Apa yang terjadi pada pasangan suami istri setelah mereka meninggal? Dua ribu tahun yang lalu, orang Saduki mempertanyakan hal yang sama, seperti yang tertulis di Mrk 12:19-25 dan Mat 22:23-30. Orang Saduki bertanya kalau seorang istri menikah dengan tujuh suami, karena suami-suami yang sebelumnya telah meninggal, maka siapakah yang menjadi suami dari istri tersebut pada hari kebangkitan? Yesus menjawab “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di Sorga” (Mt 22:30; Mk 12:25). Dari sini, kita melihat bahwa pada waktu di Sorga, pasangan suami-istri tidaklah seperti pasangan suami-istri yang kita tahu di dunia ini.

1) Kita juga mengingat, dalam janji yang dilakukan pada waktu menerima Sakramen Perkawinan, suami istri berjanji untuk sehidup semati sampai maut memisahkan mereka. Maka secara prinsip, sakramen – termasuk Sakramen Perkawinan – membantu kita untuk lebih dekat dan bersatu dengan Kristus. Dalam Sakramen Perkawinan, suami istri berusaha untuk menguduskan satu sama lain, sehingga mereka dapat mencapai Surga. Mereka juga dipanggil untuk mendidik anak-anak, sehingga anak-anak mereka juga dapat masuk dalam Kerajaan Sorga. Sakramen Perkawinan menjadi gambaran dari persatuan antara Kristus dengan Gereja-Nya (lih. Ef. 5). Dengan demikian, pada waktu kita semua masuk dalam Kerajaan Surga, kita tidak lagi memerlukan Sakramen, karena kita telah berjumpa dan bersatu dengan Kristus sendiri, dalam persatuan yang lebih sempurna dan abadi. Sakramen sebagai cara (means) tidak diperlukan lagi pada waktu kita mencapai tujuan (end), yaitu Kerajaan Sorga. Dengan demikian, pasangan suami istri tidak lagi memerlukan Sakramen Perkawinan di Surga. Bagaimana bentuk hubungan suami istri di Surga, kita tidak pernah tahu secara persis, dan Yesus hanya mengatakan bahwa mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan, namun hidup sebagaimana layaknya para malaikat. Ini berarti, suami istri tidak lagi melakukan hubungan jasmani, karena persatuan dan kebahagiaan jiwa adalah lebih utama daripada kebahagiaan badani.

2) Apa yang dipersatukan Allah memang tidak boleh diceraikan oleh manusia (lih. Mt 19:6). Namun, kalau kita melihat kodrat dari Sakramen Perkawinan yang menggambarkan Perkawinan Kudus antara Kristus dengan Gereja-Nya, maka hubungan suami istri di dunia yang terikat di dunia, tidaklah diceraikan oleh Allah, namun justru diangkat derajatnya, sehingga setiap individu mengalami persatuan abadi dengan Allah; dan dengan persatuan di dalam Allah ini, maka persatuan antara suami dan istri di Surga mencapai kesempurnaannya. Persatuan abadi dengan Allah di Sorga ini adalah sempurna dan abadi, jauh lebih indah dari persatuan suami istri di dunia ini.

3) Bagaimana jika salah pasangan tersebut terpisah, di mana yang satu masuk Sorga dan yang lain masuk neraka? Manusia mempunyai kodrat sebagai manusia, karena dia mempunyai jiwa dan tubuh di mana jiwanya bersifat spiritual (silakan melihat diskusi ini – silakan klik dan artikel ini – silakan klik). Persatuan jiwa dan badan tidaklah bersifat sementara, namun persatuan tersebut adalah kodrat manusia. Dengan demikian, manusia A hanya dapat menjadi manusia A kalau dia mempunyai persatuan antara badan A dan jiwa A. Pada waktu kedatangan Kristus yang kedua, maka seluruh jiwa-jiwa akan mendapatkan badannya kembali, sehingga terjadi persatuan antara badan dan jiwa, yang membentuk kodrat manusia seutuhnya, di mana setiap individu adalah unik dan berbeda dengan individu yang lain.

Dengan demikian, kalau pasangan suami istri yang terpisah selamanya [yang satu di Sorga dan yang lain di neraka], maka mereka tidak dapat bersatu lagi. Setelah Kebangkitan Badan di akhir zaman, bagi yang berada di neraka, ia berada di neraka  jiwa dan badannya. Bagi yang berada di Surga, ia juga berada di surga jiwa dan badannya. Jiwa mereka tidak akan tertukar satu sama lain maupun bersatu di satu tubuh, mengingat persatuan jiwa dan badan adalah telah menjadi kodrat manusia yang unik, yang tidak dapat ditukar ataupun digabungkan. Karena neraka adalah keterpisahan abadi dengan Tuhan dan Surga adalah persatuan abadi dengan Tuhan, maka neraka dan Surga tidaklah mungkin terseberangi. Dengan demikian, jiwa dan badan dari manusia A tidak akan mungkin bersatu dengan jiwa dan badan dari manusia B, jika yang satu berada di surga dan yang lain di neraka.

 

17 COMMENTS

  1. Katolisitas Ytk,

    Terinspirasi dari film Gladiator dalam adegan Maximus sesaat setelah meninggal ia berjumpa dengan istri dan anaknya (yang duluan meninggal) di surga dalam keadaan bahagia.
    bagaimana pengajaran Gereja, apakah kita bisa berjumpa lagi dengan anak dan pasangan kita (meski saya tahu bahwa di sana tidak ada yang kawin dan dikawinkan). apakah kita dapat berjumpa dan berkomunikasi dengan para penghuni surga (terutama anak dan pasangan kita), selain kita bertemu muka dengan Tuhan?

    mohon pencerahan dan semoga tidak terlalu lama menunggu.
    terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik. Mengingat bahwa di surga segalanya sempurna di dalam Kristus, maka hubungan kasih antara suami dan istri, orang tua dan anak juga akan sempurna di dalam Kristus. Atas dasar ini, kita mempunyai pengharapan, jika seluruh keluarga setia beriman dan hidup dalam pengharapan dan kasih sampai akhir hayat, maka kita akan bertemu lagi di surga, dalam kasih yang sempurna. Seperti apa persisnya hubungan kasih ini, memang kita tidak dapat menjabarkannya, namun Kitab Suci mengajarkan kepada kita tentang Surga: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (lih. 1 Kor 2:9)]

    • Dear katolisitas,

      banyak terima kasih atas jawaban yang cepat,
      Saya sudah memahami terutama dari KGK 1027

      salam Damai

  2. Shalom,
    Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pasangan hidup menurut Gereja Katolik khususnya kita kaum muda?

    Thank’s, GBU

    • Shalom Nugraha,

      Terima kasih atas pertanyaannya ini. Salah satu tujuan pernikahan tentunya adalah kebahagiaan jiwa raga bagi pasangan yang menjalaninya. Kebahagiaan itu lebih mudah diraih bila pasangan suami dan istri mempunyai visi dan misi yang sama dalam membentuk sebuah keluarga. Kesamaan visi itu dijajagi di dalam masa-masa pacaran, sehingga bagi kaum muda, masa pacaran sangat penting, dan hendaknya digunakan sebaik-baiknya untuk memilih pasangan yang tepat, saling menjajagi, dan menyatukan visi dan misi berdua dalam mengarungi bahtera rumah tangga kelak. Adanya berbagai perbedaan latar belakang, kepribadian, tingkat pendidikan, pengalaman hidup, dan lain-lain, diharapkan bukan menjadi hambatan untuk menyatukan cinta dua insan untuk mengarungi kehidupan keluarga bersama hingga maut memisahkan. Perbedaan adalah wajar, dan bisa bersifat kondusif jika perbedaan itu bersifat saling melengkapi satu sama lain, saling memperkaya pribadi, dan memperkuat komitmen kasih berdua.Tetapi ada perbedaan-perbedaan yang mendasar, yang justru berpotensi menghambat pertumbuhan pribadi dan pencapaian tujuan hidup berkeluarga yang dicita-citakan bersama. Dan perbedaan agama / keyakinan adalah salah satunya.

      Sebagai seorang Katolik, kita tidak pernah lepas dari tugas perutusan Kristus, di mana dengan rahmat pembaptisan kita menjadi satu keluarga besar dari anak-anak Allah, yang dipanggil untuk menampilkan wajah keteladanan Kristus ke manapun kita pergi, dan diutus untuk mewartakan Injil kepada segala makhluk agar keselamatan yang dicita-citakan Kristus dapat dialami oleh sebanyak mungkin manusia. Hidup perkawinan dan berkeluarga membuat misi itu menjadi lebih strategis karena juga melibatkan anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, menemukan pasangan yang seiman adalah sudah merupakan satu langkah besar yang sangat penting dalam mewujudkan misi hidup bersama tersebut. Satu iman itu implikasinya sangat banyak. Karena iman dan keyakinan kepada Sang Pencipta turut membentuk sendi-sendi dasar kehidupan seorang manusia. Jika kita satu iman dalam Gereja Katolik dengan pasangan, maka harapan, keinginan, dan cara-cara untuk mencapainya menjadi searah, dan kalaupun masih ada perbedaan dalam cara menyikapi suatu persoalan, perbedaan itu lebih mudah untuk dijembatani. Kesatuan iman akan tugas perutusan Kristus melahirkan kesamaan sebagai anak Tuhan, sama-sama ingin melayani Tuhan, dan mempunyai kesatuan dalam takut akan Kristus (Ef 5 : 21)

      Di dalam Katekismus Gereja Katolik, Gereja memberikan panduan untuk mempersiapkan dan membina rumah tangga Katolik yang bahagia sejati, lahir dan batin :

      § 1642 Kristus adalah sumber rahmat ini. Seperti “dulu Allah menghampiri bangsa-Nya dengan perjanjian kasih dan kesetiaan, begitu pula sekarang Penyelamat umat manusia dan Mempelai Gereja, melalui Sakramen Perkawinan menyambut suami isteri kristiani” (GS 48,2). Ia tinggal bersama mereka dan memberi mereka kekuatan untuk memanggul salibnya dan mengikuti-Nya, bangun lagi setelah jatuh, untuk saling mengampuni, menanggung beban orang lain, Bdk. Gal 6:2. merendahkan diri seorang kepada yang lain “di dalam takut akan Kristus” (Ef 5:21), dan saling mengasihi dalam cinta yang mesra, subur dan adikodrati. Dalam kegembiraan cintanya dan kehidupan keluarganya mereka sudah diberi-Nya prarasa dari perjamuan perkawinan Anak Domba. “Bagaimana saya mau melukiskan kebahagiaan Perkawinan, yang dipersatukan oleh Gereja, dikukuhkan dengan persembahan, dan dimeteraikan oleh berkat, diwartakan oleh para malaikat, dan disahkan oleh Bapa ?… Betapa mengagumkan pasangan itu; dua orang beriman, dengan satu harapan, satu keinginan, satu cara hidup, satu pengabdian ! Anak-anak dari satu Bapa. abdi dari satu Tuhan ! Tidak ada pemisahan antara mereka dalam jiwa maupun dalam raga, tetapi sungguh dua dalam satu daging. Bila dagingnya itu satu, satu pulalah roh mereka” (Tertulianus, ux. 2,9) Bdk. FC 13.

      Selanjutnya, adalah juga sangat penting sebagai anak-anak Allah, kita menjaga kemurnian dengan sungguh, sebagaimana disebutkan dalam pasal berikut ini:

      § 2350 Pasangan pengantin dihimbau agar hidup murni dalam suasana berpantang. Mereka harus melihat waktu percobaan ini sebagai waktu, di mana mereka belajar, saling menghormati dan saling menyatakan kesetiaan dengan harapan, bahwa mereka dianugerahkan oleh Allah satu untuk yang lain. Mereka harus menjauhkan diri dari semua hubungan cinta kasih, yang dikhususkan dalam cinta kasih suami isteri, sampai pada waktu menikah. Mereka harus saling membantu agar dapat tumbuh dalam kemurnian.

      Demikian yang dapat kami paparkan sebagai salah satu pilar yang terpenting untuk memilih pasangan hidup, khususnya menurut ajaran Gereja Katolik. Semoga bermanfaat.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan
      Triastuti – katolisitas.org

  3. shallom…

    saya ingin tahu… apakah pasangan suami isteri tetap berpasangan disyurga nanti?

    [dari katolisitas: Silakan melihat tanya jawab di atas – silakan klik]

    • Jadi adakah ikatan perkahwin itu hanya di dunia saja dan apabila di syurga kita tidak bersatu lagi sebagai sebuah keluarga? Mohon penjelasan lebih lanjut..

      Terima kasih…

      • Shalom Laizenly,

        Katekismus mengajarkan tentang hal ini demikian:

        KGK 959    …dalam keluarga Allah yang tunggal. “Kita ini semua anak-anak Allah, dan merupakan satu keluarga dalam Kristus. Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Mahakudus, dan dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan Gereja yang terdalam…” (LG 51).

        KGK 1024    Kehidupan yang sempurna bersama Tritunggal Mahakudus ini, persekutuan kehidupan dan cinta bersama Allah, bersama Perawan Maria, bersama para malaikat dan orang kudus, dinamakan “surga”. Surga adalah tujuan terakhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan bahagia tertinggi dan definitif.

        KGK 1025    Hidup di dalam surga berarti “ada bersama Kristus” (Bdk. Yoh 14:3; Flp 1:23; 1 Tes 4:17..) Kaum terpilih hidup “di dalam Dia”, mempertahankan, atau lebih baik dikatakan, menemukan identitasnya yang sebenarnya, namanya sendiri (Bdk. Why 2:17):
        “Hidup berarti ada bersama Kristus; di mana ada Kristus, di sana dengan sendirinya ada kehidupan, di sana ada Kerajaan” (Ambrosius, Luc. 10,121).

        KGK 1026     Oleh kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus Kristus telah “membuka” surga bagi kita. Kehidupan orang bahagia berarti memiliki secara penuh buah penebusan oleh Kristus. Ia mengundang mereka, yang selalu percaya kepada-Nya dan tetap setia kepada kehendak-Nya, mengambil bagian dalam kemuliaan surgawi-Nya. Surga adalah persekutuan bahagia dari semua mereka yang bergabung sepenuhnya dengan Dia.

        KGK 1027    Misteri persekutuan berbahagia dengan Allah ini dan dengan semua mereka yang berada dalam Kristus, mengatasi setiap pengertian dan setiap gambaran. Kitab Suci berbicara kepada kita mengenai itu dalam gambar-gambar, seperti kehidupan, terang, perdamaian, perjamuan pernikahan meriah, anggur Kerajaan, rumah Bapa, Yerusalem surgawi, dan firdaus: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul dalam hati manusia: semuanya itu disediakan oleh Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1Kor 2:9)

        KGK 1029    Mereka yang berbahagia di dalam kemuliaan surga tetap melakukan kehendak Allah dengan gembira, di dalam hubungannya dengan manusia lain dan seluruh ciptaan. Mereka telah memerintah bersama Kristus; bersama Dia mereka akan “memerintah sampai selama-lamanya” (Why 22:5) Bdk. Mat 25:21.23.

        Dengan demikian, maka kita ketahui, setiap anggota keluarga yang masuk dalam Surga, akan bersatu dengan Kristus. Persatuan dengan Kristus inilah yang mengikat kita semua sebagai satu keluarga. Dalam keluarga ini, kita mempertahankan identitas kita, atau tepatnya memperoleh identitas yang sebenarnya, yaitu sebagai anggota keluarga Allah. Jadi, hubungan dengan keluarga kita masing- masing tetap ada, namun semakin disempurnakan oleh Kristus ke tingkat ilahi, yang ‘tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah timbul dalam hati manusia’. Maka hubungan suami istri menurut arti duniawi memang tidak ada lagi, sebab persatuan mereka sudah disempurnakan oleh Kristus dan di dalam Kristus, secara ilahi. Seperti apakah persatuan ini, memang kita tak dapat menjabarkannya sekarang, sebab hal itu melampaui segala pengetahuan kita (lih. 1 Kor 2:9). Namun satu hal yang pasti, persatuan kita dengan Kristus dan dengan sesama kita yang kita kasihi itu merupakan kebahagiaan yang tertinggi.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • Shalom Bu Ingrid..

          Terima kasih atas penjelasannya.. yang mendalam tapi mudah saya fahami. Website ini sangat-sangat membantu saya dalam memperkayakan iman Katolik saya….

          God Bless all Of You…

  4. Terima kasih, saya bertanya demikian karena ada seseorang teman yang telah menikah secara Katolik, setelah pernikahan mereka ternyata sang suami mulai tertarik ke gereja sebelah ntah apakah sekarang dah baptis selam atau belum. Sang istri ini bertanya ke adik saya mengenai iman katolik dan saya sendiri menyarankan untuk diarahkan ke website ini biar sang istri belajar dan mengajarkan pada sang suami.

    Nah saya tahu2 teringat dengan Extra Ecclesiam Nulla Salus, dengan keadaan Marthin Luther diekskomunikasi maka seluruh pengikutnya tidak dijamin keselamatannya (sekalipun Luther mengajarkan Sola Fide), maka saya tarik kesimpulan kalau sang suami dalam keadaan ‘bahaya’ nah apakah sang istri juga ?

    Terima kasih untuk pencerahannya, apa pun keadaannya, kami akan berusaha menyadarkan sang suami lewat sang istri dengan menggunakan website ini tentunya akan dibawa dalam doa juga.

    • Shalom Anonymous,
      Terima kasih atas pertanyaannya. Tentang EENS, silakan melihat beberapa tanya jawab tentang keselamatan di arsip tanya jawab (silakan klik). Kembali ke pertanyaan semula, kalau salah satu (suami atau istri) berada di Sorga dan yang lain berada di neraka, maka mereka tidak berhubungan satu sama lain dan masing-masing harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan masing-masing di hadapan Yesus dalam pengadilan terakhir. Saya sangat senang kalau website ini dapat berguna, terutama untuk membantu umat Katolik bertumbuh dalam iman Katolik serta membawa umat yang dulunya Katolik agar dapat kembali lagi ke pangkuan Gereja Katolik. Silakan mengajukan pertanyaan sehubungan dengan diskusi dengan suami tersebut. Nanti kami akan mencoba menjawabnya semampu kami. Jangan lupa juga membawa dialog tersebut di dalam doa. Hanya Roh Kudus saja yang mampu mengubah hati suami tersebut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Shaloom kak Stefanus,

        berkenaan dgn contoh kasus seperti di atas saya ingin bertanya apakah istri/suami/saudara kita yg beribadah secara kristen di luar gereja katolik apakah akan menerima keselamatan / masuk sorga ataukah akan dihukum / masuk neraka ? apakah prinsip perbedaannya dgn ajaran mereka atau kesalahan mereka ??

        saya tunggu jawabannya kak Stef mohon yg gampang dimengerti saja terimakasih.

        • Shalom Tedjasukmana,

          Terima kasih atas pertanyannya. Gereja Katolik melihat bahwa orang-orang yang memeluk agama Kristen non-Katolik sebagai saudara di dalam Kristus, di mana gereja-gereja mereka mempunyai unsur-unsur kebenaran, seperti kecintaan mereka kepada Yesus dan Sabda Allah, semangat untuk melakukan evangelisasi, dll. Namun di satu sisi, mereka kehilangan beberapa elemen penting yang membantu kehidupan spiritual mereka, seperti sakramen-sakramen. Lumen Gentium, 15 menjelaskannya sebagai berikut:

          Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka, yang karena dibaptis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan dibawah Pengganti Petrus[28]. Sebab memang banyaklah yang menghormati Kitab suci sebagai tolak ukur iman dan kehidupan, menunjukkan semangat keagamaan yang sejati, penuh kasih beriman akan Allah Bapa yang mahakuasa dan akan Kristus, Putera Allah dan Penyelamat[29], ditandai oleh baptis yang menghubungkan mereka dengan Kristus, bahkan mengakui dan menerima sakramen-sakramen lainnya juga di Gereja-Gereja atau jemaat-jemaat gerejani mereka sendiri. Banyak pula di antara mereka yang mempunyai Uskup-uskup, merayakan Ekaristi suci, dan memelihara hormat bakti kepada Santa Perawan Bunda Allah[30]. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya di antara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa di kalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan di bawah satu Gembala[31]. Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.

          Apakah mereka yang Kristen non-Katolik dapat diselamatkan? Kita melihat LG, 14, yang mengatakan “Maka terutama kepada umat beriman Katoliklah Konsili suci mengarahkan perhatiannya. Berdasarkan Kitab suci dan Tradisi, Konsili mengajarkan bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis (lih. Mrk 16:16; Yoh 3:5). Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.

          Dari sini, kita dapat melihat bahwa kalau orang tersebut tahu bahwa Gereja Katolik mempunyai kepenuhan kebenaran, didirikan oleh Kristus namun tidak mau masuk di dalamnya, maka orang tersebut tidak dapat diselamatkan. Yang menjadi penting di sini adalah apakah orang tersebut tahu bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang didirikan oleh Kristus? Apakah orang tersebut benar-benar tidak tahu – dalam arti tidak tahu yang bukan karena kesalahannya sendiri (invincible ignorance)? Kalau orang tersebut telah benar-benar mencari Kristus dengan sungguh-sungguh dan bukan karena kesalahannya sendiri tidak sampai pada Gereja Katolik, serta menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi, melakukan kasih yang bersifat adi kodrati (mengasihi Allah dan mengasihi sesama berdasarkan kasih kepada Allah), maka orang tersebut dapat diselamatkan. Hanya Tuhan yang tahu secara persis apakah orang tersebut masuk dalam kategori invincible ignorance atau tidak. Jadi, hanya Tuhan yang tahu secara persis apakah orang tersebut masuk dalam Kerajaan Sorga atau tidak.

          Akhirnya, menjadi tugas kita semua sebagai umat Katolik untuk mewartakan keseluruhan dari Kristus, yaitu Kristus sendiri sebagai kepada Gereja dan Gereja Katolik sebagai Tubuh Mistik Kristus. Hanya dengan mengasihi Kristus dan Gereja-Nya, maka seseorang dapat mengasihi Kristus secara penuh. Mari, dalam kapasitas kita masing-masing, kita mewartakan Kristus dan Gereja-Nya.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  5. Saya ada pertanyaan. Bagaimanakah mereka yang telah menikah dan meninggal ? apakah mereka tetap dipersatukan di akherat nanti ? bagaimana apabila salah seorang “murtad” ? apakah sang suami akan menanggung dosa istri dan sebaliknya ? apakah mereka akan menjadi 1 roh dengan 2 kehendak ?

    Karena saya mendapat pemahaman kalau apa yang dipersatukan di dunia itu juga dipersatukan di akherat nanti tetapi orang nanti tidak kawin dan dikawinkan karena mereka hidup seperti malaikat. terima kasih

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

    • Shalom pak Stef,

      Saya mau tanya nih seputar Jodoh

      1. Apakah benar sebelum kita lahir Tuhan sudah mengetahui rancangan hidup kita ..termasuk sampai kita dewasa nanti dan mempunyai pasangan hidup ( dalam artian calon istri kita itu Tuhan sudah tentukan jauh hari sebelumnnya ???) Jadi Tuhan sudah Tahu sama siapa kita menikah nanti

      2. Kalo memang benar …. Tolong penjelasannya, jika Tidak benar Mohon penjelasannya

      Terimakasih Tuhan yesus memberkati.

      • Shalom Daniel,

        1. Karena Allah Maha Tahu, maka sejak awal mula, Allah sudah mengetahui akan segala sesuatu yang akan terjadi dalam kehidupan setiap ciptaan-Nya; dan ini termasuk siapa pasangan hidup kita, jika kita memilih menikah, atau biara mana yang kita masuki, jika kita memilih kehidupan membiara.

        2. Namun demikian, Allah tidak menakdirkan kita untuk berbuat sesuatu. Kita sebagai manusia memiliki kehendak bebas untuk menentukan pilihan hidup kita, dan jodoh kita, jika kita memilih untuk menikah.

        Silakan anda membaca di artikel berikut ini, untuk penjelasan lebih lanjut tentang hal ini, silakan klik.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • Shalom Bu Ingrid,

          Saya berterimah kasih atas jawaban yang sudah terjawab, Namun saya masih bingung akan perkataan seorang Romo yang mengatakan celakalah mereka yang salah memilih pasangan hidup.

          Pertanyaannya Bu :
          1. Apakah kita juga berkemungkinan bisa salah memilih pasangan hidup ?
          2. Gereja Katolik melarang umatnya untuk melakukan perceraian Berarti pasangan hidup kita tidak mungkin salah dong, pasangan hidup kita sudah Dipilih Tuhan untuk menjadi pendamping hidup kita selama-lamanya ( terus terang saya agak menyesal dengan perkataan romo diatas Bu )
          3. Kalo saya mau mengikuti kata romo diatas kemungkinan besar saya akan melakukan pergantian pasangan hidup yang nyata2x alkitab melarang
          4. Mohon penjelasan legkap Ibu Ingrid
          5. Saya mohon penjelasan lengkap agar saya tidak meninggalkan istri saya yang kelakuannya kurang berkenan dihadapan Tuhan. Kelakuan buruk Pasangan saya ini sudah berlangsung 10 tahun lamanya

          Yang saya tahu siapapun pasangan hidup kita semua baik adanya diberikan oleh Tuhan Allah. Apakah pasangan kita jahat atau bejat nantinya itu tergantung kita masing2x menyikapinya yang penting kita terus beriman kepada Tuhan dan kita masing2x tahu tugas perutusan kita masing2x ke dunia ini, dan tetap berusaha membawa pasangan kita untuk hidup yang benar dihadapan Tuhan tanpa henti bahkan sampai akhir hidup kita

          terimah kasih Bu Ingrid Tuhan Yesus memberkati

          • Shalom Daniel,
            Terus terang, saya tidak tahu apakah Romo yang anda sebutkan itu serius ketika mengatakan, “Celakalah mereka yang salah memilih pasangan hidup”. Saya menduga bahwa beliau tidak bermaksud mengutuk, namun hanya menyayangkan jika sampai seseorang memilih jodohnya tanpa benar- benar mengenalnya, sehingga ketika kelak tidak sesuai dengan harapan, maka inilah yang diartikan oleh beliau sebagai ‘salah memilih pasangan hidup’. Silakan anda tanyakan kepadanya apakah benar demikian. Apapun maksudnya, saya setuju, sebaiknya jangan mengatakan pernyataan seperti ini.

            Maka berikut ini yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda:

            1. Apakah kita juga berkemungkinan bisa salah memilih pasangan hidup ?

            Jawabnya, tergantung dari definisi anda tentang ‘salah memilih pasangan hidup’. Sebab jika artinya adalah mendapatkan jodoh yang sama sekali berlainan dengan harapan anda, maka hal ini mungkin saja terjadi, misalnya karena masa pacaran yang terlalu singkat atau karena dijodohkan orang tua. Namun pertanyaan berikutnya adalah apakah jika tidak sesuai harapan lantas hal itu serta- merta adalah ‘salah pilih’? Tentu tidak sesederhana itu jawabnya, sebab bukannya tidak mungkin, ketidaksesuaian dengan harapan tersebut masih dapat diusahakan jalan keluarnya, dalam bentuk penyesuaian diri yang dilakukan kedua belah pihak, sehingga keduanya dapat saling menerima dan mengasihi; bahkan dapat bertumbuh dalam kekudusan melalui proses ini. Jika demikian halnya, maka pada akhirnya itu bukan ‘salah pilih’, namun malah hal itu sudah masuk dalam rencana Tuhan agar kedua pihak (suami dan istri) belajar menerapkan kesempurnaan kasih.

            2. Gereja Katolik melarang umatnya untuk melakukan perceraian. Berarti pasangan hidup kita tidak mungkin salah dong, pasangan hidup kita sudah dipilih Tuhan untuk menjadi pendamping hidup kita selama-lamanya….

            Gereja Katolik tidak mengenal kata perceraian, itu benar. Yang anda dalam Gereja Katolik adalah pembatalan perkawinan, jika memang ditemukan bukti- bukti yang mendukungnya yang terjadi sebelum perkawinan atau pada saat perkawinan (jadi bukan semata- mata karena masalah yang terjadi sesudah perkawinan diteguhkan). Jika Gereja mengeluarkan ijin pembatalan perkawinan maksudnya adalah Gereja mengakui bahwa perkawinan yang terjadi bukanlah perkawinan yang sah di hadapan Tuhan. Ini tidak sama dengan perceraian, karena perceraian itu justru memutuskan hubungan suami istri yang sudah dinyatakan sah.

            Ada tiga hal yang membatalkan perkawinan: 1) halangan kapasitas menikah, 2) cacat konsensus, 3) cacat forma kanonika. Silakan anda membaca keterangan tentang ketiga hal ini di sini, silakan klik. Jika salah satu dari hal tersebut telah ada sebelum/ pada saat menikah, dan hal itu dapat dibuktikan, maka Gereja melalui Tribunal Keuskupan dapat memberikan ijin pembatalan perkawinan. Namun jika yang terjadi adalah masalah- masalah biasa di luar ketiga hal tersebut, dan terjadinyapun baru sesudah perkawinan diteguhkan, maka perkawinan itu sudah sah di hadapan Tuhan, dan karenanya tidak dapat dibatalkan dan tidak dapat diceraikan.

            3. Kalo saya mau mengikuti kata romo diatas kemungkinan besar saya akan melakukan pergantian pasangan hidup yang nyata2x alkitab melarang.

            Walaupun saya pribadi juga kurang setuju dengan pernyataan Romo tersebut, namun saya tidak menangkap bahwa maksud Romo itu adalah mendukung pergantian pasangan hidup.

            4. Saya mohon penjelasan lengkap agar saya tidak meninggalkan istri saya yang kelakuannya kurang berkenan dihadapan Tuhan. Kelakuan buruk pasangan saya ini sudah berlangsung 10 tahun lamanya.

            Silakan anda memeriksa akan apakah yang sebenarnya terjadi dalam perkawinan anda. Apakah masalah yang terjadi sesungguhnya sudah ada sejak sebelum perkawinan dan termasuk dalam ketiga hal yang menggagalkan perkawinan, atau tidak. Sebab jika ya, anda berhak mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada Tribunal Keuskupan tempat perkawinan anda diteguhkan. Sebaliknya, jika masalah yang terjadi tidak bersangkutan dengan ketiga hal di atas, maka perkawinan anda sudah sah di hadapan Tuhan, dan tidak terceraikan.

            Jika ini yang terjadi, usahakanlah untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam perkawinan anda, tentu dengan memohon pertolongan Tuhan. Periksalah diri anda juga, sebab bukannya tidak mungkin kelakuan buruk dari istri berhubungan juga atau merupakan akibat dari perlakuan anda kepadanya. Silakan mengikuti konseling keluarga yang diadakan oleh seksi kerasulan keluarga di paroki anda, atau ikutilah retret Marriage Encounter, Couples for Christ ataupun Tulang Rusuk. Ada banyak kesaksian bahwa kegiatan- kegiatan semacam ini dapat membantu pasangan Katolik yang mengalami masalah dalam membina komunikasi suami istri, dan menumbuh- kembangkan kasih di antara suami istri.

            5. Yang saya tahu siapapun pasangan hidup kita semua baik adanya diberikan oleh Tuhan Allah. Apakah pasangan kita jahat atau bejat nantinya itu tergantung kita masing2x menyikapinya yang penting kita terus beriman kepada Tuhan dan kita masing2x tahu tugas perutusan kita masing2x ke dunia ini, dan tetap berusaha membawa pasangan kita untuk hidup yang benar dihadapan Tuhan tanpa henti bahkan sampai akhir hidup kita.

            Jika yang terjadi pada perkawinan anda adalah masalah- masalah biasa yang tidak menggagalkan perkawinan, maka benar pandangan anda, bahwa Tuhan telah mengizinkan istri anda menjadi pendamping hidup anda selamanya. Anda sendiri yang memilih istri anda, namun Tuhan mengizinkan hal itu terjadi (bukan Allah yang menakdirkannya). Dalam keadaan ini maka anda sebagai suami dipercaya oleh Tuhan untuk membawa istri anda ke jalan yang benar dan menguduskan dia, sampai maut memisahkan anda berdua.

            Jadi benar, bahwa tugas panggilan hidup berkeluarga adalah tugas yang suci dan mulia, sebab jika anda melakukannya dengan setia, anda mengikuti teladan Kristus yang rela berkorban demi menguduskan Gereja-Nya. Melalui perkawinan anda ini, justru tantangan yang anda hadapi, menjadikan anda semakin serupa dengan Kristus. Harapannya, semoga istri andapun dapat mengalami kasih Kristus melalui anda, dan kasih yang seperti ini akan sanggup merubah seluruh hidupnya, termasuk kelakuan buruknya. Berdoa dan berharaplah agar hal ini dapat terjadi dalam kehidupan perkawinan anda, dan jika demikian halnya, maka sungguh, anda tidak salah memilih pasangan hidup. Agaknya kita harus belajar melihat segala sesuatunya dengan cara pandang Tuhan, dan bukan menurut cara pandang kita sendiri.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.