Pertanyaan:

Sekedar sharing dari seorang pembelajar….

Manusia telah menjadi bukti paling otentik dari keberhasilan evolusi jagat raya. Sejak awal jagat raya, dari setitik big bang menjadi bilyunan bintang dan runtutan generasi semua makhluk dalam rentang bermilyar tahun.
Dan di tiap masa terjadilah lompatan genetik, menghasilkan evolusi dan seleksi alam seperti kondisi saat ini.
Adalah wajar bila ditiap generasi selalu ada sesuatu atau seseorang yang seolah melompat ke depan, seperti tidak hidup pada jamannya, bak tidak menginjak bumi, atau dianggap seperti datang dari planet lain. Karena itu menjadi hukum alam terjadinya lompatan genetik dari tiap jaman menuju evolusi dan kesempurnaan makhluk.
Di jaman purba ada Adam yang genetiknya melompat dari para makhluk purba. Teori Darwin bisa jadi memang benar (apalagi memang didukung bukti ilmiah). Sebagai makhluk berakal dan fakta bahwa hidup kita selama ini tergantung dan dipenuhi dengan fasilitas-fasilitas hasil sains dan ilmu pengetahuan, sudah sepatutnya kita respek dengan cara berpikir metoda ilmiah. Tapi disisi lain teori agama juga benar, ditilik dari bahasa agama yang biasanya penuh lambang dan multi tafsir, tidak ada yang benar-benar dapat membuktikan apakah Adam di surga itu ada di awang-awang atau sekedar symbol istilah hidup di suatu tempat di bumi juga, semisal di sebuah dataran tinggi yang subur bak surga. Tercipta dari tanah karena memang semua makhluk makan dari saripati tanah, yang mana dimakan lewat tumbuhan yang menyerapnya, dan memang kandungan tubuh kita pada dasarnya seperti unsur-unsur tanah juga: kalium, kalsium, zat besi, air, megnesium, etc. Jadi asal mula kita sebenarnya memang tanah, dan bumi adalah ibu kita yang sebenar-benarnya. Bumi dari pecahan matahari dan matahari dari pecahan galaksi dan galaksi dari pecahan big bang. Jadi memang kita adalah turunan ke sekian dari Big-bang…. Sebuah percikan ruh Tuhan. Karenanya semua dari kita mewarisi sifat-sifat Tuhan meski juga hanya sepercik “melihat”, sepercik “mendengar”, sepercik “mencipta”, sepercik “mengasihi”, dan lain-lain yang jauh dari sempurna. Dan gangguan lingkungan yang menyebabkan kadar sifat Tuhan dalam tiap individu jadi berbeda-beda.
Dan lompatan genetik di setiap generasi senantiasa ada. Adam, Nuh, Musa, Ibrahim, Isa, Sidharta, Muhammad, Tao, Einstein, Alfa Edison bahkan dijaman kita kini para peraih nobel di berbagai bidang juga mewakili para pelompat genetik, meski tidak dengan lompatan panjang.
Jadi……. janganlah kita terlalu berlebihan….. menerka sang tuhan adalah ini dan itu. Padahal tidak ada hal yang bersifat materi (masih dalam lingkup 3 dimensi + dimensi waktu) yang tidak dipengaruhi oleh pemikiran dan opini pada jaman atau peradaban tertentu. Dan biasanya yang berkuasa pada jaman tertentu adalah yang menentukan arah sejarah. Kadang arahnya sedikit melenceng, kadang menyimpang agak jauh. Kebenaran 100% hanya ada pada fakta itu sendiri. Fakta pada waktu yang telah lewat hanya upaya pendekatan. Dan kembali lagi… dari semua pendekatan, yang paling ilmiahlah yang akan bisa dipertanggung jawabkan, ia tidak akan goyah oleh arus jaman yang kian maju dalam menemukan cara untuk mempersempit deviasi fakta sejarah. Hingga kelak mungkin manusia nyata-nyata bisa menembus kerucut waktu supaya bisa melihat realitas masa lampau.
Mungkin Tuhan memang ada dimana-mana sejak pancaran awal dalam kejadian Big-bang, termasuk serpihannya tersemburat dalam diri kita dan semua makhluk di jagat raya. Hanya selama ini kita terlalu dibutakan bentuk materi yang kasad mata. Padahal semua bentuk 3 dimensi yang kita lihat kasad mata, ternyata masih jauh dari dimensi tuhan yang asli yang entah punya berapa dimensi. Bahkan bila ditambahpun oleh dimensi ke-4 (waktu), yang kata stephen Hawking berbentuk kerucut, yang bila kita berada di ujung kerucut akan melihat masa lalu-masa kini-masa depan, tetap saja belum menjangkauNya.

Jadi….. terus dan teruslah mencari.
Dan manusia senantiasa akan berevolusi menuju kesempurnaan. Karena memang mereka mewarisi sifat itu. Namun, karena hanya terdiri atas percikan-percikanNya belaka, maka prosesnya memerlukan waktu panjang. Tapi siapa nyana kalau dulu orang terbang hanya angan-angan sekarang kenyataan…. Kini ada teknologi super konduktor, laser, microchip, dunia atom (nano technology), penjelajahan antar tatasurya, kloning, dan kini juga sudah ada simulasi Big-bang dalam terowongan baja raksasa berdiameter 27km dibangun di Eropa.
Dan semua akan kembali pada asalnya saat big-bang kembali pada titik awal. (terbukti dari hasil teropong ilmuwan kalau galaksi kita sedang dalam proses memuai, jarak antar bintang makin menjauh). Lalu dari fenomena supernova, dapat disimpulkan setelah titik mengembangnya jenuh, galaksi akan menyusut menjadi black hole. Itulah awal sekaligus akhir.
Dan….. saat sekian milyar juta tahun lagi itu….
Kita akan bergabung menjadi satu………………..

Regards – My Soul

Jawaban:

Shalom my soul,

Terima kasih telah berkunjung ke katolisitas.org dan terimakasih untuk sharingnya. Tentu saja hal yang wajar kalau kita mempunyai pendapat yang berbeda. Dan mari kita mendiskusikannya. Saya mencoba membuat point-point, sehingga mudah untuk mengulasnya. Dalam ulasan my soul dikatakan bahwa:

  1. Manusia merupakan bukti otentik dari keberhasilan evolusi jagad raya, yang bersumber dari teori big bang. Dan tiap masa terjadi lompatan genetik, menghasilkan evolusi dan seleksi alam. Dan ini seperti yang dikemukakan oleh teori Darwin, yang kebenarannya didukung bukti ilmiah.
  2. Agama hanya dianggap sebagai suatu simbol, yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
  3. Kita merupakan keturunan kesekian dari big bang, sebuah percikan Roh Tuhan, dan kita mewarisi sifat-sifat Tuhan, namun tidak sempurna karena terganggu lingkungan.
  4. Lompatan genetik termasuk: Adam, Nuh, Musa, Ibrahim, Isa, Sidharta, Muhammad, Tao, dll.
  5. Jadi jangan terlalu berlebihan untuk menerka Tuhan itu siapa.
  6. Sejarah dibentuk dari yang berkuasa, yang kadang menyimpang. Kebenaran hanya ada pada fakta. Jadi kesimpulannya, yang paling ilmiah yang paling dapat dipertanggungjawabkan.
  7. Teruslah mencari karena manusia berevolusi menuju kesempurnaan.

Itulah point-point yang disampaikan oleh my soul. Sekarang, marilah kita telusuri satu persatu.

 

Point 1: Big bang dan teori Darwin:

  1. Big bang masih menjadi suatu teori yang belum tentu terbukti kebenarannya, karena semua masih berupa hipotesa. Dan yang menjadi masalah dari point-point yang disebutkan di atas “apakah semua hipotesa tersebut mengakui adanya campur tangan Tuhan ataukah hanya merupakan suatu kebetulan semata.” Jika hanya merupakan kebetulan semata atau “blind chance”, maka inilah yang bertentangan dengan agama yang mengaku akan satu Tuhan. Bagaimana pandangan Gereja tentang hal ini? Semoga jawaban disini dapat membantu untuk menjelaskan pandangan Gereja tentang hal ini.
  2. Kalau manusia adalah merupakan produk “kebetulan”, maka sungguh sangat tragis bahwa kita semua adalah produk yang tidak diinginkan, namun hanyalah suatu kebetulan semata. Ini sama seperti anak lahir namun tidak pernah diinginkan oleh orang tuanya, dan terjadi karena suatu kecelakaan.

Point 2: Agama hanya suatu simbol, yang akhirnya kembali ke teori big bang.

  1. Agama tidak hanya suatu simbol-simbol yang sama sekali tidak mempunyai dasar ilmiah. Bahkan teologi dapat disebut suatu science. Itu semua tergantung dari definisi science. Di jaman modern ini, orang mencoba membatasi science sebagai “empirical science”, seperti biologi, matematik, fisika, dll. Dalam definisi ini, tentu saja teologi bukanlah empirical science. Namun Aristoteles memberikan pengertian yang lebih luas tentang science, dimana didefinisikan sebagai “an ordered body of knowledge of an object through its fundamental causes.” Dari definisi ini, maka teologi adalah suatu science, karena objeknya adalah Tuhan sendiri dan semua yang berhubungan dengan Tuhan; dan fundamental cause-nya juga adalah Tuhan sendiri.
  2. St. Thomas mengatakan bahwa teologi tidak mempunyai self-evident principles yang berdiri sendiri, seperti matematika. Namun, teologi merupakan subordinate science yang meminjam prinsip-prinsipnya dari science yang lebih tinggi, yaitu dari wahyu Tuhan, dan ini dinamakan Science of God (omniscience). Jadi science ini berdasarkan wahyu Allah sendiri kepada manusia, dan sebenarnya merupakan science yang paling pasti, karena berdasarkan dari kepastian akan pengetahuan Tuhan yang tidak mungkin salah. Sebagai contoh, arsitektur meminjam prinsip matematika (higher science) tanpa berusaha membuktikan kebenaran dari prinsip matematika tersebut. Dalam hal teologi meminjam prinsip dari the Highest Science yaitu dari wahyu Tuhan.
  3. Teologi mempelajari “first cause” untuk mencoba menemukan “the uncaused cause” dan “unmoved mover” yang invisible. Sedangkan “empirical science” mempelajari “secondary cause” dari suatu fenomena yang visible/sensible. Dan keduanya dapat tidak bertentangan, karena secondary cause dapat terjadi karena the first cause. Untuk membuktikan ini, maka sebenarnya manusia mempunyai kapasitas akal budi yang dapat membuktikan keberadaan Tuhan yang Satu. Dan semuanya dapat dibaca di artikel ini.
  4. Secondary cause yang dicari dalam empirical science tidak dapat menerangkan semuanya. Seperti dalam kasus big bang atau teori Darwin, perlu dipertanyakan apakah sebab utama dari big bang, apakah sebab dari sebab tersebut, sampai pada satu saat, manusia hanya dapat mengatakan bahwa ada sesuatu di luar dari semua itu yang menciptakan sesuatu dari ke-tidak ada-an, dimana keberadaannya tidak tergantung dari yang lain. Ia disebut sebagai “uncaused cause” atau “unmoved mover”, dan kaum beragama menyebut-Nya, Tuhan.
  5. Atau teori big bang yang merupakan blind chance tidak dapat menerangkan tentang “human aspiration“, seperti kerinduan manusia akan truth, goodness, and beauty, and love. Juga blind change tidak akan dapat menerangkan keindahan dari alam dan komposisi galaksi yang begitu teratur, yang diatur dengan intelligent design. Sungguh sangat sulit untuk dipahami, bahwa rangkaian big bang yang merupakan rangkaian “blind chance” dapat menciptakan suatu yang teratur dan indah. Ini sama saja mengatakan bahwa simfoni indah yang dibuat Mozart adalah suatu kebetulan dari permainan alat musik yang dimainkan secara sembarangan oleh anak-anak.

Point 3: Kita merupakan percikan Roh Allah:

  1. Dari rangkaian big bang, kemudian disimpulkan bahwa kita merupakan percikan Roh Allah. Pertanyaannya adalah, kalau kita semua merupakan percikan dari Roh Allah, maka Allah seperti apa yang dipercayai? Apakah Allah yang mempunyai pribadi atau Allah yang tidak berkepribadian, yang hanya merupakan suatu energi? Kalau Allah hanya merupakan suatu energi, maka sebenarnya sangat tragis, karena energi levelnya di bawah intellect and will. Energi tidak mempunyai keinginan bebas, tidak mempunyai akal budi. Dan berdasarkan prinsip “sesuatu tidak dapat memberikan apa yang dia tidak punya”, bagaimana Allah yang merupakan suatu energi dapat memberikan intellect and will kepada manusia?
  2. Pemikiran bahwa kita dan semua alam raya merupakan percikan Allah adalah pemikiran Pantheism (dari kata pan & theos yang berarti semua adalah Tuhan dan Tuhan adalah semua). Yang menjadi masalah dalam pemikiran Pantheism adalah bagaimanakah identitas dari Tuhan? Bagaimana Pantheism menjelaskan bahwa ada good and evil di dunia ini? Apakah ini berarti bahwa Tuhan yang ada di dalam diri manusia adalah jahat? Bagaimana gangguan lingkungan dapat menyebabkan kadar sifat Tuhan dalam tiap individu jadi berbeda-beda? Lingkungan seperti apa yang menyebabkan kadar Tuhan dalam individu tertentu lebih besar dari yang lain?
  3. Bagi orang Kristen, Allah merupakan suatu pribadi, yang mempunyai intellect and will, dan oleh karena itu, Allah dapat memberikan intellect and will kepada manusia. Dan terutama bukan merupakan suatu gambaran abstrak, namun Allah yang turun ke dunia, dalam diri Yesus Kristus yang hidup pada masa pemerintahan Pontius Pilatus, yang dicatat dalam sejarah, termasuk oleh sejarahwan Yahudi, Josephus.

Point 4: Lompatan genetik dalam generasi ke generasi

  1. Perlu diperjelas apa yang dimaksud dengan lompatan genetik disini. Apakah orang-orang yang disebutkan di point 4 hanya berbeda karena lompatan genetik? Dalam artikel: 1) Mengapa orang Kristen percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, 2) Inkarnasi adalah Immanuel, Allah yang beserta kita, 3) Kristus yang kita imani=Yesus menurut sejarah, 4) Yesus, Tuhan yang dinubuatkan para nabi, kami mencoba membuktikan bahwa Yesus bukan sekedar “lompatan genetik”, namun Yesus adalah Tuhan. Dan tentu saja Tuhan dan manusia bukan hanya berbeda dalam lompatan genetik, namun secara nature sungguh berbeda tak terbatas, seperti “nature” dan “grace” sungguh sangat /infinitely berbeda, yang bedanya lebih jauh dan infinite dibandingkan dengan perbedaan antara manusia dan cacing.

Point 5: Jangan terlalu berlebihan menerka Tuhan itu siapa

  1. Kalau menerka di sini mengakibatkan orang mencari, maka saya justru berpendapat bahwa adalah suatu hal yang sangat baik untuk mencari Tuhan, karena pencarian kebenaran lebih mulia daripada pencarian akan hal-hal lain. Kalau kita percaya bahwa jiwa kita adalah kekal, maka tidak ada yang lebih berharga untuk menemukan siapa yang menciptakan jiwa kita, dan mau kemana jiwa kita setelah kita meninggal. Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang begitu penting dalam kehidupan kita.
  2. Tanpa kita mencoba menerka, atau lebih tepatnya mencari siapa itu Tuhan, maka sebenarnya kita juga berpegang pada suatu prinsip tertentu tentang ke-Tuhanan, misalkan: mengambil sikap bahwa Tuhan itu tidak ada. Jadi untuk mengambil suatu sikap, baik Tuhan ada maupun tidak ada, manusia perlu membuktikannya, yang tidak semua dapat dibuktikan dengan empirical science.
  3. Apakah asumsi pertama dari teori big bang? bahwa Tuhan tidak ada? ini adalah suatu asumsi yang tidak valid, karena untuk dapat membuktikan bahwa Tuhan tidak ada, perlu suatu pembuktian. Kita tidak dapat menarik suatu kesimpulan berdasarkan suatu premise atau preposisi yang belum terbukti benar. Jadi tentu saja tidak benar kalau kita berkata:Premise 1: Tuhan tidak adaPremise 2: Teori big bang membuktikan bahwa segala sesuatu adalah merupakan kebetulan.Kesimpulan: Karena semua terjadi secara kebetulan, yang berarti tidak ada yang mengatur, maka Tuhan tidak ada.

    Untuk sampai pada kesimpulan yang benar, maka premise 1 dan 2 harus benar. Dan untuk itu, pertama harus membuktikan bagaimana seseorang dapat mengatakan bahwa Tuhan tidak ada.

Point 6: Sejarah dan fakta:

  1. Sejarah ditentukan oleh penguasa, dapat benar dan dapat juga tidak, dan hanya fakta yang berbicara. Namun pernyataan ini juga agak membingungkan, karena siapa yang dapat menentukan bahwa suatu fakta itu benar atau tidak. Dan tentu saja kita tidak dapat membatasi pada fakta yang hanya dapat dilihat dengan senses kita. Sebagai contoh, bagaimana kita dapat membuktikan bahwa kita adalah merupakan percikan Allah, seperti yang dipercayai oleh faham Pantheism.
  2. Bukankah dalam kehidupan kita, kita sering mempercayai sesuatu berdasarkan “trustwortiness of the witness”? Sebagai contoh, sebelum ditemukan DNA test, bagaimana seorang anakpercaya tentang keaslian ayahnya? Bagaimana membuktikannnya? kecuali dengan percaya akan perkataan ayah atau ibunya. Demikian juga dengan Agama Kristen, kita percaya karena saksi yang kita percayai, yaitu Tuhan sendiri. Dan ini juga dapat dibuktikan dengan “motive of credibility”, seperti yang dibahas dalam artikel: Mengapa orang Kristen percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Silakan juga membaca artikel Kristus yang kita imani = Yesus menurut sejarah, yang memaparkan akan trustwortiness of the witness.

Point 7: Terus mencari

  1. Pertanyaannya, sampai kapan proses pencarian harus dilakukan? Pencarian yang tanpa henti dan tidak tahu tujuannya adalah pencarian yang sia-sia. Kalau ditanya, apakah yang dicari? apakah semuanya dapat menemukan jati diri manusia dan dapat menemukan siapa pencipta manusia? Pertanyaan yang paling utama dalam proses pencarian adalah tujuan. Tanpa tujuan yang jelas, percuma untuk mencari, karena pencarian akan berakhir dengan kebingungan. Pencarian tanpa akhir tidak dapat membuat manusia bahagia, karena hanya pada saat manusia menemukan apa yang dicari, maka manusia dapat beristirahat dan menemukan kebahagiaan. Atau apakah tujuan akhir dari hal ini adalah persatuan dengan Sang Sumber Energi? Kalau semuanya dapat bersatu, bagaimana menjawab masalah ketidakadilan? Apakah ada orang-orang tertentu yang mungkin tidak dapat bersatu dengan Sang Sumber Energi ini?
  2. Dalam Kekristenan, pencarian kita melalui Yesus, yang adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Pencarian ini akan berakhir pada saat manusia bersatu dengan Tuhan di surga, pada saat manusia bertemu dengan Tuhan muka dengan muka. Dan itulah kebahagiaan sejati, yang telah dapat kita rintis sejak kita hidup di dunia dengan berpegang pada ajaran-ajaranNya. Dan keadilan ditegakkan pada saat Penghakiman Terakhir.

Demikianlah jawaban yang dapat diberikan atas beberapa point yang dikemukakan my soul. Semoga jawaban-jawaban tersebut dapat membantu my soul untuk melihat bahwa beriman kepada Tuhan yang satu adalah sungguh sesuatu yang paling masuk akal, bahkan sebaliknya tidak beriman kepada Tuhan adalah sesuatu yang tidak masuk akal, seperti yang dipaparkan dalam artikel: Bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Dan saya berdoa agar dalam proses pencarian akan kebenaran, my soul dapat menemukan kebenaran itu sendiri, yaitu Tuhan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

15 COMMENTS

  1. di twitter ada yg nge twitt begini :

    “Manusia, aLam, Jagat raya, semua tak sempurna.. Jd sekiranya Tuhan yg menciptakan kita jg tak sempurna..”

    pertanyaan saya :

    (==_==) Tuhan tidak sempurna karena ciptaannya tidak sempurna?

    • Shalom Alexander Pontoh,

      Terima kasih atas informasinya. Secara prinsip, dunia dan jagat raya ini diciptakan oleh Tuhan baik adanya. Pernyataan ini diperkuat dengan ahli-ahli astronomi, yang sering terpesona akan sistem tata surya dengan segala isinya. Kekaguman ini adalah menjadi suatu bukti bahwa Tuhan ada, karena desain yang begitu sempurna ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Bahkan St. Thomas, pada butir ke 5 tentang pembuktian Tuhan ada, menggunakan argumentasi “governance” atau kesempurnaan desain dunia ini yang mensyaratkan adanya Pencipta. Silakan melihat artikel bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada di sini – silakan klik.

      Bagaimana dengan manusia? Tuhan menciptakan manusia dengan sungguh baik (lih. Kej 1:31). Yang menjadi masalah dengan manusia adalah bukan karena Tuhan, namun karena manusia itu sendiri yang menggunakan kehendak bebasnya untuk melawan Tuhan.

      Point yang terakhir adalah, kesempurnaan Tuhan bukan tergantung dari kebaikan manusia, namun dari hakekat Tuhan yang memang sempurna adanya. Kalau Dia tidak sempurna dalam kadar yang absolut sempurna, maka Dia bukanlah Tuhan. Semoga keterangan singkat ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Apa dasar alkitabiah sehingga orang bisa dan boleh berteologi.

    Bagaimana mempertanggungjawabkan kegiatan berteologi secara alkitabiah?

    • Shalom Herman Jay,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang teologi dan hubungannya dengan Alkitab. Pertama kita harus mengerti tentang teologi.

      1. Agama tidak hanya suatu simbol-simbol yang sama sekali tidak mempunyai dasar ilmiah. Bahkan teologi dapat disebut suatu science. Itu semua tergantung dari definisi science. Di jaman modern ini, orang mencoba membatasi science sebagai “empirical science”, seperti biologi, matematik, fisika, dll. Dalam definisi ini, tentu saja teologi bukanlah empirical science. Namun Aristoteles memberikan pengertian yang lebih luas tentang science, dimana didefinisikan sebagai “an ordered body of knowledge of an object through its fundamental causes.” Dari definisi ini, maka teologi adalah suatu science, karena objeknya adalah Tuhan sendiri dan semua yang berhubungan dengan Tuhan; dan fundamental cause-nya juga adalah Tuhan sendiri.

      2. St. Thomas mengatakan bahwa teologi tidak mempunyai self-evident principles yang berdiri sendiri, seperti matematika. Namun, teologi merupakan subordinate science yang meminjam prinsip-prinsipnya dari science yang lebih tinggi, yaitu dari wahyu Tuhan, dan ini dinamakan Science of God (omniscience). Jadi science ini berdasarkan wahyu Allah sendiri kepada manusia, dan sebenarnya merupakan science yang paling pasti, karena berdasarkan dari kepastian akan pengetahuan Tuhan yang tidak mungkin salah. Sebagai contoh, arsitektur meminjam prinsip matematika (higher science) tanpa berusaha membuktikan kebenaran dari prinsip matematika tersebut. Dalam hal teologi meminjam prinsip dari the Highest Science yaitu dari wahyu Tuhan.

      3. Teologi mempelajari “first cause” untuk mencoba menemukan “the uncaused cause” dan “unmoved mover” yang invisible. Sedangkan “empirical science” mempelajari “secondary cause” dari suatu fenomena yang visible/sensible. Dan keduanya dapat tidak bertentangan, karena secondary cause dapat terjadi karena the first cause. Untuk membuktikan ini, maka sebenarnya manusia mempunyai kapasitas akal budi yang dapat membuktikan keberadaan Tuhan yang Satu. Dan semuanya dapat dibaca di artikel ini.

      4. Secondary cause yang dicari dalam empirical science tidak dapat menerangkan semuanya. Seperti dalam kasus big bang atau teori Darwin, perlu dipertanyakan apakah sebab utama dari big bang, apakah sebab dari sebab tersebut, sampai pada satu saat, manusia hanya dapat mengatakan bahwa ada sesuatu di luar dari semua itu yang menciptakan sesuatu dari ke-tidak ada-an, dimana keberadaannya tidak tergantung dari yang lain. Ia disebut sebagai “uncaused cause” atau “unmoved mover”, dan kaum beragama menyebut-Nya, Tuhan.

      Dari pemaparan di atas, terutama point 2, maka kita melihat bahwa teologi adalah suatu science yang meminjam dari prinsip-prinsip science yang lebih tinggi, yaitu Tuhan (omniscience). Dan Wahyu Allah yang tertuang dalam Alkitab menjadi sumber untuk teologi, sehingga seorang teolog dapat mendasarkan teologinya pada Wahyu Allah yang benar. Kegiatan berteologi secara Alkitabiah dapat dipertanggungjawabkan, jika dibarengi dengan mempelajari Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Dengan demikian teologi akan mempunyai dasar yang kuat, karena ketiga hal tersebut (Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja) adalah merupakan pilar kebenaran. Semoga uraian ini dapat menjawab pertanyaan anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Selamat pagi Katolisitas…

    Saya seorang katolik dan saya ingin curhat di halaman ini karena saya merasa ini salah satu rumah saya di internet.

    Saya masih muda dan sangat mencintai fisika. Banyak waktu saya saat ini dihabiskan dengan belajar fisika. Ada sebuah pertanyaan yang mengganjal di benak saya dan sedang saya pikirkan. Mengapa cahaya memiliki dualisme, sebagai partikel dan gelombang ? Satu-satunya zat yang ada di alam semesta ini, yang bersifat dualisme sebagai partikel (materi) dan gelombang (energi) adalah cahaya. Cahaya juga tidak punya usia.. Cahaya itu abadi… Di dunia ini hanya cahaya saja yang tidak punya usia. Saya (dan emua pecinta fisika di dunia) mempelajarinya di fisika demikian…

    Saya belum menemukan jawabannya dan pertanyaan saya juga tidak ada jawabannya. Satu pendekatan dalam ilmu fisika mengenai hal ini adalah : Telan saja bulat-bulat kebenaran ini, tidak usah dipertanyakan. Mengapa harus cahaya ? Tidak seorang pun fisikawan paling pintar di dunia yang bisa menjawab pertanyaan ini.

    Saya seorang katolik sehingga saya teringat akan kata-kata dalam Injil : AKULAH TERANG DUNIA… AKULAH ALFA DAN OMEGA… AWAL DAN AKHIR (KEABADIAN)… mengapa Tuhan Yesus mengidentikkan diri-Nya dengan terang ? Bukankah terang itu identik dengan cahaya ? Cahaya juga abadi, tidak punya usia.

    Adakah pesan terselubung dibalik sifat dualisme cahaya sebagai gelombang dan partikel, yang tidak pernah mampu dipahami oleh manusia ? Atau adakah teman-teman non katolik yang bisa menjawab pertanyaan saya ini ?

    ———————–

    Sifat dualisme cahaya sebagai gelombang (energi) dan partikel (materi) saja tidak pernah mampu kamu pahami, lalu mengapa kamu berusaha memampukan dirimu untuk memahami dualisme Ketuhanan dan kemanusiaan Yesus ?

    Gunakan saja pendekatan fisika dalam memahami cahaya : Telan saja bulat-bulat kebenaran ini, tidak usah dipertanyakan.

    • Shalom Dualisme,
      Terima kasih telah menganggap katolisitas.org sebagai rumah anda di internet. Terima kasih juga atas analogi cahaya yang mempunyai partikel dan gelombang. Saya bukan ahli fisika, sehingga saya tidak mengerti banyak tentang aspek fisika. Namun, saya ingin memberikan komentar bahwa dua unsur tersebut adalah sesuatu yang nyata. Hal yang sama, Yesus yang sungguh Allah dan sungguh manusia adalah sesuatu yang nyata, karena Yesus sendiri membuktikan Diri-Nya sebagai manusia seperti kita, dan pada saat yang bersamaan, Dia membuktikan Diri-Nya bahwa Dia adalah Tuhan. Bagaimana dua hal ini bersatu, para teolog menggunakan istilah “hypostatic union“, di mana masing-masing unsur tidak kehilangan kodratnya masing-masing (sehingga Yesus mempunyai 2 akal budi), namun dilakukan oleh pribadi (person) yang sama, yaitu Yesus. Artikel “Yesus, sungguh Allah sungguh manusia” mungkin dapat membantu – silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

    • Shalom Tanya Doang,
      Terima kasih atas pertanyaannya. Pertanyaan anda telah mempunyai premise (asumsi) yang tidak dapat disetujui oleh semua orang, termasuk saya. Anda menganggap bahwa Tuhan dapat lebih dari satu. Oleh karena itu, sebelum menjawab pertanyaan ini, kita harus setuju dahulu apakah Tuhan itu satu atau banyak. Saya mengusulkan agar anda dapat membaca artikel “Bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu satu (silakan klik)” Setelah membaca artikel tersebut, maka anda dapat memberikan keberatan. Kalau dari diskusi, kita dapat menyimpulkan bahwa Tuhan itu satu, maka kita tidak perlu mengajukan dan menjawab pertanyaan tersebut.
      Pertanyaan yang anda ajukan adalah sama seperti pertanyaan “Bagaimana ya menjelaskan tentang proses manusia bertelur?” Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus setuju asumsi pertama, yaitu apakah manusia bertelur atau beranak? Semoga analogi ini dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  4. percaya teori evolusi juga ?

    kenapa ya

    GIORDANO BRUNO yang punya teori ALAM SEMESTA
    sampai dibakar hidup-hidup
    oleh Gereja Katholik pada tahun 1600 ?

    GALILEO GALILEI yang mengatakan
    bumi sambil ber-rotasi juga
    ber-revolusi mengelilingi matahari,
    juga dipenjara oleh Gereja Katholik pada tahun 1633,

    bahkan PAUS PAULUS II
    pada tanggal 31 Oktober 1992
    hanya menyatakan PENYESALAN saja
    TANPA MEMINTA MAAF pada
    Giordano Bruno maupun Galileo Galilei
    karena AROGANSI Gereja Katholik ?

    anda juga percaya BIG BANG nya Stephen Hawking ?
    lalu isi Alkitab bagaimana ?

    • Salam damai Olala,
      Terima kasih atas pesannya. Mari kita membahas dan berdialog tentang topik ini dengan hormat.
      I. Teori Evolusi dan Big Bang:
      Saya ingin menegaskan bahwa dalam jawaban saya terdahulu, saya tidak mengatakan bahwa saya mempercayai teori Evolusi atau Big Bang. Saya tidak tahu mengapa Olala dapat mengambil kesimpulan demikian. Dalam jawaban saya terdahulu saya ingin menegaskan bahwa yang paling penting adalah seseorang mengakui bahwa tidak mungkin semuanya terjadi secara kebetulan dan hanya merupakan seleksi alam belaka tanpa ada campur tangan Tuhan.
      II. Giordano Bruno:

      1) Untuk kasus Giordano Bruno, silakan membaca lebih lengkap di New Advent (silakan klik). Giordano Bruno sebelumnya pernah memasuki ordo St. Dominic dan ditahbiskan menjadi iman tahun 1572. Namun dia mempunyai pandangan theologis yang bertentangan dengan Gereja Katolik, dan pada akhirnya dikecam sebagai heretic atau bidaah.

      2) Setelah beberapa kali dihadapkan pada persidangan agama, dia tetap tidak mau merubah pandangannya. Bahkan dia menerbitkan buku yang menyerang agama Katolik, yaitu "TheExpulsion of the Triumphant Beast " di tahun 1584. Hidupnya berpindah dari satu kota ke kota lain. Bukan hanya dicap bidaah oleh Katolik, namun dia juga dianggap bidaah oleh Calvinist dan Lutherans.

      3) Di tahun 1599, Giordano Bruno disidangkan di pengadilan agama di Roma dan pada akhirnya dinyatakan sebagai bidaah secara publik pada bulan Januari 1600 dan kemudian diserahkan kepada pengadilan negara (secular power).
      Dan oleh pengadilan negara atau secular power (bukan pengadilan agama Katolik di Roma atau Roman Inquisition), Giordano Bruno dihukum bakar.

      4) Giordano Bruno dianggap bidaah bukan karena teori alam semesta yang disebutkan oleh Olala, namun dikarenakan kesalahan theologis, seperti: Kristus bukanlah Tuhan namun ahli sihir yang luar biasa, Roh Kudus adalah jiwa dari dunia, dan malaikat yang jahat akan diselamatkan, dll.

      III. Galileo Galilei: saya telah menjawabnya di sini (silakan klik).

      III. Sikap Gereja:

      1) Mari sekarang kita melihat bagaimana sikap Gereja Katolik. Paus Yohanes Paulus II, telah meminta maaf kepada dunia akan sikap dari sebagian putera dan puteri Gereja Katolik dalam sejarah Gereja Katolik yang menyebabkan penderitaan. Saya menganjurkan agar Olala dapat membaca buku "Luigi Accattoli, and Jordan Aumann, When a Pope Asks Forgiveness, 1st ed. (Alba House, 1998)", dimana Luigi mencatat ada sekitar 94 kali, Paus Yohanes Paulus II meminta maaf dalam berbagai kesempatan, dan yang memuncak pada tanggal 12 Maret 2000, Minggu Pertama Prapaskah. Keterangan lengkap dapat dibaca disini ( silakan klik) dan juga di sini (silakan klik).

      2) Ini adalah suatu sikap, dimana walaupun Gereja Katolik adalah kudus, karena Kristus adalah Kepala-Nya, namun terdiri dari para pendosa, sehingga Gereja harus senantiasa memeriksa batin dan mengadakan pertobatan yang terus menerus.

      3) Permintaan maaf dan memaafkan adalah suatu tindakan kasih yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Cobalah melihat dari sisi yang lain, apakah ada tindakan serupa yang dilakukan oleh agama lain?

      Demikian jawaban yang dapat saya berikan kepada Olala dan semoga dapat menjawab pertanyaan dan keberatan Olala.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Salam dalam kasih/damai Kristus buat Olala,…
        Saya mencoba mengomentari bukan dari sisi teologis/ajaran, namun dari sisi lain.
        Kesulitan terbesar dari dialog2 antar agama adalah karena: Banyak orang berargumentasi berdasarkan pada pemahaman sepihak tentang “apa yang mereka asumsikan/pikir telah diajarkan oleh suatu agama lain”, BUKAN berpokok pada “pengetahuan/memahami apa sebenarnya yang di ajarkan oleh agama itu”.
        Suatu dialog agama yang konstruktif harus di arahkan bukan utk menang-kalah atau saling mendiskreditkan, melainkan guna menambah pengetahuan dan pemahaman masing2 pihak ttg pandangan kepercayaan lain secara benar. (namun bebas boleh setuju boleh tidak).
        Saya seorg Katolik awam yang di didik utk menganutjuga sebuah pengertian bahwa : Keselamatan tidak semata-mata di monopoli oleh Gereja Katolik yang diakui mengandung sifat ‘terbatas’ shg tidak sepadan dgn rencana mulia Allah “menghendaki agar supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan Kebenaran” (bdk.1Tim.2:4). Tuhan sendiri mengikatkan keselamatan pada sakramen pembaptisan, tapi Ia sendiri tidak terikat pada sakramen2. Karena itu Allah bebas menyediakan dan menjadikan rahmat keselamatan tersedia bagi siapa saja, semua orang, dalam cara-cara yang tidak kita ketahui. (bdk. Katekismus GK, maaf saya tdk hafal nomornya). Pada sisi lain, gereja Katolik secara radikal mengesampingkan mentalitas “Indifferentisme” (semacam sikap acuh tak acuh?) yang ditandai dengan relatifme religius yang mengantar pada kepercayaan seolah-olah satu agama itu sama baiknya, semua agama sama.

        Saya sendiri pengetahuan ttg agama lain amat terbatas, di waktu muda saya bersikap bodoh (emosional) saat org lain berpendapat ttg kepercayaan saya, saya berusaha menyerang balik dgn melecehkan kepercayaan org tsb menurut argumentasi pemahaman saya sendiri tentang kepercayaan org lain tsb. Ternyata saya SALAH BESAR. Saya teringat 2 orang anak saya yg berusia 9 dan 7 tahun berkelahi, yang satu mengatakan kalau sudah besar lebih baik menjadi Spiderman, yang lainnya mau menjadi Bruce Lee, masing2 mengajukan argumentasi sesuai level pemikiran kanak-kanak mereka. Bayangkan jika saya yang harus ikut berdebat dengan mereka, pasti berujung pada kelucuan2, tidak bisa diharapkan ada diskusi yang ilmiah dan serius karena level yang berbeda.
        Dalam perkembangan selanjutnya saya pernah terlibat “dialog” dengan teman2 baik saya yang beragama Islam, dari kelompok murid2 asuhan alm. Bpk Nurcholis Madjid (kelompok Paramadina), saat itulah saya disentakkan pada kenyataan bahwa sebagian dari mereka “cukup memahami” pokok2 ajaran gereja Katolik, menghargai Konsili Vatican II,dll,…jauh melampaui pemahaman saya pribadi tentang ajaran agama mereka. Saya jadi malu, sejak saat itu saya mencoba lebih bersikap terbuka, respek, mau mendengarkan dan mempelajari, apa sih sebenarnya inti ajaran mereka, bgm saya yg Katolik berbeda dgn ajaran mereka.

        Saya menyarankan Olala menerima kenyataan adanya perbedaan2 pemahaman/ajaran, jika kondisi batin dan pikiran tidak siap utk menerima ajaran/dogma lain sebaiknya tidak perlu didengarkan dulu. Pada saatnya pengalaman hidup rohani kita akan mendewasakan kita, Roh Kudus Tuhan akan menuntun kita menemukan kebenaran. Saya juga pribadi belajar bahwa kadang2 sikap diam, takut salah, dan kekurang-mengertian saya kadang malah menjadi berkat buat diri saya sendiri, saya jadi terpacu mau banyak membaca dan mendengarkan utk belajar, meskipun sampai sekarang saya masih bingung akan banyak hal.
        Semoga ada gunanya.
        Tuhan berkati,
        Antonius H

    • Saya percaya bahwa Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan adalah anugerah dari Tuhan, dan karena sumbernya sama maka keduanya adalah sejalan dan tidak berseberangan. Kalau toh ada hal-hal yang seolah-olah bertentangan, itu karena kemampuan manusia menganalisa belumlah sampai kepada hal-hal tersebut. Tuhan belum membuka cakrawala pengetahuan untuk manusia.

      Dalam Ilmu Agama kita belajar bahwa di hari pertama Tuhan menciptakan terang, dan manusia diciptakan pada hari ke-6. Sementara Charles Darwin melalui bukunya “The Origin of the Species” mengemukakan proses evolusi manusia memakan waktu ribuan atau bahkan jutaan tahun.
      Apakah keduanya bertentangan?

      Tapi apa sih sebetulnya yang kita sebut sebagai 1 hari itu? Satu hari adalah siang dan malam yang dalam ukuran kita, manusia yang hidup di bumi ini, sama dengan 24 jam (atau lebih tepatnya 23 jam 56 menit dan 4,100 detik).

      Itu kalau kita berbicara dari sudut pandang manusia yang hidup di Bumi, kalau di planet lain?
      Di Merkurius karena rotasinya jauh lebih lambat dari Bumi, maka 1 hari di Merkurius sama dengan 58,65 hari di Bumi (1407,5 jam). Tetapi karena terletak lebih dekat ke Matahari, maka waktu orbitalnya (1 kali memutari Matahari) hanya 87,969 hari. Bandingkan dengan Bumi yang mempunyai waktu 365 ¼ hari (1 tahun)

      Di Mars kita akan menyebut 1 hari sebagai 24, 623 jam; dan menyebut 1 tahun sebagai 686,971 hari karena Mars mengembara di jalur yang lebih jauh dari Matahari

      Di Pluto kita akan menyebut 1 hari sepanjang 6 hari 9 jam 17 menit 36 detik-nya waktu Bumi. Sedangkan 1 tahun Pluto sama dengan 248,09 tahun di Bumi. Jadi sebelum sempat meniup lilin ultah ke-1 kita sudah dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa, kalau kita hidup di Pluto.

      Kini kita tahu bahwa Bulan mengelilingi Bumi, dan Bumi membawa Bulan mengelilingi Matahari. Dan Matahari membawa Bumi dan planet-planet lain yang berada dalam medan gravitasinya mengelilingi pusat Galaksi Bima Sakti. Waktu yang dibutuhkan Matahari untuk 1 kali mengelilingi pusat galaksi ini diperkirakan antara 225–250 juta tahun Bumi. (lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Milky_way).

      Bila di Kitab Suci disebutkan bahwa Tuhan menciptakan terang dan memisahkannya dari gelap, itulah yang disebut hari pertama.
      IMHO, mungkin saja yang disebut 1 hari dalam Kitab Suci itu adalah siang dan malam, yang tidak harus berarti 24 jam. Apakah waktu Kitab Kejadian ditulis manusia sudah mempunyai konsensus bahwa 1 hari “dihitung” 24 jam?

      Tahukah anda, kalau di Kutub Utara Bulan selalu mendapat sinar Matahari? Disana selalu “siang”. Sebuah siang yang hampir-hampir abadi, sampai Matahari berhenti bersinar (lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Moon).

      Lalu apakah 1 hari itu? Satu hari adalah satu satuan waktu, yang lamanya tergantung dari konsensus dan perspektif si pengguna.
      Apakah kita yakin bahwa 1 harinya Tuhan sama dengan 1 hari kita yang 24 jam?
      Mungkin umur manusia yang mendekati 100 tahun terasa lama buat kita. Tapi bagi Sang Alfa dan Omega, Sang Kekal, itu hanyalah sekejap waktu yang tak berarti.

      Mungkin Charles Darwin benar, bahwa untuk menjadi “sempurna” seperti sekarang ini dibutuhkan evolusi ribuan bahkan jutaan tahun. Tapi bagi Tuhan, IMHO, itu hanyalah 1 hari kerja. Tak lebih.

      Note:
      1. Stephen Hawking bukanlah pencetus Teori Big Bang, beliau penganutnya. Georges Lemaître pencetusnya dan Fred Hoyle yang memberi nama Big Bang. Monsignor Georges Lemaître, was a Roman Catholic priest. (http://en.wikipedia.org/wiki/Big_Bang)
      2. Nicolaus Copernicus dekat dengan kehidupan biara. Sir Isaac Newton bahkan telah menerbitkan buku – buku telaah keagamaan lebih banyak daripada buku-buku ilmiahnya! Mungkin karena itu, Tuhan berkenan membuka sedikit rahasia alam-Nya kepada mereka.

      Semoga Tuhan Yang Maha Tahu, sumber dari segala ilmu, Memberkati kita semua
      Wiwid Sumowijoyo

  5. Sekedar sharing dari seorang pembelajar….

    Manusia telah menjadi bukti paling otentik dari keberhasilan evolusi jagat raya. Sejak awal jagat raya, dari setitik big bang menjadi bilyunan bintang dan runtutan generasi semua makhluk dalam rentang bermilyar tahun.
    Dan di tiap masa terjadilah lompatan genetik, menghasilkan evolusi dan seleksi alam seperti kondisi saat ini.
    Adalah wajar bila ditiap generasi selalu ada sesuatu atau seseorang yang seolah melompat ke depan, seperti tidak hidup pada jamannya, bak tidak menginjak bumi, atau dianggap seperti datang dari planet lain. Karena itu menjadi hukum alam terjadinya lompatan genetik dari tiap jaman menuju evolusi dan kesempurnaan makhluk.
    Di jaman purba ada Adam yang genetiknya melompat dari para makhluk purba. Teori Darwin bisa jadi memang benar (apalagi memang didukung bukti ilmiah). Sebagai makhluk berakal dan fakta bahwa hidup kita selama ini tergantung dan dipenuhi dengan fasilitas-fasilitas hasil sains dan ilmu pengetahuan, sudah sepatutnya kita respek dengan cara berpikir metoda ilmiah. Tapi disisi lain teori agama juga benar, ditilik dari bahasa agama yang biasanya penuh lambang dan multi tafsir, tidak ada yang benar-benar dapat membuktikan apakah Adam di surga itu ada di awang-awang atau sekedar symbol istilah hidup di suatu tempat di bumi juga, semisal di sebuah dataran tinggi yang subur bak surga. Tercipta dari tanah karena memang semua makhluk makan dari saripati tanah, yang mana dimakan lewat tumbuhan yang menyerapnya, dan memang kandungan tubuh kita pada dasarnya seperti unsur-unsur tanah juga: kalium, kalsium, zat besi, air, megnesium, etc. Jadi asal mula kita sebenarnya memang tanah, dan bumi adalah ibu kita yang sebenar-benarnya. Bumi dari pecahan matahari dan matahari dari pecahan galaksi dan galaksi dari pecahan big bang. Jadi memang kita adalah turunan ke sekian dari Big-bang…. Sebuah percikan ruh Tuhan. Karenanya semua dari kita mewarisi sifat-sifat Tuhan meski juga hanya sepercik “melihat”, sepercik “mendengar”, sepercik “mencipta”, sepercik “mengasihi”, dan lain-lain yang jauh dari sempurna. Dan gangguan lingkungan yang menyebabkan kadar sifat Tuhan dalam tiap individu jadi berbeda-beda.
    Dan lompatan genetik di setiap generasi senantiasa ada. Adam, Nuh, Musa, Ibrahim, Isa, Sidharta, Muhammad, Tao, Einstein, Alfa Edison bahkan dijaman kita kini para peraih nobel di berbagai bidang juga mewakili para pelompat genetik, meski tidak dengan lompatan panjang.
    Jadi……. janganlah kita terlalu berlebihan….. menerka sang tuhan adalah ini dan itu. Padahal tidak ada hal yang bersifat materi (masih dalam lingkup 3 dimensi + dimensi waktu) yang tidak dipengaruhi oleh pemikiran dan opini pada jaman atau peradaban tertentu. Dan biasanya yang berkuasa pada jaman tertentu adalah yang menentukan arah sejarah. Kadang arahnya sedikit melenceng, kadang menyimpang agak jauh. Kebenaran 100% hanya ada pada fakta itu sendiri. Fakta pada waktu yang telah lewat hanya upaya pendekatan. Dan kembali lagi… dari semua pendekatan, yang paling ilmiahlah yang akan bisa dipertanggung jawabkan, ia tidak akan goyah oleh arus jaman yang kian maju dalam menemukan cara untuk mempersempit deviasi fakta sejarah. Hingga kelak mungkin manusia nyata-nyata bisa menembus kerucut waktu supaya bisa melihat realitas masa lampau.
    Mungkin Tuhan memang ada dimana-mana sejak pancaran awal dalam kejadian Big-bang, termasuk serpihannya tersemburat dalam diri kita dan semua makhluk di jagat raya. Hanya selama ini kita terlalu dibutakan bentuk materi yang kasad mata. Padahal semua bentuk 3 dimensi yang kita lihat kasad mata, ternyata masih jauh dari dimensi tuhan yang asli yang entah punya berapa dimensi. Bahkan bila ditambahpun oleh dimensi ke-4 (waktu), yang kata stephen Hawking berbentuk kerucut, yang bila kita berada di ujung kerucut akan melihat masa lalu-masa kini-masa depan, tetap saja belum menjangkauNya.

    Jadi….. terus dan teruslah mencari.
    Dan manusia senantiasa akan berevolusi menuju kesempurnaan. Karena memang mereka mewarisi sifat itu. Namun, karena hanya terdiri atas percikan-percikanNya belaka, maka prosesnya memerlukan waktu panjang. Tapi siapa nyana kalau dulu orang terbang hanya angan-angan sekarang kenyataan…. Kini ada teknologi super konduktor, laser, microchip, dunia atom (nano technology), penjelajahan antar tatasurya, kloning, dan kini juga sudah ada simulasi Big-bang dalam terowongan baja raksasa berdiameter 27km dibangun di Eropa.
    Dan semua akan kembali pada asalnya saat big-bang kembali pada titik awal. (terbukti dari hasil teropong ilmuwan kalau galaksi kita sedang dalam proses memuai, jarak antar bintang makin menjauh). Lalu dari fenomena supernova, dapat disimpulkan setelah titik mengembangnya jenuh, galaksi akan menyusut menjadi black hole. Itulah awal sekaligus akhir.
    Dan….. saat sekian milyar juta tahun lagi itu….
    Kita akan bergabung menjadi satu………………..

    Regards

    [Dari katolisitas: pertanyaan ini telah dijawab di atas – silakan klik]

Comments are closed.