirkan, tidak menghancurkan keperawanan.”

Kedua, ini sesuai dengan dampak dari Inkarnasi Kristus: karena Kristus datang untuk tujuan menghapuskan kerusakan kita, maka tidaklah tepat kalau dalam Kelahiran-Nya Ia merusak keperawanan Ibu-Nya. St. Agustinus berkata:

“Tidaklah benar bahwa Ia [Kristus] yang datang untuk menyembuhkan kerusakan, dengan kedatangan-Nya melanggar keutuhan.”

Ketiga, sudah sepantasnya bahwa Ia yang memerintahkan kita untuk menghormati ayah dan ibu kita, tidak boleh dalam Kelahiran-Nya mengurangi penghormatan yang seharusnya diberikan kepada Ibu-Nya.

Semoga kita punya sikap batin sebagaimana dimiliki oleh para Bapa Gereja, yang merenungkan misteri kelahiran Kristus Sang Sabda Allah dengan sikap khidmat dan hormat. Semoga Tuhan Yesus memberikan rahmat-Nya kepada kita agar kita dapat dibawa masuk ke dalam misteri ilahi yang demikian luas tak terbatas, yang sempurna tanpa cacat cela, termasuk yang berkenaan dengan kelahiran-Nya ke dunia. Sebab Yesus Kristus Penyelamat kita, adalah Allah yang sempurna dan kudus, dan kesempurnaan ini sampai kepada perwujudannya dalam proses perkandunganNya, kelahiran-Nya, dan seterusnya, sampai akhir hidup-Nya di dunia.

Selamat merayakan Natal, teman-teman semuanya. Semoga terang Kristus yang menyinari dunia, menyinari pikiran dan hati kita untuk menerima dengan rasa syukur misteri kelahiran Kristus di tengah kita, yang begitu agung dan sempurna. Terpujilah Kristus!