Pertanyaan:
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Setelah mempelajari tulisan anda diatas dan membandingkan dengan ayat2 yang tertulis didalam Injil Matius 25 (khususnya perumpamaan tentang Domba dan Kambing) .
Matius 25 : 34 (Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, TERIMALAH KERAJAAN YANG TELAH DISEDIAKAN BAGIMU SEJAK DUNIA DIJADIKAN).
Ayat 35 sampai ayat 45 menceriterakan bahwa baik Domba maupun Kambing tidak merasa berbuat / melakukan seperti apa yang dikatakan oleh Gembala tersebut, namun yang diterima sangat berbeda
Matius 25 : 46 (Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal)
Maka saya berkesimpulan bahwa keselamatan itu adalah ANUGERAH dari Allah.
Bagaimana tanggapan anda
Terima kasih
Mac
Jawaban:
Shalom Machmud,
1. Ya, benar, memang keselamatan adalah anugerah Allah. Tepatnya Rasul Paulus mengatakan, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah” (Ef 2:8). Jadi keselamatan bukan diperoleh karena hasil melakukan hukum sunat, tetapi oleh Roh Kudus, seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus, “Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.” (Gal 5:6)
Maka, kita melihat bahwa keselamatan diperoleh karena kasih karunia Allah melalui iman yang bekerja oleh kasih.
2. Jika kita membaca kisah Penghakiman Terakhir pada Mat 25:31-46, kita mengetahui bahwa memang keselamatan diberikan karena anugerah/ karunia Allah, namun ini tak bisa dipisahkan dari perbuatan kasih yang dilakukan oleh setiap orang. Sebab, yang tidak disadari oleh orang-orang itu adalah bahwa apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) terhadap saudara yang terkecil/ terhina itu mereka lakukan terhadap Kristus Tuhan. Kristus dapat mengidentifikasikan diriNya di dalam mereka yang menderita itu disebabkan karena Kristus telah menebus mereka dengan korban salib-Nya.
Namun semua orang itu, terutama yang melakukan perbuatan kasih, tentu sadar akan apa yang dilakukan mereka, sebab untuk melakukan sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) itu umumnya melibatkan kesadaran dan kehendak manusia.
Hal ini nyata dalam pengalaman kita sehari-hari, di mana untuk berbuat baik, itu melibatkan kehendak kita; ataupun kalau kita menolak untuk berbuat baik, itu juga melibatkan keputusan kita.
3. Memang karena pengetahuan Allah yang tak terbatas, maka sejak dari awal mula memang Tuhan telah mengetahui akan segala keputusan kita, apakah kita akan bekerja sama dengan kasih karunia-Nya atau tidak. Namun Allah tidak dari awal menjadikan kita seperti boneka wayang, yang hanya mengikuti saja apa yang ditentukan-Nya, seolah- olah sejak dari awal Tuhan menakdirkan sebagian orang untuk masuk surga dan sebagian yang lain masuk neraka. Tuhan “menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim 2:4). Jika manusia sampai masuk ke neraka, itu disebabkan bukan karena Tuhan yang secara aktif memasukkan mereka ke dalam neraka, tetapi karena orang-orang itu sendiri yang menolak untuk bekerja sama dengan rahmat Allah yang diberikan kepada mereka [dan semua orang] untuk keselamatan.
Pada perikop Mat 25 tersebut terlihat bahwa mereka yang telah bekerja-sama dengan karunia Allah itu dengan melakukan perbuatan kasih, maka Tuhan berkenan, dan menyelamatkan mereka, sedangkan mereka yang tidak bekerja sama dengan rahmat Allah itu, dengan tidak berbuat kasih kepada sesama, maka Tuhan tidak berkenan.
4. Mungkin yang paling jelas adalah pengajaran Yesus sendiri tentang bagaimana caranya memperoleh hidup kekal yaitu keselamatan. Yesus mengajarkan kepada orang muda yang kaya itu, “…jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup [yang kekal], turutilah segala perintah Allah.”(Mat 19:17) Dan ketika ditanya perintah yang mana, Yesus menjawabnya dengan perintah kasih, kepada orang tua, dan kepada sesama terutama orang-orang miskin (Mat 19: 19-21).
Maka dari sini kita mengetahui bahwa keselamatan tak semata-mata anugerah yang tidak perlu diikuti oleh perbuatan kasih, melainkan harus menjadi kesatuan: anugerah Allah yang menyebabkan seseorang dapat beriman, namun iman itu harus dinyatakan dengan kasih, dan ini tidak terpisahkan. Silakan membaca lebih lanjut penjelasan tentang iman dan kasih ini seperti yang diajarkan oleh Paus Benediktus XVI tentang Sola Fide menurut pandangan Gereja Katolik, di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Dear Katolisitas,
Ada sebuah pandangan dalam perbincangan saya dengan seorang Kristen non Katolik, bahwa keselamatan adalah murni anugerah Allah dimana peran serta dari seseorang adalah nol persen. Hal ini dapat dijelaskan seperti ini, bahwa iman yang dimiliki seseorang adalah murni pemberian dari Allah dan mengenai perbuatan baik serta kehendak bebas untuk menyatakan ‘ya’ atas keselamatan yang diberikan Allah itu juga semata-mata karena Allah ‘memampukan’ kita untuk melakukannya.
Sehingga pandangan ini mengartikan bahwa keselamatan kepada orang-orang tertentu sudah ditentukan dari awal dan adalah otoritas Allah untuk menentukan siapa yang akan diselamatkan. Dalam hal ini bahkan seseorang tidak mungkin dan tidak bisa untuk menolaknya. Diumpamakan seperti seseorang yang jatuh di tengah lautan dan sekarat, kemudian datang penyelamat untuk menolongnya. Adalah tidak mungkin orang tersebut untuk menolak keselamatan itu.
Kalau saya coba memahami pengajaran itu , sekilas memang sangat mirip dengan ajaran yang diajarkan oleh Gereja Katolik dimana keselamatan adalah anugerah Allah yang bekerja sama dengan perbuatan kasih manusia, tetapi dalam hal ini perbuatan tersebut hanya bisa dilakukan karena manusia dimampukan oleh Allah.
Bagaimana tanggapan Katolisitas tentang pandangan semacam ini, karena walaupun mirip tetapi saya merasa ada yang kurang dapat saya mengerti.
Shalom,
Agung
Shalom Agung,
Anda benar, bahwa Gereja Katolik, berdasarkan Kitab Suci mengajarkan bahwa keselamatan diperoleh karena rahmat kasih karunia Allah, oleh iman (Ef 2:8) yang bekerja oleh perbuatan kasih (lih. Gal 5:6). Dengan demikian Gereja Katolik tidak memisahkan antara rahmat Allah itu dengan iman dan perbuatan. Memang kita ketahui umumnya gereja-gereja non- Katolik tidak mengajarkan demikian, yaitu dengan mengatakan bahwa yang menyelamatkan manusia adalah hanya rahmat Allah saja, ataupun oleh iman saja (sola fide).
Yang anda tanyakan di sini adalah pernyataan apakah hanya “rahmat Allah” semata yang memungkinkan keselamatan itu, dan peran manusia itu hanya nol persen. Nah pernyataan ini menjadi problematik jika pengertiannya adalah seseorang diselamatkan tanpa peran yang harus dilakukannya sama sekali (jadi ia seperti wayang saja); nah ini keliru. Sebab walaupun benar bahwa keselamatan memang diberikan hanya karena rahmat Allah, namun rahmat Allah ini sifatnya bukan meniadakan peran manusia, tetapi melibatkan/ mengikutsertakannya.
Kami sedang dalam proses menerjemahkan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak Vatikan, yang menyatakan deklarasi bersama antara pemahaman gereja Protestan dan Gereja Katolik tentang hal keselamatan/ justifikasi ini. Kalau Anda mau membaca dokumen aslinya yang masih dalam bahasa Inggris, silakan klik di link berikut:
1. Joint Declaration on the Doctrine of Justification (by The Lutheran World Federation and the Catholic Church)- Preamble, klik di sini
2. Joint Declaration on the Doctrine of Justification (by The Lutheran World Federation and the Catholic Church)- Presentation to the Vatican 25 June 1998, silakan klik
3. Response of the Catholic Church to the Joint Declaration the Catholic Church and the Lutheran World Federation and the Catholic Church)on the Doctrine of Justification, silakan klik.
Maka benar jika dikatakan bahwa pemberian rahmat Tuhan untuk menyelamatkan kita tidak tergantung dari perbuatan manusia, tetapi keselamatan itu tidak dapat diperoleh tanpa kerjasama manusia, yang nyata dalam iman dan perbuatan kasih yang dilakukannya. Sebab tidak mungkin Tuhan yang adalah kasih merencanakan sejak awal mula untuk membinasakan sejumlah manusia ciptaan-Nya sendiri -yang diciptakan-Nya seturut gambaran-Nya. Sebab Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lih. 1 Tim 2:4) dan pandangan yang menyatakan bahwa Allah merencanakan keselamatan hanya pada sejumlah orang saja [dan menentukan sejumlah yang lain ke neraka] secara obyektif tidak sesuai dengan ayat ini.
Sedangkan bahwa walaupun kehendak Tuhan demikian, namun tidak semua orang diselamatkan, ini dikarenakan terdapat dua jenis kehendak Tuhan, dan tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri, Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Ef2:8-10).
“..pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita. Perkataan ini benar dan aku mau supaya engkau dengan yakin menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik. Itulah yang baik dan berguna bagi manusia.” (Tit3:5-8).
Melihat secara keseluruhan ayat ini, baik Efesus maupun Titus, akan di dapat kesimpulan bahwa ayat-ayat dalam bab tersebut sangat mendukung konsep keselamatan menurut Gereja Katolik, dan langsung memojokan umat yang berkonsep “pembenaran hanya oleh Iman”.
Dalam surat kepada jemaat di Efesus tersebut, St. Paulus bukan ingin membandingkan antara iman dan perbuatan, tetapi membandingkan antara Rahmat dan perbuatan. Perhatikanlah, yang dimaksud dalam ayat tersebut sebagai “bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, dan jangan memegahkan diri” itu adalah Iman itu sendiri.
St. Paulus menyatakan bahwa Iman itu tidak diperoleh dari hasil usaha manusia melainkan dari pemberian Allah. “Hasil usaha” di sana dikontraskan dengan “pemberian Allah,” bukan dengan iman. Perhatikan juga penggalannya. Tentu saja ini memang benar, bahwa Iman juga hanyalah karena Kasih Karunia Allah seperti ayat di atas, jadi kenapa kita begitu memegahkan diri dan menganggap pembenaran hanya oleh Iman, dan mengesampingkan pahala atas perbuatan baik. Ini selaras dengan perkataan-Nya “bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu”.
Iman dan Pahala perbuatan baik merupakan kasih karunia Allah, kita tidak bisa menyepelekan atau membuang salah satunya. Lihatpulalah kelanjutan ayat tersebut, baik Efesus maupun Titus, diakhiri dengan anjuran agar kita berbuat baik, karena itu yang baik dan berguna bagi manusia (10;8).
Bila memang maksud ayat ini adalah bahwa perbuatan manusia itu sia-sia dan tidak berguna bagi pembenaran, tidak mungkin St. Paulus berkata bahwa perbuatan baik adalah baik dan berguna. Jadi kesimpulannya bahwa dalam surat Efesus 2:8-10 dan Titus3:5-8, St. Paulus ingin mengatakan bahwa kita diselamatkan oleh karena kasih karunia Allah. Kita jangan memegahkan diri dengan Iman kita, karena Iman bukanlah hasil usaha kita sendiri, tetapi pemberian Allah. Tetapi sebagai orang yang beriman, kita harus berbuat baik, karena perbuatan baik adalah baik dan berguna bagi manusia.
Mengenai Yak 2:24 “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman” . Ada kesimpulan yang sangat menarik dari ayat ini.
Pertama-tama, ada satu fakta bahwa sekalipun iman yang dirujuk oleh Yakobus adalah iman yang palsu dan berbeda dengan Iman di surat Roma 3:28 (menurut Calvinis), Yakobus tetap mengingatkan bahwa pembenaran keselamatan adalah juga tetap ada (bdk pula Yak 2:20, 21, 25, 26). Yakobus TIDAK berkata: “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena iman sejati dan bukan karena iman palsu.” Tetapi beliau berkata: “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.” Maka keselamatan adalah juga karena perbuatan, dan ini sangat cocok dengan iman Katolik.
Kedua, Masalahnya jika yang dimaksud “iman” dalam surat Yakobus 2:24 adalah “iman yang palsu” atau “iman yang hanya menganggap ada Allah/iman intelek” (menurut Calvinis) maka akan berkonsekuensi bahwa keselamatan adalah karena Perbuatan dan Iman yang palsu. Kata “bukan hanya karena iman” pada surat Yakobus justru mengisyaratkan bahwa Iman sendiri adalah menyelamatkan, tetapi bukan satu-satunya syarat keselamatan. Jika Iman di sini merujuk pada “iman yang palsu,” maka Iman yang menyelamatkan adalah “iman yang palsu” dan bukannya “iman sejati.”
Menimbang permasalahan dari tafsiran semacam itu, kita sangat yakin bahwa tulisan “iman” pada surat Yakobus sama sekali tidak merujuk pada “iman yang palsu” melainkan Iman sejati karena Iman sejatilah yang menyelamatkan. Maka Yakobus 2:24 menegaskan bahwa iman sejatipun tidak menyelamatkan jika tidak disertai perbuatan yang juga menyelamatkan.
Ini adalah dilemma yang akan dihadapi oleh seorang pengikut ajaran hanya oleh iman:
1. Jika pada Yak 2:24, kata “Iman” di sana merujuk pada “Iman sejati,” maka Yakobus jelas-jelas menyatakan “Iman sejati” itu tidak cukup menyelamatkan, tetapi dibutuhkan perbuatan yang menyelamatkan.
2. Tetapi jika pada Yak 2:24, kata “Iman” di sana merujuk pada “iman palsu,” maka artinya Sola fideis menyatakan bahwa manusia diselamatkan oleh “iman yang palsu” dan perbuatan baik. Dan bukan berdasarkan Iman sejati. ini bidat!
Penafsiran ini adalah penafsiran yang relatif mudah timbul di benak Solafideis, karena mudah dipikirkan. Namun penafsiran semacam ini menimbulkan dilemma atau kejanggalan di atas. Dilemma ini juga pasti dihadapi oleh Luther, itulah sebabnya dia bermaksud membuang Kitab Yakobus dari Perjanjian Baru.
tafsiran ini mungkin agak berbeda dengan tulisan Kak Ingrid, mohon koreksinya.
salam kasih.
Shalom Thomas Veri,
Silakan membaca artikel tentang Kaitan antara Iman dan Perbuatan, di sini, silakan klik.
Berikut ini adalah tanggapan saya atas tulisan yang Anda kutip:
1. Iman ada karena pemberian kasih karunia Allah
Ya, nampaknya benar bahwa Ef 2:8-10 bukan mau mempertentangkan iman dengan perbuatan, tetapi menyampaikan bahwa iman itu sendiri ada pada diri seseorang bukan karena hasil jerih payahnya sendiri, tetapi karena pemberian Tuhan; dan oleh iman yang ada karena kasih karunia Allah ini, seseorang diselamatkan.
Demikian pula pada Tit 3:5-8, Rasul Paulus kembali menekankan bahwa keselamatan tidak diperoleh melalui perbuatan baik yang telah dilakukan (konteksnya di sini adalah perbuatan mematuhi hukum Taurat -yaitu sunat, lih. Tit. 1:10) namun karena rahmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia di dalam Kristus. Rahmat Allah ini memperbaharui dan memampukan manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, yang berguna untuk keselamatannya.
Rasul Paulus meminta Titus untuk mengingatkan jemaat, agar jangan sampai mereka seperti orang-orang yang “mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka menyangkal Dia” (Tit 1:16). Di sini Rasul Paulus mengajarkan bahwa iman atau pengakuan akan Allah saja tidak cukup, namun harus dibuktikan dengan perbuatan yang sesuai dengan iman itu sendiri.
2. Iman dan perbuatan tidak terpisahkan
Dengan demikian bukan hanya iman saja yang merupakan pemberian kasih karunia Allah, tetapi perbuatan baik yang kita lakukan sebenarnya juga hanya dapat terjadi karena kasih karunia Allah. Jadi yang merupakan pemberian Allah bukan hanya “pahala perbuatan baik” sebagaimana dituliskan di kutipan tersebut, tetapi perbuatan baik itu sendiri juga ada karena pemberian Allah. Sebagai contoh, kita diberkati, lalu kita mau memberkati/ berbagi dengan orang lain. Nah, berkat ini merupakan pemberian Allah, namun keinginan untuk berbagi juga sebenarnya merupakan pemberian Allah. Allah-lah yang menggerakkan hati kita untuk berbagi, yang kemudian kita tanggapi dengan kehendak kita sendiri, sehingga akhirnya kita berbagi berkat kepada orang lain.
3. Iman yang palsu vs iman yang sejati?
Nampaknya istilah yang dibicarakan di sini bukan iman yang ‘palsu’ vs iman yang ‘sejati’, tetapi iman yang ‘mati’ [dan karena itu tidak menyelamatkan] vs iman yang hidup [dan menyelamatkan]. Iman yang mati dan tidak menyelamatkan adalah iman yang tidak disertai oleh perbuatan; sedangkan iman hidup dan yang menyelamatkan (dan karena itu adalah iman yang sejati) adalah iman yang disertai dengan perbuatan baik. Dalam konteks iman yang sejati dan menyelamatkan inilah Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa Sola Fide itu benar, sebab memang hanya iman yang sejati (yaitu iman yang disertai perbuatan baik) itulah yang menyelamatkan kita.
Maka iman memang tidak dapat dipisahkan dari perbuatan baik yang menyatakan iman itu. Oleh karena itu, untuk memahami makna ‘iman’ dalam Yak 2:18 dan 2:24, mari kita mengacu kepada penjelasan St. Thomas Aquinas:
“Kebenaran iman melibatkan tidak saja kepercayaan di dalam hati, tetapi juga pengungkapan ke luar, yang diekspresikan tidak saja dengan pernyataan iman seseorang, tetapi juga dengan perbuatan-perbuatan yang melaluinya orang itu menunjukkan imannya.” (St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, II-II, q.124, a.5)
Jadi di sini yang ingin disampaikan adalah: iman (kepercayaan akan Allah yang ada di dalam hati) harus diungkapkan ke luar dalam perbuatan- perbuatan yang membuktikan imannya, baru dapat dikatakan bahwa iman itu hidup, dan iman yang demikian, adalah iman yang menyelamatkan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Kak Ingrid, kebanyakan orang protestan sekarang beranggapan bahwa yang menyelamatkan adalah Hanya Iman, yang memang harus ditunjukan dengan perbuatan baik, karena tanpa perbuatan, iman itu mati (atau beberapa orang protestan lebih lanjut mengatakan bahwa orang itu berarti tidak mempunyai iman),tetapi secara keseluruhan, hanya imanlah yang menyelamatkan.
tetapi saya melihat ada seorang Katolik yang menyanggah pandangan ini dengan mengatakan bahwa:
“Iman yang mati, berbeda dengan tidak mempunyai Iman. Iman yang mati, berarti orang itu sebenarnya mempunyai Iman, namun karena tidak digerakkan oleh kasih dalam perbuatan (Gal 5:6), maka pada hakekatnya iman itu adalah kosong dan mati, dan seorang yang mempunyai iman yang mati, sangat berbeda dengan orang yang tidak mempunyai iman. Oleh karena itu, Gereja mengajarkan bahwa kita dibenarkan oleh Iman dan Perbuatan. Memang untuk masuk dalam kebenaran, hanya imanlah yang berperan atas dasar karunia Allah, tetapi iman hanyalah ‘pintu masuk’ kebenaran itu melalui sebuah pembaptisan..sedangkan untuk masuk dalam Kerajaan Sorga, perbuatan baik juga merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Bagaimanapun, perbuatan kita sudah dibenarkan, dan secara logika, jika ada yang dibenarkan, pasti ada yang disalahkan (yang bisa membuat orang tersebut masuk neraka – perbuatan dosa berat), dan perbuatan inilah yang membuat nilai Iman itu ‘hidup’ atau ‘mati'”
Benarkan pendapat orang Katolik di atas, Kak?
Salam kasih
Shalom Thomas Veri,
1. Sebenarnya, kalau seorang Kristen non- Katolik mengatakan bahwa yang menyelamatkan adalah, “iman, namun memang harus ditunjukkan dengan perbuatan baik” maka sesungguhnya pandangannya ini sudah mirip dengan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Karena Gereja Katolik mengajarkan bahwa: 1) bukan hanya pernyataan iman saja yang menyelamatkan -sebab pernyataan iman ini harus dinyatakan dalam perbuatan kasih, 2) atau kalau mau dikatakan ‘hanya iman saja’, maka artinya di sini adalah yang menyelamatkan adalah hanya iman yang tidak terpisah dari perbuatan kasih (Gal 5:6). Terhadap kedua pernyataan ini, Gereja Katolik setuju, dan memang itulah yang diajarkan oleh Gereja Katolik.
Namun kalau setelah menyatakan kedua hal itu, ia mengatakan bahwa “secara keseluruhan hanya imanlah yang menyelamatkan” maka nampaknya ia perlu memperjelas pernyataannya, apakah definisi iman yang dimaksudkannya. Sebab kalau definisi iman adalah iman kepercayaan saja, maka ini tidak cukup, sebab iman itu masih harus dibuktikan dengan perbuatan baik. Namun kalau yang dimaksud adalah iman adalah kepercayaan yang dalam kesatuan dengan perbuatan baik yang membuktikannya, maka benar hanya iman macam ini yang menyelamatkan.
2. Gereja Katolik mendefinisikan iman sebagai berikut, sebagaimana disebutkan dalam Katekismus:
KGK 1814 Iman adalah kebajikan ilahi, olehnya kita percaya akan Allah dan segala sesuatu yang telah Ia sampaikan dan wahyukan kepada kita dan apa yang Gereja kudus ajukan supaya dipercayai. Karena Allah adalah kebenaran itu sendiri. Dalam iman “manusia secara bebas menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah” (DV 5). Karena itu, manusia beriman berikhtiar untuk mengenal dan melaksanakan kehendak Allah. “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rm 1:17); Iman yang hidup “bekerja oleh kasih” (Gal 5:6).
KGK 1815 Anugerah iman tinggal di dalam dia yang tidak berdosa terhadapnya (Bdk. Konsili Trente: DS 1545). Tetapi “iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak 2:26). Iman tanpa harapan dan kasih tidak sepenuhnya mempersatukan orang beriman dengan Kristus dan tidak menjadikannya anggota yang hidup dalam Tubuh-Nya.
KGK 1816 Murid Kristus harus mempertahankan iman dan harus hidup darinya, harus mengakuinya, harus memberi kesaksian dengan berani dan melanjutkannya. Semua orang harus “siap-sedia mengakui Kristus di muka orang-orang, dan mengikuti-Nya menempuh jalan salib di tengah penganiayaan, yang selalu saja menimpa Gereja ” (LG 42, Bdk. DH 14). Pengabdian dan kesaksian untuk iman sungguh perlu bagi keselamatan: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga. Tetapi barang siapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 10:32-33).
3. Dengan demikian iman menurut Gereja Katolik adalah kepercayaan akan Allah dan akan segala yang diwahyukan-Nya dan apa yang diajarkan oleh Gereja; dan iman ini harus dihidupi oleh kasih, dipertahankan, diakui, disaksikan, dan dilanjutkan, agar dapat menyelamatkan.
Dengan demikian, tergantung dari definisi yang diambil sebagai patokan, sebab jika iman diartikan sebagai kepercayaan akan Allah (lih. KGK 1814), maka memang manusia dibenarkan karena iman dan perbuatan kasih; dengan catatan: keduanya sesungguhnya tidak berdiri sendiri. Kitab Suci mengajarkan bahwa pada akhirnya kita akan diadili menurut perbuatan kita (lih. Mat 16:27, 1Pet 1:17, Rom 2:6, Mzm 62:12, Why 2:23;20:13), sehingga ini menginsyaratkan bahwa bukan hanya iman/kepercayaan akan Tuhan saja yang menyelamatkan tetapi kepercayaan ini harus dibuktikan dengan perbuatan kasih. Dengan berpegang juga kepada ayat-ayat yang menyatakan bahwa kita diselamatkan oleh iman (lih. Ef 2:8, Gal 3:24), maka Gereja Katolik mengajarkan bahwa keduanya, yaitu baik iman kepercayaan maupun perbuatan, diperlukan untuk keselamatan. Atau, keduanya (iman dan perbuatan) merupakan satu kesatuan, dan oleh kesatuan antara iman dan perbuatan inilah, manusia diselamatkan.
Nah, sesungguhnya dengan mengakui adanya kesatuan antara iman dan perbuatan sebagai syarat keselamatan, maka keselamatan itu sendiri diperoleh melalui suatu proses, artinya harus diperjuangkan setiap hari sepanjang hidup kita, karena walaupun hal kepercayaan mungkin dapat dilakukan sekali (sekali sudah percaya tetap percaya), namun hal mengasihi itu harus diperbaharui setiap kali sebab orang jatuh bangun dalam hal mengasihi. Kita dapat berubah, hari ini mengasihi, namun besok tidak atau kurang mengasihi. Dengan demikian Gereja Katolik mengajarkan, sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus, bahwa keselamatan ini harus dikerjakan terus menerus (lih. Flp 2:12), artinya merupakan proses yang harus diusahakan, dan bukan suatu keadaan yang otomatis pasti diberikan asal sudah percaya. Maka hal perbuatan kita dibenarkan atau tidak itu belum bisa dikonfirmasikan sekarang, tetapi nanti di akhir hidup kita, dan karena itu, masih harus diperjuangkan setiap hari sepanjang hidup, agar perbuatan kita sesuai dengan panggilan iman kita. Perbuatan kasih inilah yang menentukan apakah iman kepercayaan itu hidup atau mati (lih. Yak 2:24,26); dan hanya oleh iman yang disertai perbuatan kasih inilah, seseorang diselamatkan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
terima kasih kak.
iya, saya juga beranggapan begitu. tapi mereka tetap teguh dengan pendirian bahwa GKR (sebutan mereka) tidak ‘menghargai’ karunia Allah, karena manusia masih diharuskan untuk berbuat sesuatu, jadi mereka anggap tidak 100% murni karena Allah. mereka berkata sebenarnya Protestan-pun semenjak masa reformasi (revolusi) sangat mementingkan kasih dalam perbuatan, bahkan calvin pernah berkata “it is therefore faith alone which justifies, and yet faith which justifies is not alone” (Antidote to the Canons of the Caouncil of Trent).
ketika saya mengatakan ajaran itu hampir mirip, mereka langsung menolak itu dengan teori Imputasi atau pernyataan Forensik, bahwa hanya melalui iman, Allah telah “menyatakan atau mendeglarasikan orang sebagai yang benar”, mereka kemudian merujuk pada bahasa Yunani “Dikaioo”, yang banyak digunakan dalam Perjanjian Baru, khususnya surat kepada jemaat di Roma. ketika saya membawa Yak 2, mereka langsung mengemukakan 3-4 teori untuk menyatukan doktrin mereka “hanya iman” dengan ajaran Kitab Suci “bukan hanya iman”, yang akhirnya pada kesimpulannya, mereka mengatakan bahwa St. Paulus dan St. Yakobus sedang membicarakan hal yang berbeda, hanya St. Paulus-lah yang membicarakan pembenaran untuk keselamatan, sedangkan St. Yakobus sedang membicarakan orang-orang yang sudah dibenarkan (diselamatkan), agar menunjukan Perbuatan baik (ayat 18). dan yang jelas, mereka mengajarkan bahwa pembenaran hanyalah sekali, dan bukan merupakan suatu proses.
saya mencoba menjawab itu hanya dengan berkata “justru Gereja sangat memperhitungkan kasih karunia Allah. bahkan Gereja mengajarkan Kasih Karunia Allah itu begitu besar, dan saking besarnya, bisa merubah dari dalam dan menguatkan manusia untuk melakukan perbuatan. dan kalian menganggap St. Paulus dan St. Yakubus berbeda, karena kalian memasukan kata “hanya” di surat roma, sedangkan Yak “bukan hanya”, bagi kami, karena tidak membuat teori baru, dengan mudah akan melihat ke-dua rasul itu justru saling melengkapi. dan pembenaran manusia itu suatu proses, buktinya Abraham dibenarkan berkali2 (Roma dan Yak)”
benarkah jawaban saya kak?
kami dihadapkan pada buku setebal 350 halaman lebih berjudul “saved by grace” karya A. Hoekema (profesor dr calvin seminary, US). buku ini banyak juga menuliskan tentang Konsili Trente dan ajaran Gereja lainnya. jadi kami kesulitan untuk menanggapi, karena referensi Gereja yang di jual di toko bukupun tidak membahas untuk tulisan seperti itu.
oya Kak, apa buku “Not by Faith Alone” karya Robert Sungenis itu bagus? bukunya hanya ada di amazon, jadi minta pendapat Kak Ingrid dulu sebelum saya membelinya. kami butuh penjelasan tentang ajaran Gereja yang kaya…ajaran seperti initial, infusion justification, dll kami sangat butuh penjelasan lebih :)
salam kasih
Shalom Thomas,
Jawaban Anda sudah benar, namun kalau masih ditolak, ya kita tidak dapat memaksakannya. Dengan seseorang berpegang kepada “faith alone/ iman saja” itu memang mengharuskan mereka menghubungkan ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci yang menyatakan pentingnya perbuatan baik/ kasih dengan kondisi-kondisi tertentu yang merupakan interpretasi mereka sendiri. Sikap ini sesungguhnya malah memper-rumit penjelasan mereka sendiri, sebab kita semua tahu bahwa bukan hanya surat Yakobus yang menekankan pentingnya perbuatan sebagai bukti dari iman, dan bahwa perbuatan-perbuatan tersebutlah (yang didasari oleh iman) yang menyelamatkan. Kristus sendiri mengajarkan demikian (lih. Mat 16:27); Rasul Petrus yang sama (lih. 1 Pet 1:17), Rasul Paulus juga (Rom 2:6, Rom 4), Rasul Yohanes pun demikian (lih. Why 2:23, 20:13, 22:12); dan hal ini juga sudah diajarkan sejak zaman Perjanjian Lama (lih. Ams 24:12, 29; Mzm 62:12; Yes 3:11).
Mungkin ada baiknya, Anda membaca pernyataan bersama tentang justifikasi antara yang sekarang diyakini oleh gereja Lutheran sebagaimana pernah disampaikan di jawaban terhadap komentar ini, silakan klik. Mohon maaf kami di Katolisitas belum dapat menerjemahkannya. Mungkin di waktu mendatang dapat kami usahakan. Namun dari pernyataan tersebut setidaknya dapat diketahui apa sebetulnya yang sama-sama diyakini oleh Gereja Katolik dan kaum Lutheran, dan kemungkinan posisi Lutheran sebagaimana tertera dalam deklarasi tersebut dapat pula mewakili pandangan Calvinist.
Mengenai buku Not By Faith Alone karangan Bob Sungenis: Menurut hemat saya, buku tersebut sangat baik, sebab di sana disampaikan bukti-bukti Alkitabiah tentang ajaran Katolik mengenai Justification. Selain dilengkapi dengan Nihil Obstat dan Imprimatur, buku tersebut juga direkomendasikan oleh Uskup Lincoln, Bishop Fabian W. Bruskewitz, dan banyak Apologist Katolik, seperti Fr. Peter M.J Stravinskas, Ronald K Tecelli, SJ, Karl Keating, Patrick Madrid, Scott Hahn, Steve Ray, dst. Maka walaupun buku itu cukup tebal, hampir 800 halaman, namun sangat baik untuk dibaca.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
syalom katolisitas,,
saya mau tanya, jika keselamatan adalah anugerah…. namun saya tidak percaya (iman) terhadap anugerah keselamatan tersebut, apakah saya masih bisa selamat?
terimakasih.
Shalom Xellz,
Keselamatan memang anugerah, namun mensyaratkan iman, karena tanpa iman tidak ada seorangpun yang berkenan di hadapan Allah (lih. Heb 11:6). Iman adalah anugerah sekaligus juga merupakan jawaban dari kita akan tawaran keselamatan Allah. Silakan melihat artikel ini – silakan klik. Namun, keselamatan juga menuntut manusia untuk dapat terus bekerjasama dengan rahmat Allah setiap hari sampai akhir hidup. Dengan demikian, kita melihat keselamatan adalah suatu proses.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shallom semua,,
Saya waktu itu di ajarin (sama Non-Katolik). Kalau Tuhan yang memilih kita untuk diselamatkan. Kalau saya cari ayat ny memang ada di Alkitab yaitu Yoh 15:16.
Pertanyaan saya.
1.Jadi keselamatan tidak untuk semua orang?
2.Tau drmn kita dipilih Oleh Allah untuk diselamatkan?
3.Kok kesan nya, tidak adil ya (maaf Tuhan). Saya membayangkan kalau saya tidak dipilih, bagaimana saya bisa selamat. lalu teman2 saya yg Non Kristen bagaimana? padahal mereka orang2 yg baik. pertanyaan ini bner2 buat saya bergumul bgt.
Terima kasih
Tuhan Berkati
[dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]
Shalom ibu inggrid..
ibu saya mau tanya ,,
sebenarnya dalam katolik ada berapa macamaliran katolik ?
bagaimana dengan aliran karismatik seperti yang ada dilembah karmel ?
apakah diakui pula di gereja katolik roma ?
karena saya masih bingung mengenai hal itu .
apakah seperti penyembuhan luka batin , adorasi ,pencurahan roh kudus itu merupakan hal yang benar atau salah ?
dan ada semacam Komunitas Tritunggal Mahakudus ( KTM) apakah komunitas semacam itu di ijinkan oleh gereja katolik ?
karena jujur , saat pertama kali saya mengikuti ret2 remaja di sana , saya merasakan model ibadah yang sangat berbeda dengan yang saya biasa lakukan di gereja katolik .
mulai dari penataan gereja (biasanya kursi yang menyatu dengan tempat sujud, namun disana justru semacam dingklik ) , lalu lagu pujianpun sama sekali tidak mengambil dari puji syukur mereka pun melakukan nyanyian dengan bersorak2 bertepuk tangan bahkan meloncat2 dan menangis ( sangat berbeda dengan katolik yang saya percaya selama ini ) , adapula misa penyembuhan luka batin dan penyakit oleh seorang romo , selain itu juga ada misapencurahan roh kudus dimana suster atau frater disana dapat berkata2 dengan bahasa yang saya tidakmengerti namun setelah dicurahkan kepada tiap2 anak , banyakpula yang mendapat bahasa roh itu .
saya merasa aneh ,dan hal tersebut seakan2 menarik saya untuk ingin lebih tau mengenai karmel , apakah itu hal yang benar ? ataukah saya berada dalam posisi yang salah karena mempercayai itu ?
sekian pertanyaan saya, saya sangat berharap ibu dapat menjelaskannya agar saya tidakpenasaran lagi ,dan paham . terima kasih banyakya ibu .. :)
Shalom Maria,
Gerakan Karismatik diakui oleh Vatikan sebagai ‘ecclesial movement‘, seperti halnya Marriage Encounter dan Legio Mariae. Jadi karismatik itu istilahnya adalah gerakan dalam Gereja Katolik (bukan aliran yang berkonotasi negatif).
Maka tidak ada yang salah dalam pengajaran tentang penyembuhan luka batin, adorasi dan pencurahan Roh Kudus yang umum dilakukan dalam persekutuan doa Karismatik. Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) merupakan salah satu komunitas gerakan Karismatik, seperti halnya komunitas Marriage Encounter, jadi itu diijinkan oleh Gereja Katolik.
Bahwa ada perbedaan dalam cara berdoa, itu memang mungkin ya, tetapi yang diajarkan tetap sama, yaitu spiritualitas Allah Tritunggal Mahakudus yang berpusat pada Kristus. Lalu tentang hal digunakannya dingklik dan bukannya tempat berlutut, saya pikir kemungkinan hanya untuk alasan kepraktisan saja, agar gedung gereja dapat menampung lebih banyak orang, mengingat bangunan gereja terletak di kompleks rumah retret.
Maka cara berdoa, cara bernyanyi, merupakan cara saja, yang tidak mengubah isi yang hendak disampaikan. Hal bahasa roh sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Sedangkan diskusi tentang gerakan Karismatik, klik di sini
Silakan anda membaca terlebih dahulu link- link di atas. Jadi jangan kuatir, sepanjang anda setia berpegang pada pengajaran Gereja Katolik, yang berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci dan Magisterium, maka anda dapat mengikuti gerakan karismatik, ataupun gerakan- gerakan lainnnya yang termasuk dalam ecclesial movement.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom mbak Ingrid,
Saya tidak dapat menemukan tempat yang lebih sesuai dengan masalah yang akan saya tanyakan kali ini selain bagian ini. Juga belum saya temukan jawaban atau ulasan masalah yang saya ingin tanyakan berikut ini di bagian-bagian lain. Sepertinya bagian ini yang paling cocok.
Dalam diskusi kelompok “Terang dan Garam Dunia” tadi siang di Malang kami mendiskusikan Yoh 6:, khususnya ayat 65: “…… Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya”. Bagaimana pemahaman bagian ayat ini semestinya? Tidakkah itu dapat berarti bahwa yang datang kepada (dan kemudain menjadi pengikut) Yesus adalah mereka yang memperoleh karunia Bapa (saja), yang tidak menerima karunia itu tidak dapat menjadi pengikutNYA?. Bukankah itu dapat berarti bahwa mereka yang tidak beroleh karunia Bapa tidak akan dapat datang kepadaNYA, dan dengan demikian tidak akan dapat diselamatkan? Bukankah itu dapat berarti bahwa orang tidak terpanggil dan dipilhNYA kalau tidak dipanggil dan dipilihNYA? Bagaimana seharusnya pemahaman ayat itu?
Terima kasih atas pencerahannya.
Salam,
Soenardi Djiwandono
Shalom Pak Soenardi,
1. Tentang makna ayat Yoh 6:65
Pertama- tama yang harus dipahami dari ayat Yoh 6:65 adalah bahwa jika seseorang datang kepada Kristus itu disebabkan karena karunia Allah, bukan semata karena usahanya sendiri. Jadi ayat tersebut bukan untuk diartikan bahwa ‘jadi kalau begitu ada orang yang tidak diberikan karunia oleh Allah untuk datang kepada-Nya’. Sebab Sabda Tuhan, juga mengatakan bahwa Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4)
Jadi adalah menjadi keinginan Allah agar semua orang dapat diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran, yang memerdekakan manusia (lih. Yoh 8:32), dan Kebenaran ini-lah yang menuntun manusia kepada Bapa di Sorga (lih. Yoh 14:6). Maka keselamatan ini adalah suatu rahmat dari Tuhan, yang sebenarnya diberikan kepada semua orang, yang harus ditanggapi oleh manusia itu sendiri, yaitu dengan bekerjasama dengan rahmat itu. Dengan demikian, di sini ada peran kehendak bebas manusia juga. Namun, karena kehendak bebas manusia yang tidak sempurna, manusia dapat bertindak sebaliknya, yaitu menolak kasih Allah. Dengan demikian, ada sebagian dari manusia yang oleh kehendaknya sendiri menolak rahmat keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus, sehingga ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam neraka.
Maka, yang menjadi rumit dan menjadi suatu misteri adalah bagaimana rahmat Allah dan kehendak bebas manusia bekerja bersama-sama untuk menuntun seseorang kepada keselamatan. Setiap orang tidak akan pernah tahu secara persis bahwa dirinya pasti akan masuk Sorga, karena keterbatasannya tidak dapat mengetahui secara persis apakah ia akan selalu bekerja sama dengan rahmat Allah itu sampai akhir hidupnya. [Tentu kita dapat mempunyai pengharapan yang besar akan keselamatan itu, jika kita taat dan setia dalam menjalankan iman kita]. Namun, Allah yang maha tahu, telah mengetahui sejak awal mula, apakah setiap kita nantinya akan masuk Sorga atau neraka, karena tidak ada sesuatupun yang tidak diketahui oleh-Nya. Di satu sisi, Allah memberikan rahmat yang cukup sehingga manusia mempunyai kesempatan untuk masuk Sorga. Namun, di sisi lain, Tuhan memberikan rahmat-Nya tanpa melanggar kehendak bebas manusia. Jadi, rahmat bekerja dengan caranya sendiri dan kehendak bebas manusia bekerja dengan caranya sendiri, namun keduanya bekerjasama untuk membawa manusia kepada keselamatan. Keduanya adalah seumpama engsel, di mana kehormatan manusia ditopang oleh kehendak bebas dan keselamatan manusia ditopang oleh rahmat Allah. Dengan rahmat Allah, maka keinginan bebas manusia disembuhkan, sehingga orang yang dibenarkan oleh Allah secara bebas mengasihi kebenaran, yang pada akhirnya membawa orang tersebut kepada keselamatan. (Lih. St. Augustine, On the Spirit and the Letter,30; XXX,52; seperti dikutip oleh Agustino Trape, St. Augustine: Man, Pastor, Mystic, p. 208.). Dan pada akhirnya, St. Agustinus mengatakan “He [God] who created you without you does not justify you without you.” (St. Augustine, Serm. 169,2,10.)
2. Maka ayat Yoh 6:56 tersebut maupun ayat- ayat lainnya yang serupa misalnya Ef 1:4-6, adalah untuk diartikan bahwa Allah memberikan kasih karunia dari semula kepada kita manusia agar manusia dapat diselamatkan; dan karena Ia Maha Tahu maka sejak dari semula Ia sudah mengetahui bahwa ada sebagian dari manusia yang akan bekerjasama dengan rahmat-Nya; dan ada pula yang menolaknya. Selanjutnya ajaran tentang kehendak Tuhan ini (bukan takdir atau nasib) tentang keselamatan manusia sudah pernah dibahas di sini, silakan klik
Semoga ulasan di atas dapat berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Bu Inggrid,
Saya tertarik akan pengajaran di lembah Karmel yg dipimpin oleh Romo Yohanes tentang :
– Penyembuhan luka batin
– Pelepasan kutuk dari keturunan/pohn keluarga
– Pencurahan Roh Kudus
– Merenungkan firman Tuhan
yang saya tanyakan : apakah itu memang penagjaran dari Gereja Katolik atau bukan , kalau iya saya ingin tahu penjelasan yang gamblang & lugas dari ibu mengenai pengajaran tsb ,
(krn saya percaya hidup kita sebenarnya senang atau tidak ditentukan oleh masa lalu pendahulu kita , misalnya sifat pemarah seringkali dipengaruhi oleh roh2 jahat yg pernah ada dalm hidup orangtua/leluhur kita , atau penglihatan ttg roh2 halus oleh seseorg krn ilmu yg diturunkan oleh leluhur kita, anak yang sebenarnya tertolak sjak dalam kandungan mengakibatkan hidupnya kurang kasih, dll )
Sehingga kalau kita menegrti dan bisa melepaskan semuanya itu , kita bisa mengalami sukacita & damai sejahtera dari Tuhan Yesus Kristus.
Shalom Budi Yoga,
1. Tentang pengajaran/ retret penyembuhan Luka Batin, ya, itu dapat dilakukan, karena sesuai dengan ajaran Kitab Suci dan Gereja Katolik. Kita percaya bahwa Kristus adalah Tabib di atas segala tabib, dan Ia mampu menyembuhkan segala penyakit, baik jasmani maupun rohani, termasuk luka-luka batin, akibat pengalaman kita di masa lalu, ataupun saat ini.
2. Tentang kutuk keturunan dan retret pohon keluarga, sudah pernah dijawab oleh Stef dengan cukup jelas di sini, silakan klik. Surat Vikep KAJ tentang Pembaharuan Karismatik tertanggal 27 Agustus 2003 telah dengan jelas mengatakan alasannya mengapa PKK- KAJ tidak mendukung retret pohon keluarga tersebut. Silakan membaca isi surat itu yang juga dilampirkan pada link di atas, setelah jawaban Stef. Maka mungkin saja retret yang anda ikuti di Lembah Karmel diadakan sebelum surat itu dikeluarkan dan disosialisasikan.
3. Pencurahan Roh Kudus, yang diadakan di akhir Seminar Hidup Baru dalam Roh Kudus, itu diperbolehkan, namun istilahnya memang “Pencurahan Roh Kudus” dan bukan “Baptisan Roh Kudus”. Karena Kitab Suci mengajarkan bahwa kita sudah menerima Roh Kudus pada saat kita dibaptis, yaitu pada saat kita lahir baru di dalam air dan Roh Kudus (lih. Yoh 3:5). Selanjutnya melalui Sakramen Penguatan, ikatan kita dengan Kristus dan Gereja-Nya dikuatkan, dan dengan demikian kita sungguh sudah menerima meterai rohani sebagai milik Kristus. Katekismus mengajarkan,
KGK 1215 Sakramen ini [Pembaptisan] juga dinamakan “permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Tit 3:5), karena menandakan dan melaksanakan kelahiran dari air dan dari Roh, yang dibutuhkan setiap orang untuk “dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yoh 3:5).
KGK 1285 …..Berkat Sakramen Penguatan mereka [umat beriman] terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa; dengan demikian mereka semakin diwajibkan untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati, dengan perkataan maupun perbuatan” (Lumen Gentium 11)
Namun demikian, kita masih tetap dapat menerima pencurahan Roh Kudus, seperti halnya setiap kali kita menerima curahan Roh Kudus pada hari raya Paskah dan Pentakosta. Maka hal inilah yang terjadi pada saat pencurahan Roh Kudus dalam SHBDR tersebut.
4. Merenungkan firman Tuhan adalah sesuatu yang sungguh baik sekali dan berguna bagi pertumbuhan rohani kita. Magisterium Gereja Katolik melalui Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, Dei verbum 25 mengatakan,
Maka di sini jelas bahwa Gereja Katolik menganjurkan bahkan dikatakan “mendesak” agar umat sering membaca Kitab Suci dan merenungkannya. Pembacaan Kitab Suci ini harus disertai doa, agar Roh Kudus sendiri memimpin umat untuk memahami maknanya. Cara yang dianjurkan oleh Gereja Katolik untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci adalah Lectio Divina, yang sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.
Perlu pula diketahui Gereja Katolik menganjurkan umat untuk mempelajari Kitab Suci dalam kesatuan dengan Tradisi Suci, yaitu pengajaran para Bapa Gereja, agar memperoleh pengertian yang benar dan menyeluruh tentang makna yang ingin disampaikan Allah dalam Kitab Suci tersebut. Sebab dengan kita mempelajari ajaran para Bapa Gereja itu, kita dapat membaca Kitab Suci dalam kesatuan dengan ayat-ayat yang lain dalam Kitab Suci, dan dapat membacanya dengan Roh yang sama dengan pada saat kitab tersebut dituliskan. Konsili Vatikan II mengajarkan:
Dengan demikian, kita ketahui bahwa sebagai umat Katolik, kita harus membaca Kitab Suci dan merenungkannya. Kita juga harus dengan rendah hati mempelajari ajaran para Bapa Gereja yang termuat dalam Tradisi Suci, karena baik Kitab Suci dan Tradisi Suci merupakan Wahyu Ilahi, sehingga keduanya, baik Kitab Suci dan Tradisi Suci, harus kita hormati dengan derajat yang sama (lih. KGK 82). Janganlah lupa, bahwa kita menerima Kitab Suci dari Tradisi Suci atau Tradisi Sucilah yang melahirkan Kitab Suci, maka jika kita menerima otoritas Kitab Suci, sudah selayaknya kita menerima otoritas yang melahirkannya, yaitu Tradisi Suci, melalui Magisterium (Wewenang mengajar) Gereja Katolik. Jika anda tertarik untuk mempelajari sejarah terbentuknya Kitab Suci, silakan anda membaca di sini, silakan klik. Atau, jika anda ingin mengetahui mengapa “Sola Scriptura”/ Kitab Suci tidak cukup, dan bahkan tidak Alkitabiah, silakan klik di sini.
Demikian yang dapat saya tuliskan untuk pertanyaan anda. Jika anda masih mempunyai pertanyaan, silakan bertanya lagi, di bawah artikel dengan topik yang ingin anda tanyakan. Namun tentu kami menganjurkan agar anda membaca artikelnya terlebih dahulu, karena siapa tahu sudah menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
saya mau tanya,,,
klo keslamatan itu anugrah,,,
bagaimana dengan orang yang bukan katolik maksudnya kristen protestan….
apa mereka berhak juga dapat keselamatan?
trimakasih
Shalom Laura,
Justru karena keselamatan adalah anugerah Allah, maka kita tidak dapat mengatakan dari pihak kita bahwa seseorang ‘berhak’ atas anugerah itu. Anugerah itu adalah pemberian, sehingga sifatnya tergantung dari yang memberi, yaitu Allah sendiri. Dalam hal keselamatan, Allah mengajarkan kepada kita demikian:
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah” (Ef 2:8). Jadi keselamatan bukan diperoleh karena hasil melakukan hukum sunat, tetapi oleh Roh Kudus, seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus, “Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.” (Gal 5:6)
Maka, kita melihat bahwa keselamatan diperoleh karena kasih karunia Allah melalui iman yang bekerja oleh kasih.
Maka di sini tepat apa yang diajarkan oleh St. Agustinus, “He [God] who created you without you does not justify you without you…” terjemahannya: (Ia (Tuhan) yang menciptakan kamu tanpa kamu, tidak membenarkan kamu tanpa kamu. Artinya agar kita dapat dibenarkan dan diselamatkan oleh Tuhan, kita harus bekerjasama dengan anugerah Allah tersebut, yaitu dengan beriman kepada-Nya dan berbuat kasih.
Jadi ini berlaku kepada semua umat manusia, baik yang Katolik dan non- Katolik. Sudahkah setiap orang bekerjasama dengan rahmat yang Tuhan sudah berikan kepadanya. Memang hal ini secara persisnya hanya Tuhan yang tahu, sehingga Gereja Katolik memang hanya mengajarkan prinsip dasarnya mengenai keselamatan ini, dan menyerahkan keputusan akhirnya hanya kepada tangan Tuhan. Mengenai prinsip dasar ini bisa dibaca di dalam banyak dokumen pengajaran Gereja Katolik, misalnya Dominus Iesus, silakan klik, yang ulasannya pernah saya tulis di sini, silakan klik. Atau secara spesifik, misalnya di tanya jawab ini, Apakah yang masuk surga hanya orang Katolik, dan lainnya masuk neraka?, silakan klik.
Semoga kita dapat semakin menyadari bahwa justru karena keselamatan adalah anugerah Tuhan, maka kita terdorong untuk selalu bekerjasama dengan rahmat itu, dengan mencari kehendak-Nya di atas pemahaman kita sendiri, dan melaksanakan apa yang menjadi kehendak-Nya sebagai bukti iman kita kepada-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Perihal keselamatan,
Saya ada 1 pengalaman pribadi yang tak terlupakan oleh saya seumur hidup.
Semasa smp, seperti umumnya anak-anak.. saya dan beberapa teman saya berkumpul dan bermain bersama, suatu ketika mereka yang awalnya semua temen baik saya di sekolah memusuhi saya, entah atas dasar alasan apa, yang pasti saya benar-benar tidak tau alasan tersebut hingga sekarang..
Hampir seluruh kelas smp yang setingkat termasuk kakak kelas saya memusuhi saya, hingga saya merasa kesendirian, untuk teman ngobrol pun tidak ada, bahkan rasa nyaman untuk bersekolah pun nyaris tidak ada. Tetapi Tuhan tidak diam, Tuhan memberikan saya teman yang tulus sebanyak 5 orang.. 5 orang tersebut hingga kini menjadi kenangan terindah saya.
Berjalan waktu, SMA pindah sekolah, kuliah… kenangan permusuhan tersebut tetap menghantui saya, dan saya setiap saat berusaha untuk melupakannya..
Saya sering ber-novena di paroki toasebio, semua novena dari ke 1 hingga ke 8 sudah saya ikuti dengan mulus.. Pada saat novena yang ke 9, saya pulang kuliah dari kampus dengan terburu-buru, dengan maksud agar novena yg ke 9 menjadi complete.
Di tengah jalan, saya melihat teman smp saya yang pernah memusuhi saya sedang mengalami kecelakaan. kecelakaan tersebut termasuk parah karena jempol-nya nyaris putus, dan dia nyaris jadi korban amuk massa.. Entah kenapa, tiba-tiba saya diberikan 2 opsi.. opsi yang ke 1) saya menolong teman smp saya yang memusuhi saya ini dengan konsekuensi novena saya yang ke 9 gagal… sedangkan opsi yang ke 2) saya meninggalkan teman smp saya ini terkapar di jalan tetapi novena saya yang ke 9 berhasil saya lalui..
Saya memutuskan opsi yang ke 1… yaitu menolong teman smp yang pernah memusuhi saya tanpa alasan jelas, dan saya mengiklaskan novena saya yang ke 9 gagal…
Singkat cerita, teman smp saya ini mengucapkan banyak terima kasih kepada saya, hubungan kembali membaik.. dan perbuatan ini malah menyebar yang mengakibatkan terjalin kembali hubungan baik ke semua teman-teman smp yang dulu memusuhi saya. Padahal saya tidak kasi tau orang lain, saya simpan dalam hati saya sendiri.
Pertanyaan saya :
1. perihal keselamatan, saya memahami bahwa keselamatan adalah anugerah Allah, yang membuahkan banyak anugerah lain yang akan diterima.. dalam pengalaman pribadi ini, saya merasakan jika saya terus melaksanakan perintah Kristus sesuai Lk 23:34 ; Mat 5:44.. yaitu Mengasihi musuhmu.. maka saya menerima anugerah Allah yang lain yaitu keindahan terjalin kembalinya persahabatan, anugerah untuk terlepas dari kenangan pahit dengan saling meminta maaf, anugerah pengorbanan dengan mengutamakan kasih di atas kepentingan pribadi… Apakah pemahaman saya ini salah? klo saya salah mohon dibantu karena iman katolik saya masih sebesar biji sawi…
Terima kasih romo…
Shalom Herwin,
Saya bersyukur membaca pengalaman anda. Sungguh Tuhan telah memberikan karunia yang besar kepada anda sehingga anda dapat mengutamakan kasih di atas perasaan sakit hati di masa lampau. Saya percaya rahmat Allah itu mengalir bagi anda, antara lain karena anda rajin mengikuti novena. Bersyukurlah bahwa Tuhan memampukan anda untuk mengasihi dan menolong teman yang pernah memusuhi anda, dan sebagai buahnya anda menerima berkat yang lain yaitu persahabatan dan terlepasnya dari kanangan pahit. Anda telah mempraktekkan ajaran Yesus dalam perikop, “Orang Samaria yang murah hati” (Luk 10:25-37); dan sungguh, saya rasa pengalaman anda ini berguna bagi semua pembaca situs ini.
Selanjutnya, diskusi tentang keselamatan di atas, memang adalah keselamatan yang membawa seseorang ke kehidupan kekal di Surga. Nah, menurut Alkitab, memang ini merupakan kita peroleh karena kasih karunia Allah, oleh iman kita kepada Yesus Kristus; dan iman ini bekerja di dalam perbuatan kasih. Dalam kasus anda, anda telah membuktikan iman anda dengan perbuatan kasih yang anda lakukan terhadap teman anda itu. Terlebih lagi, teman itu pernah menyakiti hati anda, sehingga dengan demikian, anda melakukan sesuatu yang tentu menyenangkan hati Tuhan. Ini adalah contoh iman yang hidup, sebab diikuti oleh perbuatan (Yak 2: 17, 26) yang mengikuti teladan kasih Kristus; dan iman seperti inilah yang membawa kita kepada keselamatan kekal.
Jadi semasa hidup ini marilah kita berjuang untuk hidup sesuai dengan iman kita. Kita memang diselamatkan bukan karena usaha perbuatan kita sendiri, tetapi oleh iman kita kepada Kristus; namun iman ini tidak bisa dipisahkan dari perbuatan agar kita bisa sampai pada keselamatan kekal. Dan jika kita melaksanakan kehidupan atas dasar iman ini, maka Tuhan akan melimpahi rahmat dan berkat-Nya, bahkan semasa kita masih berziarah di dunia ini. Namun janganlah lupa, bahwa tujuan kita yang utama adalah kehidupan kekal di surga. Maka marilah kita mengarahkan hati terutama pada hal-hal surgawi, dan pastilah Tuhan akan mencukupkan kita dengan apa yang kita butuhkan di dunia ini (lih. Mat 6:33).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Ingrid,
Saya hanya sebuah pencil di tangan Tuhan, klo pengalaman pribadi saya ini membantu pembaca situs katolisitas.org. itu karena Tuhan memberikan kesempatan berharga tersebut dan Tuhan bersedia memakai saya untuk perbuatan kasihNya terhadap manusia.
Tanpa didorong oleh kasih karunia Tuhan, sulit buat saya untuk berani mengambil tindakan seperti itu, terlebih menghadapi massa. termasuk tindakan nekat, tetapi dengan perlindunganNya saya berhasil.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan.
Ketenangan batin.
Banyak orang sering mengalami kegelisahan, bahkan meningkat sampai khawatir, dan yang lain merasa ketakutan. Pada suatu hari ada seorang ibu yang sangat khawatir terhadap keluarga dan anak-anaknya. Untuk menghilang perasaan itu hampir setiap pagi ia ikut Ekaristi, ikut persekutuan doa dan lain sebagainya, namun perasaan khawatir itu tetap mengalir di dalam darah hidupnya. Suatu saat dia pergi ke meditasi Kitab Suci dan dia dimbimbing bagaimana menghilangkan kekhawatiran itu, setelah mengikuti meditasi dua kali pertemuan, ia sudah merasa damai. Resepnya adalah “kepasrahan” hidup melalaui suatu keheningan. Banyak yang berprasangka doa hening tidak bermanfaat. Namun berdasarkan pengalaman ibu yang baru saja mengikuti doa hening 2 kali, sudah merasa “lega”, tidak lagi khawatir. Apa begitu instan? Bisa saja! Barangkali dengan modal kepasrahan serta kerendahan hati dapat membantu mereka yang selalu merasa khawatir melalui suatu keheningan doa. God bless and love you fully.-***
shalom bu inggrid
seseorang yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan maupun sekolah seringkali jika terlalu banyak tugas tidak bisa tidur maupun kurang tidur akibatnya kesehatan menjadi terganggu. saya ingin tanya bagaimana sih caranya menumbuhkan ketenangan di dalam pikiran dan batin?
Shalom Agust,
Untuk dapat beristirahat dan tidur memang seseorang harus mempunyai ketenangan batin. Adakalanya seseorang dapat mengalami semacam "excitement" sehingga sulit tidur, entah ini disebabkan oleh permasalahan, atau karena mempersiapkan hal-hal besar/ penting, sehingga ada perasaan gelisah. Namun adakalanya juga seseorang tidak dapat tidur karena ketidakseimbangan zat-zat dalam tubuh, dan dalam keadaan ini maka secara medis ia membutuhkan pengobatan.
Saya tidak mengetahui persis kondisi anda/ orang yang anda ceritakan. Namun kalau disebabkan oleh kegelisahan, maka ada baiknya anda mencoba latihan doa hening. Ada orang yang terbantu dengan doa rosario, namun ada pula orang yang terbantu dengan doa meditasi. Pusatkan perhatian pada Tuhan Yesus dalam hati anda, bayangkanlah wajah-Nya. Pasrahkanlah segala perkara kepada-Nya dan katakanlah bahwa apapun yang terjadi, anda akan tetap bersyukur kepada-Nya. Jika anda dapat tidur, puji Tuhan. Jika anda tidak dapat tidur dan terjaga semalaman, pun pujilah Dia. Katakan, bahwa anda mau menikmati saat- saat bersama dengan-Nya.
Ada satu periode dalam hidup saya, sayapun mengalami sulit tidur, namun sekarang tidak lagi. Dan saya rasa kuncinya adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan tetaplah memohon damai Tuhan di hati anda. Adakan waktu yang cukup untuk hening di hadapan Tuhan sebelum tidur. Atau, bila anda merasa terbantu, silakan mendengarkan musik rohani instrumental. Sebelum tidur, sadarilah bahwa Tuhan yang menjaga anda di hari kemarin, tetap menjaga anda saat ini dan akan menjaga dan melindungi anda esok hari. Tiada yang tidak diketahui oleh Tuhan, semua ada dalam tangan Tuhan. Kekuatiran anda tidak akan menambah atau mengurangi apapun yang akan terjadi esok hari.
Akhirnya, mohonlah Bunda Maria untuk mendoakan anda, agar anda dapat berkata bersamanya, "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu, ya Tuhan."
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Keselamatan adalah anugerah dari Allah memang menjadi perdebatan oleh banyak orang Kristen. Karena jika keselamatan itu anugerah, maka tidak sedikit orang, termasuk orang percaya mempasrahkan hidupnya sehingga tidak melakukan apa-apa. Iman bukanlah merasa puas dengan hidup yang menantikan anugerah Allah. Melainkan ia mencari apa yang menjadi kehendak Allah serta mengusahakan apa yang dikatakan Allah.
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Setelah mempelajari tulisan anda diatas dan membandingkan dengan ayat2 yang tertulis didalam Injil Matius 25 (khususnya perumpamaan tentang Domba dan Kambing) .
Matius 25 : 34 (Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, TERIMALAH KERAJAAN YANG TELAH DISEDIAKAN BAGIMU SEJAK DUNIA DIJADIKAN).
Ayat 35 sampai ayat 45 menceriterakan bahwa baik Domba maupun Kambing tidak merasa berbuat / melakukan seperti apa yang dikatakan oleh Gembala tersebut, namun yang diterima sangat berbeda
Matius 25 : 46 (Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal)
Maka saya berkesimpulan bahwa keselamatan itu adalah ANUGERAH dari Allah.
Bagaimana tanggapan anda
Terima kasih
Mac
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]
Comments are closed.