Ada pernyataan bahwa kita tidak usah berdoa untuk jiwa-jiwa yang sudah meninggal, karena itu menjadi urusan Tuhan sendiri dan doa kita tidak akan berguna bagi mereka. Benarkah demikian? Gereja Katolik mengajarkan bahwa Tuhan berkuasa menentukan apakah seseorang yang meninggal itu masuk surga, neraka, atau jika belum siap masuk surga, dimurnikan terlebih dulu di Api Penyucian. Umat Kristen non-Katolik yang tidak mengakui adanya Api Penyucian, mungkin menganggap bahwa tidak ada gunanya mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Namun Gereja Katolik mengajarkan adanya masa pemurnian di Api Penyucian, silakan membaca dasar dari Kitab Suci dan pengajaran Bapa Gereja tentang hal ini, https://katolisitas.org/624/bersyukurlah-ada-api-penyucian, sehingga doa-doa dari kita yang masih hidup, dapat berguna bagi jiwa-jiwa mereka yang sedang dalam tahap pemurnian tersebut. Bahkan, dengan mendoakan jiwa-jiwa tersebut, kita mengamalkan kasih kepada mereka yang sangat membutuhkannya, dan perbuatan ini sangat berkenan bagi Tuhan (lih. 2 Mak 12:38-45).
Sebenarnya, prinsip dasar ajaran Gereja Katolik untuk mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal adalah adanya Persekutuan Orang Kudus yang tidak terputuskan oleh maut. Rasul Paulus menegaskan “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:38-39).
Kuasa kasih Kristus yang mengikat kita semua di dalam satu Tubuh-Nya itulah yang menjadikan adanya tiga status Gereja, yaitu 1) yang masih mengembara di dunia, 2) yang sudah jaya di surga dan 3) yang masih dimurnikan di Api Penyucian. Dengan prinsip bahwa kita sebagai sesama anggota Tubuh Kristus selayaknya saling tolong menolong dalam menanggung beban (Gal 6:2) di mana yang kuat menolong yang lemah (Rm 15:1), maka jika kita mengetahui (kemungkinan) adanya anggota keluarga kita yang masih dimurnikan di Api Penyucian, maka kita yang masih hidup dapat mendoakan mereka, secara khusus dengan mengajukan intensi Misa kudus (2 Mak 12:42-46).
Memang, umat Kristen non-Katolik tidak mengakui kitab Makabe ini dalam Kitab Suci mereka. Juga, bagi mereka, keselamatan hanya diperoleh melalui iman saja (sola fide), yang sering dimaknai terlepas dari perbuatan, dan hal mendoakan ini dianggap sebagai perbuatan yang tidak berpengaruh terhadap keselamatan. Sedangkan ajaran iman Katolik adalah kita diselamatkan melalui iman yang bekerja oleh perbuatan kasih (Gal 5:6), maka iman yang menyelamatkan ini tidak terpisah dari perbuatan kasih. Dengan memahami adanya perbedaan perspektif Katolik dan non- Katolik ini, kita dapat mengerti bahwa umat Kristen non- Katolik menolak ‘perbuatan’ mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Sedangkan Gereja Katolik mengajarkan bahwa perbuatan-perbuatan kasih yang didasari iman sangatlah berguna bagi keselamatan kita (baik yang didoakan maupuan yang mendoakan). Jika “kasih” di sini diartikan menghendaki hal yang baik terjadi pada orang lain, dan jika kita ketahui bahwa maut tidak memisahkan kita sebagai anggota Tubuh Kristus (lih. Rom 8:38-39), maka kesimpulannya, pasti berguna jika kita mendoakan demi keselamatan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Sebab perbuatan kasih yang menghendaki keselamatan bagi sesama, adalah ungkapan yang nyata dalam hal “bertolong-tolonglah dalam menanggung bebanmu” (Gal 6:2).
Jangan lupa bahwa yang kita bicarakan di sini adalah bahwa doa- doa yang dipanjatkan untuk mendoakan jiwa-jiwa orang-orang yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian, sehingga mereka sudah pasti masuk surga, hanya sedang menunggu selesainya saat pemurniannya. Dalam masa pemurnian ini mereka terbantu dengan doa-doa kita, seperti halnya pada saat kita kesusahan sewaktu hidup di dunia ini, kita terbantu dengan doa-doa umat beriman lainnya yang mendoakan kita. Sedangkan, untuk orang-orang yang meninggal dalam keadaan tidak bertobat, sehingga masuk ke neraka, memang kita tidak dapat mendoakan apapun untuk menyelamatkan mereka. Atau untuk orang -orang yang langsung masuk ke surga (walaupun mungkin tak banyak jumlahnya), maka doa-doa kita sesungguhnya tidak lagi diperlukan, sebab mereka sudah sampai di surga. Namun masalahnya, kita tidak pernah tahu, kondisi rohani orang-orang yang kita doakan. Pada mereka memang selalu ada tiga kemungkinan tersebut, sehingga, yang kita mohonkan dengan kerendahan dan ketulusan hati adalah belas kasihan Tuhan kepada jiwa-jiwa tersebut, agar Tuhan memberikan pengampunan, agar mereka dapat segera bergabung dengan para kudus Allah di Surga.
Pengajaran tentang Api Penyucian termasuk dalam ajaran iman De fide (Dogma):
“The Communion of the Faithful on earth and the Saints in Heaven with Poor Souls in Purgatory:
The living Faithful can come to the assistance of the Souls in Purgatory by their intercessions (suffrages).” ((Dr. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, Illinois, TAN Books ands Publishers, 1974, p.321))
Terjemahannya:
Persekutuan umat beriman di dunia dan Para Kudus di Surga dengan Jiwa-jiwa yang menderita di Api Penyucian:
Para beriman yang [masih] hidup dapat membantu jiwa-jiwa di Api Penyucian dengan doa-doa syafaat (doa silih).
Silih di sini diartikan tidak saja doa syafaat, tetapi juga Indulgensi, derma dan perbuatan baik lainnya, dan di atas semua itu adalah kurban Misa Kudus. Ini sesuai dengan yang diajarkan di Konsili Lyons yang kedua (1274) dan Florence (1439).
Jadi meskipun umat Kristen non-Katolik tidak mengakui kitab Makabe, namun sesungguhnya mereka secara obyektif tidak dapat mengelak bahwa tradisi mendoakan jiwa orang yang telah meninggal sudah ada di zaman Yahudi sebelum Kristus. Tradisi ini kemudian diteruskan oleh para rasul, seperti yang dilakukan oleh Rasul Paulus ketika mendoakan Onesiforus yang sudah meninggal, “Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya [Onesiorus] pada hari-Nya.” (2 Tim 1:18). Tradisi mendoakan jiwa orang yang sudah meninggalpun dicatat dalam tulisan para Bapa Gereja, seperti:
1) Tertullian, yang mengajarkan untuk menyelenggarakan Misa kudus untuk mendoakan mereka pada perayaan hari meninggalnya mereka setiap tahunnya. ((Tertullian, De Monogamia 10; De exhort cas II, lif. St. Cyprian, Ep 1, 2)).
2) St. Cyril dari Yerusalem dalam pengajarannya tentang Ekaristi memasukkan doa-doa untuk jiwa orang-orang yang sudah meninggal ((St. Cyprian, Cat., Myst., 5.9 et seq)).
3) Sedangkan St. Yohanes Krisostomus dan St Agustinus mengajarkan bahwa para beriman dapat mendoakan jiwa orang-orang yang meninggal dengan mengadakan derma. ((St. Yohanes Krisostomus, Phil; hom 3,4; St. Agustinus, Enchiridion 110; Sermo 172, 2, 2)).
Karena hal mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal telah diajarkan dalam Kitab Suci dan telah dilakukan oleh Gereja sejak awal mula, terutama dalam perayaan Ekaristi maka, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1032 Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan: “Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45). Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi Bdk. DS 856. untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang mati.
“Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya Bdk. Ayb 1:5., bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka” (Yohanes Krisostomus, hom. in 1 Cor 41,5).
KGK 1371 Kurban Ekaristi juga dipersembahkan untuk umat beriman yang mati di dalam Kristus, “yang belum disucikan seluruhnya” (Konsili Trente: DS 1743), supaya mereka dapat masuk ke dalam Kerajaan Kristus, Kerajaan terang dan damai:
“Kuburkanlah badan ini di mana saja ia berada: kamu tidak perlu peduli dengannya. Hanya satu yang saya minta kepada kamu: Di mana pun kamu berada, kenangkan saya pada altar Tuhan” (Santa Monika sebelum wafatnya, kepada santo Augustinus dan saudaranya: Agustinus, conf. 9,11,27).
“Lalu kita berdoa [dalam anaforal untuk Paus dan Uskup yang telah meninggal, dan untuk semua orang yang telah meninggal pada umumnya. Karena kita percaya bahwa jiwa-jiwa yang didoakan dalam kurban yang kudus dan agung ini, akan mendapat keuntungan yang besar darinya… Kita menyampaikan kepada Allah doa-doa kita untuk orang-orang yang telah meninggal, walaupun mereka adalah orang-orang berdosa… Kita mengurbankan Kristus yang dikurbankan untuk dosa kita. Olehnya kita mendamaikan Allah yang penuh kasih sayang kepada manusia dengan mereka dan dengan kita” (Sirilus dari Yerusalem, catech. myst. 5,9,10).
KGK 1414 Sebagai kurban, Ekaristi itu dipersembahkan juga untuk pengampunan dosa orang-orang hidup dan mati dan untuk memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan.
Maka memang, mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal bagi orang Katolik merupakan salah satu perbuatan kasih yang bisa kita lakukan, terutama kepada orang-orang yang kita kasihi yang telah mendahului kita. Ini adalah salah satu dogma yang semestinya kita jalankan, sebagai orang Katolik. Tentu saja, kita tidak bisa memaksakan hal ini kepada mereka yang tidak percaya. Namun bagi kita yang percaya, betapa indahnya pengajaran ini! Kita semua disatukan oleh kasih Kristus: kita yang masih hidup dapat mendoakan jiwa-jiwa yang di Api Penyucian, dan jika kelak mereka sampai di surga, merekalah yang mendoakan kita agar juga sampai ke surga. Doa mereka tentu saja tidak melangkahi Perantaraan Kristus, sebab yang mengizinkan mereka mendoakan kita juga adalah Kristus, sebab di atas semuanya, Kristuslah yang paling menginginkan agar kita selamat dan masuk ke surga. Jadi doa para kudus saling mendukung dalam karya keselamatan Allah bagi manusia. Kita tergabung dalam satu persekutuan orang-orang kudus, karena kita semua adalah anggota Tubuh Kristus yang diikat oleh kasih persaudaraan yang tak terputuskan oleh maut, sebab Kristus Sang Kepala, telah mengalahkan maut itu bagi keselamatan kita.
Syalom,
Kutipan di atas: “Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Ny kepadanya [Onesiorus] pada hari-Nya.” (2 Tim 1:18). Mohon penjelasan apakah “pada hariNya” menunjukkan hari meninggalnya Onesiorus?
Terima kasih
[Dari Katolisitas: “Pada hari-Nya” mengacu kepada hari Penghakiman, yang dapat diartikan sebagai hari kematian, maupun Penghakiman Terakhir. Silakan membaca selanjutnya di artikel ini, silakan klik.]
dalam artikel di atas dikatakan: doa- doa yang dipanjatkan untuk mendoakan jiwa-jiwa orang-orang yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian, sehingga mereka sudah pasti masuk surga, hanya sedang menunggu selesainya saat pemurniannya.
apakah itu berarti masing2 jiwa dalam Api penyucian memiliki waktu yang berbeda dalam selesainya pemurnian? atau secara bersamaan?
dari artikel di atas saya mendapat pengertian bahwa doa tsb bukan ditekankan pada masalah mendoakannya tapi pada perbuatan kasih kita yang pada akhirnya membantu kita untuk selamat juga.. karena jiwa2 dalam Api Penyucian sudah pasti masuk surga bukan? apakah kesimpulan saya ini sudah benar?
Shalom Exodus,
Lamanya waktu seseorang berada di dalam Api Penyucian adalah berbeda antara satu dengan yang lain, karena proses penyucian jiwa antara satu orang dengan yang lain juga berbeda-beda. Hanya Tuhan saja yang tahu apakah jiwa seseorang telah murni dan sempurna dalam kasih, sehingga dapat menghadap Allah muka dengan muka dalam Kerajaan Allah.
Memang doa kita dapat membantu, karena memang tidak ada doa yang sia-sia, apalagi kalau doa tersebut mengalir dari kasih yang dalam. Berdoa untuk jiwa-jiwa di Api Penyucian, juga merupakan ungkapan kasih kita kepada sesama kita. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
terima kasih jawabannya pak Stef, kalau berbeda2 adalah lebih masuk akal bila doa2 kita berguna untuk orang2 yang ada dalam Api Penyucian
Apakah doa arwah juga diajarkan oleh Yesus? karena menurut teman saya yang protestan tidak ada perintah Yesus ttg doa arwah itu pula salah satu mengapa protestan tidak menerima kitab deuterokanonika yang di terima oleh Gereja Katolik, karena menurut dia ke 66 kitab itu semuanya menekankan ttg Yesus Kristus
Shalom Exodus,
Fakta bahwa teks Kitab PL Septuaginta adalah kitab yang lebih banyak dikutip dalam kitab Perjanjian Baru, yaitu 340 kali (90%) jika dibandingkan dengan PL Ibrani yang hanya 33 kali (10%), maka kita mengetahui bahwa di zaman Yesus, kemungkinan besar Kitab Suci yang dipergunakan oleh Yesus dan para Rasul-Nya adalah Kitab Septuaginta, yaitu Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Yunani.
Nah, dalam Kitab-kitab ini sudah ada ajaran untuk mendoakan arwah yang sudah meninggal, yang secara eksplisit tertulis dalam kitab 2 Makabe 12:38-45. Nah, maka walaupun Yesus tidak mengajarkan secara eksplisit tentang doa arwah, namun Ia tidak melarangnya. Rasul Yohanes mengajarkan agar kita melakukan segala perintah Allah (1 Yoh 3:24); ini termasuk juga dengan perintah Allah untuk mendoakan orang-orang yang sudah meninggal, sebagai wujud perbuatan kasih kita kepada mereka. Rasul Paulus juga melakukan hal ini dengan mendoakan sahabatnya Onesiforus, sebagaimana pernah diulas di sini, silakan klik. Selanjutnya tentang Mengapa kita mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal, klik di sini.
Sehubungan dengan pertanyaan Anda ini, saya mengundang Anda untuk membaca terlebih dahulu artikel-artikel tentang Kitab Suci, kitab-kitab Deuterokanonika dan Septuaginta, silakan klik di judul-judul berikut ini:
Perkenalan dengan Kitab Suci (bagian ke-2)
Apakah Deuterokanonika tidak termasuk dalam Alkitab?
Menjawab Keberatan tentang Septuaginta dan Deuterokanonika
Tentang Kitab-kitab Deuterokanonika
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
terima kasih bu Ingrid untuk penjelasannya, mengenai link2 yang ibu berikan saya sudah baca sebelumnya hanya pertanyaan itu saya ajukan disini karena teman saya bersikeras bahwa hal itu tidak di ajarkan oleh Yesus, barangkali mungkin ada tambahan lain yg bisa saya berikan kepada dia sebagai jawaban :)
[Dari Katolisitas: Apakah jawaban saya di link ini, silakan klik, belum dapat menjadi tambahan masukan bagi Anda?]
shalom Katolisitas,
saya pribadi berterima kasih dengan kesempatan membaca ulasan yg kemudian didiskusikan. banyak hal yg saya dapatkan menambah pengetahuan saya dlm merenungkan akan maksud firman Tuhan yang tertulis dalam alkitab. saya kagum dengan kekayaan kaum katolik akan sumber pengajaran iman yang begitu lengkap yang begitu sulit saya temukan dikalangan saya (non katolik). dari bahasan diatas saya memiliki kesimpulan sederhana sebagai berikut : 1. bahwa jiwa seseorang tidak akan mati (jiwa tidak akan binasa). 2. yang kita kenal dengan kematian didunia fana adalah kematian tubuh. 3. jiwa manusia yang sdh terpisah krn kematian memiliki 3 kemungkinan besar yg pertama lsg ke neraka krn dosa yang tdk terampuni (dosa berat dan tidak bertobat); yang kedua tidak dapat langsung ke surga (krn dlm masa ketika hidup masih tercemar oleh perbuatan dosa ringan) dan yang ketiga jiwanya langsung ke surga (krn dalam hidupnya didunia perbuatan kasihnya sangat luar biasa dan menghindari dari kecemaran dosa). dari kesimpulan sy yg sangat sederhana ini mohon penegasan dari Katolisitas apakah demikian ?
selanjutnya tentang kebangkitan tubuh (1 Kor 15:35-58) : mohon penjelasan tentang maksud ayat 51-56. sebelumnya sy sampaikan banyak terima kasih Tuhan memberkati.
Shalom Sulu,
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Memang setelah meninggal, maka jiwa seseorang akan dihakimi (lih. Ibr 9:27). Di dalam Gereja Katolik, hal ini disebut Pengadilan Khusus, di mana seseorang yang telah meninggal langsung diadili secara pribadi, dengan kemungkinan: neraka, Api Penyucian dan Surga.
Dalam 1Kor 51-56, maka kita melihat adanya penjelasan tentang apa yang terjadi ketika kematian dikalahkan, yaitu dalam kebangkitan orang mati, yang terjadi pada akhir zaman ketika nafiri yang terakhir dibunyikan. Ketika semua tubuh telah dibangkitkan dan kemudian bersatu dengan jiwa masing-masing, maka akan terjadi Pengadilan Umum.
Penjelasan tentang kebangkitan badan secara detil dapat dilihat di sini – silakan klik dan tentang Pengadilan Khusus dan Pengadilan Umum ada di artikel ini – silakan klik. Silakan untuk membaca dua link tersebut. Kalau masih ada pertanyaan, silakan menuliskannya lagi, dan kami akan mencoba menjawab semampu kami. Semoga Roh Kudus terus menerangi kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih utk Tim Katolisitas terutama utk pak Stef dan Bu Ingrid yang tlh dgn setia melayani pertanyaan2 yang masuk, sya ingin bertanya mengenai doa orang2 yang telah berada dlm kerahiman Allah (org kudus). Dimanakah sya bisa mendapatkan ayat2 yang menjelaskan bahwa mereka senantiasa mendoakan kita yang msh mengembara di dunia ini. Terima kasih sblmnya. Tuhan memberkati pak Stef dan ibu Ingrid beserta Tim
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini terlebih dahulu, silakan klik]
Siapa saja yang boleh memimpin Ibadat Sabda Peringatan Arwah ?
[dari Katolisitas: No hp dan Pin BB Anda kami catat, namun tidak kami tayangkan, terima kasih]
Salam Andreas,
Siapa saja boleh memimpin Ibadat Sabda Peringatan arwah, asal sungguh mempersiapkan diri.
Doa dan Gbu,
Rm Boli
Salam kasih dalam Kristus,
> Namun masalahnya, kita tidak pernah tahu, kondisi rohani orang-orang yang kita doakan. Pada mereka memang selalu ada tiga kemungkinan tersebut, sehingga, yang kita mohonkan dengan kerendahan dan ketulusan hati adalah belas kasihan Tuhan kepada jiwa-jiwa tersebut, agar Tuhan memberikan pengampunan, agar mereka dapat segera bergabung dengan para kudus Allah di Surga.
# Banyak sekali ungkapan kata ‘TIDAK PERNAH TAHU’ saya temukan dalam diskusi di Blok Katolisitas ini. Salah satu contohnya adalah kutipan diatas.
‘TIDAK PERNAH TAHU’adalah ungkapan rational atau nalar, bukan ungkapan keimanan. Padahal ada yang mengatakan nalar adalah musuh iman. Kalau kita mengaku sebagai orang yang beriman, maka kata ‘TIDAK PERNAH TAHU’ seharusnya tidak kita gunakan. Kita orang beriman Katolik harusnya hanya bilang ‘YAKIN’ atau ‘PERCAYA’ sebagai pengganti kata ‘TAHU’ dan ‘TIDAK YAKIN’ atau ‘TIDAK PERCAYA’ sebagai pengganti kata ‘TIDAK PERNAH TAHU’
Sebagai contoh, bila ditanya Tuhan, Surga, malaekat dan api penyucian itu ada atau tidak, kita jawab YAKIN ADA, walau kita tidak tahu dan tidak bisa membuktikan secara nalar(rasional). Kalau kita bilang ‘TIDAK TAHU’ berarti kita menjawab secara rasional.
Demikian juga bila kita mengatakan ungkapan rasional ‘Tidak Pernah Tahu’terhadap kondisi rohani arwah yang kita doakan.Kita seharusnya ‘YAKIN’ bahwa yang kita doakan pasti mendapat pengampunan Tuhan, karena Tuhan Maha Rahim. Bukankah Yesus pernah bersabda : “Akulah jalan, kebenaran dan hidup’. Dilain kesempatan juga bersabda :’ Mintalah maka akan Kuberi’. Juga ada sabda lain :’Imanmu menyelamatkan kamu’.
Jadi orang Katolik harus YAKIN kalau apa yang dikatakan Yesus itu benar. Misal bersabda ‘Mintalah kan kuberi’, kita harus YAKIN doa kita utk arwah pasti dikabulkan.Dan apabila arwah yang kita doakan kita YAKINI sudah berkumpul dengan para orang kudus di surga, gantian mereka mendoakan kita, maka secara tidak langsung iman kita telah menyelamatkan kita seperti apa yang disabdakan Yesus.
Maka apabila kita pernah mendoakan arwah di api penyucian pada bulan November, kita sebaiknya tidak mengungkapkan dengan kata2 ‘TIDAK TAHU’ apakah mereka masih diapi penyucian atau sudah disurga. Kita harus YAKIN mereka diampuni dosanya dan masuk surga berkumpul dengan para kudus, sehingga bisa kira mintai doa saat kita mendaraskan doa tobat. Kalau kita mengatakan ‘TIDAK TAHU’ berarti tidak YAKIN atau masih MERAGUKAN kerahiman Tuhan. Ungkapan ‘YAKIN’ Tuhan telah mengampuni dosa mereka bukan berarti MENDIKTE Tuhan utk mengampuni dosa mereka. Ada perbedaan makna “YAKIN Tuhan mengampuni” dan “PASTI Tuhan mengampuni” Kata ‘PASTI’ merupakan ungkapan rasional. Ungkapan yang mendikte Tuhan adalah kata ‘HARUS Tuhan mengampuni.’ Jadi ada perbedaan makna.
Karena kita telah meyakini yang kita doakan telah masuk surga, maka pada bulan November tahun berikutnya kita tidak perlu mendoakan arwah yang telah kita doakan tahun sebelumnya, kita justru mengucapkan syukur mereka telah masuk surga dan mendoakan kita. Pada bulan November, arwah leluhur yang sudah belasan tahun atau puluhan tahun menghadap Tuhan dan yang tidak kita doakan lagi karena diYAKINI sudah berada disurga berkat doa tahun sebelumnya , kita tinggal tinggal mendoakan yang kita YAKINI belum masuk surga, misal baru setahun meninggal dunia. Jadi daftar arwah yang didoakan setiap tahun selalu diupdate. Kalau daftar nama arwah yang didoakan bulan november masih sama dengan tahun sebelumnya atau bertambah yang baru, maka berarti kita tidak YAKIN Tuhan mengabulkan doa kita atau kita masih MERAGUKAN kerahiman Tuhan. Demikian pendapat pribadi saya. Berkah Dalem.
Salam,
Suparnawa
Shalom Ompapang,
Di situs ini kami tidak dapat menyampaikan pandangan pribadi ataupun kehendak pribadi kami. Yang kami sampaikan di sini adalah ajaran iman Katolik, sebagaimana disampaikan oleh tiga pilar kebenaran, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja Katolik. Maka topik-topik yang jelas tercakup dalam ketiga pilar tersebut, dapat kami jabarkan dengan pasti; sedangkan topik-topik yang tidak tertulis secara eksplisit, tidak dapat kami jabarkan dengan tingkat kepastian yang sama dengan apa yang tertulis secara eksplisit. Untuk topik-topik tersebut, yang dapat kami sampaikan adalah prinsipnya yang diajarkan dalam ketiga pilar itu, dan kemudian menarik kesimpulan berdasarkan prinsip itu. Namun adakalanya, memang kita tidak dapat mengetahui dengan pasti jawaban semua pertanyaan, justru karena yang ditanyakan tidak menyangkut ajaran iman, namun berkaitan dengan kedalaman hati tiap-tiap orang, yang hanya Tuhan saja yang mengetahuinya. Dalam keadaan ini, maka kami tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengatakan, bahwa tentang ini kami tidak tahu, sebab sebagai manusia biasa, kami tidak dapat mengetahuinya.
Namun, jika topik yang diajukan itu menyangkut ajaran iman yang sudah jelas diajarkan oleh Gereja, dan kita dapat membaca langsung ke sumbernya, tentu saja kita dapat mengatakan bahwa kita tahu, dan kita dapat dengan yakin dan percaya akan kebenaran ajaran tersebut.
Oleh karena jika kita melihat contoh yang Anda sampaikan, tentu saja kami juga dapat menjawab kita yakin dan percaya bahwa Tuhan, Surga, malaikat dan Api Penyucian itu ada. Mengapa? Karena kita mengetahui bahwa hal-hal tersebut jelas diajarkan dalam Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Tetapi tentang kondisi rohani setiap arwah yang kita doakan, itu bukan merupakan ajaran iman, sebagaimana kondisi rohani Anda dan saya tidak dapat diketahui oleh orang lain secara persis.
Maka yang kita ketahui dengan pasti tentang mendoakan arwah itu adalah: Tuhan menghendaki kita untuk mendoakan jiwa-jiwa orang beriman yang sudah meninggal, terutama dengan mempersembahkan ujud dalam kurban Ekaristi kudus, agar mereka dapat memperoleh penghapusan dosa-dosa mereka (lih. 2 Mak 12:42-45). Namun hal sampai berapa lama, tidak pernah ada patokan tertulis yang pasti dalam Kitab Suci, Tradisi Suci ataupun ajaran Magisterium. Jika Anda menemukannya, silakan Anda memberitahukan kepada kami, kami akan mencantumkannya.
Sebab yang dapat diketahui dari ajaran St. Agustinus, misalnya, adalah, ia mendoakan arwah ibunya (St. Monika) dalam perayaan Ekaristi sebagaimana dipesankan oleh ibunya itu sebelum ia wafat. Dan selama bertahun-tahun setelah ibunya wafat, St. Agustinus selalu melakukannya, (Confession, IX, chap. xi) dan bahkan meminta murid-muridnya untuk tetap melakukannya jika ia sendiri sudah meninggal dunia. Nah, jika St. Agustinus saja tidak dapat mengatakan bahwa ia yakin ibunya pasti langsung masuk surga setelah didoakan sekitar 2-3 tahun saja (atau sedikit tahun saja), bagaimana kita dapat mengatakan bahwa kita yakin dan pasti bahwa hanya dengan sekali mendoakan di bulan November maka arwah yang kita doakan pasti akan langsung beralih ke Surga? Sebab hal ini berbeda pernyataan Allah pasti mengampuni. Kalau tentang Allah pasti mengampuni, itu kita dapat yakin dan pasti, sebab memang dikatakan demikian berkali-kali dalam Kitab Suci. Demikian pula, kita dapat dengan yakin mengatakan bahwa jiwa-jiwa yang di Api Penyucian pasti diampuni oleh Tuhan dan pasti akhirnya masuk Surga. Tetapi kapankah tepatnya jiwa-jiwa itu dinyatakan oleh Tuhan telah melunasi semua konsekuensi dosa yang harus ditanggungnya sehingga dapat masuk Surga, itu yang kita tidak dapat tahu dengan pasti.
Kekecualian memang terjadi pada orang-orang yang diberi karunia khusus oleh Tuhan. Mereka itu memperoleh karunia penglihatan, bahwa jiwa-jiwa yang mereka doakan selama beberapa waktu kemudian beralih di Surga. Penglihatan ini misalnya dialami oleh St. Nikolas dari Tolentino, yang kemudian dikenal sebagai Santo pelindung jiwa-jiwa di Api Penyucian, lalu juga hal ini dialami oleh para orang kudus lainnya, seperti St. Yohanes Massias, St. Padre Pio, St. Faustina, dst. Namun umumnya kebanyakan orang tidak diberi karunia ini, sehingga kita tidak dapat tahu dengan pasti bahwa hanya dengan mendoakan dalam sekali bulan November atau sedikit tahun saja, lalu pasti mereka yang kita doakan langsung beralih ke Surga, dan tahun depannya tidak perlu didoakan lagi. Sebab hal peralihan seorang ke Surga itu bukan hanya ditentukan dari kemurahan dan belas kasih Tuhan, tetapi juga dari kondisi rohani jiwa tersebut, apakah dia sudah siap atau belum untuk bersatu dengan Tuhan di Surga, atau apakah ia telah ‘membayar sampai lunas semua hutangnya’ (lih. Mat 5:26), apakah sudah tidak ada sesuatupun yang najis dalam jiwanya yang menghalanginya untuk masuk Surga (lih. Why 21:27). Sedangkan hutang mereka saja, kita tidak dapat tahu, apalagi apakah sudah lunas atau belum di hadapan Tuhan. Kalau kami mengatakan bahwa kami mengetahui keadaan rohani setiap orang, malah kami berbohong, dan itu sungguh tak dapat kami lakukan. Kalau Anda merasa Anda dapat mengatakan bahwa Anda mengetahui kondisi rohani orang lain, itu adalah hak Anda, tetapi kami tidak dapat mengatakan demikian.
Maka dengan menyampaikan ajaran Gereja bahwa kita harus terus mendoakan jiwa-jiwa orang beriman tanpa batasan tahun, itu bukan berarti kami tidak percaya akan kerahiman Tuhan. Kami sungguh percaya akan kerahiman dan kasih-Nya. Namun yang kami tidak dapat tahu (dan seharusnya kalau Anda mau jujur, Andapun sesungguhnya tidak tahu), adalah keadaan rohani setiap orang, untuk memastikan kapankah saatnya jiwa tertentu dipandang oleh Allah telah siap untuk bersatu dengan Allah di Surga. Karena kita tidak dapat tahu, maka kita perlu untuk terus mendoakan jiwa-jiwa itu. Allah sendiri berkenan dengan sikap seperti ini, sebab Ia bahkan memuji orang yang dengan tekun dan tak jemu memohon kepada Tuhan (lih. Luk 18:1-8). Sebab akan ada saatnya permohonan itu dikabulkan Tuhan, seturut kehendak-Nya.
Justru kalau Anda berpendapat bahwa hanya dengan berdoa sedikit kali saja pasti dikabulkan, malah Anda menentang prinsip yang Anda tuliskan sendiri, sebab dengan sikap demikian Anda mengharuskan/ mendikte Tuhan untuk mengabulkan permohonan sesuai dengan waktu dan kehendak Anda. Saya percaya bukan itu maksud Anda. Sebab sikap yang benar dalam berdoa, sebagaimana diajarkan oleh Kristus adalah “Jadilah kehendak-Mu” (Mat 6:10), dengan tetap percaya bahwa Allah yang adalah Bapa kita yang penuh kasih, mengetahui apa yang terbaik bagi kita anak-anak-Nya. Maka kita selayaknya percaya bahwa Tuhan akan membuat segala sesuatunya indah pada waktunya (Pkh 3:11); dan bagian yang harus kita lakukan adalah merendahkan diri di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kita ditinggikan pada waktunya (1 Ptr 5:6) seturut kebijaksanaan-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam, Tim katolisitas,
Saya ingin bertanya,
pada saat ziarah ketika peringatan hari arwah, doa apa yang harus diucapkan atau dilakukan, selain doa Rosario, apakah cukup dengan Rosario atau bisa ditambah, seperti doa Kerahiman Ilahi? Apakah dalam gereja ada tata cara doa ketika ziarah dan ketentuan untuk perlengkapan seperti bunga atau lilin ?
Dan untuk melakukan ziarah, apakah dalam gereja diperbolehkan melakukannya setiap waktu sesuai masing2 pribadi selain hari arwah atau hanya pada saat peringatan hari arwah?
Terimakasih,
Theresia
Shalom Theresia,
Cara yang terbaik untuk medoakan arwah adalah:
1) Memasukkan intensi Misa untuk keselamatan jiwa orang yang Anda doakan, khususnya pada bulan November, terutama pada hari arwah tanggal 2 November.
2) Mengunjungi kuburnya antara tanggal 1 s/d 8 November, dan mendoakan di sana dengan sungguh-sungguh. Doanya tidak diharuskan doa apa, tetapi jika untuk persyaratan Indulgensi adalah mendoakan intensi Bapa Uskup pada bulan itu, yang minimal dipenuhi dengan doa satu kali Bapa Kami dan satu kali Salam Maria, atau doa lain untuk mendoakan Bapa Paus. Selanjutnya untuk ketentuan untuk memperoleh Indulgensi penuh, silakan klik di sini.
3) Menerima Komuni kudus pada hari yang sama dengan pada saat mengunjungi kubur dan berdoa bagi intensi Bapa Paus.
4) Mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa dalam rentang waktu seminggu sebelumnya atau seminggu sesudah mengunjungi kubur.
5) Tidak mempunyai keterikatan terhadap dosa, termasuk keterikatan terhadap dosa ringan.
Nah, jika semua syarat dipenuhi, maka dapat diperoleh Indulgensi penuh. Jika ada yang tidak terpenuhi, yang diperoleh adalah indulgensi sebagian. Selanjutnya tentang bagaimana memperoleh Indulgensi, klik di sini.
Melihat ketentuan itu, maka, ya Anda boleh mendoakan doa rosario, dan doa-doa lainnya sebagaimana disebut dalam ketentuan tersebut, ataupun menambahkan doa-doa lainnya dengan penuh kesungguhan dan devosi. Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada persyaratan bunga atau lilin. Yang terpenting adalah doa-doa yang dipanjatkan dengan sungguh-sungguh. Namun demikian, silakan saja untuk membawa bunga ataupun lilin jika dikehendaki sebagai ungkapan kasih dan penghormatan, hal itu tidak dilarang.
Sepanjang bulan November ditentukan sebagai bulan untuk mendoakan Arwah. Maka silakan mengunjungi kubur dan mendoakan arwah secara khusus pada bulan tersebut. Namun demikian, mendoakan arwah, tidak terbatas hanya pada bulan November. Kita dapat tetap mendoakan jiwa-jiwa sesama kita yang telah wafat (baik keluarga, sahabat, maupun semua jiwa-jiwa di Api Penyucian) setiap hari.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terimakasih Ibu Inggrid atas jawabannya yang sangat membantu. :)
Salam,
Theresia
Dear ibu Inggrid
Kedua orang tua saya dikremasi dan abunya dilarung ke laut sedang untuk indulgensi harus ke kubur, selama ini kami tidak pernah mengunjungi tempat dilarung karena ke dua orangtua kami mengatakan dust to dust yang penting mendoakan arwah dari mana saja bisa dilakukan karena kedua orang tua kami tidak ingin menyusahkan keturunannya sehingga menginginkan dikremasi dan dilarung. Mohon info
Salam Caroline
[Dari Katolisitas: Silakan menghubungi Romo dan komunitas gerejawi di paroki Anda, sebab jika banyak umat yang mengalami seperti Anda, dapat diadakan Misa untuk mendoakan arwah di tepi pantai dekat paroki yang bersangkutan. Hal tersebut beberapa kali pernah dilakukan oleh paroki Stella Maris, Pluit, Jakarta Utara. Namun sekalipun hal ini tidak dapat dilakukan, maka di bulan November ini (bulan untuk memperingati arwah), Anda tetap dapat mengunjungi kubur manapun, lalu berdoa untuk jiwa-jiwa orang yang telah meninggal di sana, termasuk juga untuk jiwa-jiwa orang tua Anda. Selanjutnya jika Anda bermaksud mempersembahkan indulgensi untuk jiwa-jiwa orang tua Anda, silakan memenuhi persyaratan Indulgensi, sebagaimana pernah diulas di sini, silakan klik. Di atas semua itu, jangan lupa bahwa doa yang terbaik adalah dengan mengajukan ujud Misa Kudus untuk mendoakan keselamatan orang tua Anda, sebab ini sesuai dengan 2 Mak 12: 38-45).]
Selamat siang Ibu Inggrid & Bp. Stefanus,
Ibu saya baru saja meninggal dunia. Saya ingin mendoakan arwahnya. Saya belum paham mengenai doa 7 hari, 40 hari 100 hari. Mohon penjelasannya, sesuai ajaran Katolik.
Terima kasih.
Shalom Rina,
Kami turut berduka cita atas meninggalnya ibu Anda. Semoga kerahiman Allah menyambutnya, dan Tuhan memberi penghiburan dan kekuatan iman kepada segenap keluarga yang ditinggalkannya.
Sepanjang pengetahuan kami, Gereja tidak mengharuskan tentang mendoakan jiwa orang-orang yang meninggal pada hari ke 7 atau ke-40 ataupun ke-100. Yang diajarkan secara eksplisit adalah agar kita mendoakan jiwa-jiwa orang beriman yang telah meninggal dunia pada sepanjang bulan November, terutama dari tanggal 1 s/d 8 November. Pada masa sembilan hari itu, Gereja mendoakan para jiwa orang beriman, dan memasukkannya dalam intensi Misa Kudus. Gereja memberikan Indulgensi penuh dan Indulgensi sebagian, bagi umat yang mendoakan dan bagi jiwa-jiwa tersebut, jika kita memenuhi keadaan yang disyaratkan. Tentang bagaimana agar memperoleh Indulgensi, silakan membaca di sini, silakan klik. Sedangkan tentang Apa itu Indulgensi, silakan klik di sini.
Selebihnya, silakan saja mendoakan jiwa-jiwa tersebut pada kesempatan lainnya, misalnya pada peringatan hari meninggalnya orang tua/ saudara/ kerabat kita setiap tahun, atau pada kesempatan lainnya, namun ini tidak diatur ataupun diharuskan secara mutlak oleh Gereja. Doa yang terbaik yang dianjurkan oleh Gereja adalah ujud doa dalam Misa Kudus, sebagaimana telah disebutkan dalam artikel di atas.
Selanjutnya, silakan juga mendoakan jiwa-jiwa tersebut setiap hari, dapat juga dilakukan pada pagi hari, silakan klik, ataupun dalam doa-doa pribadi lainnya, seperti intensi dalam doa rosario ataupun doa Kerahiman Ilahi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih banyak atas doanya untuk ibu saya & penjelasannya.
Salam Damai,
Rina
Dear Bu Ingrid
Ini mumpung waktunya mendekati bulan Nopember, saya mau bertanya
1. Dalam mendoakan orang yang sudah meninggal, dalam penjelasan Ibu masih agak rancu, sebenarnya doanya ditujukan untuk memohonkan ampun atas dosa-dosa yang telah dilakukan atau memohonkan indulgensi (dua hal yang berbeda kan Bu?).
2. Dilingkungan kami, kebanyakan orang memang menjadi latah, setiap orang katolik yang meninggal oleh keluarganya selalu didoakan (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dst, sampai 1000 hari ya), termasuk balita atau bahkan anak yang sudah meninggal dalam kandungan ketika dilahirkan, naka-anak inikan sebenarnyakan tidak pernah berbuat dosa sehingga menurut pendapat saya, mereka tidak perlu didoakan, apakah ibu setuju dengan pendapat ini.
Terima kasih atas perhatian dan jawaban Ibu.
Wasalam
GH
Shalom Hartono,
Pertama-tama, perlu diketahui terlebih dahulu, pengertian tentang keadaan jiwa-jiwa yang seperti apakah yang dapat kita doakan. Jika hal ini telah dipahami, maka tidak ada yang rancu.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa seseorang yang meninggal dalam keadaan sempurna dalam kasih, maka akan segera masuk Surga setelah kematian, dan dengan demikian tidak memerlukan doa-doa kita, sebab jiwanya telah bersatu dengan Tuhan. Sebaliknya, jiwa-jiwa yang meninggal dalam keadaan menolak Allah -yaitu berdosa berat dan tidak bertobat- telah memisahkan diri dari Allah, akan masuk neraka dan dalam keadaan ini, tidak dapat didoakan untuk beralih ke Surga.
Sedangkan jiwa-jiwa lainnya, yang meninggal dalam keadaan berdamai dengan Allah, artinya telah bertobat dari dosa-dosa berat, namun belum sempurna dalam kasih, mereka masih perlu dimurnikan dari dosa-dosa ringan, maupun dari konsekuensi/ siksa dosa sementara yang belum sepenuhnya dilunasi semasa hidup. Silakan membaca selanjutnya dalam artikel tentang Api Penyucian, silakan klik.
Dengan demikian di hari-hari ini (khususnya tgl 1 sd 8 Nov) Gereja mengajak kita untuk mendoakan jiwa-jiwa yang telah mendahului kita, yang berada dalam proses pemurnian di Api Penyucian. Maka kita mendoakan agar Tuhan membebaskan dari segala dosa mereka [yaitu dosa-dosa ringan yang belum sempat mereka akui sebelum wafat dan dari segala siksa dosa sementara yang masih harus mereka tanggung akibat dari dosa berat yang sudah diampuni dan dari dosa-dosa ringan tersebut]. Kedua hal ini dicontohkan dalam kisah Yudas Makabe yang mendoakan jiwa-jiwa para prajuritnya yang wafat di medan pertempuran (lih. 2 Mak 12:38-45).
Nah permohonan untuk Indulgensi adalah permohonan untuk itu. Indulgensi penuh dapat membebaskan jiwa tersebut dari segala ketidaksempurnaan kasih (dari dosa-dosa ringan dan siksa dosa sementara sebagai konsekuensi dari dosa berat yang sudah diampuni dan dari dosa-dosa ringan) sehingga jiwa tersebut dapat beralih ke Surga. Sedangkan Indulgensi sebagian memberikan keringanan bagi jiwa tersebut dalam proses pemurnian itu. Silakan membaca terlebih lanjut dalam artikel tentang Indulgensi, silakan klik.
2. Dengan maksud yang baik yaitu sebagai bentuk kasih untuk mendoakan jiwa-jiwa dari anggota keluarga yang telah meninggal, maka tidak ada salahnya mendoakan mereka setiap hari sejak mereka meninggal. Jadi doa 3hari, 7 hari, 40 hari, dst dapat saja dilakukan, sebab doa setiap hari untuk merekapun boleh dilakukan.
Tentang bagaimana keadaan jiwa-jiwa anak-anak yang meninggal sebelum dibaptis, silakan klik di sini. Prinsipnya, kita tetap dapat mendoakan jiwa-jiwa anak-anak ini, dengan mengharapkan belas kasih ilahi dari Allah, untuk keselamatan jiwa anak-anak ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
malam bu Inggrit dan Bp.Stef
sy mau tanya:
apakah boleh kita mendoakan atau bikin itensi di dalam misa utk keluarga kita yg sdh meninggal TETAPI waktu meninggal BELUM Katolik???
maafkan jika sdh ada di dlm artikel mengenai mendoakan org meninggal.. namun sy tidak atau belum membaca nya
Terima kasih atas penjelasan nya
salam kasih
ignas
Shalom Ignas,
Nampaknya, yang perlu dipegang prinsipnya adalah kita mendoakan jiwa-jiwa orang-orang yang sudah meninggal agar beroleh kemurahan Tuhan sehingga mereka dapat digabungkan dengan jiwa-jiwa para kudus dalam Kerajaan Surga. Maka, jiwa-jiwa yang dapat didoakan adalah mereka yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian. Jiwa-jiwa yang sudah berada di neraka tak dapat lagi didoakan, sebab mereka tak akan mungkin beralih ke surga, sedangkan jiwa-jiwa yang sudah ada di surga, sesungguhnya tidak memerlukan doa-doa kita lagi sebab mereka telah bersatu dengan Tuhan.
Nah, yang menjadi persoalan adalah kita tidak dapat mengetahui apakah keadaan leluhur kita, setelah wafatnya. Tentu kita memohon dan berharap agar mereka, (entah mereka Katolik atau tidak) diterima di sisi Tuhan, entah segera setelah wafatnya, ataupun jika menurut kebijaksanaan Tuhan masih perlu dimurnikan, agar mereka memperoleh kemurahan Tuhan, sehingga dapat digabungkan dengan para kudus-Nya di Surga. Pengharapan ini didasari atas iman kita akan kasih dan kebijaksanaan Tuhan kepada semua orang yang menghendaki agar setiap orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1 Tim 2:4), dan akan iman Gereja bahwa mereka yang bukan oleh karena kesalahannya sendiri tidak sampai kepada pengetahuan akan Kristus dan Gereja-Nya agar diselamatkan, namun sepanjang hidupnya selalu hidup mencari dan melakukan kehendak Allah sejauh yang dipahaminya seturut tuntunan hati nuraninya, maka iapun dapat mencapai keselamatan kekal. Namun semua ini tetap terjadi atas jasa Yesus Kristus, dan rahmat ini tetap diperoleh melalui Gereja. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
“Di luar Gereja tidak ada keselamatan”
KGK 846 Bagaimana dapat dimengerti ungkapan ini yang sering kali diulangi oleh para bapa Gereja? Kalau dirumuskan secara positif, ia mengatakan bahwa seluruh keselamatan datang dari Kristus sebagai Kepala melalui Gereja, yang adalah Tubuh-Nya:
“Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan, bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis, Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan” (LG 14).
KGK 847 Penegasan ini tidak berlaku untuk mereka, yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya:
“Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (LG 16, Bdk. DS 3866 – 3872).
Dengan demikian, maka kita tetap dapat mendoakan leluhur ataupun kerabat kita yang telah wafat, entah mereka sudah mengenal Kristus atau belum semasa hidupnya di dunia. Kita mempercayakan jiwa mereka dalam belas kasihan Tuhan, sebab pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan akan akhir hidup mereka. Bagian kita adalah mendoakan mereka semasa hidup kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dalam ajaran islam memang ada yg menganjurkan untuk mendoakan orang yg sudah meningal dan tidak mendoakan orang yg sdh meninggal seperti islam yg menganut NU(Nahdatul Ulama)itu mewajibkan pengikutnya untuk mendoakan umat muslim yg sdh meninggal sedangkan islam yg menganut ajaran MD (Muhamad Diyah) menyuruh umatnya untk tidak blh mendoakan orang yg sdh meniggal.
Dalam ajaran islam yg saya anut kelak pada hari akhir/kiamat nabi ISA as. akan di bangkitkan kmbali ke muka bumi ini untk mebimbing semua umat
Shalom A Rahmad,
Terima kasih atas komentar Anda. Dalam ajaran Gereja Katolik, Kristus yang adalah sungguh Allah dan sungguh manusia akan datang lagi ke dunia dan memerintah untuk selamanya. Namun pemerintahan-Nya bukan terjadi di bumi namun bumi yang baru atau Sorga, karena kedatangan-Nya adalah merupakan hari kiamat. Keterangan tentang hal ini dapat dibaca di artikel ini – silakan klik. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Lihat Ibrani 10:26-27
10:26 Sebab jika kita sengaja berbuat dosa , sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. 10:27 Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka.
Artinya dosa tetap dosa, setelah kematian tidak ada lagi cara untuk menghapus dosa. artinya kalau kita sdh tahu kebenaran dan tetap melakukan dosa, ya api neraka akan menghanguskan kita. Makanya kita hanya minta pimpinan Roh Kudus agar paham dan mengerti akan kebenaran Firman Tuhan…Shalom dan Tuhan memberkati
Shalom Pet,
Saya tidak tahu apakah Anda setuju atau tidak setuju bahwa kita dapat mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dari komentar Anda. Apakah kalau dosa tetap dosa, maka Anda tidak setuju adanya dosa ringan dan dosa berat dan dosa yang mendatangkan maut dan dosa yang tidak mendatangkan maut? Sebagai catatan pada waktu umat Katolik mendoakan jiwa-jiwa yang meninggal, maka yang dapat didoakan adalah jiwa-jiwa di Api Penyucian. Jiwa yang di neraka tidak dapat diubah keadaannya dengan doa-doa kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom Pet,
Saya tidak tahu apakah Anda setuju atau tidak setuju bahwa kita dapat mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dari komentar Anda. Apakah kalau dosa tetap dosa, maka Anda tidak setuju adanya dosa ringan dan dosa berat dan dosa yang mendatangkan maut dan dosa yang tidak mendatangkan maut? Sebagai catatan pada waktu umat Katolik mendoakan jiwa-jiwa yang meninggal, maka yang dapat didoakan adalah jiwa-jiwa di Api Penyucian. Jiwa yang di neraka tidak dapat diubah keadaannya dengan doa-doa kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
bu Inggrit dan Bp.Stef
sy mau tanya:
apakah boleh kita mendoakan atau bikin itensi di dalam misa utk keluarga kita yg sdh meninggal TETAPI waktu meninggal BELUM Katolik???
maafkan jika sdh ada di dlm artikel mengenai mendoakan org meninggal.. namun sy tidak atau belum membaca nya
Terima kasih atas penjelasan nya
salam kasih
ignas
[dari katolisitas: Tidak menjadi masalah untuk mendoakan anggota keluarga yang belum Katolik, karena kita tidak tahu jiwa anggota keluarga kita ada di mana. Dan kita hanya mengharapkan belas kasih Tuhan. Dalam setiap Misa, Gereja senantiasa mendoakan jiwa-jiwa yang masih berada di dalam Api Penyucian.]
Shalowm Ignas Royadi, lakukan saja, toh anda seorang Katolik, tentu berdoa dgn cara Katolik & melalui Gereja Katolik, jd tidak ada salahnya membuat intensi/wujud utk keluarga yg sdh meninggal meskipun ybs bukan Katolik. Di dlm ekaristi kita berdoa jg utk para pemimpin negara yg bukan Katolik kan?
Tetap Semangat Demi Kemuliaan Allah!
Tidak ada dasar kebenarannya mendoakan orang mati, sekalipun alasannya untuk kasih dan keselamatan. Sekalipun kita berdoa untuk orang mati, doa itu tidak akan mengubah kondisi mereka yang dalam keadaan roh, sebab alam roh adalah kekal.
Dan tidak ada satupun dalam Alkitab yang memerintahkan untuk melakukan praktek demikian (Api penyucian / doa orang mati / babtisan bagi orang mati dll).
Paulus pun pernah mengkritik sidang Korintus yang gemar praktek ini namun malah tidak mempercayai lagi tentang hari kebangkitan. Ayat inipun tidak memiliki nilai perintah untuk dibabtis bagi orang mati.
Tentang si kaya dan lazarus sudah jelas tempat orang mati adalah di Firdaus atau Hades, bukan ditengah2 (menunggu api penyucian), dan di dalam kisah itu sikaya tidak meminta doa keselamatan dari keluarganya yang masih hidup.
Penjahat disamping Yesus yang bertobat, loangsung menuju Firdaus, tanpa menunggu api penyucian.
JAdi Alkitab / Firman ALlah tidak pernah memerintahkan kita untuk melakukan praktek-2 seperti Api penyucian, doa orang mati atau babtisan orang mati.
Semua yang dilakukan oleh para nabi, rasul, dan semua hamba 2 Tuhan hanyalah berdasarkan perintah Allah. Tapi coba anda teliti lagi dalam MAKABE 2, apakah tokoh yang melakukan prakrtek doa bagi orang mati berdasarkan perintah Allah ? Tapi jelas praktek2 yang di lakukan oleh tokoh di MAKABE 2 adalah hanya gagasan pribadinya yang terdorong rasa kasih / belas kasih pada jiwa2 yang terlanjur mati tanpa keselamatan.
Sekalipun berdasarkan kasih, untuk apa kita repot2 melakukan hal itu bila ALlah sendiri tidak memerintahkan ?
Mungkin anda bertanya, sekalipun Allah tidak memerintahkan, bukan berarti mustahil kan ?
Bukan perkara mustahil atau tidak, tapi lebih bermanfaat bila melakukan semua yang diperintahkan Allah dengan tekun dan setia. sebab tidak ada korban menghapus dosa dalam alam barsah.
Tidak ada istilah Jembatan antara orang mati dan hidup, yang ada Yesus menjadi Jembatan antara Allah dan manusia. Korban Kristus hanya berlaku bagi orang yang masih hidup tapi mengalami kematian rohani (tertawan oleh dosa), bukan kematian di alam barsah.
Yang lebih konyol lagi, ada gereja tertentu yang malakukan praktek ini bukan istilah Api Penyucian, tapi malah mereka mengundang jiwa-jiwa orang mati untuk datang dalam kebaktian dan menikmati sakramen-2 yang diwakili oleh hamba Tuhan.
Sudah jelas hal ini kekejian bagi Allah. Silahkan baca sepanjang perjanjian lama, khususnya tentang bersekutu dengan arwah-arwah.
Shalom John,
1. Mendoakan orang mati?
Nampaknya ada salah paham di sini. Sebab Kristus sendiri mengajarkan kepada kita bahwa orang-orang yang meninggal dunia di dalam Kristus itu bukan orang-orang yang mati, melainkan orang-orang yang hidup. Kristus bersabda, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati…. ” (Yoh 11:25)
Maka jika umat Katolik mendoakan orang percaya yang meninggal, itu adalah karena kami mengimani sabda Tuhan ini, yaitu bahwa jiwa mereka tetaplah hidup, walaupun badannya sudah mati. Nah, jiwa-jiwa orang beriman yang meninggal dalam keadaan kudus/ sempurna, dapat bersatu dan memandang Allah dalam Kerajaan Surga (lih. Mat 5:8; Ibr 12:14) namun bagi jiwa-jiwa yang belum sempurna, perlu dimurnikan terlebih dahulu seperti melalui api, sebelum ia diselamatkan (lih. 1 Kor 3:15).
Silakan membaca artikel: Bersyukurlah ada Api Penyucian, silakan klik. Di sana disebutkan dasar-dasar ayat Kitab Suci tentang Api Penyucian.
2. Rasul Paulus mengkritik praktek mendoakan arwah?
Tidak. Rasul Paulus sendiri mendoakan arwah temannya yaitu Onesiforus. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Jika yang Anda maksudkan adalah ayat 1 Kor 15:29, ayat tersebut tidak mengatakan apapun tentang mendoakan arwah. Ayat tersebut mengatakan, “Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?” (1 Kor 15:29).
Melalui ayat ini Rasul Paulus hanya mau menyebutkan suatu kebiasaan yang menunjukkan adanya kepercayaan jemaat akan kebangkitan. Menurut penjelasan The Navarre Bible, kemungkinan sebagian jemaat Korintus memiliki kebiasaan untuk membaptis anak-anak mereka atas nama/ dalam nama kerabat Kristen mereka yang telah meninggal dunia, dengan harapan agar mereka juga dapat mengambil bagian di dalam kebangkitan Kristus. Rasul Paulus tidak memuji ataupun mengecam kebiasaan ini, ia hanya mengatakan bahwa kebiasaan ini menunjukkan kepercayaan akan kebangkitan orang mati.
3. Tentang orang kaya dan Lazarus
Perikop ini memang dimaksudkan untuk menggambarkan kontras antara kehidupan jiwa-jiwa orang-orang benar di zaman sebelum Yesus dengan jiwa-jiwa orang-orang yang jahat yang juga meninggal sebelum kebangkitan Yesus. Jiwa-jiwa orang-orang benar masih menunggu di suatu tempat, yang disebut sebagai tempat penantian atau pangkuan Abraham (lih. Luk 16:23) sampai saat pintu Kerajaan Surga dibuka oleh Kristus setelah kebangkitan-Nya, untuk mereka semua. Sedangkan jiwa-jiwa orang- orang yang jahat selama hidupnya di dunia (seperti si orang kaya itu), akan berada di neraka setelah kematian mereka. Maka memang perikop ini tidak dimaksudkan untuk mengisahkan tentang Api Penyucian.
Ketiaka mengajar, Yesus sering menyampaikan kisah-kisah maupun perumpamaan, yang tidak harus menyampaikan segala macam pengajaran dalam satu kisah ataupun satu perumpamaan. Contohnya, kisah anak yang hilang dimaksudkan terutama untuk mengisahkan belas kasihan Tuhan, sedangkan perumpamaan Talenta, tentang keadilan Tuhan. Namun kita tidak dapat meniadakan salah satu sifat Allah, karena dalam suatu perumpamaan sifat itu tidak nampak. Maka, untuk dasar Kitab Suci bagi ajaran tentang Api Penyucian, kita mengacu kepada ayat-ayat yang lain yang menyatakan hal tersebut.
4. Penjahat yang bertobat langsung ke Firdaus, tidak masuk ke Api Penyucian?
Kata Firdaus, paradise atau dalam bahasa asli Yunani adalah parádeisos, merupakan suatu tempat bagi jiwa-jiwa orang-orang benar sebelum kebangkitan Kristus. Yang dimaksud dengan Firdaus ini adalah “pangkuan Abraham”/limbo of the just/the bossom of Abraham (Luk 16:23) atau Hades. Semua jiwa yang ada di tempat penantian ini, akan menuju ke Surga secara langsung setelah kebangkitan Kristus. Kita mengingat apa yang dikatakan di dalam Syahadat, “Aku Percaya … akan Kristus ….yang disalibkan, wafat, dan dimakamkan; yang turun ke tempat penantian. Dalam waktu tiga hari setelah kematian-Nya, Yesus datang ke tempat penantian untuk memberitakan wahyu Tuhan secara lengkap, sehingga segala yang ada di langit, di atas bumi, dan yang ada di bawah bumi akan bertekuk lutut dan segala lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (lih. Fil 2:10-11). Dan setelah Yesus bangkit dari orang mati, maka tempat penantian ini tidak ada lagi, yang ada hanya Surga, neraka, dan Api Penyucian.
Kisah sang penjahat yang bertobat ini menunjukkan contoh tentang apa yang disebut oleh Gereja sebagai Baptisan Rindu (Baptism of Desire) yaitu kerinduan untuk menerima pembaptisan, yang diiringi oleh penyesalan atas dosa-dosanya dan juga perbuatan kasih (KGK, 1259). Penyesalan dan perbuatan kasih dari penjahat tersebut diungkapkan dengan perkataannya, “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah…Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.“(Luk 23:40-42). Dengan pertobatan dan Baptis Rindu ini, maka Allah berkenan melepaskannya dari segala dosanya (dosa asal dan dosa pribadi) dan memasukkannya di dalam bilangan orang-orang pilihan-Nya. Maka memang benar, sama seperti orang yang dibaptis lalu meninggal seketika, ia langsung masuk surga (tanpa melalui Api Penyucian); demikianlah juga sang penjahat yang bertobat dan menerima Baptisan Rindu tersebut, ia langsung diampuni dan dibenarkan oleh Kristus. Selanjutnya tentang Baptis Rindu, silakan klik di sini.
5. Membaptis orang mati?
Ya, Anda benar, Kitab Suci tidak mengajarkan kita untuk membaptis orang mati. Karena Pembaptisan dimaksudkan antara lain sebagai pertobatan dan ungkapan iman orang tersebut akan Allah Tritunggal. Hanya orang yang masih hidup-lah yang dapat bertobat dan menyatakan imannya.
6. Kitab Makabe 2 adalah gagasan pribadi?
Tidak. Gereja menerima kitab Makabe sebagai kitab yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, dan telah memasukkannya ke dalam kanon Kitab Suci sejak tahun 382. Gereja-gereja Kristen non Katolik-lah yang menolak Kitab tersebut dan mencoretnya dari kanon Kitab Suci mereka sejak tahun 1825. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini: Kitab-kitab Deuterokanonika, dan Menjawab Keberatan tentang Septuaginta dan Deuterokanonika.
Dalam Kitab Makabe, perbuatan Yudas Makabe yang mendoakan dan mempersembahkan korban penebus salah bagi arwah saudara-saudara sebangsanya yang wafat di medan pertempuran, dipuji sebagai perbuatan yang sangat baik yang didasari oleh iman akan kebangkitan: “Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu. Kemudian dikumpulkannya uang di tengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati. Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.” (2 Mak 12:42-45)
Jika Gereja Katolik mengajarkan Api Penyucian dan mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal, itu adalah karena Gereja Katolik mengajarkan keseluruhan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci dan yang diajarkan oleh para Rasul. Gereja Katolik tidak memilih-milih ajaran dalam Kitab Suci, sebab Gereja percaya bahwa segala tulisan dalam Kitab Suci itu berguna untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim 3:16).
7. Mengundang jiwa-jiwa orang mati?
Mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal tidak sama dengan mengundang arwah. Hal pemanggilan arwah memang dilarang oleh Sabda Tuhan, ini jelas dalam kasus Raja Saul yang memanggil arwah Samuel. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
8. Menikmati sakramen yang diwakili oleh hamba Tuhan?
Yesus Kristus sendirilah mendirikan ketujuh sakramen. Sakramen yang dimaksud di sini adalah tanda dan sarana di mana rahmat yang menguduskan dan menyelamatkan disampaikan Allah kepada umat-Nya. Sakramen telah ada sejak awal mula Gereja, dan Gereja Katolik melestarikannya, sebab inilah yang diajarkan oleh para Rasul dalam Kitab Suci, agar yang dilakukan oleh jemaat bukan hanya ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, tetapi juga ajaran-ajaran para rasul yang disampaikan secara lisan (lih. 2 Tes 2:15). Jika kita melihat tulisan para jemaat perdana, kita akan mengetahui bahwa sakramen-sakramen merupakan hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan Gereja. Bahkan, Sakramen Ekaristi merupakan sumber dan puncak kehidupan Kristiani. Oleh karena itu, Gereja Katolik tetap teguh melestarikan sakramen-sakramen Gereja, sebab Yesus berpesan, “…. ajarlah mereka [semua bangsa] melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Mat 28:20)
Akhirnya, saya mengundang Anda, jika Anda tertarik untuk melanjutkan dialog ini, agar Anda membaca terlebih dahulu link-link yang saya cantumkan di atas. Gereja Katolik memiliki dasar bagi semua ajarannya. Maka tidak ada ajaran Gereja Katolik yang ‘konyol‘ ataupun yang merupakan kekejian, sebagaimana yang Anda tuduhkan. Mari kita menghormati setiap ajaran Kristus dan para Rasul, dan dalam dialog kita senantiasa mengusahakan ungkapan yang santun dan saling menghormati, sebagaimana layaknya dilakukan oleh murid- murid Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
dear katolisitas,
katolisitas menulis: “Yesus Kristus sendirilah mendirikan ketujuh sakramen. Sakramen yang dimaksud di sini adalah tanda dan sarana di mana rahmat yang menguduskan dan menyelamatkan disampaikan Allah kepada umat-Nya. Sakramen telah ada sejak awal mula Gereja, dan Gereja Katolik melestarikannya, sebab inilah yang diajarkan oleh para Rasul dalam Kitab Suci, agar yang dilakukan oleh jemaat bukan hanya ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, tetapi juga ajaran-ajaran para rasul yang disampaikan secara lisan (lih. 2 Tes 2:15)”.
saya percaya pernyataan di atas. saya hanya ingin tahu di manakah itu bisa saya temukan. (sakramen imamat ada di perikop mana? sakramen minyak suci ada di perikop mana, dsb). bagi saya yang jelas hanya sakramen Ekaristi, Penguatan)
[dari katolisitas:
Liturgi tak perpisahkan dengan sakramen. Ada 7 sakramen dalam Gereja Katolik. Dari tujuh sakramen Gereja, 3 yang pertama – Baptis, Ekaristi (1, 2, 3, 4), Penguatan – adalah sakramen inisiasi yang menjadi sakramen-sakramen dasar bagi kehidupan orang Kristen. Sakramen Urapan Orang Sakit dan Sakramen Tobat (bagian 1, 2, 3, 4), diberikan untuk kesembuhan baik fisik maupun rohani. Dan akhirnya, Sakramen Perkawinan (bagian 1, 2) dan Imamat diberikan untuk menguatkan kita dalam menjalankan misi di dunia ini dalam mencapai tujuan akhir, yaitu Kristus.]
Dear katolisitas,
banyak terima kasih. saya belum baca semua link tapi dari beberapa yang sudah saya baca sudah yakin bahwa memang semua sakramen didirikan oleh Yesus sendiri. sangat membantu dan mencerahkan
Anda mengatakan: Sekalipun berdasarkan kasih, untuk apa kita repot2 melakukan hal itu bila ALlah sendiri tidak memerintahkan ?
Jawaban Anda sepertinya memisahkan antara Allah dengan kasih. Apakah ada kasih yang bukan berasal dari Allah?
Bukankah tidak ada juga yang memerintahkan Yesus untuk turun ke dunia lalu berkorban menebus dosa manusia?
Manusia memang tidak bisa menyelamatkan manusia lainnya tetapi apakah Anda tahu kalau Allah menjadikan manusia sebagai rekanNya untuk menyelamatkan manusia lainnya?
[Dari Katolisitas: mungkin ayat yang dimaksud di sini adalah 1 Kor 3:9]
Salam, John
Saya setuju dengan John bahwa kita harus “melakukan semua yang diperintahkan Allah dengan tekun dan setia.” Oleh sebab itu, Gereja mendoakan jiwa-jiwa yang berada dalam Api Penyucian karena itulah yang diajarkan oleh Yesus melalui Kitab Suci dan ajaran Para Rasul. Berbagai kutipan yang membuktikan bahwa Api Penyucian adalah ajaran yang telah ada sedari Gereja Perdana banya bertebaran dalam situs ini. Bila anda belum puas, anda bisa mencari cetakan buku tulisan Bapa Gereja atau karya yang merangkum tulisan beberapa Bapa-bapa gereja tersebut. Tulisan mereka tentu menjadi bukti apa yang diajarkan Gereja di zaman tersebut.
Mungkin yang cukup menarik adalah penafsiran bahwa “Tidak ada istilah Jembatan antara orang mati dan hidup”. Memang Gereja mengajarkan tidak ada jembatan antara neraka (yang adalah keterpisahan mutlak) dengan dunia lainnya. Namun, penafsiran bahwa orang hidup tidak bisa mendoakan jiwa orang yang sudah meninggal tidak ditemukan sepanjang sejarah perkembangan Gereja, maupun Gereja Orthodox Timur yang memisahkan diri di abad ke-11. Justru penafsiran tersebut mulai muncul setelah timbul Reformasi oleh Martin Luther. Boleh kita renungkan bahwa Yesus yang sama adalah Firman yang kekal. Ia tidak akan mengubah apa yang dahulu pernah diajarkan kepada para Rasul dan dicatat oleh murid Para Rasul sepanjang sejarah.
Pacem,
Ioannes
Shalom..yang harus diralat pada artikel ini adalah : protestan memang didasari iman, namun tentu juga dengan perbuatan. Hanya saja, apa itu perbuatannya, rasional atau tidak, juga kami pikirkan. Termasuk mendoakan orang yang meninggal. Iman tanpa perbuata kosong.
[dari katolisitas: Apakah Anda ingin menyatakan bahwa berdoa untuk jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah perbuatan tidak rasional? Kalau maksud Anda demikian, dapatkah Anda memberikan alasannya?]
Berdoa untuk orang yang meninggal itu rasional jika Anda percaya bahwa yang mati hanya badannya, tidak termasuk jiwanya.
Kecuali jika Anda menganggap mereka yang telah meninggal itu sudah benar-benar musnah tubuh dan jiwanya, maka memang percuma kita mendoakannya.
Jika kita mendoakan seorang teman yang badannya sakit supaya ia sembuh, tidak ada alasan untuk tidak mendoakan jiwa seseorang yang badannya sudah meninggal supaya jiwanya juga disembuhkan dan dapat bersatu dengan Tuhan.
Salam, Melo
Berbicara soal rasionalnya suatu tindakan iman, saya setuju dengan Melo. Tentu saja Gereja Katolik mengajarkan bahwa iman dan rasio tidak bertentangan satu sama lain, justru menguatkan dan membawa jiwa manusia lebih dekat pada Allah. Oleh sebab itu, Gereja mengajarkan adanya api penyucian dan berdoa bagi jiwa-jiwa karena ajaran tersebut memang ada sedari awal berdirinya Gereja :
If a man departs this life with lighter faults, he is condemned to fire which burns away the lighter materials, and prepares the soul for the kingdom of God, where nothing defiled may enter…It remains then that you be committed to the fire which will burn the light materials; for our God to those who can comprehend heavenly things is called a cleansing fire. – Origen (Patres Groeci. XIII, col. 445, 448 [A.D. 185-232])
That allegory of the Lord [Matt. 5:25-26] . . . is extremely clear and simple in its meaning . . . [beware lest as] a transgressor of your agreement, before God the judge . . . and lest this judge deliver you over to the angel who is to execute the sentence, and he commit you to the prison of hell, out of which there will be no dismissal until the smallest even of your delinquencies be paid off in the period before the resurrection. What can be a more fitting sense than this? What a truer interpretation? – Tertullianus (The Soul 35 [A.D. 210]).
Then we make mention also of those who have already fallen asleep: first, the patriarchs, prophets, apostles, and martyrs, that through their prayers and supplications God would receive our petition, next, we make mention also of the holy fathers and bishops who have already fallen asleep, and, to put it simply, of all among us who have already fallen asleep. For we believe that it will be of very great benefit to the souls of those for whom the petition is carried up, while this holy and most solemn sacrifice is laid out – St. Cyril of Jerusalem (Catechetical Lectures 23:5:9 [A.D. 350]).
Not in vain was it decreed by the Apostles that in the awesome mysteries remembrance should be made of the departed. They knew that here there was much gain for them, much benefit. When the entire people stands with hands uplifted, a priestly assembly, and that awesome sacrificial victim is laid out, how, when we are calling upon God, should we not succeed in their defense? But this is done for those who have departed in the faith, while even the catechumens are not reckoned is worthy of this consolation, but are deprived of every means of assistance except one. And what is that? We may give alms to the poor on their behalf – St. John Chrysostomus (Homilies on Philippians 3:9-10 [A.D. 402]).
Give perfect rest to thy servant Theodosius, that rest which thou hast prepared for thy saints… I have loved him, and therefore will I follow him into the land of the living; nor will I leave him until by tears and prayers I shall lead him wither his merits summon him, unto the holy mountain of the Lord – St. Ambrose of Milan (Funeral Sermon of Theodosius 36-37 [A.D. 395])
That there should be some fire even after this life is not incredible, and it can be inquired into and either be discovered or left hidden whether some of the faithful may be saved, some more slowly and some more quickly in the greater or lesser degree in which they loved the good things that perish, through a certain purgatorial fire – St. Augustine of Hippo (Handbook on Faith, Hope, and Charity l8:69 [A.D. 421]).
Secara rasio, dapat dibuktikan sepanjang sejarah bahwa ajaran Purgatorium dan mendoakan jiwa-jiwa adalah ajaran otentik Kristus dan Para Rasul kepada Gereja. Gereja hari ini, yang adalah penerus yang sama dengan Gereja di zaman dahulu, hanya meneruskan apa yang telah diajarkan.
Mungkin orang bisa berpendapat bahwa tulisan para Bapa Gereja mengenai Api Penyucian hanya penafsiran dan pendapat pribadi pada Bapa Gereja tersebut. Namun, lebih rasional untuk mempercayai ajaran itu karena mereka hidup lebih dekat dengan zaman Yesus dan para Rasul sehingga lebih mengerti secara jelas penafsiran Kitab Suci daripada pendeta atau romo manapun di zaman ini. Semoga Allah menuntun kita pada kepenuhan kebenaran yang telah Ia titipkan.
Pacem,
Ioannes
[dari katolisitas: Pengajaran Bapa Gereja tentang Api Penyucian dalam Bahasa Indonesia dapat dilihat di sini – silakan klik]
Salam kasih dan damai dalam Yesus Kristus.
Ayah saya telah dipanggil Tuhan beberapa minggu yang lalu karena serangan jantung. Kami semua sangat terkejut dengan kepergiannnya, karena beliau sangat sehat dan tidak pernah sakit. Malam sebelumnya saya dan papa masih sempat ngobrol lewat telepon (kami tinggal berlainan kota), keesokan siangnya jam 11 siang saya mendapat kabar beliau masuk rumah sakit dan hanya dalam hitungan jam yaitu pada jam 14.30 WIB siang beliau telah pergi meninggalkan kami semua. Waktu yang begitu singkat dan kami juga tidak menyangka akan secepat itu ayah pergi, sehingga kami belum sempat menghubungi pihak gereja untuk memberikan sakramen orang sakit dan sakramen tobat kepada ayah.
Banyak sekali tanda-tanda yang ayah berikan menjelang kepergiaannya, yang kami sadari sesudahnya. Waktu itu kami tak pernah menganggap itu sebagai ‘tanda’ karena kondisi papa di usianya yang ke 70 masih sangat sehat dan energik. Tanda-tandanya sebagai berikut:
1. Tiga (3) minggu sebelum kepergiannya, ayah merayakan ulang tahunnya yang ke-70. Saat itu ayah mengungkapkan ingin sekali semua anak-cucunya berkumpul bersama, tapi saya dan adik yang tinggal berbeda kota dengan ayah dan abang/kakak yang lain tidak bisa hadir karena situasi dan kondisi dimana anak-anak sudah masuk sekolah. Ternyata itulah perayaan ulang tahun ayah yang terakhir.
2. Sehari sebelum ulang tahunnya yg ke-70, ayah menjahitkan jas baru yang katanya akan dikenakannya pada suatu perayaan besar. Entah perayaan besar apa yg dimaksud, dan jas itulah yang akhirnya dikenakan pada beliau saat ayah dimakamkan.
3. Ayah juga memaksa ibunda saya untuk berfoto. Mama semula menolak tetapi dipaksa sehingga akhirnya setuju juga. Ternyata itulah foto terakhir kenangan buat kami.
4. Empat (4) hari sebelum kepergiannya, ayah saya bermimpi didatangi almarhumah ibundanya yang telah meninggal dunia. Ibundanya hanya duduk diam sambil memandangi beliau.
5. Dua hari sebelum kepergiannya, setelah Misa Minggu di gereja, Romo menceritakan bahwa hari itu ayah bicara banyak dan mempertanyakan secara mendetail mengenai ‘bagaimanakah kehidupan sesudah kematian’ kepada Romo.
6. Malam sebelum kepergiannya, ayah menelepon saya dan semua teman/sahabatnya, seakan mau pamit.
Saya merasa amat sangat bersedih dan kehilangan atas kepergian ayah, karena saya dan ayah yang paling sering ngobrol lewat telepon. Ayah sering menghubungi saya untuk sharing, curhat atau sekedar menanyakan keadaan kami sekeluarga. Sekarang setelah ayah pergi, saya masih sering linglung seperti menantikan telepon dari ayah lagi.
Pada hari ke-15 setelah kepergiaan ayah, saya bermimpi tentang beliau. Dalam mimpi saya, beliau sedang naik kuda bersama seorang yang mengawalnya akan masuk ke sebuah hutan. Ayah katakan bahwa dia akan memasuki hutan itu, tempat yang penuh dengan orang-orang jahat. Ayah minta didoakan agar bisa melewati tempat itu, Karena jika beliau bisa melewatinya beliau akan sampai ke tempat yang indah yang dijanjikan oleh Tuhan. Setelah berkata demikian, beliau bersama pengawalnya langsung memasuki hutan tersebut.
Pada hari ke-25, saya kembali bermimpi. Dalam mimpi kali ini saya, mama bersama kakak dan adik perempuan saya sedang menunggui jasad papa di rumah sakit. Kami menungguinya sambil berdoa Rosario. Tiba-tiba ayah hidup kembali, duduk, tersenyum pada kami dan turun dari tempat tidur. Beliau minta pada mama untuk diambilkan baju kesayangannya yang kemudian dikenakannya. Setelah itu ayah sambil tersenyum mengucapkan terima kasih karena kami telah setia mendoakan Rosario dan Novena untuknya sehingga beliau kini akan menuju ke tempat yang sangat indah dan bagus. Beliau berpesan agar kami semua jangan bersedih lagi. Setelah itu beliau pergi meninggalkan kami.
Pertanyaan saya:
1. Ayah saya tidak sempat mendapatkan Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, tetapi semasa hidupnya saya tahu beliau sangat setia mengikuti misa di Gereja, mengikuti pendalaman kitab suci, rajin membaca kitab suci, dan dalam perbuatannya beliau juga sangat sabar, murah hati dan suka menolong orang lain.
Apakah ayah saya tetap akan mendapatkan keselamatan dari Allah Bapa?
Bagaimana yang dimaksudkan dengan orang-orang yang meninggal dalam keadaan tidak bertobat?
2. Apakah saya salah karena masih selalu bersedih, berduka dan menangisi kepergian ayah saya? Apakah itu dapat membuat ayah saya tidak tenang?
3. Apa makna dari mimpi saya bertemu ayah? Apakah itu suatu pesan bahwa ayah telah bahagia bersama Yesus di surga?
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih.
Shalom Rospita,
1. Wajarkah berduka jika orang yang kita kasihi meninggal dunia?
Siapapun yang mengalami pengalaman yang serupa dengan pengalaman Anda, mungkin akan mempunyai perasaan yang serupa dengan Anda, yaitu terkejut dan berduka karena ditinggalkan oleh seseorang yang sungguh-sungguh kita kasihi. Ini adalah suatu perasaan yang manusiawi. Tuhan Yesus sendiri mengalami duka cita seperti ini, ketika sahabat yang dikasihinya, Lazarus, meninggal dunia. Injil Yohanes mencatatnya, dan bahkan menjadi salah satu ayat yang terpendek yang tercatat dalam Kitab Suci, “Maka menangislah Yesus” /”Jesus wept” (Yoh 11:35). Maka perasaan dukacita ketika baru saja ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi, merupakan perasaan yang wajar. Menjadi tidak wajar jika setelah itu duka cita tak berkesudahan menguasai hidup kita, seolah kita tidak punya harapan akan kehidupan kekal (lih. 1 Tes 4:13); padahal hidup kekal itulah yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus bagi kita semua yang mengimani Dia. Sebab Tuhan Yesus bersabda, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh 11:25). Jika Roh Kudus yang membangkitkan Kristus dari kematian diam di dalam kita, maka Roh Kudus yang sama itu akan menghidupkan kita, walaupun tubuh kita sudah mati (lih. Rom 8:10-11). Dengan pengharapan ini kita percaya, suatu saat nanti dalam kehidupan setelah kehidupan kita di dunia ini, kita akan bertemu lagi dengan orang-orang yang kita kasihi di dalam Kristus.
2. Apakah tanpa menerima sakramen Tobat sebelum wafatnya, seseorang dapat diselamatkan? Apakah itu ‘meninggal dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat’?
Anda mengatakan bahwa semasa hidupnya ayah Anda adalah seorang yang saleh dan suka menolong, rajin mengikuti perayaan Ekaristi, dan rajin membaca Kitab Suci. Maka kita mempunyai pengharapan bahwa ia meninggal dalam keadaan berdamai dengan Allah, walaupun ia tidak sempat menerima sakramen Tobat ataupun sakramen Pengurapan orang sakit. Jangan kita lupa akan janji Kristus sendiri, yaitu, “Barangsiapa siapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal…. Barangsiapa makan Tubuh-Ku dan minum Darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:47; 54-57) Demikian pula, Kristus menjanjikan keselamatan bagi mereka yang taat kepada firman-Nya, “…Barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” (Yoh 8:51). Dengan demikian, jika ayah Anda semasa hidupnya rajin menerima Ekaristi dan taat melaksanakan firman Tuhan, maka kita mempunyai pengharapan bahwa Allah akan menggenapi firman-Nya ini bagi ayah Anda.
Kita sebagai manusia memang tidak dapat mengetahui dengan pasti keadaan hati orang lain, walaupun ia adalah orang yang terdekat dengan kita. Namun Tuhan yang Maha Tahu mengetahuinya. Fakta bahwa sepertinya ayah Anda telah mempunyai firasat sebelum wafatnya, dapat saja merupakan masa Tuhan sendiri mempersiapkan batin ayah Anda itu untuk menghadap-Nya. Mari kita mengandalkan belas kasihan Tuhan; semoga Ia berkenan mengampuni segala dosa dan kesalahan ayah Anda semasa hidupnya, walaupun ia tak sempat menerima sakramen Pengakuan Dosa ataupun sakramen Pengurapan orang sakit; sebab kita percaya bahwa rahmat Tuhan untuk menguduskan umat-Nya tidaklah terbatas hanya dari sakramen-sakramen (lihat Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 12).
Sekarang tentang apakah artinya wafat dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat. Katekismus mengajarkan:
KGK 1033 Kita tidak dapat disatukan dengan Allah, kalau kita tidak secara sukarela memutuskan untuk mencintai Dia. Tetapi kita tidak dapat mencintai Allah, kalau melakukan dosa berat terhadap Dia, terhadap sesama kita, atau terhadap diri sendiri: “Barang siapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang memiliki hidup kekal di dalam dirinya” (1 Yoh 3:14-15). Tuhan kita memperingatkan kita, bahwa kita dipisahkan dari-Nya, apabila kita mengabaikan perhatian kita kepada kebutuhan-kebutuhan mendesak dari orang miskin dan kecil, yang adalah saudara dan saudari-Nya (Bdk. Mat 25:31-46). Mati dalam dosa berat, tanpa menyesalkannya dan tanpa menerima cinta Allah yang berbelas-kasihan, berarti tinggal terpisah dari-Nya untuk selama-lamanya oleh keputusan sendiri secara bebas. Keadaan pengucilan diri secara definitif dari persekutuan dengan Allah dan dengan para kudus ini, dinamakan “neraka”.
Maka keadaan berdosa berat dan tidak bertobat adalah orang yang selama hidupnya tidak mengasihi Allah (dengan melakukan dosa berat) dan tidak mengasihi/ membenci sesamanya, dan tidak menyesali perbuatannya ini. Dari penuturan Anda sepertinya ayah Anda tidak termasuk katagori sedemikian. Bahwa mungkin pada saat ia dipanggil ia dalam keadaan tidak sempurna, itu mungkin saja, namun hal ini tidak berarti keterpisahannya dengan Allah. Katekismus mengajarkan demikian:
KGK 1030 Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya, memang sudah pasti akan keselamatan abadinya, tetapi ia masih harus menjalankan satu penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu, supaya dapat masuk ke dalam kegembiraan surga.
KGK 1031 Gereja menyebut Purgatorium/ Api Penyucian, [yaitu] penyucian akhir para terpilih, yang sangat berbeda dengan siksa para terkutuk….
KGK 1032 Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan: “Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45). Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi (Bdk. DS 856). untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang mati.
“Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya (Bdk. Ayb 1:5), bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka” (Yohanes Krisostomus, hom. in 1 Cor 41,5).
Dengan demikian, sebagai ungkapan kasih kepada orang tua ataupun saudara-saudari kita yang sudah meninggal, mari kita mendoakan mereka, mengajukan intensi bagi keselamatan jiwa mereka dalam perayaan Ekaristi, ataupun melakukan amal kasih, matiraga ataupun mengusahakan indulgensi bagi mereka sebagaimana dianjurkan oleh Gereja. Selanjutnya kenyataan bahwa kematian dapat terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, selayaknya mendorong kita untuk dapat menerima sakramen Tobat secara lebih teratur (misalnya sebulan sekali, tidak hanya pada masa Paska dan Natal saja), agar kita terdorong untuk terus menghindari dosa yang memisahkan kita dari Allah.
3. Apa makna mimpi bertemu dengan orang yang sudah meninggal?
Terus terang, hal mimpi itu dapat terjadi karena banyak hal. Bahkan kondisi yang sangat berduka, dan pikiran kita yang dipenuhi kenangan akan orang yang kita kasihi itu sendiri dapat mengakibatkan kita bermimpi. Namun terlepas dari apapun yang kita lihat dalam mimpi, itu tidak mempengaruhi iman kita, yaitu bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita, dan bahwa Ia menjanjikan keselamatan bagi kita orang yang percaya kepada-Nya. Memang dapat terjadi, orang yang meninggal belum sepenuhnya sempurna dan siap untuk bersatu dengan Tuhan di surga, dan karena itu kita yang masih hidup di dunia dapat mendukung mereka dengan doa-doa kita, sebagaimana telah disebutkan di atas.
Silakan untuk selanjutnya membaca artikel-artikel berikut ini (silakan klik di judul berikut):
Doa Persembahan Pagi, termasuk mendoakan jiwa-jiwa di Api Penyucian
Doa bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian
Bersyukurlah ada Api Penyucian!
Indulgensi, Harta Kekayaan Gereja
Bagaimana Agar Memperoleh Indulgensi?
Makna Kematian bagi kita orang percaya
Rospita, sayapun mengalami pengalaman serupa dengan pengalaman Anda, ketika ayah saya meninggal dunia. Ia juga relatif sehat semasa hidupnya, sehingga kepergiannya mengejutkan keluarga kami. Namun melalui peristiwa itu, Tuhan mengajarkan kepada kami untuk lebih lagi mengimani dan mempunyai pengharapan akan kehidupan kekal yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus; dan mengalami kuatnya ikatan kasih di dalam Kristus yang mengatasi maut. Kepergian ayah saya, mendorong segenap keluarga kami untuk menjalani hidup dengan memperhatikan apa yang perlu bagi keselamatan kekal, dan bukan apa yang terbatas hanya untuk kebaikan di dunia.
Di dalam Kristus, kita mempunyai pengharapan bahwa di suatu saat nanti, kita semua akan berjumpa lagi di dalam suatu kehidupan abadi bersama Tuhan, di mana Ia ada di dalam kita dan kita di dalam Dia, dalam keadaan yang demikian indah dan sempurna, yang tak pernah dilihat oleh mata kita, ataupun didengar oleh telinga kita, dan bahkan tak pernah timbul dalam pikiran kita sebagai manusia; sebab itulah yang disediakan Allah bagi semua orang yang mengasihi Dia (lih. 1 Kor 2: 9).
Semoga Tuhan menumbuhkan di dalam hati kita, kasih akan Dia, agar firman ini digenapi di dalam diri kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr. yang baik dan rekan rekan katolisitas.org di mana pun Anda berada, perkenalkan, saya Enrikko, kebetulan mengunjungi website ini karena sedang mencari doa untuk om (kakak dari ayah saya) yang baru saja meninggal dunia beberapa hari ini, dan juga oma (ibu dari ibu saya) yang sudah meninggal dunia pada tanggal 2 Januari 2011
Rekan^rekan yang terkasih dalam Yesus Kristus, setelah membaca artikel dan beberapa komentar di atas, terbersit pertanyaan dalam benak saya:
Di salah satu bagian di artikel di atas disebutkan,
Quote:
“Sedangkan, untuk orang-orang yang meninggal dalam keadaan tidak bertobat, sehingga masuk ke neraka, maka memang kita tidak dapat mendoakan apapun untuk menyelamatkan mereka.”
Di sini saya ingin bertanya, apakah definisi dari seseorang “meninggal dalam keadaan tidak bertobat” tersebut? Sepengetahuan saya, om dan oma saya ini tidak sempat menerima sakramen perminyakan sebelum mereka meninggal, dan om saya sepertinya hanya bersifat sebagai simpatisan kristiani saja (belum dibaptis), apakah dengan demikian mereka termasuk meninggal dalam keadaan tidak bertobat?
Lantas kalau memang demikian, masih adakah langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk membenahi dan menolong mereka masuk ke surga?
Maaf bila pertanyaan ini sudah pernah ditanyakan sebelumnya, saya masih cukup awam dalam masalah agama Katolik..
Terima kasih banyak atas perhatian dan jawabannya..
Tuhan Yesus memberkati kita semua..
Salam Enrikko Hazemi,
Orang yang di neraka ialah orang memiliki dosa yang tak terampuni. Dosa yang tidak terampuni adalah doasa melawan atau menghujat Roh Kudus” (Mat 12:32; Mrk 3:29; Luk 12:10) bertegar hati akan kebaikan, menutup hati dan budi secara definitif kepada kebaikan dan bimbingan Allah.
Mengenai keselamatan, kita harus ingat akan Lumen Gentiun artikel 14, 15 dan 16. LG 14 berbicara mengenai keselamatan bagi orang baptis Katolik. LG 15 mengenai keselamatan bagi orang baptis non Katolik, dan LG 16 mengenai keselamatan bagi orang tidak dibaptis. Lebih jelasnya silakan klik di sini.
Kita dengan penuh kasih mendoakan siapapun yang sudah berpulang khususnya orang-orang yang belum mengenal Kristus dan Gereja-Nya. Kita serahkan dan mohon kepada Tuhan karena Dia mengetahui secara pasti mutu iman dan kerinduan mereka masing-masing akan keselamatan kekal.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
shalom, saya ingin bertanya
1.Jika seseorang meninggal secara tak wajar,atau misalnya ia meninggal karena diperkosa lalu dibunuh, ke manakah arwahnya akan ditempatkan?
2.Bisakah arwah menuntut balas pada orang yang menyebabkannya meninggal?
3.Apakah ada arwah yang disebut dengan arwah penasaran atau arwah gentayangan?
4.Bisakah arwah orang meninggal membunuh manusia yang masih hidup, padahal setahuku arwah/roh orang mati tidak dapat membunuh hanya untuk menakut-nakuti saja, benarkah demikian?
5.Apakah arwah orang meninggal dapat berhubungan dengan orang yang masih hidup? Misalnya berbicara.
salam damai Kristus
Melva
Salam Melva,
Allah menghendaki siapapun mengalami keselamatan abadi setelah meninggal. Jika orang itu orang beriman, selalu berbuat kasih dan mengampuni, tentu Allah menyambutnya dalam bahagia abadi dan si orang yang meninggal ini tak akan dendam.
Jawaban saya dasarkan antara lain dari buku “Malaikat dan Iblis” karangan Dr Peter Kreeft (terjemahan, Dioma, 2009). Arwah bisa mendendam, sebagaimana Anda bisa mendendam. Namun karena sudah berupa roh, dendamnya pun dendam rohani, bukan jasmani, karena tak punya fisik lagi. Benar, dia tak mempengaruhi fisik manusia. Namun ia bisa mempengaruhi secara negatif, roh kita, seperti kita pun secara rohani bisa mempengaruhi orang lain. Pembicaraan roh sangat mungkin, namun bukan pembicaraan dalam arti verbal-fisikal melainkan secara rohani pula. Kita pun “berbicara” dengan Tuhan dan para malaikat serta para kudus dengan roh kita dalam doa, karena doa pertama-tama ialah kegiatan rohani.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Maaf saya seorang mantan dari aliran tetangga yang cukup radikal dan kurang mengasihi(dulunya sebelum mengenal Yesus). namun saya meragukan Kasih yang terlalu ekstrim. Karena ada dua kasih yang saya tahu. Kasih yang menjerumuskan dan kasih yang menyelamatkan. Saya ingin menyampaikan, apakah api penyucian itu dibenarkan atau tidak. Dalam hal ini ritual ini sama dengan agama kuno ritual Hindu. Ritual pengabenan dilakukan supaya roh yang mati dapat menjadi suci kembali. Saya kuatir hal ini malah akan membuat jemaat Tuhan jadi malas untuk mempelajari firman Tuhan lebih dalam. Mereka jadi cenderung meletakkan keselamatannya kepada apa yang dikatakan gereja maupun orang2 yang dianggap hamba Tuhan. Memang jika melihat dari satu Aquarium( katolik & Protestan) akan sulit melihat kesalahannya. Mari kita coba bandingkan persamaan yang kita yakini benar dengan aliran yang diluar kita. Apalagi kita cenderung menyalahkan agama yang diluar keyakinan kita, namun tanpa kita sadari apa yang kita yakini benar yang kita dapat dari perintis2 di awal mula ternyata sama dengan agama lain (hanya sedikit ada modifikasi).Apabila kita sebagai pengikut Yesus membanggakan kasih dengan cara mendoakan orang mati, itu belum seberapa. Umat hindu mengenal yang namanya kasih universal, kasih terhadap semua elemen alam semesta. Semua dikasih makan sesajen. Itulah yang saya maksud perwujudan kasih ada dua ( yang menyelamatkan dan menjerumuskan). Terima kasih
Shalom Truth Seeker,
Sebenarnya tidak ada kasih yang terlalu ekstrem sejauh dibarengi dengan kebenaran. Bahkan tanpa kebenaran sebenarnya sesuatu tidak dapat disebut kasih. Oleh karena itu, manifestasi kasih untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal harus dibarengi dengan kebenaran. Kami telah memberikan argumentasi di atas – silakan klik – akan dasar-dasar dari ajaran ini. Silakan memberikan tanggapan akan hal ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam,
mohon maaf jika di kolom ini saya mengajukan pertanyaan.
beberapa bulan lalu opa saya meninggal dunia, orangnya semasa hidup dikenal baik, familiar, tidak suka iseng,dll. pada saat sakratul maut yg cukup lama -/+ 3 hari sebelum meninggal, ada kejadian yang saya pikir aneh. Anehnya di sini yaitu bel rumah kami (tempat tinggal bersama opa) beberapa kali berbunyi pada waktu yang sama yakni sekitar pkl. 02.00 dini hari dan 04.30 subuh. Situasi yang sama berlangsung sampai hari kematiannya, dan pada malam ke 2 saat semayam jenazah, bel di rumah juga berbunyi pada jam yang sama. Kejadian ini kemudian terhenti dan baru terjadi kembali hari ini pkl 6.30. Pertanyaan saya, hal apa yang bisa membuat bel rumah kami berbunyi tanpa ada yang menekannya di waktu yang relatif konstan? Dan apakah jiwa atau roh yang mampu melakukan ini? Mohon penjelasannya, Romo.
Terimakasih.
salam Alfianus Ronaldo L. -Manado.
Salam Alfianus,
Banyak hal yang Anda tanyakan tersebut terangkum dalam pengakuan iman kita keagungan misteri Sang Pencipta langit dan bumi dan iman akan akan hidup kekal yang akan datang. Tentu saja dalam dokumen-dokumen Gereja kita tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sangat riil tersebut secara pasti, karena bukan maksud Dokumen Gereja untuk itu. Namun setidaknya kita tahu bahwa dimensi misteri tata penciptaan dan manusia tidak bisa dirangkum oleh indera dan pikiran kita yang terbatas. Namun hal-hal tersebut bisa kita raba-raba sebagai fenomena atau gejala saja, yang tidak langsung menuju ke sumbernya.
Bisa saja hal itu terkait dengan serangan rohani dari kuasa kegelapan, bisa pula alamiah. Misalnya, menjelang kematian seseorang, pada beberapa kasus ada burung bangkai terbang dan hinggap di sekitar rumah orang tersebut. Dalam hal ini bisa dijelaskan secara ilmiah bahwa mereka tertarik dengan bau kematian fisik orang tersebut. Bagaimana fenomena bel listrik berbunyi menjelang kematian? Adakah fenomena ini bisa dianalisis kemungkinannya secara ilmiah? Tentu tidak mudah.
Namun Para kudus juga mengalami aneka hal rohani yang secara indera dapat mereka rasakan. Bisa berupa serangan dari kuasa kegelapan, bisa pula pertanda dari terang Allah.
Prinsipnya ialah: bahwa iman akan Kristus dan harapan akan hidup kekal tidak disukai oleh kuasa kegelapan, namun Allah dan balatentaranya tidak rela anak Allah ini binasa. Pertempuran rohani ini terasa kuat dan melibatkan Gereja yang mendoakan orang itu semua yang berpulang, serta orang itu sendiri. Kemungkinan-kemungkinan itulah yang bisa menimbulkan fenomena-fenomena tersebut.
Dengan demikian, semoga menjawab dan memberi pelajaran bagi kita bahwa peralihan hidup dari dunia ini ke hidup sejati ialah saat penting, karena kita akan beralih ke hidup yang sejati bersama Allah dengan pilihan: berbahagia kekal ataukah sebaliknya jauh dari Allah secara kekal. Dalam proses kematian, seluruh hidup di dunia akan segera diakhiri saat itu dan hidup baru yang sejati akan dimulai dalam saat-saat kematian itu.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Syalom komunitas katolisitas,
salam sejahtera
Kembali lagi saya mau bertanya namun tidak tahu kolom pertanyaannya ada di mana? Jadinya numpang lewat di komentar.
Pertanyaan
Saya sudah tergabung dalam kelompok doa dengan nama St. Michael di Manado.
kelompok ini mendoakan orang sakit dan jiwa2 org yg sudah meninggal. Namun tidak jarang kami bertemu dgn jiwa2 yang merasuki org2 yg kami sementara doakan. Dalam hal ini mereka yg didoakan oleh kelompok adalah org2 yg kena guna2/ kuasa kegelapan.
Pertanyaanya
1. adakah tatacara yg lebih bisa mengena para dukun tersebut tanpa harus mereka kembali lagi mengguna-gunai org tersebut/org lain?
2. bisakah saya mendapat petunjuk/tatacara dalam EXORCISM?
terimakasih.
mohon bantuannya.
ronald- manado
Salam Ronald,
1. Tidak ada dokumen doa khusus untuk orang atau seseorang lain di tempat jauh untuk mencegahnya berbuat kejahatan, namun Anda dapat melakukannya secara lisan atau membuatnya sendiri.
2. Buku “Rituale Eksorsisme” bukan untuk umat melainkan untuk imam. Tatacaranya sederhana, dengan urutan salam pembukaan, pembacaan doa-doa yang panjang dan Sabda Tuhan, lalu penutup. Dalam pembacaan doa yang panjang tersebut buku rituale menginstruksikan apa yang harus dilakukan imam pemimpin ibadat.
Dalam lampiran buku itu, ada pula doa-doa pelepasan dari kuasa jahat untuk awam.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
maaf, mau tanya, misa kudus untuk arwah di api pencucian itu seperti misa harian atau misa khusus?
terima kasih. mohon jawabannya
[Dari Katolisitas: Misa Kudus untuk mendoakan arwah di Api Penyucian (bukan pencucian), pada dasarnya adalah Misa Kudus biasa dengan intensi/ ujud doa bagi keselamatan arwah tersebut. Ujud dapat dimohonkan di dalam Misa Harian biasa, atau dapat pula diadakan Misa khusus di luar jam Misa harian, namun itu tidak mengubah kenyataan bahwa Misanya tetap Perayaan Ekaristi biasa, dengan ujud mendoakan arwah tersebut]
Saya mau tanya tentang doa untuk orang yang telah meninggal…
Biasa dalam Misa kita mendoakan jiwa sanak keluarga yang sudah meninggal..
yang saya tanyakan:
1. Dalam jumlah berapakah besarnya uang diberikan untuk sebuah permohonan itensi kepada seorang Pastor?
2. Dalam lagu ada syair berbunyi: Kurban misa berkuasa menolong kami persembahkan kurban ini acap kali untuk kami…
Apakah ada hitungan dalam jumlah sekian dalam sebulan atau setahun,. permohonan intensi kepada pastor dalam perayaan Ekaristi untuk jiwa2 yang meninggal sehingga cepat dibebaskan dari api neraka?
Mohon Penjelasan ..Bisahkah balas juga ke e-mail saya?
Terimakasih dan Salam damai Kristus…
Hengki
Shalom Hengki,
1. Silakan menanyakan hal tersebut kepada kantor sekretariat paroki Anda. Sebab tentang hal ini tidak ada aturan baku, dan sesungguhnya disesuaikan dengan kemampuan dan kerelaan Anda, namun sepertinya ada jumlah yang umum berlaku dalam keuskupan/ paroki Anda.
2. Yang dapat kita doakan adalah jiwa- jiwa orang yang meninggal yang berada di Api Penyucian, dan bukan yang berada di neraka. Jiwa- jiwa yang sudah berada di neraka, sudah tidak dapat didoakan lagi agar beralih ke surga.
Tidak ada batasan berapa kali kita dapat mendoakan jiwa- jiwa yang berada di Api Penyucian. Kita dapat terus mendoakan jiwa- jiwa tersebut setiap hari dalam doa- doa pribadi sepanjang hidup kita, dan dapat pula mengajukan ujud Misa Kudus untuk hal tersebut, tanpa ada batasan berapa kali.
Selanjutnya silakan membaca artikel di atas ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Hengki, menambahkan sedikit dari yang telah dituliskan Ibu Ingrid,
1. Tidak ditentukan jumlah uang intensi Misa untuk intensi apapun (syukur, mohon sembuh, menghadapi ujian, untuk arwah orang beriman, dll). Namun ada pandangan bahwa tolok ukurnya biaya makan standard satu hari orang dewasa menurut harga di daerah tempat diselenggarakan Misa itu.
2. Intensi Misa selalu bisa diaplikasikan untuk arwah umat beriman kapanpun. Kapan jiwa diselamatkan kita tidak tahu, itu menjadi misteri Allah, namun selalu Allah Bapa mendengarkan doa kita dalam Ekaristi karena Yesus Kristus Putra-Nya dalam Roh Kudus-Nya hadir penuh dalam Ekaristi. Catatan: intensi Misa arwah ialah doa bagi keselamatan arwah orang beriman di penyucian, bukan di neraka. Untuk yang di neraka, para setan dan mereka menolak kasih Allah secara abadi dan tetap, tak akan terselamatkan kekal dan paripurna.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto, Pr
Shalom tim katolisitas,
Maaf jika sudah pernah dibahas, sudah coba di-search kok tidak ketemu ya? Saya ingin menanyakan rumusan doa yang sesuai dg iman Katolik saat kita sedang melayat. Bagaimana jika almarhum seorang Katolik atau bagaimana juga jika almarhum non Kristen. Sering saya temui teman2 Katolik mendoakan semacam ini “semoga diterima di sisi-Nya sesuai dengan amal ibadahnya..” Kesannya khok mirip doa dari saudara kita yang Moslem ya? Apakah doa semacam ini tepat?
GBU
Salam Ryan,
Dalam doa Syukur Agung, kita menemukan teks doa yang sesuai ajaran iman Katolik. Intinya, semoga almarhum/ah dimasukkan dalam bahagia abadi berkat kebaikan dan kerahiman Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus. Itulah inti doa Katolik untuk semua orang yang meninggal.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Shalom.. salam damai.. berkah dalem… Maaf saya ingin bertanya, mumpung ini bulan November.. Soal mendoakan arwah.. bagaimana cara membedakan arwah orang mati dg setan / iblis yg MENYAMAR sbg arwah org tsb..? Dan mohon pencerahannya soal berkomunikasi dg arwah (meminta mereka mendoakan kita, or sebaliknya berdoa bagi mereka).. Apakah doa arwah, misa arwah, dan berdoa kepada para saints yg sudah meninggal itu bagian dari Tradisi..? dan apakah hal ini tidak bertentangan dg Alkitab..?
Terutama ayat2 ini:
Imamat 19:31
Yesaya 8:19
Imamat 20:6
2 Raja 23:24
Ulangan 18:10-12
Terima kasih..
Shalom, salam damai, berkah dalem…
Terima kasih..
Shalom, salam damai, berkah dalem…
Salam Joni,
Silahkan membaca dulu penjelasan mengenai dasar teologis dan Alkitab serta Ajaran Gereja mengenai doa untuk arwah orang beriman, di artikel “Mengapa kita mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal”,silahkan klik. Barulah kemudian bertanya di bawah artikel tersebut hanya jika dalam penjelasan dan tanya jawab yang sudah ada di sana, Anda merasa belum jelas. Hal ini supaya tidak terjadi pengulangan tema yang sama.
Mengenai komunikasi dengan sesama yang sudah meninggal, silahkan membaca artikel “Bolehkah berkomunikasi dengan jiwa-jiwa di api penyucian”, klik di sini. Di situ Anda bisa mencari tahu lebih lanjut. Juga mengenai arwah yang menampakkan diri silahkan membaca artikel “Samuel, Saul dan perempuan pemanggil arwah di En-Dor”, klik di sini.
Sedangkan mengenai perbedaan setan dan arwah bisa dilihat dalam diskusi-diskusi di artikel “Bersyukurlah ada api penyucian”, silakan klik di sini, dan di kisah “Eksorsisme, pengalaman yang tak terlupakan”, klik di sini.
Setelah membaca semua artikel dan tanya jawab di bawah teks artikel-artikel tersebut, semoga Anda bisa memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Anda. Namun jika belum mendapatkan jawabannya, silahkan menanyakannya lagi. Selamat membaca.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Istri saya kemarin keguguran dengan kehamilan <1 bulan.
Sementara Ajaran Gereja Katholik mengajarkan kehidupan berawal saat bertemunya sel telur dan sperma
Masalahnya adalah…
Perlukah doa/intensi khusus buat dia ?
Senyampang ini dekat dengan bulan doa untuk arwah.
Bagaimana menurut Gereja tentang Unborn Child…?
Terimakasih atas perhatiannya
Pax In Christo
Salam Yoseph Agung,
Kehidupan manusia dimulai sejak pembuahan. Sejak pembuahan, ia adalah makhluk manusia yang memiliki hak pribadi yang absolut dan tak dapat diganggu-gugat di antaranya hak atas kehidupan. Masih satu sel setelah pembuahan, masih dalam indung telur, sebelum sel-sel membanyak dan sebelum menempel di dinding rahim, Allah telah mengenalnya, dan setelah di kandungan, Ia menguduskannya. “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, aku telah menguduskan engkau” (lihat Yer 1:5; bdk. Ayub 10:8-12; Mzm 22:10-11; bdk. KGK # 2270). Oleh karena embrio sejak pembuahan harus diperlakukan sebagai pribadi, maka ia, sebagaimana setiap manusia lain, selalu membutuhkan doa-doa, karena dia adalah juga makhluk jasmani dan rohani karena dia manusia. Dia pun mendoakan orangtuanya. Bagaimanapun, dia adalah anak Anda dan Anda berdua ialah orangtuanya. Baik yang meninggal pada usia beberapa minggu dalam kandungan maupun yang meninggal pada usia 95 tahun tetaplah didoakan dalam liturgi Gereja Katolik. Dalam liturgi Hari Raya Peringatan Arwah Semua Orang Beriman (2 November), didoakan juga para bayi yang keguguran ataupun yang dibunuh dengan aborsi. KGK 1283 “Mengenai anak-anak yang mati tanpa dibaptis, liturgi Gereja menuntun kita, agar berharap kepada belas kasihan ilahi dan berdoa untuk keselamatan anak-anak ini.”
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Romo Santo ytk,
terkait dgn bayi yg keguguran, belum lama berselang ada seorang teman yg memberitahu bahwa sebaiknya bayi yg keguguran tsb diberi nama (sebaiknya nama santo/santa) dan didoakan secara khusus dalam suatu perayaan Ekaristi. Saya kemudian teringat ketika saya masih kecil, sekian puluh tahun yg lalu, ibu saya pernah bercerita bahwa beliau pernah mengalami keguguran. Yg ingin saya tanyakan, apakah ada semacam aturan tertentu dalam Gereja Katolik mengenai hal tsb?
Terima kasih atas perhatian romo.
Salam dalam kasih Tuhan,
Salam Bernardus,
KGK 2167: “Allah memanggil tiap orang dengan namanya” (bdk. Yes 43:1, Ul 5:12-15, Yoh 10:3). Kita pun tahu bahwa manusia sudah ada sejak pembuahan. Maka jika ia keguguran/meninggal sebelum lahir normal, ia bisa diberi nama. Namun hendaknya, jangan diberi nama yang asing dari semangat Kristiani (KHK kan. 855).
KHK 855 Hendaknya orangtua, wali baptis dan pastor paroki menjaga agar jangan memberikan nama yang asing dari citarasa kristiani.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto, Pr
Beda efektivitas doa peringatan arwah pada Misa Harian/Minggu dengan Misa 2 Nopember (Peringatan Jiwa-jiwa di Api Penyucian):
Pada setiap peringatan jiwa-jiwa di api penyucian, ribuan ujud Misa diajukan umat untuk mendoakan arwah sanak saudaranya. Bahkan di salah satu paroki di Jakarta, pembacaan daftar nama arwah yang akan didoakan bisa menyita waktu hampir sejam per satu kali misa ( ada tiga Misa dalam hari yang sama).
Padahal setiap hari, di dalam Misa harian, nama-nama arwah bisa disebutkan dalam hati ataupun dijadikan intensi khusus dalam Misa, khususnya setelah doa konsekrasi.
Terdapat kesan, mendoakan arwah pada tanggal 2 November lebih afdol dibanding pada hari-hari biasa.
Apakah memang demikian? Kalau tidak, mengapa gereja tidak mendidik umat agar lebih rutin mendoakan arwah pada hari-hari biasa, agar intensi doa arwah lebih menyebar sepanjang tahun dan tidak bertumpuk-tumpuk khusus pada tanggal keramat tersebut.
Kayaknya pola pikir tradisi cengbeng membayangi umat berbondong – bondong mengajukan intensi Misa khusus pada tanggal 2 November. Semoga umat tidak salah persepsi mengenai hal ini.
Shalom Herman Jay,
Sebenarnya jika ditinjau dari segi hakekat Misa Kudus, maka tidak ada perbedaan antara Misa harian/ Mingguan dengan Misa Khusus pada Misa Peringatan Jiwa- jiwa orang beriman (All Soul’s day) tanggal 2 November. Karena pada dasarnya setiap Misa memperingati kurban yang sama, yaitu Tuhan Yesus Kristus, sehingga efektivitasnya sama, jika didoakan dengan disposisi hati yang benar.
Namun tanggal 2 November itu merupakan kesempatan yang khusus, karena pada saat itu seluruh Gereja Katolik secara bersama- sama mendoakan arwah/ jiwa- jiwa saudara/i kita yang sudah meninggal dunia dan saat itu diberikan kesempatan untuk memperoleh Indulgensi, baik Indulgensi penuh atau sebagian, kepada yang meninggal dunia. Ajaran Gereja tentang Indulgensi dapat dibaca selengkapnya di sini, silakan klik. Khusus untuk tanggal 2 November menurut Konstitusi Apostolik, Indulgentiarum Doctrina, bab 5, adalah:
n. 15—A plenary indulgence applicable only to the dead can be acquired in all churches and public oratories—and in semipublic oratories by those who have the right to use them—on November 2.
Maksudnya, Indulgensi penuh dapat diberikan kepada jiwa yang kita doakan, jika kita mengunjungi gereja- gereja atau kapel (kunjungan ini maksudnya adalah berziarah), setelah kita memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Nah, ketentuan untuk menerima Indulgensi penuh adalah:
n. 7—To acquire a plenary indulgence it is necessary to perform the work to which the indulgence is attached and to fulfill three conditions: sacramental confession, Eucharistic Communion and prayer for the intentions of the Supreme Pontiff. It is further required that all attachment to sin, even to venial sin, be absent. If this disposition is in any way less than complete, or if the prescribed three conditions are not fulfilled, the indulgence will be only partial, except for the provisions contained in n.11 for those who are “impeded.”
n. 11—While there is no change in the faculty granted by canon 935 of the Code of Canon Law to confessors to commute for those who are “impeded” either the prescribed work itself or the required conditions [for the acquisition of indulgences], local Ordinaries can grant to the faithful over whom they exercise authority in accordance with the law, and who live in places where it is impossible or at least very difficult for them to receive the sacraments of confession and Communion, permission to acquire a plenary indulgence without confession and Communion provided they are sorry for their sins and have the intention of receiving these sacraments as soon as possible.
Artinya, syarat untuk memperoleh indulgensi penuh adalah: 1) mengaku dosa dalam Sakramen Tobat; 2) menerima Komuni Kudus, 3) berdoa bagi intensi Bapa Paus, 4) tidak terikat oleh dosa, bahkan oleh dosa ringan sekalipun. Jika disposisi (no.4) ini tidak lengkap atau tiga persyaratan lainnya tidak dipenuhi, maka indulgensi yang diperoleh hanya sebagian. Kekecualian dapat diberikan oleh Ordinaris (keuskupan) lokal kepada umat beriman yang tinggal di tempat- tempat yang terpencil sehingga pemberian Sakramen Tobat dan Ekaristi menjadi tidak mungkin atau sangat sulit, maka diijinkan untuk memperoleh indulgensi penuh tanpa menerima sakramen Tobat dan Ekaristi asalkan mereka sungguh bertobat dan bermaksud menerima sakramen- sakramen ini secepatnya (tentu asal syarat yang lainnya dipenuhi). Di samping itu, perlu diketahui bahwa indulgensi penuh hanya dapat diberikan sekali dalam sehari, sedangkan indulgensi sebagian dapat diberikan berkali- kali dalam sehari (lih. n.6).
Melihat ketentuan- ketentuan ini, maka walaupun efek Misa Kudus adalah sama, namun memang ada kekhususan pada tanggal 2 November ini, karena Gereja memberikan kesempatan kepada umatnya untuk mendoakan jiwa- jiwa yang sudah meninggal dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, dan memperoleh indulgensi bagi jiwa-jiwa yang didoakannya. Jadi tradisi mendoakan arwah pada tanggal 2 November seharusnya tidak hanya ditandai dengan mengajukan intensi Misa kudus pada hari itu, tetapi juga disertai dengan doa dan pertobatan dari kita yang mendoakan.
Lebih jauh tentang apa itu indulgensi, apa dasarnya, dan apa itu indulgensi penuh dan sebagian, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Herman Jay,
Menambahkan penjelasan oleh Ibu Ingrid, dalam Ekaristi, ada tempat yang khas untuk menyampaikan ujub-ujub pribadi termasuk untuk para arwah, yaitu saat hening setelah “Marilah berdoa” dan kata-kata Doa Pembuka. Doa pembuka disebut Oratio Collecta karena mengumpulkan semua doa permohonan.
Doa pembuka merupakan doa penutup ritus pembuka, mulai dipraktekkan sejak Paus Leo Agung pada abad V. Doa ini disebut juga oratio collecta karena bersifat mengumpulkan dan meringkas ujub-ujub doa umat yang hadir. Pelaksanaannya : Imam mengajak umat untuk berdoa (marilah berdoa / oremus….). Lalu semua yang hadir bersama dengan imam hening sejenak untuk menyadari kehadiran Tuhan, dan dalam hati mengungkapkan doa-doa intensi dalam hati. Kemudian, imam mengucapkan dengan lantang doa pembuka yang lazim disebut “collecta”, yang mengungkapkan inti perayaan liturgi hari yang bersangkutan” (PUMR 54) – Doa ini diakhiri dengan rumusan trinitaris panjang.
Dalam pelaksanaannya kerap terjadi jeda hening sangat singkat atau bahkan tidak ada. Para imam sebaiknya diingatkan soal ini karena dalam rubrik (tulisan merah) dalam buku Perayaan Ekaristi doa hening ini harus ada.
Pastor Ch Harimanto Suryanugraha OSC, ahli Liturgi, Ketua ILSKI Bandung, menyatakan bahwa intensi arwah yang banyak itu tidak perlu dibacakan satu per satu sehingga menyita waktu. Namun orang biasanya suka jika intensinya didoakan dengan jelas dan lantang. Sebenarnya aturan liturgi tidak menyatakan demikian. Dalam doa hening sebelum doa pembuka itulah saatnya mendoakan para arwah itu. Juga dalam waktu Doa Syukur Agung dengan menyebut intensi umum para arwah, tidak menyebutkannya satu per satu. Demikianlah pemecahan secara liturgis oleh ahlinya mengenai banyaknya intensi doa arwah. Kalaupun nama-nama almarhum itu disebutkan, maka disebutkan di waktu lain (misalnya sebelum misa), atau dicetak dan ditempelkan di papan pengumuman.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Shalom Kay Roven.
Ijinkan saya untuk ikut nimbrung dalam diskusi anda.
Saya hanya ingin sekedar memberikan saran kepada anda, terutama sebagai sesama pengikut Kristus.
Saya membaca banyak pernyataan dan opini yang ada berikan, namun saya merasa semua pernyataan dan opini yg anda utarakan kurang mempunyai argumentasi yang kuat, justru yang muncul adalah kuatnya kesan adanya kecenderungan dan maksud untuk menyerang ajaran/ kepercayaan pihak lain.
Dalam hal ini saya tidak tahu apa maksud dan tujuan yang ingin anda capai.
Pertama, apabila anda bermaksud untuk menyerang dan menyalahkan ajaran/ kepercayaan pihak lain, dan dalam hal ini anda menganggap bahwa ajaran yang anda yakini mempunyai kebenaran yang mutlak, maka menurut saya hal ini justru sangat membahayakan diri anda sendiri. Hal ini kentara dari pernyataan dan opini yang anda berikan, yang nampak belum anda uji kebenarannya secara mendalam.
Kedua, apabila anda mempunyai keinginan untuk mengadakan diskusi/ dialog, maka cobalah untuk mempersiapkan diri lebih baik agar dapat memunculkan argumen2 yang memiliki dasar yang kuat.
Ketiga, apabila anda bermaksud untuk mengabarkan kebenaran kepada ‘sesama’, sebaiknya seperti pada point pertama, ujilah dahulu lebih dalam kebenaran yang anda yakini itu, kemudian sampaikanlah dengan hati tulus dan rendah hati, agar bilamana pihak lain menerima kebenaran yang anda sampaikan, dapat menerimanya dengan lapang dada dan penuh rasa syukur dan terima kasih.
Keempat, apabila justru anda ingin mencari kebenaran ajaran itu sendiri -seperti saya pribadi pernah mengalaminya-, maka bukalah hati dan pikiran anda seluas-luasnya dan posisikanlah diri anda se obyektif mungkin, tanpa tendensi apapun selain keinginan pencarian akan kebenaran ajaran itu sendiri.
Maaf Kay Roven, saya hanya bermaksud untuk menyampaikan saran, karena pada pandangan saya hal ini amat sangat penting bagi diri pribadi masing-masing. Hal ini menyangkut keselamatan jiwa pribadi. Nyata memang bahwa hanya Kristus lah hakim yang maha benar. Hukum-hukum dan ajaran-ajaran Kristuslah yang harus kita anut dan jalankan. Jadi marilah dengan terang Kristus juga masing-masing dari kita terus mencari untuk setidaknya dapat mendekati apa yang dimaksudkan oleh Kristus sendiri.
Dalam hal pencarian, terimalah masukan-masukan dari semua pihak, renungkan dengan iman dan akal budi dengan memohon tuntunan Roh Kudus. Barulah tetapkan pilihan, dengan tetap selalu terbuka terhadap masukan pihak lain dan tetap terbuka akan kesadaran terhadap kesalahan pilihan anda, karena kodrat dasar ketidak sempurnaan manusia.
Satu hal yang sangat penting untuk anda ingat dan terus anda sadari bahwa tujuan pencarian ini adalah “apa yang dimaksud dan dikehendaki Kristus” dan bukan “apa yang nyaman bagi kita”.
Sebagai contoh yang sangat sederhana, makanan yang mengandung banyak lemak, akan terasa nikmat bagi kita, namun tanpa kita sadari justru sering membawa akibat yang merugikan bagi kesehatan. Sedangkan berbagai macam sayuran yang sebagian besarnya terasa pahit justru memberikan banyak manfaat bagi kesehatan.
Sering tidak kita sadari pula, di abad satelit dan digital ini, umat manusia berlomba untuk membuat segala sesuatunya serba praktis dan instan serta murah. Segala sesuatu yang ‘banyak aturan’ dan ‘merepotkan’ seperti tidak mendapatkan pasar. Semuanya harus berubah praktis, kalau tidak akan tergerus oleh jaman dan ditinggalkan konsumen. Dan dengan kecenderungan melemahnya perekonomian dunia yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun, maka barang-barang murah menjadi target serbuan konsumen. Namun sayangnya, banyak peralatan murah mempunyai daya tahan rendah karena tidak memiliki bahan dasar yang murni dan benar, ditambah lagi dikerjakan oleh pabrikan dengan manager-manager yang belum teruji kemampuannya yang direkrut secara dadakan, asal loyal. Bagi perusahaan yang penting “laku keras”, sesuai dengan “keinginan konsumen”, tidak peduli apakah barang itu justru dapat membahayakan konsumennya sendiri. Bahkan banyak perusahaan memberikan kesempatan luas bagi konsumen untuk dapat menjadikan dirinya sendiri manager tanpa pendidikan managerial yang memadai, bahkan sampai tidak perlu pendidikan, cukup mencari “down line” dengan jumlah tertentu (sistem multi level marketing). Yang lebih memprihatinkan, komplain konsumen karena kesalahan produk selalu dijawab mesin penjawab yang sama: “perusahaan telah berusaha membuat produk yang benar, konsumen diwajibkan untuk meneliti dengan baik. Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”.
Artinya, resiko ditanggung pembeli.
Semoga semua hal ini tidak terjadi pada gereja-gereja, karena pertanggung jawaban iman bagi umatnya sungguh besar, bukan hanya sekedar barang asal jadi tanpa bahan-bahan dasar yang murni dan kuat, yang harus dapat dibuktikan memiliki daya tahan yang tinggi dan awet.
Saya merasa miris bila membayangkan ini terjadi pada suatu denominasi gereja, dimana kesalahan produk (ajaran) yang belum teruji harus ditanggung oleh konsumen (umat). Bagi umat yang mampu dan dapat mengerti, sudah semestinya mulai mencari pendekatan sedekat mungkin ke arah ajaran yang benar dan teruji serta memiliki dasar-dasar yang kuat.
Terlalu besar taruhan yang kita mainkan, karena kita mempertaruhkan jalan keselamatan kita sendiri.
Untuk ajaran-ajaran Gereja Katolik dan dasar ajarannya sendiri, cukup banyak dapat dibaca tulisan-tulisan pak Stef dan bu Inggrid serta team Katolisitas lainnya yang begitu produktif. Tulisan-tulisan tersebut dapat anda jadikan bahan permenungan yang bagus sekaligus perbandingan dengan ajaran-ajaran gereja lainnya.
Demikian yang dapat saya sarankan, dan maafkan saya bila ada kata atau kalimat yang tidak berkenan pada anda karena keterbatasan kemampuan saya. Tidak lebih hanya karena semangat pada diri saya bahwa kita memiliki keyakinan akan Guru, Junjungan, Raja sekaligus Penyelamat yang sama.
Juga sebagai tambahan Kay Roven dapat membaca kesaksian Rachel pada Rubrik Kesaksian di website ini, sekaligus bila memungkinkan dapat membaca buku “Rome Sweet Home” Scott & Kimberly Hahn.
Salam dalam kasih Yesus & Bunda-Nya.
[dari katolisitas: Komentar ini adalah merupakan diskusi dengan Romo Santo sebelumnya, yang ada disini – silakan klik]
Salam,
Bukan saya yang menyangkal purgatorium tetapi Alkitab loh Pastor.. Saya ikut apa kata Alkitab bukan kata manusia atau gereja yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya… Perumpamaan tentang anak yang hilang dll itu memang tidak ada hubungannya dengan purgatorium karena firman Tuhan tidak pernah berbicara tentang itu. Btw saya tidak pernah menyebutkan Matius 25 kok, yang saya bilang jawaban manis buat jawaban purgatorium adalah tentang anak yang hilang “saya jelaskan… Setelah sadar telah berbuat dosa anak itu memutuskan untuk kembali pulang ke rumah Bapanya, coba Pastor renungkan kenapa Bapa menunggu anaknya kembali? Ketika Bapa itu melihat anaknya kembali Ia langsung berlari menjemput anaknya, dipeluk, lalu diberikan jubah yang paling bagus, menyuruh pelayan2nya untuk membuat pesta… Nah ini tipe dari Allah orang percaya walau pun kita jatuh bangun dari dosa tetapi Dia tidak pernah menghukum anak2Nya?…. Apalagi yang namanya harus dimurnikan itu yang ingin saya sampaikan kenapa tidak ada yang namanya purgatorium. Firman Tuhan dijadikan pedoman hidup di dunia ini untuk kemuliaan Tuhan. Kenapa Tuhan Yesus memakai perumpamaan kepada murid2Nya ” karena mereka tidak mengerti” tentang anak yg hilang menolong kita utk mengerti siapa Bapa kita, Pastor belum menjawab saya seperti apa dimurnikan itu?
Pastor belum menanggapi pernyataan saya tentang kebiasaan mendoakan arwah di jaman Israel kuno, kalau Tuhan mengijinkan ini utk dicatat dalam Firman Tuhan, pasti akan ditulis, kenyataannya Tuhan Yesus pun tidak pernah mengajarkan. Artinya Gereja mengadopsi okul ke dalam ibadah suci Gereja?
Saya percaya bukan hanya dari pihak GK yang menyusun Alkitab tetapi juga dari pihak2 lain pun terlibat karena yang lain melihat kitab2 tambahan yang ada di GK bertentangan dengan kitab2 yang lain, btw klo GK yang mengkanonikan Alkitab pasti tidak akan melakukan pengajaran2 yang melawan Tuhan.
Shalom Kay Roven,
Saya akan melanjutkan diskusi ini dengan anda, karena Romo Santo mempunyai kesibukan yang cukup banyak. Saya juga akan membatasi diskusi ini tiga kali putaran, kalau anda berniat untuk melakukan diskusi panjang. Mari sekarang kita melihat argumentasi yang anda berikan:
1. Anda memberikan perumpamaan anak yang hilang (Lk 15:11-32) untuk menyangkal Api Penyucian. Terus terang saya tidak melihat hubungannya antara perumpamaan ini yang seolah-olah dapat mendukung argumentasi anda yang mengatakan bahwa Api Penyucian tidak ada. Hal ini tercermin dari pandangan anda yang mengatakan “Ketika Bapa itu melihat anaknya kembali Ia langsung berlari menjemput anaknya, dipeluk, lalu diberikan jubah yang paling bagus, menyuruh pelayan2nya untuk membuat pesta… Nah ini tipe dari Allah orang percaya walau pun kita jatuh bangun dari dosa tetapi Dia tidak pernah menghukum anak2Nya?” Apakah anda benar-benar mengerti pengajaran Gereja Katolik tentang Api Penyucian? silakan membaca artikel tentang Api Penyucian di sini – silakan klik. Api Penyucian (Purgatorium) dapat saja terjadi nanti di Api Penyucian, atau juga dapat terjadi di dunia ini, misal dengan penderitaan, memikul salib, dll. Intinya adalah baik pemurnian yang terjadi di dunia ini atau akan datang merupakan satu proses pemurnian. Jadi dalam konteks anak yang hilang, mungkin saja anak yang hilang telah mengalami pemurnian dengan penderitaannya dan pertobatannya. (Luk 15:14-20) Dan hal ini tidak bertentangan dengan doktrin Api Penyucian, karena hanya setelah melalui proses pemurnian, maka orang-orang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah atau seperti Bapa yang merangkul anak yang hilang – namun telah bertobat dan dimurnikan.
Allah kita memang Allah yang penuh kasih, namun bukan berarti kita melupakan kodrat Allah yang juga maha adil, yang menghukum sebagian orang. Bahkan terhadap orang-orang yang dikasihi Allah, rasul Paulus mengatakan “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” (Ibr 12:6) Mengapa Tuhan menghajar dan menyesah orang yang dikasihi-Nya? Agar orang-orang yang dikasihi dimurnikan sehingga dapat menjadi mirip seperti Allah. Inilah yang terjadi dalam Api Penyucian, yang memungkinkan umat Allah dimurnikan, sehingga pada akhirnya mereka dipersembahkan sebagai mempelai Allah yang tanpa cacat dan tanpa kerut. (lih. Ef 5:27)
2. Anda mengatakan “Apalagi yang namanya harus dimurnikan itu yang ingin saya sampaikan kenapa tidak ada yang namanya purgatorium. Firman Tuhan dijadikan pedoman hidup di dunia ini untuk kemuliaan Tuhan. Kenapa Tuhan Yesus memakai perumpamaan kepada murid2Nya ” karena mereka tidak mengerti” tentang anak yg hilang menolong kita utk mengerti siapa Bapa kita” Pertanyaan serupa pernah anda ajukan di sini – silakan klik, yang diskusinya belum anda selesaikan. Dan saya memberikan jawaban sebagai berikut di sini – silakan klik:
Shalom Kay Roven,
Terima kasih atas tanggapannya tentang Api Penyucian. Kalau anda ingin memberikan tanggapan yang serius bahwa Api Penyucian tidak Alkitabiah. Mulailah dengan membaca artikel ini – silakan klik, beserta dengan tanya jawab di bawahnya. Setelah itu, cobalah menyusun argumentasi berdasarkan artikel tersebut. Kalau anda tidak percaya Api Penyucian karena tidak tertulis di Alkitab, maka seharusnya anda juga tidak boleh percaya kepada Trinitas, Sola Scriptura, Sola Fide, karena kata-kata dan istilah-istilah tersebut juga tidak ada di Alkitab. Cobalah untuk memberikan argumentasi yang belum pernah dibahas sebelumnya atau argumentasi yang lebih mendalam, sehingga topik dapat dibahas secara lebih mendalam dan bukan hanya merupakan pengulangan-pengulangan. Semoga usulan ini dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
3. Anda mengatakan “Pastor belum menjawab saya seperti apa dimurnikan itu?” Pemurniaan yang terjadi di dunia ini dapat saja berupa penderitaan, diperlakukan tidak adil, menyangkal diri, memikul salib, dll. Namun, kita tidak pernah tahu apakah pemurnian yang terjadi di dunia ini telah cukup atau tidak untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Yang mengetahui secara pasti adalah Tuhan. Bagaimana dengan pemurnian yang terjadi di Api Penyucian? Romo Santo telah menggambarkan dengan baik, yaitu seperti orang yang merasa tidak layak untuk masuk ke tempat kudus. Bagaimana persisnya keadaannya, maka tidak ada yang tahu secara persis. Namun, bukan berarti doktrin Api Penyucian tidak benar. Kalau anda tidak dapat menerima hal ini, maka dengan cara berfikir yang sama, saya juga dapat bertanya kepada anda. Bagaimana persisnya apa yang terjadi di Sorga? Apakah ada rumah, mobil, tanaman, danau, dll? Apakah kita akan dikelompokkan menurut bangsa atau menurut tingkat kekudusan, dan apakah parameternya? Apakah Sorga mempunyai tingkatan? Berapa tingkat dan bagaimana pembagiannya? Bagaimana bentuk tubuh kita yang dimuliakan nanti di Sorga? Apakah kalau anda tidak dapat menjawab pertanyaan ini secara jelas dan mendetail, maka berarti Sorga tidak ada?
4. Anda mengatakan “Pastor belum menanggapi pernyataan saya tentang kebiasaan mendoakan arwah di jaman Israel kuno, kalau Tuhan mengijinkan ini utk dicatat dalam Firman Tuhan, pasti akan ditulis, kenyataannya Tuhan Yesus pun tidak pernah mengajarkan. Artinya Gereja mengadopsi okul ke dalam ibadah suci Gereja?” Sebenarnya ini adalah argumentasi yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Kalau anda hanya percaya akan satu doktrin karena nama doktrin tersebut tercatat di dalam Kitab Suci, maka anda juga mempunyai masalah dengan doktrin Trinitas, Sola Scriptura. Apakah dengan demikian, saya dapat mengatakan “Kalau Tuhan mengijinkan untuk dicatat dalam Firman Tuhan, maka seharusnya kata “Trinitas” tertulis dalam Kitab Suci?” Kenyataannya, kata Trinitas tidak ada di dalam Kitab Suci, dan apakah dengan demikian, anda tidak percaya Trinitas? Bahwa kata Api Penyucian tidak tertulis secara persis, tidak membuktikan bahwa doktrin Api Penyucian ini tidak benar. Berikut ini adalah dasar-dasar yang menunjukkan doktrin Api Penyucian di dalam Kitab Suci:
1. “Tidak akan masuk ke dalamnya [surga] sesuatu yang najis” (Why 21:27) sebab Allah adalah kudus (Is 6:3). Maka kita semua dipanggil kepada kekudusan yang sama (Mat 5:48; 1 Pet 1:15-16), sebab tanpa kekudusan tak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14). Melihat bahwa memang tidak mungkin orang yang ‘setengah kudus’ langsung masuk surga, maka sungguh patut kita syukuri jika Allah memberikan kesempatan pemurnian di dalam Api Penyucian.
2. Keberadaan Api Penyucian diungkapkan oleh Yesus secara tidak langsung pada saat Ia mengajarkan tentang dosa yang menentang Roh Kudus, “…tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat 12:32) Di sini Yesus mengajarkan bahwa ada dosa yang dapat diampuni pada kehidupan yang akan datang. Padahal kita tahu bahwa di neraka, dosa tidak dapat diampuni, sedangkan di surga tidak ada dosa yang perlu diampuni. Maka pengampunan dosa yang ada setelah kematian terjadi di Api Penyucian, walaupun Yesus tidak menyebutkan secara eksplisit istilah ‘Api Penyucian’ ini.
3. Rasul Paulus mengajarkan bahwa pada akhirnya segala pekerjaan kita akan diuji oleh Tuhan. “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:15) Api ini tidak mungkin merupakan api neraka, sebab dari api neraka tidak ada yang dapat diselamatkan. Api ini juga bukan surga, sebab di surga tidak ada yang ‘menderita kerugian’. Sehingga ‘api’ di sini menunjukkan adanya kondisi tengah-tengah, di mana jiwa-jiwa mengalami kerugian sementara untuk mencapai surga.
4. Rasul Petrus juga mengajarkan bahwa pada akhir hidup kita, iman kita akan diuji, “…untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan… pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Pet 1:7). Rasul Petrus juga mengajarkan,
“Kristus telah mati untuk kita … Ia, yang yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan oleh Roh, dan di dalam Roh itu pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara, yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah…” (1 Pet 3: 18-20). Roh-roh yang ada di dalam penjara ini adalah jiwa-jiwa yang masih terbelenggu di dalam ‘tempat’ sementara, yang juga dikenal dengan nama ‘limbo of the fathers’ (‘limbo of the just‘). Selanjutnya Rasul Petrus juga mengatakan bahwa “Injil diberitakan juga kepada orang-orang mati supaya oleh roh, mereka dapat hidup menurut kehendak Allah” (1 Pet 4:6). Di sini Rasul Petrus mengajarkan adanya tempat ketiga selain surga dan neraka, yaitu yang kini disebut sebagai Api Penyucian.
5. Kitab 2 Makabe 12: 38-45 adalah yang paling jelas menceritakan dasar pengajaran mengenai Api Penyucian ini. Ketika Yudas Makabe dan anak buahnya hendak menguburkan jenazah pasukan yang gugur di pertempuran, mereka menemukan adanya jimat dan berhala kota Yamnia pada tiap jenazah itu. Maka Yudas mengumpulkan uang untuk dikirimkan ke Yerusalem, untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Perbuatan ini dipuji sebagai “perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan” (ay.43); sebab perbuatan ini didasari oleh pengharapan akan kebangkitan orang-orang mati. Korban penebus salah ini ditujukan agar mereka yang sudah mati itu dilepaskan dari dosa mereka (ay. 45).
Memang saudara-saudari kita yang Protestan tidak mengakui adanya Kitab Makabe ini, namun ini tidak mengubah tiga kenyataan penting: Pertama, bahwa penghapusan Kitab Makabe ini sejalan dengan doktrin Protestan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya diperoleh dengan iman saja atau “Sola Fide, Salvation by faith alone”, walaupun Alkitab tidak menyatakan hal itu. Sebab kata ‘faith alone’/ ‘hanya iman’ yang ada di Alkitab malah menyebutkan sebaliknya, yaitu “…bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman”/ not by faith alone (Yak 2:24). Maka, berdoa bagi orang meninggal yang termasuk sebagai perbuatan kasih, menurut Luther tidak mempengaruhi keselamatan, sedangkan menurut Gereja Katolik itu merupakan hal yang mulia, yang jika dilakukan di dalam iman, akan membawa kita dan orang-orang yang kita doakan kepada keselamatan oleh karena kasih karunia Tuhan Yesus.
Kedua, tradisi berdoa bagi jiwa orang-orang yang sudah meninggal merupakan tradisi Yahudi, yang dimulai pada abad ke-1 sebelum Masehi, sampai sekarang. Maka, tradisi ini juga bukan tradisi yang asing bagi Yesus. Ketiga, Kitab Makabe ini bukan rekayasa Gereja Katolik, sebab menurut sejarah, kitab ini sudah selesai ditulis antara tahun 104-63 sebelum masehi. Karena itu kita dapat meyakini keaslian isi ajarannya. Lebih lanjut tentang hal ini, silakan klik di sini.
6. Rasul Paulus mendoakan sahabatnya Onesiforus yang rajin mengunjunginya sewaktu ia dipenjara, agar Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada sahabatnya itu ‘pada hari penghakiman’ (lihat 2 Tim 1:16-18). Rasul Paulus berdoa agar Tuhan berbelas kasihan kepada jiwa sahabatnya itu pada saat kematiannya.[1] Hal ini tentu tidak masuk akal jika doa yang dipanjatkan untuk orang yang meninggal tidak ada gunanya. Sebaliknya, ini merupakan contoh bahwa doa-doa berguna bagi orang-orang yang hidup dan yang mati. Tradisi para rasul mengajarkan demikian. Selanjutnya tentang Onesiforus (bahwa ia sudah wafat) sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Dan doktrin ini juga didukung oleh tulisan para Bapa Gereja, seperti Tertullian, St. Cyril dari Yerusalem, St. Yohanes Krisostomus, St. Agustinus, St. Gregorius Agung. Dapatkah anda menyebutkan beberapa Bapa Gereja sebelum abad ke-5 yang menuliskan bahwa Api Penyucian tidak ada?
5. Anda menuliskan “Saya percaya bukan hanya dari pihak GK yang menyusun Alkitab tetapi juga dari pihak2 lain pun terlibat karena yang lain melihat kitab2 tambahan yang ada di GK bertentangan dengan kitab2 yang lain, btw klo GK yang mengkanonikan Alkitab pasti tidak akan melakukan pengajaran2 yang melawan Tuhan.” Silakan anda memberikan data sejarah yang mendukung pernyataan anda. Berikut ini adalah apa yang terjadi dalam proses kanon Kitab Suci:
Tahun 382, Paus Damasus I, didorong oleh Konsili Roma, menulis dekrit yang menentukan ke 73 kitab, PL dan PB.
Tahun 393, Konsili Hippo di Afrika Utara menyetujui adanya ke-73 kitab tersebut dalam kanon Kitab Suci, PL dan PB.
Tahun 397, Konsili Carthage/ Carthago, Afrika Utara, kembali menyetujui kanon PL dan PB tersebut. Banyak gereja Protestan yang menganggap konsili ini sebagai yang menentukan secara otoritatif kanon Perjanjian Baru.
Tahun 405, Paus St. Innocentius I (401-417) menulis surat kepada Uskup Exsuperius dari Toulouse, menetapkan ke 73 kitab seperti yang disetujui oleh Konsili Hippo dan Carthage.
Tahun 419, Konsili ekumenikal di Florence secara resmi mendefinisikan daftar ke-73 kitab yang sama tersebut dalam kanon Kitab Suci.
Tahun 1546, Konsili ekumenikal di Trente meneguhkan lagi kanon Kitab Suci yang terdiri dari ke-73 kitab tersebut.
Tahun 1869, Konsili ekumenikal Vatikan I kembali meneguhkan daftar kitab yang disebutkan dalam Konsili Trente.
Kalau anda ingin berdiskusi tentang deuterokanonika, silakan membaca ini – silakan klik dan tanya jawab ini – silakan klik. Pernyataan terakhir anda “btw klo GK yang mengkanonikan Alkitab pasti tidak akan melakukan pengajaran2 yang melawan Tuhan” tidak didukung dengan argumentasi yang baik, karena berdasarkan premis “Gereja Katolik tidak mengkanonkan Kitab Suci” dan “Gereja Katolik melakukan pengajaran-pengajaran yang melawan Tuhan” yang belum dibuktikan kebenarannya. Dua premis ini harus anda buktikan kebenarannya dengan argumentasi yang baik. Tanpa argumentasi yang baik, maka dua premis ini hanyalah opini anda belaka. Silakan membuktikan dua premis ini dan nanti saya akan tanggapi satu persatu. Namun, silakan menyelesaikan diskusi ini terlebih dahulu. Semoga diskusi ini dapat berguna bagi kita dan juga bagi para pembaca katolisitas.org.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Muantab Pak Stef, argumen-argumennya seperti biasa bagus.
Untuk Kay Roven sebaiknya mempersiapkan argumen yang baik supaya justru tidak memperlemah opini anda. Saran saya karena bisa kepanjangan, mungkin bisa dibagi per sub tema. Saya menantikan pertanyaan Pak Stef yang belum dijawab sebelumnya oleh Kay Roven yaitu ” kenapa anda tidak percaya Purgatorium karena tidak tertulis di Alkitab, tapi percaya Trinitas dan Sola Scriptura sekalipun itu juga tidak tertulis di Alkitab?
Tuhan memberkati.
Bapak Stefanus yang terkasih
Saya ingin mencoba menjawab beberapa pertanyaan bapak yang ditujukan pada sdr Kay Roven berikut ini :
Bagaimana persisnya apa yang terjadi di Sorga? (Tidak seorangpun yang tahu).
Apakah ada rumah, mobil, tanaman, danau, dll? (Kalau tanaman pasti ada sebab kitab Yesaya menulisnya).
Apakah kita akan dikelompokkan menurut bangsa atau menurut tingkat kekudusan, dan apakah parameternya? (Kalau dikelompokkan menurut bangsa saya kira tidak, tapi kalau menurut tingkat kekudusan sudah pasti iya, tidak mungkin orang yang baru menerima keselamatannya pada saat akan mati akan disamakan tingkatnya dengan para nabi).
Apakah Sorga mempunyai tingkatan? (Ada)
Berapa tingkat dan bagaimana pembagiannya? (Sesuai dengan tingkatan yang ada di kemah suci, sebab kemah suci yang dibuat oleh Musa adalah sesuai dengan Sorga yang diperlihatkan oleh Allah kepada Musa).
Bagaimana bentuk tubuh kita yang dimuliakan nanti di Sorga?(Sama seperti tubuh Kristus setelah kebangkitanNya)
Apakah kalau anda tidak dapat menjawab pertanyaan ini secara jelas dan mendetail, maka berarti Sorga tidak ada? (Sorga pasti ada sebab Sorga adalah tujuan kita setelah kita mati atau jika kita diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam pengangkatan. Atau barangkali pak Stefanus ingin mampir dulu ke Api Penyucian, silakan).
Pak Stefanus menulis :
Berikut ini adalah dasar-dasar yang menunjukkan doktrin Api Penyucian di dalam Kitab Suci:
1. “Tidak akan masuk ke dalamnya [surga] sesuatu yang najis” (Why 21:27) sebab Allah adalah kudus (Is 6:3). Maka kita semua dipanggil kepada kekudusan yang sama (Mat 5:48; 1 Pet 1:15-16), sebab tanpa kekudusan tak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14). Melihat bahwa memang tidak mungkin orang yang ‘setengah kudus’ langsung masuk surga, maka sungguh patut kita syukuri jika Allah memberikan kesempatan pemurnian di dalam Api Penyucian.
Pak Stefanus jangan meng-ada2 , di dalam kekudusan tidak ada istilah “SETENGAH KUDUS”, yang ada hanyalah ORANG KUDUS dan ORANG BERDOSA.
2. Keberadaan Api Penyucian diungkapkan oleh Yesus secara tidak langsung pada saat Ia mengajarkan tentang dosa yang menentang Roh Kudus, “…tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat 12:32) Di sini Yesus mengajarkan bahwa ada dosa yang dapat diampuni pada kehidupan yang akan datang. Padahal kita tahu bahwa di neraka, dosa tidak dapat diampuni, sedangkan di surga tidak ada dosa yang perlu diampuni. Maka pengampunan dosa yang ada setelah kematian terjadi di Api Penyucian, walaupun Yesus tidak menyebutkan secara eksplisit istilah ‘Api Penyucian’ ini.
Sebab gereja Katolik tidak mengimani adanya Kerajaan Damai 1000 Tahun, maka pak Stefanus tidak menangkap maksud dari dunia yang akan datang yang dikatakan oleh Yesus.Jadi kalau orang yang menentang Roh Kudus itu lolos dari zaman Antikris , maka dia akan masuk ke zaman Kerajaan Damai 1000 tahun, dan disanapun dia tidak akan diampuni sebab dia sudah menentang Rohkudus.
3. Rasul Paulus mengajarkan bahwa pada akhirnya segala pekerjaan kita akan diuji oleh Tuhan. “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:15) Api ini tidak mungkin merupakan api neraka, sebab dari api neraka tidak ada yang dapat diselamatkan. Api ini juga bukan surga, sebab di surga tidak ada yang ‘menderita kerugian’. Sehingga ‘api’ di sini menunjukkan adanya kondisi tengah-tengah, di mana jiwa-jiwa mengalami kerugian sementara untuk mencapai surga.
Bukankah ayat ini mengajarkan bahwa orang yang pekerjaannya terbakar itu tetap selamat, tapi masuk kedalam Sorga tanpa mahkota (tidak punya apa-apa), jadi tidak ada hubungannya dengan Api Penyucian. Hanya didunia satu-satunya tempat bagi setiap manusia untuk memilih berbuat baik atau jahat dan masing-masing ada tujuannya Sorga atau Neraka (tidak ada yang menuju ke Api Penyucian)
4. Rasul Petrus juga mengajarkan bahwa pada akhir hidup kita, iman kita akan diuji, “…untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan… pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Pet 1:7). Rasul Petrus juga mengajarkan,
“Kristus telah mati untuk kita … Ia, yang yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan oleh Roh, dan di dalam Roh itu pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara, yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah…” (1 Pet 3: 18-20). Roh-roh yang ada di dalam penjara ini adalah jiwa-jiwa yang masih terbelenggu di dalam ‘tempat’ sementara, yang juga dikenal dengan nama ‘limbo of the fathers’ (‘limbo of the just‘). Selanjutnya Rasul Petrus juga mengatakan bahwa “Injil diberitakan juga kepada orang-orang mati supaya oleh roh, mereka dapat hidup menurut kehendak Allah” (1 Pet 4:6). Di sini Rasul Petrus mengajarkan adanya tempat ketiga selain surga dan neraka, yaitu yang kini disebut sebagai Api Penyucian.
Jika memang benar ada tempat ke tiga diluar Sorga dan Neraka, yang menurut gereja Katolik dinamakan tempat Api Penyucian bagi orang-orang yang mati, tapi ditempat ini tidak merobah orang-orang seperti yang bapak katakan “Setengah Kudus” menjadi kudus. Yang diberitakan oleh Yesus pada orang-orang yang mati di zaman Nuh adalah BERITA TENTANG PENGHUKUMAN mereka, sebab mereka akan dipindahkan masuk kedalam Neraka pada akhir zaman
5. Kitab 2 Makabe 12: 38-45 adalah yang paling jelas menceritakan dasar pengajaran mengenai Api Penyucian ini.
Sayang saya tidak mendalami kitab Makabe jadi saya tidak bisa memberi tanggapan.
6. Rasul Paulus mendoakan sahabatnya Onesiforus yang rajin mengunjunginya sewaktu ia dipenjara, agar Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada sahabatnya itu ‘pada hari penghakiman’ (lihat 2 Tim 1:16-18). Rasul Paulus berdoa agar Tuhan berbelas kasihan kepada jiwa sahabatnya itu pada saat kematiannya.[1] Hal ini tentu tidak masuk akal jika doa yang dipanjatkan untuk orang yang meninggal tidak ada gunanya. Sebaliknya, ini merupakan contoh bahwa doa-doa berguna bagi orang-orang yang hidup dan yang mati. Tradisi para rasul mengajarkan demikian. Selanjutnya tentang Onesiforus (bahwa ia sudah wafat) sudah pernah dibahas di sini,
Kalau saya cermati 2 Tim 1 : 16 – 18 berikut ini :
1:16 Tuhan kiranya mengaruniakan rahmat-Nya kepada keluarga Onesiforus yang telah berulang-ulang menyegarkan hatiku. Ia tidak malu menjumpai aku di dalam penjara.
1:17 Ketika di Roma, ia berusaha mencari aku dan sudah juga menemui aku.
1:18 Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya pada hari-Nya. Betapa banyaknya pelayanan yang ia lakukan di Efesus engkau lebih mengetahuinya dari padaku.
Ayat-ayat tsb tidak ada yang mengacu bahwa Onesiforus sudah mati, seperti jawaban pak Stefanus untuk Ibu Larasati berikut ini :
Memang dari teksnya saja tidak dapat diketahui dengan pasti apakah Onesiforus itu pasti sudah mati pada saat surat itu dituliskan, namun sebaliknya, ayat itu juga tidak menunjukkan dengan pasti bahwa ia masih hidup. Namun di antara dua KEMUNGKINAN INI LEBIH MASUK AKAL jika Onesiforus sudah wafat pada saat surat kepada Timotius ditulis.Sebaiknya keyakinan kita tidak spekulatif,tapi yang benar-benar aktual tidak hanya diperkirakan, sebab perkiraan kita banyak yang salah.
Gery
Shalom Gery Mudaya,
Terima kasih atas partisipasi anda dalam diskusi tentang Api Penyucian antara Kay Roven dan saya. Berikut ini adalah tanggapan yang dapat saya berikan atas jawaban yang anda berikan:
1. Tentang kondisi Api Penyucian: Kay Roven senantiasa bertanya sebelumnya tentang kondisi persisnya dari Api Penyucian, karena kalau kami tidak bisa menjawab maka dia tidak percaya. Itulah sebabnya saya bertanya tentang Sorga, yang kita semua percayai keberadaannya, walaupun kita tidak tahu keadaannya secara persis, selain dari apa yang diungkapkan oleh Kitab Suci, yaitu: banyak tempat dan ada tingkatan, di mana para kudus, malaikat menikmati kebahagiaan abadi bersama dengan Allah Tritunggal Maha Kudus, bukan masalah kawin dan dikawinkan, dll. Dengan demikian, jawaban secara umum tentang Sorga dapat kita ketahui dan kita percayai, walaupun kita tidak pernah mendapatan gambaran secara detail. Anda juga mengkonfirmasikan bahwa tidak ada seorangpun yang tahu secara persis keadaan di Sorga, sehingga anda mengatakan “Bagaimana persisnya apa yang terjadi di Sorga? (Tidak seorangpun yang tahu)” Bahkan rasul Paulus yang telah diangkat ke tingkat tiga (lih. 2Kor 12:2), akhirnya menggambarkan Sorga sebagai “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1Kor 2:9)
Dengan jawaban yang sama, maka Romo Santo telah berusaha menggambarkan tentang Api Penyucian beserta dengan contoh-contohnya di sini – silakan klik. Jawaban anda akan kondisi di Sorga dapat dipertanyakan satu persatu. Namun, bukan itu fokus dari diskusi kita, sehingga kita tidak perlu untuk memperdalam diskusi kita tentang kondisi di Sorga. Namun, satu hal, anda dan saya setuju bahwa kita tidak tahu secara persis kecuali apa yang diungkapkan dalam Kitab Suci. Dan ini adalah jawaban yang sama tentang Api Penyucian, bahwa kita hanya tahu sejauh apa yang diungkapkan dalam Kitab Suci, yang kemudian didukung oleh Tradisi Suci, yaitu dari tulisan-tulisan Bapa Gereja dari abad-abad awal, yang akhirnya didefinisikan oleh Magisterium Gereja.
Anda mengatakan “Apakah kalau anda tidak dapat menjawab pertanyaan ini secara jelas dan mendetail, maka berarti Sorga tidak ada? (Sorga pasti ada sebab Sorga adalah tujuan kita setelah kita mati atau jika kita diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam pengangkatan. Atau barangkali pak Stefanus ingin mampir dulu ke Api Penyucian, silakan)” Anda mengatakan sebelumnya “Bagaimana persisnya apa yang terjadi di Sorga? (Tidak seorangpun yang tahu)” Namun anda percaya bahwa Sorga pasti ada. Jadi, janganlah menggunakan argumentasi kalau kita tidak tahu secara persis tentang Api Penyucian, maka Api Penyucian pasti tidak ada. Pengangkatan bukanlah topik diskusi ini. Tentang topik pengangkatan, silakan melihat artikel tentang rapture di sini – silakan klik, dan diskusi ini – silakan klik.
2. Tentang hanya yang kudus yang dapat masuk Sorga: Ketika saya memberikan tentang bahwa tidak ada yang tidak kudus yang dapat masuk Sorga (lih. Why 21:27; Yes 6:3; Mat 5:48; 1 Pet 1:15-16; Ibr 12:14), maka anda menuliskan “Pak Stefanus jangan meng-ada2 , di dalam kekudusan tidak ada istilah “SETENGAH KUDUS”, yang ada hanyalah ORANG KUDUS dan ORANG BERDOSA.“
a. Secara prinsip, anda hanya membagi seseorang menjadi orang kudus dan orang berdosa, dan tidak ada istilah setengah kudus. Setengah kudus memang tidak ada, karena kekudusan bukan urusan matematika yang dapat dibagi dua. Namun, perbedaan cara melihat dalam hal kekudusan terletak dari definisi tentang kekudusan itu sendiri. Jadi, cobalah mulai dengan menjawab pertanyaan ini: Apakah definisi kekudusan? Apakah kekudusan itu satu kali kejadian atau merupakan satu proses yang terus menerus? Kalau kekudusan adalah satu kejadian, maka kejadian apakah sehingga orang yang memulai kejadian tersebut menjadi kudus? Apakah ada orang-orang yang telah mengalami kejadian yang mengkuduskan, kemudian dapat mengalami jatuh bangun untuk hidup dalam kekudusan? Kalau seseorang mengalami jatuh bangun, maka bukankah itu menunjukkan satu proses? Kalau memang kekudusan adalah proses, maka apakah salah untuk mengatakan bahwa ada orang yang walaupun berjuang dalam kekudusan namun kurang sempurna? Menurut penilaian anda, apakah bunda Teresa dari Kalkuta sama kudus atau lebih kudus dibandingkan dengan kebanyakan orang-orang Kristen – baik Katolik maupun non-Katolik, dan apakah alasannya? Kalau ada sebagian orang Kristen yang masih jatuh bangun dalam kekudusan, sedangkan tidak ada yang tidak kudus dapat masuk Sorga, maka kemanakah orang-orang ini?
b. Bagaimana anda mengartikan ayat ini “Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.” (2Kor 7:1) Mengapa kekudusan perlu disempurnakan? Apakah berarti ada satu tingkatan, sehingga memang ada yang kurang kudus, ada yang kudus, dan ada yang sungguh kudus? Bagaimana dengan “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.” (Ibr 12:14) Mengapa kekudusan perlu dikejar? Kalau surat kepada umat Ibrani ditujukan kepada orang-orang Kristen, mengapa rasul Paulus perlu mengatakan agar mereka mengejar kekudusan?
3. Tentang Mat 12:32: Ketika saya memberikan ayat “…tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat 12:32), maka anda menjawab “Sebab gereja Katolik tidak mengimani adanya Kerajaan Damai 1000 Tahun, maka pak Stefanus tidak menangkap maksud dari dunia yang akan datang yang dikatakan oleh Yesus.Jadi kalau orang yang menentang Roh Kudus itu lolos dari zaman Antikris , maka dia akan masuk ke zaman Kerajaan Damai 1000 tahun, dan disanapun dia tidak akan diampuni sebab dia sudah menentang Rohkudus.“
Terus terang, saya tidak terlalu jelas hubungan antara “dosa yang tidak diampuni di dunia yang akan datang” dengan kerajaan damai 1000 tahun. Coba silakan menjelaskan sekali lagi tentang Kerajaan Damai 1000 tahun. Apakah anda memegang post-millenniarism atau premillenniarism? Kalau anda mau berdiskusi tentang hal ini, anda dapat melihat artikel ini – silakan klik dan ini – silakan klik. Diskusi panjang dapat anda lihat di sini – silakan klik.
4. Tentang 1Kor 3:12-15: Saya memberikan ayat “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Cor 3:15) untuk membuktikan tentang adanya Api Penyucian. Anda kemudian memberikan jawaban “Bukankah ayat ini mengajarkan bahwa orang yang pekerjaannya terbakar itu tetap selamat, tapi masuk kedalam Sorga tanpa mahkota (tidak punya apa-apa), jadi tidak ada hubungannya dengan Api Penyucian. Hanya didunia satu-satunya tempat bagi setiap manusia untuk memilih berbuat baik atau jahat dan masing-masing ada tujuannya Sorga atau Neraka (tidak ada yang menuju ke Api Penyucian)“
1Kor 3:12-15 “12 Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, 13 sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. 14 Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. 15 Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.“
a. Kita tahu bahwa ayat-ayat ini ditujukan bukan kepada orang yang jauh dari Allah, namun kepada orang-orang yang berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah, sehingga rasul Paulus mengatakan “8 Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. 9 Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah. 10 Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. 11 Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.” (1 Kor 3:9-11)
Ini berarti dalam konteks ini, semua orang yang bekerja di ladang Allah (ay.12 – Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami), juga akan mendapatkan suatu ujian di dalam pengadilan Allah.
b. Anda mengatakan bahwa orang yang pekerjaannya terbakar tetap selamat namun tetap masuk ke dalam Kerajaan Sorga tanpa mahkota. Saya terus terang tidak jelas dengan argumentasi yang anda berikan. Dapatkah anda menerangkan maksud dari masuk ke dalam Kerajaan Sorga tanpa mahkota? Jadi, di Sorga ada yang mendapatkan mahkota dan ada yang tidak mendapatkan mahkota? Apakah parameternya? Bagaimana dengan ayat “Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.” (1Kor 9:25; lih juga 1 Pet 5:4; Why 2:10)
5. 1Pet 3:18-20 dan 1Pet 4:6 hanya menunjukkan bahwa ada tempat lain, selain Sorga dan Neraka, yang dinamakan Limbo of the Just atau Pangkuan Abraham. Dan kemudian ayat-ayat yang lain, seperti 1Kor 3:15 memberikan indikasi akan tempat yang lain di luar Sorga dan Neraka, yaitu yang disebut Api Penyucian. Anda memberikan tanggapan “Jika memang benar ada tempat ke tiga diluar Sorga dan Neraka, yang menurut gereja Katolik dinamakan tempat Api Penyucian bagi orang-orang yang mati, tapi ditempat ini tidak merobah orang-orang seperti yang bapak katakan “Setengah Kudus” menjadi kudus. Yang diberitakan oleh Yesus pada orang-orang yang mati di zaman Nuh adalah BERITA TENTANG PENGHUKUMAN mereka, sebab mereka akan dipindahkan masuk kedalam Neraka pada akhir zaman“
Apa yang disebutkan di dalam 1Pet 3:18-20 menceritakan adanya satu tempat lain, selain Sorga dan Neraka pada waktu itu. Pangkuan Abraham (bosom of Abraham) adalah tempat orang-orang yang telah dibenarkan oleh Allah sebelum misteri Paskah Kristus. Dengan demikian, tempat ini adalah berbeda dengan Api Penyucian.
6. Kitab 2 Makabe 12: 38-45 yang menceritakan dasar pengajaran mengenai Api Penyucian tidak anda tanggapi karena mungkin anda berfikir bahwa kitab-kitab ini tidak diinspirasikan dari Roh Kudus. Namun, pendapat ini adalah keliru, seperti yang telah dijabarkan di sini – silakan klik, dan klik ini.
7. Tentang Onesiforus (2Tim 1:16-18), anda tidak percaya bahwa Onesiforus telah meninggal, namun pada saat yang bersamaan anda juga tidak memberikan argumentasi akan kebalikannya. Anda hanya mengatakan “Sebaiknya keyakinan kita tidak spekulatif,tapi yang benar-benar aktual tidak hanya diperkirakan, sebab perkiraan kita banyak yang salah.” Saya mengatakan bahwa kemungkinan besar, Onesiforus telah meninggal dan pernyataan rasul Paulus adalah satu doa. Berikut ini adalah argumentasi yang dapat saya berikan:
“16 Tuhan kiranya mengaruniakan rahmat-Nya kepada keluarga Onesiforus yang telah berulang-ulang menyegarkan hatiku. Ia tidak malu menjumpai aku di dalam penjara. 17 Ketika di Roma, ia berusaha mencari aku dan sudah juga menemui aku. 18 Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya pada hari-Nya. Betapa banyaknya pelayanan yang ia lakukan di Efesus engkau lebih mengetahuinya dari padaku.” (2Tim 1:16-18)
Ketika saya mengatakan kemungkinan besar bahwa Onesiforus telah meninggal dalam ayat-ayat tersebut adalah karena memang secara eksplisit tidak disebutkan bahwa Onesiforus telah meninggal. Namun, bukan berarti kalau tidak disebutkan secara eksplisit, maka kita tidak mempercayainya, sama seperti kita mempercayai Trinitas, walaupun kata tersebut tidak disebutkan secara eksplisit. Argumentasi bahwa Onesiforus telah meninggal adalah berdasarkan:
1) Tidak ada indikasi dari rasul Paulus bahwa Onesiforus ada bersama dengan rasul Paulus. Dikatakan di 2 Tim 4:11 “Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku.”
2) Rasul Paulus memberikan salam dengan kata ‘keluarga Onesiforus’ dan bukan Onesiforus di 2Tim 1:16. Hal ini juga diperkuat 2Tim 4:19 “Salam kepada Priska dan Akwila dan kepada keluarga Onesiforus.” Mustahil kalau Onesiforus – yang telah membantu rasul Paulus – dan belum meninggal, namun hanya disapa dengan sebutan ‘keluarga Onesiforus’ dan bukan sapaan pribadi seperti rasul Paulus menyapa Priska dan Akwila.
3) Di ayat 18 dikatakan “Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya pada hari-Nya.” Ini adalah satu kalimat yang mempunyai indikasi satu doa kepada orang yang telah meninggal. “Pada hari-Nya” menunjukkan hari penghakiman yang diterima oleh Onesiforus.
Terdapat karakter tertentu dari doa Sang Rasul. Mengapa ia membatasi harapannya agar Tuhan menunjukkan kemurahan-Nya pada Hari-Nya (Hari Tuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan Hari Penghakiman/ akhir dunia- Yes 13:6; Yl 1:15, 2:1,11; Ams 5:20; Ob1:15; Zef 1:7,14; Luk 21:34; Kis 2:20; 1 Kor 1:8; 3:13, 5:5; 2 Kor 1:14; 1 Tes 5:2; 2 Tes 2:2; 2 Tim1:12; Ibr 10:25; 2 Pet 3:10). Mengapa ia [Paulus] tidak juga berdoa agar rahmat Tuhan dicurahkan kepadanya [Onesiforus] di dalam kehidupan ini? Perkataan Rasul Paulus ini akan terdengar janggal jika Onesiforus masih hidup, namun menjadi lebih masuk akal jika Onesiforus sudah mati.
Tentang hal yang kedua, nampaknya tidak ada alasan untuk meragukannya bahwa perkataan Rasul Paulus itu merupakan sebuah doa…. bahwa Sang Hakim pada Hari Penghakiman Terakhir akan mengingat semua perbuatan baik yang dilakukan Onesiforus, yang tidak dapat dibalas oleh Rasul Paulus, dan menempatkannya [semua kebaikan itu] sebagai miliknya. Paulus tidak dapat membalasnya, tetapi berdoa agar Tuhan melakukannya dengan menunjukkan rahmat belas kasihan kepadanya [Onesiforus] pada Hari Terakhir itu.” (Marcus Dods, Robert Alexander Watson, Frederic William Farrar, An Exposition on the Bible: a series of expositions covering all the books of the Old and New Testament, Volume 6 [Hartford, Conn.: S.S. Scranton Co., 1903, p. 464)
Dengan pemikiran di atas, maka kita dapat melihat bahwa di ayat 2Tim 1:16-18, terdapat satu indikasi bahwa Onesiforus telah meninggal dan rasul Paulus mendoakannya.
Demikianlah tanggapan yang dapat saya berikan. Silakan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya beri warna merah. Semoga diskusi ini dapat berguna bagi kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Bapa Stef,
Jawaban bapak sudah cukup jelas,
Ray Koven hanya tau memberikan opini yang kurang jelas. Balik balik hanya menggunakan motto lapuknya, ” saya hanya ikut Alkitab” Nasihat saya kepada Ray Koven, pelajari dulu tetang Katolikisme. Jangan semberono memberikan opini tanpa adanya dukungan. Belajarlah untuk menjadi bijaksana sama seperti yang tertulis di Amsal. Sesudah bersedia untuk berdialog secara matang dalam hal hal rohani barulah menulis dan menanya.
Salam kasih
Lin Maria
@linda dan budi
Baik saya perjelas ya saya mengakui juga bahwa tidak ada kata sola fide dll atau Trinitas atau api penyucian dalam Alkitab tapi Alkitab mengajarkan hal2 itu kok (tdk termasuk api penyucian ya ) dgn jelas kalau baca Alkitab baik2 dan berhikmat pasti mengerti bahwa Alkitab sumber kebenaran nggak bisa dikorup.
Utk linda tanggapan pribadi saya buat trnasisi perpindahan gereja lalu pindah ke Katolik lalu kecewa ama Protestan saya cuman bisa bilang kacian deh kamu agamawi sekali pikiran han hati linda kalau linda mengerti Alkitab ini bukan masalah AGAMA Protestan atau Katoliknya tetapi ini iman percaya kepada Yesus dan semuanya terpampang jelas kebenarannya, makanya saya bisa bilang bahwa api penyucian itu tidak ada.
[dari katolisitas: Saya mohon, anda dapat memberikan tanggapan yang serius dan mempunyai dasar argumentasi yang baik, kecuali anda mengatakan bahwa memang itulah tanggapan yang benar-benar serius dan yang baik dari anda.]
whuah panjang sekali, trimakasih sudah menjelaskan
Tetapi ada ayat2 yang tidak dijelaskan detail jadi membuat pernyataan Stef saya tambah tidak percaya tentang api penyucian.
Sola scripture dan Trinitas ini tidak ada tertulis di Alkitab kan hanya “istilah” tetapi di Alkitab banyak menegaskan, hanya Injil utk Trinitas pun ada ayat yang menyatakan Bapa, Anak, Roh Kudus. Sedangkan api penyucian kalian mengklaim itu ada di dalam Alkitab dengan “alasannya” tidak dikatakan secara explisit sedangkan Tuhan Yesus menjelaskannya sangat jelas agar semua orang mengerti termasuk para murid2nya.
Satu pertanyaan sebelum saya jawab apa yang Sdr Stef tanyakan, bagaimana proses keselamatan sampai masuk surga terjadi menurut Alkitab dengan pandangan GK?
Shalom Kay Roven,
Terima kasih atas balasannya. Kalau anda mau melanjutkan diskusi ini, silakan untuk menjawab satu-persatu pertanyaan-pertanyaan yang telah saya berikan. Anda mempunyai standar ganda ketika anda menginginkan pembuktikan kata eksplisit dari “Api Penyucian”, dan pada saat yang bersamaan anda dapat menerima Trinitas dan Sola Scriptura, walaupun kata Trinitas dan kata Sola Scriptura tidak pernah dicantumkan di dalam Alkitab. Cobalah untuk mencari lagi jawaban yang lebih terstruktur dan lebih lengkap dari semua pertanyaan yang telah saya ajukan sebelumnya. Pertanyaan anda tentang keselamatan dapat dilanjutkan di topik-topik yang lain, di sini – silakan klik dan diskusi panjang tentang keselamatan ada di sini – silakan klik. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom Kay Roven,
Saya tidak dapat memahami Jawaban anda. Sepanjang sepengetahuan saya, lebih rumit menerangkan trinitas dibanding purgatorium. Penjelasan Pak Stef begitu panjang mengenai ayat2 yg secara tidak langsung menerangkan purgatorium, anda masih tidak terima, tapi anda menerangkan trinitas hanya dengan Bapa, Putra, dan Roh Kudus sudah cukup. Anda juga tidak menjawab soal sola scriptura. Mohon maaf kalau saya berasumsi, anda tidak bermaksud mencari kebenaran, melainkan kesalahan.
Siapa bilang suliit memahami Trinitas? Kalau pun dibantu saya jelaskan belum tentu anda mengerti. Malah purgorium yang lebih sulit utk dimengerti pertama oleh akal sehat kedua apa lagi dengan firman Tuhan. Mencari kebenaran tidak juga tapi mau menyampaikan kebenaran. Sdr Stef tdk menjawab tapi menyuruh saya klik disini” saya tanya ama teddy api penyucian itu ada di mana posisinya? Apakah setelah manusia meninggal – api penyucian – masuk sorga (ini versi gk yg saya coba utk mengerti) benar begini atau bagai mana? Supaya jelas buat saya.
Shalom Kay Roven,
Saya mengusulkan agar anda dapat berfokus pada diskusi tentang Api Penyucian. Anda bertanya kepada saya tentang konsep keselamatan Gereja Katolik khan? Daripada saya cut and paste, maka saya berikan linknya. Kalau anda mau berdiskusi dengan saya tentang konsep keselamatan terlebih dahulu juga boleh. Jadi, silakan memilih terlebih dahulu topik diskusi yang anda inginkan.
Tentang Trinitas, harus diakui bahwa dogma ini adalah salah satu yang paling sulit, yang juga diakui oleh St. Agustinus. Namun, bukan berarti dogma ini tidak dapat dijelaskan dengan akal budi. Kami telah mencoba menjelaskannya di artikel ini: silakan klik dan klik ini. Kalau anda ingin menambahkan penjelasan tentang Trinitas di artikel tersebut, sehingga menjadi lebih jelas, maka silakan untuk memberikan masukan. Kalau anda ingin benar-benar mengikuti diskusi tentang Trinitas secara panjang lebar, anda juga dapat melakukan proses pencarian di site ini, dengan kata kunci “trinitas” atau klik ini. Kalau anda mau mengikuti semua diskusi tersebut, anda akan menyadari kompleksitas dari dogma ini. Mari, kita kembali kepada diskusi kita tentang Api Penyucian seperti yang anda inginkan. Kalau saya usul, jangan berdiskusi sepotong demi sepotong, tapi gunakan waktu untuk benar-benar menyusun argumentasi yang baik dan terstruktur. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Pak Stef,, semoga anda selalu diterangi Roh Kudus dalam menghadapi pertanyaan2 yang saya kira hanya mutar-mutar saja dari Sauudara Kay,,, saya rasa beliau hanya berusaha untuk bertanya namun beliau tidak mau menerima jawaban yang telah diberikan,,
Saya dulu juga tidak memahami apa apa mengenai trinitas dan api penyucian,, saya rasa saya yang belum dewasa ini pun dapat menangkap ajaran2 gereja tersebut walaupun tidak secara terang2an di tulis di KS..
Saya rasa sangat tidak mungkin jika saudara Kay Roven yang sudah dewasa tersebut tidak mengerti jika ia sudah membaca semua artikel dan komentar yang ada..
Semoga Tuhan dapat memberikannya Terang roh kudus yah agar beliau mengerti… Amin
Shalom pak Kay Roven
Kenapa pak Stefanus Tay mengusulkan Anda untuk meng-klik link2 yang dia berikan, adalah karena apa yang Anda utarakan mostly sudah pernah dibahas sebelumnya, jadi bukannya Pak Stef tidak mau menjawab.
Lagi pula kalau Anda malas berkunjung ke link2 yang diberikan bagaimana Anda bisa memahami arah diskusi dengan lebih jelas.
Soal Trinitas memang kompleks sekali Pak, lebih kompleks dari purgatorium (saya pribadi bersyukur kristianitas yang saya cintai mengenal adanya purgatorium), baca satu dua sepuluh kali pun belum tentu bisa diterima sepenuhnya, namanya kita manusia, pasti ada keterbatasan, walau begitu pak Stef dan teamnya sudah berusaha menyajikan materi ini dengan selugas-lugasnya.
Demikian pak Kay, saya menggugah Bapak untuk membaca2 link2 yang diberikan, dengan demikian kami sebagai pemirsa diskusi bisa mendapatkan manfaat maksimal dari diskusi Anda berdua.
Kris
Shalom Kay Roven,
Anda menyatakan bahwa lebih sulit memahami Api Penyucian daripada memahami Trinitas.
Saya minta, coba Anda renungkan kembali pernyataan Anda ini; jangan asal-asalan membuat pernyataan, karna pernyataan Anda ini sangat berlebihan. Mengapa? Karna Anda menyatakan lebih mudah memahami Trinitas yg adalah Allah yang menciptakan segala sesuatu, daripada memahami Api Penyucian yang Ia ciptakan.
Cobalah Anda ambil setangkai bunga mawar yang wangi, dan Anda cium baunya, lalu Anda sebutkan secara persis seperti apa bau wangi bunga mawar tersebut. Saya yakin, Anda takkan mampu menyebutkan secara persis bau wanginya, karna bahasa manusia terbatas untuk mengungkapkannya – yang berarti kemampuan manusia terbatas untuk sekedar menyebutkan secara persis bau wangi bunga mawar, apalagi mau berpikir tentang Allah.
Tentu saja lebih sulit memahami Trinitas, karna Allah adalah misteri.
Belum lama ini, saya sedikit paham mengapa Trinitas adalah satu Tuhan dalam tiga pribadi. Saya baru paham mengapa “pribadi” – bukan yang lain, karna Ia adalah Allah yang mengasihi. Allah adalah kasih, hanya pribadi yang mampu mengasihi.
Apa yang baru-baru ini saya pahami ini, pun sangat sulit saya jelaskan secara persis dan memuaskan di sini, karna saya adalah manusia yang berkemampuan terbatas. Menyebutkan secara persis bau wangi bunga mawar saja, saya tidak mampu, apalagi mau memahami tentang Trinitas.
Terima kasih.
Salam,
Lukas Cung
Kay Roven,
Saya minta jawaban anda tentang suatu persoalan. Mengapa gereja gereja yang katanya berkiblatkan Aliktab semata mata tidak boleh menjadi SATU jumlahnya? Mengapa ada begitu banyak gereja Injili yang saling berbeda? Kan Alkitab itu hanya satu? Oh ya, mohon jangan berikan saya jawaban [edit: yang berputar-putar] tetapi berikanlah saya ayat ayat dalam Alkitab untuk meneguhkan jawaban anda tentang jumlah gereja Injili yang begitu banyak dan saling bertentangan itu.
Sekian terima kasih
Lin Mariam
Shalom Kay Roven, Teddy & Linda Maria.
Pertanyaan-pertanyaan Teddy & Linda Maria saya rasa tidak akan dapat dijawab Kay Roven.
Alasan saya adalah:
1. Mengenai sola scriptura. Tidak akan mungkin dia menemukan Sabda Kristus yang menyebutkan sola scriptura itu di Alkitab, karena saat kehidupan Yesus di dunia ini Alkitab (Perjanjian Baru) belum ditulis. Jadi pasti Kay Roven bingung dengan sendirinya.
2. Mengenai jumlah Gereja Injili yang sedemikian banyak, juga akan membuatnya bingung dalam menjawab karena jelas jelas Yesus tidak menghendaki Gereja yang didirikan-Nya terpecah-pecah. Dan jelas pula pada saat Yesus berkata kepada Petrus akan mendirikan Gereja-Nya (Mat 16:18), hal itu berlaku pada era itu juga, jadi bukan pada abad 16, karena jelas Yesus akan mendirikan-Nya diatas Petrus (sebagai Paus Pertama). Dan di Alkitab tidak ada disebutkan juga pada abad 16 Yesus akan mendirikan Gereja baru. Jadi analoginya, dalam hal ini kalau pertanyaan tersebut dijawab oleh Kay Roven, mestinya dia tidak dapat memberikan ayat yang jelas, karena memang TIDAK ADA ayatnya. Dan juga mestinya berlaku sebaliknya, kalau memang tidak ada sabda Yesus yang mengatakan bahwa Yesus akan mendirikan Gereja baru pada abad 16, yah artinya…. (saya kesulitan melanjutkan kalimat ini).
3. Kemudian mengenai Trinitas. Dalam hal ini kalau Kay Roven mau menjawabnya dengan benar dan akurat, dia harus menelusurinya mulai jaman Bapa-Bapa Gereja, minimal sampai jaman Athanasius (298-373 M). Dan ini berarti dia akan menemukan dasar-dasar ajaran Katolik yang memang sudah mengakar mulai jaman Rasul- Rasul.
Namun saran saya memang sebaiknya itu yang harus dilakukan Kay Roven, untuk mendapatkan kebenaran yang sejati.
Baiklah, kepada Kay Roven, selamat menelusuri sejarah GK.
Salam dalam kasih Yesus & Maria.
Salam semua
Saya belum ketemu seorang Protestan (baik Injili mau pun Pantekosta) yang datang berkunjung ke situs ini dan mau berdialog secara matang. Maaf bicara, yang saya tahu kebanyakannya mereka datang ke situs ini hanya umat awam yang pengetahuannya [edit: kurang]. Saya ingin sekali melihat sebuah dialog terbuka secara seimbang terjadi disini, bukan dengan sikap mendebat atau bersikap keanak anakan, seperti yang ditunjukkan oleh Kay Roven. Masa kalau soalan saya yang dua itu dia tidak mau menjawabnya sedang katanya kalau mau ayat ayat dia bisa berikan..Jadi saya menuntut kepada Kay Roven sebagai orang yang katanya HAFAL Alkitab, silakan menjawab soalan saya di atas. Jika tidak, maka nasihat saya kepada Kay Roven, anda tidak layak untuk berdialog malah berdebat disini melainkan anda hanya berputar putar bermain kata. Maaf andai kata kata saya kelihatan kasar namun kenyataannya itulah yang coba untuk anda coba tonjolkan di sini.
Linda Maria
saya setuju dengan Linda…Menurut saya,.mereka (protestant) memang tidak bisa berdiskusi dengan baik, kerena memang tIdak memilki dasar kejelasan pengajaran yang naik. Sebab pendirinya sendiri (Martin Luther) memandang sesuatu dengan pandangan yang berubah ubah. [Dari Katolisitas: diedit]. Rekan Luther yang lain seperti : Calvin dan Zwingli malah mereka bertiga berselisih paham berdasarkan Alkitab yang sama. Itulah nenek moyang perpecahan gereja denominasi…..Mereka yang katanya Sola Scripture malah kebingungan sendiri dengan kebenaran Sola Scripture itu sendiri manakala dihadapkan dengan persoalan ttg perpecahan denominasi protestanism sebagaimana sel yang terus membelah diri dan saling menyikut…sungguh ironi…
Apakah itu masalah? Banyak juga kok umat Katolik yang ikut beribadah ? Memang kalau lebih dari satu salah? Coba dilihat apakah gereja2 injili itu tidak memakai Alkitab yang sama menyembah Tuhan yang sama? Berbeda nama? Ya nggak apa2 toh kan seperti contoh legiun Maria dll tapi intinya di gk kan? Kalau gereja2 injili banyak dengan beda2 nama tapi satu fondasi utama ya Tuhan Yesus dengan satu buku pintar yaitu Alkitab. Mau ayat2nya? Boleh? Tapi jangan malas dulu dong, cari dan minta hikmat pasti dibukakan.
[dari katolisitas: Kalau anda ingin berdiskusi tentang perpecahan gereja, silakan melanjutkan di sini – silakan klik. Banyak orang salah mengira bahwa Legio Maria, Karismatik Katolik, dll dinilai sama seperti denominasi Kristen. Namun ini pandangan yang salah, karena semua kegiatan kategorial di dalam Gereja Katolik tetap di bawah otoritas Gereja Katolik, baik struktur maupun pengajaran. Silakan membandingkan dengan denominasi-denominasi Kristen.]
Kay Roven,
Belajar dulu tentang Protestanisme, dan lihat betapa berberbedanya gereja gereja Protestan antara satu dengan yang lain. Saya dulu MANTAN Protestant ( Dari Anglikan pindah ke Sidang Injil Borneo sampai ke City Harvest Singapore (Pentekosta) dan mengapa saya memilih keluar dari Protestan? Kerana saya tidak menemukan kesejajaran antara satu gereja dengan gereja protestant yang lain dan akhirnya membuatkan saya tambah keliru mendengar kotbah kotbah para pastor, malah semua pastor itu mengambil ayat ayat Alkitab. Yang satu mengatakan YA kepada Toronto Blessings, yang satu malah MENENTANG. Gereja City Harvest menolak CHEAP GRACE tetapi Gereja New Creation Singapore malah mengajarkan tentang CHEAP GRACE. Malah dulunya gereja SIB di Kuching Sarawak menolak tatoo tetapi sekarang tatoo sudah boleh diterima. Tidak ada konsistensi dalam Protestanisme. Semuanya membuat saya bingung..semuanya menafsir Alkitab sesuai menurut SELERANYA bukan dengan tuntunan Roh Kudus. Bagi saya cukuplah mengalami faith dilemma dalam Protestanisme selama berpuluh tahun..semuanya itu menjauhkan saya dari Kristus tetapi membuatkan saya dicengkeram dengan pelbagai pahaman berbeda beda dari Alkitab yang sama yang dikotbahkan dari mimbar mimbar KKR, Camp Meeting dsbnya..
Salam
Linda Maria
Shalom Kay Roven.
Membaca komentar dan jawaban anda mengenai berbagai pertanyaan yang diajukan kepada anda, saya mencoba menanggapinya kembali.
Terhadap pertanyaan Linda Maria, mengapa Gereja Injili sedemikian banyak, anda memberikan jawaban berupa pertanyaan “Apakah itu masalah?’
Pertama, seharusnya anda memberikan jawaban yang menerangkan kondisi ‘sedemikian banyak’ itu bisa terjadi. Bagaimana terjadinya, apa alasannya, kenapa dapat terjadi demikian, dan seterusnya. Sehingga jawaban anda dapat di sharing kan kembali, bukan justru pertanyaan yang diajukan, anda jawab dengan pertanyaan juga.
Kedua, anda memberikan pernyataan lagi ‘Coba dilihat apakah gereja2 injili itu tidak memakai Alkitab yang sama menyembah Tuhan yang sama? Berbeda nama? Ya nggak apa2 toh…..’
Nah, apabila anda kurang memahami pertanyaan yang diajukan, baiklah saya coba memperjelasnya untuk anda. Kalau Gereja yang anda maksud sebagai “gedung” nya pasti tidak masalah, mau gedungnya besar, mau kecil, mau indah, mau reyot, terserah. Namun yang dimaksud Linda Maria jelas bukan gedung gereja nya, tapi Gereja sebagai persekutuan, sebagai Jemaat Allah.
Dalam hal ini Gereja Injili yang berbeda-beda itu memiliki ajaran-ajaran yang berbeda pula.
Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah: Mengapa bisa berbeda-beda seperti itu, padahal anda menyebutkan cukup dengan Alkitab (sola scriptura)? Bahkan anda menyatakan memakai Alkitab yang sama, kenapa ajarannya berbeda? Silahkan anda renungkan.
Maaf, saya sendiri sudah pernah mengikuti kebaktian pada minimal enam Gereja Injili tersebut dari denominasi yang berbeda-beda, dan semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Dalam satu hal perihal pengertian baptis saja sudah saling berbeda pendapat, banyak juga ajaran dan pengertian lainnya yang berbeda-beda.
Ketiga, anda memberikan contoh Legio Maria dll. Hal ini sudah dijawab oleh team Katolisitas.
Maaf Kay Roven, membaca tulisan-tulisan anda selama ini, saya mempunyai kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada sinkronisasi pada pernyataan-pernyataan anda. Contohnya, anda mempermasalahkan PERBEDAAN ajaran Gereja Katolik (tentang Api Penyucian) dengan ajaran Gereja anda. Sedangkan terhadap pertanyaan banyaknya Gereja Injili yang berbeda, anda hanya menjawab “Apakah itu masalah?”. Tentunya saya juga bisa memberikan jawaban kepada anda, tentang “Api Penyucian” dengan kalimat “Apakah itu masalah?”.
2. Terhadap apa dan bagaimana ajaran GK, nampak jelas bahwa anda hanya mendengar dari pihak-pihak yang tidak berkompeten. Dan sangat disayangkan, ‘kabar burung’ yang anda dengar itu tidak anda teliti dahulu kebenarannya. Ini nampak pada tulisan anda “…seperti contoh legiun Maria dll”, yang jelas-jelas salah anda inteprestasikan.
3. Anda sendiri tidak menguasai dengan baik ajaran-ajaran gereja anda yang nampaknya coba anda paksakan ke GK. Hal ini nampak bahwa pak Stef dengan kesabarannya yang mengagumkan, sudah memberikan uraian dengan begitu lengkap, namun anda belum menjawab satupun pertanyaan yang diajukan dengan baik dan jelas.
Sehingga kesimpulan akhir saya: Anda tidak benar-benar ingin berdialog dan mencari kebenaran ajaran gereja itu sendiri. Anda hanya ingin mencari kesalahan ajaran Gereja Katolik dan sekaligus memaksakan ajaran Gereja anda, yang nota bene belum anda fahami benar. Karena itu anda hanya mengandalkan (maaf) “motto lapuk”: “saya hanya ikut Alkitab”, seperti pernah diutarakan oleh Linda Maria.
Saran saya, apabila anda mencoba untuk memperbaiki atau merubah atau meluruskan, atau apapun istilahnya, terhadap ajaran-ajaran Gereja Katolik yang sudah 2.000 tahun (20 abad), maka cobalah untuk menyusun ajaran atau teologi baru yang mempunyai dasar yang kuat, agar dapat membuktikan akan kebenaran ajaran Kristus seturut pengertian anda. Atau dapat juga anda telusuri dahulu mulai dari ajaran para Rasul, sebagai sumber otentik yang paling dekat dengan Tuhan kita sendiri karena hidup sejaman dan bahkan bersama Kristus, selanjutnya pelajari ajaran-ajaran Bapa Gereja sebagai penerus langsung para Rasul, dan seterusnya. Kemudian coba anda cari kesalahan-kesalahan ajarannya disana. Barulah anda coba untuk mempertahankan ajaran-ajaran baru anda.
Jadi janganlah anda melompat langsung ke abad 16 dan dengan ‘congkaknya’ anda memberikan pengajaran kepada murid-murid dan penerus para Rasul yang dengan setia mengikuti ajarannya sejak 2000 tahun, sekali lagi DUA RIBU TAHUN yang lalu.
Maaf Kay Roven, sadarilah bahwa ini adalah masalah yang sangat serius, masalah ke iman an.
Seperti pernah saya sharing kan dengan anda:
Terlalu besar taruhan yang kita mainkan, karena kita mempertaruhkan jalan keselamatan kita sendiri.
Sehingga janganlah cepat mempercayai ajaran-ajaran yang tidak mempunyai dasar yang kuat, teruji dan ‘awet’.
Demikian Kay Roven, mohon maaf apabila ada kata-kata saya yang tidak berkenan bagi anda.
Salam dalam Kristus dan Bunda-Nya.
Salam budi,
Kenapa? Apa itu jadi masalah? yang mempermasalahkan knp begitu byk gereja injili adalah GK karena tdk mengerti, knp munculnya byk gereja injili? Ini bermula terjadinya pemuridan dan keluar dari zona nyaman berani keluar untuk membentuk gereja baru dan membuka komunitas ilahi ditempat lain, pasti ngak ngerti kan?
Benar bukan gedungnya dan bukan pula namanya dan benar gereja adalah persekutuan dengan Allah saya tdk menyangkal itu, maka kembali saya bertanya “apakah itu masalah” dengan begitu byk greja injili, mudah2an ini bisa menjelaskan buat budi.
Pengajarannya yg berbeda2 seperti apa klo boleh saya tahu? Budi pasti tahukan dengan istilah berkat Tuhan baru setiap hari? Nah ini yg membuat pengajaran atau yg diajarkan berbeda tetapi tdk pernah menyimpang dari Firman Tuhan, saya jelaskan misalnya 5 orang menggunakan ayat yang sama tp dari ayat itu 5 org tsb mendapatkan berkat yg berbeda2
1. Oh ya masalah besar, bukan dgn gereja2 injili loh tetapi dengan firman Tuhan sendiri
2. Sumber saya sangat terpercaya kok, saya tdk menelan mentah2 apa kata orang2, sumber saya alkitab itu sendiri.
3.Gereja saya mengajarkan untuk hidup dalam takut akan Tuhan dan pegang firmanTuhan jadi saya baik2 saja, TQ
Bagaimana saya mendapatkan kebenaran dari gk klo kebenarannya dipermainkan utk kepentingan manusia. Oh maaf saya tdk memaksakan apa2 kok itu dosa dan bukan kewajiban saya, eh jangan salah itu bukan moto lapuk Tuhan Yesus aja pakai firman Tuhan utk mengusir si iblis “ketika Yesus dicobai Yesus bilang ada tertulis” 3 kali loh Yesus bilang seperti itu
Firman Tuhan sudah super perfect just the way it is kenapa budi pengen saya mencari kesalahan para rasul are you ok? Anda pengen saya mengajukan ajaran baru?saya hanya ingin menyampaikan bahwa budi seperti kerbau yg di cocok hidungnya atau seperti balita apa aja yg di cekoki diterima diceritakan apa saja diterima ketika sudah dewasa ya sudah itu saja yg diketahui keluar dari zona nyaman tdk berani tetap di zona nyaman tetapi tdk tahu kalo tempat itu adalah jebakan.
Maaf kalau saya liat ini yg dipermasalahkan ama budi masalah agama bukan iman jangan dicampurkan dengan masalah iman,maaf anda tdk mengerti.
Maaf dasar saya adalah moto lapuk “Firman Tuhan a lone “
Shalom Kay Roven,
Terima kasih atas komentarnya. Dalam berdiskusi, komentar seperti ini “pasti ngak ngerti kan?” sebenarnya tidak mempunyai bobot apa-apa. Jadi, berfokuslah pada apa yang sedang didiskusikan dan cobalah menyusun argumentasi yang baik dengan bahasa Indonesia yang benar, dengan tanda baca yang benar, sehingga argumentasi anda mudah dimengerti.
Cobalah anda melihat dari sisi yang lain, kalau memang banyaknya denominasi justru tidak menjadi masalah bagi anda, maka bagaimana anda menjelaskan 28,000 denominasi Kristen yang mengajarkan doktrin yang berbeda-beda, seperti: baptis bayi, kehadiran Kristus yang nyata dalam Sakramen Ekaristi, akhir zaman, dll? Bagaimana menjelaskan pengajaran yang berbeda di antara denominasi walaupun mereka mengklaim menggunakan sumber yang sama, yaitu Kitab Suci? Dan kalau dasar anda ‘hanya Kitab Suci’, di ayat berapakah dikatakan bahwa satu-satunya sumber kebenaran adalah Kitab Suci saja? Bagaimana jemaat perdana mengkoordinasikan jemaat pada masa awal sebelum terjadinya Kitab Suci? Terus terang, anda tidak memberikan argumentasi baru. Diskusi tentang hal ini telah dilakukan secara panjang lebar di sini – silakan klik dan ini – silakan klik. Jadi, silakan membaca diskusi tersebut. Silakan bergabung dalam diskusi itu, sehingga kita tidak perlu melakukan pengulangan argumentasi. Semoga dapat dimengerti.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Kay Roven,
Jawapan anda ” Mau ayat2nya? Boleh? Tapi jangan malas dulu dong, cari dan minta hikmat pasti dibukakan. ” jelas menunjukkan anda cuma berdalih dalih. Mengapa? Kerana anda sendiri tidak akan pernah ketemu ayat2nya yang saya minta.
[edit]
Linda Maria
Alangkah bodohnya jika anda mengatakan bahwa banyak gereja injili namun hanya menyembah satu TUhan dan satu alkitab,, anda tidak tahukan bahwa antar gereja injili saja ada acara berebut jemaat..????
Kalaa anda pintar saya rasa juga capek ngitung berapa banyak gereja protestan yang berbeda2,, tapi kalo anda hitung Gereja katolik,, itu2 saja ajarannya,, sama saja kann,,,
Anda ini terlalu mencari kesalahan katolik loh,,,
sekalipun tidak di masukan dalam Alkitab,, tapi kalo anda lihat begitu banyak santo santa yang hidupnya berkenan kepada Allah anda akan tahu bahwa katolik tidak SALAH AJAR…
Nah,, apa anda ada ketemu di protestan yang demikian?? atau Luther dengan membuat suatu ajaran murni pada abad IX juga hidupnya sudah berkenan pada Tuhan?????
Dari awal terbentuknya saja sudah bisa kita lihat mana yang benar mana yang salah…
[dari katolisitas: Mari kita berfokus pada diskusi tentang dogma dan doktrin, bukan pada kasus-kasus]
Bapak Stefanus yang terkasih
Saya sudah mencoba menjawab pertanyaan Pak Stefanus pada sdr saya Kay Roven sebanyak 2 (dua) kali tapi ternyata jawaban saya tidak dapat ditayangkan (bahkan dihapus) , Mengapa ?
Apakah karena jawaban saya masuk akal (BENAR) dan itu yang menjadikan Pak Stefanus jadi serba salah sebab selama ini pak Stefanus selalu mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah 100% dan juga manusia 100%, sedang kenyataannya Yesus adalah benar-benar manusia 100% yang mendapatkan pengurapan tanpa batas dari Allah Bapa dan Allah Roh Kudus.
Apakah pak Stefanus terpaksa menguburkan KEBENARAN ini untuk menutupi kesalahan pemahaman pak Stefanus selama ini ?
Sebetulnya tidak perlu seperti itu, pak Stefanus bisa saja menjawab seperti ini misalnya :
Pengajaran gereja Katolik adalah seperti itu, kalau pendapat saudara Gery berbeda dengan pengajaran gereja Katolik ya boleh-boleh saja.Itu rasanya sudah cukup buat saya.
Sebagai panutan bagi banyak pembaca situs ini, tidak selayaknya pak Stefanus terpaksa harus menyembunyikan kebenaran.
Atau mungkin pak Stefanus tidak dapat mengatakan kebenaran ini sebab takut akan dikucilkan oleh gereja ?
Sungguh sangat disayangkan jika bapak lebih takut pada gereja daripada takut pada Yesus.
Saya sudah menunggu cukup lama jawaban bapak tentang Yesus ini, supaya saya tidak ragu lagi tentang siapa Yesus, tapi kenyataannya jawaban saya dianggap sebagai bukan ajaran umat Kristiani,sebab berbeda dengan pemahaman bapak selama ini tentang Yesus.
Magisterium Gereja Katolik yang menurut pak Stefanus memberikan pengajaran yang tidak pernah salah, apakah juga tidak bisa memberikan jawaban atas pertanyaan saya.
Atau barangkali kali ini pengajaran Magisterium ternyata bisa juga salah.
Saya masih tetap akan menunggu jawaban dari pak Stefanus beserta dengan teamnya.
Pak Stefanus tidak perlu takut untuk menyampaikan kebenaran, jika jawaban saya salah saya dengan lapang hati saya akan menerimanya, tetapi sebaliknya jika benar ; janganlah kebenaran tersebut ditutupi hanya oleh soal harga diri.
Bukankah bapak sendiri yang mengajarkan tentang kerendahan hati pada para pembaca situs ini ? Inilah saatnya untuk menunjukkan apa yang bapak ajarkan kepada kami selama ini.
Jika tidak maka selama ini pak Stefanus hanya bisa mengajarkan tentang kerendahan hati tapi tidak melakukannya dalam kehidupan bapak sehari-hari (bukankah itu sama dengan ajaran para PARISI ?).
Saya tetap akan menunggu jawaban bapak, mudah2an tidak terlalu lama lagi
Atau jika tidak, tolong sampaikan jawabnya di alamat email saya, supaya tidak dibaca oleh orang lain
Gery
Shalom Gery,
Terima kasih atas komentarnya. Saya minta maaf kalau tanggapan Anda tidak dapat secara langsung dibalas, karena keterbatasan waktu dan banyaknya pertanyaan yang masuk yang juga perlu dijawab. Sebagai informasi anda, sampai saat ini ada sekitar 30 pertanyaan yang masih belum terjawab. Sejak awal keberadaan situs ini, kami mempunyai peraturan bahwa semua komentar tidak akan ditampilkan sampai dijawab atau dimoderasi oleh kami. Saya telah menjawab tanggapan anda tentang ke-Allahan Yesus di sini – silakan klik dan tanggapan Anda tentang Api Penyucian dari anda nanti akan saya jawab. Saya menyarankan bahwa anda dapat melihat contoh diskusi-diskusi panjang yang telah kami lakukan di sini – silakan klik. Dari dialog tersebut, anda dapat menilai sendiri apakah pernyataan-pernyataan yang anda buat adalah benar atau tidak. Saya rasa, saya tidak perlu menanggapi pernyataan-pertanyaan (mungkin lebih tepatnya tuduhan-tuduhan) yang anda buat, karena memang tidak ada gunanya untuk ditanggapi. Jadi, mari kita berfokus pada dialog kita. Semoga Anda dapat bersabar menunggu jawaban dari kami akan satu pertanyaan anda yang lain. Semua dialog akan tetap dilakukan di katolisitas.org, sehingga pembaca katolisitas juga dapat menarik manfaatnya. Kami tidak pernah melayani dialog lewat e-mail. Semoga dapat dimengerti.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom Sdr. Gery
Menunggu suatu jawaban dalam suatu diskusi memang sesuatu yg tidak enak, apalagi bagi anda yang masih penasaran dengan jawaban2 dari katolisitas. Terus terang saya terusik dengan tulisan anda “Bukankah bapak sendiri yang mengajarkan tentang kerendahan hati pada para pembaca situs ini ? Inilah saatnya untuk menunjukkan apa yang bapak ajarkan kepada kami selama ini.
Jika tidak maka selama ini pak Stefanus hanya bisa mengajarkan tentang kerendahan hati tapi tidak melakukannya dalam kehidupan bapak sehari-hari (bukankah itu sama dengan ajaran para PARISI ?). ”
Mengapa saya terusik ?? karena saya memahami kehidupan Bp. Stefanus Tay & Ingrid, dimana kalau saya katakan mereka adalah “Rasul di jaman modern ini” Mereka memilih hidup untuk mewartakan Kabar Kasih Tuhan Yesus Kristus dan Iman Katolik tanpa mementingkan diri sendiri, mereka rela meninggalkan pekerjaan yang menggiurkan, meninggalkan kehidupan duniawi yang selalu menggoda. Setiap hari, setiap saat, pikiran mereka berdua hanya ingin menjawab dan memuaskan setiap pembaca katolisitas. Anda tahu, betapa sulitnya “menulis” ?? apalagi jika menulis tentang suatu pengajaran, tidak bisa sembarangan, tidak bisa asal jawab dan muter2 jawabannya, mereka perlu konsentrasi, mereka perlu mencari jawaban yang tepat dan benar sesuai dengan ajaran Iman Katolik. Mereka tidak langsung menjawab pertanyaan anda adalah hak mereka, bukan berarti anda layak menyebut spt orang Parisi !! Buat mereka waktu adalah untuk merenungkan apa yang harus mereka jawab, mereka sering menolak untuk pergi sekedar hanya untuk belanja kehidupan sehari-hari, mereka tidak ada waktu untuk menyenangkan kehidupan mereka, itulah pekerjaan Rasul ! beda dengan kita-kita yang masih di sibukkan dengan duniawi.
Dan jika anda seorang Kristen yang baik, tunjukkan lah nilai KASIH dari diri anda, janganlah mencela orang seperti orang Parisi, jangan2 anda sendiri seperti orang parisi ! jangan menganggap bahwa anda paling benar, ada perbedaan bukan untuk menjadi musuh tapi bisa menjadi teman.
Maaf, jika saya menulis seperti ini, karena saya merasa terusik dengan tulisan anda.
GBU !
One Faith, One Catholic, Forever !
Samuel Rismana S
Shalom Samuel dan juga rekan-rekan lain,
Terima kasih atas dukungan semuanya untuk karya kerasulan ini. Saya pikir, mungkin Gery hanya sekedar salah paham, karena mengira bahwa postingannya dihapus oleh katolisitas. Yang dapat diperbaiki untuk ke depannya dari Gery adalah untuk menanyakan dengan sopan tentang tanggapannya yang belum ditayangkan tanpa perlu menuduh terlebih dahulu. Ini kalau dapat diterima oleh Gery. Namun, bagi saya pribadi, tuduhan yang kurang mendasar dalam suatu diskusi hanya merugikan diri sendiri. Jadi, kita tidak perlu terusik dengan tuduhan-tuduhan yang tidak perlu, namun mari kita berfokus pada diskusi dogmatik dan kita hindari tuduhan-tuduhan yang tidak perlu. Jadi, buat Gery, silakan untuk berfokus pada diskusi yang sedang berlangsung dan gunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk memberikan argumentasi yang baik dan terstruktur, sehingga diskusi ini dapat berguna juga bagi pembaca katolisitas. Namun, kalau jawaban anda belum ditayangkan, saya hanya minta kesabaran anda. Semoga dapat diterima oleh semua pihak. Dan mari, dalam kapasitas kita masing-masing, kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan, yang juga tercermin dalam mengasihi sesama kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shaloom Pak Stef dan bu Inggrid,
Saya sangat setuju dengan kata2 pak Samuel, saya saja yang mao menulis pertanyaan saja perlu waktu lama supaya bisa jelas (dan sering masi kurang jelas), bagaimana pak Stef dan bu Inggrid yang menjawab HARUS jelas karena mereka punya tanggung jawab sebagai pengajar di hadapan Allah. Dan hampir setiap hari selalu ada jawaban-jawaban yang dipost oleh mereka dan bukan jawaban yang setengah2,
Sudah sepantasnya kita semua maklum kalo jawaban kita kadang lama di jawab.
Jadi saya dan teman2 yang berkunjung dan bertanya di katolisitas.org mengucapkan banyak terima kasih. Kiranya Tuhan memberkati.
God Bless Keluarga Pak Stef dan Bu Inggrid
Kepada tim Katolisitas, kalau boleh saya minta teks doa untuk arwah dan jiwa’ yg sudah wafat, karena beberapa hari lalu melalui mimpi saya, (saya bermimpi papa teman saya yg sudah meninggal (meskipun beliau non-Katolik) sedang memperbaiki tembok atau bangunan) dan menurut pandangan masyarakat di tempat saya bahwa biasanya org yang sudah meninggal bila melawat melalui mimpi, mereka sebetulnya minta untuk didoakan,…
Ooo ya saya juga mohon kepada semua umat saudara seiman maupun non-Katolik untuk membantu doa untuk ketenangan arwah sdri.Livia (mahasiswa Binus yang menjadi korban pembunuhan d Jakarta Barat beberapa hari lalu), walaupun sdri kita ini non-Katolik, toh tidak ada salahnya kita bantu doa, krn doa itu baik adanya dan doa tidak membedakan kepercayaan seseorang…terima kasih.
[dari editor : pernyataan berikutnya kami edit]
Shalom Michael,
Terima kasih untuk permintaan teks doa bagi jiwa kerabat Anda. Lepas dari masalah mimpi yang Anda alami, kepedulian dan kasih Anda kepada keselamatan jiwa dari papa teman Anda adalah hal yang baik dan tentu berkenan kepada Tuhan.
Ada pada kami beberapa teks doa bagi orang yang sudah meninggal, yang semuanya berada dalam konteks iman Katolik. Dalam iman Katolik, doa bagi jiwa- jiwa yang sudah meninggal adalah doa- doa bagi mereka yang ada di Purgatorium, sebab jiwa- jiwa yang sudah di neraka memang sudah tidak bisa didoakan, sedangkan yang di surga sebenarnya tidak lagi membutuhkan doa- doa kita. Sehingga doa-doa itu ditujukan untuk jiwa- jiwa yang masih dimurnikan di Purgatorium. Walau doa-doa ini nanti akan dipakai untuk mendoakan jiwa kerabat yang bukan Katolik, kita mempunyai pengharapan akan belas kasih Allah akan jiwa- jiwa yang bukan Katolik/ yang tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya, yang bukan karena kesalahan sendiri; semoga mereka pun dapat tergabung dengan jiwa- jiwa yang dimurnikan di Api Penyucian. Dan bagi Tuhan sendiri saat menerima doa kita bagi mereka, tentu pertama-tama Tuhan melihat niat kasih kita untuk berdoa bagi keselamatan dan kedamaian mereka bersama Tuhan.
Silahkan doa-doa ini juga dipakai untuk mendoakan jiwa Livia, yang telah dibunuh beberapa waktu yang lalu. Kami pun merasa sangat prihatin dan kami juga turut berdoa bagi kedamaian jiwa Livia, semoga segala dosanya diampuni, dan untuk selamanya berdiam dalam damai abadi di rumah Bapa yang kekal. Semoga kedua orangtua, sanak saudara, serta para sahabatnya, diberikan rahmat kekuatan dan penghiburan dalam Tuhan.
Dan di atas semua itu, doa yang terbaik untuk jiwa-jiwa yang sudah meninggal adalah doa ujud Misa Kudus. Silakan juga mengajukan intensi Misa untuk mendoakan jiwa orang yang meninggal tersebut.
Selamat mendoakan dengan penuh iman. Tuhan memberkati.
1. Doa bagi jiwa- jiwa kerabat kita di Api Penyucian
Yesus yang baik, Hati-Mu selalu prihatin terhadap duka cita manusia. Pandanglah dengan belas kasih-Mu jiwa- jiwa orang- orang yang kami kasihi di Api Penyucian. Dengarkanlah seruanku untuk belas kasihan-Mu, dan berilah agar mereka yang telah Engkau panggil menghadap-Mu dapat segera menikmati istirahat kekal di rumah kasih-Mu di Surga. Amin.
2. Doa bagi jiwa- jiwa di Api Penyucian
O Tuhan, Sang Penyelamat jiwa- jiwa, berbelas kasihanlah kepada jiwa- jiwa di Api Penyucian. Bersama mereka, aku memuji dan mengakui keadilan-Mu. Tetapi karena Engkau menghendaki agar doa- doa yang dipersembahkan untuk mendoakan sesama, maka dengarkanlah doa- doa yang kunaikkan demi mendoakan jiwa- jiwa yang menderita karena hasrat yang tak terkira untuk bersatu dengan-Mu. Ingatlah ya Tuhan, bahwa mereka adalah anak- anak-Mu. Lupakanlah dosa kesalahan yang mereka perbuat di dunia ini karena kelemahan mereka sebagai manusia. Tuhan Yesus, tolonglah mereka. Amin.
O Tuhan, aku memohon kepada-Mu. Demi darah-Mu yang mulia yang tercurah di Taman Getsemani, bebaskanlah jiwa- jiwa di Api Penyucian, terutama jiwa- jiwa yang terlupakan, dan tak memperoleh dukungan doa dari siapapun. Bawalah mereka kepada kemuliaan-Mu, di mana mereka akan memuji-Mu dan menyembah-Mu selamanya. Amin.
O Tuhan, aku memohon kepada-Mu. Demi darah-Mu yang mulia yang tertumpah saat Engkau didera, bebaskanlah jiwa- jiwa di Api Penyucian, terutama jiwa yang terdekat dengan pintu masuk kemuliaan Surga, sehingga ia dapat segera mulai memuji dan menyembah-Mu di Surga selamanya. Amin.
O Tuhan, aku memohon kepada-Mu. Demi darah-Mu yang mulia yang tercurah karena mahkota duri, bebaskanlah jiwa- jiwa di Api Penyucian, terutama jiwa yang sangat membutuhkan doa- doaku, sehingga ia tidak harus terlalu lama menunggu saatnya ia dapat memuji-Mu dalam kemuliaan Surga selamanya. Amin.
O Tuhan, aku memohon kepada-Mu. Demi darah-Mu yang mulia yang tercurah di kayu salib, bebaskanlah jiwa- jiwa di Api Penyucian, terutama jiwa yang di mata-Mu paling banyak melakukan perbuatan kasih semasa hidupnya di dunia. Sehingga setelah ia segera mencapai surga, ia akan segera memuji-Mu dalam seruan kemenangan selamanya. Amin.
3. Doa Untuk Jiwa-jiwa di Purgatorium
Tuhan,
Berilah mereka istirahat kekal
dan sinarilah mereka dengan cahaya abadi.
Semoga semua orang
yang sudah meninggal
beristirahat dalam damai.
Bapa,
selamatkanlah saudara-saudara kami,
kaum beriman,
dan semua orang lain yang telah meninggal dunia.
Berikanlah istirahat kekal kepada mereka
dan kepada semua saudara yang meninggal dalam Kristus.
Kasihanilah dan sambutlah mereka dalam pangkuan-Mu.
Amin.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
Caecilia Triastuti dan Ingrid Listiati – katolisitas.org
Salam Caecilia
Trima kasih bnyk atas teks doanya dan penjelasannya m’enai doa kpd arwah…
Smoga berkat dan rahmat Tuhan Yesus, menyertai anda dan tim katolisitas slalu..
Berkah Dalem
Dalam iman Katolik kita diajar mendoakan jiwa – jiwa yang malang di api penyucian. Dikatakan karena mereka membutuhkan doa kita untuk membantu mereka bertemu dengan Allah Bapa di Surga. Sudah beberapa tahun ini saya mendoakan jiwa-jiwa yang malang di api penyucian. Sudah 1 bulan ini saya ngerasa koq rada-rada peka dengan kehadiran “mereka ” tapi itu yang membuat saya takut. Kayanya di sebelah saya ada sesuatu dan leher saya suka geli2 ga jelas deh . Gimana ya menyikapi perasaan seperti itu, itu hanya perasaan atau emang karunia yang diberikan oleh-Nya ya ?
Salam Novira,
Sangatlah terpuji untuk selalu berdoa khususnya berdoa bagi jiwa-jiwa yang masih mengharapkan mengalami belas kasihan Allah. Teruskan saja. Dan jika gejala-gejala semacam itu terjadi, teruskan saja berdoa karena yang penting ialah Anda yang berdoa., bukan malah fokus pada hal-hal aneh-aneh. Mengapa? Karena setiap pendoa pasti mengalami godaan pengalihan dari doa seperti itu.
Salam
Y. Dwi Harsanto Pr
Salam tim Katolisitas
ayah saya sudah meninggal lebih dari 10 thn. Penyebab kematian ayah saya kecelakaan dan dirawat 3 hari di RS sebelum akhirnya meninggal. Pada saat terakhir2nya beliau tidak mendapatkan Sakramen Tobat karena ibu saya tidak mendatangkan atau minta tolong seorang romo utk memintakan Sakramen Tobat karena waktu itu ayah kami menunjukkan mulai pulih dari sakitnya, tapi ibu saya pernah bercerita kalau sebelum meninggal ayah saya ngomong ke ibu saya kalau dia melihat 3 org berpakaian putih2 menjemput beliau. Kami tidak tahu maksudnya, tapi kami asumsikan itu adalah malaikat2 yg menjemput.
Nenek saya jg waktu meninggal beliau selama 3 hari mendadak sakit tdk bisa jalan, bicara, maupun makan atau minum, tapi tdk dirawat di RS. Beliau Kristen Jawa. Saat hari ke 3 beliau semakin kritis, kami pun sepakat utk mengumpulkan sanak saudara dan pendeta utk mendoakan nenek saya. Pada saat didoakan nenek saya menangis padahal mata beliau tertutup tidak bisa digerakkan dan akhirnya beliau meninggal setelah doa bersama tsb selesai.
Pertanyaan saya: apakah arwah ayah saya dapat diterima karena tdk menerima Sakramen Tobat walaupun kami sekeluarga yakin kalau beliau menyerahkan hidupnya sblm meninggal. Nenek saya jg bisa diterima walaupun yang mendoakan pendeta? Apakah Doa Rosario Koronka bisa utk mendoakan arwah ayah dan nenek saya? (krn itu yang saya lakukan). Saya pernah membaca wawancara Maria dr Sima (kalau tidak salah) arwah2 sering datang kepada beliau utk didoakan melalui Misa Kudus, maksudnya apa ya? Apakah Misa biasa atau Misa khusus arwah? Karena setiap Misa Minggu saya berdoa utk arwah ayah dan nenek saya pas doa umat, tepatkah? Kalau tidak pada bagian mana saya bisa mendoakan arwah ayah dan nenek saya? Terima kasih
Shalom Maria,
Nampaknya di sini pertanyaannya adalah apakah seseorang yang meninggal itu mempunyai pertobatan yang sempurna(perfect contrition) sebelum wafatnya. Katekismus mengajarkan:
KGK 1452 Kalau penyesalan itu berasal dari cinta kepada Allah, yang dicintai di atas segala sesuatu, ia dinamakan “sempurna” atau “sesal karena cinta” [contritio]. Penyesalan yang demikian itu mengampuni dosa ringan; ia juga mendapat pengampunan dosa berat, apabila ia dihubungkan dengan niat yang teguh, secepat mungkin melakukan pengakuan sakramental (Bdk. Konsili Trente: DS 1677. 1822)
Nah, jika seseorang yang dalam keadaan sakit parah sebelum meninggalnya dia sempat bertobat yang sempurna seperti ini, maka walaupun dia meninggal tanpa sempat menerima rahmat Pengampunan Dosa dalam Sakramen Perminyakan, maka dia dapat dikatakan meninggal dalam keadaan berdamai dengan Allah. Tentang apakah orang yang meninggal itu sempat mempunyai pertobatan yang sempurna atau belum, ini hanya Tuhan dan orang yang bersangkutan yang mengetahui. Namun kita dapat berharap bahwa anggota keluarga kita yang semasa hidupnya taat kepada Tuhan dan mencintai Tuhan, akan mempunyai sikap yang sama sampai akhir hidupnya, dan dengan demikian mereka meninggal dalam persahabatan dengan Allah. Semoga inilah yang terjadi pada ayah anda dan nenek anda.
Menurut wahyu pribadi Sr. Faustina Kowalska, Tuhan Yesus mengatakan bahwa doa Koronka Kerahiman Ilahi adalah doa yang baik untuk didaraskan di saat menghantar orang menghadapi ajalnya. Dengan didoakannya doa tersebut, Tuhan Yesus akan memandang orang yang wafat itu dengan belas kasih-Nya. Maka, walaupun pada prinsipnya semua doa yang keluar dari hati adalah doa yang baik; namun doa Koronka maupun doa rosario memang adalah doa yang baik untuk mendoakan orang yang menjelang ajal/ meninggal. Doa Koronka adalah doa memohon belas kasihan Allah, sedangkan doa rosario adalah doa memohon dukungan doa Bunda Maria sampai di saat kita mati, seperti yang kita ucapkan dalam doa Salam Maria. Dalam beberapa kisah para orang kudus, disebutkan bahwa sebelum wafat dalam damai yang tak terlukiskan, mereka mengucapkan, “Yesus…. Bunda Maria”.
Maria Simma adalah seorang wanita Katolik berkebangsaan Austria yang mempunyai karisma tertentu, yaitu ia sering dikunjungi oleh jiwa- jiwa yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian (Purgatorium), yang memintanya untuk mendoakan mereka, agar mereka dapat dibebaskan dan beralih ke Surga. Doa yang diminta umumnya adalah ujud Misa Kudus, artinya agar nama mereka disebut dan didoakan sebagai intensi Perayaan Ekaristi. Mengajukan permohonan untuk mendoakan jiwa orang yang sudah meninggal dalam ibadah sesuai dengan yang disebutkan dalam 2 Mak 12:42-45.
Gereja memang mengkhususkan sepanjang bulan November terutama tanggal 1-8, khususnya 2 November, sebagai hari Arwah orang beriman, dan umumnya diadakan Misa Arwah. Biasanya pada hari itu (dan sepanjang bulan November) intensi Misa Kudus adalah untuk mendoakan arwah. Namun di luar bulan November, keluarga juga boleh mengajukan permohonan intensi Misa Kudus. Silakan menanyakan prosedurnya kepada pihak petugas di paroki. Selain itu silakan terus mendoakan jiwa ayah dan nenek anda dalam doa- doa pribadi anda, terutama pada misa Kudus, di dalam hati anda, baik pada saat doa umat, maupun pada saat setelah konsekrasi, di mana Pastor mengatakan, “….Ingatlah juga saudara- saudari kami yang telah meninggal di dalam Kristus …..” sebutkanlah nama ayah dan nenek anda itu pada saat itu; juga pada saat sesudah Komuni. Hayatilah persekutuan anda dengan Sang Tubuh Kristus itu juga mempunyai makna bahwa saat itu, di dalam Kristus, anda telah bersekutu juga dengan semua anggota Tubuh-Nya yang telah meninggal dunia, yaitu semua para kudus di Surga, maupun jiwa- jiwa di Purgatorium. Di dalam kasih Kristus inilah Tubuh Kristus (Gereja) yang masih berziarah di dunia ini (yaitu kita semua) dipersatukan dengan Gereja yang masih dimurnikan di Purgatorium maupun Gereja yang sudah jaya di surga. Katekismus mengajarkan:
KGK 1370 Bukan hanya anggota-anggota Tubuh Kristus yang masih hidup di dunia ini bersatu dengan kurban Kristus, melainkan juga mereka, yang sudah berada dalam kemuliaan surga. Gereja membawa kurban Ekaristi dalam persatuan dengan Perawan Maria tersuci, demikian juga dalam kenangan akan dia dan akan semua orang kudus. Di dalam Ekaristi, Gereja seakan-akan berdiri bersama Bunda Maria di kaki salib, dipersatukan dengan kurban dan doa syafaat Kristus.
Dalam Ekaristi inilah kita mengimani bahwa di dalam persekutuan dengan Kristus, ikatan kasih antara kita, para kudus, dan saudara- saudari kita yang telah mendahului kita tidak terputuskan (lih. Rom 8:38-39), sebab kita semua tergabung sebagai anggota- anggota Tubuh Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam
terima kasih bu inggrid atas jawabannya,sangat membantu saya dalam mendoakan arwah ayah dan nenek saya
berkah dalem
Salam Maria,
Setiap Misa Kudus bisa diaplikasikan untuk mendoakan arwah saudara-saudari kita yang sudah meninggal. Ujubkanlah atau intensikanlah dengan menghubungi imam yang memimpin Misa. Jika mau mendoakannya sendiri, doakanlah pada saat doa umat, dan pada Doa Syukur Agung bagian doa untuk saudara-saudari kita yang telah berpulang.
Lanjutkanlah berdoa untuk saudara-saudari yang telah berpulang. Anda sendiri akan memetik buah rohani yang Anda perlukan karenanya, dan Allah tentu berkenan akan doa Anda untuk keselamatan almarhum-almarhumah yang Anda kasihi.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam kasih,
Roma 8:38-39 tidak ada hubungannya atau terkait dengan mendoakan jiwa2, karena yang sudah mati ya sudah selesai, jadi jangan hanya masukkan ayat Firman utk sekedar dicocok2kan padahal tidak benar.
Pihak Katolisitas mengatakan: maka jika kita mengetahui (kemungkinan) adanya anggota keluarga kita yang masih dimurnikan di api penyucian…. maka kita yang masih hidup dapat mendoakan mereka. Dari pernyataan ini saja sudah jauh menceng dari kebenaran Firman Tuhan, tapi ok lah saya penasaran…
pertanyaannya:
1. Apakah yg dimaksud dengan dimurnikan itu adalah dengan cara dibakar seperti orang yg sedang memurnikan emas dengan cara dibakar atau seperti apa? Dan berapa lama harus dimurnikan?
2. Siapa yg tahu kalau kalau orang yg meninggal itu ada di api penyucian? Apa ada malaikat Tuhan yg memberitahukan?
Salam Kay Roven,
KGK 1030-1031 berbicara mengenai purgatorium yang ialah pemurnian. Tak ada kata “api”. Saya terangkan dengan cara lain semoga membantu. Pemurnian berarti almarhum sudah hidup dalam rahmat Allah dan di dalam Allah, Allah mau memeluknya, namun dia belum siap sepenuhnya. Dari pihak almarhum, ia sendiri masih membutuhkan dimurnikan. Mungkin situasi purgatorium mirip dengan situasi Petrus ketika setelah ia menyangkal Yesus, ayam jantan berkokok, lalu Yesus memandang dia, dan dengan sesal Petrus menangis.
Saya merenungkan hidup saya sendiri. Jika saya meninggal dunia, saya berharap tidak akan ke pemurnian yang kadang-kadang digambarkan dengan “api” itu. Saya membaca 1 Kor 3: 13-15, di situ ada kata “api” pada hari Tuhan. Saya harap langsung siap dipeluk Allah. Jika saya meninggal, saya tetap mendoakan saudara-saudari saya yang masih di dunia dan saya mau didoakan pula oleh mereka. Karena saya sudah biasa mendoakan mereka dan mereka pun biasa mendoakan saya.
Namun bisa jadi saya belum siap dipeluk Allah karena beberapa hal. Misalnya: ketika saya meninggal: 1. Saya masih punya dendam dan sakit hati pada orang lain. 2. Saya masih memiliki dosa yang belum diampuni dalam Sakramen Tobat. Mau minta maaf tidak sempat lagi. Saya melihat wajah Allah dan melihat diriku sendiri. Ia penuh kasih dan kemuliaan, saya penuh perilaku memalukan. Saya merasa perlu dimurnikan. Saya mau saudara-saudari yang kudendam atau salah paham padaku mendoakan saya. Agar saya lega dan siap dipeluk Allah. Entah bagaimana caranya pasti Allah mengetahui kegelisahan hatiku, dan aku percaya Ia sanggup dan melegakan daku.
Karena tak tahu apakah saudara kita almarhum masih berkeadaan purgatorium atau tidak, sebaiknya mendoakannya. Tak ada ruginya, bahkan menyucikan diri kita juga. Maka, mumpung masih ada kesempatan, mari hindari dosa, dan berbuat kasih sebanyak-banyaknya, termasuk mendoakan teman-teman yang sudah berpulang, agar kita ketika dipanggil sudah siap karena murni.
NB. Sebaiknya Anda jelaskan apa maksud kalimat Anda bahwa yang sudah meninggal sudah selesai. Apakah berarti almarhum selesai tidak berdoa lagi, atau selesai kita mendoakannya? Jika itu yang Anda maksud, maka itu bukan ajaran Katolik.
Roma 8:38-39 bicara tentang hubungan erat kita Gereja dengan Kristus. Ada hubungannya dengan mendoakan anggota Gereja yang sudah meninggal karena mereka tetap anggota Gereja abadi dalam Kristus. Anggota Gereja saling mendoakan.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam Pastor,
waduh Pastor bahasanya romantis sekali ya :) Trimakasih buat ulasannya tetapi saya masih belum mendapatkan jawaban yg pasti, dimurnikannya seperti apa? Saya ambil contoh sederhana.. “di iklan sabun mandi saya harus menggunakan sabun utk membersihkan badan saya ya digosok2 dari atas sampai bawah agar badan saya bersih. Nah sabun ini yg menjadi jawabnya supaya badan saya bersih, nah pemurnian di api penyucian ini tidak jelas bagaimana dimurnikannya.
Saya merenungkan apa yg terjadi dengan Petrus dengan api penyucian tidaklah pas.. apa hubungannya? Apa bedanya dengan Yudas yg menjual Yesus. Dari dua kasus Petrus dan Yudas adalah yang satu menyesal yg satu lagi mati bunuh diri padahal kalau dia minta ampun Yudas pun pasti selamat..
Waktu interfal penyesalan Petrus sampai Tuhan pakai Petrus menjadi pelayan Yesus… tidaklah lama dan kita semua tahu… nah kalau di dalam api penyucian tidak ada yg tahu berapa lama.
Menanggapi, “saya belum siap dipeluk karena dosa yg belum diampuni oleh Sakramen Pertobatan, mau minta maaf tidak sempat, ku dendam, Lalu janji Yohanes 3:16 itu tidak berlaku? Apakah Pastor tidak percaya akan arti lahir baru, menjadi manusia baru ( dalam pertobatan ) kalau setiap umat seperti apa yg Pastor baru nyatakan yg ada di api penyucian hanya orang Katolik semua, karena orang percaya kalau sudah meninggal sudah disediakan tempat oleh Yesus sendiri I Tes 4:14-15 Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yg meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia .. Firman Tuhan mengatakan dikumpulkan Allah ( dipisahkan antara domba dan kambing ) bersama-sama dengan Dia.. jadi kalau saya meninggal jelas sekali ingin langsung dipeluk dan di welcome home ama Tuhan sendiri.
Pastor yang utama adalah apakah saya memiliki Roh Kudus? Roma 8:2 dan 15, ROH, yg memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari HUKUM DOSA dan HUKUM MAUT ayat 15 Sebab kamu tdk menerima roh perbudakan yg membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima ROH yg menjadikan kamu anak ALLAH. Oleh Roh itu kita berseru:’ya ABBA, ya BAPA. Kalau Pastor mau baca sampai habis juga ok..
Ini statement dari Firman Tuhan bukan kata saya ya Pastor… Ibrani 9:27 Dan sama seperti manusia ditetapkan utk mati hanya satu kali saja, sesudah itu dihakimi (dari ayat ini pun sudah menjelaskan bahwa api penyucian tidak ada ) Ibrani 4:13 dan di Yehezkiel 18 Firman Tuhan berbicara SETIAP ORANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS DIRINYA
Salam Kay Roven
Scott Hahn mengatakan dalam bukunya “Rome Sweet Home-Roma Rumahku”, Dioma: 2008, bahwa Gereja Roman Catholic memang Romantic. Maka demikianlah jika kita membaca tuilisan mengenai relasi orang kudus dengan Allah.
Dimurnikan di sini dimaksudkan hati nurani, pikiran pemahaman yang menuju ke semurni-murninya pemahaman mengenai Allah dan karya keselamatan-Nya, serta bahwa dirinya sendiri mau tinggal di dalamnya secara utuh penuh, murni tanpa tercampur motivasi selain memuliakan Allah. Masa pemurnian bisa jadi hanya sedetik, bisa pula waktu yang panjang, namun jelas bahwa tergantung pada sikap batin yang bersangkutan terhadap Allah. Yang jelas dalam Kitab Makabe, tercantum praktek mendoakan jiwa-jiwa yang sudah berpulang. Bahwa kita tidak tahu persis, bisa dipahami karena ini bukan soal menyabun badan. Gambaran-gambaran manusiawi tentu hanya mendekati kenyataan namun bukan kenyataan purgatorium itu sendiri yang dalam iman kita ada. Bahasa selalu terbatas. Namun mata iman melihatnya, bukan dengan cara mata dunia.
Saya bicara tentang “seperti” Petrus yang bertobat, ia melihat dirinya sendiri dalam penglihatan Yesus. “Seperti” karena Petrus waktu itu masih hidup. Tepatlah Anda menyinggung Yudas. Nasibnya tidak termasuk dalam pembicaraan kita mengenai purgatorium karena purgatorium ialah pengolahan diri dalam suasana surgawi yang berpengharapan keselamatan kekal, bukan neraka yang merupakan siksa abadi tanpa harapan keselamatan kekal.
Mengenai “Lahir baru”, ialah baptisan, hidup dalam Kristus, berproses menuju kesempurnaan seperti Bapa di surga sempurna adanya. Bagi orang Katolik, setelah baptis, masih berproses menuju kesempurnaan, makin sempurna menuju Bapa. Dinamik, tidak statis. Maka, ada kemungkinan rahmat kekudusan yang diterima itu suatu saat merosot karena “manusia yang lahir baru” itu menyalahgunakan kebebasannya dengan berbuat dosa.
Nah, bagaimana menurut Anda, manusia yang telah lahir baru yang berdosa, tiba-tiba meninggal mendadak. Belum sempat memperbaiki relasi dengan sesama yang disakiti hatinya, belum sempat mengaku dosa, pokoknya belum siap. Menurut Anda, bagaimana dia bersikap? Padahal Allah kini di hadapannya? Almarhum ini memandang dirinya dan tingkah lakunya. Purgatorium terjadi.
Memang tempat sudah disediakan, namun sejauh mana siap atau tidak masuk ke dalamnya? Saya ikut senang jika Anda sudah siap dan hidup dalam Roh sepanjang sampai ajal. Saya pun dengan selalu memohon dan mengandalkan rahmat Allah berusaha mencapainya. Sehingga kita tidak perlu mengalami purgatorium. Namun bagaimana dengan saudara-saudari yang sudah dibaptis namun toh berdosa dan mati mendadak dalam keadaan masih ada dosa? Purgatorium itu ada, juga walaupun Anda mengatakan bahwa itu tidak ada. Gereja tetap mewartakan bahwa purgatorium itu ada.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam kasih,
seperti Firman Tuhan katakan di I Tes 4:14-15 dan ini sebuah kepastian yg Tuhan janjikan buat orang yg percaya bahwa orang yg meninggal dalam Tuhan akan dikumpulkan oleh Tuhan, jadi knp hrs takut? Karena tdk pernah Tuhan bilang sebelum berkumpul bersama Aku kamu akan dimurnikan di api penyucian, benar? Nah apa yg ditulis di I tes 4:14-15 ini yg harus diimani oleh setiap org percaya Yesus dgn mata iman rohani kita.
Lahir baru yg lebih tepatnya adalah pertobatan bukan baptisan karena baptisan terjadi setelah pertobatan, apakah pastor pilih dibaptis dulu baru bertobat atau mengaku dahulu bahwa pastor adalah org berdosa dan baru dibaptis? Contoh penjahat di sebelah kanan Yesus dia bertobat tanpa dia hrs dibaptis &Yesus menjanjikan dia ke Firdaus bersama Yesus, amin?
Orang yg lahir baru yg berdosa? Saya kurang mengerti atau ini hanya sebuah pertanyaan yg menjebak? Baik mungkin maksud Pastor setelah lahir baru lalu berbuat dosa, adakah di dunia ini org yg suci atau tdk mungkin berdosa? Tdk ada yg tahu, begini deh org yg lahir baru sudah menerima anugerah menjadi anak2 Tuhan dan ini adalah janji Tuhan tdk pernah mengingkari janjiNYa, Tuhan melihat Roh Kudus yg ada di dalam hati kita. Sekali lagi contoh dlm kebenaran firman Tuhan, pejahat yg di sebelah kanan Yesus apakah dia sempat minta maaf kepada orang2 yang sdh dia sakiti? Di saat penghakiman nanti kan riwayat hidup kita akan dibuka, klo tdk terjadi pertobatan ya masuk ke neraka, tp klo terjadi pertobatan artinya nama org tersebut sudah tertulis di buku kehidupan, ada firmannya kalau nama kita tdk tertulis di buku kehidupan kita akan dilempar ke lautan api dan bukan api penyucian.
Sekali lagi baptisan bukan segala2nya, ya baptisan itu perlu tp pertobatan itu yg utama, baik saya mau tanya ama pastor, kalau Gereja mewartakan api penyucian tetapi Firman Tuhan mewartakan bahwa orang benar akan dikumpulkan bersama2 dgn Allah mana yg Pastor pilih?
Submitted on 2011/08/13 at 9:38am
Ada yg mau saya tambahkan Roma 8:38-39, Roma 8 ini berbicara tentang iman dari awal rencana keselamatan adalah utk memperbaiki hubungan pribadi antara Allah dan manusia antara saya dan Allah. Ayat 31 adalah inti point utk ayat 38 -39 kalau saya mengimani jika Kristus ada di pihak saya dan saya ada di pihak Kristus, siapa yg bisa melawan saya? Jelas tdk ada hubungan dgn mendoakan umat yg sudah mati, kalau hubungannya antara orang percaya dan Kristus ya saya mengimani.
Salam Kay Roven,
Ajaran purgatorium (istilahnya “purgatorium” kalau diterjemahkan, tak ada kata “api”) adalah ajaran untuk menunjukkan pergulatan hati nurani orang yang baru saja atau sudah meninggal di hadapan misteri kerahiman Allah. Siapapun apakah sudah dibaptis atau belum, bertobat atau belum, pasti menghadapi Allah yang sama. Dia yang Maharahim, namun sekaligus Mahaadil. Sering orang suka pada Allah yang Maharahim, namun melupakan Mahaadil-Nya, yang menuntut manusia berbuat benar. Purgatorium melibatkan hati nurani manusia yang ada di hadapan Allah yang serentak Maharahim dan Mahaadil ini.
Sudah sejak Israel kuno, umat mendoakan orang yang meninggal, dan Gereja melanjutkannya justru karena iman akan kebangkitan Kristus. Allah adalah Allah Abraham. Ishak, Yakub, Allah para leluhur yang hidup abadi, bukan yang mati abadi.
Catatan saya, teks-teks kitab suci yg Anda kutip itu, selalu dibacakan dalam liturgi peringatan arwah orang beriman. Maka, apa yang Anda kutip itu tidak menjadi argumen untuk meragukan ajaran Gereja mengenai purgatorium. Justru sebaliknya, memberi harapan serta membuat kita memperbaiki diri. Cobalah mengikuti Misa pada Hari Raya Peringatan Arwah semua Orang Beriman pada tanggal 2 November, atau hadirilah Misa pemberkatan jenazah, dan resapilah doa-doa dan liturginya. Rasakanlah dengan rasa iman akan kebangkitan, sekaligus rasa diri sebagai manusia yang rapuh, maka pasti tak akan ada pertanyaan lagi. Karena praktek ibadat kematian dan mendoakan arwah sudah ada lama sebelum Alkitab ditulis, maka Alkitab tidak dimaksud untuk meniadakannya. Bagaimanapun, kita berhadapan dengan misteri iman sekaligus kenyataan yang akan kita hadapi.
Karena itu, Yesus mengingatkan agar kita berjaga-jaga selalu. Saya setuju dengan pandangan Anda bahwa kita yang sudah dibaptis, berjaga-jaga dengan mengusahakan agar kita tidak usah berdosa, bertobat terus menerus, berbuat kasih terus menerus, menerima sakramen-sakramen, berdoa, melaksanakan perintah Yesus untuk mengasihi, agar pas meninggal kita langsung mengalami bahagia kekal. Bagi orang Katolik, bertobat terus menerus adalah isi baptisan itu sendiri di samping suka cita penuh kasih. Masalahnya, selalu ada fakta di luar yang ideal: orang yang sudah bertobat, berbuat dosa lagi, lalu meninggal sebelum sempat bertobat lagi. Nah? Bagaimana menurut Anda?
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam,
Di kitab Ayub dikatakan Ayub 7:9-10 sebagaimana awan lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yg turun ke dlm dunia orang mati tidak akan muncul lagi. Ia tdk kembali lagi ke rumahnya, dan tdk dikenali lagi oleh tempat tinggalnya. Kalau ini tdk benar pasti Tuhan tdk akan mengijinkan tulisan ini di tulis dan dicatat di Alkitab, benar? Dan dalam Firman Tuhan dikatakan mati satu kali lalu dihakimi, tdk pernah Firman Tuhan mengatakan mati sekali lalu dimurnikan.
Sekarang, Tuhan kasih kesempatan kpd saya, pastor utk hidup berbuah apa yg bisa saya berikan buat Tuhan karena ini saatnya selama saya masih hidup. Kalau sudah bertobat apa yg harus diragukan lagi kalau Tuhan akan mengumpulkan kita bersama Dia, kalau blm bertobat ya sekarang waktunya selama masih hidup selama masih ada yg mengingatkan dan ada kesempatan utk bertobat. Memang benar kata pastor bertobat atau blm semua orang akan menghadapi penghakiman Allah akan dipisahkan antara domba dan kambing dan dalam firman Tuhan dikatakan jika nama kita tdk tertulis di buku kehidupan kita akan dibuang ke lautan api. Tuhan kasih kemudahan utk datang kepada Dia dan tdk pernah Tuhan membuat orang susah utk datang kepadaNya.
Salah satu anggota keluarga saya Katolik, hanya saya dan bapak saya yg tidak, saya sudah membaca doa arwah, utk saya dan bapak saya jelas2 tidak sesuai dgn firman Tuhan, sekarang pastor bilang ayat yg saya kutip dipakai dalam Misa mendoakan arwah. Bukankah ini yg namanya pemutaran balik kebenaran firman Tuhan? Pastor bilang praktek mendoakan orang mati sudah ada sblm Alkitab ditulis tetapi setelah ada Alkitab praktek ini dinyatakan tidak benar dan tdk ditulis oleh Alkitab, artinya okultisme jaman dulu dipakai dalam ibadah suci gereja? Seperti yg saya bilang kalau Tuhan mengijinkan hal2 tersebut terjadi spt mendoakan arwah maka akan dicatat dalam Alkitab.
Ada dalam Firman kita diberi kuasa menjadi anak2 Tuhan, apakah orang tua yg anaknya bikin kesalahan lalu ditolak menjadi anak mereka? Tentu tdk kan? Sama seperti Tuhan klo saya sudah menjadi anak Tuhan lalu krn melakukan dosa lalu Tuhan menganggap saya bukan anak Tuhan lagi? Sampai kapan pun tdk ada orang yg bisa tdk berbuat dosa karena kita masih hidup di dunia ini, tp nanti sih kalo saya sdh ada di sorga baru saya kasih tahu pastor bahwa saya sdh tdk bisa berdosa lagi. Pastor blm menjawab pertanyaan saya, dibaptis dulu baru bertobat atau bertobat dulu baru dibaptis?
[dari Katolisitas: pertanyaan di bawah ini digabung karena masih dalam topik yang sama :
Sedikit tambahan, pastor tahukan perumpamaan anak yg hilang? Nah itu jawaban cantik buat pertanyaan pastor :) ]
Salam Kay Roven,
Sekali lagi, Kitab Ayub yang Anda kutip itu (sebagaimana bagian Alkitab lain termasuk Kitab Makabe yang tak pernah Anda kutip karena bukan bagian Alkitab Anda), juga dibacakan dalam Misa arwah. Dalam iman Katolik, Alkitab PL harus disoroti dalam terang Perjanjian Baru. Dan bagi Katolik, Kitab Suci paling jelas maknanya dalam liturgi. Tidak cukup bagi Katolik utk membaca Alkitab. Alkitab paling jelas dalam Liturgi. Liturgi ialah praktek nyata ungkapan iman, yang didoakan itulah yang diimani, dan seharusnya dilaksanakan.
Purgatorium itu sudah bagian surga, bukan neraka, atau keadaan antara neraka dan surga. Hidup setelah mati di surga, ialah hidup yang berhubungan satu sama lain sebagai Tubuh Kristus. Akan disempurnakan setelah Kristus menyempurnakannya kelak dalam kedatanganNya kembali. Nanti jika di sorga, saya akan mengalaminya pula, relasi dengan saudara-saudari dalam Kristus sebagai kelanjutan hidup dunia sekaligus hidup yg baru bahagia penuh kasih. Yang namanya bahagia itu bukan berarti lupa akan segala masa lalunya baik yang membahagiakan atau yang berdosa, kendati telah diampuni. Yang namanya bahagia itu tidak egositis lupa sesama yang masih menderita. Maka dukungan doa antar-kita, bermakna bagi kebahagiaan antar kita. Kalau saya di surga, saya selalu mendoakan dan didoakan pula oleh saudara sesama satu tubuh Kristus. Itulah hakikat “satu tubuh” dalam “persekutuan para kudus” (syahadat iman kita).
Bagi iman Katolik, Alkitab tidaklah dipahami sebagai yang Anda pahami. Karena bagi iman Katolik, Alkitab ada dalam Gereja. Gereja ada lebih dahulu daripada Alkitab dalam bentuknya sekarang. Siapa yang menetapkan kanon Alkitab jika bukan paus dan para uskup? (Ini terkait dengan tema pembicaraan mengenai Alkitab, silahkan klik di sini dan pelajari).
Katolik melihat pula maksud penulis kitab, Injil- Injil, surat-surat pastoral itu. Para penulis itu pun menulis dengan konteks tertentu. Maka, jawaban Anda mengenai Mat 25 justru bukan jawaban yang manis, karena konteks dari teks itu ialah “penghakiman terakhir”, bukan hidup perorangan setelah mati (Mat 25 ayat 31). Jelas bahwa teks itu berbicara mengenai penghakiman terakhir, paripurna. Jika Anda mengutip kitab Ayub, maka perlu dilihat konteks-nya pula, paham penulisnya dan alam budaya waktu itu mengenai dunia orang mati, yang sangat lain dari paham kita setelah Kristus bangkit. Katolik menghayati iman yang nyata, yang hidup dalam komunitas di dunia dan surga, bukan dalam teks saja.
Saya menjawab ini dari Madrid, ketika saya bersama orang muda Katolik seluruh dunia bersama para uskup dan paus sendiri berkumpul dalam World Youth Day. Kami mengenangkan dan yakin bahwa santo-santa pelindung OMK pun mendoakan kami semua. Semua merasa satu hati dalam Tubuh Kristus. Kami sangat menghayati kenyataan iman akan Tubuh Kristus yang satu dunia-surgawi, saling mendoakan dan saling mengasihi, yang mendoakan juga teman-teman yang menderita, yang masih berdosa, yang dianiaya. Saya yakin, setelah saya mati, saya akan tetap mendoakan teman-teman saya, dan mereka pun mendoakan saya karena kasih.
Apa salahnya berdoa dan isi doanya memohonkan kebahagiaan abadi bagi sesama atau saudara yang sudah meninggal? Pengalaman Kimberly Hahn, istri mantan pendeta Scott Hahn sangat riil. Ia membenci praktek mendoakan orang meninggal oleh orang Katolik. Ia yang sangat mendambakan anak dalam kandungannya, ternyata mengalami keguguran. Dalam sakitnya, dan dalam kerinduan akan anaknya, spontan ia berdoa untuk kebahagiaan abadi anaknya. Ia terperanjat sendiri bahwa ia mempraktekkan yang ia benci. Barulah ia sadar bahwa menjadi Kristen berarti hidup dalam relasi satu sama lain dalam cinta kasih, baik terhadap sesama di dunia maupun yg sudah meninggal dunia. Ia menjadi Katolik. Alkitab bagi orang Katolik memang Sabda Tuhan, namun Sabda Tuhan bagi Katolik juga tergelar dalam kehidupan. Secara khusus sabda Tuhan tersedia melimpah dalam liturgi sakramen-sakramen, devosi, tradisi kesalehan Gereja, dan aneka doa, termasuk mendoakan sesama yang berpulang, sebagai ungkapan cinta kasih.
Salam,
Y. D. Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr says:
August 24, 2011 at 8:05 am
Salam, Kay Roven
Tambahan lagi, untuk argumen “perumpamaan tentang anak yang hilang” (yang sebelumnya didahului dengan “perumpamaan tentang domba yang hilang dan dirham yang hilang”), sama sekali belum menunjukkan penyangkalan Anda akan kebenaran adanya purgatorium. Bahkan malahan menjawab argumen Anda sendiri mengenai hidup setelah mati yaitu bahwa jika memakai perumpamaan itu, seolah hidup setelah mati masih berproses untuk bertobat. Tidak 100 persen pas untuk menjawab pertanyaan saya pada Anda: Apa yang terjadi pada orang yang hidupnya pada umumnya baik, dibaptis, sudah pernah bertobat, namun berbuat dosa lagi, belum sempurna bertobat namun sudah keburu meninggal dunia? Allah Maharahim akan memeluknya. Namun hati nurani almarhum ini setelah meninggal, dengan jernih melihat dirinya sendiri yang masih ada cacat celanya (mungkin sedikit saja) dan melihat Allah Mahasempurna yang siap memeluknya. Bagi Gereja Katolik, itulah penggambaran saat purgatorium. Jika perumpamaan anak yang hilang yang Anda pakai, maka itu sebenarnya pada hemat saya adalah perumpamaan utk hidup di dunia. Namun, jika Anda tetap mau memakai gambaran itu untuk hidup setelah kematian, maka mungkin begini: pas pada saat anak itu melihat dirinya yang mau makan ampas yg menjadi makanan babi, dan membayangkan bagaimana Bapa menyediakan segalanya yang terbaik di rumah, maka semacam itulah purgatorium. Sekali lagi, perumpamaan yang Anda kutip itu terkait, namun belum menjawab problem yang Anda ajukan sendiri mengenai purgatorium.
Hal ini terkait pula dengan paham Anda mengenai Alkitab yang berbeda dari paham Gereja Katolik mengenai sumber otoritas kebenaran yang juga memakai sumber di luar Alkitab. Alkitab Anda pun tidak memiliki kitab Makabe. Maka sukar untuk menjawab pertanyaan mengapa orang mendoakan orang yang berdosa yang keburu meninggal sebelum sempat bertobat.
Salam
YD Harsanto Pr
[jawaban Kay Roven ada di sini – silakan klik]
Saya sempat membaca kesaksian dari Maria Simma.. Api penyucian memang diajarkan oleh Gereja Katolik, namun bukan berarti bukan hanya tersedia untuk orang Katolik saja.. Bahkan orang Yahudi/umat agama lain pun bisa mengalami pemurnian di sana,…
Sebelum bertanya, ada baiknya saudara membaca tentang api penyucian di arsip Katolik terlebih dahulu sebab saya rasa dari komentar dan artikelnya sudah bisa menjawab pertanyaan2 saudara..
Semoga Tuhan memberkati saudara sehingga saudara dapat mengerti apa saja ajaran dar Gereja Katolik dan semoga saudara ketika sudah meninggal tidak masuk ke Api pemurnian, Tuhan memberkati..
[Dari Katolisitas: Gereja Katolik mendasarkan ajaran tentang Api penyucian atas Wahyu Allah yang diberikan secara publik, dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, dan bukan atas wahyu pribadi. Kesaksian Maria Simma adalah wahyu pribadi yang mendukung apa yang sudah diajarkan oleh Wahyu publik yang diajarkan Gereja Katolik, namun Gereja tidak mendasarkan ajarannya dari wahyu pribadi tersebut]
Syalom,
Perkenalkan nama saya Elizabeth, saya mempunyai 2 orang anak (laki-laki dan perempuan). Melalui media ini saya ingin menceritakan dan mohon bimbingan dari para Romo tentang anak sulung saya (laki-laki) yang dapat melihat, merasakan, dan berkomunikasi dengan arwah, bahkan di gerejapun dia bisa. Hal seperti ini dimulai sejak dia masih kanak-kanak berumur 1 1/2 tahun sampai saat ini (saat ini dia berumur 13 tahun) dan tambah meningkat kepekaannya.
Waktu pertama kali kami tahu tentang kemampuannya, kami sempat berpikir bahwa ini adalah imajinasi kanak-kanaknya saja, tapi dengan bertambahnya waktu kemampuan itu juga terus meningkat intensitasnya.
Di keluarga kecil kami, kami biasakan untuk berdoa sebelum tidur, walaupun yang kami ajarkan saat itu (waktu anak-anak kami kecil) hanya doa “Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan dan Terpujilah” kami ingin agar anak-anak kami tahu bahwa doa adalah penuh kuasa. Setiap kali sebelum berdoa kami tanya ke anak-anak kami, apa yang akan kalian minta ke Yesus melalui doa ini, seperti anak-anak kecil pada umumnya mereka minta pensil baru, tas baru, baju baru, dll tapi anak sulung kami selalu mengatakan bahwa dia minta Yesus untuk mau menyediakan tempat untuk arwah orang-orang yang sudah meninggal. Waktu itu anak sulung kami masih berusia 2 tahun, kami terkejut dan bertanya-tanya, darimana anak sekecil itu yang bicaranya saja masih belum jelas bisa mempunyai pikiran dan berkata seperti itu,
Pernah juga waktu itu dia masih duduk di kelas 2 SD, dia menceritakan bahwa dia mempunyai 2 teman baru dikelasnya, 1 kurus dan yang 1 lagi gemuk pendek katanya, betapa kagetnya kami karena akhir cerita dia mengatakan bahwa ke 2 temannya itu akan menghilang kalau ada teman yang lain datang. Kami sempat heran juga kok menghilang, dia menceritakan kalau ke 2 temannya itu bukan manusia. Karena kami takut itu adalah imajinasi yang berlebihan dari anak seumur dia, kami mengatakan bahwa di dalam kelasnya ada Salib Yesus, jika bukan manusia pasti takut, kami tambah terkejut lagi dengan apa yang dia katakan, bahwa hanya setanlah yang takut akan Salib Yesus, kalau arwah tidak.
Banyak sudah kejadian-kejadian seperti itu yang kami alami tapi yang membuat kami tambah khawatir adalah
– waktu kami sekeluarga pergi ke gereja, dia menceritakan bahwa dia melihat banyak arwah yang datang ke gereja untuk ikut berdoa dan ada arwah yang terangkat ke surga melewati Salib Yesus yang ada di atas altar,
– Salib Yesus yang bersinar terang (padahal tidak ada lampu yang sengaja disorotkan),
– Melihat arwah/sesuatu (menurut kami yang biasa disebut ‘perewangan’) yang berupa bayangan hitam/abu-abu (seperti asap) atau berbentuk mahluk hitam berkuku panjang yang menyeramkan dari orang yang berpapasan dengan kami,
– Melihat kalung Rosario yang bersinar karena sering digunakan dan ada kepasrahan dalam doanya,
– Melihat Romo/Imam yang diselimuti sinar terang pada waktu memimpin ekaristi terutama saat konsekrasi,
– Melihat/merasakan tempat-tempat yang berpenghuni (arwah)
Yang ingin kami tanyakan:
1. Apa sebenarnya yang dialami anak kami?
2. Apa yang harus kami katakan kepada anak kami jika ia menceritakan hal-hal yang dialaminya tersebut menurut ajaran gereja/iman Katolik?
3. Apakah ini merupakan karunia Tuhan, sekedar ilusi, atau akibat kuasa gelap?
4. Jika merupakan karunia Allah, bagaimana cara mengarahkan (bekal iman) bagi anak kami?
5. Doa apa yang sebaiknya kami ajarkan/lakukan?
6. Adakah imam/romo yang bersedia memberikan bimbingan rohani bagi anak kami?
7. Dan saran-saran lain yang mungkin berguna bagi anak kami
Terima kasih. GBU
Salam Elizabeth.
Tuhan bisa saja menganugerahkan yang tak terduga. Memang tak ada arwah manusia yang gentayangan, namun atas seizin Allah, bisa saja arwah manusia menampakkan diri kepada orang-orang tertentu demi kemuliaan Allah dan pengudusan manusia. Saran saya, Ibu tetap mendukung anak Ibu untuk berdoa dan mendoakan arwah-arwah agar bahagia di hadapan Allah. Tentu bermanfaat bagi mereka, anak ibu, dan iman kita. Jika Tuhan sendiri yang menganugerahkannya, tentu anak Ibu tetap bisa belajar dengan baik, dan bertumbuh dengan sehat tanpa gangguan. Karenanya, mesti didampingi dengan penuh kasih dengan mengindahkan perkembangan psikologis yang wajar. Kemampuan seperti itu bisa pula berhenti atas kehendak Allah. Semoga dengan atau tanpa kemampuan itu, anak Ibu tetap bertumbuh sehat dan wajar.
Salam
Y. Dwi Harsanto Pr
Salam lagi Romo,
Maaf kami baru sekarang bisa membalas kembali, terima kasih atas jawaban Romo, sedikit melegakan kami, tetapi maksud kami adalah bagaimana memberi pengarahan yang benar sesuai dengan ajaran iman Katolik untuk anak kami ini.
Karena sudah 10 tahun ini kami berusaha mencari pembimbing (Romo) yang mungkin mempunyai kemampuan seperti anak kami , maksud kami adalah supaya mereka bisa saling berkomunikasi dan mengerti (kongkow-kongkow), dan jawaban yang kami terima hampir sama dan bahkan sama dengan jawaban yang kami terima dari Romo,
Terus terang kami ini bingung, memang dengan doa dan kami yakin sekali, bisa memohon kepada Yesus untuk para arwah yang mungkin mencoba berkomunikasi dengan anak kami ini, tetapi yang kami harapkan adalah bagaimana jika anak kami ini menanyakan kepada kami orang tuanya tentang pengalaman-pengalaman spiritualnya misalnya,
– Salib yang bercahaya,
– Arwah yang berdoa di gereja,
– Monstran yang bersinar saat konsekrasi,
– dll.
Padahal yang kami perlukan saat ini adalah bagaimana kami memberi jawaban-jawaban yang mengandung ajaran gereja Katolik yang benar, di sisi lain kami ini banyak tahu mengenai hal itu. Memang kami sebagai orang tua akan mendukung sepenuhnya anak kami (dalam berdoa, belajar dsb) tetapi bagaimana?
Mungkin Romo agak bingung dengan arah pertanyaan kami ini, sebagai contoh:
– Pada saat Misa baru berlangsung, tiba-tiba anak kami mengatakan, “Ma, kamu lihat apa engga Salib besar di dinding atas altar bercahaya sangat terang!, Oh….berarti banyak umat yang hadir di sini berdoa sangat ‘KHUSUK’ dalam mengikuti Misa”. Bagaimana kami harus memberi jawaban ….????
– Saat kami ke gereja (bukan saat Misa), tiba-tiba anak kami mengatakan, “Ma, kamu lihat apa engga ada arwah yang berdoa di dalam gereja (sambil menunjuk ke depan patung Bunda Maria)???”. Bagaimana kami harus memberi jawaban ….????
– Suatu saat, Misa berlangsung tiba-tiba anak kami mengatakan “Ma, kamu tahu engga Piala yang di angkat Romo bersinar (saat konsekrasi)”. Bagaimana kami harus memberi jawaban ….????
– Dll, masih banyak dan banyak lagi Romo….
Oleh karena itu kami mohon jika Romo berkenan untuk memberitahukan kepada kami apakah ada Romo di Surabaya yang memiliki kemampuan seperti anak kami yang dapat kami jadikan pembimbing rohani anak kami.
Karena kami belum menemukan pembimbing rohani (Romo) yang sudah selama 10 tahun kami cari, 2 tahun belakangan ini, ada seorang yang beragama lain (Budha) yang membimbing anak kami ini. Di sisi lain kami MERASA SANGAT SEDIH karena ajaran/teologi Budhalah yang akhirnya secara tidak langsung diterima oleh anak kami (paham reinkarnasi, karma, 6 alam, dll).
Selain itu yang kami harapkan adalah bagaimana seorang Romo menjawab dalam bahasa untuk anak yang berumur 13 tahun (sederhana), karena banyak Romo yang memberikan jawaban kepada anak kami yang sarat dengan kalimat-kalimat teologi, kanon Gereja yang berat sehingga anak kami tambah bingung (ngga NGEH). Oleh karena itu lama kelamaan anak kami menjadi malas bertanya kepada Romo (konsultasi), dia pendam sendiri, maka dari itu anak kami sekarang menjadi pendiam (dulu ekstrofet sekarang cenderung introfet).
Terima kasih Romo, kami sangat memohon bantuannya. Maaf mungkin Romo membacanya agak bingung, karena tulisan kami agak lompat-lompat, tetapi kami yakin Romo mengerti dan memahami maksud dan kegelisahan kami sebagai orang tua, karena kami sangat berharap anak kami dapat bimbingan dari gereja Katolik yang kami imani selama ini (perlu Romo ketahui bahwa anak kami ini sudah dibaptis sejak masih bayi berumur 1 minggu)
Jika Romo ingin membalas surat kami ini secara pribadi, tolong dikimkan ke email kami di, frizz_lizzy@yahoo.com
Salam Elizabeth,
Ibu Elizabeth tidak perlu bingung. Cukuplah menjawab dengan jujur. Misalnya begini: “Mama tidak tahu atau belum tahu jawaban atas pertanyaanmu, Nak. Namun Mama yakin bahwa penglihatanmu itu merupakan anugerah Allah Bapa yang Mahabaik, yang tidak dianugerahkan ke orang-orang tanpa rencana-Nya yang indah. Karena itu, bersyukurlah. Jika suatu saat kamu melihatnya lagi, katakan dalam hati, ‘Tuhan, aku bersyukur Kau beri anugerah bisa melihat tanda-tanda keluhuran-Mu. Jika Tuhan berkenan, berikanlah aku rahmat untuk memahaminya suatu saat nanti'”. Saya setuju bahwa sebaiknya Anda bawa anak itu ke dalam bimbingan seorang imam yang memahaminya. Informasi lebih lanjut melalui e-mail pribadi.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Pengasuh Katolisitas,
Saya pernah menanyakan pd Katolisitas tentang seseorang yg bisa membaca pikiran orang lain, bisa menjawab tentang salah satu saudaranya yg telah meninggal tanpa mengenal sebelumnya, dan menurut keluarganya jawaban itu benar.
Pertanyaan saya bagaimana ajaran Katolik memandang hal seperti itu?
Terimakasih
salam,
Christine
Salam Christine,
Sebenarnya tak ada orang bisa membaca pikiran orang lain selain menebak aneka kemungkinan dari gerak-gerik dan suasana psikologis sebuah perjumpaan. Makin berpengalaman dalam hal ini, probabilitas kemungkinan tebakannya kena makin besar. Bisa pula sebenarnya si penebak sudah tahu lebih dahulu entah bagaimana caranya untuk mengetahui keadaan orang yang akan ditebak. Di semua tempat di dunia, ada selalu orang yang meramal dan menebak nasib dan masa lalu serta masa depan orang lain.
Coba mengandalkan “common sense” atau akal sehat saja. Jika orang tampak gelisah dan murung, apa saja kemungkinan yang terjadi padanya? Cobalah Anda daftar aneka kemungkinan itu. Probabilitas tebakan makin besar jika Anda tahu dia. Lalu cobalah tebak padanya. Anda sedang berlatih tebakan, yang sebenarnya biasa saja.
Jika kemudian hal itu menjadi ramal meramal, Gereja jelas menyatakannya dilarang. Penipuan dan pengaburan kebenaran iman sering menjadi tujuan langsung dari tindakan seperti itu.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Syalom
Tlng jelaskan menurut Alkitab,tentang hubungan antara yang hidup dan mati.sebab saya pernah dengar dari saudara kita yang tiberias,mengatakan tdk ada hubungan antara yang hidup dan mati,jadi jika ada yang meninggal tinggal dikubur dan tak perlu jiarah,apakah pengajaran ini yang disebut dalam alkitab nabi-nabi palsu itu.Terimakasih
Shalom Fransiskus Dany,
Tentang pengajaran persekutuan para kudus, anda dapat membaca tanya jawab di atas – silakan klik. Dan beberapa dialog tentang hal ini juga dapat anda baca di link-link tanya jawab ini – silakan klik, diskusi dengan Anton di sini – silakan klik, diskusi dengan Esther dapat dilihat di sini – silakan klik dan diskusi dengan Machmud dapat dilihat di sini – silakan klik. Secara prinsip, Gereja Katolik melihat bahwa orang-orang yang telah dibenarkan oleh Tuhan tidak terpisah dari kita. Bahkan mereka yang telah bersama dengan Kristus terhubung dengan lebih intim dengan umat beriman yang masih berada di dunia ini. Rasul Paulus menegaskannya demikian “38 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, 39 atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom 8:38-39) Dengan kata lain, kematian tidak memisahkan kita dari kasih Kristus. Dalam ikatan kasih inilah, maka para santa-santo dapat mendoakan umat Allah yang masih berada di dunia ini untuk dapat mencapai Kerajaan Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam,
Seperti topik di atas dikatakan “mengapa kita mendoakan jiwa2 orang meninggal” pertanyaan saya kenapa harus? … Dalam tanya jawab dan pengajaran persekutuan orang kudus tdk dapat menjawab kebenarannya, baru saja saya selesai berdoa bersama dengan anak saya lalu saya mengajak anak saya utk baca alkitab saya bilang sama anak saya “yu kita baca satu ayat alkitab kita liat apa yang Tuhan mau kasi sore ini, lalu saya buka alkitab yang terbuka dan yang saya dapatkan sungguh luar biasa Yesaya 26:14 Mereka sudah mati, tidak akan hidup pula, sdh menjadi arwah, tidak akan bangkit pula; sesungguhnya engkau Engkau telah menghukum dan memunahkan mereka, dan meniadakan segala ingatan kepada mereka.
Dan di ayub 7:9-10. Sebagaimana awan telah lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yang turun kedalam dunia orang mati tdk akan muncul kembali. Ia tidak kembali lagi ke rumahnya, dan tidak dikenali lagi oleh tempat tinggalnya.
Saya rasa ayat2 ini lebih dari cukup utk mengatakan pengajaran mendoakan jiwa2 tuh salah GB
Shalom Kay Roven,
Terima kasih atas komentar anda. Dalam beberapa diskusi nampaknya anda tidak mempunyai niatan untuk mencoba membaca argumentasi-argumentasi dan link-link yang telah diberikan. Dalam berdiskusi, cobalah melihat argumentasi dari teman diskusi anda, setelah itu cobalah untuk memberikan sanggahan berdasarkan argumentasi yang diberikan. Cara diskusi anda yang mengambil satu, dua ayat di sana-sini tidak akan memberikan kedalaman dialog yang baik. Jadi, kalau memang anda sungguh-sungguh berniat berdiskusi, silakan membaca link-link yang saya berikan dan cobalah menyusun argumentasi untuk menanggapi beberapa link yang telah saya berikan. Anda memberikan contoh ayat Yes 26:14; Ayub 7:9-10. Bagaimana anda menjelaskan Mat 17, tentang transfigurasi? Semoga hal ini dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Tim katolisitas Yth,
Salam kasih dan damai dalam Yesus Kristus,
Umat Katolik senantiasa menyelenggarakan Misa Arwah dipersembahkan sebagai perayaan keselamatan untuk memperingati dan mendoakan jiwa yang telah dipanggil Bapa pada hari ke 3, 7, 40, 100 hari dst serta untuk memberi penghiburan bagi keluarga, saudara & sahabat yang ditinggalkan. Yang mau saya tanyakan adalah apakah diperkenankan jika Keluarga Katolik ingin mengadakan Misa Arwah bagi orang tuanya yang sudah meninggal namun bukan Katolik ? Mohon dasar atau acuannya mungkin dari PUMR. Terima kasih sebelumnya. GBU
Salam, Hendrik.
Shalom Hendrik,
Nampaknya, acuan untuk mendoakan jiwa orang- orang meninggal bukan PUMR, tetapi Kitab Suci, seperti yang tercantum dalam Katekismus. Tentang mendoakan jiwa orang- orang yang sudah meninggal, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1032 Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan: “Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45). Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi (Bdk. DS 856). untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang mati.
“Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya Bdk. Ayb 1:5., bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka” (Yohanes Krisostomus, hom. in 1 Cor 41,5).
Di sini tidak dikatakan bahwa yang dianjurkan untuk didoakan hanyalah orang- orang seiman yang meninggal (atau hanya yang Katolik saja). Maka kita boleh saja mendoakan jiwa orang tua kita yang sudah meninggal walaupun mereka semasa hidupnya tidak Katolik. Sebab kita berpengharapan bahwa Allah akan berbelas kasihan kepada jiwa mereka juga, terutama jika bukan karena kesalahan mereka, mereka tidak sampai mengenal Kristus dan Gereja-Nya, namun semasa hidupnya mereka selalu dengan tulus mencari Allah dengan hidup sesuai dengan tuntunan hati nurani mereka. Ini yang disebut sebagai Baptis Rindu, selanjutnya tentang hal ini, klik di sini dan di sini. Dalam kondisi sedemikian, jika sesaat sebelum meninggalnya mereka sungguh bertobat di hadapan Allah, besar pengharapan kita bahwa mereka tetap dapat diselamatkan oleh Allah, tentu saja, tetap melalui Kristus. Sebab kita manusia tidak dapat mengetahui kedalaman hati manusia (dalam hal ini keadaan batin orang tua kita tersebut), namun Tuhan yang Maha Besar mengetahui semuanya itu dan Ia melakukan segala sesuatunya sesuai dengan keadilan dan belas kasih-Nya. Selanjutnya tentang topik ini, silakan membaca artikel di atas, silakan klik.
Untuk itulah kita sebagai anggota keluarga atau kerabat, dapat tetap mendoakan jiwa- jiwa mereka.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
D H
Kami mempunyai adik laki2 yang sudah dibaptis sejak lahir. Dalam perjalanan hidupnya, banyak hal yang dilakukan yang tidak berkenan dimata Tuhan. Dia hidup bersama dengan seorang janda yang berbeda iman dan sudah mempunyai anak 1 ( mereka tidak menikah ). Sebulan yang lalu, adik kami tsb meninggal dunia dan dimakamkan secara non katholik. Yang mau kami tanyakan adalah: kami kakak + adik ingin mengadakan Misa Arwah untuk adik kami tsb di rumah kami di Jakarta (adik meninggal di Jawa Tenganh), apakah diperbolehkan dan apakah itu layak ??
Terima kasih sebelumnya dan kami menunggu jawabannya.
Tuhan memberkati
Regina
Shalom Regina,
Baptisan yang diterima oleh adik anda itu tidak dapat dibatalkan, sehingga jika ia sempat bertobat dengan sepenuh hati sesaat sebelum wafatnya, maka kita tetap dapat berharap bahwa ia masih dapat diselamatkan, walaupun mungkin melalui proses pemurnian di Api Penyucian. Oleh karena itu silakan saja mendoakan dengan Misa Arwah bagi keselamatan jiwa adik anda. Kita tidak pernah mengetahui secara persis kondisi hatinya sampai pada sesaat menjelang ajalnya, maka tak ada salahnya untuk mendoakan jiwanya. Doa- doa yang ditujukan untuk jiwa- jiwa orang yang sudah meninggal tidak akan menjadi percuma, sebab jika [sudah] tidak dibutuhkan oleh jiwa yang kita doakan, doa itu dapat dialihkan untuk membantu jiwa- jiwa lain yang membutuhkannya; sebab “Sebagai kurban, Ekaristi dipersembahkan sebagai pemulihan dosa- dosa bagi orang- orang yang hidup dan yang mati dan untuk memperoleh berkat- berkat spiritual maupun temporal dari Tuhan” (KGK 1414).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear B Ingrid
Sebagai informasi, pada saat2 terakhirnya, dia sendirian dirumah, tidak ada yang menjaganya, jadi kami kurang tahu apakah dia sempat bertobat.
Terima kasih
Tuhan memberkati
Regina
[dari katolisitas: Tuhan berkarya dengan cara-Nya yang sungguh ajaib dan sering tidak kita duga, termasuk juga pada saat seseorang dalam kesendiriannya. Oleh karena itu, kita hanya bisa mempercayakan adik anda kepada belas kasihan Tuhan. Anggota keluarga hanya dapat berdoa.]
Syalom ibu inggrid,
Salam damai Tuhan,saya ingin bertanya soal Bacaan Matius 15:3,kebetulan kami ada kegiatan atau sembayang kubur secara cina setiap tanggal 4 april, ada teman yg kristen bethel bersebrangan pandangan tentang bacaan tersebut,kami mohon penjelasan secara katolik.
Terima kasih
Patric
Shalom Patric,
Tradisi yang dimaksud oleh Yesus dalam Mat 15:3 adalah tradisi manusia, dalam hal tradisi Yahudi yang memang sangat mendetail dalam mengatur tata cara ibadah. Hal mencuci tangan (lih. Mat 15:2), hal persembahan selasih dan segala jenis sayuran (lih. Mat 23:23; Luk 11:42), aturan ketat hari Sabat sampai tidak mau menolong sesama yang membutuhkan pertolongan (lih. Luk 13:15-16) adalah contohnya, yang sampai mengabaikan keadilan dan kasih Allah.
Ini berbeda dengan tradisi mendoakan orang tua/ kerabat kita yang sudah meninggal. Kitab Suci mengajarkan kepada kita untuk mendoakan jiwa- jiwa yang sudah meninggal, seperti sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Mendoakan jiwa- jiwa orang yang sudah mendahului kita bukan merupakan tradisi manusia, tetapi merupakan bagian dari Kitab Suci dan Tradisi Suci. Kitab Suci yang dipergunakan oleh Yesus dan para murid adalah Septuaginta yang ditulis sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, memuat Kitab Makabe yang mengajarkan agar kita mendoakan jiwa- jiwa orang yang sudah meninggal (lih 2 Mak 12: 42-46).
Maka, jika anda ingin mendoakan jiwa orang tua anda pada tanggal 4 April yang akan datang, itu adalah sesuatu yang baik dan sesuai dengan Firman Tuhan, asalkan dilakukan menurut tata cara yang sesuai dengan iman Katolik. Silakan anda mengajukan intensi Misa Kudus, untuk mendoakan jiwa- jiwa orang tua/ kerabat yang sudah meninggal. Selanjutnya anda boleh ke kubur, dan berdoa di sana menurut tata cara Katolik. Dengan demikian, anda melakukan perintah Tuhan untuk menghormati orang tua kita (lih. Kel 20: 12), walaupun mereka sudah tidak lagi hidup di dunia ini. Bagi kita umat Kristiani, maut tidak memisahkan kita orang beriman, dan karenanya, kita dapat mendoakan jiwa- jiwa mereka yang telah mendahului kita, agar mereka dapat segera bergabung dengan para kudus di surga. Nanti jika tiba giliran kita dipanggil menghadap Tuhan, mereka yang telah sampai ke Surga itulah yang akan mendoakan kita agar kita dapat bergabung dengan mereka juga.
Selanjutnya, bacalah beberapa artikel terkait tentang hal ini:
Bersyukurlah ada Api Penyucian
Apakah Jemaat perdana percaya akan adanya persekutuan orang kudus?
Salam Kasih dalam kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear team Katoliksitas,
Saya ingin bertanya bagaimana pandangan atau ajaran gereja Katolik tentang “JIN” dan “ALIEN”
thank’s GBU
[Dari Katolisitas: Tentang jin sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan tentang alien, klik di sini]
Dear team katoliksitas
1. jikalau si amir meninggal lalu masuk ke dalam api pensucian selama seratus hari lalu kemudian arwahnya masuk ke dalam surga , padahal biasanya keluarnyanya di bumi mendoakannya sampai setahun dua tahun tiga tahun (sesuai tradisi indonesia) pertanyaannya bukannkah doa arwah setahun, seribu hari dll untuk amir percuma sebab ia sudah ada di surga??
2. Dari mana kita tahu arwah saudara kita masih ada di api pensucian atau sudah masuk api pensucian
3. apakah intensi misa untuk orang yang sudah meninggal sama bobotnya dengan doa arwah yang dilakukan di lingkungan-lingjungan?
4. mengapa hari arwah umat beriman diperingati tiap tanggal 2 november?
5. Menurut ajaran katolik jika seseorang meninggal dunia maka arwahnya akan masuk surga neraka atau api pensucian lalu bagimanakah dengan arwah yang terperaangkap di bumi , dimana mereka sering menampakan diri kepada sanak saudara atau orang-orang yang dikenal oleh arwah tersebut
Shalom Dave,
1. Pada prinsipnya, tidak ada doa yang percuma. Jika Amir sudah mencapai ke surga, maka doa- doa kaum kerabatnya akan dialihkan kepada jiwa- jiwa yang lain yang masih berada di dalam Api Penyucian.
2. Memang umumnya kita tidak dapat mengetahui secara persis apakah kerabat kita yang sudah meninggal masih berada di Api Penyucian atau sudah beralih ke surga. Sebab di Api Penyucian sendiri tidak ada dimensi waktu seperti di bumi, di mana waktu ditentukan dari waktu perputaran bumi mengitari matahari. Oleh sebab itu memang sedapat mungkin kita tetap mendoakan jiwa- jiwa yang sudah meninggal, agar mereka dapat segera masuk ke dalam surga.
3. Doa yang terbaik bagi para arwah/ jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah yang didoakan sebagai intensi Misa Kudus, karena dengan didoakan di dalam Misa, artinya permohonan kita disatukan dengan korban Yesus, sehingga Allah Bapa berkenan menerimanya. Maka jika diadakan misa arwah di paroki maupun di lingkungan efeknya sama, sebab Korban yang dipersembahkan adalah sama, yaitu Yesus. Tetapi jika di lingkungan didoakan ibadat sabda dan bukan Misa, maka efeknya tidak sesempurna Misa Kudus/ perayaan Ekaristi.
4. Hari arwah ditetapkan pada hari 2 November yaitu sehari sesudah perayaan hari para orang kudus (yaitu tanggal 1 November). Bulan November adalah bulan terakhir sebelum kita memasuki penanggalan liturgis yang baru yang dimulai pada masa Adven. Masa Adven adalah masa persiapan Natal di mana kita merenungkan Misteri Inkarnasi: Tuhan Yesus (Allah Putera) menjelma menjadi manusia, dan oleh Inkarnasi ini kita akhirnya dapat memperoleh kehidupan kekal. Maka sebelum merenungkan rahmat kehidupan kekal ini, seluruh Gereja diajak untuk merenungkan kematian, yaitu akhir kehidupan kita di dunia, agar kita dapat lebih lagi menghayati akan rahmat kehidupan kekal yang kita peroleh di dalam Kristus, Tuhan yang menjadi manusia.
5. Adakalanya memang Tuhan dapat saja mengijinkan arwah yang masih berada dalam masa penantian (di Api Penyucian) untuk mengunjungi saudara- saudarinya di bumi, umumnya mereka mohon didoakan. Walaupun kejadian ini bukan kejadian umum, dan dapat dikatakan langka. Namun iman Katolik tidak mengenal adanya istilah ‘arwah yang terperangkap di bumi’. Sebab arwah itu sudah tidak lagi menempati ruang di bumi ini, jadi tidak bisa ‘terperangkap’. Hal pemanggilan arwah dan sebagainya, jelas dilarang, seperti tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik:
KGK 2116 Segala macam ramalan harus ditolak: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah atau tindakan-tindakan lain, yang tentangnya orang berpendapat tanpa alasan, seakan-akan mereka dapat “membuka tabir” masa depan Bdk. Ul 18:10; Yer 29:8.. Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan menanyai medium, terselubung kehendak supaya berkuasa atas waktu, sejarah dan akhirnya atas manusia; demikian pula keinginan menarik perhatian kekuatan-kekuatan gaib. Ini bertentangan dengan penghormatan dalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah.
Demikian komentar saya atas pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom Pak Stef & Ibu Ingrid,
Sebelumnya saya sempat mengutip artikel bu ingrid dan forward ke teman Protestan saya dengan tentu saja menyebutkan sumbernya.
Dan berikut ini komentar salah satu teman Protestan saya :
” Yang jelas Paulus tidak mendoakan dia SETELAH dia mati. Coba Anda baca dari ayat 16-18 (2 Tim 1) spt di bawah ini:
1:16 Tuhan kiranya mengaruniakan rahmat-Nya kepada keluarga Onesiforus yang telah berulang-ulang menyegarkan hatiku. Ia tidak malu menjumpai aku di dalam penjara.
1:17 Ketika di Roma, ia berusaha mencari aku dan sudah juga menemui aku.
1:18 Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya pada hari-Nya. Betapa banyaknya pelayanan yang ia lakukan di Efesus engkau lebih mengetahuinya dari padaku.
Anda jelas TIDAK MENGERTI bahwa saat itu Onesiforus masih hidup. Itu saja.”
Pertanyaan saya : Dari mana kita bisa menyimpulkan bahwa Onesiforus masih hidup atau sudah meninggal?
Adakah ayat yang menyatakan bahwa Onesiforus sudah meninggal sewaktu Paulus berbicara seperti itu?
Apakah hanya berdasarkan ayat 18 tersebut? Jawaban dari Bu Ingrid saya harap bisa memuaskan teman Protestan saya.
Terima kasih.
AVE MARIA
[Dari Katolisitas: Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel tentang Onesiforus, di sini, silakan klik]
Saya punya pengalaman unik ttg orang yg sudah meninggal… Ketika saya berdoa bersama dgn hamba Tuhan dlm persekutuan doa..( hari Sabtu jam 3 sore ), Akhir doa pencurahan dengan cengkaram tidak sadarkan diri. sambil berdoa memohon ampun dari Tuhan,selanjutNya dia berbicara dengan orang mati ( kakak kandungnya, bapak kandungnya dan suaminya ), dalam percakapan ini kami dengar Bpaknya sudah disurga. suaminya sudah disurga. kakaknya masih belum masuk surga yaitu masih mengelilingi bumi ( mungkin tempat penantian . kakaknya meminta agar saudarinya ( hamba Tuhan ) td mendoakan kakanya agar bisa masuk surga . setelah sadar kami semua anggota persekutuan bertanya ( hanya saya yg katolik )
1. apakah kakak laki – laki belum masuk surga ? dia bilang belum,
2. Kamu ketemu jg bapakmu dan suamimu. mereka ada dimana . dia jawab disurga.
3. Lalu kami berdiskusi…apakh kakakmu minta doa agar dia cepat masuk surga ? hamba Tuhan jawab benar . kita harus doa buat dia, berpuasa dan berbuat kasih bagi dia.akhrinya saya menjelaskan Iman gereja katolik ttg api penyucian . lalu semua mereka merasa puas dgn jawaban saya. selanjutnya kami melakukan doa sesuai permintaan hambat Tuhan Tadi. Buat Ibu Lisa….. tak mudah dimengerti dgn gampang ttg dasar iman gereja Katolik. Di daerah kami banyak umat protestan yg masuk katolik… Yang katolik masuk protestan hanya karena hubungan perkawinan tp sedikit sekali. di protestan pendeta itu ada Nomor NIPnya … jadi sebuah pekerjaan yg dibiayai jemaat atas nama perpuluhan. terima kasih
Shalom Ambros Gore,
Pengalaman yang dialami oleh seorang hamba Tuhan yang anda ceritakan merupakan wahyu pribadi, yang sejujurnya, tidak dapat dibuktikan secara pasti kebenarannya. Namun bahwa kita dapat mendoakan jiwa- jiwa orang- orang yang sudah meninggal yang masih dimurnikan di Api Penyucian, itu benar.
Selanjutnya ini tanggapan saya tentang komentar anda tentang pendeta. Sebaiknya kita tidak perlu ikut mencampuri hal urusan rumah tangga gereja tersebut. Tiap- tiap gereja mempunyai aturan sendiri untuk mendukung kegiatan gerejanya, dan biarlah mereka menentukan apa yang mereka pandang baik bagi pertumbuhan gereja mereka.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Doa Untuk Arwah
Setiap hari dalam misa, sesudah konsekrasi, imam mengucapkan doa yang mengajak umat untuk mengenang dan mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal .
Tetapi ada juga permohonan khusus dalam misa yang diminta (untuk dibacakan oleh Imam) oleh keluarga atau kenalan dari mereka yang sudah meninggal.
Bahkan pada setiap 1 nopember, disediakan hari khusus untuk memperingati arwah.
Doa mana yang paling afdol di antara ketiga kesempatan tersebut?
Shalom Herman Jay,
Pada prinsipnya, perayaan Ekaristi merupakan bentuk ibadah/ doa yang tertinggi dalam Gereja Katolik. Sebab Ekaristi adalah “sumber dan puncak kehidupan Kristiani” (KGK 1324). Oleh karena itu semua doa yang tergabung dalam perayaan Ekaristi sangatlah ‘afdol’ (saya meminjam istilah anda), karena digabungkan dengan kurban Kristus sendiri.
Maka semua pertanyaan anda, mana yang afdol, saya jawab semua afdol. (Doa setelah konsekrasi untuk para kerabat yang telah meninggal, misa arwah 1 Nov, misa peringatan meninggalnya kerabat dengan intensi khusus). Tetapi memang perayaan misa dengan intensi khusus untuk mendoakan jiwa kerabat yang telah meninggal ataupun misa arwah dengan intensi doa bagi kerabat yang meninggal, memiliki nilai yang khusus, sebab hal ini sesuai dengan yang diajarkan dalam 2 Mak 12:38-45.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam bu inggrid dan pak stef:
jika kita mengatakan:
kita tidak berhubungan dengan orang mati, melainkan orang hidup yg sudah meninggal dunia, bukankah dalam YESUS kit a tidak lagi mati, melainkan hidup selamanya (lih. Yoh 3:16; Yoh 6:47, 53-54).
lalu dijawab dengan:
memang kita NANTI akan hidup lagi, setelah Tuhan YESUS datang untuk kedua kali nya
Semuanya ada waktu nya.pengkhotbah mengatakan, segala sesuatu ada waktunya.
Wah 20 : 13
Maka laut menyerahkan orang2 mati yang ada di dalamnya ,dan maut dan kerajaan maut { hades } menyerahkan orang 2 mati yang didalamnya, dan mereka di hakimi masing2 menurut perbuatannya
bagaimanakah tanggapan kita sebaiknya…
terimakasih…
Shalom Endro Wibowo,
Terima kasih atas pertanyaannya. Menurut saya argumentasi yang diberikan tidaklah berhubungan. Mereka mengatakan bahwa kita tidak dapat berhubungan dengan orang mati (lih. Ul 26:14; Yes 8:19). Argumentasi yang kami berikan adalah orang-orang yang telah dibenarkan Allah bukanlah orang-orang mati, karena Allah kita adalah Allah orang hidup (lih. Mt 22:32) dan orang-orang yang telah meninggal di dalam Kristus adalah tetap hidup (lih. Yoh 3:16; Yoh 6:47, 53-54). Jadi, baik orang yang masih hidup di dunia ini maupun orang yang telah meninggal di dalam Kristus adalah orang-orang yang hidup. Oleh karena itu, keduanya diikat dalam kasih Kristus. (lih. Rm 8:35-39). Kalau memang berhubungan dengan orang-orang yang meninggal di dalam Kristus (seperti santa-santo) tidak diperbolehkan, mengapa Yesus berbicara dengan Musa dan Elia pada peristiwa transfigurasi (lih. Mt 17:1-4)? Silakan melihat diskusi panjang tentang persekutuan para kudus di sini – silakan klik. Saya pikir diskusi tersebut telah menjawab begitu banyak keberatan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Menurut saya:
Orang mati hanya berlaku bagi orang yang tidak ber iman orang yang sudah meninggal dalam iman dia tetap hidup yang mati adalah daging .
Dalam kisah Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari kematian berkat doa dari Martha (Marta memohon kepada Yesus = Matha berdoa kepada Yesus Tuhan) dari kisah tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa yang masih hidup di dunia bisa mendoakan yang sudah meninggal tidak perlu sampai menghidupkan kembali saudara kita yang sudah meninggal namun hanya memohon agar Tuhan berkenan meringankan penderitaan saudara kita yang ada dalam alam penantian atau api pencucian yang penting Karena Iman kepada Yesus kita mengenal kasih dan cinta kasih kita orang ber iman kepada saudara saudara kita yang sudah meninggal kita ungkapkan melalui doa2 permohonan ampun kepada Tuhan Yesus Sang Maha raja Kerajaan Kasih.
Bagi Orang yang tidak ber iman memang ada jurang pemisah yang sangat dalam antara yang masih hidup dengan yang sudah mati tetapi bagi orang beriman kita mempunyai jembatan yang sangat luarbiasa yaitu Tuhan Yesus.sehingga kita bisa membangun relasi dengan orang2 yang sudah meninggal.termasuk mohon bantuan doa kepada Orang2 yg sudah kita anggap suci. demikian Saya
salam ibu inggrid, dan pak stef
saya mau tanya apakah ada situs untuk sumber yg kredibel untuk kita tau bahwa Bapa Gereja mengajarkan Purgatory? terutama tertulian?
terimakasih
[dari katolisitas: silakan melihat artikel tentang Api Penyucian – silakan klik]
Shalom Bu Ingrid,
Saya mau bertanya kalau misalnya ada seorang yang sudah dewasa, yang lahir bukan dari keluarga Katolik, setelah itu mengenal iman Katolik dan merasa cocok, percaya kepada iman Katolik, kemudian memutusakan ingin jadi katolik (belajar katekumen, ikut misa setiap minggu) tetapi meninggal karena kecelakaan sebelum dibaptis (misalnya sedang dalam proses kattekumen). Apakah orang tersebut dapat masuk surga?
Terimakasih :)
Shalom Sendy,
Ya, jika orang tersebut telah bertobat dan tidak hidup dalam dosa berat; maka orang tersebut dapat masuk surga, karena ia sesungguhnya telah mempunyai apa yang disebut sebagai “implicit desire” for Baptism atau dikenal dengan Baptis rindu.
Tentang implicit desire for Baptism, perbah ditulis di sini, silakan klik; dan Baptis rindu menurut St. Thomas Aquinas, silakan klik di sini.
Jika anda mengenalnya ataupu kerabatnya; silakan anda mendoakan bagi arwahnya, secara khusus pada bulan November (bulan yang dikhususkan untuk mendoakan jiwa- jiwa yang ada di Api Penyucian) terutama pada tanggal 2 November; paling baik jika anda mempersembahkan doa sebagai intensi misa kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Kalau menurut saya: Keselamatan itu di peroleh karena iman sesuai kata yesus”Imanmu menyelamatkan engkau” saya lupa injil bab da ayatnya yang saya ingat hanya sering kali Yesus mengatakan kalimat itu bersamaan dengan seseorang yang ditolongNya baik dari sakit maupun dari kematian.
Iman atau mengimani Sang Maha kerajaan Kasih Tuhan Yesus yang saya maksud adalah Percaya bahwa Yesus adalah manusia dengan Roh Allah bernaung didalamNya segala yang di firmankan adalah firman Allah segala karyaNya adalah Karya Allah segala perintah dan ajaranNya adalah kehendak Allah. dan kita wajib mengikuti segala yang di perintahkan dengan cara hidup sesuai dan selaras dengan yang diajarkanNya. Walaupun belum sempat di Baptis saya yakin orang itu selamat.atau dalam istilah kita orang itu sudah dikenal Tuhan Yesus (Babtis Rindu).
Lebih bijaksana kalau kita tidak usah terlalu bingung apakah masuk surga, atau tidak ya nanti setelah kita mati..? lebih baik kita berusaha mengikuti Tuhan Yesus kemanapun Tuhan Yesus mengajak kita kelak.
Demikian dari saya:
Shalom Agustinus,
Terima kasih atas komentarnya. Untuk membahas konsep keselamatan, silakan membaca beberapa tanya jawab sehubungan dengan hal ini:
Apakah agama Kristen bersifat eksklusif atau inklusif?
Roti Hidup dan Perjamuan Kudus
Tentang bangsa Israel
Keselamatan: susah atau gampang?
Nasib orang yang bunuh diri dan hubungannya dengan baptisan
Invincible ignorance dalam jaman ini
Buat apa mempelajari agama kita?
Penjelasan tentang Deklarasi Dominus Iesus
Bagaimanakah kehidupan suami-istri di Sorga?
Dosa berat dalam hubungannya dengan keselamatan
Sesudah selamat lalu apa?
Keselamatan dan hubungannya dengan Baptisan
Mengapa Yesus disunat, kita tidak?
Kasih dan keadilan Allah yang dimanifestasikan melalui pengorbanan Kristus
Apakah keselamatan yang sudah diperoleh melalui Pembaptisan dapat hilang?
Mengapa Yesus memilih salib untuk menebus dosa manusia?
Keselamatan adalah anugerah Allah?
Apakah yang diselamatkan hanya orang Katolik dan yang lainnya pasti masuk neraka?
Apakah hukum dosa dan hukum maut?
Keselamatan: theosentris, kristosentris, eklesiosentris?
Bagaimanakah nasib bayi yang belum dibaptis?
Apa itu “Implicit desire for Baptism?”
Apakah orang Katolik dijamin pasti selamat?
Baptisan rindu menurut St. Thomas
Dosa menghujat Roh Kudus – dosa yang tak terampuni
Iman tanpa perbuatan adalah mati
Paus Benediktus XVI dan Sola Fide
Dosa menghujat Roh Kudus dan dosa berat
Mengapa Gereja Katolik membaptis bayi?
Tidak ada keselamatan kecuali melalui Yesus
Tidak cukup menerima Yesus di hati saja
Sekali selamat tetap selamat – tidak Alkitabiah
Siapa saja yang dapat diselamatkan?
Apakah agama membuat orang masuk Sorga?
Apakah orang yang tidak dibaptis masuk neraka?
Apakah Yudas Iskariot berjasa dalam karya keselamatan manusia?
Adakah Keselamatan di luar Tuhan Yesus/ Gereja Katolik?
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam sejahtera Ibu Inggrid
Saya pernah diberi pengarahan mengenai kita mendoakan orang yang sudah meninggal katanya itu tidaklah berguna karena apa bila orang tersebut adalah pembunuh sedangkan kita sebagai keluarga maupun teman/kerabatnya mendoakannya maka ia bebas dr dosa membunuh tersebut kemudian ia bisa masuk surga tanpa menebus dosa yang ia perbuat selama dia dunia, sehingga bagi mereka hanya kita berkewajiban untuk mendoakan yang ada didunia saja yaitu keluarga yang masih hidup.tolong dibantu untuk penjelasan ini ibu terimakasih
Shalom Yunus,
Dasar ajaran Gereja Katolik yang menganjurkan agar kita mendoakan jiwa- jiwa mereka yang telah meninggal adalah ajaran tentang Api Penyucian, yang sudah pernah ditulis di sini, silakan klik; dan juga tentang persekutuan orang kudus, yang pernah dibahas di sini, silakan klik. Kita mendoakan orang yang sudah meninggal di Api Penyucian, karena kita percaya bahwa ikatan persaudaraan kita di dalam Kristus tidak terputus oleh maut.
Dalam hal mendoakan orang yang sudah meninggal dunia, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1032 Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan: “Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45). Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang yang sudah meninggal dunia dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi (Bdk. DS 856) untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang yang sudah meninggal dunia.
“Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya (Bdk. Ayb 1:5), bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang yang sudah meninggal dunia dan mempersembahkan doa untuk mereka” (Yohanes Krisostomus, hom. in 1 Cor 41,5).
Kita memang tidak mengetahui keadaan batin sesaat sebelum orang/ kerabat kita itu meninggal dunia. Oleh sebab itu memang sebaiknya kita tetap mendoakannya. Sebab, seberapapun besarnya dosa yang ia perbuat, asalkan sesaat sebelum ia wafat ia bertobat, maka belas kasihan Allah akan tetap dapat menyelamatkannya walaupun memerlukan proses pemurnian di Api Penyucian. Sedangkan kalau orang itu tidak bertobat, memang doa- doa kita tidak dapat membawanya ke surga. Karena kita tidak dapat mengetahui kondisi batin orang yang kita doakan tersebut (hanya Tuhan saja yang mengetahuinya) maka bagian kita hanyalah kita mendoakan orang yang meninggal itu.
Lagipula pengertian membunuh itu juga tidak terbatas pada membunuh seperti yang kita ketahui, seperti membunuh dengan pistol atau pedang. Sebab aborsi juga merupakan tindakan pembunuhan yang kejam, seperti yang telah dibahas di sini, silakan klik, dan mengapa aborsi itu dosa, silakan klik. Kita ketahui dewasa ini ada banyak orang melakukan aborsi, mengikuti program bayi tabung yang melibatkan tindakan aborsi, atau juga memakai alat kontrasepsi (pil/ terapi hormon) yang juga dapat bersifat abortif, jika mengakibatkan sel telur yang sudah bersatu dengan sel sperma tersebut (artinya sudah mempunyai jiwa dan martabat sebagai manusia) tidak dapat melekat ke dinding rahim, sehingga mati, seperti yang pernah dibahas dalam artikel Humanae Vitae itu benar!, di sini, silakan klik.
Fakta menunjukkan ada banyak orang yang melakukan tindakan ‘pembunuhan’ tersebut. Walaupun banyak pula di antaranya sudah bertobat setelah mengetahui bahwa tindakan itu dosa, namun ada banyak juga yang mungkin baru sadar/ bertobat menjelang ajal. Karena kita tidak mengetahui secara pasti kondisi batin orang yang kita doakan, tidak ada salahnya kita mendoakan orang yang bersangkutan. Selanjutnya, kita serahkan saja kepada kebijaksanaan Tuhan.
Maka doa- doa kita hanya berguna bagi jiwa- jiwa yang sedang dimurnikan di Api Penyucian, sedang yang di neraka sudah tidak bisa didoakan lagi. Bukan doa- doa kita yang menyebabkan mereka dapat masuk surga, tetapi hanya kemurahan dan kasih karunia Allah, dan ini harus melibatkan iman, pertobatan dan perbuatan kasih dari orang yang meninggal tersebut. Doa- doa kita hanya berguna untuk meringankan penderitaan mereka yang sedang menjalankan masa pemurnian dalam perjalanan mereka ke surga. Mohon dibaca kembali dialog/ tanya jawab yang sudah disampaikan di sini, terutama jawaban saya kepada Lisa dan Tristan, semoga menjawab pertanyaan anda.
Demikian tanggapan saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Kalau boleh saya ikut nimbrung ya,,?
Menurut saya :
Membunuh adalah dosa yang amat besar karena bertolak belakang dengan hukum Kasih dan konsekuensinya adalah di ekskomunikasikan atau dikeluarkan dari keluarga orang orang beriman.
Jenis membunuh(Pembunuhan)
a-Menghilangkan nyawa orang lain
b-Aborsi
c-Berdoa agar orang lain cepat mati(euthanasia)
Mereka semua tidak perlu di doakan apabila meninggal dunia kalau sebelum meninggal mereka tidak bertobat dan mengaku dosa dengan sungguh2(memohon ampun) baik secara lahiriah maupun batin menyesali perbuatannya(apalagi setelah melakukan pembunuhan beberapa saat dia meninggal)
misalnya :Sehabis membunuh dia bunuh diri atau setelah aborsi dia ikut mati(Tidak ter ampunkan)
Namun apabila setelah melakukan dosa tersebut dia langsung sadar atas perbuatan dosanya dan menyesal,bertobat dan memohon dengan sungguh2 agar dosanya diampuni saya yakin Tuhan akan mengampuni.
Doa kita yang dimaksud adalah mohon pengampun dan keringanan hukuman bagi orang yang beriman
kepada Allah.(dan untuk orang yang tidak mengenal Yesus boleh saja kita berdoa karena bagi orang yg tidak mengenal Yesus pasti Tuhan maha bijaksana)…Demikian dari Saya..
Shalom Agustinus,
Terima kasih atas tanggapannya. Secara prinsip, orang yang meninggal dalam kondisi dosa berat dan tidak dalam kondisi berdamai dengan Tuhan, maka dosanya tidak diampuni dan orang ini kehilangan keselamatan kekal. Namun, apakah sampai detik-detik terakhir hidupnya, orang tersebut dalam kondisi berdamai atau tidak dengan Tuhan, maka hanya Tuhan sendiri yang mengetahuinya. Inilah sebabnya, kita turut mendoakan mereka.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam sejahtera Ibu Inggrid
Saya pernah berdebat mengenai cara menghormati orang yang sudah meninggal seperti dalam adat cina kita membakar hio tersebut apakah dilarang,dan waktu itu pun saya dibilang menyembah berhala dengan memberikan sesaji spt buah atau kesukaan orang yang telah meninggal tersebut.tolong bantuannya ibu Inggrid
thx Yunus
Shalom Yunus,
Mengenai mendoakan dengan membakar hio, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik
Sedangkan mengenai makanan sembahyangan, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saudara – saudara yang dikasihi Tuhan YESUS ..
Menurut pendapat saya, kita TIDAK DIPERBOLEHKAN untuk mendoakan orang yang sudah mati, supaya orang tersebut dapat masuk kedalam sorga. Mengapa ?
Saudara – saudara yang dikasihi Tuhan YESUS, ada 2 alasan Utama, mengapa kita tidak diperbolehkan mendoakan mereka yang sudah mati, yaitu :
1). Kristen mengajarkan Ajaran KEPASTIAN KESELAMATAN dan bukan Ajaran KERAGUAN KESELAMATAN.
2). Kristen mengajarkan untuk Mengasihi Sesama kita.
Nah, berdasarkan ALASAN UTAMA tersebut diatas, maka berdoa untuk orang mati TIDAK DIPERBOLEHKAN, karena : Jika kita berdoa bagi mereka yang sudah mati, maka artinya adalah : Timbul Keraguan dihati kita, apakah mereka yang sudah mati itu akan diselamatkan ataukah tidak. Nah ..Keraguan inilah sebenarnya yang telah membawa kita, untuk mendoakan mereka yang sudah mati. Keraguan ini TANPA KITA SADARI telah membawa kita pada “PENYANGKALAN KESELAMATAN”, sebab Didalam YESUS ada KEPASTIAN KESELAMATAN, sehingga JIKA kita MERAGUKAN, kepastian keselamatan tersebut, Artinya adalah : Kita MENYANGKAL KESELAMATAN tersebut. ==> Inilah Dasar utama, Mengapa Berdoa untuk orang yang sudah mati TIDAK DIPERBOLEHKAN, karena seperti penjelasan diatas, TANPA DISADARI, mendoakan mereka yang sudah mati, menjadikan kita ANTI KRISTUS, Mengapa ? sebab seperti penjelasan diatas, maka mendoakan orang mati tersebut, memiliki makna MERAGUKAN KEPASTIAN KESELAMATAN didalam KRISTUS. ==> Artinya : Kalau kita mempercayai bahwa seseorang itu telah mati didalam KRISTUS, maka kita pun HARUS mempercayai bahwa Kelak Ia akan DIBANGKITKAN oleh KRISTUS, serta sebaliknya, kalau kita MERAGUKAN keselamatan orang orang yang sudah mati didalam KRISTUS, maka artinya adalah : Kita MENYANGKAL KEPASTIAN KESELAMATAN DIDALAM KRISTUS dan menjadikan kita menjadi ANTI KRISTUS.
Alasan Utama yang ke-2, maka kita TIDAK DIPERBOLEHKAN untuk berdoa bagi mereka yang sudah mati, didasarkan pada Ajaran KRISTUS, untuk MENGASIHI SESAMA KITA. ==> Nah, yang menjadi pertanyaan disini adalah : Siapakah Sesama kita yang HARUS kita kasihi tersebut ? Apakah “SESAMA” kita pada Perintah unuk saling mengasihi, ditujukan untuk mereka yang sudah mati ataukah pada mereka yang masih hidup ? ==> Saya pikir semua akan setuju, jika yang dimaksutkan denga SESAMA KITA disana, ditujukan untuk mereka yang masih Hidup, sebab jika kita katakan, bahwa sesama kita ditujukan untuk mereka yang sudah mati, maka artinya adalah : sesama kita orang mati ==> Nah, karena kita masih hidup, maka sesama kita adalah mereka yang masih hidup. ==> Nah, berdasarkan penjelasan diatas, maka jika kita mendoakan mereka yang sudah mati, maka artinya adalah : Kita Melawan Perintah KRISTUS untuk mengasihi sesama kita yang hidup.
Bagaimana kita mengasihi sesama kita yang hidup ? ==> Kita mengasihi sesama kita yang hidup, dengan Cara : Hormati Orang tuamu, Jangan Membunuh, Jangan Berzinah, Jangan Mencuri, Jangan Berdusta dan Jangan Bersikap Loba dan Tamak. ==> Nah, dapatkah hal2 diatas kita tujukan untuk mereka yang sudah mati ? ==> PASTI TIDAK.
Jadi kesimpulannya adalah : Berdoa untuk mereka yang sudah mati, TIDAK DIPERBOLEHKAN, karena TANPA DISADARI, mendoakan mereka yang sudah mati, agar dapat masuk kedalam Sorga, menjadikan kita menjadi ANTI KRISTUS dan MELANGGAR HUKUM KASIH.
Salam Kasih dalam Damai
Shalom Lisa,
1. Mendoakan orang mati = ragu akan ajaran keselamatan?
Dasar Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita dapat mendoakan jiwa orang- orang yang sudah meninggal, itu bukan karena keraguan akan keselamatan yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus. Ajaran tentang mendoakan jiwa orang yang meninggal ini berhubungan dengan ajaran mengenai Api Penyucian, yang pernah saya tuliskan di sini, silakan klik.
Maka yang dapat didoakan adalah jiwa- jiwa orang-orang percaya yang sedang dalam masa pemurnian di Api Penyucian, sebelum mereka dapat bersatu dengan Allah di surga. Jadi yang dapat didoakan adalah jiwa- jiwa yang sudah pasti masuk surga. Sedangkan, jiwa- jiwa yang masuk neraka sudah tidak dapat didoakan agar masuk surga. Tujuan kita mendoakan jiwa- jiwa yang masih dalam masa pemurnian di Api Penyucian ini, adalah serupa dengan tujuan kita mendoakan mereka yang menjalani masa pemurnian di dunia (entah melalui sakit penyakit ataupun pencobaan hidup): yaitu supaya Tuhan memberikan kekuatan, penghiburan, dan jalan keluar. Karena kita mengetahui bahwa jiwa- jiwa yang Api Penyucian itu sedang dimurnikan sebelum ke Surga, maka kita mendoakan agar mereka dapat lekas sampai ke tempat tujuan/ surga, yaitu ‘jalan keluar’ yang mereka rindukan dan yang telah disediakan Allah bagi mereka.
Sebagai umat Kristiani kita percaya penuh dan berharap pada janji keselamatan Kristus; namun kita tidak dapat secara persis yakin bahwa begitu kita meninggal pasti kita dapat langsung masuk surga, sebab ada ayat lain dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang najis/ cemar dapat masuk dalam kerajaan Surga (lih. Why 21:27) sebab tanpa kekudusan tidak ada seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14).
Maka bukan keselamatan Allah- lah yang tidak pasti di sini, tetapi kekudusan orang yang meninggal. Kita tidak tahu apakah ia sudah sempurna/ kudus di mata Allah. Maka kita yang masih hidup dapat mendoakan agar Allah berbelas kasihan kepadanya, dan mengampuni segala dosanya. Dan apabila keadilan Tuhan mensyaratkan dia dimurnikan terlebih dahulu, kita mendoakan agar Tuhan memberikan kekuatan kepadanya dan bersegera mengangkatnya kepada kebahagiaan abadi yang dijanjikan Tuhan kepada mereka yang percaya.
Jadi mendoakan orang meninggal tidak ada kaitannya dengan menyangkal keselamatan Kristus. Umat Katolik tetap percaya sepenuhnya bahwa Kristuslah yang menyelamatkan, sehingga tidak benar jika dikatakan bahwa mendoakan orang meninggal mengakibatkan seseorang menjadi Anti Kristus.
2. Mendoakan orang mati = berlawanan dengan ajaran mengasihi sesama?
Di sini pengertian anda tentang “sesama” berbeda dengan ajaran Gereja Katolik. Sebab berdasarkan apa yang anda tulis, kelihatannya bagi anda orang yang sudah meninggal itu sudah bukan “sesama” anda lagi. Atau bagi anda mereka yang meninggal dalam Kristus itu adalah orang- orang yang “mati”. Tetapi di dalam Kitab Suci dikatakan sebaliknya, bahwa orang yang percaya kepada Kristus, apalagi yang rajin menyantap Tubuh dan Darah-Nya adalah orang- orang yang hidup, dan mereka akan memperoleh hidup yang kekal (lih. Yoh 3:16; Yoh 6:47, 53-54). “Barangsiapa yang memakan Aku akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:57). Maka kalau kita mengamini Sabda Tuhan ini, kita harus percaya, bahwa mereka yang semasa hidupnya mengambil bagian dalam Perjamuan Ekaristi, dan yang meninggal dalam Kristus sesungguhnya tidak mati. Mereka tetap hidup, hanya saja sudah beralih dari dunia kita ini. Maka kalau kita mendoakan mereka, kita malah melaksanakan ajaran mengasihi sesama kita. Sebab yang kita doakan adalah saudara- saudari kita yang tetap hidup dalam Kristus yang telah mengalahkan maut. Mereka hanya mati tubuhnya, tetapi jiwanya tetap hidup, dan bahkan lebih “hidup” dari kita, sebab mereka sedang menantikan pemenuhan janji Kristus dalam persatuan sempurna dengan-Nya di Surga.
Jadi kesimpulannya, mendoakan jiwa- jiwa yang sudah meninggal tidak berarti meragukan ajaran keselamatan Kristus, dan juga tidak melanggar hukum kasih. Sebaliknya, mendoakan jiwa- jiwa orang yang telah meninggal itu merupakan tanda kasih kita kepada mereka, dengan mengimani akan belas kasih dan keadilan Tuhan, yang akan membawa mereka, kepada keselamatan kekal yang dijanjikan-Nya kepada mereka yang percaya kepada- Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
rahasia alkitab sungguh indah dalam menjelaskan misteri keselamatan Kristus kepada manusia. Termasuk jiwa jiwa di api penyucian dan doa doa demi keselamatan jiwa jiwa di api penyucian tersebut. Terimakasih atas penjelasannya, Sungguh sangat Alkitabiah.Semua kembali kepada apa yang alkitab katakan bukan dengan logika berpikir manusia.
Hmm… iya ya, jika pake (terlalu) logika, malah bukan sola scriptura jadinya. Berarti Katolik itu lebih “Sola Scriptura” ya.
Ibu menuliskan:
“yaitu jiwa- jiwa yang sudah pasti masuk surga, hanya saja mereka masih perlu dimurnikan karena belum sepenuhnya sempurna/ kudus untuk dapat bersatu dengan Tuhan di surga. ”
—–
1. darimana ada konfirmasi dari pihak TUHAN ALLAH bahwa jiwa tersebut sudah pasti masuk surga?
2. kalau tidak ada konfirmasi dari pihak TUHAN ALLAH, apakah jiwa atau roh yang tak bertubuh dan tak bernyata itu bisa ditanyakan mengenai keselamatanya pribadi? kan tidak
dan semakin rancu maknanya ketika perlu dimurnikan oleh api penyucian
1. apa api bisa mensucikan?
2. dimurnikan dari apa lagi? tidak ada kedagingan setelah kematian, roh yang tidak berdaging itu apa lagi yang ingin dimurnikan?
3. mengapa repot mendoakan kemurnian orang yang sudah tidak bisa lagi dimurnikan karena tidak dikuasai dosa lewat kedagingan?
4. lalu bagaimana dengan kemurnian diri sendiri atau kekudusan diri sendiri? apa pernah tercatat di Alkitab bahwa kemurnian dan kekudusan itu datang setelah kematian?
—-
pemahaman ada pemurnian lagi di api pencucian
tentu mengundang penafsiran
tidak perlu terlalu murni atau suci-suci amat
tipu-tipu dikit, atau dosa-dosa dikit tak apalah
kan cuma dikit, nanti dimurnikan
kalau bukan mengundang paham hedonis
tidak perlu ada teori api pencucian
“paksa dengan keras” jemaat untuk hidup kudus, kalau perlu “takut-takuti” mereka tentang api neraka jika para jemaat tidak mau hidup sungguh2 murni dihadapan TUHAN
kalau perlu rombak teori api pensucian itu dengan hidup harus suci
sehingga setelah tidak hidup lagi (meninggal) tak perlu lagi “di cuci-cuci” dengan api pensucian
kalau sudah hidup suci dan kudus, teori api pensucian, doa kepada orang meninggal untuk di “cuci” jiwanya tidak perlu lagilah
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
Shalom Lisa,
Saya mohon lain kali jika anda mengutip tulisan saya, kutiplah kalimat utuhnya, sehingga tidak menimbulkan salah paham. Berikut ini saya sampaikan kembali kalimat yang anda kutip itu:
“Maka yang dapat didoakan adalah jiwa- jiwa orang-orang percaya yang sedang dalam masa pemurnian di Api Penyucian, sebelum mereka dapat bersatu dengan Allah di surga. Jadi yang dapat didoakan adalah jiwa- jiwa yang sudah pasti masuk surga. Sedangkan, jiwa- jiwa yang masuk neraka sudah tidak dapat didoakan agar masuk surga.”
Berikut ini adalah tanggapan saya atas pertanyaan dan komentar anda:
1. Anda bertanya, “Darimana ada konfirmasi dari pihak TUHAN ALLAH bahwa jiwa tersebut sudah pasti masuk surga?“
Jawabannya, memang kita tidak dapat tahu secara persis apakah saudara- saudari kita yang kita doakan itu sudah pasti masuk surga atau tidak. Maka yang kita lakukan adalah kita mendoakan mereka, dan jika orang yang kita doakan ini memang sedang dalam perjalanan ke surga, maka doa- doa kita akan menguatkannya dalam masa pemurnian itu. Namun jika yang kita doakan ternyata tidak masuk surga (karena ia wafat dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat) maka doa- doa kita tidak dapat membawanya ke surga.
2. Maka benar jika anda mengatakan karena tidak ada konfirmasi dari Allah maka memang kita tidak dapat menjamin dengan pasti keselamatan orang yang kita doakan melalui doa- doa kita. Sebab yang memberikan keselamatan kekal itu tetaplah Tuhan saja. Yang dapat kita lakukan adalah turut mendoakan mereka, seperti halnya kita mendoakan sesama kita yang masih hidup di dunia ini.
3. Anda bertanya, “Apa api bisa mensucikan? Dimurnikan dari apa lagi? tidak ada kedagingan setelah kematian, roh yang tidak berdaging itu apa lagi yang ingin dimurnikan?“
Dalam hal ini, “Api penyucian” (purgatorium dari bahasa Latin) adalah suatu istilah untuk menggambarkan proses pemurnian jiwa manusia setelah kematian. Yang dimurnikan di sini bukan daging/ kedagingannya, tetapi jiwanya, yang membuktikan imannya. Masa pemurnian ini sebenarnya bisa terjadi semasa kita hidup di dunia, tetapi juga dapat terjadi setelah kita meninggal dunia. Rasul Petrus menuliskan demikian, “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu–yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api–sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Pet 1:7). Rasul Paulus juga mengatakan bahwa pada akhirnya nanti perbuatan- perbuatan kita akan diuji di hadapan Allah,dan pengujian ini terjadi dalam apa yang disebut sebagai Api Penyucian tersebut:
Api yang dikatakan di sini pastilah bukan api neraka, sebab tidak ada sesuatu yang masuk neraka namun kemudian beralih ke surga. Maka para Bapa Gereja mengajarkan bahwa api yang dimaksudkan di sini adalah suatu kondisi api pemurnian, di mana setelah melewatinya jiwa manusia tetap dapat diselamatkan.
4. Anda bertanya, “Mengapa repot mendoakan kemurnian orang yang sudah tidak bisa lagi dimurnikan karena tidak dikuasai dosa lewat kedagingan?“
Di Api Penyucian, jiwa- jiwa sudah tidak berdosa lagi; tidak ada dosa kedagingan sebab mereka sudah tidak mempunyai tubuh. Yang ada di sana adalah, walaupun mereka sudah bertobat, mereka masih harus dimurnikan, karena keadilan Allah mensyaratkan demikian. Karena Tuhan mensyaratkan bahwa seseorang harus benar- benar sempurna dan kudus, baru dapat melihat Allah (lih. Ibr 12:14; Why 21:27). Analoginya seperti halnya kita menginjakkan kaki kita yang kotor di atas lantai rumah Bapa yang sangat bersih. Walaupun kita sudah memohon ampun, dan Bapa sudah mengampuni, tetapi tetaplah keadilan Bapa mensyaratkan kita untuk membersihkan bercak noda kaki kita yang kotor pada lantai itu. Demikian juga yang terjadi dalam jiwa kita. Dengan kita berdosa, maka jiwa kita menjadi tidak kudus lagi. Walaupun kita kemudian bertobat, dan Tuhan Yesus sudah mengampuni kita, namun jiwa kita sungguh- sungguh perlu dimurnikan agar benar- benar kudus dan sempurna, agar siap untuk masuk dalam kerajaan Allah dan bersatu dengan-Nya. Maka Api Penyucian sesungguhnya merupakan keadaan yang diberikan Allah, di mana jiwa manusia itu dimurnikan agar dapat masuk ke dalam kesempurnaan kemuliaan surgawi.
5. Anda bertanya, “Lalu bagaimana dengan kemurnian diri sendiri atau kekudusan diri sendiri? Apa pernah tercatat di Alkitab bahwa kemurnian dan kekudusan itu datang setelah kematian?“
Karena itu pentinglah kita mengejar kekudusan, sebab perbuatan baik sebagai bukti iman yang hidup hanya dapat dilakukan di dunia ini. Pada akhirnya nanti kita akan diadili menurut perbuatan- perbuatan yang kita lakukan di dunia ini semasa kita hidup (lih. Why 20:12). Mereka yang semasa hidupnya hidup kudus sempurna di hadapan Allah, tentu tidak perlu dimurnikan lagi di Api Penyucian. Mereka ini kita kenal sebagai para orang kudus (santo- santa) yang jika kita baca riwayat hidupnya, umumnya adalah yang telah mengalami masa pemurnian itu selama mereka hidup di dunia.
Maka kekudusan itu adalah sesuatu yang harus diperjuangkan selama kita masih hidup di dunia. Kita harus menghindarkan diri dari melakukan dosa- dosa berat yang sungguh memisahkan kita dari Tuhan. Namun harus diakui manusia selalu mempunyai kelemahan dan kekurang- sempurnaan meskipun sudah dengan keras berusaha untuk hidup kudus dan sempurna. Maka, jika kita melakukan kesalahan- kesalahan ringan yang belum sempat diakui sewaktu kita hidup, Tuhan oleh kemurahan-Nya memberikan kesempatan pemurnian sesaat setelah kita meninggal dunia, seperti yang telah disampaikan dalam ayat- ayat di atas, dan juga ayat- ayat berikut, sesuai dengan ajaran Bapa Gereja:
Maka Gereja Katolik mengajarkan Api Penyucian berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci. Bukan berarti bahwa dengan doktrin Api penyucian lalu orang jadi tidak usah hidup kudus. Ini adalah suatu anggapan yang sangat keliru! Seruan inti ajaran Magisterium Gereja Katolik dalam Konsili Vatikan II adalah, “Panggilan kepada semua untuk hidup kudus” (A universal call to holiness, silakan membaca dokumen Vatikan II, tentang Gereja, Lumen Gentium Bab V).
Lebih lanjut tentang kekudusan, silakan klik di judul yang diberi warna coklat:
Kekudusan itu sangat penting dalam kehidupan rohani kita, karena kekudusan adalah kehendak Tuhan untuk semua orang. Kekudusan menjadi tanda yang nyata bagi kita sebagai pengikut Kristus, dan kekudusan adalah sesuatu yang diperhitungkan pada saat akhir hidup kita (Apa itu Kekudusan?). Marilah kita memeriksa diri sendiri, sudahkah kita hidup kudus (Refleksi praktis tentang Kekudusan), dan mulai mempraktekkannya dengan belajar untuk lebih rendah hati (Kerendahan hati Dasar dan Jalan menuju Kekudusan)
Kalau anda mengetahui tentang ajaran Gereja Katolik tentang kekudusan di atas, anda akan mengetahui bahwa ajaran tersebut cukup sulit dilakukan, sehingga tidak benar kalau Gereja Katolik mengajarkan sesuatu yang ‘mediocre‘, hedonis, atau ‘tipu- tipu’ sedikit. Gereja Katolik mengajarkan kepada umatnya untuk hidup berjaga- jaga, tidak boleh merasa ‘sudah pasti selamat’ sehingga hidupnya lengah dan tidak sesuai dengan panggilannya sebagai murid Kristus. Itulah sebabnya hingga sekarang, Gereja Katolik teguh mempertahankan ajaran moral tentang pelarangan aborsi, euthanasia, penggunaan alat kontrasepsi, perkawinan sesama jenis, di mana terdapat gereja- gereja lain yang mulai memperbolehkannya.
Akhirnya mari kita berjuang untuk hidup kudus, dengan mengasihi Tuhan dan sesama, baik melalui perkataan maupun perbuatan. Sebab kita menyadari bahwa pada akhirnya nanti kita akan diadili menurut berapa besar kasih yang kita lakukan selama kita hidup di dunia ini, sebab itulah bukti nyata dari iman kita akan Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalo Ibu Ingrid, ini tanggapan saya.
1. Ibu menyatakan: Memang kita tidak dapat tahu secara persis apakah saudara- saudari kita yang kita doakan itu sudah pasti masuk surga atau tidak. Maka yang kita lakukan adalah kita mendoakan mereka, dan jika orang yang kita doakan ini memang sedang dalam perjalanan ke surga, maka doa- doa kita akan menguatkannya dalam masa pemurnian itu. Namun jika yang kita doakan ternyata tidak masuk surga (karena ia wafat dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat) maka doa- doa kita tidak dapat membawanya ke surga.
Maka benar jika anda mengatakan karena tidak ada konfirmasi dari Allah maka memang kita tidak dapat menjamin dengan pasti keselamatan orang yang kita doakan melalui doa- doa kita. Sebab yang memberikan keselamatan kekal itu tetaplah Tuhan saja. Yang dapat kita lakukan adalah turut mendoakan mereka, seperti halnya kita mendoakan sesama kita yang masih hidup di dunia ini.
Tanggapan saya:
Apa lagi yang dimurnikan?
Selama hidupnya mengapa tidak memurnikan diri?
Dan apa yang tidak/kurang murni / kudus bisa masuk sorga?
Kalau keselamatan itu tetaplah Tuhan saja
Dan tak bisa diketahui apa yang terjadi di alam orang mati
Bukankan itu menimbulkan suatu spekulasi?
Apa kita menjadi kurang percaya kepada Tuhan untuk orang-orang yang sudah meninggal?
2. Ibu menyatakan: Dalam hal ini, “Api penyucian” (purgatorium dari bahasa Latin) adalah suatu istilah untuk menggambarkan proses pemurnian jiwa manusia setelah kematian. Yang dimurnikan di sini bukan daging/ kedagingannya, tetapi jiwanya, yang membuktikan imannya. Masa pemurnian ini sebenarnya bisa terjadi semasa kita hidup di dunia, tetapi juga dapat terjadi setelah kita meninggal dunia. Rasul Petrus menuliskan demikian, “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu–yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api–sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari YESUS KRISTUS menyatakan diri-Nya.” (1 Pet 1:7). Rasul Paulus juga mengatakan bahwa pada akhirnya nanti perbuatan- perbuatan kita akan diuji di hadapan Allah,dan pengujian ini terjadi dalam apa yang disebut sebagai Api Penyucian tersebut:
“Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:12-15)
Tanggapan saya:
Memurnikan jiwa tanpa daging?
Lalu ayat ini tidak bermakna apapun?
1Pe 2:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.
Dan perhatikan
“Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:12-15)
Bukan bicara purgatory
Ayat itu adalah buah pertobatan seseorang ketika masih hidup
Perhatikan
Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah
Pekerjaan apa lagi yang bisa dikerjakan di alam kematian?
Atau rintangan dan ujian apa lagi, jika kedagingan yang diuji atau dibakar itu sudah tiada atau meninggal?
3. Ibu menyatakan: Api yang dikatakan di sini pastilah bukan api neraka, sebab tidak ada sesuatu yang masuk neraka namun kemudian beralih ke surga. Maka para Bapa Gereja mengajarkan bahwa api yang dimaksudkan di sini adalah suatu kondisi api pemurnian, di mana setelah melewatinya jiwa manusia tetap dapat diselamatkan.
Pertanyaan saya: Kira-kira apa yang bisa mensucikan jiwa?
Atau “mencuci” roh?
Bisa deskirpsikan api jenis apa, apa api itu membakar? Bagaimana proses pembakarannya? Bagian Apa yang dibakar dari jiwa?
Apa itu kondisi pemurnian?
Apa semua orang harus dimurnikan?
Termasuk Maria ibu YESUS atau rasul Paulus?
Atau orang2 tertentu yang jarang ke Gereja tapi baik hati?
Atau orang2 yang sangat berkontribusi kepada masyarakat namun “belum sempat” terima YESUS?
Seperti yang anda bilang
“(karena ia wafat dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat)”
Apa kategori berdosa berat itu sendiri?
4. Ibu menyatakan: Di Api Penyucian, jiwa- jiwa sudah tidak berdosa lagi; tidak ada dosa kedagingan sebab mereka sudah tidak mempunyai tubuh. Yang ada di sana adalah, walaupun mereka sudah bertobat, mereka masih harus dimurnikan, karena keadilan Allah mensyaratkan demikian. Karena Tuhan mensyaratkan bahwa seseorang harus benar- benar sempurna dan kudus, baru dapat melihat Allah (lih. Ibr 12:14; Why 21:27). Analoginya seperti halnya kita menginjakkan kaki kita yang kotor di atas lantai rumah Bapa yang sangat bersih. Walaupun kita sudah memohon ampun, dan Bapa sudah mengampuni, tetapi tetaplah keadilan Bapa mensyaratkan kita untuk membersihkan bercak noda kaki kita yang kotor pada lantai itu. Demikian juga yang terjadi dalam jiwa kita. Dengan kita berdosa, maka jiwa kita menjadi tidak kudus lagi. Walaupun kita kemudian bertobat, dan Tuhan YESUS sudah mengampuni kita, namun jiwa kita sungguh- sungguh perlu dimurnikan agar benar- benar kudus dan sempurna, agar siap untuk masuk dalam kerajaan Allah dan bersatu dengan-Nya. Maka Api Penyucian sesungguhnya merupakan keadaan yang diberikan Allah, di mana jiwa manusia itu dimurnikan agar dapat masuk ke dalam kesempurnaan kemuliaan surgawi.
Tanggapan saya:
Mensyaratkan ? Kok beda Bu? Lev 20:7 Maka kamu harus menguduskan dirimu, dan kuduslah kamu, sebab Akulah TUHAN, Allahmu.
Rom 12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Analogi kaki kotor itu sudah dijelaskan di Alkitab kok
Isa 1:18 Marilah, baiklah kita berperkara! –Firman Tuhan–Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.
Jadi tidak benar ada analogi seperti itu, tidak sesuai dengan Alkitab
Dan bagaimana caranya menyempurnakan “diri” ketika tubuh sudah tiada dan jiwapun beristirahat dengan tenang?
5. Ibu menyatakan: Karena itu pentinglah kita mengejar kekudusan, sebab perbuatan baik sebagai bukti iman yang hidup hanya dapat dilakukan di dunia ini. Pada akhirnya nanti kita akan diadili menurut perbuatan- perbuatan yang kita lakukan di dunia ini semasa kita hidup (lih. Why 20:12). Mereka yang semasa hidupnya hidup kudus sempurna di hadapan Allah, tentu tidak perlu dimurnikan lagi di Api Penyucian. Mereka ini kita kenal sebagai para orang kudus (santo- santa) yang jika kita baca riwayat hidupnya, umumnya adalah yang telah mengalami masa pemurnian itu selama mereka hidup di dunia.
Maka kekudusan itu adalah sesuatu yang harus diperjuangkan selama kita masih hidup di dunia. Kita harus menghindarkan diri dari melakukan dosa- dosa berat yang sungguh memisahkan kita dari Tuhan. Namun harus diakui manusia selalu mempunyai kelemahan dan kekurang- sempurnaan meskipun sudah dengan keras berusaha untuk hidup kudus dan sempurna. Maka, jika kita melakukan kesalahan- kesalahan ringan yang belum sempat diakui sewaktu kita hidup, Tuhan oleh kemurahan-Nya memberikan kesempatan pemurnian sesaat setelah kita meninggal dunia, seperti yang telah disampaikan dalam ayat- ayat di atas, dan juga ayat- ayat berikut, sesuai dengan ajaran Bapa Gereja:
Pertanyan saya: Apa pernah tercatat di Alkitab bahwa kemurnian dan kekudusan itu datang setelah kematian?“
6.Ibu menyatakan: Maka Gereja Katolik mengajarkan Api Penyucian berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci. Bukan berarti bahwa dengan doktrin Api penyucian lalu orang jadi tidak usah hidup kudus. Ini adalah suatu anggapan yang sangat keliru! Seruan inti ajaran Magisterium Gereja Katolik dalam Konsili Vatikan II adalah, “Panggilan kepada semua untuk hidup kudus” (A universal call to holiness, silakan membaca dokumen Vatikan II, tentang Gereja, Lumen Gentium Bab V).
Tanggapan saya: Saya tidak berdasarkan kitab suci, karena tidak diajarkan ada purgatory, namun ada ayat yang menjadi argument awal ajaran itu
Tapi silahkan saja menjalaninya sesuai dengan keyakinan masing2
7.Ibu menyatakan: Kekudusan itu sangat penting dalam kehidupan rohani kita, karena kekudusan adalah kehendak Tuhan untuk semua orang. Kekudusan menjadi tanda yang nyata bagi kita sebagai pengikut KRISTUS, dan kekudusan adalah sesuatu yang diperhitungkan pada saat akhir hidup kita Marilah kita memeriksa diri sendiri, sudahkah kita hidup kudus dan mulai mempraktekkannya dengan belajar untuk lebih rendah hati .
Kalau anda mengetahui tentang ajaran Gereja Katolik tentang kekudusan di atas, anda akan mengetahui bahwa ajaran tersebut cukup sulit dilakukan, sehingga tidak benar kalau Gereja Katolik mengajarkan sesuatu yang ‘mediocre‘, hedonis, atau ‘tipu- tipu’ sedikit. Gereja Katolik mengajarkan kepada umatnya untuk hidup berjaga- jaga, tidak boleh merasa ’sudah pasti selamat’ sehingga hidupnya lengah dan tidak sesuai dengan panggilannya sebagai murid KRISTUS. Itulah sebabnya hingga sekarang, Gereja Katolik teguh mempertahankan ajaran moral tentang pelarangan aborsi, euthanasia, penggunaan alat kontrasepsi, perkawinan sesama jenis, di mana terdapat gereja- gereja lain yang mulai memperbolehkannya.
tanggapan saya:Lebih sulit?
Apa anda juga tahu ajaran kekudusan yang diajarkan gereja saya lebih sulit?
Dan kebanyakan jemaat di gereja saya itu berasal dari Katolik
Kalau demikian mengapa masih harus dimurnikan jika sudah hidup kudus secara sungguh2?
Gereja-gereja lain itu ada juga yang melabeli diri gereja Katolik
Dan tidak ada relevansinya sama sekali dengan pembahasan
Dan Protestan tidak lagi bicara hukum taurat, hukum moral, melainkan hukum kasih
8. Ibu menyatakan: Akhirnya mari kita berjuang untuk hidup kudus, dengan mengasihi Tuhan dan sesama, baik melalui perkataan maupun perbuatan. Sebab kita menyadari bahwa pada akhirnya nanti kita akan diadili menurut berapa besar kasih yang kita lakukan selama kita hidup di dunia ini, sebab itulah bukti nyata dari iman kita akan KRISTUS.
Tanggapan saya:
Saya tidak pernah mendapatkan di Alkitab bahwa kita akan diadili menurut berapa besar kasih yang kita lakukan (ukurannya ditimbang?)
Namun siapa yang melakukan perintah Tuhan akan mendapatkan mahkota-mahkota, karena tidak sesuai dengan pengertian Alkitab
Dengan mengasihi kita tidak akan dihakimi menurut seberapa besar kasih yang diberikan
Siapa yang mengasihi tidak dihukum atau diadili
Kita diadili karena perbuatan-perbuatan semasa hidup kita
Karena itu tidak ada gunanya lagi berdoa untuk orang yang sudah meninggal
Shalom Lisa,
Saya akan mengakhiri thread ini sampai di sini, mengingat bahwa apa yang anda tanyakan juga sebenarnya telah terjawab dalam artikel dan tanya jawab TJ di situs ini tentang Api Penyucian dan Mendoakan jiwa- jiwa orang yang meninggal. Jika anda membacanya, pertanyaan- pertanyaan itu sebenarnya tidak perlu ditanyakan.
1. Anda bertanya: "Apa lagi yang dimurnikan? Selama hidupnya mengapa tidak memurnikan diri? Dan apa yang tidak/kurang murni / kudus bisa masuk sorga?
Kalau keselamatan itu tetaplah Tuhan saja dan tak bisa diketahui apa yang terjadi di alam orang mati, bukankan itu menimbulkan suatu spekulasi? Apa kita menjadi kurang percaya kepada Tuhan untuk orang-orang yang sudah meninggal?"
Pertanyaan ini tidak perlu ditanyakan jika anda sudah membaca artikel Bersyukurlah ada Api Penyucian, silakan klik. Kita tidak tahu bahwa orang yang meninggal itu pasti masuk surga, atau neraka, atau Api Penyucian, bukan karena kurang percaya kepada janji Tuhan yang menyelamatkan, tetapi karena kita tidak tahu persis kondisi batin orang yang meninggal: apakah ia sudah kudus sempurna di mata Tuhan, pada saat ia meninggal. Firman Tuhan mengatakan hanya jiwa yang benar- benar kudus yang dapat masuk surga dan melihat Allah (lih. Ibr 12:14, Why 21: 27). Kebanyakan dari kita, meskipun sudah berusaha sekuat tenaga untuk hidup kudus, tetaplah kita belum sepenuhnya kudus sempurna pada saat kita meninggal nanti. Besar kemungkinan bahwa masih ada dosa- dosa ringan yang belum sempat kita akui di hadapan Tuhan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa begitu kita menjadi murid Tuhan Yesus, lalu pasti kita tidak akan berdosa lagi, karena jika demikian, kita berdusta. Rasul Yohanes mengatakan, "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." (1 Yoh 4:8).
Nah, justru doktrin Api Penyucian ini adalah ajaran yang sangat masuk akal dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Tradisi Suci para rasul dan para Bapa Gereja: bahwa jika kita meninggal dalam kondisi rahmat, sudah mengakui dosa- dosa kita (terutama dosa berat), namun kita masih belum sempurna karena masih harus menanggung konsekuensi perbuatan kita dan masih ada dosa- dosa ringan yang belum sempat kita akui di hadapan Tuhan, maka Tuhan akan tetap membawa kita ke surga, namun kita masih perlu dimurnikan terlebih dahulu oleh-Nya di dalam Api Penyucian.
Jadi proses pemurnian ini datangnya dari Allah, dan bukan dari manusia itu sendiri. Yang bisa dilakukan oleh manusia adalah berusaha hidup kudus, tetapi yang benar- benar dapat memurnikan/ menguduskan itu hanya Tuhan saja. Maka, proses pemurnian yang dari Tuhan ini dapat terjadi di dunia ini, misalnya melalui penyakit ataupun masalah pergumulan hidup, namun dapat pula dilakukan setelah orang itu meninggal dunia. Ini semua tergantung pada kebijaksanaan Allah untuk tiap- tiap orang.
2. Anda bertanya, "Memurnikan jiwa tanpa daging? Lalu ayat ini tidak bermakna apapun?
1Pe 2:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa…."
Jadi memang yang dimurnikan itu jiwanya, karena yang bersatu dengan Allah di surga adalah jiwa orang itu. Kelak setelah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua, dan terjadi kebangkitan badan, maka jiwa dan badan setiap orang akan bersatu kembali, entah di surga dalam kebahagiaan kekal [atau sebaliknya di neraka dalam siksa kekal].
Pengajaran Rasul Petrus dalam 1 Pet 2:11 tentu sangat bermakna. Gereja Katolik juga mengajarkan demikian. Sebab jika seseorang tidak menjauhkan diri dari keinginan daging, maka ia dapat jatuh dalam dosa berat, dan jika ia meninggal dalam keadaan demikian sebelum bertobat, maka ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam neraka, walaupun Ia mengimani Kristus. Ia tetap dapat masuk neraka, karena imannya tidak diikuti dengan perbuatan kasih kepada Tuhan dengan meninggalkan dosa kedagingan yang bertentangan dengan perintah Tuhan (lih. 1 Yoh 2:4, 15-17).
Anda mengatakan, "Ayat itu (1 Kor 3:12-15)adalah buah pertobatan seseorang ketika masih hidup. …Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah
Pekerjaan apa lagi yang bisa dikerjakan di alam kematian?
Atau rintangan dan ujian apa lagi, jika kedagingan yang diuji atau dibakar itu sudah tiada atau meninggal?"
Silakan anda membaca kembali perikop itu, sebab di sana itu tidak dikatakan bahwa itu berlaku pada saat seseorang masih hidup. Dikatakan pada ayat 1 Kor 3: 13, " … sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu…." Perkataan, ‘sekali kelak… dan hari Tuhan‘ (the Day of the Lord) itu menunjuk kepada kedatangan Yesus yang kedua/ "hari penghakiman" bagi orang itu, yaitu pada saat kematiannya atau dapat juga diartikan pada saat kedatangan Yesus di akhir jaman (lih. 1 Tes 5:2; 2 Pet 3:10).
Maka, pekerjaan yang diuji itu adalah pekerjaan yang dilakukan pada saat orang itu masih hidup, namun pengujiannya dilakukan pada saat ia wafat, pada saat ia diadili oleh Kristus. Jadi anda benar setelah meninggal orang sudah tidak bisa melakukan perbuatan apa- apa lagi, oleh sebab itu kita harus berusaha hidup kudus dan melakukan perbuatan- perbuatan kasih itu pada saat kita masih hidup di dunia ini. Sesudah meninggal kita tidak dapat melakukan apa- apa lagi, hanya tinggal menerima hasil pengujian itu. Jika pekerjaan kita masih hangus terbakar atau belum sepenuhnya murni seperti emas, artinya jiwa kita belum sepenuhnya siap untuk bersatu dengan-Nya di surga. Oleh karena itu jiwa kita akan dimurnikan oleh Tuhan sampai dipandang-Nya murni dan siap untuk bersatu dengan-Nya di surga. "Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api." (1 Kor 3:15)
3. Anda bertanya, "Kira-kira apa yang bisa mensucikan jiwa? Atau “mencuci” roh?
Bisa deskirpsikan api jenis apa, apa api itu membakar? Bagaimana proses pembakarannya? Bagian Apa yang dibakar dari jiwa? Apa itu kondisi pemurnian?
Apa semua orang harus dimurnikan? Termasuk Maria ibu YESUS atau rasul Paulus?
Atau orang2 tertentu yang jarang ke Gereja tapi baik hati? Atau orang2 yang sangat berkontribusi kepada masyarakat namun “belum sempat” terima YESUS?
Seperti yang anda bilang “(karena ia wafat dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat)” Apa kategori berdosa berat itu sendiri?"
Pertanyaan ini juga sudah terjawab dalam artikel "Bersyukurlah, ada Api Penyucian", silakan klik. Api penyucian itu suatu kondisi pemurnian, dan bukannya sesuatu yang sifatnya api jasmani, maka tidak ada proses pembakaran ataupun pencucian. Firman Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa kekudusan Allah sering digambarkan dengan api (lih. Bil 11:1; 16:35; 1 Raj 18:38; Mal 3:2). Tahta-Nya juga bagai nyala api (Dan 7:9), dan kedatangan Roh Kudus juga ditandai dengan lidah- lidah api (lih. Kis 2:3); sebab "Allah kita adalah api yang menghanguskan" / ‘consuming fire’ (Ibr 12:29). Jadi Api Penyucian merupakan kondisi di mana jiwa- jiwa dimurnikan oleh Allah sendiri di dalam kekudusan dan kasih-Nya, hingga jiwa tersebut sungguh murni untuk bersatu sempurna dengan-Nya.
Semua orang yang berdosa akan mengalami proses pemurnian ini, entah pada saat ia masih hidup di dunia, ataupun setelah ia wafat dalam Api Penyucian. Namun Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang tidak berdosa tidak perlu dimurnikan dalam Api Penyucian ini, karena hakekat pemurnian adalah memurnikan jiwa hingga murni; sehingga jiwa yang sudah murni tidak perlu dimurnikan lagi.
Sebaliknya, orang yang wafat dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat, ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam neraka, maka ia tidak dapat dimurnikan lagi dalam Api Penyucian untuk beralih ke surga. Bagaimana dengan orang yang "belum sempat" terima Yesus? Hal ini sudah pernah dibahas di sini, yaitu tentang invincible ignorance, klik di sini, dan baptis rindu, klik di sini.
Sedangkan tentang perbedaan antara dosa berat dan dosa ringan dibahas di dalam artikel Pengakuan Dosa bagian-1, klik di sini.
4. Maka hal hidup kudus itu memang melibatkan dua pihak; yaitu kita dan Tuhan. Kita berusaha hidup kudus, dan Tuhan-lah yang menguduskan kita. Ayat Im 20:7 dan Rom 12:1 adalah firman untuk mendorong kita untuk hidup kudus; dan ayat Yes 1:18, adalah untuk melihat bagaimana Tuhan menguduskan kita. Namun soal konsekuensi perbuatan dosa, juga selalu diajarkan dalam Kitab Suci. Contohnya: Adam dan Hawa, setelah diampuni dosanya, diusir dari taman Eden (Kej 3:23-24). Raja Daud yang diampuni oleh Allah atas dosanya berzinah dengan Betsheba dan membunuh Uria, tetap dihukum oleh Tuhan dengan kematian anaknya (lihat 2 Sam 12:13-14). Nabi Musa dan Harun yang berdosa karena tidak percaya dan tidak menghormati Tuhan di hadapan umat Israel akhirnya tidak dapat masuk ke tanah terjanji (Bil 20:12). Nabi Zakharia, yang tidak percaya akan berita malaikat Gabriel, menjadi bisu (Luk 1:20). Dan masih banyak contoh lain, yang menunjukkan bahwa, selalu ada konsekuensi dari dosa/ kesalahan kita.
Ajaran tentang konsekuensi dosa ini tidak dapat dianggap tidak ada, karena kita tidak dapat membaca satu ayat dalam Kitab Suci (dalam hal ini Yes 1:18) tanpa melihat pengajaran ayat- ayat yang lainnya. Tuhan memang pasti mengampuni dosa kita jika kita bertobat, tetapi ada selalu konsekuensi yang harus kita tanggung karenanya. Maka menjadi kudus di hadapan Tuhan, bukan hanya seperti "diselubungi" oleh jubah kekudusan Kristus, tetapi di balik jubah itu kita masih kotor dan berdosa. Tuhan berkehendak agar kita sendiri benar- benar murni dan kudus (bukan hanya diselubungi saja) dan oleh kuasa Roh Kudus-Nya kita sungguh- sungguh dibuatnya murni dan kudus. Inilah sebabnya, meskipun kita sudah bertobat, kita masih perlu dimurnikan, agar sungguh kita menjadi serupa dengan Kristus.
5. Anda bertanya, "Pertanyan saya: Apa pernah tercatat di Alkitab bahwa kemurnian dan kekudusan itu datang setelah kematian?"
Silakan anda membaca kembali dasar Kitab Suci dan ajaran Bapa Gereja tentang Api penyucian di sini, silakan klik.
6. Jika anda membaca Kitab Suci, memang tidak ada kata secara eksplisit "Purgatory" atau Api Penyucian, tetapi prinsipnya jelas diajarkan. Istilah "Trinitas" atau "inkarnasi" juga tidak secara eksplisit dituliskan di dalam Kitab Suci namun kita yang mengimani Kristus mempercayai ajaran itu.
Maka, memang silakan saja jika anda tidak percaya akan adanya Api Penyucian, namun itu tidak menjadikan Api Penyucian itu tidak ada. Mari kita buktikan sendiri setelah kita berpulang ke rumah Bapa.
7. Anda mengatakan, "…Apa anda juga tahu ajaran kekudusan yang diajarkan gereja saya lebih sulit? Dan kebanyakan jemaat di gereja saya itu berasal dari Katolik
Kalau demikian mengapa masih harus dimurnikan jika sudah hidup kudus secara sungguh2? Gereja-gereja lain itu ada juga yang melabeli diri gereja Katolik
Dan tidak ada relevansinya sama sekali dengan pembahasan… Dan Protestan tidak lagi bicara hukum taurat, hukum moral, melainkan hukum kasih"
Jika anda merasa bahwa anda sudah menjalankan ajaran kekudusan, maka itu adalah sesuatu yang baik. Hidup kudus itu harus tercermin dalam setiap tutur kata dan perbuatan. Jika anda merasa sudah melaksanakannya, puji Tuhan. Bahwa ada banyak orang Katolik yang kurang memahami imannya lalu meninggalkan Gereja Katolik itu adalah suatu realitas, dan ini sudah kami sadari. Namun sebaliknya, juga ada banyak umat non- Katolik yang setelah mempelajari iman Katolik memutuskan untuk bergabung dalam Gereja Katolik, ini juga suatu realitas.
Kita sebagai umat Kristiani memang tidak lagi terikat hukum Taurat. Itu saya setuju. Tetapi hukum moral (yaitu kesepuluh perintah Allah) itu tidak bisa dipisahkan dari hukum kasih. Yesus sendiri mengajarkan hukum kasih sebagai hukum yang terutama, tidak dengan maksud membatalkan kesepuluh perintah Allah. Yesus mengatakan bahwa perintah kasihilah Tuhan dan sesama merupakan hukum yang terutama di mana tergantung seluruh hukum Taurat dan Kitab para nabi (lih. Mat 22:34- 40; Mrk 12:28-34; Luk 10: 25-28). Sehingga artinya, jika kita sungguh- sungguh mengasihi Tuhan dan sesama, seharusnya kita memenuhi hukum moral dalam kesepuluh perintah Allah itu. (Kenyataannya, perintah no 1- 3, itu adalah perintah untuk mengasihi Tuhan; sedangkan ke 4- 10 adalah perintah untuk mengasihi sesama). Hukum kasih dari Tuhan Yesus itu merupakan penggenapan/ penyempurnaan hukum moral yang ada dalam kesepuluh perintah Allah. Yesus mengatakan, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." (Mat 5:17). Maka saya sesungguhnya cukup heran jika anda/ gereja anda memisahkan hukum kasih dengan hukum moral, sebab jika demikian anda tidak memegang ajaran Yesus sendiri.
8. Menanggapi tulisan saya, anda mengatakan, "Saya tidak pernah mendapatkan di Alkitab bahwa kita akan diadili menurut berapa besar kasih yang kita lakukan (ukurannya ditimbang?)
Namun siapa yang melakukan perintah Tuhan akan mendapatkan mahkota-mahkota, karena tidak sesuai dengan pengertian Alkitab. Dengan mengasihi kita tidak akan dihakimi menurut seberapa besar kasih yang diberikan. Siapa yang mengasihi tidak dihukum atau diadili. Kita diadili karena perbuatan-perbuatan semasa hidup kita. Karena itu tidak ada gunanya lagi berdoa untuk orang yang sudah meninggal…. "
Dalam Kitab Suci jelas dikatakan bahwa semua orang yang meninggal, baik yang melaksanakan hukum kasih atau yang tidak melaksanakannya, akan diadili. " …. manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi (Ibr 13:4, lih. Mat 25:31-46). Jadi tidak ada perkecualian di sini.
Pada saat kita meninggal, memang kita akan diadili menurut perbuatan kita (lih. Why 20:12). Namun perbuatan yang dimaksud di sini adalah perbuatan kasih. Yesus mengajarkan bahwa jika kita tidak mengasihi/ melakukan perbuatan kasih kepada sesama kita yang terkecil dan terhina, maka kita tidak sungguh mengasihi Dia (lih. Mat 35:40, 45), sebab Ia hadir di dalam sesama kita yang terkecil dan terhina itu. Oleh karena itu, perbuatan- perbuatan yang tidak didasari oleh kasih, tidak berarti di hadapan Tuhan, walaupun perbuatan itu perbuatan yang baik, seperti bernubuat, atau bahkan mempunyai iman sempurna untuk memindahkan gunung. Ini diajarkan jelas dalam 1 Kor 13.
Ayat 1 Kor 13:13 mengajarkan, "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." Jadi jika saya mengatakan bahwa kita akan diadili oleh Tuhan berdasarkan ‘seberapa besar kasih yang kita lakukan’, itu maksudnya adalah seberapa besar kita melakukan perbuatan kasih, sebagai bukti dari iman yang hidup, karena iman kita kepada Kristus itu harus dibuktikan dengan perbuatan kasih (Yak 2: 24).
Akhirnya, Lisa, saya ingin menyudahi diskusi kita sampai di sini. Mari bersama kita merenungkan apa yang sudah dituliskan di atas. Perjuangan kita sebagai murid- murid Kristus untuk hidup kudus seharusnya tidak menjadikan kita merasa sudah kudus atau menjadi teguh berdiri, sebab justru pada saat itu kita dapat jatuh. Rasul Paulus mengajarkan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Kor 10:12). Itulah sebabnya, Rasul Paulus mengajarkan, "… tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar…" sebab akan tiba saatnya bagi kita, bahwa kita akan diadili oleh Tuhan Yesus, sesuai dengan perbuatan- perbuatan kita; dan Tuhan akan melihat sudah cukupkah kita melakukan perbuatan kasih sebagai bukti iman kita kepada- Nya?
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Ibu Lisa dan Ibu Inggrid,
saya hanya ingin sharing dan menambahkan saja.
Saya sendiri awalnya tidak percaya dengan purgatoriom/api penyucian. namun kini setelah saya membaca dan mencoba memahami saya justru sangat bersyukur.
Tuhan memberikan kesempatan pemurnian pada kita lewat api penyucian.
Saya setuju dengan Ibu inggrid bahwa sebagaimanapun manusia berusaha manusia tidak akan pernah sepenuhnya luput dari dosa. Adakah manusia seperti itu selain Yesus dan Bunda Maria?
sebab pada dasarnya saja manusia sudah mengandung dosa asal yang diturunkan dari nenek moyang kita, Adam dan Hawa.
Saya menyebutnya manusia seumur hidup pasti jatuh bangun.
dan dari ratusan bahkan ribuan dosa yang dilakukan, apakah ya semuanya kita lakukan pemberesan?
ada kalanya kita tidak menyadari atau tidak mau sadar dan mengakui bahwa perbuatan kita salah.
Dulu, dalam iman kristen saya memepertanyakan itu. lalu saya yang saat ini belum sepenuhnya pulih dari dosa, kemana saya akan pergi jika saat ini juga saya mati?
ya meskipun sudah menrima pembaptisan, pada kenyataannya masih ada terus dosa2 yang kita perbuat. Ya saya sendiri merasa ya, meskipun bukan dosa berat sekalipun, duh Tuhan apa iya dengan keadaan seperti saya sudah layak untuk diterima di surga?
Tuhan Allah kita mahakasih dan adil. justru keberadaan api penyucian melegakan saya.
saya belum pantas masuk ke kerajaan surga dengan keadaan ini, tapi Allah pun pasti tidak mau kita binasa. sedapat mungkin, selama manusia masih mengakui rahmatNya dan mau mengakui dosanya, Allah akan menyelamatkan kita, meski di detik2 terakhir sekalipun sebelum roh kita benar2 lepas dari tubuh.
Api penyucian membuat saya lega, saya akan dimurnikan disana.. untuk layak…
saya jujur saya, tidak pernah merasa layak untuk masuk surga?
dan apakah ada di antara kita yg sesempurna itu untuk merasa layak?
smakin merasa layak, justru saya agak ragu dia benar2 layak.
siapa yang meninggikan diri sendiri, akan direndahkan oleh Allah.
dan seandainya saya dalam dogma tanpa api penyucian, ya sedih sekali saya, karena ketidaklayakan saya itu, wah saya bisa2 binasa donk.. :(
sehingga di sisi lain, kita merasa lega juga karena api penyucian adalah kesempatan luar biasa, rahmat yang diberikan Allah pada kita untuk pengampunan.
benar, bahwa justru sepatutnya kita bersyukur.
dan bukan berarti donk ada api penyucian lalu buat dosa seenaknya karena nanti akan dimurnikan juga.
karena bagaimanapun beban pemurniannya akan lebih berat bagi mereka yang berdosa lebih berat. dan jika mengerti penderitaannya, bahwa di sana kita hanya dapat menunggu waktu, (semakin berat dosa semakin lama menunggu), dan hanya dapat mengharapkan bantuan doa, saya rasa sebaiknya sih, selama di dunia tetap menjaga semampu kita dengan bimbingan rahmat Tuhan tentunya.
Tuhan itu mahaadil :)
mungkin, sekali-sekali boleh dibaca buku2 tentang api penyucian, salah satu yang membukakan hati dan iman saya terhadap api penyucian, shingga akhirnya saya memilih iman katolik adalah buku “bebaskan kami dari sini” dari Maria Simma, yang cukup dapat menjelaskan tentang api penyucian secara komprehensif. termasuk juga semua penjelasan yang ada di katolisitas yang mendasarkan pada firman dan magisterium gereja.
terimakasih ibu inggrid
dan semoga Ibu lisa juga semakin memahami iman tentang api penyucian ini.
Gbu.
Salam Sejahtera
Ibu Lisa Yth :
Saya ingin bertanya kepada ibu Lisa, sederhana koq bu hanya “apa beda ROH dan JIWA”????
Salam
Joglo
Sebenarnya dalam Alkitab, khususnya di perjanjian lama tidak pernah tercatat ada tradisi berdoa untuk orang yang sudah meninggal
Mulai dari Nuh, apa Nuh tidak mempunyai kerabat? Atau sepupu atau adik atau kakah,mertua, dsb
Bagaimana perasaan Nuh waktu air bah menyapu habis semua sanak family nya kecuali istri dan dan anak serta menantunya?
Apakah Nuh tidak hancur perasaannya melihat kemusnahan orang-orang dekatnya selain istri, anak dan menantunya?
Namun tidak pernah diketemukan dalam Perjanjian Lama, Nuh mendoakan familinya yang tersapu habis bersama dengan air bah….
Kemudian Abraham, ketika istrinya mendahuluinya, adakah pernah tercatat di Alkitab Abraham berdoa untuk Sara?
Padahal Abraham sangat mencintai Sara, tetap ia tidak berdoa untuk Sarah yang sudah mendahuluinya
Selanjutnya Ishak, adakah pernah tercatat berdoa untuk Abraham, ketika Abraham “berpulang”?
Atau Yakub (Israel) apa pernah berdoa untuk Kain?
Lebih spesifik ketika Daud kehilangan Yonathan sahabat karibnya, apakah Daud mendoakan “arwah” Yonathan? Tidak ia hanya menyanyikan ratapan (grieve) karena kesedihan yang mendalam telah kehilangan sahabat
Kemudian karena perbuatannya harus anak nya dari Batsyeba harus mati, apa yang dilakukan Daud sebelum kematian menjemput anak yang dalam kandungan Batsyeba?
2Sa 12:16 Lalu Daud memohon kepada Allah oleh karena anak itu, ia berpuasa dengan tekun dan apabila ia masuk ke dalam, semalam-malaman itu ia berbaring di tanah.
Tapi bandingkan ketika Daud diberi tahu bahwa anak itu sudah meninggal
Sa 12:19 Ketika Daud melihat, bahwa pegawai-pegawainya berbisik-bisik, mengertilah ia, bahwa anak itu sudah mati. Lalu Daud bertanya kepada pegawai-pegawainya: “Sudah matikah anak itu?” Jawab mereka: “Sudah.”
2Sa 12:20 Lalu Daud bangun dari lantai, ia mandi dan berurap dan bertukar pakaian; ia masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyembah. Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya, dan atas permintaannya dihidangkan kepadanya roti, lalu ia makan.
2Sa 12:21 Berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya: “Apakah artinya hal yang kauperbuat ini? Oleh karena anak yang masih hidup itu, engkau berpuasa dan menangis, tetapi sesudah anak itu mati, engkau bangun dan makan!”
2Sa 12:22 Jawabnya: “Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup.
Perhatikan sikap hati Daud
2Sa 12:23 Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku.”
Daud mengerti isi hati Allah, selama hidup ia bisa berdoa bahkan sampai doa puasa yang “desperate”, untuk minta belas kasihan dari TUHAN, namun setelah ia tahu anaknya meninggal, ia berhenti doa puasa untuk mencegah kematian anaknya, karena Daud memahami esensi doa
Doa untuk orang yang sudah meninggal, tidak dapat mengembalikan lagi orang yang meninggal (bedakan dengan membangkitkan orang meninggal), tidak akan menambah apapun dari status orang yang sudah meninggal atau memindahkan “tempat” dari hades ke taman firdaus, atau dari taman firdaus “kelas RSSS” ke “kelas apartemen”
Bahkan doa untuk orang yang meninggal berpotensi untuk menyuburkan paham hedonism, karena dialam kematian pertobatan dan keselamatan bisa diusahakan lewat doa dari sanak keluarga orang yang sudah meninggal
Jadi buat apa berdoa untuk orang mati? kalau berpotensi menjadi sinkritisme
Shalom Tristan,
Pertama- tama harus dipahami terlebih dahulu bahwa doktrin Gereja Katolik tentang medoakan jiwa- jiwa yang sudah meninggal, berhubungan dengan doktrin Api Penyucian. Jika seseorang memahami ajaran Api Penyucian, maka tidak akan ada kesulitan baginya untuk menerima bahwa kita dapat mendoakan jiwa orang- orang yang sudah meninggal. Silakan jika anda ingin mengetahui dasar ajaran Gereja Katolik mengajarkan Api penyucian, klik di sini.
Maka jika umat Katolik mendoakan para jiwa yang telah meninggal, itu bukan untuk ‘mengubah keputusan’ Tuhan, apakah jiwa itu diselamatkan atau tidak. Yang dapat didoakan adalah jiwa- jiwa yang sedang dimurnikan di dalam Api Penyucian, yaitu jiwa- jiwa yang sudah pasti masuk surga, hanya saja mereka masih perlu dimurnikan karena belum sepenuhnya sempurna/ kudus untuk dapat bersatu dengan Tuhan di surga. Sedangkan jiwa- jiwa yang karena keputusan mereka sendiri telah masuk neraka, tidak dapat didoakan agar dapat masuk surga.
1. Hal penguburan dan perkabungan pada orang yang meninggal itu dituliskan dalam Kitab Suci. Para Nabi menguburkan kerabat mereka dengan hormat, demikian pula mereka sendiri juga dikuburkan dengan hormat, bahkan diberi rempah- rempah (lih. Kej 50:26). Perkabungan bangsa Israel atas wafatnya Nabi Musa adalah tiga puluh hari (Ul 34: 7). Raja Daud, walaupun ia ‘berhenti berkabung’ setelah anak yang dari Betsyeba meninggal, ia sangat berkabung ketika mengetahui anaknya Absalom telah wafat (lih 2 Sam 19). Dalam PB, kita mengetahui bahwa Yesus menangis ketika mengetahui bahwa Lazarus sahabat-Nya telah wafat (Yoh 11:35). Maka perkabungan karena wafatnya kerabat kita itu tidaklah salah, hanya saja tidak perlu berlebihan seperti pada orang yang tidak percaya, sebab kita mempunyai pengharapan akan kehidupan kekal (1 Tes 4:13).
2. Hal mendoakan orang mati dan perihal kebangkitan badan, secara jelas diajarkan dalam PL di Kitab 2 Makabe 12: 38-45, dan kebangkitan badan 2 Mak 7. [Namun saya juga mengetahui bahwa gereja Protestan mencoret Kitab Makabe dari kitab sucinya]. Kisahnya demikian: Pada sekitar abad ke-2 BC, setelah menang dalam pertempuran pemimpin Israel Yudas Makabe dan anak buahnya ingin menguburkan para prajuritnya yang wafat. Namun pada jenazah- jenazah tersebut ditemukan adanya jimat kota Yamnia. Tidak dikisahkan mengapa sampai para prajurit itu mengenakan jimat di tubuh mereka sebelum wafatnya. Namun Yudas Makabe memutuskan untuk mengumpulkan persembahan ke bait Allah di Yerusalem untuk memohon ampun dan mendoakan jiwa- jiwa tersebut. Hal ini dipuji dalam Kitab Suci sebagai “suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan.” (2 Mak 12:43)
3. Maka inilah yang dilakukan oleh umat Katolik pada saat mendoakan kerabat yang telah meninggal. Sama seperti pada saat kita hidup kita dapat mendoakan saudara- saudari kita yang menderita dalam kesulitan, maka demikianlah juga kita dapat mendoakan saudara saudari kita yang telah mendahului kita berpulang ke rumah Bapa, yang sedang menderita dalam masa pemurniannya. Kita mendoakan agar Tuhan berkenan mengampuni dosa- dosa mereka, namun kitapun menyadari bahwa yang memutuskan tetaplah Tuhan saja.
Umat Katolik percaya bahwa seseorang yang meninggal dalam kondisi rahmat, dan telah bertobat tentu dapat masuk surga. Yang tidak diketahui ialah apakah ia telah cukup sempurna di mata Allah sehingga siap masuk ke surga; ataukah masih harus dimurnikan dahulu dalam Api Penyucian. Jika masih perlu dimurnikan, maka doa- doa kami yang masih berziarah di dunia ini akan membantu mereka, untuk meringankan ‘penderitaan’ mereka, yang masih terhalang untuk masuk ke dalam surga karena mereka belum sepenuhnya kudus (Sebab tanpa kekudusan yang sempurna seseorang tidak dapat masuk surga/ melihat Tuhan (Ibr 12:14)).
4. Maka praktek mendoakan orang mati tidak mengarah kepada hedonisme ataupun sinkritisme. Mendoakan orang- orang mati dasarnya adalah karena kita mengasihi orang yang kita doakan, dan berharap agar jiwanya segera bersatu dengan Tuhan di surga. Ini adalah suatu bukti pelaksanaan hukum kasih, dan kita percaya kasih Kristus mempersatukan kita semua umat-Nya, dan ikatan ini tidak terputus oleh maut. Kita mendoakan, karena kita mempunyai pengharapan bahwa kerabat kita yang kita doakan dapat masuk surga. Kita juga percaya bahwa oleh prinsip kasih inilah, maka jika sampai giliran kita berpulang, maka jiwa- jiwa yang telah kita doakan dan telah bersatu dengan Allah di surga itu-lah yang akan mendoakan kita. Dengan demikian, kasih persekutuan para orang kudus saling membangun semua anggota Tubuh Mistik Kristus, dengan Kristus sebagai Kepala-Nya yang telah mengalahkan maut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Yesus mengatakan di Matius 5:8 “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.
Jadi hanya orang yang suci hatinya pada waktu meninggal yang diperkenankan masuk ke dalam Surga dan melihat Allah.
Yesus mengatakan lagi di Matius 12:32 “Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak”
Yesus menyatakan bahwa ada dosa dosa yg bisa diampuni pada saat ini dan ada pula yang bisa dilepaskan setelah kehidupan saat ini(di dunia yang akan datang). HANYA dosa menentang Roh Kudus yang tidak akan diampuni baik di saat ini ,maupun setelah kehidupan saat ini( di dunia yang akan datang ). Mat 12:32 menjadi bantuan untuk memahami api penyucian. Kalau tidak dikaitkan dengan api penyucian ,maka perkataan Yesus tentang “di dunia yang akan datang” di ayat ini menjadi tidak jelas dan kabur. Dan setelah dikaitkan dengan Matius 5:8 tadi maka terbukalah mata rohani kita bahwa hanya yang benar2 suci saja yang melihat Allah . Pada saat orang yang meninggal yang belum suci benar hatinya tentu saja tidak bisa melihat Allah tapi mereka juga tidak bisa dikatakan masuk nereka karena mereka tidak menentang Roh Kudus sehingga dosa merekapun masih bisa diampuni saat mereka ada di dunia yang akan datang( yaitu dunia setelah kematian).Tempatnya di api penyucian, INilah maksud perkataan Tuhan Yesus di Matius12:32 itu.
Penolakan adanya jiwa jiwa di api penyucian sama saja dengan menolak keMaha Rahiman Allah sendiri.
Menolak berdoa buat orang yang sudah meninggal pun secara tidak langsung kita menolak adanya Kehidupan Kekal di “dunia yang akan datang”(dunia sesudah kematian) dan kebenaran ini pun akan secara langsung membawa kita pada konsep persekutuan para kudus yang saling mendoakan . Menolak Kehidupan Kekal sama saja menolak Yesus sendiri dengan misiNya. Sampai di titik sini, cukup berbahaya efek pengajaran protestan kalau dari awal menolak mendoakan orang meninggal. wah…ternyata kebenaran di Gereja Katolik saling mengakait satu sama lain membentuk tali yang akan membawa kita kepada Bapa di Surga
Mengapa Nuh tidak berdoa buat sanak keluarganya di PL? saya rasa jawabannya adalah kita baru tahu dari Tuhan Yesus bahwa Dialah jaminan Kebangkitan dan HIDUP.Sebelumnya TIDAK ADA SEORANGPUN yang menjadi jaminan kebangkitan dan hidup. HANYA YESUS . Dia menyediakan hidup kekal buat yang percaya kepadaNya. Kalau kita mengalami Hidup Kekal, jelas kita lebih hidup dari kehidupan kita sekarang di dunia. Kalau di dunia kita boleh saling mendoakan.Mengapa tidak saat sudah mengalami Hidup kekal tidak berdoa buat yang masih ada di dunia? Atau yang di dunia mendoakan doanya buat “calon-calon”penerima hidup kekal di api penyucian? sementara mereka di murnikan sampai kedatangan Yesus yang ke dua. Inilah persekutuan para kudus dalam kredo dan inilah Gereja Kristus yang saling mendoakan. Terpujilah Tuhan
Ibu menuliskan:
4. Maka praktek mendoakan orang mati tidak mengarah kepada hedonisme ataupun sinkritisme. Mendoakan orang- orang mati dasarnya adalah karena kita mengasihi orang yang kita doakan, dan berharap agar jiwanya segera bersatu dengan Tuhan di surga. Ini adalah suatu bukti pelaksanaan hukum kasih, dan kita percaya kasih Kristus mempersatukan kita semua umat-Nya, dan ikatan ini tidak terputus oleh maut. Kita mendoakan, karena kita mempunyai pengharapan bahwa kerabat kita yang kita doakan dapat masuk surga. Kita juga percaya bahwa oleh prinsip kasih inilah, maka jika sampai giliran kita berpulang, maka jiwa- jiwa yang telah kita doakan dan telah bersatu dengan Allah di surga itu-lah yang akan mendoakan kita. Dengan demikian, kasih persekutuan para orang kudus saling membangun semua anggota Tubuh Mistik Kristus, dengan Kristus sebagai Kepala-Nya yang telah mengalahkan maut.
———————–
Saya tidak sependapat dengan ibu. Perbuatan kasih yang berharga di mata Allah tidak semata-mata diukur berdasarkan pelaksana perbuatan itu melainkan juga berdasarkan obyek penerima kasih tersebut. Sebagai contoh, bila kita mengorbankan nyawa kita demi hewan piaraan yang kita kasihi, itu bukanlah perbuatan kasih yang berharga di mata TUHAN. Perbuatan kasih yang berharga di mata Tuhan adalah perbuatan yang dilakukan pada mereka yang layak untuk menerima perbuatan tersebut.
Siapakah mereka yang layak untuk kita kasihi? Menurut pendapat saya, mereka adalah orang-orang yang dapat menyalurkan perbuatan kasih kita kepada sesamanya. Dengan demikian nama Allah dapat dimuliakan oleh semua orang oleh karena perbuatan kita. Dalam hal ini, karena orang yang sudah mati tidak dapat menyalurkan kasih yang kita berikan kepada mereka yang masih hidup maka mereka bukanlah obyek yang tepat bagi kasih kita. Obyek yang tepat bagi perbuatan kasih kita adalah orang-orang yang masih hidup saja.
Salam
Shalom Tristan,
Anda benar waktu mengatakan bahwa perbuatan kasih di mata Allah tidak semata- mata diukur berdasarkan pelaksanaan perbuatan itu, melainkan juga dengan obyek penerimanya, sehingga kalau kita mengasihi hewan, maka perbuatan kasih tersebut tidak terhitung sebagai perbuatan kasih yang meritorious/ layak mendapatkan penghargaan surgawi. Sebab hukum kasih yang diberikan oleh Yesus kepada kita adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama; tepatnya demikian:
Maka, di sini jelas perintah Tuhan Yesus adalah untuk mengasihi Tuhan dan sesama manusia. Masalahnya di sini, anda tidak sepaham dengan Gereja Katolik dalam mengartikan kata sesama manusia. Bagi anda, sesama itu hanya manusia yang hidup, tubuh dan jiwanya, sedang bagi Gereja Katolik, sesama manusia di sini termasuk juga mereka yang walaupun tubuhnya sudah mati namun jiwanya tetap hidup. Sebab mereka ini tetap dikatakan “hidup” oleh Tuhan Yesus, seperti yang dijanjikannya dalam Yoh 3:16, Yoh 6: 48-58. Sebab Yesus berjanji, bahwa barangsiapa yang percaya kepadanya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Hidup yang kekal inipun dijanjikan kepada mereka yang menyantap Tubuh dan Darah-Nya.
Mengimani firman Tuhan ini, Gereja Katolik menyatakan bahwa umat yang mengimani Kristus, menyambut Tubuh dan Darah-Nya semasa ia hidup dan ia yang meninggal dunia dalam Kristus, sesungguhnya tetap hidup, walaupun secara jasmani sudah mati. Jika anda menolak pengertian ini, sesungguhnya anda yang tidak konsisten dalam mengartikan firman Tuhan. Sebab hidup kekal atau hidup selama- lamanya ini bermakna kehidupan tanpa akhir, yang tidak terputus oleh maut ataupun tubuh jasmani.
Demikian, semoga dapat dipahami.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai Inggrid
Anda pernah mengatakan sbb .
Padahal setiap kali saya berdoa bagi jiwa dari saudara-i yang saya kasihi, pengharapan saya adalah memohon kepada Tuhan bahwa atas kemurahhan Nya kiranya segala penderitaan yang pernah dialami jiwa2 tsb semasa mereka hidup, pengorbannya, persembahannya saya memohonkan dengan segala kerendahan hati agar dapat disatukan dengan penderitaan saya dan penderitaan Kristus sendiri. Semuanya ini demi keringanan penderitaan jiwa2 tsb, kiranya diampuni dosa2nya, dihapuskan hukuman dosa2nya, dan atas perkenan dan kerahiman Nya mereka semua dapat diperkenankan untuk menghadap Allah Bapa di surga.
Padahal banyak diantara mereka tidak beriman katolik, tentu semuanya ini saya serahkan kepada kerahiman Allah Bapa sendiri.
Yang menjadi pertanyaan saya tanpa mendahului kehendak Tuhan dan saya sendiri tidak tahu, adalah jika mereka diterima di surga, apakah ini bisa dikatakan bisa mengubah ‘keputusan’ Tuhan.
Demikian, mohon pencerahannya
Salam Damai, DGT
Shalom DGT,
Memang yang dapat memperoleh manfaat dari doa-doa kita pada saat kita mendoakan orang- orang yang sudah meninggal adalah jiwa- jiwa yang ada di dalam Api Penyucian, sehingga mereka dapat dikuatkan dalam masa pemurnian tersebut, dan selekasnya dapat menghadap Allah di surga. Jiwa- jiwa yang langsung masuk surga, sesungguhnya tidak memerlukan doa- doa kita lagi; dan sebaliknya jiwa- jiwa yang masuk neraka juga tidak dapat didoakan untuk masuk surga.
Masalahnya, memang kita tidak dapat mengetahui dengan pasti, bahwa orang yang kita doakan tersebut termasuk golongan yang mana. Jika orang yang meninggal tersebut pernah dibaptis Katolik, dan meninggal dalam keadaan rahmat, maka kita mempunyai pengharapan yang besar, setidak- tidaknya jiwanya menuju surga, walaupun mungkin harus melalui masa pemurnian di Api Penyucian. Demikian pula kita tetap dapat mendoakan jiwa- jiwa yang semasa hidupnya bukan Katolik, yang hidup tulus menurut tuntunan hati nurani mereka dalam mencari Tuhan. Sebab jika ini dipandang oleh Tuhan sebagai “invincible ignorance” (ketidaktahuan yang tidak dapat dihindari) sehingga mereka tidak sampai mengenal Tuhan dan Gereja-Nya, maka mereka masih mempunyai kemungkinan untuk diselamatkan, karena mereka sebenarnya dapat mempunyai apa yang disebut baptism of desire/ baptis rindu. Orang- orang yang termasuk dalam golongan ini, setelah meninggal dapat menuju surga setelah dimurnikan dalam Api Penyucian. Selanjutnya tentang invincible ignorance ini telah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan tentang baptis rindu, silakan klik di sini.
Maka di sini sebenarnya bukan kita mengubah keputusan Tuhan, tetapi kita turut bekerja sama dengan Tuhan dalam hal keselamatan jiwa- jiwa yang kita doakan. Tuhan yang Maha Tahu telah mengetahui segala sesuatunya dari awal mula tentang keputusan tiap- tiap orang apakah ia akan bekerjasama atau tidak dengan rahmat keselamatan yang ditawarkan kepadanya.
Dengan keyakinan bahwa persekutuan kita sebagai umat beriman tidak terputus oleh maut, maka kita mendoakan jiwa- jiwa sesama kita yang telah mendahului kita. Sebab doa- doa yang ditujukan bagi jiwa- jiwa yang ada di Api Penyucian, merupakan tanda kasih kita kepada sesama kita yang telah wafat, dan jika mereka telah beralih ke Surga, maka doa- doa tersebut akan berguna bagi jiwa- jiwa lainnya di Api Penyucian. Dan pada saatnya nanti jiwa- jiwa tersebut itu akan mendoakan kita jika tiba giliran kita dimurnikan di dalam Api Penyucian sebelum kita bersatu dengan Tuhan di surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
ibu inggrid, saya mohon penjelasan untuk nehemia 9 : 1
apakah ayat tersebut dapat dipakai bahwa yang dimaksud nenek moyang itu orang yang sudah meninggal.?
[dari katolisitas: Memang benar, yang disebutkan di Neh 9:2 adalah pernyataan pertobatan bangsa Israel, dengan menyebutkan dosa-dosa mereka dan juga dosa-dosa dari leluhur mereka. Ini menyadarkan bahwa bangsa Israel sering sekali gagal menjalankan perintah Tuhan, yang menyebabkan kesengsaraan bagi bangsa Israel.]
Salam untuk tim Katolisitas.
Ada pertanyaan tentang devosi “Purgatorium”. Konsep yang saya miliki tentang “api penyucian” yang saya percaya sudah sesuai dengan ajaran Dogmatik GEreja Katolik ternyata mendapatkan tentangan dari Pastor PAroki tempat dimana saya tinggal, dan statement beliau yang saya tangkap adalah ” Sebagai awam, cukuplah dengan doa-doa dasar saja. Tidak perlu berdevosi yang berkaitan dengan jiwa/arwah”. Statement ini saya pikir cukup konyol dan menimbulkan berbagai pertanyaan dalam benak saya, sbb:
1. Bukankah menurut teologi Gereja Katolik relasi orang hidup dengan orang mati tetap berkaitan, terlebih untuk mendoakan agar Allah Yang Maha Rahim berkenan menerima jiwa saudara-saudara kita (secara global, selagi dia mengimani Kristus sebagai Juru Selamat) ?
2. Devosi merupakan dukungan/ sarana kita untuk lebih beriman, apakah langkah beliau adalah tepat (mengingat beliau adalah gembala diosesan)?
3. Apakah selama masa formatio, para frater tidak mendapatkan ajaran purgatorium secara lengkap?
Terima kasih atas kesempatan ini, semoga tim dapat menjernihkan pemikiran saya yang mungkin keliru dan kembali dapat menghargai para imam sebagai ‘impersona Christi’. Dominus Vobis Cum
Shalom Putra,
Terima kasih atas pertanyannya. Dalam berdiskusi dengan pastor anda dan semua orang, maka harus dilakukan dengan hormat dan lemah lembut. Kalau pastor mengatakan kepada anda untuk puas dengan doa-doa dasar, maka tidak usah kecil hati. Tanyakan secara baik-baik, bagaimana kita dapat membantu jiwa-jiwa di Api Penyucian dalam doa-doa kita? Saya pikir pasti beliau tahu tentang dokrin tentang Api Penyucian, karena di seminari pasti diajarkan tentang doktrin ini. Bahkan setiap perayaan Misa Kudus, kita bersama-sama mendoakan jiwa-jiwa yang malang di Api Penyucian. Oleh karena itu, adalah baik, kalau dalam doa harian, kita juga mendoakan jiwa-jiwa di Api Penyucian. Pengajaran tentang hal ini dapat dilihat di sini (silakan klik) dan juga diskusi tentang persatuan para kudus (silakan klik). Dengan demikian devosi untuk mendoakan jiwa-jiwa yang ada di Api Penyucian adalah baik. Yang terpenting adalah semua devosi harus mengarahkan kita kepada Yesus dan juga kepada Sakramen Ekaristi.
Perbedaan pendapat dengan pastor tidak boleh membuat kita untuk tidak menghargai imam, karena imam memang mewakili Kristus, terutama terlihat secara jelas dalam Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat. Kita justru harus mendukung imam tersebut. Dalam beberapa kesempatan, ajaklah imam tersebut berdiskusi dengan baik. Saya yakin imam tersebut pasti tahu akan pengajaran tentang Api Penyucian. Semoga Putra dapat berdiskusi dengan pastor tersebut secara baik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Pak Stef,
Terima kasih atas pencerahannya… Saya sudah cukup jelas dan puas utk sekarang ini…
Salam Damai,
Eddy
Shalom Ingrid,
Saya baca dari berita2 luar sana (bisa di search dgn keyword “The Pope ends state of limbo” yg memberitakan bahwa Paus kita telah menghapus doktrin tentang Limbo, yang selama ~800 tahun dipercaya adalah tempat untuk menampung sementara jiwa-jiwa (janin/bayi yg meninggal di usia kecil) sebelum ke sorga.
Pertanyaan saya, apakah doktrin limbo yg dimaksud tsb berbeda dengan api penyucian?
Salam,
Eddy
Shalom Eddy,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang Limbo. Pertama yang harus kita mengerti adalah limbo bukanlah merupakan suatu dogma yang tidak mungkin berubah. Namun, Limbo sebenarnya juga mempunyai dasar teologis yang kuat. Silakan melihat pembahasan ini (silakan klik). Dan kalau mau mengikuti diskusi tentang hal ini, silakan membaca tulisan dari International Theological Commission “The hope of salvation for infants who die without being baptized” (silakan klik). Yang perlu ditegaskan di sini, International Theological Commission dapat memberikan suatu study, namun tidak dapat memberikan suatu kepastian akan dogma. Hal ini dipertegas dengan kesimpulan ini:
102. Within the hope that the Church bears for the whole of humanity and wants to proclaim afresh to the world of today, is there a hope for the salvation of infants who die without Baptism? We have carefully re-considered this complex question, with gratitude and respect for the responses that have been given through the history of the Church, but also with an awareness that it falls to us to give a coherent response for today. Reflecting within the one tradition of faith that unites the Church through the ages, and relying utterly on the guidance of the Holy Spirit whom Jesus promised would lead his followers “into all the truth” (Jn 16:13), we have sought to read the signs of the times and to interpret them in the light of the Gospel. Our conclusion is that the many factors that we have considered above give serious theological and liturgical grounds for hope that unbaptised infants who die will be saved and enjoy the Beatific Vision. We emphasise that these are reasons for prayerful hope, rather than grounds for sure knowledge. There is much that simply has not been revealed to us (cf. Jn 16:12). We live by faith and hope in the God of mercy and love who has been revealed to us in Christ, and the Spirit moves us to pray in constant thankfulness and joy (cf. 1 Thess 5:18).
103. What has been revealed to us is that the ordinary way of salvation is by the sacrament of Baptism. None of the above considerations should be taken as qualifying the necessity of Baptism or justifying delay in administering the sacrament.[135] Rather, as we want to reaffirm in conclusion, they provide strong grounds for hope that God will save infants when we have not been able to do for them what we would have wished to do, namely, to baptize them into the faith and life of the Church.
Kesimpulan di atas, sebenarnya sama seperti yang dikatakan di dalam Katekismus Gereja Katolik:
KGK, 1261?Anak-anak yang mati tanpa Pembaptisan, hanya dapat dipercayakan Gereja kepada belas kasihan Allah, seperti yang ia lakukan dalam ritus penguburan mereka. Belas kasihan Allah yang besar yang menghendaki, agar semua orang diselamatkan (Bdk. 1 Tim 2:4.), cinta Yesus yang lemah lembut kepada anak-anak, yang mendorong-Nya untuk mengatakan: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku; jangan menghalang-halangi mereka” (Mrk 10:14), membenarkan kita untuk berharap bahwa untuk anak-anak yang mati tanpa Pembaptisan ada satu jalan keselamatan. Gereja meminta dengan sangat kepada orang-tua, agar tidak menghalang-halangi anak-anak, untuk datang kepada Kristus melalui anugerah Pembaptisan kudus.”
KGK, 1283 “Mengenai anak-anak yang mati tanpa dibaptis, liturgi Gereja menuntun kita, agar berharap kepada belas kasihan ilahi dan berdoa untuk keselamatan anak-anak ini.”
Eddy menanyakan apakah Limbo berbeda dengan Api Penyucian. Jawabannya adalah berbeda. Limbo adalah suatu tempat untuk bayi-bayi yang belum dibaptis, dimana bayi-bayi tersebut belum mendapatkan Sakramen Baptis, sehingga belum menerima rahmat pengudusan (sanctifying grace), namun pada saat yang bersamaan bayi-bayi tidak mempunyai dosa apapun. Oleh karena itu, bayi-bayi tersebut tidak dapat masuk Sorga – karena masih mempunyai dosa asal -, namun bayi-bayi tersebut tidak dapat masuk ke neraka – karena tidak mempunyai dosa apapun. Oleh karena itu, para teolog di masa awal memberikan suatu tempat bagi bayi-bayi tersebut, yang dinamakan limbo. Sedangkan Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian. Orang-orang yang berada di Api Penyucian pasti akan masuk Sorga.
Semoga keterangan ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Bu,
Sekarang saya ingin tanya kenapa protestan seperti membuang/tidak mengakui kitab-kitab yang terdapat di deuterokanonika?
Thx
Shalom Leon,
Untuk diskusi tentang deuterokanonika, silakan melihat artikel di sini (silakan klik). Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Bu Ingrid, Pak Stef, dan staff katolisitas.org lainnya
Waktu itu ada seorang protestan yang saya dengar statementnya kalau kita tidak usah berdoa untuk jiwa-jiwa yang sudah meninggal, karena itu menjadi urusan Tuhan sendiri jadi maksudnya doa kita tidak akan berguna bagi mereka, sebab kita tidak berurusan dengan yang berada di dunia sana..Tuhanlah yang mengkehendaki, jadi doa kt tak mempengaruhi. Bagaimana menurut Bu ingrid dan Pak Stef sendiri tentang statement ini??
Thx.. Leon
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.