Pertanyaan:

Pengikut Yesus seharusnya hidup bebas dari hukum-hukum Musa yang membelenggu manusia. De facto di dalam Gereja Katolik terdapat Hukum Kanonik yang jelimet banyak. Bukankah hal itu justru berbalik memenjarakan umat Kristus?
Terima kasih – Herman Jay

Jawaban:

Shalom Herman Jay,

Terima kasih atas tanggapannya tentang Kitab Hukum Kanonik. Memang benar apa yang dikatakan oleh Herman bahwa pengikut Kristus tidak terbelenggu oleh hukum Taurat, seperti yang rasul Paulus tuliskan “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.” (Rm 7:6). Maksud dari ayat ini adalah kita telah dibebaskan dari hukum karena rahmat yang bersumber dari misteri Paskah Kristus.

Kalau anda menyamakan Kitab Hukum Kanonik seperti hukum Taurat, maka mungkin ada kesalahpahaman akan apa sebenarnya Kitab Hukum Kanonik (KHK). KHK adalah theology in action, dimana karena Gereja mempercayai doktrin A, maka harus melakukan sesuatu yang berhubungan dengan A. Sebagai contoh, karena Gereja Katolik mengajarkan akan perkawinan antara pria dan wanita yang tidak terpisahkan selama berada di dunia ini (seperti yang diajarkan oleh Allah – divine and natural law), maka perkawinan yang sah tidaklah terceraikan. Dan semuanya ini dijabarkan dalam KHK, termasuk juga kondisi yang membuat suatu perkawinan tidak sah. Dengan demikian semua umat Katolik tahu secara persis apakah yang menjadi kewajiban dan hak-nya.

Bayangkan, dalam kehidupan gereja yang tidak mempunyai Hukum Kanonik. Tanpa KHK, maka yang dilakukan dalam menangani perkawinan adalah bergantung pada kebijaksanaan dari gembala. Kalau gembala tersebut bijaksana, maka keputusan yang diberikan akan baik sekali. Namun, kalau ada gembala yang kurang bijaksana, maka keputusan menjadi tidak baik. Dalam kondisi seperti ini, apa dapat dilakukan oleh umat yang merasa diperlakukan tidak adil? Pegangan apakah yang dipegang dalam menyelesaikan masalah perkawinan, administrasi, dll? Kalau ada umat yang tidak setuju dengan keputusan gembalanya, maka apakah yang dapat dilakukan oleh umat tersebut? Ini baru dalam tingkat satu gereja atau denominasi. Bagaimana kalau gereja tersebut mencakup seluruh dunia? Bagaimana cara mengaturnya? Semua hal-hal ini diatur dalam KHK. Dengan demikian, kalau dipahami dengan baik, KHK justru memberikan keadilan kepada seluruh anggota Gereja Katolik dan menghindari terjadinya penyimpangan dogma dan doktrin. Gereja tanpa sistem hukum yang jelas, sama seperti negara Indonesia tanpa Kitab Hukum perdata/pidana, yang akan memicu kekacauan dan perpecahan.

Bahkan kalau kita mempelajari lebih lanjut, maka Kitab Hukum Kanonik (KHK) justru bersumber pada 1) hukum Allah (baik Divine positive law maupun Divine natural law), 2) dogma dan pengajaran dari Gereja Katolik, 3) Roman law, Germanic law, 4) kebiasaan dan tradisi serta beberapa hukum sekular. Dengan dasar-dasar tersebut, maka KHK mempunyai kaitan erat dengan ekklesiologi, misi gereja, teologi gereja. Dan pada akhirnya KHK justru membuat suatu atmosfir sehingga rahmat Allah dapat mengalir secara bebas dalam kehidupan menggereja, menciptakan suatu keadaan dimana kebaikan bersama (common good) dapat tercapai dalam satu Tubuh Mistik Kristus, dan akhirnya KHK menciptakan suasana dimana setiap umat Allah dapat bertumbuh dalam kekudusan, sehingga pada akhirnya setiap umat Allah dapat bersatu dengan Tuhan sendiri di dalam Kerajaan Sorga. Dengan demikian, KHK bukan memenjarakan umat Kristus, sebaliknya justru memerdekakan umat Kristus untuk dapat turut membangun Gereja.

Semoga Herman dapat melihat bahwa bahwa KHK justru harus ada, karena tanpa hukum yang jelas, maka tidak mungkin kehidupan menggereja dapat terlaksana dengan baik, apalagi dalam konteks mengatur umat Allah di seluruh dunia. Kalau KHK dipandang rumit, memang kehidupan menggereja dan perkawinan adalah tidak mudah. Kita tahu ada begitu banyak situasi dan masalah dalam perkawinan yang memang rumit dan memerlukan kebijaksanaan dan keadilan untuk menyelesaikannya. Namun, sebenarnya KHK tidaklah rumit, bahkan sebenarnya sangat terstruktur. Dengan demikian, KHK menjamin agar seluruh anggota Gereja mengetahui kewajibannya, sehingga mereka juga mengerti haknya. Semoga dengan penjelasan ini, Herman dapat melihat KHK secara lebih positif.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

39 COMMENTS

  1. salam damai Tuhan.

    mengenai hukum Gereja, setelah saya pelajari tentang KHK No. 204 – 223, sebenarnya membahas tentang gereja, kebetulan saya sementara mendalami hukum Gereja juga. ketika saya di stasi pedalaman saya membaca salah satu artikel yang cukup menarik dan diakhir artikelx diberi 2 pertanyaan, 1. apa itu gereja, sesuai dengan rumusan KHK no itu, dan 2. apa hak dan kewajiban Gereja……? pertanyaan ini telah saya jawab, dan ditanggapi oleh banyak teman saya, ada yang menanggapinya dengan baik tapi ada pula yang menanggapi dengan buruk… melihat itu saya juga bingung. apa sih yang salah dari kedua point itu, mohon dijelaskan ya?? trimakasih seblumnya…..

    • Shalom Fr. Christ Refilely,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Kitab Hukum Kanonik kann. 204-223 merupakan buku II – Umat Allah, pada bagian I – Kaum beriman kristiani (kann. 204-207) dan Judul 1 – kewajiban dan hak semua orang beriman Kristiani (kann. 208-223). Kalau kita mau melihat hakikat Gereja dari kanon di atas, maka kita dapat melihatnya dari Kan.204, § 2. “Gereja ini, yang di dunia ini dibentuk dan ditata sebagai masyarakat, ada dalam Gereja katolik yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya.

      Kutipan di atas merujuk pada Dokumen Vatikan II, Lumen Gentium (LG 8) – silakan klik. Dalam paragraf pertama dan kedua dari LG 8 dituliskan sebagai berikut [penekanan dari saya]:

      Kristus, satu-satunya Pengantara, di dunia ini telah membentuk Gereja-Nya yang kudus, persekutuan iman, harapan dan cinta kasih, sebagai himpunan yang kelihatan. Ia tiada hentinya memelihara Gereja. Melalui Gereja Ia melimpahkan kebenaran dan rahmat kepada semua orang. Adapun serikat yang dilengkapi dengan jabatan hirarkis dan Tubuh mistik Kristus, kelompok yang nampak dan persekutuan rohani, Gereja didunia dan Gereja yang diperkaya dengan karunia-karunia sorgawi janganlah dipandang sebagai dua hal; melainkan semua itu merupakan satu kenyataan yang kompleks, dan terwujudkan karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi. Maka berdasarkan analogi yang cukup tepat Gereja dibandingkan dengan misteri Sabda yang menjelma. Sebab seperti kodrat yang dikenakan oleh Sabda ilahi melayani-Nya sebagai upaya keselamatan yang hidup, satu dengan-Nya dan tak terceraikan daripada-Nya, begitu pula himpunan sosial Gereja melayani Roh Kristus, yang menghimpunkannya demi pertumbuhan Tubuh-Nya (lih Ef 4:16).

      Itulah satu-satunya Gereja Kristus yang dalam Syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Sesudah kebangkitan-Nya Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan (lih. Yoh 21:17). Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing (lih. Mat 28:18 dsl), dan mendirikannya untuk selama-lamanya sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (lih. 1Tim 3:15). Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya, walaupun diluar persekutuan itupun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik.

      Jadi, dari dua dokumen tersebut, kita dapat melihat akan dualitas (duality) dari Gereja Katolik yang didirikan oleh Kristus, yaitu dimensi yang terlihat (means) dan pada saat yang bersamaan juga dimensi rohani, atau yang menjadi tujuan (end).

      Dengan hakekat Gereja ini, maka hak dan kewajiban Gereja menurut kanon di atas adalah sebagai berikut:

      Sebagai Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri, maka Gereja harus menjalankan tugas perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja (kan. 204 § 1), yaitu dengan secara aktif menggabungkan umat Allah dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik melalui baptisan dan memelihara umat Allah, sehingga dapat menghayati hidup injili dan mengantar mereka merayakan liturgi suci (kann. 204-206,213). Gereja juga harus mendidik umat (kan.217) dan menciptakan kondisi yang kondusif sehingga baik klerus maupun awam dapat membangun Gereja dalam porsinya masing-masing (kan. 207,208,210, 212,220) dan dapat hidup kudus (kan.210) serta secara aktif melakukan pewartaan (kan.211), karya kerasulan dan kegiatan-kegiatan sosial (kan.216,215,222) dengan memperhatikan kepentingan umum (kan.223) dan taat kepada hirarki (kan.212), sehingga kesatuan Gereja dapat terjaga (kan.209 § 1).

      Demikian jawaban singkat yang dapat saya berikan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Shalom ibu, bapak atau Romo:

    Saya mempunyai beberapa pertanyaan:
    1. Sebagai umat beriman, bagaimana kita memposisikan KHK dalam kehidupan? Apakah sama ketika kita memposisikan undang-undang / kepres, PP, sebagai warga negara?
    2. Di mana letak perbedaan atau persamaan KHK dengan ajaran moral? Apakah kalau kita melanggar KHK, kita berdosa?
    3. Apakah dalam gereja juga mempunyai kode etik tertentu yang harus ditaati oleh semua komponen dalam gereja? Apa konsekuensinya kalau itu tidak dilakukan?
    4. Siapakah yang menyusun KHK? Apakah awam juga dilibatkan dalam proses penyusunan KHK?
    5. Mungkinkah dalam penyusunan sebuah KHK bisa terjadi ketidakadilan?
    6. Terima kasih

    • Shalom Feliz,

      Terima kasih atas pertanyaannya seputar hukum kanonik. Seperti yang saya uraikan di atas – silakan klik, KHK adalah theology in action, dimana karena Gereja mempercayai doktrin A, maka harus melakukan sesuatu yang berhubungan dengan A. Sebagai contoh, karena Gereja Katolik mengajarkan akan perkawinan antara pria dan wanita yang tidak terpisahkan selama berada di dunia ini (seperti yang diajarkan oleh Allah – divine and natural law), maka perkawinan yang sah tidaklah terceraikan. Dan semuanya ini dijabarkan dalam KHK, termasuk juga kondisi yang membuat suatu perkawinan tidak sah. Dengan demikian semua umat Katolik tahu secara persis apakah yang menjadi kewajiban dan hak-nya. Dari sini, kita dapat menempatkan Kitab Hukum Kanonik sebagai petunjuk pelaksanaan akan apa yang kita percaya, dan diharapkan dengan adanya KHK, maka tercipta satu kondisi yang memungkinkan seluruh umat Allah untuk dapat bertumbuh dalam kekudusan, yang pada akhirnya akan membawa seluruh umat beriman ke dalam Kerajaan Sorga.

      Ajaran iman dan moral tidak mengatur secara detil bagaimana suatu pengajaran (yang menuntut tindakan) dapat dilaksanakan dengan baik. Sebagai contoh, kita mempercayai bahwa Kristus hadir secara nyata (tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan) dalam Sakramen Ekaristi dan Tubuh dan Darah Kristus adalah tetap ada selama hosti dan anggur tetap pada rupanya. Sebagai wujud dari apa yang kita imani, maka dituliskan di dalam KHK: (a) Ekaristi Maha Kudus (Kann. 897-898), (b) Perayaan Ekaristi (Kan. 899), (c) Pelayan Ekaristi Maha Kudus (Kann. 900-911), (d) Partisipasi dalam Ekaristi Maha Kudus (Kann. 912-923), (e) Ritus dan Perayaan Ekaristi (Kann. 924-930), (f) Waktu dan Tempat Perayaan Ekaristi (Kann. 931-933), (g) Menyimpan dan Menghormati Ekaristi Kudus (Kann. 934-944). Dengan adanya KHK ini, maka seluruh umat Allah mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh sehubungan dengan pengajaran iman tersebut.

      Apakah kalau kita melanggar KHK, maka kita berdosa? Karena KHK merupakan manifestasi dari apa yang kita percayai, maka pelanggaran terhadap KHK secara tidak langsung juga merupakan pelanggaran iman, walaupun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh, melanggar larangan untuk makan satu jam sebelum Misa tentu saja berbeda dengan dosa tidak mempercayai kehadiran Kristus secara nyata dalam Ekaristi. Namun, di satu sisi peraturan ini merupakan wujud iman kita yang ingin memberikan penghormatan kepada Kristus sendiri. Peraturan-peraturan ini harus kita lihat sebagai rambu-rambu yang memungkinkan seluruh umat beriman dapat menjalankan apa yang dipercayai dengan baik. Kalau beberapa peraturan dilanggar dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, mungkin tidak sampai menjadi batu sandungan, namun jangan lupa bahwa Tuhan melihat yang paling tersembunyi. Kalau peraturan dalam KHK dilanggar dan merupakan pelanggaran berat – yang berarti mempunyai implikasi pelanggaran iman dan moral – maka tentu saja akan menerima hukuman, dari teguran sampai ekskomunikasi. Sebagai contoh, seorang uskup yang mentahbiskan uskup lain tanpa persetujuan Vatikan akan terkena ekskomunikasi secara otomatis (Kan. 1382), atau orang yang melakukan aborsi dan berhasil (Kan. 1398), membuang hosti atau menyimpan untuk tujuan sakrilegi (Kan. 1367) akan terkena ekskomunikasi otomatis. Ekskomunikasi harus dimengerti sebagai usaha untuk membawa seseorang pada pertobatan. Silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik.

      Tentang perkembangan Hukum Kanonik sampai jadi seperti sekarang ini adalah merupakan sejarah yang panjang, yang dapat dibagi menjadi empat era, yaitu: (a) gereja perdana – 1100, (b) Periode klasik atau era keemasan – 1100-1500, (c) Era modern – 1500-1900, (d) Periode penetapan kanon (Canonical Codification) – 1900-sekarang. Saya tidak dapat menuliskan panjang lebar tentang hal ini, karena setiap periode mempunyai cerita dan latar belakang yang cukup panjang, termasuk dengan tokoh-tokohnya. Kalau ditanya awam yang berperan dalam perkembangan Hukum Kanonik adalah Johannes Andreas, seorang ahli kanonik awam, pengajar Hukum Kanonik di universitas Bologna, yang mempunyai koleksi pribadi tentang kumpulan dekrit dan peraturan dengan keterangan dari hakim dan teolog.

      KHK dapat berubah, seperti perubahan dari KHK 1917 ke KHK 1983. Apakah ada ketidakadilan? Sejauh yang saya tahu, tidak ada ketidakadilan di dalam Hukum Kanonik, karena memang prinsip dibuatnya KHK agar supaya umat beriman tahu secara persis hak dan kewajibannya. Semoga jawaban singkat ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus,
      stef – katolisitas.org

  3. salam damai,

    Dalam ajaran katolik ada suatu ajaran Apa yang disatukan Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia

    Kebetulan profesi saya berkecimpung dalam bidang hukum, yang ingin saya tanyakan :
    1. Menurut ajaran agama katolik apakah seorang Advokat karena tuntutan profesinya boleh menerima perkara dari Kliennya untuk mengugat cerai thd pasangan hidupnya?
    baik untuk klien yang beragama katolik maupun non katolik
    Dimana perceraian terjadi dikarenakan tidak mungkin lg untuk dipersatukan sbg contoh dikarenakan pasangan klien sering bertindak kasar diluar batas, selingkuh bahkan sudah menikah lagi.

    Hal yg membuat saya rancuh adalah proses perceraian yang saya bantu hanya dari sisi hukumnya saja, tetapi dari sudut agama bisa dibilang mereka masih tetap belum cerai.

    atas perhatian dan tanggapannya saya ucapkan terima kasih

    • Ferdi yth.

      Seorang advocat boleh menjadi pengacara klien menggugat pihak responden tergugat di pengadilan sipil untuk bercerai, tentu dengan argumen hukum sipil. Namun demikian, ada prinsip yang harus diikuti sebagai orang Katolik yakni mengajak mereka untuk rujuk damai. Jika hal itu sudah tidak dapat dilakukan, maka gugatan silakan ditempuh, demi ketenangan batin masing- masing. Prinsip kedua adalah perceraian sipil tidak memutus ikatan rohani perkawinan kanonik.

      Salam,
      rm wanta

  4. Dalam Kanon 1056, sifat hakiki perkawinan orang katolik ialah monogam (unitas) artiya hanya sah bila perkawainan antara satu laki-laki dan satu perempuan, namun dalamsejarah tertcatat para pelaku agama atau pemeran utama dalam alkitab seperti Bapa Abraham dan Herodes agung mereka mempunyai istri lebih dari 1 orang (Herodes Agung memiliki 15 orang istri)
    Partanyaannya:
    1. Bagai mana kanon ini diartikan dalam perkawaianan seperti ini?
    2. Apakah mereka tidak dikatakan bersinah?

    Namun demikian Allah dengan tulus mengampuni mereka bahkan Bapa Abraham dikenal sebagai bapa berkat segala bangsa.
    3. Apakah pengampunan itu sangat mahal bagi kita orang katolik yang hidup dizaman ini?
    4. Mengapa pada situasi seperti ini kita tidak boleh menerima “Tubuh dan Darah Kristus” sedangak an Hosti merupakan kekuatan bagi kita menurut keyakinan katolik.
    5. Jika pengurusan tribunal yang berkepanjangan bagaimana jiwa orang-orang mengalami proses ini jika dia mengalami kematian?
    6. Apakah dosa menjadi berkelipatan jika kemudian seseorang kawin dalam proses yang belum selesai? dan bagaimana pengampunan terhadapnya?

    • Shalom Fridolina,

      Pertama- tama, harap diketahui terlebih dahulu bahwa dalam menyingkapkan rencana keselamatan-Nya Allah melakukannya secara bertahap. Dalam istilah Teologinya, hal ini disebut sebagai ‘divine pedagogy‘.

      Jadi memang di jaman Perjanjian Lama belum ada ketentuan yang rinci tentang perkawinan seperti yang sekarang tertulis dalam hukum kanonik. Memang pada awal mula, Tuhan menginginkan perkawinan hanya antara satu suami dan satu istri (monogam) seperti tertulis dalam Kej 2:24. Namun secara obyektif pengajaran tentang monogami ini belum ditekankan sebagai keharusan, seperti yang diajarkan dengan jelas dalam Perjanjian Baru, dengan mengajarkan kesatuan antara Tuhan Yesus dengan Mempelai-Nya yaitu Gereja, sebagai gambaran bagi perkawinan antara satu pria dan satu wanita, yang sifatnya eksklusif dan monogam (lih. Ef 5:22-33).

      Dengan demikian, maka kita tidak dapat menilai kehidupan para patriarkh/ para tokoh Perjanjian Lama ini dengan patokan pengajaran tentang perkawinan yang ada dalam Perjanjian Baru apalagi hukum Kanonik, sebab pada saat itu mereka belum memperoleh ketentuan secara rinci seperti yang kita ketahui sekarang. Bahkan seperti dikatakan oleh Kristus sendiri, Musa mengizinkan dibuatnya surat cerai karena ketegaran hati orang- orang Israel pada masa itu: bukan karena surat cerai itu kehendak Allah, tetapi karena hal itu adalah pilihan terakhir demi melindungi hak wanita yang telah dimadu, agar dapat hidup bebas dari ikatan suaminya yang terdahulu, yang telah meninggalkannya untuk menikahi wanita lain. Kristus mengecam keadaan ini, dan mengembalikan ajaran kepada kehendak Allah semula, yaitu perkawinan antara seorang suami dan seorang istri bersifat monogam, dan untuk selamanya (lih. Mat 19:1-12).

      2. Maka ketentuan perzinahan bagi mereka juga tetap ada, yaitu jika mereka melakukan hubungan suami istri di luar perkawinan, dan jika mereka merebut istri orang, seperti terjadi pada kasus Raja Daud dan Batsyeba, karena hal ini disebut juga sebagai salah satu hal yang dilarang oleh Tuhan dalam perintah 6 dan 9 dalam kesepuluh perintah Allah.

      Sedangkan mengawini gadis lain, apalagi jika diizinkan oleh istri yang terdahulu, tidak secara eksplisit dikecam, seperti pada kasus Abraham yang mengawini Hagar, atas persetujuan atau bahkan kehendak Sarah. Hal ini tidak lagi berlaku lagi sekarang, sebab kini kita sudah mengetahui tentang kehendak Tuhan mengenai perkawinan seperti telah diajarkan oleh Kristus secara eksplisit dalam Injil.

      Tentang hal ini Katekismus mengajarkan:

      KGK 1610 Kesadaran susila yang mengerti ketunggalan dan ketakterceraian Perkawinan telah berkembang di bawah bimbingan hukum Perjanjian Lama. Memang poligami para bapa bangsa dan raja belum ditolak dengan jelas/ eksplisit. Tetapi peraturan yang diberi kepada Musa bertujuan melindungi wanita dari kesewenang-wenangan pria. Namun seperti Yesus katakan, hukum masih memiliki bekas-bekas “ketegaran hati” pria, sehingga Musa mengizinkan perceraian wanita. (Bdk. Mat 19:8; Ul 24:1).

      KGK 1611 Para nabi melukiskan perjanjian Allah dengan Israel dengan gambar cinta Perkawinan yang eksklusif dan setia (Bdk. Hos 1-3; Yes 54; 62; Yer 2-3; 31; Yeh 16; 23), dan dengan demikian membawa keyakinan umat terpilih ke suatu pengertian yang lebih dalam mengenai ketunggalan dan ketakterceraian Perkawinan (Bdk. Mal 2:13-17). Kitab Rut dan Tobit menampilkan contoh yang mengharukan mengenai pandangan mulia tentang Perkawinan, tentang persatuan yang setia dan mesra antara suami isteri. Tradisi selalu melihat di dalam Kidung Agung satu pernyataan bagus mengenai cinta manusiawi sebagai pancaran murni cinta Allah, satu cinta yang “kuat seperti maut” dan “juga air yang banyak… tidak dapat memadamkannya” (Kid 8:6-7).

      Agaknya, kita perlu menerima secara obyektif, bahwa Perjanjian Lama memang sudah mulai dengan samar-samar mengajarkan tentang kesetiaan dan ke-eksklusifan perkawinan, namun penggenapan dari perintah ini baru nyata dalam Perjanjian Baru. Maka setelah dinyatakan/ digenapi oleh Kristus, kita tidak dapat lagi kembali ke jaman Perjanjian Lama, pada waktu ajaran ini masih samar- samar dinyatakan.

      3. Pengampunan bagi kita sekarang memang diperoleh dengan sangat mahal, yaitu oleh darah Kristus di kayu salib. Namun demikian, ada bagian yang harus juga kita lakukan untuk menerima rahmat pengampunan dari Allah itu. Bagian yang ada pada kita adalah pertobatan yang tulus. Pertobatan yang tulus inilah yang menghantar kita untuk kembali kepada Allah, dan menerima pengampunan dari Allah, dengan cara yang dikehendaki oleh-Nya, yaitu melalui sakramen Pengampunan Dosa/ Tobat dalam Gereja Katolik.

      4. Jika seseorang tidak menjalani kehidupan perkawinan sesuai dengan kehendak Allah, misalnya ia menikah lagi padahal masih terikat dengan perkawinan dengan istri/ suaminya terdahulu di hadapan Tuhan, maka ia berzinah. Ini jelas disebut dalam Mat 19:9. Menurut St. Clemens dari Alexandria, maksud ajaran Yesus pada ayat Mat 5:32, 19:9, “Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah…”Zinah di sini artinya adalah perkawinan antara mereka yang sudah pernah menikah namun bercerai, padahal pasangannya yang terdahulu itu belum meninggal. (Jadi, dalam hal ini, Yesus mengakui perkawinan yang pertama sebagai yang sah, dan perkawinan kedua itulah yang harusnya diceraikan agar pihak yang pernah menikah secara sah dapat kembali kepada pasangan terdahulu).

      Dalam keadaan hidup dalam perzinahan ini (yaitu seseorang yang menikah lagi tersebut), maka ia tidak dapat menerima Tubuh dan Darah Kristus, karena syarat seseorang untuk menyambut Ekaristi/ Komuni tersebut adalah, ia harus berada dalam kondisi rahmat, dan tidak sedang hidup dalam dosa berat. Nah perzinahan ini termasuk dalam katagori dosa berat, sehingga jika demikian, ia yang melakukannya tidak dapat menyambut Komuni kudus. Memang Komuni kudus adalah sumber rahmat dan kekuatan iman bagi umat, namun seseorang yang memutuskan untuk hidup dalam perzinahan sesungguhnya dengan kehendak bebasnya menolak Allah dan rahmat-Nya itu, sebab ia menolak untuk setia kepada istri/ suami yang telah dipersatukan oleh Allah dengannya.

      5. Jika seseorang sedang mengurus anulasi/ pembatalan perkawinan yang terdahulu, namun sebelum permohonan anulasi itu disetujui, ia telah menikah lagi dan hidup sebagai suami istri dengan pasangan barunya, maka sesungguhnya ia telah berzinah di hadapan Tuhan. Hal ini disebabkan karena ia masih terikat dengan istri/ suaminya yang terdahulu. Mohon dipahami bahwa bukan perpisahan dengan pasangannya yang terdahulu yang menyebabkan ia tidak dapat menerima Komuni, tetapi karena perkawinan keduanya; sebab hal itu melanggar janji perkawinannya, dan dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain yang melihatnya.

      Jika ia meninggal dalam keadaan ini dan tidak bertobat, maka ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam neraka. Namun jika ia sempat bertobat sebelum wafatnya, maka Tuhan dapat berbelas kasihan kepadanya dan mengampuninya. Selanjutnya, jika dipandang oleh Tuhan ia masih perlu dimurnikan sebelum masuk surga, maka jiwanya akan masuk ke dalam Api Penyucian.

      6. Tentang apakah dosanya bertambah berat jika ia nekad kawin padahal proses anulasi belum selesai? Untuk menjawab hal ini perlu diketahui tiga kriteria yang mengakibatkan seseorang dapat dikatakan melakukan dosa berat: a) obyek dosa yang berat, b) tahu bahwa itu berdosa, c) memutuskan untuk melakukanya walaupun tahu itu berdosa. Perzinahan (menikah lagi dalam keadaan masih terikat perkawinan dengan istri/ suami terdahulu) merupakan obyek dosa yang berat, yang jauh lebih berat misalnya daripada mencubit. Lalu apabila orang yang bersangkutan tahu bahwa itu berdosa, tetapi tetap melakukannya, maka ia dapat dikatakan melakukan dosa berat.

      Namun harap juga dipahami bahwa tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni oleh Tuhan. Yang tidak bisa diampuni adalah dosa menghujat Roh Kudus, yang maknanya adalah orang itu sendiri menolak pengampunan dari Tuhan yang diperoleh atas kuasa Roh Kudus. Sedangkan untuk dosa- dosa lainnya, asal diakui dengan tulus dan dengan tobat sejati, dapat diampuni oleh Tuhan Yesus.

      Agaknya, adalah prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah seperti yang diajarkan dalam Luk 12:47-48, sebagai berikut:

      “Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” (Luk 12:47-48)

      Mari kita berdoa, agar jika kita telah diberi banyak pengetahuan akan kehendak Allah, maka kita dapat menerapkannya dalam kehidupan kita sehari- hari, sebab demikianlah yang menjadi bukti bahwa kita mengasihi Allah, yaitu jika kita melakukan perintah- perintah-Nya (lih. 1 Yoh 5:2).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Syalom, Salam Damai. Tuhan Beserta kita.
        Mba Ingrid Listiati. Sesuggunya jawaban ini memuaskan saya dan membuka pikiran2 saya yang buntu. Namun ada hal yang mengganggu saya bahwa proses anulasi yang berlarut-larut itulah yang membuat jiwa-jiwa orang katolik terkubur dalam dosa. sehingga walaupun Tuhan Yesus disalibkan 1x untuk menebus dosa kita tetapi ini tidak berlaku secara mutlak kepada semua manusia tebusan Allah ini.
        Bebarapa pengelaman iman yang akan saya seringkan:

        1. Mengenai Pertobatan.
        Setiap manusia beriman sangat merindukan Pertobatan sejati. Bagaimana orang mau menerima sakramen pertobatan yang sejati tetapi sesungguhnya orang ini masih berada dalam konflik keluarga.
        Sejauh pengamatan yang saya lihat banyak pasangan-pasangan katolik yang mengalami krisis kepentingan. Suami/istri merantau menjadi TKI/TKW. Pasangan masing-masing mencarai yang baru, baik yang di rantau maupun yang ditinggalkan. Ini menjadi masalah serius. Bagaimana gereja menanggapi hal ini. Setiap pribadi yang mengalami hal ini jika ditanya mau bertobat? Sangat antusias menjawab Ya kami sangat merindukan hal itu? Tetapi bagai mana situasi ini, tidak mungkin suami/istri ini mau kembali ke pasangan masing2. Diajukan dokumen Ke Tribunal tetapi belum juga diputuskan. Inilah yang membuat jiwa-jiwa katolik tertimbun dalam lumpur dosa yang berkepanjangan.

        2. Mengenai ex komuni.
        “Barang siapa yang makan tubuhKu dan minum darahKu ia tinggal didalam Aku dan Aku dilama dia”
        Ini firman Tuhan. Bagaimana orang yang ex komuni? Sangat Merasa kehilangan dan hampa. Kerinduan akan menyabut tubuh dan darat Tuhan yang sagat diyakini sebagai sumber kekuatan dalam hidup kita malah di halang oleh dosa! Bagaimana kita menanggapi hal ini?
        Banyak jiwa-jiwa katolik berpindah agama karena merasa aturan gereja katolik terlalu mengekang kehidupan rohani. Pernyataan mereka bahwa yang “menyelamatkan hidup bukan aturan gereja namun KARENA IMAN”. Iman kami akan Tuhan Yesus sebagai sumber kehidupan tetap kami meyakini dan menyebah Yesus sebagai juru selamat. Bagaimana tanggapan kita sebagai orang kristen? Seperti para rasul bekerja mencari dan meyelamatkan jiwa-jiwa, tetapi dijaman sekarang aturan gereja ketat mengabaikan hukum Cinta Kasih,yang adalah hukum utama Yesus ajarkan, sehingga menbuat jiwa-jiwa terkekang dan bahkan hilang.

        3. Aturan gereja katolik yang mengekang
        Orang beriman berpegang pada firman Tuhan “Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil”. Kategori dosa berat, ringan, atau sedang itu manusiawi sebab Tuhan tidak mengatakan itu. Firman Tuhan ” Orang yang diredahkan dan hina di mata manusia mulia di hadapan Tuhan” dan juga ” sesungguhnya para pemungut cukai dan perempuan pelacur yang paling pertama masuk dalam kerajaan Allah” lalu Tuhan juga berkata “walaupun dosamu merah seperti kirmisi atau kain kasumba Aku akan membuat enkau putih seperti salju” Bagaimana kita yang merasa diri tidak berdosa dan membuat aturan-aturan gerejawi yang mengekang jiwa-jiwa? siapa kita dimata Tuhan? Tuhan membuat larangan tetapi Tuhan tahu bahwasanya ciptaan Tuhan ini lemah sehingga Tuhan bukakakan Pintu maaf dimana 1 orang saja yang bertobat sangat bersukacita para malaikat disurga dan Tuhan membatalkan murkanya. Bagaimana 1 orang mau bertobat sementara aturan gereja terlalu ketat?

        4.Pindah Agama
        Hal pindah agama bukan barang baru. Manusia menpunyai penafsiran akan arti keselamatan yang datang dari Tuhan secara pribadi. Terkadang hal ini dipicuh oleh rasa ketidakpuasan akan suatu keputusan. Sebagian orang berpendapat bahwa orang yang berpidah agama akan binasa hidupnya! Apa benar demikian? Ada pengelaman iman, seorang yang dianggap berdosa berat di agama katolik maka tidak diberikan sakramen2 yang dibutuhkan baik bagi dirinya maupun keluarganya, kemudian dia berpindah ke agama Protestan disana dia sekolah pendeta dan menjadi seorang Pendeta terkenal hidupnya tidak binas! Dan itu semua karena IMAN yang menyelamatkan bukan bukan agama mana yang menyelamatka? Bagaimana pandangan kita sebagai orang beriman? kita sdh kehilangan beberapa jiwa sementara ditempat lain orang katolik mencari jiwa-jiwa untuk diselamatkan sementara yang lain keluar dari katolik ironis bukan?

        5. Persinahan
        Proses anulasi berkepanjangan, sehingga sebagian orang memilih untuk cerai secara sipil. Dan kemudian dia kawin lagi, siapa yang salah? Ada tertulis “Bagi janda lebih baik kawin daripada mati karena hawa nafsu” dan karena itulah dia kawin tetapi dikatakan hidup dalam persinahan klu begitu tidak perlu ada firman inikan? Tetapi semua itu kembali ke asal bahwa Tuhan Maha tahu apa yang diperlukan umatnya, Tuhan tidak seperti peminpin gereja katolik sekarang ini! itu yang membuat manusia tidak akan habis-habisnya keluar dari dalam dosa karena dosa itu kodrat sebab kita diciptakan serupa citranya tetapi kita berbeda dalam hal “Dosa” maka itu tidak ada manusia yang sempurna dimata Tuhan.
        Harapan saya semoga pemimpin-pemimpin katolik mau dengan bijak dan peka melihat hal-hal kecil yang tidak pernah dipikirkan akan menimbulkan efek yang besar bagi agama kita. Dan tidak terkesan berjalan ditempat.

        • Fridolina yth,

          1. Gereja menegaskan bahwa perkawinan adalah sakramen, artinya tanda dan sarana kehadiran cinta kasih Allah yang menyelamatkan. Maka suami-istri hendaknya menyadari bahwa perkawinan yang mereka lakukan itu bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis masing-masing, tetapi juga mengandung sebuah tugas perutusan, yakni menghadirkan cinta-kasih Allah dalam hidup dan tindakan yang konkret (lih. Pedoman Pastoral Keluarga – KWI, 2011, hal. 8). Dalam perkawinan itu suami-istri saling memberikan diri bukan hanya “untuk sementara”, tetapi sebagaimana Allah telah mengasihi manusia untuk selama-lamanya.

          Tentu saja Gereja tidak merestui dan mengakui suami-istri yang berpisah (entah cerai sipil, entah pisah karena alasan lain, pekerjaan misalnya) kemudian hidup bersama atau “menikah lagi” dengan orang lain. Perkawinan seperti itu, selain cenderung menekankan pemenuhan kebutuhan manusiawi (psikologis dan biologis), juga lebih dari itu perkawinan tersebut justru merendahkan martabat dan maknanya sebagaimana yang telah dikehendaki Allah sendiri. Gereja sebagai ibu dan guru (mater et magistra) mempunyai tugas dan kewajiban mengingatkan terus menerus kehendak Allah atas perkawinan itu.

          Siapapun yang mau bertobat, pasti tidak akan dihalang-halangi oleh Gereja. Tetapi pertobatan tentu juga mengandung konsekuensi, di antaranya adalah tidak melakukan dosa yang sama setelah mengakukan dosanya. Mereka yang masih terikat perkawinan, tetapi hidup bersama pasangan lain, berarti melakukan perzinahan (zinah = melakukan hubungan “suami-istri” dengan orang yang bukan pasangannya). Jika orang sungguh-sungguh mau bertobat, maka ia harus tidak melakukan perzinahan itu lagi. Jika ia mengatakan tidak bisa atau dalam hati dia mengatakan “itu tidak mungkin”, maka yang bersangkutan perlu bertanya pada diri sendiri, “sungguhkan ia mau melakukan pertobatan sejati?”

          2. Apa artinya IMAN? Iman tidak hanya sekedar saya percaya, “saya yakin…” lebih dari itu iman adalah tanggapan manusia atas Allah yang mewahyukan diri-Nya. Tanggapan itu diungkapkan dalam kata-kata dan diwujudkan dalam perbuatan nyata yang selaras atau sesuai dengan apa yang dikatakan itu. Kepercayaan, keyakinan yang diucapkan dalam hati dan secara verbal itu haruslah sesuai dengan perbuatan. Harus konsisten. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran (I Yoh. 2: 4). Perbuatan seorang beriman sejati adalah melaksanakan apa yang dikehendaki Allah.

          Melakukan dosa berarti tindakannya tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya… Apa yang dikehendaki Allah tidak dilaksanakannya. Ibaratnya mulutnya mengatakan “ya”, tetapi hatinya mengatakan “tidak”. Maka perlu perbaikan diri atau pertobatan. Orang yang melakukan dosa, misalnya mereka yang bercerai, kemudian menikah lagi, berarti dia tidak melakukan apa yang dikehendaki Allah dalam penghayatan perkawinan. Perkawinan yang adalah tanda dan sarana kehadiran cintakasih-Nya yang menyelamatkan tidak dihormati, tidak dihargai dan dihayati dengan berbagai macam alasan. Oleh karena itu mereka tidak diizinkan menyambut Ekaristi suci (komuni). Mereka tidak diizinkan karena status dan kondisi hidup mereka (juga perbuatan) berlawanan dengan persekutuan cintakasih antara Kristus dan Gereja, yang dilambangkan oleh Ekaristi dan merupakan buahnya (lihat Familiaris Consortio 84).

          3. Tuhan mengajarkan hukum utama, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat. 22: 37); dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat. 22: 39). Orang yang melakukan dosa berarti dia tidak dengan segenap hati, jiwa dan akal budi melakukan apa yang diperintahkan Tuhan.

          Perintah Tuhan ini diimani oleh Gereja, yakni seluruh umat beriman kepada Kristus. Jadi bukan hanya hirarki saja. Gereja, yang diwakili oleh hirarki (karena diberi tanggungjawab menjaga dan melindungi ajaran iman dan moral kristiani), membuat kesepakatan bersama dalam bentuk “peraturan hidup bersama sebagai umat beriman kepada Kristus”. Jadi peraturan dan hukum Gereja muncul sebagai hasil kesepakatan bersama seluruh Gereja universal. Tujuan peraturan hidup bersama itu bukan untuk mengekang, tetapi membantu agar anggota komunitas Gereja mengetahui apa yang seharusnya dilakukannya sebagai ungkapan dan perwujudan iman mereka.

          4. Beragama dan/atau beriman bukan untuk mencari kepuasan, tetapi untuk mengarahkan seluruh hidupnya dalam menanggapi kehadiran dan kehendak Allah. Orang yang merasa tidak puas akan suatu keputusan lembaga agamanya, kemudian pergi meninggalkannya, memperlihatkan bahwa penghayatan iman dan hidup keagamaannya kurang dewasa. Di samping itu, sebagai anggota komunitas beriman (Katolik), ketika ia melakukan dosa kemudian mendapatkan sangsi tidak boleh menerima sakramen-sakramen, seharusnya ia memperbaiki diri dengan pertobatan yang tulus dan semestinya (yang membawa konsekuensi perubahan terhadap cara hidup), bukan malah pergi ke agama lain. Orang yang dewasa dalam penghayatan iman, ia akan dengan rendah hati melakukan perbaikan diri melalui pertobatan sejati ketika berdosa dan mendapatkan sangsi atas dosanya.

          5. Sampai sekarang umat Katolik masih sering salah mengerti arti yang sesungguhnya “anulasi atau pembatalan” perkawinan. Anulasi sangat berbeda dengan perceraian. Perkawinan yang dianulasi adalah karena perkawinan itu sejak awalnya tidak sah. Sedangkan perceraian adalah perpisahan pasangan suami istri walaupun perkawinan mereka sah sejak awalnya; dan karena itu Gereja Katolik tidak memperbolehkan perceraian.

          Salam,
          Rm. Agung MSF

          Tambahan dari Ingrid:

          Shalom Fridolina,

          Jawaban Romo Agung sudah sangat baik dan lengkap. Saya hanya ingin menambahkan untuk point 5. Dalam 1 Kor 7:7-9 Rasul Paulus mengatakan bahwa lebih baik seseorang yang tidak menikah atau janda- janda mengikuti teladannya, yaitu tidak menikah. Namun jika mereka tidak mampu mereka lebih baik menikah daripada terbakar oleh hawa nafsu. Maka konteksnya di sini adalah kepada mereka yang tidak menikah atau janda- janda (atau para duda) yang ditinggal mati oleh pasangannya, dan bukan karena mereka yang “janda/ duda” karena berpisah sementara dengan pasangannya. Sebab Kristus sendiri mengajarkan bahwa perkawinan hanya antara satu pria dan satu wanita, dan ikatannya tidak dapat diceraikan oleh manusia (lih. Mat 19:5-6). Zinah yang disebutkan dalam ayat 9, adalah kasus perkawinan kedua yang tidak sah, sehingga disebut zinah, sehingga perkawinan keduanya inilah yang harus diceraikan agar masing- masing pasangan tersebut dapat kembali kepada pasangan mereka pada perkawinan yang pertama yang sah di mata Tuhan.

          Maka jika Gereja Katolik tidak memperbolehkan perceraian, itu disebabkan karena Kristus sendiri mengajarkan demikian. Jadi anda keliru jika menyangka bahwa Tuhan tidak mempunyai sikap seperti Gereja Katolik dalam hal ini. Jika anda percaya bahwa Tuhan Yesus tetap sama, sekarang dan selama- lamanya (lih. Ibr 13:8), maka perkataan Sabda-Nya juga tetap selama- lamanya. Dan firman-Nya inilah yang dilestarikan terus oleh Gereja Katolik sampai sekarang. Justru karena ketaatan Gereja Katolik kepada Kristus yang mendirikannya, maka Gereja Katolik tidak memperbolehkan perceraian. Gereka Katolik tidak mempunyai kuasa untuk mengubah ketentuan ini, karena Gereja tidak dapat mengubah ajaran yang sudah ditetapkan oleh Tuhan Yesus.

          Anda mengharap agar para pemimpin Gereja Katolik menjadi bijak dan peka dan menurut hemat saya,mereka juga sudah berusaha melakukannya. Sebab pihak Gereja Katolik juga sudah berupaya untuk melindungi umat-Nya, sehingga perkawinan dengan kondisi tidak sah sejak awal mula, (jika dapat dibuktikan), dapat dibatalkan. Tentu diperlukan waktu untuk memebuktikannya, namun jika ada bukti- buktinya terhadap 3 hal yang membatalkan perkawinan, maka pihak Gereja Katolik dapat memberikan ijin anulasi/ pembatalan perkawinan. Selanjutnya tentang hal- hal yang membatalkan perkawinan, silakan membaca di sini (silakan klik) dan di sini (silakan klik).

          Anjuran anda agar pemimpin Gereja Katolik menjadi bijak dan peka, sesungguhnya juga berlaku bagi anda sendiri dan saya. Semoga anda dan saya juga dapat dengan bijak dan peka menerima, bahwa yang namanya pertobatan itu juga mempunyai konsekuensi, yang harus diikuti oleh perubahan cara hidup kita yang lama yang melawan kehendak Tuhan, untuk hidup baru sesuai dengan perintah Tuhan. Dengan demikian, kita tidak terlalu cepat menuding Gereja Katolik (ataupun para pemimpinnya) hanya ‘jalan di tempat’, sebab jangan- jangan sebenarnya kitalah yang ‘jalan di tempat’, jika kita tidak sungguh- sungguh bertobat.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Shayom dan Salam Damai Rm. Agung dan Mba Ingrid.

            Inilah cermin ketidak puasan manusia dan rasa ingin tahu yang mendalam. Pada dasarnya setiap jawaban atau tanggapan atas pertanyaan saya ada benarnya dan memberi suatu pandangan baru untuk saya.Namun demikian penafsiran ayat-ayat dalam injil itu untuk semua orang mempunyai cara pandang dan penfsiran yang berbeda. Menurut saya secara pribadi berpikir dan untuk memahami setiap ayat yang saya baca selalu saya minta tuntunan roh kudus untuk dapat memahami dan menafsirkan dengan benar dan jangan menyimpang dari apa yang seharusnya Tuhan kenedaki untuk kita perbuat di dunia ini.Ada beberapa nats dalam injil yang mengatakan demikian
            1) Datanglah kepadaKu kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat.
            Pada nats ini saya ambil contoh tetang perkawinan katolik. Seperti yang sdh dijelaskan bahwa orang yang sdh bercerai secara sipil masih tetap sah menurut gereja. Ini adalah suatu beban yang sangat berat yang hanya dirasakan oleh pribadi-pribadi yang mengalami hal ini. Beban yang dirasakan ini dibawakan dalam doa kepada Tuhan yang dipercayai akan meringan kan Beban. Secara pribadi dia merasakan jamahan Tuhan. Tetapi terlepas dari pribadi dengan Tuhan. Masih akan terasa berat secara manusia sebagai makluk sosial. Brapa banyak umat katolik yang bercerai di seluruh dunia? Berapa banyak pula orang yang hidup dalam beban seperti ini?
            2) Apa yang dikatakan Tuhan tidak semua manusia memahami dengan sempurna.
            contoh orang katolik mempercayai sabda Tuhan tetang perkawinan yang tidak bisa diceraikan apabila kita kaitkan ini dengan firman Tuhan yang lain mengatakatakan “bagi Allah tidak ada yang mustahil” Apa makna dari perkataan Tuhan ini. jika dia mau bercerai bagi Tuhan tidak mustahil Apabila kita merenungkan arti kehendak Tuhan sangat tidak masuk akal jika seseorang dikekang dalam putusan tribunal yang berlarut-larut.
            3) Firman Tuhan Mengatakan “Dan apa saja yang kamu minta dan kamu doakan maka kamu akan menerimanya” artinya Tuhan manerima setiap permohonan orang datang kepadaNya melalui perantaraan Yesus. Lalu jika Tuhan saja menerima dan memberi jawaban kepada setiap orang kenapa manusia harus bertahan hanya dengan 1 buah firman saja utuk mematahkan setiap keinginan manuasia
            4)” Jika 2 atau 3 orang di dunia ini sepakat meminta apapun dalam doa Tuhan akan memberikannya”. Apa arti dari firman ini? saya ambil contoh
            Dalam kesesakan dan tekanan batin masalah keluarga dalam hal ini ada kekerasan rumah tangga yang terus-menerus maka seorang ibu dan anak-anaknya berdoa minta kepada Tuhan agar mereka terlepas dari kekerasan suaminya ini. Terjawalah doa mereka dengan perceraian secara sipil , secara manusia meyakini bahwa ini adalah jawaban doa. Namun ketika datang kepada Tribunal minta ampun sulitnya inilah fakta-fakta yang dapat dikatakan bahwa kalau secara manusia dengan Tuhan tidak ada embel-embelnya tetapi sangat sulit Manusia dengan Tuhan allah dunia.
            5) Firman Tuhan” diamlah dan ketahuilah bahwa Aku Tuhan. Dalam mazmur maka tidak salah jika setiapmanusia meyakini hidupnya benar dihadapan Allah jika dikaitkan lagi dengan Firman Tuhan yang mengatakan bahwa ” manusia melihat apa yang kelihatan tetapi Tuhan melihat hati” menurut saya setiap orang yang dianggap oleh aturan gereja itu berlawanan belum tentu salah dihadapan Tuhan maka ada baiknya aturan gereja harusnya jangan hanya melihat pada firman Tuhan yang melanrang saja, tetapi dilihat juga pada firman Tuhan lain yang meringankan manusia
            6) Tentang pertobatan jika sejara aturan gereja sulit mendapatkan pertobatan ,secara manusia maka jika seseorang dengan iman membaca Mzr 51 apakah bisa dikatakan melakukan pertobatan?

            Terima kasih dan mohon jawabannya

          • Shalom Fridolina,

            Nampaknya ada perbedaan yang besar di antara kita, dalam hal menginterpretasikan Kitab Suci. Sebab dalam menginterpretasikan ayat- ayat itu, anda cenderung untuk tidak melihat kaitan satu ayat dengan ayat- ayat yang lain dalam Kitab Suci dan anda memilih- milih ayat dan menyesuaikannya dengan kebutuhan anda, daripada membaca ayat tersebut dengan maksud berusaha memahami pengajaran apakah yang ingin disampaikan oleh Tuhan melalui ayat tersebut.

            Seseorang yang membaca Kitab Suci namun berfokus pada diri sendiri, akan berusaha menemukan ayat- ayat peneguhan bagi dirinya sendiri daripada mencari apa yang Tuhan ajarkan. Oleh sebab itu, dalam membaca Kitab Suci, ia akan mencari ayat- ayat yang isinya peneguhan, tetapi cenderung mengabaikan ayat- ayat yang isinya menegur ataupun mengajar. Lalu dengan sikap batin seperti ini, umumnya ia menutup diri terhadap pengajaran Magisterium Gereja, ataupun ajaran Bapa Gereja, karena dari awal sudah menempatkan pemahaman pribadi di atas pengajaran para rasul dan para penerus mereka.

            Saya mengajak anda untuk merenungkan apakah anda termasuk golongan orang- orang yang semacam ini atau tidak. Jika ya, maka diskusi ini lebih baik ditutup saja, sebab interpretasi yang mengutamakan pandangan pribadi, bukan menjadi fokus kami di Katolisitas. Tetapi kalau anda mempunyai keterbukaan untuk belajar dan berkeinginan untuk mencari kehendak Tuhan, maka mari kita lanjutkan diskusi ini dengan semangat kasih.

            1. Arti: “Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu…”

            Yesus memang bersabda, “Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepada-Mu.” (Mat 11:28). Firman ini tentu berlaku untuk semua orang yang berbeban berat, tidak hanya orang yang bergumul dalam masalah perkawinan. Dari pihak Yesus, janji ini dipenuhi, sebab memang Ia berjanji memberikan kelegaan kepada kita yang bersandar kepada-Nya. Namun masalahnya apakah kita sungguh bersandar kepada-Nya atau kepada keinginan kita sendiri? Kita mau memikul kuk yang dipasang-Nya, atau memilih memikul kuk yang kita pasang sendiri?

            Saya mempunyai beberapa teman yang juga bergumul dalam masalah perkawinan, yang sesungguhnya merupakan buah dari hasil keputusan yang mereka buat sendiri. Adalah suatu pertanyaan untuk direnungkan, sejauh mana pasangan yang bergumul dalam masalah perkawinan ini mau mendahulukan kehendak Tuhan, atau kehendaknya sendiri. Sebab jelas kehendak Tuhan tertulis dalam Mat 19:5-6, yaitu, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Tuhan, janganlah diceraikan oleh manusia.” Ini adalah perkataan Yesus sendiri, dan kehendak-Nya untuk sebuah perkawinan. Mengapa? Karena Yesus menghendaki gambaran kesatuan suami istri itu sebagai gambaran yang mengikuti kesatuan antara Dia dengan Gereja-Nya (lih. Ef 5:22-33). Maka, jika pasangan (salah satu atau keduanya) memilih untuk berpisah dan menikah lagi dengan orang lain, maka ia memilih untuk tidak menaati firman ini, dan dengan sendirinya memasangkan kuk yang berat itu bagi dirinya sendiri. Jika kemudian Gereja melarang mereka yang bercerai dan menikah lagi untuk menerima Komuni, itu pertama- tama bukan hukuman, tetapi karena itu adalah akibat dari keputusan orang yang bersangkutan, karena tidak mau hidup sesuai dengan arti Komuni itu sendiri. Kesatuan suami dan istri dalam perkawinan itu merupakan gambaran Komuni (persatuan Kristus dengan kita anggota Gereja-Nya) sehingga kalau suami dan istri bercerai dan menikah lagi, maka mereka telah melanggar makna perkawinan kudus, dan dengan demikian tidak hidup sesuai dengan makna Komuni yang seharusnya dilambangkannya.

            Maka dalam menginterpretasikan Sabda Tuhan, kita harus berhati- hati, jangan sampai kita mengartikan suatu ayat, yang akhirnya sampai mempertentangkan Tuhan dengan Sabda yang sudah pernah diajarkan-Nya. Tidak ada kontradiksi dalam diri Tuhan, dan juga dengan Sabda-Nya. Maka janji Tuhan memberikan kelegaan, jangan dipertentangkan dengan Sabda-Nya yang menginginkan kesetiaan dalam perkawinan seolah demi memberikan kelegaan, maka Tuhan akan memberikan kelonggaran sehingga orang boleh bercerai dan menikah lagi. Ini adalah interpretasi yang keliru, sebab itu artinya mempertentangkan Tuhan dengan diri-Nya (yaitu Sabda-Nya) sendiri, dan ini tidak mungkin dilakukan oleh Tuhan (lih. 2 Tim 11-13).

            2. Tidak semua menusia memahami perkataan Tuhan dengan sempurna?

            Ya benar. Untuk itu kita memerlukan bimbingan Gereja. Tuhan Yesus tidak menulis Kitab Suci, namun yang diberikan kepada kita adalah Gereja. Ia mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (Mat 16:18), dan kepada Petrus, Kristus memberi kuasa untuk mengajar umat-Nya, yaitu ‘kuasa melepas dan mengikat’ (Mat 16:19) yang artinya menentukan ajaran- ajaran yang mengikat semua umat beriman, atau ‘melepaskan’/ menentukan bahwa suatu ajaran tidak lagi mengikat umat beriman. Kuasa ini diberikan kepada Rasul Petrus dan para penerusnya, sebab Tuhan Yesus berjanji akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (Mat 28:20) dan bahwa Gerejanya tidak akan sesat/ binasa (Mat 16:18). Atas dasar inilah umat Katolik percaya bahwa Gereja diberi kuasa oleh Tuhan Yesus, sehingga dapat memimpin kita murid- murid Kristus.

            Nah, sekarang kembali ke masalah pasangan yang bercerai dan menikah lagi. Apakah ada harapan untuk orang yang sudah terlanjur melakukannya? Tentu saja ada! Memang sulit dilakukan, tetapi bagi yang mengandalkan Allah, tiada yang mustahil. Pertama, jika memang pasangan itu memiliki dasar untuk mengajukan pembatalan perkawinan (karena adanya halangan perkawinan, cacat konsensus atau cacat forma kanonika- yang menjadikan perkawinan yang terdahulu tidak sah sejak awal mula), silakan anda mengajukannya kepada pihak tribunal keuskupan. Selanjutnya, bersabarlah hingga permohonan tersebut dikabulkan. Selama ijin belum diperoleh, hiduplah bertarak (pantang hubungan suami istri), demi menjaga kesucian makna hubungan suami istri. Setelah ijin diperoleh, silakan pasangan ini menikah secara sah dengan sesudahnya hidup sebagai suami istri.

            Jika sebenarnya pasangan tersebut menyadari bahwa mereka tidak dapat mengajukan pembatalan perkawinan mereka dengan pasangan mereka yang terdahulu, karena perkawinan yang dulu itu sah, maka yang dapat dilakukan sekarang dengan pasangan yang baru adalah hidup dalam kebersamaan sebagai kakak dan adik (tidak melakukan hubungan suami istri). Mengapa? Sebab perkawinan yang sah di mata Tuhan tetaplah perkawinan yang pertama. Untuk menerapkan hal ini tentu berat, namun jika pasangan itu mendahulukan kehendak Tuhan di atas kehendak mereka sendiri, hal ini tidak mustahil untuk dilakukan. Saya pernah menanggapi pertanyaan tentang persoalan serupa yang dihadapi oleh Sdr. Tormento, silakan klik di sini, lihat point 2).
            Alternatif terakhir jika perkawinan yang terdahulu sudah sah di mata Tuhan, yang saya tidak tahu apakah mungkin dilakukan pada situasi tersebut, adalah kembali ke pasangan (suami/ istri) dalam perkawinan yang terdahulu.

            Terlihatlah di sini, perbedaannya: interpretasi yang berfokus pada diri sendiri akan menganggap bahwa ‘tidak ada yang mustahil’ adalah untuk mengubah Tuhan supaya menuruti kehendak kita; sedangkan interpretasi yang berfokus kepada Tuhan, adalah mengubah diri sendiri supaya mengikuti kehendak Tuhan terhadap kesucian perkawinan.

            Jika anda menganggap keputusan Tribunal berlarut- larut, maka pertanyaannya adalah, sudahkah anda melakukan sesuatu agar prosesnya berjalan lebih cepat? Misalnya, tanyakanlah kepada Romo yang menanganinya, apakah masih diperlukan adanya tambahan bukti/ informasi dari pihak anda? Seberapa sering anda menanyakan kasus anda kepada pihak tribunal?

            3. Apa maksudnya, “Dan apa saja yang kamu minta dan kamu doakan maka kamu akan menerimanya” (Mrk 11:24).

            Apakah ini mau anda artikan bahwa jika seseorang yang minta cerai, pasti dikabulkan/ disetujui oleh Tuhan? Tentu saja tidak demikian. Sebab bercerai dan menikah lagi itu adalah perbuatan perzinahan (Mat 10:11-12), dan ini sesuatu yang dilarang oleh Tuhan, sama seperti tindakan pelanggaran lainnya yaitu pembunuhan, penipuan, pencurian, dst yang tercantum dalam kesepuluh perintah Allah. Kita tidak bisa menginterpretasikan ayat ini sehingga seolah- olah demi ayat Mrk 11:24 ini Tuhan mengubah seluruh hukum dan perintah-Nya, termasuk hukum sepuluh perintah Allah. Ini namanya mempertentangkan Tuhan dengan Firman-Nya, padahal Tuhan Yesus mengatakan Ia tidak mungkin mengubahnya (lih. Mat 5:18).

            4. “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 18:19).

            Silakan anda membaca kembali perikop ayat itu, yaitu Mat 18:15-20. Ayat itu ada dalam perikop yang mengajarkan tentang kesatuan jemaat untuk melaksanakan perintah Allah. Kalau orang berbuat salah, pertama harus dinasihati di bawah empat mata, tetapi kalau ia tidak mau mendengarkan, maka perlu dihadirkan saksi, dua atau tiga orang. Lalu kalau masih tidak mau mendengarkan juga, ia harus dibawa ke hadapan Gereja (jemaat), dan kalau ia masih tidak mau mendengarkan juga, maka anggaplah orang itu sudah berada di luar kawanan (seperti seorang pemungut cukai). Sebab Gereja sudah diberi kuasa untuk mengikat dan melepaskan, yaitu artinya menentukan ketentuan mana yang harus ditaati, dan mana yang tidak. Ayat- ayat di atas ini malah menguatkan posisi Gereja (jemaat) untuk menjaga terlaksananya perintah Tuhan di antara anggotanya. Baru kemudian dengan kesatuan ini, maka Allah dapat mengabulkan doa- doa yang diminta oleh dua orang yang sepakat, sebab Allah hadir di dalam kesatuan tersebut.

            Nah, sekarang tentang doa keluarga yang mengalami kekerasan dari sang suami/ ayah. Jika sang suami/ ayah memang melakukan kekerasan yang bahkan mengancam keselamatan istri dan anak- anak, maka Gereja juga dapat mengijinkan perpisahan. Tentunya, jika hal ini didukung dengan bukti- bukti. Namun, jika ijin pisah diberikan, ini tidak untuk diartikan ijin bagi istri maupun suami untuk menikah lagi dengan orang lain. Perpisahan ini dapat diberikan demi memperhatikan keselamatan istri dan anak- anaknya, namun kesatuan/ ikatan istri dan suami tersebut tetap ada di hadapan Tuhan, walaupun mereka sudah cerai secara sipil. Lain ceritanya kalau ternyata memang dari bukti ditemukan adanya bukti yang membatalkan perkawinan, maka perkawinan dapat dibatalkan, dan jika ini terjadi, maka istri tersebut dapat bebas dari ikatan sebelumnya dan dapat menikah dengan sah dengan orang lain, demikian pula suaminya.

            Anda mengeluhkan bahwa Tribunal meminta banyak syarat. Tentu saja ini normal, sebab mereka diberi tanggung jawab dan kuasa oleh Tuhan untuk menangani hal ini, dan mereka bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Maka mereka tidak dapat berbuat serampangan saja.

            5. Anda mengutip 1 Sam 16:7, “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”

            Ini konteksnya adalah bahwa manusia melihat apa yang tampak dari luar (paras, penampilan, dst), sedang Tuhan melihat apa yang di dalam hati manusia. Maka jika anda menghubungkan firman ini dengan peraturan Gereja, menjadi tidak kontekstual, karena peraturan Gereja tidak untuk menilai penampilan atau paras seseorang ataupun dibuat berdasarkan apa yang kelihatan dari luar, melainkan untuk membantu anggota- anggotanya untuk melaksanakan perintah Tuhan dengan baik. Dan soal melaksanakan segala perintah Allah, itu berhubungan dengan hati- yaitu sejauh mana seseorang mempunyai hati untuk mengasihi Tuhan. Sabda Tuhan jelas mengajarkan, “Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya. Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya.” (1 Yoh 5:2-3) Dan lagi, “Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1 Yoh 3:24).

            Jadi kalau kita melaksanakan perintah Tuhan, seperti yang dilestarikan oleh Gereja-Nya, maka motivasi utamanya adalah karena kita mengasihi Tuhan dan karena kita mau hidup di dalam Dia. Pertanyaannya sekarang, apakah kita sungguh mengasihi Tuhan, jika kita memilih untuk tidak melaksanakan segala perintah-Nya?

            6. Pertobatan menurut aturan Gereja itu sulit?

            Sebenarnya tidak. Yang dibutuhkan adalah kerendahan hati dan tobat yang tulus. Gereja hanya melanjutkan perintah Tuhan Yesus, yang juga telah dilaksanakan oleh para rasul, yaitu bahwa sudah menjadi kehendak Yesus, agar kita mengakukan dosa kita di hadapan para penerus rasul, yaitu para imam-Nya. Tuhan Yesus bersabda, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:22-23)

            Apakah boleh berdoa sambil membacakan Mazmur 51? Tentu saja boleh, sebab itu memang doa pertobatan yang sangat baik. Tetapi apakah itu saja cukup? Tidak, sebab Tuhan Yesus menghendaki umat-Nya mengakukan dosa melalui perantaraan para rasul dan para penerus mereka, yang telah diberi-Nya kuasa untuk mengampuni ataupun menyatakan dosa seseorang tetap ada. Manakah yang lebih sulit dan membutuhkan kerendahan hati: mengaku dosa secara langsung di dalam doa pribadi atau mengaku dosa di hadapan imam-Nya? Tentu saja mengaku dosa di hadapan imam. Tetapi itulah yang dikehendaki oleh Tuhan, agar kita pertama- tama menghancurkan tembok kesombongan [yaitu dosa yang pertama dan utama] dalam hati kita. Silakan anda membaca lebih lanjut makna Sakramen Tobat, di situs ini, Masih Perlukah Pengakuan Dosa, bagian 1 s/d 4, terutama:

            Masih perlukah Pengakuan Dosa, bagian 2
            Masih perlukah Pengakuan Dosa, bagian 3

            Akhirnya Fridolina, saya menghargai keterbukaan anda dalam mendiskusikan topik ini. Alangkah baiknya, jika anda melihat dengan jujur masalah yang sedang anda hadapi. Apakah masalah proses anulasi/ pembatalan perkawinan? Jika ya, usahakanlah hal itu terlebih dahulu, dan janganlah hal ini jadi melebar, sampai anda berprasangka negatif terhadap Gereja. Gereja didirikan Kristus untuk membantu kita sampai kepada keselamatan yang dijanjikan Tuhan. Maka, janganlah sampai kita membenci Gereja, sebab jika demikian kita tidak mungkin mengasihi Kristus yang mendirikan-Nya. Jika masalahnya bukan anulasi, maka silakan anda diskusikan dengan pasangan anda yang sekarang, untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, jika memang anda mau melakukan hal itu. Mohonlah selalu kekuatan dari Tuhan untuk melaksanakan perintah-Nya.

            Saya mohon maaf jika jawaban saya ini terdengar ‘keras’ di telinga anda. Saya memang mungkin tidak dapat memahami sepenuhnya situasi anda, tetapi saya turut merunduk di hadapan Tuhan bersama- sama dengan anda, untuk mendoakan anda. Semoga Tuhan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi pergumulan anda.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Quote : Tetapi itulah yang dikehendaki oleh Tuhan, agar kita pertama- tama menghancurkan tembok kesombongan [yaitu dosa yang pertama dan utama] dalam hati kita.

            Bener banget ini !! Apalagi kalau ngaku dosa ke romo yang sama dengan dosa yang sama pula. Jadi sering merasa tidak enak dengan romonya.

            Salam

          • Syalom mba ingrid, Terima kasih jika mau membantu saya mohon maaf jika dalam bertanya ada sy memuat kekeliruan dan menimbulkan emosi.
            Sejujurnya sy katakan sy tidak ada dalam proses anulasi.
            Sy juga baru belajar katolik kalau di islam istilahnya sy seorang “mualaf” maka pemahaman akan gereja katolik juga masih kurang belum lagi saya belajarnya sendiri tanpa bimbingan dari orang senior maka jika ada persoalan yang orang lain alami maka menjadi tanda tanya bagi saya. Ada teman saya yang mengajak saya masuk katolik dan kemudian dimeninggal dunia dan saya tidak tahu bagaimana dan dimana saya harus belajar maka suatu ketika saya mencoba mengakses jaringan ini maka saya temukan wabside ini. saya coba baca pertanyan-pertanyaan dan sy coba bertanya menurut pengelaman orang lain.
            Setiap kegiatan gereja saya selalu ikut kegiatan dari gereja protestan jadi pertanyaannya apakah saya salah dalam bertanya? jika salah Harus kemana saya bertanya? maka klu di protestan yang saya dapat adalah perbuatan kasih dan ajakan-ajakan untuk mengikuti Tuhan dan bagaimana Tuhan dengan mudahnya mengampuni manusia, maka ada hal yang saya lihat di katolik sedikit orang bersalah dapat hukuman maka itu menjadi tanda tanya bagi saya yang masih awam dan masih sangat mudah di gereja katolik. Contoh ada orang yang meningal dunia aturan gereja yang dikenal degan 3 BER salah satunya adalah tidak boleh menguburkan orang mati lebih dari 3 hari jika dikuburkan pada hari ke 4 maka anggota keluarganya dikasih hukuman tidak boleh sambut apakah tidak ada hukuman lain? terus hukuman itu lama sekali tidak ada batasan waktu kapan orang itu boleh mendapat pengampunan makanya hal-hal ini menjadi tanda tanya bagi saya kenapa pengampunan bagi orang katolik itu susah sekali didapatnya sementara dengan Tuhan sendiri dalam alkitab itu tidak menunda memberi pengampunan bagi orang yang bersalah.
            Apakah saya salah mengikuti kegiatan-kegiatan gereja protestan?
            Terus apakah arti eukumene? sebab ditempat saya dalam 2 atau tiga bulan pasti ada ibadah bersama baik ditempat katolik maupun di protestan.
            JIka saya salah lagi dalam bertanya ditempat ini saya boleh diskualifikasi dr tempat ini, namun kepada siapa dan ditempat manalagi harus saya belajar?mungkin ada rujukan tempat baru untuk bertanya sy bersedia sebab memahami Tuhan yang transenden tidak semua manusia bisa..Mencari wajah Tuhan disetiap sudut sy mau asalkan ada jalan untuk mendapatkan dan menemukannya.setuap saat saya mencari dan mencari…namun belum menemukannya
            Menurut cerita ada tempat yang namamya tembok ratapan saya punya niat mau kesana mungkin saya bisa menemukan atau berjumpa dengan Yesus disana?
            Atau tempat apakah tembok ratapan itu?

          • Shalom Fridolina,

            Pertama- tama, saya ingin menegaskan bahwa saya tidak marah ataupun emosi pada saat menjawab pertanyaan anda. Saya mohon maaf pada anda, jika terkesan demikian, dan maaf juga karena saya salah paham dengan anda, karena manyangka bahwa anda sedang menanyakan kasus anda sendiri, perihal anulasi perkawinan. Terus terang, saya berpandangan demikian, karena menangkap kesan bahwa anda sungguh ‘gregetan‘ dengan sikap Gereja Katolik, sehingga mengatakan dalam surat anda, “Harapan saya semoga pemimpin-pemimpin katolik mau dengan bijak dan peka melihat hal-hal kecil yang tidak pernah dipikirkan akan menimbulkan efek yang besar bagi agama kita. Dan tidak terkesan berjalan ditempat.” Komentar macam ini sebaiknya lain kali dihindari, sebab berkesan menuduh seolah- olah pemimpin Katolik sekarang ini tidak bijak dan tidak peka. Padahal, jika kita melihat dengan obyektif, maka kitapun dapat melihat bahwa adanya peraturan- peraturan di Gereja Katolik, semata- mata dibuat demi membantu kita untuk hidup kudus dan melaksanakan perintah Tuhan, dan bukan malah mengekang tanpa ada alasannya sehingga menghambat pertumbuhan iman anggotanya.

            Maka, silakan anda bertanya di situs ini, jika anda mempunyai banyak pertanyaan, namun jika saya boleh mengusulkan, silakan menggunakan kata- kata yang baik, yang tidak menuduh sehingga tidak menimbulkan salah persepsi. Tidak ada yang men-diskualifikasi-kan anda. Tidak ada yang salah dengan bertanya, sebab pepatah mengatakan, “malu bertanya, sesat di jalan”, itu juga berlaku dalam hal iman.

            Anda mengatakan bahwa di komunitas anda yang non- Katolik, penekanannya adalah Allah yang Maha Pengampun. Gereja Katolik tidak menolak kebenaran ini sebab memang benar Allah itu Maha Pengampun. Namun demikian Sabda Tuhan juga mengatakan bahwa Allah juga Maha Adil (Dan 9:14; Mzm 7:11, 116:5), dan karena itu kelak Ia akan menghakimi kita dengan adil sesuai dengan perbuatan kita di dunia (Rat 3:64; Why 20:12-13). Jika kita mau menyampaikan keseluruhan kebenaran Sabda Tuhan, maka kita tidak dapat hanya menekankan sifat belas kasihan Allah tetapi mengabaikan sifat keadilan-Nya. Kita harus mengamini kedua sifat Allah ini, yaitu bahwa Tuhan itu pengasih dan adil (Mzm 116:5). Oleh karena itu, kita harus melaksanakan perintah Allah, sebab kelak kita akan diadili berdasarkan sejauh mana kita melaksanakannya. Nah, peran Gereja adalah untuk membantu kita melaksanakan perintah- perintah Tuhan itu, yang pada dasarnya berlandaskan kasih kepada Tuhan. Kasih akan Tuhan-lah yang melandasi perintah bahwa kita sebagai umat Katolik wajib beribadah dalam perayaan Ekaristi setiap hari Minggu dan hari- hari perayaan Liturgis lainnya. Demikian juga ketentuan Gereja Katolik tentang perkawinan, yang pada dasarnya hanya melaksanakan perintah Tuhan Yesus agar menjadikan hubungan suami istri sebagai suatu yang kudus, yang menggambarkan kasih antara Dia dengan Mempelai-Nya, yaitu Gereja-Nya (Ef 5:22-33). Jika kita sungguh mengasihi Tuhan, maka kita tidak akan merasa terbeban dalam melaksanakan perintah- perintah-Nya yang diajarkan oleh Gereja, walaupun untuk melaksanakannya melibatkan pengorbanan dari pihak kita. Apalah artinya pengorbanan kita untuk mengikuti ketentuan tersebut, jika dibandingkan dengan pengorbanan Kristus di kayu salib bagi kita?

            Nah, maka kalau anda merasa ada terlalu banyak peraturan, silakan anda sebutkan, apakah peraturan yang ‘mengganggu’ anda itu. Coba kita lihat apakah dasarnya.

            Contoh yang anda sebutkan ini, “ada orang yang meninggal dunia aturan gereja yang dikenal degan 3 BER salah satunya adalah tidak boleh menguburkan orang mati lebih dari 3 hari jika dikuburkan pada hari ke 4 maka anggota keluarganya dikasih hukuman tidak boleh sambut [dari Katolisitas: apakah maksudnya tidak boleh menyambut Komuni?] apakah tidak ada hukuman lain? Terus hukuman itu lama sekali tidak ada batasan waktu kapan orang itu boleh mendapat pengampunan makanya hal-hal ini menjadi tanda tanya bagi saya kenapa pengampunan bagi orang katolik itu susah sekali didapatnya sementara dengan Tuhan sendiri dalam alkitab itu tidak menunda memberi pengampunan bagi orang yang bersalah,” sejujurnya tidak pernah ada di Gereja Katolik, dan sayapun belum pernah mendengarnya. Saya sudah bertanya kepada Romo Wanta, dan demikianlah jawaban beliau:

            Fridolina Yth

            Tidak ada aturan yang demikian coba berikan contoh tersebut di paroki mana keuskupan mana akan saya telusuri.

            salam
            Rm Wanta

            Maka lain kali kalau anda mendengar ada orang mengatakan peraturan ini itu, yang terdengar tidak masuk akal bagi anda, silakan anda tanyakan kepada yang mengatakannya, apakah dasarnya ia mengatakan demikian. Sebab jika tidak ada dasarnya (tertulis dalam dokumen Gereja) ada kemungkinan anda memperoleh informasi yang keliru.

            Sebenarnya tidak salah mengikuti kegiatan ekumene dengan gereja- gereja non- Katolik asalkan anda sudah memahami iman Katolik anda dengan baik. Tetapi jika penghayatan iman anda belum cukup kuat berakar dalam Gereja Katolik, anda akan lekas bingung dan lekas menaruh curiga, dan bahkan bersikap negatif terhadap Gereja Katolik dan nampaknya inilah yang terjadi pada anda. Ekumene sendiri menurut Gereja Katolik, dan menurut arti katanya, adalah persatuan di dalam satu Gereja, sebagai kawanan tunggal Allah. Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus dengan Kristus sebagai Kepala-Nya (lih. Ef 5: 22:33), sehingga Gereja tidak dapat dipisahkan dari Kristus. Maka pemahaman Protestan bahwa “persatuan dalam satu Gereja bukanlah persatuan di dalam Kristus” itu adalah pengertian yang sangat keliru. Gereja tidak didirikan oleh manusia, Gereja Katolik yang dipimpin oleh para penerus Rasul Petrus didirikan oleh Kristus sendiri (lih. Mat 16:18). Yesus sendiri menginginkan agar siapapun yang menerima pengajaran dari para rasul untuk bersatu (lih. Yoh 17:20-21); maka dapat disimpulkan bahwa Yesus menginginkan agar semua orang yang percaya kepada-Nya oleh pemberitaan para rasul itu bersatu di dalam Gereja yang didirikan-Nya, yaitu Gereja Katolik.

            Karena Tuhan Yesus hanya mendirikan satu Gereja, dan Gereja-Nya itu adalah Gereja yang didirikan di atas Rasul Petrus, yaitu Gereja Katolik, maka untuk memahami seluruh ajaran-Nya dan Pribadi-Nya yang Transenden itu, kita mengacu kepada ajaran Gereja Katolik. Sebab Yesus sendiri telah berjanji bahwa Ia akan melindungi Gereja-Nya dari kesesatan dan kebinasaan (Mat 16:18), dan akan menyertainya sampai akhir jaman (Mat 28:19-20). Melalui otoritas Gereja Katolik-lah, umat Kristiani memperoleh Kitab Suci, dan dengan demikian sudah selayaknya kita tidak meragukan kebenaran ajaran- ajarannya.

            Anda tidak perlu repot- repot ke Tembok Ratapan di Yerusalem untuk berjumpa dengan Yesus. Sebab Yesus sudah selalu hadir secara nyata dalam rupa Ekaristi. Ia telah memilih cara yang sederhana namun agung itu untuk selalu hadir di tengah umat-Nya sampai akhir jaman. Silakan anda membaca artikel di bawah ini tentang Ekaristi, semoga dapat berguna bagi anda (silakan klik di judul berikut)

            Sudahkah kita pahami pengertian Ekaristi
            Ekaristi Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani

            Demikianlah Fridolina, sekali lagi saya mohon maaf telah salah paham dengan anda. Silakan anda bertanya kembali jika anda masih mempunyai pertanyaan- pertanyaan sehubungan dengan iman Katolik. Namun silakan juga menggunakan fasilitas pencarian di pojok kanan atas home-page. Silakan ketik kata kunci dari topik yang ingin anda ketahui, lalu enter. Semoga anda telah menemukan beberapa judul pembahasannya, dan silakan klik di judul itu. Jika belum ada, silakan bertanya kepada kami, kami akan berusaha menjawabnya.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Syalom Fridolina,

            Saya mempunyai tetangga yang mengalami permasalahan di dalam perkawinannya. Setiap hari suaminya selalu memukul, menendang, meludahi si istri. Kekerasan dari suami ini selalu dihadapi oleh si istri yang hanya berdoa dan berbuat baik kepada suaminya ( dia membalas kejahatan suaminya dengan kebaikan ).Semakin berbuat baik, suaminya semakin marah ( karena ternyata suaminya saat itu sudah mempunyai pacar lain ). Dia bermaksud agar si istri menceraikannya sehingga sang suami bisa melanjutkan kehidupannya dengan si pacar. dia berdoa SELAMA 30 TAHUN. Dan tahu apa yang terjadi ? Suaminya BERTOBAT. Saya dengar dari si istri bahwa pada suatu malam, suaminya mengalami mimpi, bahwa dia didatangi seorang malaikat dan disuruh bertobat sebelum waktunya. Sehingga esok harinya, suaminya menangis sejadi – jadinya dan meminta maaf pada istrinya. Bahkan sang suami meminta maaf sambil meletakkan dahinya di lantai di hadapan istrinya ( posisi menyembah ). Istrinya MEMAAFKAN. Dan sekarang tetangga saya hidup berbahagia dan belajar memahami satu sama lainnya. SI suamipun sudah melepaskan pacarnya tersebut dan kembali kepada istrinya sendiri.

            Maka menurut saya inilah definisi dari TIADA YANG MUSTAHIL BAGI TUHAN. Pertanyaan saya : Apakah anda beriman bahwa TUHAN bisa merubah suami anda ? Kalau DIA bisa menciptakan bumi dengan penuh kerumitannya, masa TUHAN tidak bisa merubah hati ?

            Pernyataan ke-2 :
            Janganlah anda menceraikan suami anda, jika anda BELUM MENGALAMI apa yang dialami tetangga saya ( disiksa 30 TAHUN ).

            Maaf jika saya juga “keras” tapi yang saya inginkan agar jangan sampai TUHAN membuang anda ke neraka karena anda menceraikan suami anda sendiri. Saya akan bantu doa juga untuk keluarga anda.

            Tuhan Yesus Memberkati & Bunda Maria selalu menuntun anda pada putraNYA

          • Terima kasih mau membantu dan mohon maaf jika semua orang di website ini membenci saya namun ini lah saya yang baru masuk dan sementara belajar tentang agama katolik, mungkin krn setiap pertanyaan saya tidak berkenan atau tidak dikehendaki sy bisa berhenti.

            Semua itu belum saya alami dan bahkan belum menikah malah melihat keadaan dunia ini rasa-rasanya tidak perlu menikah saja lebih aman. yang menjadi pertanyaan-pertanyaan saya ini adalah pengalaman yang saya rasakan oleh orang lain saya hanya bagian dari empati saja bukan saya yang mengalaminya langsung makanya saya bertanya.
            [dari Katolisitas: kami edit, karena merupakan pengulangan dari apa yang sudah pernah disampaikan oleh Fridolina]
            Mungkin saya masih tertalu dini alangkan baiknya saya harus mempertimbangkan apakah katolik sebagai agama yang akan saya anut atau mungkin saya harus kembali kepada agama nenek moyang karena di sana kita yakin semua yang hidup berasal dari Tuhan maka Hidup kita sejahtera tidak harus ada dalam aturan yang banyak-banyak ini. Pada waktu kita diajak masuk ke suatu agama banyak ajakan manis membuat kita tergiur tetapi setelah kita di dalamnya mungkin tidak seindah yang di gambarkan kepada kita.
            Atau mungkin alangkah baiknya saya memahami Tuhan sendiri menurut versi saya dari pada harus bertanya dan mendapat marah atau jika ada salah ucap saya di penjara seperti contoh mba priata yang harus dihukum karena kesalahan berkata dalam jaringan.
            Mungkin sebelum katolisitas menuntut saya lebih baik saya pamit mundur dan belajar memahami Tuhan secara pribadi saja jauh lebih aman. Terima Kasih sudah membantu saya untuk beberapa pertanyaan yang lalu. Amin

          • Shalom Fridolina,

            Pertama- tama kami tegaskan kembali bahwa tidak ada yang marah di sini. Yang kami sampaikan kepada anda adalah pernyataan bahwa interpretasi anda akan beberapa ayat Kitab Suci yang dilepaskan dari konteksnya tersebut (seperti yang anda tuliskan dalam surat yang terdahulu), adalah pandangan yang keliru.

            Maka jika anda masih mempunyai pertanyaan- pertanyaan, silakan anda bertanya kembali. Tidak apa- apa bertanya, dan tidak ada yang mendiskualifikasi anda.

            Dalam hidup ini, kita manusia selalu mencari Allah dan kebenaran-Nya, dan memang ini sesuai dengan rencana Allah, sebab kita ini diciptakan menurut gambaran-Nya. Oleh karena itu, Tuhan memang sudah menanamkan di hati kita keinginan untuk mengenal dan mengasihi Dia. Jika anda mengikuti keinginan ini secara tulus dan terus menerus, anda akan sampai ke Gereja Katolik, karena Allah telah menyatakan Diri-Nya melalui Kristus Putera-Nya yang telah menjelma menjadi manusia dan kemudian mendirikan Gereja-Nya, yaitu Gereja Katolik. Memang untuk menjadi murid Kristus tidaklah mudah, sebab kita harus rajin menyangkal diri dalam mengikuti Dia. (Mat 16:24;Luk 9:23). Selanjutnya, menjadi Katolik tidaklah mudah, harus melalui proses katekumenat selama kurang lebih setahun, dan sesudah dibaptis, ada banyak peraturan yang harus dilakukan sebagai anggota, seperti mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari Minggu dan hari perayaan lainnya, berpuasa dan berpantang pada hari- hari yang ditentukan, mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa, dst. Gereja Katolik sangat menjunjung tinggi kehidupan dan kesakralan perkawinan, sehingga Gereja Katolik tidak pernah menyetujui pembunuhan, aborsi, euthanasia, perkawinan sesama jenis, perceraian, penggunaan alat kontrasepsi dst. Maka oleh sebagian orang, Gereja Katolik dinilai terlalu banyak peraturan. Memang hanya Gereja Katolik yang masih tetap konsisten melestarikan prinsip ajaran Yesus ini, sementara gereja- gereja non- Katolik lainnya, seolah sudah melonggarkannya. [Gereja Katolik tidak dapat mengubah prinsip ajaran Yesus, justru karena ia tidak mempunyai kuasa untuk mengubahnya atas keinginan pribadi para pemimpinnya]. Maka, seharusnya kita melihatnya demikian: memang ada banyak peraturan, namun jika kita sungguh mengasihi Kristus, maka peraturan- peraturan tersebut sesungguhnya tidak berat, dan malah menjadi sarana bagi kita untuk membuktikan kasih kita kepada Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi kita melalui Kristus Putera-Nya. Ingatlah, bahwa tolok ukur apakah kita mengasihi Tuhan, adalah apabila kita melaksanakan perintah- perintah-Nya (lih.1 Yoh 5:2).

            Masalahnya timbul kalau ternyata oleh kesadaran sendiri seorang Katolik melanggar perintah/ ketentuan tersebut, entah karena satu dan lain hal, sehingga ada konsekuensi yang harus ditanggung. Sebenarnya, di komunitas manapun hal ini berlaku, apalagi di dalam komunitas keluarga umat beriman, yang adalah anak- anak angkat Allah di dalam Kristus. Mengapa? Karena tingkah laku kita harus berpadanan dengan dengan panggilan kita sebagai anak- anak Allah. Memang ada kelompok- kelompok yang menekankan kepada kemurahan Tuhan semata- mata, maka seolah Ia mentolerir segala kesalahan manusia, asalkan hati sudah menyesal. Namun sesungguhnya, pemahaman ini malah tidak Alkitabiah, sebab bahkan dalam kisah Yesus mengampuni perempuan yang berdosa, Kristus mengampuninya, namun memberikan syarat, “….dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yoh 8:11). Jadi penyesalan di hati saja belum cukup, namun harus diikuti dengan langkah konkrit untuk tidak lagi hidup di dalam dosa. Itulah sebabnya Gereja Katolik, dengan meneladani sikap Kristus dan oleh kuasa Kristus, selalu mengampuni orang yang berdosa, asalkan ia mempunyai sikap tobat yang sejati. Jika seseorang sudah bertobat, dan tidak lagi hidup dalam dosa berat, maka tidak ada yang menghalanginya untuk bersatu dengan Yesus di dalam sakramen- sakramen-Nya, terutama dalam Ekaristi, di mana Ia sungguh hadir dengan nyata, Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya. Namun jika seseorang tidak mau meninggalkan kehidupannya yang penuh dosa, artinya ia tidak sungguh bertobat, maka ia tidak dapat bersatu dengan Kristus, sebab memang dengan dosa beratnya itu, ia sendiri menolak Kristus.

            Persekutuan dengan Allah yang demikian sempurna dalam Ekaristi di Gereja Katolik inilah yang seharusnya membuat kita bersyukur tanpa henti. Sebab melalui persekutuan ini kita dihantar menuju kesempurnaannya kelak di surga. Sesungguhnya jika seseorang menghayati kebenaran ini, maka ia tidak akan mencari Tuhan di tempat lain manapun, sebab tidak akan ada lagi tempat di mana Tuhan hadir secara istimewa, seperti yang terjadi di dalam Ekaristi kudus. Seseorang mungkin dapat meninggalkan Gereja karena merasa dikecewakan oleh orang- orang Katolik, namun ini tidak mengubah kebenaran bahwa Kristus hadir secara nyata di dalam Gereja-Nya, secara khusus dalam Ekaristi.

            Maka, kami mohon maaf jika kami salah paham dengan isi surat anda, apalagi jika kemudian anda tersinggung dengan tanggapan kami, walaupun kami sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung anda. Kami di sini tidak menghukum ataupun menuntut anda. Anda menyatakan pandangan anda di surat terdahulu, dan karena anda menanyakan kepada kami tentang pandangan kami, maka kami menjawabnya, dengan mengambil prinsip ajaran Gereja Katolik. Kami tidak memaksa anda untuk menerimanya, sebab Tuhan Yesuspun tidak akan memaksa anda. Namun jika anda mempunyai keterbukaan hati untuk mendengarkan penjelasan kami, saya percaya, anda dapat melihat kebenaran di dalamnya.

            Fridolina, dalam spiritualitas Katolik ada satu hal yang menjadikannya sebagai dasar dari semua kebajikan yang lain. Hal dasar itu namanya adalah kerendahan hati. Ini diajarkan oleh Kitab Suci dan oleh banyak Bapa Gereja dan orang kudus. Kerendahan hati ini adalah kesediaan untuk menerima kenyataan bahwa kita ini bukan apa-apa dan Allah adalah segalanya. Kesadaran ini membuat kita selalu mau belajar, termasuk belajar dari orang lain yang sudah lebih matang rohaninya daripada kita. Kita tidak dapat mengandalkan diri kita sendiri (walaupun kita dapat meyakinkan diri sendiri bahwa Roh Kudus ada bersama kita). Sebab Roh Kudus yang sama itu sudah terlebih dahulu membimbing para rasul dan para penerus mereka, yang mengajar kita melalui Gereja Katolik. Sekarang pilihannya memang tergantung kita, apakah kita mau belajar sendiri, atau apakah kita mau mendengarkan pengajaran mereka yang telah dipilih Kristus untuk mengajar kita, sebab Yesus mengatakan kepada mereka, “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.” (Luk 10:16).

            Bagi saya pribadi, saya lebih yakin akan pengajaran Gereja, karena saya percaya akan janji Kristus yang akan selalu menyertai Gereja-Nya dan tidak akan membiarkannya binasa (lih. Mat 16:18, 28:19-20); sedangkan pemahaman saya sendiri, dapat saja keliru dan sesat, oleh karena kelemahan dan keterbatasan saya sendiri. Untuk itulah saya mau taat bukan kepada pemahaman saya, tetapi kepada semua Wahyu Tuhan yang sudah dipercayakan-Nya kepada Gereja.

            Demikian, semoga menjadi masukan bagi anda. Selamat datang di dalam komunitas Katolisitas ini, jika anda mau bergabung dengan kami.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Fridolina, seperti biasa dalam sejarah, tampaknya beberapa orang jika bersalah malahan menuding Gereja Katolik, padahal sebenarnya salahnya sendiri. Aneh sekali, bukan? Menurut saya, orang bersalah itu harusnya dengan rendah hati mengakui kesalahannya. Kalau malah membenar-benarkan diri dengan kutip ayat, dan menyalah-nyalahkan aturannya, itu artinya ia hidup dalam kepalsuan. Menurut saya, orang benar itu orang yg justru mengakui kegagalannya dan mencoba memperbaiki diri. Seperti kasus kegagalan perkawinan, ya seharusnya mengakui kalo gagal, mengakui bahwa ada andil kesalahan moral (dosa) dari pribadi sebagai suami atau istri.Maka dengan itu bisa ngaku dosa, malahan tentram lalu bisa mendapatkan jalan. Kalau malahan membenar-benarkan diri dg kutip ayat tanpa tahu konteks ayatnya, tak kan tentram hidupnya, tak kan tinggal dalam kebenaran alias palsu, karena akar masalahnya tidak dicabut., yaitu pengakuan bahwa gagal dan berniat perbaiki diri. Begitu pendapat saya. Terimakasih. Salam dari Semarang: Isa inigo.

          • Terima kasih untuk semuanya yang dikatakan adalah benar adanya tetapi sesunguhnya saya tidak mempersalahkan gereja katolik, pertanyaan saya adalah pertanyaan orang awam yang baru seumur jagung masuk agama katolik dan yang terjadi adalah buka pada pribadi saya tetapi orang lain yang menseringkan pengelamannya kepada saya dan karena rasa empati maka saya bertanya dan bukan memvonis, saya ini belum terlalu paham tentang ajaran katolik kalau di islam saya ini masih “mualaf” tetapi jika pertanyaan saya meresakan maka saya mohon maaf dan sekali lagi maaf jika mau memaafkan saya maka tidak salah kita harus kata” Puji Tuhan” dan mungkin ditempat ini saya tidak lagi boleh bertanya saya boleh berhenti dan Belajar memahami Tuhan sendiri, baru dua tahun saya masuk katolik awalnya saya menganut agama nenek moyang dan sementara mencari-cari ditempat mana saya harus menganut keyakinan yang teguh makanya saya belum mau dibabtis sebab jika kita dibabtis maka kita sdh diikat saya mau belajar dan benar memahami dulu baru mau masuk dalam suatu ajaran gereja.
            Minta maaf tetapi ini ibarat anak kecil yang baru belajar saya baru mau mencari-cari dan memahami suatu ajaran untuk suatu keyakinan yang teguh kepada Tuhan sekali lagi mohon maaf atas ucapan dalam pertanyaan yang meresahkan.

            [dari Katolisitas: Tidak ada yang melarang anda bertanya di situs ini. Silakan saja, asalkan sedapat mungkin menggunakan kata- kata yang santun. Mungkin memang anda tidak bermaksud menyalahkan Gereja Katolik, namun dari kata- kata anda ada yang menyiratkan demikian, seperti telah dijabarkan oleh tanggapan Ingrid di atas. Maka untuk lain kali mari menggunakan kata- kata yang lebih bersahabat, terutama karena kita sama- sama bersaudara di dalam Kristus sebagai umat Katolik]

          • Fridolina yang baik,
            Bila Anda belum dibaptis dalam Gereja Katolik maka Anda tidak bisa mengatakan bahwa Anda sudah masuk ke dalam Gereja Katolik walaupun itu seumur jagung.

            Saya sarankan Anda sebaiknya ikut pelajaran iman Katolik untuk persiapan baptis (katekumen) dan di situ Anda bisa sepuasnya berdebat dan bertanya dengan katekis Anda nanti. Kalau masih kurang jelas bisa tanyakan ke romo paroki atau bisa juga kembali ke katolisitas ini.

            Kalaupun sampai di akhir proses katekumen Anda belum sreg sepenuhnya dengan Gereja Katolik itu tidak masalah dan Anda tidak diwajibkan untuk dibaptis.

            Di Islam sendiri Anda baru disebut “mualaf” kalau sudah mengucapkan syahadat mereka dan berarti sudah masuk Islam. Tidak segampang itu di Katolik prosesnya.

            Jadi mengikuti saran dari pengasuh Katolisitas.org tidak ada yang menuntut permintaan maaf dari Anda tetapi ada baiknya Anda tetap menghormati ajaran Gereja. Bertanya karena ingin tahu dan belajar lebih dalam bukan karena ingin mencari celah dari ajaran Gereja. Karena kalau motif kedua yang Anda miliki akhirnya Anda akan lelah sendiri dan waktu terbuang sia – sia.

            Silahkan menyimak biografi Santa Edith Stein. Beliau adalah seorang Yahudi yang kemudian menjadi ateis dan dalam proses mencari kebenaran, ia menemukan Gereja Katolik sebagai Pilar Kebenaran. Beliau mati di tangan tentara NAZI.

            Salam,
            Edwin

  5. Salam damai admin katolisitas.org

    Mengenai Kitab Hukum Kanonik, saya ingin bertanya:
    1. Apakah dengan melanggar ketentuan-ketentuan (baik semuanya atau sebagian) yang tercantum di KHK, seorang Katolik telah berbuat dosa karena Kitab Hukum Kanonik (KHK) bersumber pada hukum Allah serta dogma dan pengajaran dari Gereja Katolik ?

    2. Apa bedanya Katekismus Gereja Katolik dan Kitab Hukum Kanonik, terutama pada kegunaan masing-masing?? Dan bagaimana pula hubungan antara KGK dan KHK ini??

    Mohon tanggapannya. Terimakasih.

    • Robby Yth

      Dengan melanggar kitab hukum kanonik maka dia akan menerima akibat. Akibat itu bisa sanksi hukuman atau moral (dosa) karena telah melanggar norma hukum Gereja yang disusun untuk ketertiban hidup umat beriman yang suci. Ketekismus Gereja Katolik adalah pengajaran dalam bentuk tanya jawab tentang pokok-pokok iman katolik. Suatu pegangan iman bagi umat beriman. Kitab Hukum Kanonik berbeda dengan KGK (Katekismus GK). Kalau KHK lebih pada norma aturan undang-undang disiplin hidup suci umat beriman sebagai konsekuensi dari hasil Konsili Vatikan II. KHK bukan dogma melainkan aturan yang memperlancar hidup umat beiman secara benar dan tertib.

      salam
      Rm Wanta

      • Romo Wanta

        1. Apakah KGK dan KHK ini dapat berubah isinya sesuai dengan perkembangan zaman? atau isinya tidak pernah berubah?
        2. Sejak kapan KGK dan KHK ini dibuat dan menjadi pedoman bagi GK?

        Terima kasih.

        Nico

        • Nico Yth

          KGK katekismus Gereja Katolik dipromulgasikan oleh Bapa Suci pada tgl 11 Oktober 1992 oleh Paus Yohanes Paulus II. Sedangkan KHK 1983 dipromulgasikan tgl 25 Jan 1983 oleh Paus Yohanes Paulus II. Semua ajaran / norma yang tertuang itu bisa berubah dengan mengikuti situasi permasalahan kehidupan umat beriman pada zamannya; kecuali ajaran yang sifatnya dogmatik. Ajaran yang sifatnya dogmatik itu tetap dan tidak akan berubah, sedangkan cara penyampaiannya masih dapat disesuaikan, jika dipandang perlu oleh pihak Magisterium Gereja, sehingga dogma dan doktrin dapat disampaikan dengan lebih jelas.

          salam
          Rm Wanta

  6. Sy mau bertanya, apakah ada aturan/hukum gereja untuk seorang imam yang menjalin relasi yang salah dgn seorang wanita selama kurun waktu tahunan? Jika imam itu tetap memilih imamatnya. Apakah dlm waktu dekat imam itu bisa mempersembahkan misa dan menerimakan pengakuan dosa seperti biasanya, seperti tidak pernah terjadi masalah dan dosa besar yang telah dilakukannya? Terimakasih.

    • Maria Yth

      Imam memiliki karakter indilebilis tidak terhapuskan sebagai imam meski dia berdosa dan memang imam itu manusia berdosa yang dipilih Tuhan menjadi alatNya untuk mewartakan keselamatan. Memang sebaiknya imam sesuai dengan jabatannya hendaknya suci, tapi dia manusia biasa yang lemah dan rapuh. Maka jika ada kasus biarpun dia berdosa tindakannya sebagai alter Christus, in persona Christi capitis dia melaksanakan tugas dalam diri Kristus tetap sah. Jika dalam hatinya dia merasakan dosa besar dan kena sangsi maka dia tentu tidak diperkenankan merayakan misa.
      Demikian penjelasan saya semoga bisa diterima.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Maria Magdalena,
      Mengenai topik, “Apakah Misa (Sakramen Ekaristi dan sakramen- sakramen lainnya) yang diberikan oleh imam yang berdosa tetap sah?”, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
      Jika anda belum membacanya, silakan membaca artikel tersebut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Terimakasih atas jawaban dari Rm Wanta dan bu Inggrid Listiati. Sy ingin bertanya kembali, jika ternyata sebelumnya imam tersebut juga pernah menjalin relasi yg salah dan tdk pantas jdgn wanita lain selama kurun waktu tahunan juga, bahkan sebelum dia tahbisan sampai tahbisan, kemudian dia ditugaskan ditempat baru kemudian menjalin kembali relasi yg tdk pantas dgn wanita kedua, juga selama kurun waktu tahunan. apakah tidak ada hukum dalam gereja utk imam yg seperti itu? Terimakasih dan salam

        • Magdalena Yth

          Jika ada bukti dan saksi yang menyampaikan perkara Imam dan selibatnya kepada pihak pimpinan Gereja (Uskup atau Provinsial), bisa dilakukan tindakan sanksi dan hukuman kepada imam tersebut. KHK 983 mencantumkan ttg Hukum Pidana Kan 1311-1399.

          salam
          Rm Wanta

  7. selamat Pagi Katolisitas….

    saya tidak tau dimana klo mau menulis pertanyaan baru, jadi saya tuliskan disini… mohon saya diberi tahu caranya klo saya mau menulis topik pertanyaan baru…. dan klo bisa, pertanyaan saya ini dipindahkan biar tidak OOT dari topik. th’x.

    saya cuma mau bertanya tentang pengertian :
    Uskup auksilier, Uskup diosesan, Uskup koajutor, kanselir kuria, Vikaris jenderal, Vikaris episkopal

    salam damai

    • Antonius Yth

      Uskup Auksilier adalah uskup tertahbis (episcopat) memiliki kewenangan seperti uskup diosesan namun tugasnya membantu uskup diosesan tetapi tidak otomatis menduduki takhta keuskupan ketika uskup diosesnya meninggal atau mengundurkan diri. Uskup koajutor adalah uskup tertahbis (episcopat) kewenangan seperti uskup diosesan yang mempunyai hak pengganti otomatis ketika uskup diosesnya meninggal atau mengundurkan diri dengan menunjukan surat apostolik pengangkatannya (bulla), konselir adalah seorang imam yang bertugas memelihara arsip kuria dan mengelolanya dengan baik. Kuria adalah lembaga-lembaga dan orang-orang yang membantu uskup diosesan dalam memimpin Gereja lokal. Vikjen adalah wakil uskup memiliki kewenangan administratif (vikjen dapat dikatakan sebagai bayang-bayang uskup), vikep wakil uskup dalam teritori tertentu baik yang bentuk kategorial maupun personal, wilayah tertentu karena luasnya batas-batas pelayanan keuskupan.

      salam
      Rm Wanta

      Dari Stefanus: Untuk menulis pertanyaan baru, silakan cari dulu artikel yang bersangkutan, yang dapat dilihat di https://katolisitas.org/arsip dan kemudian memberikan komentar atau pertanyaan di artikel tersebut. Kalau tidak menemukan artikel yang berhubungan, anda dapat menuliskannya di buku tamu dan kemudiaan kami akan memindahkan ke artkel yang berhubungan.

      • Romo Wanta yang baik,
        Saya ingin juga bertanya, mengapa seringkali Sakramen Krisma diberikan oleh Bapa Vikjen? Bila Uskup berhalangan selain Bapa Vikjen, siapa lagikah yang dapat memberikan Sakramen Krisma?

        Terima kasih.
        Edwin

          • Romo Wanta

            Pada saat misa pembaptisan, yang saya tahu para calon baptis yang baru saja di baptis di urapi dengan minyak krisma. Apakah ini berarti sakramen baptis langsung digabungkan dengan sakramen krisma? Jika benar, berarti para calon baptis ini tidak perlu lagi ikut sakramen krisma? Jika bukan, kenapa ada pengurapan dengan minyak krisma? Karena ada tanggapan yang yang saya dengar, sekarang sakramen krisma digabungkan dengan sakramen baptis sehingga sudah jadi “satu paket” agar tidak perlu lagi ikut sakramen krisma. Mohon penjelasannya. Terima kasih.

            Nico

          • Nico yth

            Minyak yang digunakan untuk sakramen pembaptisan berbeda dengan minyak urapan saat penerimaan sakramen krisma, demikian juga untuk orang sakit. Coba ikuti misa pembaruan janji imamat dan pemberkatan minyak- minyak suci saat hari Kamis Putih pagi hari atau digeser ke hari lain misalnya Selasa pagi. Nanti anda akan melihat perbedaannya. Satu paket sakramen inisiasi kalau calon sudah dewasa, tapi kalau masih kanak kanak tidak satu paket, seperti biasa: baptis dulu, komuni kudus lalu krisma

            salam
            Rm Wanta

  8. Hukum Kanonik merupakan suatu yang sngat pundamental bagi kehiduupan menggereja untuk saat ini dan saat yang akan datang.Bagi Gereja adalah tunyunan aturan yang saat ini sangat tepat untuk mengatur dan menggerakkan sebagai identitas dan jati diri ajaran Kristus yang universal yang berlaku untuk mengangkat derajat, menyelamatkan, mensucikan,umat manusia. Hukum Kanonik adalah Dokrin yang memuat persekutuan kaum beriman Kristiani baik awam maupun Biarawan, pelayanan, aturan, kesaksian Iman, herarki Gereja baik kedudukan tugas, fungsi, hak dan kewajiban.Aturan Gereja yang tidak dapat terpisahkan baik tersurat maupun tersirat. Hukum Kanunik merupakan muatan yang diadakan melaui proses yang panjang, dari segi waktu, historis, kultural. secara spiritual, moral, sosial, kendali emosional,pengetahuan, Gereja yang hiup. Hukum Kanonik dari isi dan muatannya merupakan cerminan apikasi, apresiasi, tujuan dan hakekat Iman Kristiani yang tidak brtentangan dan melanggar hak assai manusia. Hukum Kanonik agar manusia tidak berbuat dosa.

  9. Apa definisi theology in action? Apa saja cakupan theology in action? Apakah hanya hukum kanonik? Terkesan istilah theology in action mirip atau dapat dianalogikan dengan ” pasal-pasal karet” dalam perundang-undangan.

    • Shalom Herman Jay,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Kitab Hukum Kanonik sebagai “theology in action“. Ini hanyalah suatu ungkapan bahwa kalau kita percaya akan sesuatu, dan kita benar-benar mempercayainya sebagai suatu kebenaran, maka kita akan melakukan sesuatu secara konsisten untuk memanifestasikan apa yang kita percayai. Dalam kehidupan menggereja maka hal yang sama terjadi. Sebagai contoh, kalau Gereja mengajarkan bahwa perkawinan yang sah tidaklah terceraikan, maka Kitab Hukum Kanonik akan membuat suatu peraturan untuk melindungi pengajaran ini, misalkan dengan mendefinisikan bagaimana suatu perkawinan yang sah terjadi, apakah halangan-halangan yang membuat perkawinan tidak sah, dll. Semoga keterangan tambahan ini dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  10. Pengikut Yesus seharusnya hidup bebas dari hukum-hukum Musa yang membelenggu manusia. De facto di dalam Gereja Katolik terdapat Hukum Kanonik yang jelimet banyak. Bukankah hal itu justru berbalik memenjarakan umat Kristus?Terima kasih

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

Comments are closed.