Pendahuluan

Dalam tiga tahun kehadiran situs katolisitas.org, kami telah menerima begitu banyak pertanyaan-pertanyaan dari umat Katolik. Dari pertanyaan-pertanyaan yang masuk, kami melihat bahwa banyak umat Katolik yang kurang mendapatkan pendidikan iman Katolik secara memadai, sehingga mudah terombang-ambing oleh pengajaran yang sering bertentangan dengan ajaran iman Katolik.

Maka pertanyaannya adalah, mengapa banyak umat Katolik kurang memahami iman Katolik walaupun sebelum dibaptis telah mendapatkan katekese selama kurang lebih satu tahun? Dari banyak masukan di sini – silakan klik, ada cukup banyak orang yang memandang bahwa bahan katekese yang ada kurang memadai. Dengan pemikiran ini dan tanpa mengurangi rasa hormat akan bahan-bahan yang sudah ada, maka katolisitas.org mencoba untuk menyusun program katekese dewasa yang berfokus pada isi. Hal ini sesuai dengan seruan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), yang pada tanggal 7-17 November 2011 bersidang dan menyerukan untuk berfokus pada katekese, yang menekankan isi.

Dalam memberikan pokok-pokok iman Katolik, sudah seharusnya katekese menempatkan isi sebagai prioritas utama, walaupun cara menyampaikannya juga tidak dapat dipandang remeh. Kita dapat belajar dari katekese pada masa-masa awal sampai sekarang, yang menekankan empat pilar dalam menjabarkan iman Katolik, yang juga dipakai dalam Katekismus Gereja Katolik. Empat pilar ini terdiri dari: (1) Apa yang kita percayai – penjabaran pernyataan iman “Aku Percaya”; (b) Bagaimana merayakan apa yang kita percayai – liturgi dan sakramen; (3) Bagaimana hidup sesuai dengan apa yang kita percayai – kehidupan dalam Kristus; (4) Bagaimana untuk mendapatkan kekuatan agar dapat hidup sesuai dengan apa yang kita percayai – penjabaran doa “Bapa Kami”.

Penyusunan materi ini akan mengacu kepada empat pilar di atas serta bersumber pada dokumen-dokumen Gereja, seperti: dokumen-dokumen Vatikan II, Katekismus Gereja Katolik, Kompendium Katekismus Gereja Katolik, ensiklik dan surat dari para Paus, terutama Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI, tulisan-tulisan para Santa-Santo, The Aquinas Catechism dan program katekese dari keuskupan La Crosse, Wisconsin – USA.

Menjadi harapan kami agar materi-materi ini dapat berguna untuk memberikan kontribusi pada program katekese. Kami juga mengundang para katekis untuk dapat memberikan masukan untuk membuat materi ini menjadi lebih baik, serta menceritakan pengalaman ketika menggunakan materi ini. Lebih lanjut, para katekis juga dapat mensharingkan apa yang menjadi kendala dalam menerapkan masing-masing topik serta pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul pada saat terjadinya proses belajar mengajar, sehingga kita dapat membahasnya bersama-sama.

Bagian Satu – Pengakuan Iman

[catlist ID=1235 order=ASC numberposts=100 order=desc]

29 COMMENTS

  1. Saya bingung nih. Di paroki saya ada aturan baru berkaitan dengan baptis dewasa. Orang dewasa, sudah menikah secara agama atau kepercayaan terdahulu, jika salah satu ataau keduanya dibaptis, mereka harus membereskan perkwinannya secara katolik karena perkawinan mereka terdahulu tidak sah karena tidak dilaksanakan secdara hukum katolik. Dulu, saya pernah dengar aturan itu tetapi untuk keluarga, salah satu katolik, menikah tidak secara katolik, jika pasangannya yang tidak katolik dibaptis, maka baptisan itu tidak otomatis mengesahkan perkawinan terdahulu, maka ia harus membereskan perkawinannya secara katolik. Mana yang benar?

    • Fransiskus Andi yth,

      Rama Paroki berhati baik agar orang merasakan pemulihan status perkawinan jika keduanya menjadi katolik maka otomatis sah sakramental tidak perlu ada upacara convalidatio lagi. Namun untuk menyatakan secara publik bahwa mereka telah melakukan perkawinan sah kanonik dikumpulkan semua umat yang dulunya tidak beres perkawinannya karena pelbagai macam alasan lalu diadakan upacara konvalidasi. Jadi ikuti saja kehendak baik rama paroki itu. Tidak salah hanya untuk membuat sesuatu menjadi jelas dan aman nyaman di hati, bahwa kami sudah menikah secara sah. Kalau salah satu maka benar harus dibereskan perkawinannya supaya pihak katolik dapat menjalankan ibadah dan bersatu dengan Kristus dalam komuni secara sah pula. Karena dengan salah satu pihak menjadi katolik maka pihak non katolik harus diberi tahu dan membuat perjanjian bahwa memberi kebebasan untuk melaksanakan kekatolikannya, bahwa perkawinan bisa dibereskan shg mereka hidup secara benar (katolik). Kembali ke prinsip kan 11 (semua orang yang dibaptis dan diterima dalam Gereja Katolik mengikuti norma hukum melulu gerejawi). Pandangan anda juga benar pada akhir kalimat.

      salam
      Rm Wanta

  2. Shaloom Bro Stef, saya ada baca buku, di sebutkan…mengenai pokok-pokok dasar iman. tapi tidak disebutkan pokok -pokoknya atau rumusannya bagaimana. dan hanya di sebutkan kalimat tsb. saya jadi bertanya – tanya , apakah yang di maksud pokok-pokok iman katolik? dan apa pokok -pokok iman kristen yang lain. terima kasih. Berkah Dalem

    • Shalom Albertus,

      Kalau kita melihat pokok-pokok dasar iman Katolik, maka secara lengkap kita dapat melihatnya seperti yang tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik. Yang terberkati Paus Yohanes Paulus II, dalam pendahuluan Katekismus Gereja Katolik menuliskan sebagai berikut:

      “Katekismus Gereja Katolik”, yang saya sahkan pada tanggal 25 Juni 1992 dan yang penerbitannya saya tetapkan hari ini berdasarkan jabatan apostolik saya, adalah satu penjelasan iman Gereja dan ajaran Katolik seperti yang disaksikan dan diterangi oleh Kitab Suci, oleh tradisi apostolik dan oleh Wewenang Mengajar Gereja. Saya mengakuinya sebagai alat yang sah dan legitim dalam pelayanan persekutuan Gereja, selanjutnya sebagai norma yang pasti untuk ajaran iman. Semoga ia dapat melayani pembaharuan yang untuknya Roh Kudus tanpa henti-hentinya memanggil Gereja Allah, tubuh Kristus, peziarah di jalan menuju terang Kerajaan abadi. Pengesahan dan penerbitan “Katekismus Gereja Katolik” merupakan, satu pelayanan yang dapat diberikan pengganti Petrus kepada Gereja Katolik yang kudus dan kepada semua Gereja lokal, yang hidup dalam damai dan persekutuan dengan Takhta Apostolik Roma: yaitu pelayanan untuk menguatkan dan meneguhkan semua murid Tuhan Yesus di dalam iman (bdk. Luk 22:23), dan untuk mengukuhkan ikatan kesatuan dalam iman apostolik yang sama.

      Jadi, kalau kita mau melihat pokok-pokok iman Katolik, kita dapat melihat KGK. Kalau mau melihat penjabarannya, silakan juga melihat Program Katekese Dewasa di katolisitas ini – silakan klik. Kalau kita mau meringkas pokok-pokok iman Katolik, maka kita dapat melihatnya di dalam doa Aku Percaya. Dan kalau kita mau meringkasnya lagi, maka sebenarnya iman kita adalah: Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitan-Nya kita muliakan, kedatangan-Nya kita rindukan – seperti yang kita doakan dalam Misa Kudus. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. saya ada beberapa pertanyaan :

    1. apakah ada kursus kursus untuk memperdalam KS, filsafat Katolik atau ajaran Gereja Katolik yang diselenggarakan oleh katolisitas.org ? kalau ada bisa minta jadwal dan materinya ?

    2. bisa minta materi-materi atau tanya jawab mengenai Trikotomi : tubuh jiwa dan roh ? apakah GK mengakui paham ini atau hanya dikotomi saja ?

    3. buku buku katolik apa saja yang bisa menjadi referensi bagi saya mengenai tubuh jiwa dan roh ?

    salam kasih

    • Shalom Roni Simanjuntak,

      Katolisitas.org pada saat ini belum menyelenggarakan pendalaman Kitab Suci dan teologi. Namun, kami mencoba untuk membuat program katekese dewasa yang dapat dilihat di sini – silakan klik. Namun, kalau ada yang mau untuk mengkoordinir, tentu saja kalau dapat memberikan hal yang positif bagi perkembangan iman Katolik, kami akan mempertimbangkannya. Pembahasan tentang trichotomy dan dichotomy dapat dilihat di sini – silakan klik. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. Shalom Katolisitas,

    Saya mau tanya, ini kan saya sekarang sedang ikut yg kelas 1 tahun calon baptis masuk Katolik walaupun surat baptis waktu bayi saya di Gereja Methodist Indonesia sdh saya serahkan ke sekretariat Paroki dekat rmh saya tetapi kata Romo/Pasturnya itu akan menjadi penilaian terakhir, nah saya kan sampai saat ini belum sempat ikut CD/Katekese atau di Protestan di sebutnya Katekisasi, apakah kelas yg 1 tahun ini sdh termasuk program Katekese?

    [dari katolisitas: Selamat untuk menempuh program katekese selama 1 tahun, sehingga pada akhir pelajaran Anda dapat diterima secara penuh dalam Gereja Katolik.]

  5. + Yth Katolisitas.org,

    IMHO, Gereja harus mewajibkan setiap Paroki :

    1) Mengadakan kegiatan kelompok pendalaman & bimbingan Kitab Suci yg rutin setiap minggu kepada umat. Kewajiban tidak hanya di tingkat Keuskupan saja, tapi harus di setiap Paroki. Dibuka dalam 2 kelompok umur (30 thn). Manfaat yg didapat selain umat mendapatkan pedoman ayat2 KS, merekapun mjd lebih dkt dgn Gereja. Sekaligus prtmuan tsb bisa mjd landasan Apologetik bg umat.

    2) Untuk gerakan Katolik Karismatik, harus dilakukan diluar hari Minggu & tidak diberlakukan Sakramen Ekaristi utk Ibadat tsb + Penyembuhan yg berpura-pura.
    [dari katolisitas: Perlu dipikirkan apakah memang diperlukan misa dengan kelompok kategorial tertentu]

    3) Lebih digiatkan lagi Taman minggu bagi anak2.

    4) ProDiakon yg dipilih haruslah orang yg betul2 mmpunyai Kerendahan Hati utk melayani sesama walaupun sifat umatnya keras, jangan hanya dilihat orang tsb terkenal/terpandang di lingkungannya dan rajin menyumbang ke Gereja (mmg Ketaatan kita tdk diukur dari kesan kpd pemimpin tp kpd Kebenaran yg ada, tp kiranya point 4 ini diperhatikan).

    Salam dari Manado +

  6. Menanggapi tulisan sdr. Dionisius Ganesha tentang “kurangnya umat katolik mendapat pendidikan iman katolik”. Menurut saya bukannya kurang mendapat pendidikan, tetapi kurangnya pemahaman dan penghayatan iman katolik. Hal ini bisa terjadi pada siapa saja termasuk romo. Justru ironisnya (meminjam kara sdr. Dionosius) yang mengherankan saya, mengapa seorang Dionisius yang merasa hebat dan dapat menilai kekurangan iman orang lain, tetapi mampu menuliskan kata-kata yang berkonotasi caci maki? Yang menggelikan lagi, sdr. Dionisius bertanya pada Bpk.S.Tay : “Sudahkah anda merasakan masuk “Sorga” atau sudahkah anda melakukan Kasih Tuhan dengan tidak menyimpan rasa dendam, atau kalau anda bersalah ditampar oleh orang dan anda tidak marah? Semoga anda bukan orang farisi!” Saya beritahu anda ciri-ciri orang farisi adalah sbb : 1.Merasa sok suci (dan karenanya merasa sdh pernah menikmati sorga). 2.Apa yang dikatakan justru bertentangan dengan apa yang dilakukannya, karena mereka suka meletakkan beban-beban berat dipundak orang tapi enggan menyentuhnya. 3.Berhati dengki karena suka menilai, mengkritik, mendakwa dan mencari kesalahan orang. Nah … sekarang jawab siapa yang pantas disebut orang Farisi ??? Saya ingin bertanya saya ingin bertanya kepada anda : Apakah kata-kata seperti “romo setan”, “romo matre”, “romo super egois” merupakan penghayatan dari iman kristen ? dimana belajarnya ?

    Kesimpulan : saya sependapat dengan sdr.Triatmojo, tampaknya sdr. Dionisius tidak bisa/ingin berdiskusi dengan baik dan tidak menunjukkan niat tulus utk mengembangkan iman sdr² yg lain. jadi, saya ragu apakah saudara ini katolik atau bukan!

    Tentang tulisan DK12 memang ada benarnya pada satu sisi. Kita dapat menerima karunia Allah secara cuma-cuma bukan karena balas jasa, peran atau usaha kita. Sebagaimana pula ketika kita memberikan persembahan, bukan supaya Tuhan membalas, tetapi karena kita terlebih dahulu telah menerimanya dari Tuhan. Namun, kita harus selalu ingat : “Without God we cannot, without us God will not” !

    [dari katolisitas: Dari tulisan seseorang, sulit untuk menilai apakah seseorang benar-benar Katolik atau bukan. Apalagi di forum terbuka seperti ini. Bahkan saya juga menemukan (setelah beberapa kali berdikusi) bahwa dia adalah Katolik namun mengemukakan begitu banyak pertanyaan dari gereja non-Katolik, dengan tujuan untuk berdiskusi dengan saudara/i dari gereja non-Katolik. Jadi, mari kita kembali pada topik diskusi. Saya yakin, pembaca katolisitas juga dapat menilai mana argumentasi yang baik dan mana yang tidak baik.]

  7. Ironis sekali pernyataa dalam “Pendahuluan” di web site ini, di situ dikatakan “Dari pertanyaan-pertanyaan yang masuk, kami melihat bahwa banyak umat Katolik yang kurang mendapatkan pendidikan iman Katolik secara memadai, sehingga mudah terombang-ambing oleh pengajaran yang sering bertentangan dengan ajaran iman Katolik”. Coba anda bayangkan sedangkan yang tidak sesuai dengan iman katolik adalah “Seorang Romo” yang sudah ditahbiskan menjadi “PASTOR” puluhan tahun, Saya masih sering sekali melihat dan mengalami peristiwa :
    1. Seorang romo datang untuk melayani umatnya selalu minta dijemput atau datang di jemput dengan inisiatif umatnya tetapi tidak pernah mengucapkan terima kasih seakan-akan “Ini kewajiban umat” padahal Tuhan Yesus datang kedunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani.
    2. Seorang Romo tidak mau memberikan sakramen minyak orang sakit kepada umatnya dengan alasan sibuk banyak kerjaan ( Romo Setan ).
    3. seorang Romo tidak mau memimpin misa arwah sekaligus penutupan peti jenazah dengan alasan “cape mau istirahat” ( Romo Matre )
    4. Seorang romo tidak mau dikritik tetapi kalau mengkritik pedesnya kaya sambel setan di daerah Malioboro ( Romo super egois ).
    5. Seorang Romo selalu berdalih “Saya jugakan Manusia Biasa” setahu saya tidak ada Romo Malaikat, (ya mundurlah jadi “Romo Gembala”)

    [dari katolisitas: Baik Romo maupun umat mempunyai kewajiban untuk benar-benar menjalankan apa yang diajarkan oleh Kristus. Di satu sisi, kami juga tidak menutup mata akan adanya Romo-romo yang kurang menjalankan fungsinya dengan baik. Namun, di satu sisi, ada banyak juga para Romo yang sungguh-sungguh menjalankan pelayanan mereka dengan baik. Mari kita mendoakan Romo tersebut dan mari kita bersama-sama juga berjuang untuk hidup kudus.]

    • Shaloom Bung Ganesha,
      Bukankah suatu pelayanan gereja itu bersifat dari umat untuk umat. Juga suatu paroki biasanya dilengkapi oleh wakil dewan paroki harian yg notabene diambil dari umat juga. Bukankah suatu paroki telah dibagi lagi menjadi lingkungan sehingga terbentuk suatu jaringan yg saling menguatkan ?. Apakah masalah antar jemput Romo ini tidak dapat di koordinasikan ?. Bagaimanakah kekuatan suatu paroki tsb, apakah paroki mandiri, atau paroki yg masih disubsidi dari keuskupan ?. Untuk paroki mandiripun, terkadang transportasi terbatas, apakah Romo bisa bawa kendaraan atau tidak ?. Bukankah pelayanan dari umat thd antar jemput ini juga bersifat panggilan, kalau anda terpanggil silahkan membantu, tanpa paksaan ?. Sy hanya teringat Romo “sawit” (Romo yg melayani di perkebunan – utamanya sawit), yg cakupan layanan sangat luas, melewati jalan tanah, masuk di dalam hutan, datang satu kali dalam sebulanpun sudah puji syukur, malah dengan senang hati menjemput untuk memastikan kedatangan beliau, kedatangan beliau sungguh suatu berkah, dan patutlah kami mengucap terima kasih, bukan malah sebaliknya. Untuk daerah perkotaan, tentulah akan lebih mudah untuk mendapatkan bantuan seorang Imam, tentu kalau kita aktif di gereja, kita bisa lebih tahu untuk bertanya kemana dan siapa, atau kalau tidak anda bisa menghubungi paroki terdekat. Suatu feedback yg disampaikan secara dewasa tentulah harusnya diterima dengan lapang dada, kalau sungkan mungkin dapat melalui wakil dewan paroki, demi kemajuan bersama. Tetapi juga butuh kerendahan hati untuk menerima ketika sang Romo pada situasi tertentu tidak dapat membantu karena alasan tertentu yg kita tidak tahu, mungkin anda harus bersusah payah sedikit untuk mencari bantuan dari Romo lain. Salah satu Romo, pernah mengajarkan tentang “kesombongan Iman”, mudah2an pemberian gelar thd Romo bukan merupakan “kesombongan Iman”. Apakah ketika anda mengalami suatu masalah dalam keluarga anda, harus berfikir untuk “berhenti / mundur” jadi kepala keluarga ?. Sama juga ketika anda memberikan kritik kepada seorang Romo, apakah Romo tersebut tidak berfikir sama seperti anda, sama sambel setan juga ?.
      Tentu untuk beberapa orang, seorang Romo bisa saja direndahkan, tapi bagi sebagian orang, seorang Romo adalah pembawa terang Iman bagi keselamatan dombanya. Memang menjadi pertempuran tiap pribadi terhadap “kesombongan Iman” dan mengalahkan “kehendak bebas”, sembari menyadari inilah dunia itu, apa yg saya dapat bantu untuk membawa setitik kedamaian, at least ke dalam hati saya pribadi dulu….. Teringat juga kata kata Gede Prama (tentu ini bukan ajaran katholik – tapi dapat menjadi refleksi), “jangankan yg asli, guru spiritual yg palsu pun wajib di hormati” …. silahkan anda cari di youtube kalau interest), salah satu alasannya adalah dapatkah kita melihat 998 bata yang bagus selain 2 buah bata jelek dalam suatu dinding …….. menjadi refleksi mencari kedamaian dalam taman hati kita, sekalipun pada saat kita berpikir ada begitu banyak ketidak beresan, begitu banyak yg harus diselesaikan.

  8. Menurut hemat kami, dan juga dari pengalaman, bahan untuk katekese bagi katekumen dewasa disusun demikian:
    1. Pemurnian motivasi (sering ditemukan alasan mereka menjadi Katolik karena akan menikah, supaya mendapat perawatan ketika meninggal, atau supaya dapat sekolah di sekolah Katolik).
    2. Sejarah keselamatan (Allah yang bagaimana yang diimani oleh Gereja Katolik) karena para katekumen sudah memiliki gambaran Allah yang diimani seturut pemahaman iman yang dianut sebelumnya.
    3. Credo
    4. Perayaan iman
    5. Doa kristiani
    6. Hidup orang kristiani (termasuk menekankan hidup persekutuan di lingkungan, kelompok basis, atau kelompok2 kategorial).

  9. Yth. Pengasuh Katolisitas
    Beberapa waktu yang lalu saya mengirimkan pertanyaan tentang persoalan dari teman-teman katekis yang merasa bingung dengan praktik romo parokinya terkait dengan pelaksanaan baptisan dewasa yang tidak langsung dengan penerimaan komuni kudus dalam Ekaristi. Mohon maaf, apakah sudah ada jawabannya? Kami coba untuk mencari-carinya koq belum muncul yaaa? Kami sangat menunggu jawabannya supaya teman-teman tsb dapat berdiskusi dengan Romo parokinya untuk membicarakan hal tsb. Untuk bantuan tsb, kami mengucapkan banyak terima kasih sebelum dan sesudahnya kepada para pengasuh Katolisitas. Terima kasih. Sukses selalu untuk Katolisitas. Tuhan Jesus memberkati.

    [Dari Katolisitas: berikut ini adalah pertanyaan Barnabas yang terdahulu]

    Yth.Pengasuh katolisitas
    Mohon diberikan pencerahan: Ada beberapa teman katekis bercerita bahwa mereka menjadi bingung karena Romo di parokinya menolak untuk merayakan baptisan dewasa dalam perayaan Ekaristi dan menyarankan untuk komuni pertamanya di misa mingguan seperti pada umumnya umat lainnya; jadi tidak ada upacara khusus. Para baptisan dewasa pun bingung juga karena ternyata pada saat pelaksanaan baptisan hanya dengan ibadat sabda tanpa Ekaristi. Padahal, menurut teman-teman katekis itu, beberapa Romo terdahulu selalu melaksanakan baptisan dewasa dalam perayaan Ekaristi sehingga para baptisan dewasa tsb langsung menyambut komuni pertama. Dari kejadian itu, kami mohon penjelasan dari pengasuh katolisitas, termasuk bila ada dasar hukumnya sehingga nantinya teman-teman tsb bisa bertemu dengan Romo parokinya untuk berdiskusi dengan baik-santun demi pelayanan yang lebih berkualitas. Terima kasih. Sukses selalu untuk katolisitas yang selalu mencerdaskan dan memperdalam iman Katolik. Aku sungguh bahagia dan bangga menjadi orang Katolik!

    • Salam Barnabas,
      Upacara Baptisan Dewasa memang ideal jika diadakan dalam misa dan paling ideal diadakan dalam ekaristi malam paskah karena hakikatnya – yang bersama sakramen krisma dan ekaristi merupakan kesatuan sakramen inisiasi Kristen yang berpusat pada misteri penebusan Kristus. KHK. Kan 842 par. 2 menyatakan: “Sakramen-sakramen baptis penguatan dan ekaristi mahakudus terjalin satu sama lain, sedemikian sehingga dituntut untuk inisiasi kristiani yang penuh”.

      Namun demikian, upacara baptisan tidak harus diadakan dalam perayaan ekaristi apalagi ekaristi malam paskah jika situasi pastoral menuntutnya. Kanon tidak mewajibkan hal itu dan Kan 866 hanya menyatakan demikian: “Orang dewasa yang dibaptis, jika tak ada alasan berat yang merintanginya, hendaknya segera setelah baptis diberi penguatan serta mengambil bagian dalam perayaan ekaristi juga dengan menerima komuni”. Di situ tidak ditulis di dalam ekaristi, namun hanya disebut “segera setelah dibaptis diberi penguatan dan mengambil bagian dalam perayaan ekaristi juga dengan menerima komuni”.Kanon tidak mewajibkan baptisan dewasa harus dalam ekaristi, namun “segera” setelah dibaptis merayakan ekaristi dan sambut komuni. Jadi, jika ada alasan berat bisa dipisahkan upacara baptis, krisma dan ekaristi. Alasan berat ini ialah keadaan sosiologis-pastoral menurut pertimbangan keuskupan dan paroki setempat.

      Kanon 850: “Baptis hendaknya diterimakan menurut tata-perayaan dalam buku-buku liturgi yang disetujui, kecuali dalam keadaan darurat, di mana harus ditepati hanya hal-hal yang dituntut untuk sahnya sakramen”. Kanon memerintahkan kita melihat buku liturgi. Jika kita lihat buku liturgi pembaptisan, maka buku tersebut memberi alternatif ada baptisan dewasa di dalam ekaristi dan di luar ekaristi. Dimungkinkan adanya pemisahan upacara baptis di luar ekaristi oleh buku liturgi. Dalam buku “Adoro Te”, terbitan Kanisius Yogyakarta cetakan 12 tahun 2000 hlm 71 – 87 terdapat upacara Baptisan dewasa. Pada halaman 85 disebutkan catatan: “Bila tanpa misa, maka ditutup dengan…” (menyusul Doa Bapa kami sampai Berkat penutup). Jadi, jelas bahwa baptisan dewasa tidak wajib dilakukan dalam misa maupun ekaristi malam paskah.

      Jika pastor memisahkan upacara baptisan dari ekaristi tentu ada alasannya. Alasan pastoral yang mendasarinya antara lain misalnya bahwa jumlah katekumen banyak dan karenanya bisa menyita waktu lama jika dilakukan pembaptisan dalam perayaan ekaristi. Maka pemecahannya, para ketekumen tahap III itu dibaptis sehari atau beberapa hari sebelum misa hari raya atau hari Minggu terdekat. Pada ekaristi itu, barulah kemudian mengikuti ekaristi dan sambut komuni seperti umat lainnya. Menurut hemat saya, jika demikian, harus diumumkan sebelum misa bahwa para baptisan baru menerima / sambut komuni pertama dalam ekaristi ini, dan disebut jumlah mereka atau disebutkan nama-namanya, serta diberi ucapan selamat. Itu semua melulu alasan pastoral.

      Pemisahan upacara baptis dewasa dari ekaristi diberi tempat baik dalam hukum kanonik maupun tata liturgi karena alasan tersebut. Dalam hal ini, Anda berhak bertanya untuk mendapatkan penjelasan mengenai alasan tersebut dari pastor paroki.

      Salam
      Yohanes Dwi Harsanto Pr

  10. Perbuatan-perbuatan kita tidak dapat membenarkan diri kita. Hanya Yesus Kristus lah dapat melakukan itu melalui pengorbananNya di kayu salib.

    Jangan percaya akan ajaran-ajaran sesat. Tuhan kita rela berkorban karena kebesaran kasihNya. Sehingga kita dapat menjadi layak di hadapan Allah Bapa. Jauhi dosa (Ibrani 10:26), karena dosalah Kristus mati untuk kita. Kristus bukan mengorbakan diriNya supaya kita berbuat baik, tetapi untuk menghapus kehinaan kita. Ikutilah ajaran Rasul Paulus dalam Filipi 3:12-seterusnya.

    Perbuatan baik akan selalu dianjurkan tentunya. Namun perbuatan baik yang dilatar belakangi oleh keinginan untuk keselamatan, dan menyangkal bahwa darah Tuhan Yesus Kristus tidak cukup adalah sesuatu kekejian. Kepercayaan akan adanya purgatory adalah kekonyolan belaka. John 3:16,18 Ibrani 10:18

    Ada seorang atheist mengatakan bahwa dia tidak percaya akan adanya Tuhan, namun dia tetap berbuat baik, dan dengan bangga hati dia berkata kepada orang-orang beragama bahwa perbuatan baiknya didasarkan oleh keiklasan yang sesungguhnya, tidak seperti orang-orang beragama yang berbuat baik karena mereka ingin masuk surga.

    Apakah itu termasuk kekristenan? TIDAK, katolikis/romanis memang termasuk dalam kategori orang-orang beragama yang dimaksud si atheis itu. Namun kekristenan yang benar tidak mengajarkan demikian, seorang yang beriman pada Yesus SUDAH diselamatkan, perbuatan2 baik mereka adalah buah hasil dari iman tersebut, dan dilakukan tidak atas dasar ingin diselamatkan lagi. Sudah diselamtkan, kenapa cari selamat lagi? kan aneh. Jadi perbuatan baik haruslah iklas, tidak menguntungkan diri sendiri, tidak diitung-itung, dan most of all berdasarkan Kasih.

    Salam damai

    • Salam DK12,

      Saya ingin bertanya kepada anda, sebelum anda menuduh tentang konsep keselamatan dari Gereja Katolik, apakah anda sudah tahu persis apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik mengenai keselamatan? Silakan anda menguraikan terlebih dahulu apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik mengenai konsep keselamatan dari Gereja Katolik, bukan menurut kata orang, tapi seperti yang tertulis di dalam dokumen Gereja Katolik yang resmi. Setelah anda tahu persis dokumen tersebut, silakan memberikan komentar dan selanjutnya saya akan memberikan tanggapan. Semoga hal ini dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

      stef – katolisitas.org

      • Keselamatan itu tergantung dari dua belah pihak. Pertama-tama keselamatan itu adalah sebuah anugerah/rahmat dari Tuhan (melalui karya penebusan di dalam Yesus Kristus). Walaupun Yesus sudah menebus (menyelamatkan) manusia, tetapi penebusan/penyelamatan Yesus itu tidak terjadi secara otomatis. Penebusan oleh Yesus (untuk semua orang) baru terjadi pada tatanan/tahap OBJEKTIF(disebut sebagai “penebusan objektif). Untuk dapat menikmati/mengalami keselamatan dari Yesus itu, manusia harus menanggapinya (menerima atau menolak). Tanggapan manusia dengan menerima keselamatan dari Yesus itu dengan cara hidup seturut teladan Yesus menjadikan penebusan oleh Yesus menjadi penebusan/keselamatan bagi manusia (disebut “penebusan SUBJEKTIF”).
        Jadi, singkatnya, keselamatan itu 100% dari Tuhan dan 100% dari manusia.
        Semoga dapat memberi pencerahan!

        [dari katolisitas: Mungkin lebih baik kalau kita mengatakan apa yang dikatakan oleh St. Agustinus “Tuhan yang menciptakan kamu tanpa kamu, tidak dapat membenarkan kamu tanpa kamu.”

        • @Bernardus…at least anda jujur dengan apa yang diajarkan gereja anda, tidak seperti saudara Stef yang menuduh saya tidak tahu apa2. Padahal dokumentasi2 hasil dari council of trend dsb sudah sangat mudah untuk dipelajari di zaman sekarang ini.
          Being said that, saya tetap tidak setuju dengan pendapat anda, memang benar penebusan tidak terjadi secara otomatis, dengan pengertian bahwa kita harus mengimani, jika tdk ada iman ya tidak ada penebusan, Firman Tuhan sdh sgt jelas.
          Namun jika ada penambah seperti sacramen2 dan eucharist dll itu menghilangkan dasar Kasih yang diberikan Tuhan kepada kita. Tidak ada perbuatan manusia yang bisa menyelamatkan, hanya Yesus Kristis yang mampu….jadi Tuhan 100% manusia 0%. God bless

          [dari katolisitas: Silakan menyebutkan apa yang dituliskan dari Konsili Trente tersebut dan yang dijalankan oleh Gereja Katolik yang tidak sesuai dengan konsili Trente tersebut. Apakah dasar Anda mengatakan bahwa sakramen- sakramen,, termasuk Ekaristi adalah penambahan?]

      • Yth. Tuan S Tay,
        Sudahkah anda merasakan masuk “SORGA/SURGA” atau sudahkah anda melakukan Kasih Tuhan dengan tidak menyimpan rasa dendam, atau kalau anda bersalah ditampar oleh orang dan anda tidak marah ?.
        Semoga anda bukan “orang Farisi”. Amin

        [dari Stefanus Tay: Terima kasih telah mengingatkan saya untuk tidak bersikap seperti orang Farisi. Kita bersama-sama berjuang untuk menjadi murid Kristus yang baik.]

        • Dr. Tuan Dionisius Ganesha

          Yth. Tuan S Tay,
          Sudahkah anda merasakan masuk “SORGA/SURGA” atau sudahkah anda melakukan Kasih Tuhan dengan tidak menyimpan rasa dendam, atau kalau anda bersalah ditampar oleh orang dan anda tidak marah ?.
          Semoga anda bukan “orang Farisi”. Amin
          ****
          ****
          Konteksnya apa ini Pak? Sebagai pengunjung, saya mengharapkan adanya diskusi yang semakin memantapkan pemahaman akan ajaran iman Katolik.Dari komen Pak Ganesha, saya menangkap maksud tersirat bahwa Bapak ini sudah di level beriman tingkat sempurna sebagai orang Katolik (?). Jika benar demikian, wah saya kira ini sesuatu yang amat sangat luarbiasa sekali ada contoh murid Tuhan yg sejati. Kami sangat menunggu pengajarannya kalau demikian. Tapi kalau bisa jangan di situs ini. Mungkin bapak bikin situs sendiri, biar tidak tercampur dengan apa yg sudah dirintis Pak Steph dan Bu Ingrid.

          Tapi kalau niatnya memang ingin memberi masukan seputar pengajaran iman di situs ini, mungkin baik Bapak manfaatkan kapasitas Bapak itu utk berdiskusi dengan baik, karena tampaknya Bapak tidak bisa dan tidak ingin berdiskusi dengan baik dan tidak menunjukkan niat tulus utk mengembangkan iman sdr² yg lain dan penghargaan terhadapi usaha situs ini.

          Tks. Salam.

          • Anda baca dulu komentar saudara DK12, kemudian baca tanggapan Tuan S. Tay tentang komentar dari saudara DK12 barulah anda menanggapi komentar saya kalau mau …….?????

            [dari katolisitas: Saya memberikan komentar kepada DK12 di sini – silakan klik. Anda mempunyai kebebasan untuk menanggapi komentar saya kalau memang Anda tidak setuju. Semoga diskusi dapat berkembang menjadi dialog yang membangun.]

      • @Stef …jika anda menuduh saya tidak mempelajari katolikis dari sumbernya sendir, mohon arahan anda tentang doctrine of justification yang diajarkan gereja anda. Mungkin saya dapat memahami lebih baik dari anda. Thanks and God bless

        [dari katolisitas: Saya tidak menuduh Anda bahwa Anda tidak mempelajari ajaran Gereja Katolik, namun yang saya tanyakan apakah Anda sudah benar-benar mengerti tentang apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Kalau Anda mau berdiskusi tentang keselamatan dan justifikasi, kita bisa mulai berdiskusi dari dokumen Konsili Trente bagian justifikasi. Silakan membaca link ini- silakan klik dan silakan memberikan tanggapan]

    • Ada dua pandangan antropologi-teologis ekstrem tentang manusia. Pandangan pertama (Pelagius) menyatakan bahwa manusia tidak membutuhkan bantuan (self-sufficient) untuk keselamatannya; pandangan kedua (Calvin dan radical Reformers) menyatakan bahwa manusia sama sekali tidak berdaya atas keselamatannya (total depravity).
      Pandangan Katolik berada di antara keduanya.Inti dari antropologi Katolik sering digambarkan sebagai ‘realistic optimism’ tentang manusia. Pandangan Katolik mengakui potensi dan kecenderungan manusia untuk berdosa, tetapi juga menyatakan dengan tegas bahwa manusia secara hakiki adalah lebih baik daripada jahat. Meskipun manusia telah ‘jatuh’, tetapi citra dan keserupaan dengan Allah itu tidak pernah secara total hilang karena dosa asal. Kita tetap memiliki kemampuan kodrati untuk kebaikan. Ini berarti bahwa manusia selalu membutuhkan rahmat Allah dan mempunyai kapasitas, dengan pertolongan Tuhan, untuk membuat kontribusi positif terhadap kebaikan (baca: keselamatan.
      Antropologi Kristiani (Katolik) ini dilakukan sepanjang sejarah sebagai posisi tengah antara dua posisi klasik yang ekstrim tersebut: the total self-sufficient of Pelagius (circa 400), and the total depravity of Calvin and the radical Reformers. Dalam melawan dua pandangan ekstrim tersebut, Konsili Trente (1546-63) mengambil posisi tengah antara pandangan Pelagius yang menyatakan bahwa kita dapat ‘save ourselves’ dan pandangan Calvin yang menyatakan bahwa kita adalah massa peccati, a mass of sin (gumpalan dosa), yang tidak mampu berkontribusi apapun terhadap ‘the work of our salvation’ (Phil 2:12). Konsili Trente berbicara tentang posisi klasik Gereja Katolik bahwa kondisi manusia bukan tidak membutuhkan bantuan rahmat, tetapi sebagai manusia yang ‘jatuh’, dan kita sama sekali tidak secara total menjadi gumpalan/onggokan dosa, melainkan tetap mempunyai ‘inherently good’; kita bertanggungjawab, dengan pertolongan Allah, untuk keselamatan kita dan orang lain.

  11. Dengan pemahaman yang tidak kunjung lengkap setelah membaca ulasan di sejumlah bahan yang terkait dengan masalah katekese dan evangelisasi (pendalaman kitab suci?), dapatkah saya pahami (usulkan?)
    (1) bahwa katekese lebih mengacu kepada sejumlah informasi dan penghayatan yang dimaksudkan untuk mengantar dan mempersiapkan seseorang sebelum layak untuk dibaptis?
    (2) Sedangkan evangelisasi adalah segala sesuatu tentang Kristus dan ajaran-ajarannya yang harus diketahui dengan baik dan diimplementasikan oleh setiap orang Katolik (Kristen)?
    (3) bahwa cakupan bahan katekese meliputi hal-hal peling fundamental tentang iman Katolik, baik yang berasal langsung dan secara harafiah termuat dalam kitab suci maupun yang merupakan bagian dari tradisi, dogma ,dan ajaran-ajaran hasil rumusan magisterium?
    (4) bahwa cakupan evangelisasi (pendalaman kitab suci) meliputi SEMUA isi kitab suci dan semua tradisi, dogma, dan ajaran-ajaranhasil rumusan magisterium?
    (5) Kesan yang banyak terungkap dalam banyak kesan dan “keluhan” umat Katolik yang sering merasa amat kurang mengetahui/menguasai kitab suci dibandingkan dengan umat pengikut Kristus lain, mestinya dapat diusahakan mengatasinya dengan menyusun kerangka dan startegi bagimana (seluruh) isi kitab suci dapat dipahami secara baik oleh umat, baik karena dapat didengar dan dikunyah dari khotbah-khotbah di gereja senantiasa dengan menghadapi kitab suci yang dibawa atau dengan memanfaatkan kitab suci yang tersedia di beberapa gereja, meskipun nyaris tidak pernah dengan sengaja dipimpina untuk digunakan.
    Syalom,
    Soenardi

    • Shalom P. Soenardi,

      Stef pernah menuliskan tentang perbedaan antara evangelisasi dan katekese, di sini, silakan klik.

      Berikut ini adalah tanggapan kami:

      1. Katekese lebih mengacu kepada sejumlah informasi dan penghayatan yang dimaksudkan untuk mengantar dan mempersiapkan seseorang sebelum layak untuk dibaptis? Ya.

      Namun demikian katekese juga sifatnya tidak berhenti sampai Baptisan. Setelah dibaptis, tetap diperlukan katekese umat agar semakin menghayati imannya.

      2. Evangelisasi adalah segala sesuatu tentang Kristus dan ajaran-ajarannya yang harus diketahui dengan baik dan diimplementasikan oleh setiap orang Katolik (Kristen)? Ya.

      3. Cakupan bahan katekese meliputi hal-hal paling fundamental tentang iman Katolik, baik yang berasal langsung dan secara harafiah termuat dalam Kitab suci maupun yang merupakan bagian dari Tradisi suci, dogma, dan ajaran-ajaran hasil rumusan Magisterium?

      Ya. Pada dasarnya Katekese mencakup 4 hal yang mendasar yaitu: 1) apa yang dipercaya (Credo dan penjelasannya), 2) bagaimana merayakan apa yang dipercaya (sakramen-sakramen), 3) bagaimana hidup sesuai dengan apa yang dipercaya (Sepuluh perintah Allah), dan 4) tentang doa (termasuk penjelasan makna doa Bapa Kami).

      4. Cakupan evangelisasi (pendalaman kitab suci) meliputi SEMUA isi kitab suci dan semua tradisi, dogma, dan ajaran-ajaran hasil rumusan magisterium?

      Evangelisasi artinya adalah pewartaan tentang Kristus dan Injil-Nya, maka ini menyangkut semua ajaran-Nya, namun cara penyampaiannya tidak secara terstruktur seperti dalam proses katekese. Evangelisasi ini pada dasarnya adalah mewartakan kasih Allah yang dinyatakan di dalam Kristus, dan tujuan utamanya adalah pertobatan.

      5. Kesan yang banyak terungkap dalam banyak kesan dan “keluhan” umat Katolik yang sering merasa amat kurang mengetahui/ menguasai Kitab suci dibandingkan dengan umat pengikut Kristus lain, mestinya dapat diusahakan mengatasinya dengan menyusun kerangka dan strategi bagaimana (seluruh) isi kitab suci dapat dipahami secara baik oleh umat, baik karena dapat didengar dan dikunyah dari khotbah-khotbah di gereja senantiasa dengan menghadapi Kitab suci yang dibawa atau dengan memanfaatkan Kitab suci yang tersedia di beberapa gereja, meskipun nyaris tidak pernah dengan sengaja dipimpin untuk digunakan.

      Ide/ masukan ini baik. Namun sesungguhnya membaca Kitab Suci tentang bacaan hari itu bukan baru dilakukan pada saat datang di gereja. Kita semua diharapkan sudah mempersiapkan diri dari rumah: sebelum mengikuti Misa Kudus, entah semalam sebelumnya atau di pagi hari sebelum mengikuti Misa, untuk membaca terlebih dahulu bacaan Misa Kudus pada hari itu, dan merenungkannya sendiri terlebih dahulu. Lalu kita memilih ayat tertentu yang dapat kita ingat-ingat sepanjang hari itu. Sehingga pada waktu Misa Kudus, pada saat bacaan itu dibacakan dan dijelaskan di dalam homili, kita sudah siap mendengarkan dan menangkap penegasan/ peneguhan ataupun pesan lainnya yang mungkin belum kita tangkap pada saat permenungan kita sendiri.

      Selanjutnya, dengan semakin terbiasanya kita membaca dan merenungkan bacaan Kitab Suci setiap hari (misal dengan menggunakan buku Ruah atau Ziarah Batin atau buku renungan lainnya) kita semakin tergerak untuk mendalami Kitab Suci. Lectio Divina mungkin dapat dipilih sebagai salah satu caranya. Untuk beberapa penjelasan Kitab Suci kita dapat membeli beberapa buku tafsir Kitab Suci, yang terdapat di toko buku Obor atau toko buku Katolik lainnya. Silakan juga disimak terlebih dahulu, agar sedapat mungkin membeli buku yang ada tanda imprimatur dan nihil obstat, karena kedua hal itu merupakan seleksi pertama yang cukup baik sebagai tanda bahwa buku itu diizinkan oleh pihak otoritas Gereja Katolik. Jika kita dengan setia membaca bacaan Misa Kudus setiap hari selama 3 tahun (tahun A, B, C), kita secara garis besar telah membaca keseluruhan Kitab Suci. Kalau masih ada semangat dan tenaga, silakan membaca perikop yang ada di antara bacaan satu hari dan hari berikutnya; agar gambaran dan pemahaman yang kita dapatkan tentang kesinambungan kisah-kisah dalam Kitab Suci menjadi lebih lengkap.

      Kita semua ada dalam proses pembelajaran iman, dan proses ini tak akan berhenti sampai kita menghadap Tuhan. Mari kita jalani bagian kita dengan suka cita sambil selalu memohon pimpinan Tuhan agar iman dan pemahaman kita akan Tuhan senantiasa bertumbuh, dan Tuhan memampukan kita juga untuk semakin mengasihi Dia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  12. Terima kasih kepada pengasuh, tetap mengelola situs ini agar umat Katolik semakin memahami imannya karena di luar semakin banyak sekte dengan berbagai ajarannya . Semoga kita diberkati Tuhan.

  13. Masalah Isi, paling tidak bagi saya, untuk bahan katekese di tingkat paroki, bagi katekumen dewasa;
    saya butuhkan uraian yang lebih luas dan dalam, namun singkat padat mengenai: 1).Persekutuan, 2).Peribadatan, 3).Pewartaan, 4).Pelayanan, 5).Kesaksian dan 6).Askese.

    Masalah cara;
    saya yakin, meskipun boleh jadi saya salah, “Ber-katekese” sungguh itu tidak sama dengan sekedar “Mengajar” kan pengetahuan; karena beriman itu terkait tidak hanya segi pengetahuan (otak, pikiran, rasio, kognitif), tapi juga segi perasaan kehendak, semangat, (hati, spiritualitas, mental, afektif); untuk mewujudkan “iman” dalam “perbuatan”. Model cara nya macam mana ya ?

    • Shalom Sylvester,

      Terima kasih atas masukan Anda. Sebagaimana pernah diulas oleh Stef, Katekese umat tidak dapat dilepaskan dari isinya yang harus disampaikan (yaitu penjelasan tentang iman Katolik) dan cara penyampaiannya. Katekese yang baik adalah yang memperhatikan keduanya dengan seimbang. Tidak bisa kita memperhatikan cara penyampaiannya saja, sampai kurang menekankan isinya, sebab jika demikian maka umat yang mendengarkan akhirnya kurang memahami iman Katolik. Namun di lain sisi, tidak bisa jika katekis hanya memperhatikan isi dan kurang memperhatikan cara yang menarik untuk menyampaikannya.

      Menurut Katekismus Gereja Katolik, isi katekese secara garis besar adalah:

      1. Penjelasan tentang Aku percaya (Credo), yaitu apa itu iman Kristiani
      2. Perayaan iman Kristiani, yaitu bagaimana merayakan iman kita
      3. Hidup di dalam Kristus, yaitu bagaimana hidup sesuai dengan iman kita (mencakup moralitas dan penjelasan tentang kesepuluh perintah Allah)
      4. Doa Kristiani, yaitu nafas iman kita (mencakup tentang doa dan penjelasan tentang doa Bapa Kami)

      Dengan demikian sesungguhnya beberapa yang Anda usulkan itu termasuk sebagai isi (Peribadatan, persekutuan, askese/ kehidupan doa), dan sebagian lagi sebagai cara (pewartaan, pelayanan, kesaksian).

      Memang berkatekese tidak hanya mengajar, namun jangan lupa, bahwa apa yang perlu diajarkan (yaitu tentang artikel iman) juga harus diajarkan dengan baik. Hal iman dan perbuatan memang harus seimbang, namun dalam proses katekese awal (dan perlu terus diingatkan dalam kehidupan menggereja) perlu diberitahukan kepada umat tentang apakah itu iman Kristiani, agar umat dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari- hari. Caranya memang mungkin dapat didiskusikan, namun sepertinya ide Anda cukup positif, yaitu jika di dalam proses katekese, selain pengajaran, juga ada doa-doa di dalam persekutuan (di mana di sini diperkenalkan berbagai jenis doa sesuai dengan tradisi Katolik), pengenalan akan liturgi/ perayaan iman, kesempatan untuk menyampaikan kesaksian, pelayanan/ pengalaman berbagi dalam komunitas, dst.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.