Belakangan ini ramai diberitakan orang bahwa Paus Fransiskus menyetujui teori evolusi, sehubungan dengan pidatonya di hadapan Pontifical Academy of Sciences (PAS), tanggal 27 Oktober yang lalu. Benarkah demikian? Berikut ini adalah laporan dari apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus, sebagaimana tertulis dalam CNA (Catholic News Agency), yang teks aslinya selengkapnya dapat dibaca di sini, silakan klik:

Saat meresmikan patung Paus Benediktus XVI di Casina Pio IV, dalam sesi PAS, Paus Fransiskus mengakui kebesaran Paus Benediktus dalam hal akal budinya, dan sumbangsihnya dalam hal teologi, dan kasihnya kepada Gereja dan segenap umat manusia, dan dalam hal kebajikan dan kesalehannya. Paus Fransiskus mengatakan,

“Seperti kamu ketahui, kasihnya (Paus Benediktus) akan kebenaran tidak hanya terbatas pada teologi dan filosofi, tetapi juga keterbukaannya kepada ilmu pengetahuan.” Paus Fransiskus juga mengingatkan bahwa Paus Benediktus-lah yang telah ditunjuk oleh akademi tersebut dan ia telah mengundang presiden PAS untuk menghadiri sinoda tahun 2012 tentang evangelisasi baru, [karena] “sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam budaya modern…”

Kembali ke topik tentang Evolusi dan konsep alam, Paus Fransiskus mendorong PAS “untuk mengejar kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk mengembangkan kehidupan bangsa-bangsa, terutama yang termiskin….”

“Ketika kita membaca dalam kitab Kejadian tentang Penciptaan, kita dapat menduga/ membayangkan Allah seperti seorang tukang sulap, dengan sebuah tongkat untuk membuat apapun. Tetapi itu tidaklah demikian,” kata Paus.

“Ia [Allah] menciptakan mahluk ciptaan dan memperbolehkan mereka berkembang menurut hukum internal yang diberikan kepada masing-masing, sehingga mereka dapat berkembang dan mencapai kepenuhan keberadaannya. Ia memberikan otonomi kepada ciptaannya di alam semesta, di saat yang sama Ia menjamin mereka akan keberadaan-Nya yang terus menerus, memberikan keberadaan kepada setiap realitas. Dan ciptaan terus ada selama berabad-abad, milenium demi milenium, sampai menjadi seperti yang kita ketahui sekarang, justru karena Allah bukan seorang ‘demiurge‘ atau tukang sulap, tetapi Pencipta yang memberikan keberadaan kepada segala sesuatu.”

Paus Fransiskus melanjutkan, “Awal dunia bukanlah karya yang kacau (chaos), yang berasal dari sesuatu yang lain, tetapi diperoleh langsung dari seorang Pencipta Tertinggi yang mencipta karena kasih.”

The Big Bang, yang dewasa ini diasumsikan sebagai asal usul dunia, tidak bertentangan dengan tindakan Allah dalam penciptaan, malah sebaliknya, mensyaratkan hal itu [tindakan ilahi tersebut]. Evolusi alam tidak bertentangan dengan pandangan tentang penciptaan, sebab evolusi mensyaratkan penciptaan mahluk yang berevolusi.”

“Namun demikian, tentang manusia, terdapat sebuah perubahan dan sesuatu yang baru.”

“Ketika pada hari ke-enam menurut Kitab Kejadian, manusia diciptakan, Tuhan memberikan umat manusia sebuah otonomi yang lain, sebuah otonomi yang berbeda dengan yang ada pada alam, yaitu, kebebasan [kehendak bebas],” ujar Paus.

Ketika Tuhan memerintahkan manusia “untuk memberi nama pada segala sesuatu dan untuk mengarungi sejarah,” Paus berkata, “ini membuat manusia bertanggung jawab terhadap ciptaan, sehingga ia dapat mengelolanya agar dapat mengembangkannya sampai akhir zaman.”

“Karena itu para ilmuwan, secara khusus ilmuwan Kristen, harus mengambil pendekatan dengan mempertanyakan masalah masa depan kemanusiaan dan bumi, dan secara bebas dan bertanggungjawab, membantu untuk mempersiapkannya dan menjaganya, untuk mengurangi resiko-resiko bagi lingkungan dari baik kodrat alam maupun kodrat manusia. Tetapi, pada saat yang sama, para ilmuwan, harus didorong oleh keyakinan bahwa dalam mekanisme yang terus berubah, alam menyembunyikan kemungkinan bagi akal budi dan kebebasan untuk menemukan dan menyadari, untuk mencapai perkembangan yang ada did alam rencana Sang Pencipta.”

Paus Fransiskus menyebutkan bahwa tindakan-tindakan manusia sebagai partisipasi dalam kuasa Allah, dengan menambahkan bahwa umat manusia dapat membangun sebuah dunia yang sesuai dengan kehidupan jasmani dan rohaninya; untuk membangun dunia yang manusiawi bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi sekelompok tertentu dari orang-orang yang beruntung.

“Harapan dan kepercayaan akan Allah ini… dan akan kapasitas semangat manusia, dapat menawarkan kepada para peneliti sebuah energi baru dan ketenangan yang mendalam,” menurut Paus.

“Tetapi juga benar, bahwa tindakan manusia -ketika kebebasan menjadi otonomi- maka ini bukan kebebasan tetapi otonomi- merusak ciptaan dan manusia mengambil tempat sebagai pencipta. Dan ini adalah dosa yang berat melawan Allah Sang Pencipta.”

Mengakhiri pidatonya, Paus Fransiskus mendorong anggota-anggota PAS untuk melanjutkan karya mereka dan inisiatif mereka untuk kebaikan seluruh manusia.

Walaupun perkataan Paus ini ramai dibicarakan di mass media, seolah-olah Paus telah mengatakan sesuatu yang baru tentang evolusi, namun sebenarnya tidak demikian. Hal ini dijelaskan oleh seorang astronomer ternama di Vatikan, Bro. Guy Consolmagno. Ia menjelaskan di media yang sama (CNA) -teks selengkapnya, silakan klik di link ini.

Dalam khotbahnya Paus menyebutkan tentang Big Bang dan evolusi, sehingga banyak headline di media massa mengatakan bahwa Paus secara resmi telah mengadakan perubahan terhadap posisi Gereja terhadap teori evolusi dan Big Bang. Terhadap pernyataan Paus ini,  Br. Consolmagno mengingatkan bahwa kedua teori tersebut adalah hasil karya dari imam Katolik: Basis genetika dari teori evolusi modern diambil dari karya Gregor Mendel, seorang rahib Katolik; dan teori Big Bang, pertama kali diperkenalkan oleh Georges Lemaitre, seorang imam Katolik.

Br. Consolmagno menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus itu tetap sesuai dengan apa yang dikatakan juga oleh para paus lainnya, termasuk St. Paus Yohanes Paulus II, dalam pidatonya di depan PAS yang berjudul “Kebenaran tidak akan menentang Kebenaran” dan suratnya di tahun 1988 kepada direktur Vatican Observatory on Science and Religion.

Hal penting untuk diketahui tentang topik-topik ini adalah, “Gereja tidak mengambil posisi-posisi tertentu dalam hal-hal ilmu pengetahuan,” kata astronomer tersebut. Karena itu, “ilmu pengetahuan dapat dengan bebas mengajukan penjelasan dan penjabaran tentang terjadinya dunia ini secara alami, dengan mengetahui bahwa tidak ada satupun dari penjabaran ini adalah kata akhir (the final word) dan semua itu adalah berdasarkan asumsi dari alam semesta yang keberadaannya tergantung dari tindakan penciptaan Tuhan.”

Kebingungan atas perkataan Paus mencuat, ketika ia berkata, “Ketika kita membaca dalam Kitab Kejadian tentang Penciptaan, kita dapat menduga bahwa Allah itu seperti tukang sulap, dengan tongkat yang dapat membuat segala sesuatu.” Setelah pernyataan ini, Paus mengatakan bahwa Allah memperbolehkan ciptaan dan mahluk ciptaan untuk berkembang di sepanjang sejarah menurut hukum internal yang diberikan Allah pada saat permulaan penciptaan, dan karena itu, “Allah bukan seorang ‘demiurge‘ atau tukang sulap, tetapi Pencipta yang memberikan keberadaan kepada segala sesuatu.” Sebagai tanggapan kepada mereka yang mengartikan perkataan Paus bahwa Allah bukan sesuatu yang ilahi, Br. Consolmagno menjelaskan bahwa yang dimaksudkan Paus adalah bahwa pandangan Kristiani tentang Allah itu tidak sama dengan pandangan pagan tentang sang ilahi. Penggunaan kata ‘demiurge‘ itu berasal dari tradisi gnostik yang telah dianggap sebagai aliran sesat sejak zaman Romawi kuno. Pandangan ini menggambarkan Allah sebagai seorang ‘pengrajin’ yang membentuk dunia dari material yang sudah ada, yang pada dasarnya adalah pandangan yang sama seperti para dewa-dewi pagan yang dipandang sebagai pengawas segala kegiatan alam. Maka Paus mengatakan pandangan Kristiani tentang Allah bukanlah Allah yang semacam itu.

Umat Katolik, “merangkul pandangan tentang hukum-hukum alam untuk menjelaskan bagaimana alam bekerja- ilmu pengetahuan- sebab, kita tidak mengacaukan tindakan-tindakan hukum-hukum itu dengan tindakan-tindakan Allah.”

Allah adalah alasan mengapa alam semesta ini ada, termasuk waktu dan ruang, dan mengapa ada hukum-hukum alam; dan ilmu pengetahuan semata-mata mencari bagaimana menjabarkan bagaimana hukum-hukum ini bekerja…”

Kesimpulan

Dari pernyataan di atas, kita ketahui bahwa Paus Fransiskus tidak menyampaikan sesuatu yang baru tentang evolusi. Paus hanya menyebutkan bahwa dewasa ini, Big Bang, yang diasumsikan sebagai asal usul dunia, itupun tidak menentang keberadaan penciptaan ilahi oleh Allah. Big bang itu malah mensyaratkannya [jika ilmu pengetahuan membuktikan bahwa memang Big Bang itulah asal dunia].

Akan menjadi bertentangan dengan ajaran iman Kristiani, jika dikatakan bahwa Big bang itu terjadi dengan sendirinya, dari keadaan chaos alam raya, sebagaimana diklaim oleh sejumlah evolusionists, sebab mereka tidak percaya akan keberadaan “Allah/ Sang Pencipta”. Namun tentang hal ini Paus Fransiskus jelas menyatakan, “Awal dunia bukanlah karya yang kacau (chaos), yang berasal dari sesuatu yang lain, tetapi diperoleh langsung dari seorang Pencipta Tertinggi yang mencipta karena kasih.”

Selanjutnya tentang pernyataan Paus, bahwa Allah “memperbolehkan mereka [ciptaan] berkembang menurut hukum internal yang diberikan kepada masing-masing, sehingga mereka dapat berkembang dan mencapai kepenuhan keberadaannya” ini juga secara implisit lebih mengacu kepada evolusi mikro, yaitu evolusi yang berkenaan dengan masing-masing kelompok ciptaan tersebut. Evolusi mikro memang adalah fakta yang dapat diamati, sehingga Gereja Katolik menyetujuinya. Yang masih dalam tahap penyelidikan para ilmuwan adalah evolusi makro (dari species yang satu ke species lainnya) yang dapat mempunyai implikasi bahwa manusia diperkirakan berasal dari mahluk hidup lainnya. Tentang asal usul manusia, Gereja Katolik tidak pernah menyatakan bahwa manusia berasal dari mahluk hidup lainnya.

Sebab tentang manusia, jelas Paus Fransiskus mengatakan, “Namun demikian, tentang manusia, terdapat sebuah perubahan dan sesuatu yang baru.”

Untuk penjelasan selanjutnya, mari kita tunggu saja pernyataan resmi dari kepausan, jika memang dipandang perlu dan apakah memang benar ada pernyataan yang memperjelas posisi Gereja tentang hal ini. Namun jika mengacu kepada pidato Paus Fransiskus yang baru lalu ini, kita tahu bahwa sesungguhnya tidak ada sesuatu pernyataan yang baru sehubungan dengan pandangan Gereja soal evolusi dan Big Bang. Inilah yang dikonfirmasi oleh ilmuwan Vatican Observatory, Br. Guy Consolmagno, S.J. dalam wawancaranya dengan CNA (Catholic News Agency) tanggal 29 Oktober 2014 yang lalu.

4 COMMENTS

  1. Ytk pak Stefanus
    Teori Darwin mengatakan bahwa manusia merupakan produk evolusi yang terjadi secara alami tanpa diarahkan, sementara teori Raelian mengatakan adanya intellectual design di balik penciptaan manusia. Karena itu penganut teori Raelian menganggap bahwa DNA itu bukan produk dari dunia tetapi dari extraterrestrial. Bagaimana pendapat pak Stefanus ? Terima kasih.

    • Shalom Andryhart,

      Prinsipnya, biarlah para ilmuwan meneliti hal-hal yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, sesuai dengan bidang mereka masing-masing. Gereja tidak dalam posisi untuk memberi penilaian tentang hasil penyelidikan ilmu pengetahuan, jika hal itu tidak ada kaitannya dengan ajaran iman.

      Menurut ajaran iman, manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki tubuh dan jiwa rohani, di mana jiwa manusia itu diciptakan langsung oleh Tuhan pada saat konsepsi manusia tersebut di rahim ibunya. Setelah konsepsi, terbentuklah manusia yang baru dengan DNA yang berbeda dari DNA orang tuanya. Nah prinsip ini adalah hukum alam dari Tuhan. Jika kemudian dikatakan bahwa DNA itu berasal dari mahluk ekstraterrestrial, maka mereka yang menganggap demikian lah yang seharusnya mempunyai kewajiban untuk memberikan penjelasan yang masuk akal mengenai hal itu. Namun fakta bahwa hal ini tidak dengan mudah diterima oleh kalangan ilmuwan, itu sendiri menyisakan pertanyaan akan keotentikan aliran ini sendiri sebagai aliran yang scientific. Membaca sekilas yang ditulis di Wikipedia tentang Raelism, saya cenderung melihatnya sebagai salah satu aliran New Age Movement (NAM), dan sekilas tentang aliran NAM ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Dear Inggrid,

    Terima kasih atas tanggapannya. Disini saya mau merangkum dan menutup diskusi tentang hubungan evolusi dan iman sekaligus penyataan Paus Franciscus.

    Pertama, memang lebih baik kita akhiri diskusi sampai dititik ini, karena menurut saya, sampai kapan pun dengan adanya bukti sekuat apapun anda tidak mungkin menerima teori evolusi. Saya sebagai seorang katolik dan seorang scientist, mengambil posisi yang lebih fleksible, untuk mempercayai sesuatu berdasarkan bukti-bukti yang ada.
    Dalam hal ini teori evolusi karena bukti-bukti yang ada menunjukkan KEMUNGKINAN besar teori ini benar. Saya tekankan disini kemungkinan karena tidak ada benar absolute di science. Sebagai seorang scientist, saya juga bisa dengan mudah berbalik pendapat melawan teori evolusi, jika ada bukti-bukti yang benar. Pekerjaan saya sebagai seorang genetic engineer, yang memproduksi produk dari gene manusia di mikroorganisme menunjukkan kemiripan DNA kita dengan mereka. Bahkan produk dari gene kita bisa diproduksikan secara masal di mikroorganisme! Berikutnya, saya berpendapat hal tersebut tidak mengganggu kekatolikan seseorang, karena Tuhan bisa ambil peran didalam proses evolusi itu sendiri.

    Yang berikutnya, mengenai pernyataan Paus Franciscus, singkat kata, tidak ada satu kata pun di artikel CNS yang merujuk pada teori evolusi mikro. Saya yakin bahwa yang dimaksud Pope adalah evolusi dari single cell, yang kemudian Tuhan berperan dalam perkembangannya. pandangan ini bukan suatu pandangan yang asing, karena banyak sophisticated theologians yang memiliki pandangan yang sama, seperti Rowan William, Archbishop of Canterbury.

    • Shalom Bonek,

      Ini adalah tanggapan saya yang terakhir untuk topik ini, karena kita sudah berdialog lebih dari dua putaran untuk topik ini di thread yang berbeda, namun topiknya sama (di Tanya Jawab di bawah artikel Tentang Evolusi dan Iman, klik di sini).

      Yang Anda permasalahkan adalah pernyataan Paus Fransiskus di CNS:

      “He [God] created living beings and he let them develop according to the internal laws that he gave each one, so that they would develop and reach their full potential.”

      Anda menganggap bahwa ‘living beings’ yang dimaksud oleh Paus adalah single cell yang kemudian berevolusi. Namun kalau kita mengacu kepada definisi umum “living beings” dari dictionary, silakan klik, living beings tidak mengacu kepada single cell (satu sel) saja, tetapi suatu tanaman, hewan, bakteri, berbagai mikroorganisme, jamur, dst.

      “1. An individual form of life, such as a plant, animal, bacterium, protist, or fungus; a body made up of organs, organelles, or other parts that work together to carry on the various processes of life.
      2. A system regarded as analogous in its structure or functions to a living body: the social organism. (source: The American Heritage)

      1. (Biology) any living biological entity, such as an animal, plant, fungus, or bacterium
      2. anything resembling a living creature in structure, behaviour, etc.” (source:

      Maka, Paus menyatakan bahwa setiap mahluk hidup berkembang menurut hukum internal yang berlaku di dalam mahluk hidup itu hingga mencapai kepenuhannya. Maka dari pernyataan itu, saya mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud di sana, lebih ke arah evolusi mikro yang terjadi di setiap mahluk hidup. Sebab, jika yang dimaksud Paus adalah evolusi satu sel menjadi semua mahluk hidup lainnya (evolusi makro), tentu lebih masuk akal, jika Paus tidak mengatakan “living beings“, tetapi langsung saja “single cells“, sehingga tidak menimbulkan pengertian yang ganda dalam hal ini.

      Lagipula jika semua proses mahluk hidup dianggap sebagai evolusi yang terus berjalan, nampaknya semua mahluk hidup terus berevolusi sampai saat ini tanpa ada bentuk yang stabil. Namun fakta bahwa: 1) ada variasi berbagai mahluk hidup sampai saat ini dengan bentuk yang stabil, 2) tidak ada banyak fosil “mahluk antara/ mahluk penghubung” antara jenis mahluk hidup satu dengan jenis mahluk hidup lainnya; ini sendiri menunjukkan bahwa teori evolusi makro dari satu species ke species lainnya tidak secara mudah dibuktikan secara meyakinkan dan diterima secara konsensus oleh para ahli, dan ini menyisakan pekerjaan rumah yang terus menerus bagi para ilmuwan. Sedangkan kalau berkenaan dengan evolusi mikro (yang terjadi dalam satu spesies, ataupun pengertian evolusi secara general untuk maksud adaptasi yang tidak ada kaitannya dengan menghasilkan species baru (seperti pada pengertian evolusi makro), tentu ini tidak ada kaitannya dengan iman, dan karena itu tidak ada masalah bagi kita untuk menerimanya.

      Jika seandainya, sekali lagi, seandainya, kelak ada bukti evolusi makro dari kalangan sains, sehingga implikasinya adalah bahwa tubuh manusia dianggap berasal dari mahluk hidup lain, itupun tidak mengubah apapun dari ajaran iman Katolik tentang penciptaan Tuhan. Tetapi kan faktanya hal tersebut belum secara final diterima oleh Magisterium Gereja, dan karena itu kami di Katolisitas memilih untuk bersikap hati-hati, dan tidak serta merta menerima prinsip evolusi makro, kecuali jika pihak Magisterium secara resmi telah menyatakan sikapnya atas dasar bukti yang telah mereka pandang cukup kuat. Justru, kalau kita sekarang sudah langsung menganggap bahwa teori evolusi makro [yang mempunyai implikasi bahwa tubuh manusia berasal dari mahluk lain] sebagai kebenaran, maka kita menentang ajaran Magisterium, yang sampai saat ini belum menyebutkan apapun tentang hal itu.

      Nah, maka sikap kami di Katolisitas mengambil dasar dari ajaran Magisterium sendiri, yang secara eksplisit dikatakan oleh Paus Pius XII dalam Humanae generis, 36 dan 37, berikut ini saya cut and paste saja:

      36. For these reasons the Teaching Authority of the Church does not forbid that, in conformity with the present state of human sciences and sacred theology, research and discussions, on the part of men experienced in both fields, take place with regard to the doctrine of evolution, in as far as it inquires into the origin of the human body as coming from pre-existent and living matter – for the Catholic faith obliges us to hold that souls are immediately created by God. However, this must be done in such a way that the reasons for both opinions, that is, those favorable and those unfavorable to evolution, be weighed and judged with the necessary seriousness, moderation and measure, and provided that all are prepared to submit to the judgment of the Church, to whom Christ has given the mission of interpreting authentically the Sacred Scriptures and of defending the dogmas of faith.[11] Some however, rashly transgress this liberty of discussion, when they act as if the origin of the human body from pre-existing and living matter were already completely certain and proved by the facts which have been discovered up to now and by reasoning on those facts, and as if there were nothing in the sources of divine revelation which demands the greatest moderation and caution in this question.

      37. When, however, there is question of another conjectural opinion, namely polygenism, the children of the Church by no means enjoy such liberty. For the faithful cannot embrace that opinion which maintains that either after Adam there existed on this earth true men who did not take their origin through natural generation from him as from the first parent of all, or that Adam represents a certain number of first parents. Now it is in no way apparent how such an opinion can be reconciled with that which the sources of revealed truth and the documents of the Teaching Authority of the Church propose with regard to original sin, which proceeds from a sin actually committed by an individual Adam and which, through generation, is passed on to all and is in everyone as his own.[12]

      Jika suatu hari nanti, seandainya Gereja Katolik mengeluarkan ajaran definitif tentang asal usul manusia, dan sekalipun ini berpihak kepada paham evolusi makro [tentu dengan catatan bahwa jiwa manusia tetap diciptakan oleh Allah, dan perubahan drastis menuju tubuh manusia itu juga terjadi hanya karena campur tangan Allah], maka atas ketaatan saya kepada Magisterium, sayapun akan tunduk dan menerima ajaran itu. Tetapi sekali lagi, pernyataan definitif sedemikian dari Magisterium, belum ada.

      Kami atau kita sebagai umat Katolik (kalau Anda Katolik), memiliki kewajiban untuk tunduk kepada pengajaran Magisterium (Paus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya), dan bukan kepada pandangan para ilmuwan, meskipun ilmuwan itu Katolik. Tentang Rowan William, Archbishop Canterbury, ia adalah seorang uskup Anglikan, dan bukan uskup Katolik, dan karena itu ajarannya tidak mengikat umat Katolik.

      Akhirnya, Bonek, saya benar-benar ingin menutup dialog kita tentang topik ini. Dan ini adalah tanggapan terakhir saya terhadap komen Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.