Pertanyaan:
Salam Damai Sejahtera
Dear Ingrid
Anda menulis :
1. Yang ada, memang adalah kita diperkenankan memohon agar para jiwa orang beriman yang ada di surga untuk mendoakan kita (KGK 956)
2. Maka, meskipun kita dapat memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, namun yang mengabulkan doa tetap Tuhan saja.
Pertanyaannya :
1. Untuk apa kita memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, jika mereka tidak bisa mengabulkan doa kita. Apakah hal ini tidak membuat Allah cemburu ?
2. Didalam kitab Ulangan ditulis sbb :
ULANGAN 18:10 Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir,
18:11 seorang pemantera, ataupun seorang yang BERTANYA KEPADA ARWAH atau kepada roh peramal atau yang MEMINTA PETUNJUK KEPADA ORANG-ORANG MATI .
18:12 Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini ADALAH KEKEJIAN bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.
Mengacu pada ayat-ayat ini , apakah penjelasan Ingrid yang diberikan pada Ririn tidak bertentangan dengan Firman Allah ?
Terima kasih
Mac
Jawaban:
Shalom Machmud,
Pertama-tama, memang harus diakui terlebih dahulu, adanya perbedaan pandangan antara umat Protestan dan umat Katolik tentang Pengantaraan Yesus. Walaupun baik Protestan maupun Katolik sama-sama memegang ayat ini, “… Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.” (1 Tim 2:5). Menurut ajaran Protestan, Pengantaraan esa Yesus ini merupakan sesuatu yang eksklusif milik Yesus saja. Sedangkan menurut ajaran Katolik, Pengantara yang satu-satunya ini memiliki sifat inklusif, yang melibatkan juga para orang kudus-Nya, yang telah bersatu dengan-Nya di surga. Justru karena persatuan yang sungguh erat antara para kudus di surga ini dengan Yesus, maka mereka tidak dapat untuk menginginkan sesuatu di luar kehendak Yesus. Para kudus akan mendoakan sesama umat beriman yang lain yang masih berziarah di dunia agar mereka-pun dapat selamat sampai ke surga, karena mereka mengetahui bahwa hal ini pulalah yang dikehendaki oleh Yesus.
1. Maka memang benar bahwa yang mengabulkan doa-doa hanya Tuhan saja, dan bukannya para orang kudus itu. Karena perantaraan mereka bergantung kepada Pengantaraan Kristus yang satu-satunya itu, atau, doa syafaat mereka tergantung sepenuhnya pada Doa Syafaat yang dilakukan Yesus bagi Gereja-Nya, yaitu kita semua.
Namun hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak dapat mendoakan kita. Sebab, prinsipnya tetap sama, seperti kita sering meminta sesama saudara seiman untuk mendoakan kita, misalnya kepada imam, pendeta, atau sesama rekan komunitas. Apakah dengan demikian Allah cemburu? Tentu tidak! Allah malah menyuruh kita untuk saling mendoakan (lih. 1 Tim 2:1), dan saling tolong menolong dalam menanggung beban (Gal 6:2).
Masalahnya memang yang kita mintai pertolongan untuk mendoakan kita itu sudah tidak hidup di dunia ini, tetapi di surga. Ajaran Protestan memang menganggap mereka itu sudah mati, namun bagi Gereja Katolik, mereka yang di surga itu malah orang-orang yang telah memperoleh hidup ilahi. Mereka malah sesungguhnya “lebih hidup” daripada kita, sebab mereka itu telah bersatu dengan Sang Hidup, yaitu Kristus (Yoh 14:6). Yesus bersabda, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (Yoh 11:25). Maka orang-orang kudus itu adalah mereka telah menerima penggenapan janji Kristus akan kehidupan kekal yang diberikan kepada orang percaya (lih. 1 yoh 5:13; 1Tim 1:16). Orang-orang kudus itu bukan orang “mati” tetapi orang-orang yang “hidup”, sebab Tuhan Yesus yang mengatakan demikian.
Jika kita percaya bahwa mereka yang di surga itu adalah orang-orang yang “hidup”, yang telah lebih dekat dengan Yesus daripada kita semua yang masih hidup di dunia ini, maka, bukanlah sesuatu yang menyedihkan hati Tuhan jika kita memohon agar mereka mendoakan kita. Sebab pada akhirnya, merekapun akan mempersembahkan doa mereka bagi kita di hadapan altar Tuhan, dengan kesatuan dengan Kristus Sang Anak Domba, seperti doa-doa para tua-tua yang terdapat dalam penglihatan Rasul Yohanes dalam Kitab Wahyu 5:8.
2. Maka hal ini sama sekali berbeda dengan konteks yang disampaikan dalam kitab Ulangan:
Ul 18:10- 12 Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.
Pada perikop tersebut, Allah melarang umat Israel untuk pergi ke peramal dan bertanya kepada arwah. Dan memang, perikop ini masih berlaku, bahwa Gereja Katolik juga melarang umat untuk pergi ke peramal untuk meminta petunjuk dari arwah. Sebab di sini para peramal tersebut bukan hamba Allah, atau mungkin lebih tepatnya, hamba Allah tidak ada yang menjadi peramal/ penyihir pemanggil arwah. Maka tentu, hal ke peramal dan meminta petunjuk dari arwah seperti ini dilarang oleh Gereja Katolik.
Namun mohon untuk didoakan oleh para orang kudus itu tidak sama dengan pergi ke peramal dan minta petunjuk arwah seperti disebutkan dalam kitab Ulangan tersebut. Jika orang Katolik memohon doa dari para orang kudus, tidak melibatkan korban persembahan seperti disebutkan di ayat Ul 18:10, dan juga tidak ada pemanggilan arwah. Yang ada hanyalah, pada saat kita berdoa, kita membawa diri ke dalam hadirat Tuhan, dan karena di dalam hadirat Tuhan di surga, para kudus itu ada, maka kita dapat juga mohon mereka mendoakan kita. Jadi prinsipnya hampir sama dengan memohon dukungan doa kepada sesama umat beriman. Namun karena kedekatan mereka dengan Yesus, dan karena mereka telah dibenarkan oleh Tuhan, maka doa mereka sangat besar kuasanya (lih. Yak 5:16)
Lalu, pada konteks kitab Ulangan itu, memang orang-orang yang mati pada saat itu belum ada yang masuk ke surga. Jadi dalam hal ini mereka memang layak disebut sebagai orang-orang “mati”. [Orang-orang benar yang wafat sekalipun masih menunggu di pangkuan Abraham, dan belum sampai ke surga]. Karena Yesus Kristus Penyelamat belum lahir ke dunia pada saat itu, sehingga otomatis hasil dari wafat dan kebangkitan-Nya yang membuka pintu surga belum terjadi. Kita ketahui bahwa Kristus adalah yang sulung (Kol 1:15-dst) yang pertama bangkit dari mati dan membuka jalan bagi persatuan Allah dan manusia di surga.
Maka dalam konteks kitab Ulangan, memang benar hal berkomunikasi dengan orang mati melalui peramal merupakan kekejian, karena itu bersifat menduakan Allah. Hal itu dilakukan, karena orang Israel tidak lagi mengandalkan Allah, namun mencari petunjuk di luar Allah. Namun dalam kasus memohon agar para orang kudus mendoakan kita itu tidak demikian. Kita tetap melakukannya dalam hadirat Allah, dan para kudus itupun bukan saingan Allah, namun kawan sekerja Allah (1 Kor 3:9). Dengan melibatkan doa-doa sesama umat beriman itu malah Pengantaraan Yesus yang satu-satunya itu sungguh kelihatan lebih agung dan luar biasa. Karena Yesus melibatkan para orang kudus-Nya, sebagai anggota-anggota Tubuh-Nya, yang dulunya juga manusia biasa yang lemah, namun karena persatuan-nya dengan Kristus, dapat juga memberi teladan dan menyemangati sesama saudaranya yang masih hidup di dunia.
Bayangkan saja, sebagai contoh, Rasul Petrus yang pernah menyangkal Yesus tiga kali, namun akhirnya dapat menyerahkan nyawanya demi iman dan kasihnya kepada Tuhan, dengan disalibkan terbalik. Hal ini hanya dapat terjadi karena Kristus, dan sesungguhnya lewat teladan para kudus ini kita malah semakin melihat kemuliaan dan kebesaran Allah, yang memampukan mereka melakukan hal-hal yang sedemikian luar biasa. Mereka tidak menjadi saingan Allah yang membuat Allah cemburu. Sebaliknya malah mereka adalah “kawan sekerja Allah” (1 Kor 3:9) yang turut mendukung Allah dalam menyelamatkan manusia dan yang membuat kemuliaan dan kuasa Allah semakin terlihat nyata.
Demikianlah yang saya ketahui sebagai ajaran Gereja Katolik tentang memohon doa pada orang kudus, untuk menanggapi pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
apakah pejabat katholik yang korupsi masuk surga, ataukan harus ke api penyucian?
jika harus ke api penyucian berarti masuk surga terbuka lebar. enak dong.
[Dari Katolisitas: Pertanyaannya adalah apakah sebelum wafat, orang itu bertobat atau tidak? Sebab jika ia meninggal tanpa sempat bertobat, maka ia juga tidak dapat masuk ke Api Penyucian. Api Penyucian merupakan tempat bagi jiwa-jiwa orang-orang yang wafat dalam keadaan bersahabat dengan Tuhan, telah bertobat, hanya saja belum melunasi konsekuensi dosanya. Namun jika orang itu tidak bertobat sampai wafat, maka, ia telah menempatkan dirinya sendiri dalam keadaan keterpisahan dengan Allah selamanya, yang tidak memungkinkannya untuk masuk dalam kerajaan Surga. Silakan membaca lebih lanjut dalam artikel Bersyukurlah, ada Api Penyucian, silakan klik]
Dear Katolisitas,
saya mau tanya,, jiwa2 yg sudah masuk sorga (terutama para kudus), apa yg mereka kerjakan disana? Apakah mereka worship sepanjang waktu, atau Tuhan memberikan pekerjaan kepada mereka masing2, atau mereka memiliki kehidupan seperti di bumi: punya tempat tinggal, berkebun dsb.?
Terima kasih
Roberts
Shalom Roberts,
Jiwa-jiwa para orang kudus yang ada di surga tidak dibatasi oleh tubuh seperti ketika mereka masih hidup di dunia, sehingga tidak lagi terbatas oleh kebutuhan jasmani. Yesus mengatakan bahwa mereka tidak lagi kawin dan dikawinkan (lih. Luk 20:34-35). Maka mereka tidak lagi terikat dengan tempat ataupun ruang seperti di bumi, dan melakukan seperti yang dilakukan di bumi seperti bercocok tanam, ataupun melakukan pekerjaan mencari nafkah atau hal-hal lain serupa itu.
Kebahagiaan dan kasih para orang kudus itu begitu sempurna, sehingga yang mereka lakukan adalah memuji Tuhan dan menaikkan doa-doa mereka untuk kita yang masih berziarah di dunia (lih. Why 5:8-14; Why 7:9-12; Why 8-3-4). Sebab Kitab Suci mengajarkan kita untuk saling mendoakan, dan jika kita berdoa syafaat bagi orang lain, itu adalah hal yang baik yang berkenan kepada Allah (1Tim 2:1-3). Demikianlah perintah untuk berdoa syafaat dicatat di banyak ayat dalam Kitab Suci, sebab mendoakan sesama tidak terpisah dengan perbuatan kasih; Rom 15:30, 2 Kor 1:10, Kol 1:4, 9-10, Kis 8:24; 2 Kor 13:7; Gal 5:13, 6:2; Ef 4:32; Fil 1:9; 1 Tes 3:10-12, 4:9-18, 5:14-15, 25; 2 Tes 1:3, 3:1; 1 Tim 2:1-4; 2 Tim 1:3-4; Ibr 13:18; Yak 5:16; 1 Pet 1:22, 3:8; 1 Yoh 4:7-21). Karena itu, tidak ada alasan untuk menganggap bahwa mereka berhenti berbuat kasih dan mendoakan sesama saudaranya yang masih hidup di dunia.
Rasul Paulus mengatakan, bahwa keinginan dan doanya kepada Tuhan adalah supaya mereka [saudara-saudarinya dari kaum Yahudi] diselamatkan (Rom 10:1). Ia juga mengatakan, “Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.” (2Tim 1:4). Ayat-ayat di atas mendasari bahwa para kudus yang di surga, yang telah sempurna di dalam kasih, itu akan terus mendoakan sesama saudara-saudarinya, yaitu kita semua, yang juga adalah sesama anggota tubuh Kristus, yang masih berziarah di dunia, agar kita juga dapat diselamatkan, dan bersama dengan mereka memuji Tuhan di Surga.
Tuhan memerintahkan kita untuk saling mengasihi (lih. Rom 12:9-10, 1Tes 4:9-10), untuk saling menanggung beban (Gal 6:2), dan menolong yang lemah (1Tes 5:11, 14-15, 2Kor 1:10-11). Jika ini dilakukan oleh para kudus itu masih hidup di dunia, maka tiada yang menghalangi mereka untuk tetap melakukannya, secara rohani, di Surga.
Peran doa syafaat para orang kudus itu tidak menyaingi peran pengantaraan Yesus. Mereka melakukan tugas perantaraan itu hanya di bawah dan di dalam pengantaraan Yesus yang satu-satunya itu. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Katolisitas,
Saya mohon pencerahan soal Santa Monika.
Sejak SMP, saya diberitahu oleh guru Agama saya bahwa Santa Monika meninggal sebelum suami dan anaknya bertobat. Artinya, Santa Monika tidak menikmati langsung buah pertobatannya. Cerita guru saya ini begitu mempesona sehingga terekam terus sampai kini. Dan Santa Monika menjadi salah satu teladan hidup doa saya, di mana saya akan tetap terus berdoa meski kelak tidak menikmati hasil doa saya, tetapi akan dirasakan orang lain.
Kemarin, 27 Agustus, saya membaca riwayat hidup Santa Monika di buku “Orang Kudus Sepanjang Tahun”, yang disusun oleh Mgr. Nicolaas MS, CICM dan diterbitkan oleh Obor. Betapa kagetnya saya setelah saya tahu bahwa Santa Monika masih hidup ketika suami dan anaknya, St. Agustinus, sudah bertobat. Artinya, cerita dan pemahaman saya selama ini salah.
Nah, mana yang benar?
salam,
brian
[dari Katolisitas: Ya, Santa Monika masih hidup ketika suaminya, Patrisius, dibaptis, demikian juga saat putranya, Agustinus, bertobat dan dibaptis. Anda dapat membaca juga kisah hidup St Monika tersebut di sumber-sumber di internet, misalnya di situs New Advent Catholic Encyclopedia, klik di sini, atau di situs Yesaya, silakan klik di sini]
Shalom ibu Ingrid/Tim Katolisitas
Trim’s banyak atas penjelasannya utk sdr.Machmud, yg tyt sama dg apa yg mjd kebimbangan saya selama ini, dg penuh kesabaran dan penuh kasih ibu telah menjelaskannya begitu gamblang, disertai dg dalil2nya….
Sy pribadi seorg katolik sejak lahir… tp stlh 41 th baru memahami hal ini setelah “terus menerus” menyimak berbagai pemaparan yg Ibu sampaikan.
Ternyata benar2 indah iman katolik ini….
Di sisi lain menurut pendapat saya, kemungkinannya BUANYAK sdr/i seiman kita yg belum memahami dasar2 spti ini… akibatnya iman kita gampang terombang-ambing.
Krn mmg utk menggali hal2 “dasar dan detail” spt ini kita tdk tahu kpd siapa harus bertanya…
Tapi beruntunglah saya bisa menemukan web.ini…. Shg tentang berdo’a Salam Maria dan para Kudus… benar2 bisa sy pahami dg baik, dan saat ini sdh bisa menerima.
Sampai disini perihal ttg kewenangan Pengajaran Magisterium mjd lbh masuk akal bagi saya… Dimana sblmnya saya benar2 mencibirnya….tp tentu sj sy msh ingin lebih mendalaminya.
Sekali lagi terimakasih utk katolisitas yg telah memberikan pendalaman iman katolik dengan sangat baik. Maju terus dan jangan jemu2 mengabarkan kebenaran ini….
Sukacitaku semakin penuh….
JBU
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas apresiasinya. Ya, memang kita patut bersyukur atas betapa indahnya ajaran iman kita. Semoga kita dimampukan oleh Kristus untuk hidup seturut ajaran -Nya sebagaimana yang diteruskan dengan setia oleh Gereja-Nya. Dengan demikian, kita menyatakan ketaatan iman dan kasih kita kepada Kristus yang mendirikannya.]
Syalom Ibu Ingrid/Tim Katolisitas
Trim’s atas segala pencerahannya. Namun saat ini sy mohon bantuan Ibu utk permasalahan yg sdg sy hadapi.
Ibu dg mempelajari bbrp artikel yg telah ibu berikan perihal berdo’a kepada para Kudus ini, sy benar2 bisa memahami dg baik. Namun saat ini muncul permasalhan baru, stlh sy mencoba utk mempraktekkannya utk berdo’a: Salam Maria dan Rosario.
Ternyata apa yg kini sy pahami ini, masih sebatas PENGETAHUAN, blm masuk dlm tahap meng-IMAN-i, shg apa yg sy coba do’a kan tsb benar2 terasa garing… rasanya gmn gitu… blm ada hadirat Tuhan dlm do’a.
Nah bbrp hari ini justru muncul suatu perasaan yg tdk mengenakan, kok sy merasa telah menjadi org yg sangat kurang ajar, atas pemahaman sy yg keliru selama ini(pemahaman lama ttg berdo’a kpd org kudus ini).
Sy mrs tdk pantas mhn do’a dr mereka, krn betapa kmrn sy menghujat skrg menunduk2 minta pertolongannya…. benar2 merasa tdk enak.
Mmg pemahaman lama ini sdh tertanam mulai usia 17th hingga mendpt pengertian baru dr Ibu minggu lalu.. dan saat ini sy 41th =>24 th pemhaman keliru ini sy pelihara.
Nah Ibu apa yg seharusnya sy lakukan utk menyikapi hal ini?
Mohon arahannya agar sy bisa berdo’a dg BENAR atau setidaknya tidak garing dlm berdo’a.(kpd para Kudus)
O iya Ibu, sekalian mhn petunjuknya bgmn sih membaca injil yg baik itu? apakah dr awal PL terus nyambung sampai akhir dr PB (klo spt ini kira2 brp lama terbaca semua ya?), atau mulai dr PB dulu? Ataukah ada cara lain?
Trim’s
JBU
Shalom Netral,
Sejujurnya kita harus dengan rendah hati menerima bahwa pertumbuhan iman dalam hidup kita itu umumnya terjadi secara bertahap, jadi ada prosesnya. Walaupun Tuhan dapat sesekali memberikan semacam “titik penting” dalam pertumbuhan iman kita, namun setelah hal itu terjadi kemudian kita harus kembali ke dalam realitas hidup, yang mensyaratkan ketekunan dan keteguhan untuk kembali bangun jika kita terjatuh. Ini adalah bagian dari pertumbuhan seseorang untuk berjuang hidup kudus. Tidak ada seorang Santo ataupun Santo-pun, yang tidak berjuang/ jatuh bangun sepanjang hidupnya untuk mengikuti Kristus dan ajaran-ajaran-Nya.
Nah, sekarang mari kita melihat kepada keadaan Anda. Bersyukurlah jika dengan mengetahui ajaran tentang persekutuan para orang kudus dan kuasa doa syafaat orang-orang kudus ini, maka Anda terinspirasi untuk mulai mempunyai devosi kepada mereka, sebagai bentuk syukur Anda kepada Tuhan yang telah mengikutsertakan mereka di dalam rencana keselamatan-Nya. Tentu ini adalah sesuatu yang baik dan berkenan kepada Tuhan, sebab memang sudah menjadi kehendak-Nya, kita saling menolong dan menanggung beban sebagai satu kesatuan umat Allah (lih. Gal 6:2). Para orang kudus itu adalah orang-orang yang telah bersatu dengan Tuhan secara sempurna di Surga, sehingga mereka menghendaki apa yang Tuhan kehendaki, dan kasih mereka sempurna di dalam Kristus. Oleh karena itu, tidak adalah dendam di dalam hati mereka, kepada orang-orang yang tadinya tidak menghargai mereka ataupun menghina dan melecehkan doa syafaat mereka. Dalam kesatuan mereka dengan Tuhan, mereka tidak memperhitungkan hal-hal semacam itu, yang umum dipikirkan oleh manusia yang masih hidup di dunia. Yang ada dalam hati mereka itu hanya bagaimana supaya kehendak Allah terlaksana, bagaimana supaya nama Tuhan dimuliakan. Para kudus itu ada juga dalam kesatuan dengan para malaikat di surga yang bersukacita jika satu orang bertobat (lih. Luk 15:10).
Maka perasaan tidak layak atau bermacam perasaan negatif itu adalah perasaan yang timbul dari diri Anda sendiri, dan bukan dari Tuhan. Namun jika perasaan ini mengganggu Anda, silakan menghampiri tahta kerahiman Allah dalam Sakramen Tobat, dan mohonlah agar Allah memberikan rahmat-Nya agar Anda tidak lagi merasakan hal-hal yang negatif tersebut. Doa Salam Maria dan doa Rosario adalah doa yang sangat Alkitabiah, hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Agar Anda dapat lebih menghayati doa Rosario, renungkanlah peristiwa-peristiwa hidup Yesus, dan dengan demikian fokus Anda tetaplah adalah misteri peristiwa-peristiwa keselamatan Allah. Anda hanya merenungkannya bersama dengan seorang yang terdekat dengan Yesus, yaitu Bunda Maria, yang telah dipilih-Nya untuk menjadi ibu-Nya dan ibu rohani kita, dan yang secara istimewa mengambil bagian di dalam peristiwa-peristiwa hidup Yesus tersebut.
Selanjutnya tentang membaca Kitab Suci. Walaupun tetap ada baiknya untuk membaca keseluruhan Kitab Suci, namun sebenarnya yang lebih penting adalah menjadikan Kitab Suci menjadi relevan dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk ini Anda dapat mulai untuk turut membaca dan merenungkan bacaan liturgis setiap hari, dapat Anda ikut melalui banyak buku renungan harian Katolik, seperti Ruah, Ziarah Batin, Mutiara Iman, dst. Silakan juga membaca Kitab Suci dengan cara Lectio Divina, silakan klik. Jika hal itu sudah dilakukan, dan Anda masih terdorong untuk membaca seluruh Kitab Suci, maka Anda dapat memulainya. Tidak ada rumusan baku tentang kitab mana yang harus dibaca terlebih dahulu, namun adalah baik, menurut hemat saya, untuk membaca Perjanjian Baru terlebih dahulu, baru kemudian Perjanjian Lama, agar kita pertama-tama mengenali penggenapan seluruh janji Allah di dalam Kristus, sebelum kita membaca kilas balik, bagaimana hal itu dahulu secara samar-samar telah digambarkan dalam Kitab para Nabi. Nah kitab Perjanjian Baru yang dapat dibaca pertama kali adalah Injil Yohanes, mengingat bahwa Yohanes merupakan rasul yang dikasihi Yesus, dan yang kepadanya Tuhan Yesus mempercayakan ibu-Nya sendiri. Sebab seseorang yang secara istimewa dikasihi dan mengasihi Yesus tentu menuliskan kebenaran tentang Dia, dengan cara yang istimewa juga. Selanjutnya, janganlah kita membaca Injil seperti membaca koran, sehingga lewat begitu saja. Pembacaan Kitab Suci harus didahului dengan doa, dan bahkan dijiwai dengan doa, sehingga kita dimampukan Tuhan untuk menangkap maknanya. Khusus sepanjang membaca Injil ini, kita dapat memohon pimpinan Roh Kudus dan juga mohon doa syafaat sang penulis Injil, agar kita dapat memahaminya. Misalnya saat memabca Injil Yohanes, kita memohon juga agar St. Yohanes Rasul mendoakan kita. Semoga Tuhan berkenan memimpin kita agar kitapun mengalami kasih Tuhan dan dimampukan untuk mengasihi Dia, sebagaimana yang dialami oleh Rasul Yohanes. Selanjutnya setelah selesai dengan Injil Yohanes, silakan membaca ketiga Injil lainnya, dan surat-surat Rasul dalam Perjanjian Baru, lalu baru setelah selesai, Anda dapat membaca kitab-kitab Perjanjian Lama. Ada baiknya pembacaan ini disertai juga dengan pembacaan Katekismus Gereja Katolik dan penjelasan tafsir Kitab Suci menurut ajaran Gereja Katolik.
Semoga dengan dukungan doa syafaat para kudus di surga, kita semua dapat bertumbuh di dalam iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan, agar kelak kita-pun dapat masuk ke dalam bilangan para orang kudus-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
syalom Bpk Stef,
Maaf jika saya bertanya disini, krn saya tidak menemukan kolom khusus untuk bertanya. saya ingin bertanya dimana (alamat web) yang memuat nama dan biografi santa dan santo yg cukup lengkap, terutama st vincensius, krn saya berniat memberikan nama itu untuk calon anak saya. Mohon bantuannya.
Terima kasih, Tuhan memberkati.
Shalom Adi Hermawan,
Silakan anda klik di link ini untuk membaca riwayat hidup para orang kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
SIAPAKAH YANG LEBIH BESAR DARI YOHANES PEMBAPTIS ( Lukas 7:28)
Yth Ibu Igrid, Bapak Stev dan team Katolisitas yg dikasih TUHAN. Saya ingin share apa yang baru saya dapatkan yg selama ini menjadi pertanyaan besar mengenai ayat dalam Lukas 7:28
Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya.”(Lukas 7:28)
Ayat ini tidak saja berbicara tentang Yohanes, tetapi juga berbicara tentang “YANG TERKECIL” dalam kerajaan Surga. Nah siapakah yang dimaksud oleh Yesus sebagai yang terkecil? Jika kita mengetahui hal ini maka kita akan mudah memahami makna dari Lukas 7:28. Sebab tidak mungkin Yohanes adalah lebih besar dari YESUS sendiri karena YESUS juga dilahirkan oleh perempuan, Yohanes sendiri mengakui hal itu ..
Ratusan tahun ahli teologi disibukan untuk menjelaskan maksud ayat ini, namun seorang Bruder yang bernama Kostka Wisel seorang yang sangat dekat dengan TUHAN menjelaskan: Yohanes adalah yang terbesar, karena dia sudah dikuduskan di dalam kandungan ibu, dilahirkan sebagai orang kudus. Tetapi SANTO YOSEF (Suami Maria, Bapa asuh Yesus) adalah lebih besar, karena dia adalah YANG SANGAT RENDAH HATI, yang adalah “YANG PALING KECIL” di dalam kerajaan surga.”Ia berdiri di samping Bunda Maria langsung dekat Takhta Tuhan.
Sumber: KURBAN MISA KUDUS dalam pengelihatan Bruder Kostka – Penerbit Nusa Indah
Shalom
Shalom Dela,
Terima kasih atas sharing anda. Saya rasa, walaupun tidak disebutkan di Luk 7:28, tentang ‘yang terkecil’ di dalam Kerajaan Sorga, namun jika itu diartikan St. Yusuf, maka tentu ini dapat dimengerti. Karena St. Yusuf, merupakan orang yang istimewa yang telah dipilih Allah Bapa untuk menjadi ayah angkat Tuhan Yesus pada saat Ia menjelma menjadi manusia.
Pada link berikut ini, silakan klik, disampaikan penglihatan yang diberikan kepada Venerable Mary of Agreda, yang mengisahkan tentang saat- saat menjelang kematian St. Yusuf (the happy death of St. Joseph). Di akhir tulisan ini ada kata- kata Bunda Maria yang disampaikan kepada Venerable Mary of Agreda, yang secara tidak langsung mengatakan bahwa St. Yusuf memang berada di antara para pangeran dan para orang kudus yang ada di surga, dan kekudusannya [St. Yusuf] yang sangat istimewa sungguh sukar dipahami oleh manusia.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Benarkah Kita Juga mebutuhkan Hamba Tuhan untuk Mendoakan Kita ??
Krn Saya pernah punya pengalaman dlm hidup yg benar2 mnumbuhkan iman sya..smpai sy
benar-benar smakin dekat dengan Tuhan…Pngalamn yg luar biasa dri masalh pendmping hidup sy
dimana sy terpuruk n dimn sy sperti hidup kmbali krn sy menemukan seorg yg disiapkan Tuhan krn apa yg dilihat dlm doa sm dngan knyataan dimana sy bertemu dngan si dia, n pernah mndoakan adik teman sy yg sudah gila slm 9 thun lmx lantas smbuh n org2 yg skit karna kuasa glap langsung smbuh… Sy ingin bertanya kpd pak stef n ibu inggrid apakh benar karunia yg mereka milik benar2 dr Tuhan ???? Dlm pelayana mereka hnya mnggunakan media air yg didoakn pake rosario n sblumnya jg hnya dngan membaca orasi..Benarkah dr Tuhan??????
Shalom Roy Hayong,
Saya rasa, yang terpenting adalah kita membutuhkan Tuhan, sebab Dialah yang akan menjawab doa- doa kita. Adalah fakta bahwa melalui perantaraan doa orang- orang tertentu maka permohonan kita dikabulkan Tuhan. Tentu saja hal itu dapat terjadi, namun itu tidak mengubah kenyataan bahwa oleh Pengantaraan Tuhan Yesus-lah doa- doa kita dijawab oleh Allah Bapa. Maka pengantaraan doa sesama umat beriman (baik imam tertahbis maupun awam) selalu harus dilihat dalam kesatuan dengan Pengantaraan Kristus yang satu- satunya itu.
Jadi memang benar, bahwa Tuhan dapat memilih orang- orang tertentu sebagai pendoa, dan melalui doa- doa mereka, banyak rahmat, kesembuhan maupun mukjizat dapat terjadi dalam kehidupan orang- orang yang mereka doakan. Ini sesungguhnya salah satu dasar mengapa Gereja Katolik menganjurkan agar umatnya memohon dukungan doa dari para orang kudus yang telah dibenarkan oleh Allah di surga, karena doa- doa mereka besar kuasanya (lih. Yak 5:16).
Maka, jika para pendoa itu melakukan cara- cara doa yang sesuai dengan ajaran iman Katolik, mungkin saja bahwa mereka itu dapat dipakai Tuhan sebagai alat-Nya untuk mendatangkan rahmat kesembuhan kepada umat-Nya. Namun dewasa ini harus diakui, terdapat juga orang-orang yang mengklaim sebagai pendoa, namun cara- cara doanya tidak sesuai dengan iman Kristiani, dengan mantra- mantra tertentu yang ‘asing’, maka jika ini yang terjadi, tidak seharusnya kita datang kepada mereka.
Oleh sebab itu silakan saja anda memeriksa, seperti apakah cara berdoa dari hamba Tuhan yang mendoakan anda. Orasi apakah yang dibaca sebelum mendoakan anda? Apakah sesuai dengan firman Tuhan? Seperti apakah kehidupan sang pendoa itu? Jika kehidupannya dan akibat yang terjadi pada anda menunjukkan buah- buah Roh Kudus (Gal 5:22-23) maka karunia yang ada padanya itu dari Tuhan, sedang jika tidak, silakan anda waspadai, sebab hal itu belum tentu dari Tuhan.
Pada akhirnya, mari kita sadari bahwa janganlah kita mangandalkan mukjizat- mukjizat yang spektakular untuk pertumbuhan iman kita. Mari kita resapkan mukjizat yang paling besar namun juga sekaligus yang paling sederhana, yang masih dapat kita alami setiap hari; yaitu pada saat kita menyambut Kristus sendiri dalam Ekaristi kudus. Jika kita semua memahami, menghayati dan menyambut-Nya dengan sikap batin yang baik, maka sungguh, kita telah menyambut Sang Tabib di atas segala tabib, Obat di atas segala obat, yang mampu menyembuhkan kita, jika itu sesuai dengan kehendak-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya pernah mengalami kesulitan berdoa. Berhari-hari merasa galau dan kehilangan damai sejahtera. Berdoa pun rasanya hambar dan kering. Sepertinya hadirat Allah begitu jauh dan saya seperti terputus dari hubungan dengan Allah. Kemudian saat berdoa saya selingi dengan doa salam maria. Hanya sekali. Saat itu juga keran-keran yang semula mancet seperti terbuka. Doa-doa saya kemudian kembali hidup.
.
Menurut saya berdoa itu sulit. Mungkin kata-kata bisa keluar dari mulut kita. Namun jika hadirat Allah terasa jauh… rasanya sedih.
.
Shalom Nia,
Terima kasih atas kesaksian anda. Ya, memang saya juga pernah mengalami pertolongan Tuhan yang luar biasa melalui perantaraan doa Bunda Maria, yaitu setelah saya dan suami saya berdoa rosario bersama.
Berdoa memang merupakan perjuangan, karena memang ada kalanya kita dapat langsung ‘in‘ dan rasanya langsung dapat mengalami hadirat Tuhan, namun juga ada kalanya kita mengalami pergumulan di dalam doa, di mana rasanya pikiran kita banyak disibukkan oleh banyak perkara. Dalam hal ini kita tidak boleh berputus asa, karena para kudus-pun juga pernah mengalami segala pergumulan rohani semacam ini. Kuncinya hanya satu: kita tetap setia berdoa. Doa tidak tergantung dari perasaan, tetapi dari komitmen/ keputusan untuk tetap setia berdoa.
Dalam kehidupan rohani, ada saatnya kita berdoa, dan kita mengalami penghiburan, dan jiwa kita seolah mendapat suka cita yang meluap-luap, seperti ibaratnya anak- anak yang diberi hadiah gula-gula. Namun ada kalanya kita tidak merasa apa-apa saat berdoa. Pada saat ini Tuhan bahkan sedang menguji kita, apakah kita akan tetap setia berdoa, percaya, dan menaruh harapan kita kepada-Nya. Apakah dalam iman kita seperti anak-anak itu, yang hanya mau datang karena diberi gula-gula? Mari kita mohon kepada Tuhan agar kita diberi rahmat agar dapat tetap setia, tekun berdoa, dengan tidak mengandalkan perasaan kita. Perasaan kita dapat berubah-ubah, tetapi Tuhan tidak pernah berubah. Kasih-Nya tetap selama-Nya, kesetiaan-Nya tidak pernah berakhir.
Perasaan hadirat Allah yang “jauh” seharusnya tidak menjadikan kita berkecil hati dan malas berdoa. Sebab keadaan itu malah dapat membawa kita kepada tingkatan penghayatan doa yang lebih dalam, setidaknya inilah yang diajarkan oleh St. Yohanes Salib. Pada saat kita datang kepada Tuhan dengan kesederhanaan, tidak mengharapkan “gula-gula”, maka sebenarnya kita datang dengan kejujuran dan ketulusan hati di hadapan Allah. Kita menyatakan bahwa kita mengasihi Allah karena Dia adalah Allah Bapa kita, dan bukannya karena berkat-berkat dan pemberian-Nya. Saya percaya, justru jika kita setia melalui hari-hari di mana Tuhan terasa “jauh”, maka pada saat itulah Tuhan juga akan kembali menyatakan kepada kita betapa sesungguhnya Ia sangat dekat. Ia tinggal dan bertahta di dalam hati kita. Maka benarlah perkataan St. Teresa dari Avila, bahwa untuk menemukan Tuhan yang perlu kita lakukan adalah kembali ke dalam hati kita.
Maka, jika Nia berdoa malam hari ini, saya mengusulkan agar anda memandang Kristus yang hadir dalam hati anda. Bayangkanlah Ia ada di hadapan anda. Pandanglah Ia yang telah menyerahkan Diri-Nya bagi anda di kayu salib, dan katakanlah ungkapan doa pujian dan penyembahan yang keluar dari hati anda. “Tuhan, terima kasih atas kasih-Mu yang besar…. tambahkanlah di dalam hatiku, kasih itu, supaya akupun dapat mengasihi Engkau….”
Semoga kasih Allah yang begitu besar tercurah kembali bagi anda, hadirat-Nya melingkupi anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Bu Ingrid, sungguh tersentuh membaca penjelasan ibu atas pertanyaan Machmud. Saya berpikir cara berdialog seperti itu patut menjadi contoh, buat kita semua. Sangat sulit buat orang saling menghargai ‘penjelasan iman’ seseorang, apalagi jika tidak disertai dengan itikad baik. Semasa dulu SMA, teman-teman protestan di sekolah juga sering mengajak saya untuk melepaskan kekatolikan saya, tapi karena saya tahu maksud mereka baik, saya tidak marah, malah saya jadi bersemangat untuk menggali alasan gereja kita dalam hal mendoakan arwah. Hanya harus diakui, kadangkala penjelasan itu hanya cukup untuk menguatkan kita orang katolik, tetapi tidak cukup untuk membuat teman-teman mau mengerti. Jika sampai ke sikap seperti itu, bagaimana tindakan atau sikap kita selanjutnya? Maaf kalau saya ingin menyambung hal yang sudah saya sampaikan terdahulu ke pada Machmud, bahwa Yesus bicara dengan arwah, di jawab dengan Yesus kan Tuhan, sepengatahuan saya Yesus adalah 100% Tuhan dan 100% manusia, waktu Dia bertindak membangkitkan orang mati atau bercakap-cakap dengan Musa tetap sebagai 100% Tuhan dan 100% manusia, bukan ? Kedua di tempat lain dikatakan ‘hendaklah kamu sempurna seperti Bapakmu sempurna’, di dalam pengertian saya apa yang dilakukan Kristus kita boleh meneladaninya. Bahkan perintah membangkitkan orang mati benar-benar perintah, bukan ?? Mat 10:7-8 “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.” Yang lebih jauh bisa dibaca juga dalam surat 1 Petrus 3:19-20 dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.” Bu Ingrid, saya melihat bahwa Kasih Yesus menyeluruh hingga roh-roh dalam penjara pun, DIA injili. Saya tidak mengatakan kita harus menginjili arwah-arwah yang belum mengenal Kristus, tetapi saya hanya memperlihatkan bahwa Yesus adalah penyelamat semuanya. Selain itu di perjanjian lama ada upacara mendoakan Musa, mendoakan Yusuf , mendoakan Yakub yang sudah meninggal dunia hingga cukup lama, kalau tidak keliru hingga 30 hari, dan ada juga tradisi Yahudi mournir’s qaddish yang konsepnya sama dengan umat katolik. Bagaimana tanggapan ibu ? Terima kasih.
Shalom Saulus,
Terima kasih atas tanggapan anda. Memang kita harus selalu mengusahakan damai dan kasih di dalam dialog di antara kita. Berikut ini adalah tanggapan saya:
1. Benar bahwa melalui inkarnasi, Yesus menjadi 100 % manusia, walaupun Ia tetap 100% Allah. Oleh sebab itu, harus diakui bahwa ada perbuatan-perbuatan tertentu yang memang hanya dapat dilakukan oleh Kristus dalam kapasitas-Nya sebagai Allah. Contohnya dalam hal ini adalah: mengampuni dosa manusia, memiliki kuasa atas hidup dan mati semua umat manusia, dan kuasa memberikan perintah yang ‘mengikat’ manusia, yang akan diperhitungkan dalam hari Penghakiman. Kuasa yang mengatasi hidup semua orang inilah yang memang menjadikan Yesus mempunyai kuasa untuk membangkitkan arwah orang mati. Maka pada saat Petrus membangkitkan Dorkas (Kis 9:36-43) dan Paulus membangkitkan Eutikhus (Kis 20:9-12) yang sudah meninggal itu adalah semata-mata karena kuasa yang berasal dari Kristus. Namun demikian, dalam kedua perikop itu tidak ada dialog dengan arwah.
Maka dalam hal ini, pada saat Yesus berkata, "Hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu di Surga sempurna (Mat 5:48), Ia mengacu di sini adalah kesempurnaan di dalam kasih dan kekudusan yang menjadi sifat utama Allah. Ayat ini merupakan kelanjutan dari ajaran dari khotbah di bukit (8 Sabda bahagia), dan ajaran mengasihi, bahkan mengasihi musuh. Sehingga konteksnya bukan dalam hal membangkitkan orang mati atau mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Walaupun tentu, kasih yang besar dapat menjadi motivasi kita untuk mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal, agar Tuhan berkenan mengampuni dosa-dosa mereka dan mereka dapat memasuki Kerajaan Surga.
2. Pada ayat Mat 10:7-8 memang Tuhan Yesus memerintahkan untuk memberitakan Kerajaan Sorga, dengan menyembuhkan orang- orang sakit, membangkitkan orang-orang mati, mengusir setan-setan, dan itu harus dilakukan dengan cuma-cuma tanpa mengharapkan imbalan. Namun, seperti kita ketahui Tuhan Yesus juga selalu mementingkan kesembuhan rohani yaitu pertobatan, daripada sekedar kesembuhan jasmani, walaupun kesembuhan jasmani biasanya mengikuti kesembuhan rohani tersebut. Contohnya, pada saat Yesus menyembuhkan orang lumpuh, (Mat 9:1-8), saat Ia menyembuhkan seorang yang sakit di kolam Betesda (Yoh 5:14), ataupun saat Yesus mengunjungi Zakeus (lih. Luk 19) dan mengampuni perempuan yang berdosa (Luk 7:48). Dalam perumpamaan anak yang hilang, dikatakan bahwa pertobatannya adalah sebagai seorang "yang telah mati dan menjadi hidup kembali" (Luk 15:32). Maka kita mengetahui bahwa mukjizat penyembuhan yang terpenting sesungguhnya adalah yang besifat rohani, karena itulah yang berpengaruh terhadap keselamatan kekal. Jadi sebagai murid-murid Kristus kita dipanggil juga untuk selalu mengusahakan pertobatan, terutama adalah pertobatan diri sendiri, dan setelah itu, pertobatan orang lain.
3. Mengenai surat 1 Pet 3:19-20 memang dikatakan bahwa Kristus memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yang pada jaman Nabi Nuh tidak taat kepada Allah. Di sini maksudnya adalah bahwa Yesus turun ke tempat penantian di mana terdapat jiwa-jiwa yang pada waktu jaman Nabi Nuh tidak taat namun pada saat air bah datang mereka bertobat. Oleh sebab itu, jiwa- jiwa mereka "menunggu di tempat penantian" yang diberi kiasan sebagai menunggu di "penjara", sampai pintu surga dibuka oleh Yesus, setelah kebangkitan-Nya dari mati. Ayat ini sering dipakai juga untuk menjelaskan terdapatnya kondisi yang bukan surga namun juga bukan neraka, namun dikenal sebagai "pangkuan Abraham/ the bosom of Abraham/ limbo of the just."
Ya, di sini kita melihat kasih Yesus yang sangat besar, bahwa Ia mau mengunjungi dan memberitakan Injil kepada jiwa-jiwa yang di dalam penjara penantian itu. Namun seperti juga telah anda katakan, ini adalah sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh Yesus. Sedangkan yang dapat kita lakukan sekarang adalah mendoakan jiwa-jiwa mereka yang masih dimurnikan di dalam Api Penyucian. Memang benar, Alkitab mencatat hari berkabung selama 30 hari bagi Musa setelah ia wafat (Ul 34:8), walaupun tidak dikatakan secara eksplisit bahwa orang-orang Israel mendoakan arwah Musa (ataupun arwah Yakub dan Yusuf).
Praktek mendoakan arwah dituliskan secara eksplisit dalam kitab 2 Mak 12:38- 45. Tradisi mendoakan arwah ini memang berakar dari tradisi Yahudi, namun bukan berarti bahwa Gereja mengajarkannya tanpa alasan. Karena justru setelah kebangkitan Yesus yang mematahkan kuasa maut, maka Ia mempersatukan semua orang beriman, baik yang masih berziarah di dunia ini, maupun yang sudah beralih ke Surga, dan yang masih dimurnikan di Api Penyucian. Kesatuan Tubuh Kristus inilah yang yang menjadi dasar pengajaran persekutuan para kudus, yang memungkinkan kita mendoakan jiwa-jiwa yang sudah meninggal ataupun memohon agar para kudus di surga mendoakan kita. Untuk membaca lebih lanjut tentang Api Penyucian, silakan klik di sini.
emikian tanggapan saya atas pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid & Saulus
Kita tahu bahwa memang ada perbedaan tafsiran tentang Alkitab antara Katolik dan non Katolik, dan itu sulit agaknya untuk disamakan untuk saat sekarang ini.
Oleh sebab itu mari kita saling menghargai perbedaan tsb, bukan malah mempertentangkannya.
Kalau iman percaya kita bersumber dari Firman Allah Yang Hidup yang sama, mengapa kita tidak bisa mengesampingkan perbedaan itu buat sementara sampai kita mengetahui kebenaran yang sejati itu muncul pada suatu saat nanti (tidak lama lagi).
Tentang keberadaan YESUS, Ingrid dan juga Saulus mempercayai bahwa Yesus itu 100% Allah dan juga 100% manusia.
Namun saya percaya bahwa YESUS selama hidup didunia 33,5 tahun adalah 100% manusia, sebab DIA sudah meninggalkan ke-IlahianNya di surga dan turun kebumi sebagai manusia 100% , tapi jangan lupa bahwa dua pribadi Allah selalu besertanya (yaitu Allah Bapa & Rohkudus).
Oleh sebab itu YESUS (yang 100% manusia) bisa melakukan apa saja yang sesuai kehendak Allah Bapa.
Dalam injil Matius YESUS mengatakan bahwa DIA tidak tahu kapan saatnya akhir zaman itu terjadi, dan pada waktu DIA diperhadapkan dengan perempuan yang tertangkap basah sedang berzinah, DIA juga tidak segera menjawab (karena Bapa & Rohkudus) belum memberikan jawaban baginya;
Oleh sebab itu DIA menulis ditanah menunggu jawaban dari Allah Bapa & Rohkudus.
Juga oleh sebab DIA 100 % manusia maka DIA bisa mati, sebab Allah tidak mungkin bisa mati.
Baru setelah bangkit , DIA kembali menjadi Allah 100% .
Saya sudah berdiskusi tentang hal ini dengan Stef, anda bisa membacanya di web ini.
Untuk hal-hal yang berbeda inilah kita perlu “menebus” waktu untuk me-renung2kan Firman Allah seperti raja DAUD, dan pada saatnya nanti Rohkudus akan memberikan apa yang ingin kita ketahui.
Kita memang belum sempurna , dan jika yang sempurna itu datang maka perbedaan itu sudah tidak ada lagi, percayalah.
Salam, Mac
[dari Admin Katolisitas: Tanggapan ini telah dijawab di atas, silakan klik]
shalom,,,, sy adlah seorng katolik,, tp sy prnah mndengar pertanyaan dr sdr protestan mngenai orng kudus,,, mreka mngatakan bahwa:
1. kita semua yg sdh dibaptis di dlm kristus adlah orng kudus, jd knpa hrs brdoa pd orng yg sdh mninggal??
2. atas dasar apa grja katolik mngatakan sesorng itu kudus / masuk surga,, shngga brani brdoa kpda mrka… sdangkan yg berhak mnentukan seseorng msuk surga atw tdk hanyalah TUHAN…. jadi knpa greja katolik bgtu yakin bahwa orng2 yg ditetapkan sbg santo / santa itu pasti msk surga?? apa dasarnya???
Mohon jawabannya,, Lian
Shalom Lian,
Saya tidak tahu apakah Lian telah membaca jawaban yang saya tuliskan terhadap pertanyaan Machmud, karena pertanyaan anda hampir sama dengan pertanyaan Machmud di atas. Namun saya jawab sekali lagi, dan selengkapnya silakan anda membaca kembali pada jawaban saya itu, silakan klik. Saya mohon anda membacanya sekali lagi, dan jika ada yang masih belum jelas, silakan bertanya kembali.
1. Pertama-tama umat Protestan memandang bahwa Pengantaaraan yang dilakukan oleh Kristus untuk mendoakan umat beriman adalah bersifat eksklusif, sedangkan menurut ajaran Katolik, Pengantaraan Yesus yang satu-satunnya ini bersifat inklusif, artinya melibatkan seluruh anggota Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya. Nah, karena Tubuh Yesus ini adalah satu, maka anggota-anggota-Nya, yaitu para beriman baik yang masih hidup di dunia ini terhubung dengan umat beriman yang sudah meninggalkan dunia ini. Karena itu, kita yang masih hidup di dunia dapat memohon agar para kudus di surga mendoakan kita. Bagi kita umat yang mengimani Kristus, kita selayaknya memandang mereka yang meninggal dalam kondisi rahmat dalam Kristus, tidak mati, tetapi hidup, hanya saja tidak hidup di dunia ini.
Mereka yang telah berada di surga, memang tidak membutuhkan doa kita (karena mereka telah bersatu dengan Allah), namun mereka dapat mendoakan kita, agar suatu saat kita sampai juga ke surga dan bersatu dengan Allah seperti mereka. Hal ini secara implisit diajarkan oleh Rasul Yohanes dalam Why 5:8 dan Why 8: 3-4, di mana ia melihat para penatua yaitu orang-orang kudus yang berdoa di hadapan tahta Allah. Juga, karena kita menganggap semua orang yang meninggal dalam Kristus itu adalah "orang-orang yang hidup", maka ayat-ayat Alkitab seperti dalam Yak 5:16, Gal 6:2, berlaku.
Juga tak kalah penting, adalah, Gereja Katolik memberikan pengajaran ini berdasarkan Tradisi Suci yang diterima Gereja dari para rasul. Silakan membaca bahwa praktek memohon doa dari para kudus di surga telah dilakukan oleh Gereja sejak abad awal. Silakan membaca di sini untuk mengetahui lebih lanjut, silakan klik.
2. Dasar Gereja Katolik menyatakan seseorang itu kudus dan berada di surga. Sebenarnya terdapat proses yang panjang sebelum seseorang dapat dikatakan kudus, dan dengan demikian Gereja menyatakan bahwa ia telah berada di surga. Saya pernah menjawabnya di sini, silakan klik, lihat point 4, Dasar Gereja menyatakan seseorang menjadi kudus. Semoga anda dapat melihatnya dengan obyektif bahwa proses yang ditempuh bukannya proses yang mudah dan sederhana, dan sungguh memerlukan campur tangan dari Tuhan sendiri.
Maka, memang benar, Tuhanlah yang menentukan seseorang masuk surga, dan bukan Gereja Katoliik. Gereja Katolik hanya menyatakannya, sesuai dengan bukti-bukti yang melibatkan intervensi dari Allah sendiri, dalam hal ini mukjizat-mukjizat yang otentik, yang harus dapat diakui secara obyektif. Hal ini juga pernah ditanyakan oleh Machmud, dan saya pernah juga menjawabnya di sini, silakan klik.
Demikianlah Lian, silakan anda merenungkan pengajaran Gereja Katolik ini, yang menurut saya sangat indah. Yaitu bahwa kuasa kasih Kristus tidak memisahkan kita dengan saudara-saudara kita yang telah wafat mendahului kita, karena baik maut maupun hidup tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (lih. Rom 8:38-39). Hanya karena Kristus yang hidup, maka para beriman yang meninggal dalam Kristus itu juga tetap hidup. Dan karena Yesus sampai sekarang tetap mendoakan kita di hadapan Allah Bapa agar kita dapat sampai ke surga, maka mereka yang telah bersatu dengan Kristus, juga melakukan hal yang sama: mereka berdoa mendukung Kristus dalam mendoakan kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Wah, saya kagum pada tanya jawab antara Machmud dan ingrid. Ini contoh dialog yang baik. Saya ucapkan “Selamat!” untuk Ingrid dan Machmud yang berhasil mengatasi pandangan negatif dan membuat diskusi berjalan elegan dan mengagumkan. Semuanya demi penemuan kebenaran-kebenaran baru di mana kita saling belajar di hadapan Allah yang Maha Mengetahui dan mengasihi kita anak-anaknya. Saya sendiri tertantang agar bisa bersikap bijaksana seperti Anda-Anda ini dalam berdialog dengan agama-agama lain. Amin.
Shalom: Isa Inigo
Machmud salam kenal, sekalian saya ingin ikut nimbrung. Mudah-mudahan tidak membuat anda terganggu. saya pikir mendoakan arwah berbeda dengan bertanya kepada arwah ataupun meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Jadi mendoakan arwah tidak merupakan kekejian bagi Tuhan. Periksalah kitab suci, Yesus sendiri berbicara dengan Musa yang telah meninggal bukan? (Luk 9:30-31), membangkitkan Lazarus identik dengan memerintahkan arwah Lazarus untuk kembali. Yesus kan teladan kita, jadi kalau berbicara kepada arwah dilakukan Yesus, apalagi jika hanya mendoakan arwah.
Salam
Saulus
Salam damai sejahtera
Saulus, terima kasih anda sudah mau berkenalanan dengan saya.
Namun dalam hal Musa serta Lazarus , disini kasusnya berbeda .
Sebab Yesus itu Tuhan jadi Dia bisa berbicara dengan siapa saja baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati.
Sedangkan kita yang masih hidup hanya bisa berbicara kepada Tuhan melalui DOA DALAM ROH DAN KEBENARAN dan kepada mereka yang sudah mati menurut saya kita sudah tidak bisa berhubungan lagi. Tetapi menurut ajaran gereja Katolik bisa.
Kalau anda ingin mengetahui bagaimana berdoa dalam roh dan kebenaran, anda bisa tanyakan pada Stef atau Ingrid.
Jadi terpulang kepada keyakinan kita masing2, jangan sampai hal-hal semacam ini menjadikan iman percaya kita kepada Allah berkurang.
Dan jangan sampai perbedaan diantara kita menimbulkan kebencian, itu bukan kehendak Allah.
Allah itu kasih, hendaknya semua yang mengaku menjadi umat Allah saling mengasihi, walaupun ada perbedaan.
Salam
Mac
Shalom Saulus dan Machmud,
Saya rasa, apa yang dikatakan anda berdua, ada benarnya, namun mungkin begini yang lebih sesuai dengan ajaran Gereja Katolik:
1. Karena Tuhan Yesus adalah Allah, maka memang benar bahwa Ia dapat mempunyai kuasa kepada siapa saja, baik yang hidup dan yang sudah meninggal dunia. Maka saat Ia berbicara kepada Musa dan Lazarus, Yesus memang menjalankan otoritasnya sebagai Putera Allah, yaitu memanggil Musa dan bercakap-cakap dengan-Nya, dan membangkitkan Lazarus dari mati.
Machmud benar dalam hal ini, bahwa perbuatan ini hanya dapat dilakukan oleh Tuhan, dan memang manusia biasa tidak mempunyai kuasa seperti yang dimiliki oleh Yesus dalam berbicara ataupun memerintah dengan penuh kuasa kepada orang-orang yang telah mendahului kita. Kristus adalah Kepala Tubuh (Gereja). Sama seperti dalam analogi kepala bagi tubuh, di mana hal "memerintah" hanya dapat dilakukan oleh kepala, sedangkan tubuh hanya mengikuti, maka dalam hal ini Kristuslah yang memerintah, dan mengabulkan doa-doa, sedangkan anggota Tubuh hanya menaati, dan bekerja sama dengan sang Kepala. Kerja sama antara anggota tubuh hanya dapat dimungkinkan atas ijin/ perintah sang kepala.
2. Karena kita, baik yang masih berziarah di dunia ini maupun yang sudah meninggal dunia adalah anggota Tubuh Kristus yang sama, maka kita semua diikat oleh Kristus menjadi satu saudara. Maka dalam hal ini, Saulus benar sewaktu mengatakan bahwa kita mempunyai Kristus sebagai teladan dan kepala/ pemimpin kita, sehingga kita semua tergabung menjadi satu. Persatuan ini membawa akibat bahwa kita dapat mendoakan arwah saudara/i yang sudah wafat agar Tuhan berkenan menerima mereka di surga, dan juga kita dapat memohon para kudus yang telah sampai di surga untuk mendoakan kita. Namun, tentu saja, yang dapat kita lakukan hanya terbatas pada meminta para kudus itu mendoakan kita, dan bukannya meminta mereka mengabulkan doa kita. Sebab mereka tidak berkuasa mengabulkan doa, dan juga kita tidak punya kuasa untuk ‘memerintahkan’ mereka untuk berbuat apapun. Analoginya seperti itu tadi, sebab kita hanya anggota Tubuh, dan bukan Kepala. Yang berhak mengabulkan doa dan memerintahkan segala sesuatu, hanya Yesus Sang Kepala.
Para beriman yang telah mendahului kita dan sampai di surga, adalah orang-orang kudus yang telah memperoleh pemenuhan janji hidup kekal yang dijanjikan oleh Yesus (lih. Yoh 3:16); dan mereka adalah para pendahulu kita yang mempersembahkan doa-doa mereka di hadapan tahta Allah bagi kita yang masih berziarah di dunia (lih. Why 5:8; 8:3-5).
3. Alkitab mengatakan, "Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh 4:24). Ayat ini disampaikan setelah Yesus menawarkan air hidup yaitu Diri-Nya sendiri kepada wanita Samaria (lih. Yoh 4: 14,26). Oleh sebab itu memang, Allah memberikan kepada kita Roh Kudus-Nya, yaitu Roh Kristus, agar kita memperoleh hidup ilahi, supaya dipenuhi-Nya firman ini dalam diri kita: "Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu." (Rom 8:11).
a) Gereja Katolik mengajarkan bahwa Roh Kudus diberikan pada saat seseorang dibaptis, sesuai dengan sabda Kristus (lih. Yoh 3:5), dan baptisan inilah yang membuka jalan bagi kita untuk diselamatkan dan memperoleh hidup yang kekal.
b) Selanjutnya, Kristus akan terus tinggal di dalam kita, jika kita menerima Tubuh dan Darah-Nya dalam Ekaristi kudus, karena Yesus berkata, "Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal…… ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia." (Yoh 6:54,56).
Dengan demikian, jika kita berdoa dengan menyadari bahwa Roh Allah ada di dalam kita (karena kita telah dibaptis, menerima Ekaristi, dan hidup dalam kasih) sesungguhnya kita berdoa di dalam roh. Jadi, berdoa menyembah Allah dalam roh harus dibarengi dengan hidup di dalam kebenaran. Sebab, seperti yang diajarkan oleh Kristus, hidup di dalam Roh Kudus harus ditunjukkan dengan menaati segala perintah Allah, terutama perintah kasih (lih. Mat 19:17).
Dengan demikian kedua hal ini, yaitu hidup di dalam Roh Kudus dan menaati perintah Allah merupakan persyaratan bagi seseorang untuk dapat berdoa menyembah Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Sejauh itu merupakan karunia Allah (dan bukan dibuat- buat sendiri) berdoa di dalam bahasa roh merupakan manifestasi dari keberadaan Roh Allah ada di dalam kita. Maka berdoa dalam bahasa roh merupakan salah satu cara berdoa, seperti halnya cara berdoa yang lain, seperti doa vokal, maupun doa hening seperti meditasi dan kontemplasi, yang menghasilkan keintiman dengan Tuhan. Jika seorang beriman tidak berdoa dalam bahasa roh, itu tidak berarti bahwa Roh Kudus tidak ada di dalam dirinya, sebab jika ia telah dibaptis, menerima Ekaristi dan hidup dalam kasih, ia sesungguhnya telah mempunyai Roh Kudus di dalam dirinya. Selanjutnya bagi setiap orang beriman, hidup dalam Roh masih harus dibarengi dengan hidup dalam kebenaran dan ini harus diperjuangkan secara terus menerus di dalam hidup kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
salam sejahtera dalam Kristus Yesus,
Bu Ingrid says :
—-Namun, tentu saja, yang dapat kita lakukan hanya terbatas pada meminta para kudus itu mendoakan kita, dan bukannya meminta mereka mengabulkan doa kita. Sebab mereka tidak berkuasa mengabulkan doa, dan juga kita tidak punya kuasa untuk ‘memerintahkan’ mereka untuk berbuat apapun. Para beriman yang telah mendahului kita dan sampai di surga, adalah orang-orang kudus yang telah memperoleh pemenuhan janji hidup kekal yang dijanjikan oleh Yesus (lih. Yoh 3:16); dan mereka adalah para pendahulu kita yang mempersembahkan doa-doa mereka di hadapan tahta Allah bagi kita yang masih berziarah di dunia (lih. Why 5:8; 8:3-5).——-
Setuju…. one hundred percent….. sebab saya pribadi tidak memandang para kudus yang meninggal dunia hilang begitu saja….. selain itu tentu saya mengambil contoh teladan2 para kudus dalam perjuangan2nya menjalankan perintah2 Kristus guna mencapai Penggenapan Pengharapan Dalam Iman untuk hidup bersatu bersama Kristus.
Tapi bagi sebagian orang yang ingin berdoa langsung pada Kristus, juga welcome…. tetapi bagi saya dengan dua cara ( berdoa langsung pada Kristus and meminta para kudus mendoakan–sebatas mendoakan, tidak lebih) lebih apdol alias lebih oke.
Pertanyaannya : bagaimana kita tahu pasti para kudus mendoakan kita saat kita meminta para kudus mendoakan kita,….. jawaban saya…. ngak usah di pikirin kita tahu atau ngak….. yang penting kita YAKIN para kudus mendengarkan apa yang saya ucapkan…. tapi sekali lagi saya harus menyakini bahwa yang berkuasa mengabulkan doa saya adalah Kristus Tuhan….. ! (padahal saya bukan orang katolik, tetapi kenapa saya setuju ya…. karena hati nurani saya juga mengatakan boleh/setuju asalkan tetap berprinsip hanya Kristus yang berkuasa mengabulkan doa seseorang)
Ngomong2 juga termasuk konsep Iman didalam katolik saya lebih setuju di banding denominasi lain…. ngak tau ya kenapa,,, padahal saya bukan orang katolik…. tapi hati nurani saya mengatakan, konsep Iman di katolik lebih sempurna (lebih cocok buat saya)… eh… kok melenceng dari yang di bahas..he he he, maaf ya?
Tuhan Yesus memberkhati kita semua….. amin.
Salam Damai Sejahtera
Dear Ingrid
Setelah saya pelajari ayat2 yang Ingrid berikan sepertinya ayat2 tsb tidak ada hubungannya dengan orang2 yang sudah meninggal seperti :
YAHYA 14:6 Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
GALATIA 6:2 Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.
Yakub 5:16 Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya
1Korintus 3:9 Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah
Ketiga ayat tsb diatas ditujukan pada kita yang masih hidup, bukan untuk mereka yang sudah mati
[Dari Admin Katolisitas: point ini digabungkan]
Lalu bagaimana dengan yang ini :
Yesaya 8 : 19 (Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?)
Terima kasih
Mac
Shalom Machmud,
Harus diakui, bahwa kelihatannya memang terdapat perbedaan pengertian tentang orang-orang yang sudah meninggal, antara pandangan anda dengan ajaran Gereja Katolik. Anda menganggap orang yang sudang meninggal dunia itu adalah orang-orang mati, sedangkan Gereja Katolik berpegang pada pengajaran Yesus sendiri dalam Alkitab, yang tidak menganggap orang-orang yang meninggal dalam Dia (Kristus) sebagai orang-orang "mati".
Kristus adalah jalan, kebenaran dan hidup (lih. Yoh 14:6) sehingga memang karena Yesus, kita memperoleh hidup ilahi. Kristus juga mengatakan bahwa Ia adalah Roti Hidup yang turun dari surga, dan yang memberi hidup kepada dunia (lih. Yoh 6:35). Yoh 3:16 berkata, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Yesus mengajarkan, "Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal …. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia…. [ia] akan hidup oleh Aku." (Yoh 6:55-57).
Dengan berpegang pada firman Kristus ini, maka Gereja Katolik mengajarkan bahwa mereka yang selama hidupnya berakar pada sakramen Ekaristi, yaitu yang menyambut Tubuh dan Darah Yesus, [setidak-tidaknya sekali seminggu pada hari Minggu] berarti mereka menyambut Kristus sendiri yang adalah Sang Hidup, Sang Roti Hidup. Dengan adanya Yesus, Sang Hidup, yang tinggal di dalam mereka, maka jika mereka meninggal dunia, mereka sesungguhnya tidak "mati", tetapi tetap hidup. Tepatnya, yang mati hanya tubuhnya, tetapi jiwanya tetap hidup oleh karena Kristus. Jadi seorang beriman yang wafat, jiwanya hanya "berpindah tempat"/ beralih dari dunia ini menuju "tempat" yang lebih dekat dengan Yesus, entah di Surga, atau jika jiwanya masih perlu dimurnikan, di Api Penyucian.
Maka dengan demikian, ayat Gal 6:2 agar kita saling tolong menolong, ayat Yak 5:16 tentang doa seseorang yang dibenarkan akan besar kuasanya; atau 1 Kor 3:9, bahwa para beriman adalah kawan sekerja Allah, itu berlaku untuk semua orang masih hidup di dunia ini atau yang sudah beralih ke dunia yang lain. Sebab Tubuh Mistik Kristus hanya ada satu, sehingga Gereja yang masih mengembara di dunia, yang sudah jaya di surga ataupun yang masih dimurnikan di Api Penyucian, semua merupakan satu kesatuan (KGK 954). Juga perlu dipahami, bahwa dalam permohonan agar para kudus yang sudah berada di surga mendoakan kita, bukan berarti kita meminta petunjuk mereka. Kita hanya mohon mereka mendoakan kita, sama seperti di dunia, misalnya, saya mohon anda mendoakan saya. Dalam hal ini saya hanya mohon doa anda saja, dan bukan petunjuk seperti petunjuk dari Tuhan. Jadi dengan demikian, tidak melanggar Yes 8:19. Lagipula, para kudus di surga yang mendoakan kita itu bukan orang "mati", tetapi seperti uraian di atas, mereka "hidup" oleh Kristus. Hanya saja, mereka tidak lagi hidup di dunia ini.
Jika anda tetap berpandangan bahwa orang-orang yang telah meninggal itu orang "mati", silakan anda renungkan, jika suatu saat andapun meninggal dunia, kiranya apakah yang akan ada lakukan? Akankah anda diam saja, padahal jiwa anda tetap hidup; ataukah jiwa anda akan turut mendukung Kristus yang terus melakukan doa syafaat di hadapan Allah Bapa bagi para beriman yang masih berziarah di dunia ini? Jika anda mengatakan bahwa mereka yang telah wafat itu "mati", bagaimana anda menjelaskan ayat Yoh 6:35; 6:55-57, Yoh 3:16, tersebut, yang jelas mengatakan janji Yesus bahwa Ia akan memberi hidup yang kekal kepada yang percaya kepada-Nya dan yang menyambut Tubuh dan Darah-Nya?
Machmud, mari kita melihat pengajaran ini tidak dengan prasangka yang negatif. Gereja Katolik juga mengajarkan agar kita menyembah Allah saja, dan memang itulah yang terjadi. Namun, Gereja Katolik melihat kesatuan umat beriman yang melampaui kehidupan di dunia ini, sebab baik maut maupun hidup, tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (lih. Rom 8:38-39). Persatuan inilah yang memungkinkan para beriman sebagai anggota Tubuh yang sama untuk saling mendoakan, dan hal ini tidak mungkin menggeserkan peran Kristus sebagai Kepala Tubuh. Namun tentu saja, Gereja Katolik tidak mengharuskan seseorang harus memohon agar para kudus mendoakan mereka. Yang ada hanyalah anjuran, sebab hal itu melatih kerendahan hati bagi umat beriman untuk melihat teladan mereka yang telah lebih dahulu sampai di surga. Namun jika ada orang merasa lebih terbangun imannya jika berdoa langsung kepada Yesus, tentu hal itu juga tidak apa-apa. Saya pribadi juga selalu mengarahkan doa saya kepada Tuhan, dan hanya dalam akhir doa saja, saya mohon dukungan doa dari para orang kudus, misalnya kepada Bunda Maria, atau jika saya sedang mempelajari Alkitab, saya mohon St. Jerome dan St. Thomas Aquinas mendoakan saya. Jika saya sedang mendoakan para imam, saya mohon dukungan pelindung para imam, St. John Vianney. Atau kalau sedang mohon ampun, saya mohon dukungan doa dari St. Faustina Kowalska, yang mengajarkan tentang kerahiman Allah. Atau jika saya ingin belajar berkurban bagi orang lain dalam hal-hal sederhana, saya mohon dukungan dari St. Teresa kanak-kanak Yesus, yang mengajarkan demikian. Tidak ada dari permohonan itu yang minta petunjuk seperti untuk menduakan Allah. Semuanya justru untuk memuliakan Allah dengan lebih lagi, dan karya Allah semakin dinyatakan dengan dukungan doa dari para orang kudus-Nya.
Demikianlah keterangan saya, semoga dapat menjadi masukan bagi anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Saya tidak pernah berprasangka negatif pada tulisan Ingrid tentang hal ini, saya hanya ingin menanyakan dan ingin tahu, itu saja .
Hampir semua agama mengajarkan bahwa setelah mati, hidup ini masih ada kelanjutannya.
Ada yang hidup di surga bersama Allah dan ada juga yang hidup sengsara di neraka bersama iblis.
Tetapi tentang apa yang diperbuat di sana, tidak ada yang tahu.
Yang pasti mereka yang sudah mati tetap beribadah kepada Allah, dan kalau ada yang mendoakan kita yang masih hidup, bagaimana kita mengetahuinya ?.
Saya belum pernah tahu bahwa orang mati itu bisa mendoakan kita, juga menurut teman2 saya orang Islam juga sama.
Menurut Islam orang hidup yang berdoa buat orang mati, tapi orang mati bisa mendoakan orang hidup, mereka baru mendengarnya sekarang ini.
Kalau pengajaran ini ada dalam KGK , Tradisi Gereja Katolik dan Magisterium Geraja Katolik, saya tidak tahu.
Saya mohon maaf jika pertanyaan saya kali ini dianggap ber-prasangka negatif.
Terima kasih
Mac
Shalom Machmud,
Saya bersyukur jika Machmud tidak mempunyai prasangka negatif terhadap pengajaran Gereja Katolik tentang anjuran bahwa umat dapat memohon agar para kudus di surga mendoakan mereka. Sebelumnya, sejujurnya saja, saya memang mendapat kesan bahwa anda sudah berprasangka negatif, sebab anda menulis di surat anda yang pertama demikian, "Untuk apa kita memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, jika mereka tidak bisa mengabulkan doa kita. Apakah hal ini tidak membuat Allah cemburu?" Lalu anda mengutip ayat- ayat Ul 18:10-12, seolah menyamakan Tradisi Katolik ini dengan kebiasaan bertanya kepada arwah orang mati sehingga merupakan kekejian bagi Allah. Dan selanjutnya anda bahkan menanyakan, "apakah penjelasan Ingrid yang diberikan pada Ririn tidak bertentangan dengan Firman Allah?" Maka, terus terang, saya berpikir bahwa anda telah mempunyai sikap yang "mencurigai" sebelum mendengarkan penjelasan dari ajaran Gereja Katolik.Namun demikian, jika ternyata anggapan saya keliru, saya juga mohon maaf. Saya berharap anda mengetahui bahwa sudah menjadi komitmen kami di Katolisitas untuk menyampaikan ajaran Gereja Katolik, yang kami yakini tidak mungkin bertentangan dengan Firman Tuhan.
Soal apa yang kita perbuat setelah kita meninggal, memang kita tidak dapat mengetahui secara persis, namun jika kita mempelajari Tradisi Suci Gereja Katolik, kita dapat mengetahuinya. Kesaksian yang nyata dari para kudus yang telah meninggal duniadi sepanjang sejarah Gereja menyingkapkan kebenaran ini: yaitu bahwa para kudus turut berdoa syafaat bersama Yesus, dan dapat turut serta mendatangkan kebaikan kepada umat yang masih berziarah di dunia, untuk membawa umat kepada pertobatan dan keselamatan. Hal ini nyata sekali dalam proses beatifikasi dan kanonisasi para kudus, di mana pada akhir proses kanonisasi, Gereja menyatakan orang kudus itu dipastikan telah berada di surga, dan diberi gelar, "Santa/ Santo" yang terjemahan bebasnya adalah "orang kudus". Saya pernah menuliskan proses beatifikasi dan kanonisasi di sini, silakan klik.
Proses ini panjang dan dapat memakan waktu bertahun-tahun/ puluhan tahun, justru karena diperlukannya mukjizat yang harus dapat diakui secara obyektif (umumnya mukjizat dari penyakit yang sukar disembuhkan, namun sembuh secara ajaib, tak bisa dijelaskan secara medis dan kesembuhan ini harus bersifat tetap/ tidak dalam sekejap kembali ke kondisi semula; dan harus ada keterangan resmi dari pihak medis, sebelum dan sesudah mukjizat). Tentu mukjizat ini diperoleh atas belas kasihan Tuhan, namun juga melalui doa syafaat doa orang kudus, yang dimintai dukungan doanya oleh orang yang bersangkutan. Contoh yang belum lama ini, misalnya adalah mukjizat melalui perantaraan doa St. Faustina, sebagai berikut:
Miracle #1: In March 1981, Maureen Digan, of Roslindale, Massachusetts, her husband, son, and Fr. Seraphim Michalenko, MIC (a priest of the Congregation of Marians of the Immaculate Conception), traveled to St. Faustina’s tomb at the Shrine of The Divine Mercy outside of Krakow, Poland. From her early teens, Maureen suffered from an incurable illness — and she had all but given up hope that she could ever be rid of it. Milroy’s Disease, a form of lymphedema, had already claimed one of her legs and doctors recommended amputating the other. At Faustina’s tomb, Maureen prayed for St. Faustina’s intercession and immediately felt the pain leave her and the swelling in her leg going down. In fact, Maureen later said she thought she was losing her mind. But upon the doctors’ examination, they stated that Maureen’s incurable ailment had disappeared. After exhaustive examination by medical professionals, the Church declared the healing a miracle through Faustina’s intercession.
Miracle #2: In 1995, Fr. Ron Pytel of Baltimore, Maryland, knew he had a problem. During a bout with bronchitis, he found himself out of breath after climbing a flight of stairs. Upon closer examination, his doctors discovered a massive calcium build-up in his aortic valve. As a result, the left ventricle of his heart had become badly damaged — a condition that rarely heals and if it does, it occurs over a span of many years. In June of 1995, Fr. Ron had surgery to replace the valve with an artificial one, but the damage to his heart was another problem. When he went for his first regular check-up two months later, the prognosis was not good. Dr. Nicholas Fortuin, a world-renowned cardiologist from Johns Hopkins in Baltimore, said that Fr. Ron’s heart would never be normal and that the 48-year-old priest would likely never be able to return to his priestly duties. However, all of that changed on Oct. 5, 1995 — the Feast Day and 58th anniversary of Saint Faustina’s death. After a full day of prayer at his parish, Fr. Ron attended a healing service where he prayed for Saint Faustina’s intercession. After venerating her relic, he collapsed on the floor and felt unable to move for about 15 minutes. During his next regular check-up, Fr. Ron’s doctor could not explain the condition of the priest’s heart — it had returned to normal.
Maka, walaupun memang prinsip pengajaran para kudus ini kita ketahui dari Tradisi Suci dan pengajaran Magisterium, namun sesungguhnya tidak bertentangan dengan Alkitab, karena sesungguhnya malah mengambil dasar dari ayat-ayat Alkitab, seperti yang saya telah uraikan di jawaban saya sebelumnya. Hanya saja, memang diperlukan keterbukaan untuk memahami apa yang disampaikan oleh Gereja mengenai interpretasi dari ayat-ayat Alkitab tersebut. Saya menyadari bahwa tidak mudah menerima ajaran ini, justru karena pada agama-agama yang lain, misalnya Islam, seperti yang anda sebutkan, tidak diajarkan demikian. Saya masih ingat di salah satu surat anda, anda pernah mempertanyakan tujuan mengapa manusia hidup. Bagi umat Kristiani memang tujuan akhir manusia adalah kembali bersatu dengan Tuhan, dan hal ini dimungkinkan karena Kristus Sang Putera Allah yang memberikan hidup ilahi-Nya kepada mereka yang percaya kepada-Nya, yaitu anggota-anggota Gereja-Nya. Maka, pengertian hakekat Gereja sebagai kesatuan Tubuh Mistik Kristus yang tak terpisahkan oleh maut menjadi sangat penting. Kesatuan umat sebagai Tubuh Mistik Kristus inilah yang menghubungkan kita yang masih berziarah di dunia ini dengan para kudus di surga, karena semuanya merupakan anggota Tubuh yang sama, dengan Kristus sebagai Kepalanya (Kol 1:18). Umat Kristiani percaya bahwa memang hanya Kristus, sang Hidup, yang dapat mempersatukan semua orang yang percaya kepada-Nya dan memberikan hidup yang kekal. Dan tentu, pengajaran ini sesuai dengan pengajaran Alkitab, seperti yang dikatakan dalam Yoh 14:6; Yoh 3:16; Yoh 6: 51-58; Rom 2:7; 1 Kor 15:54-55; 1 Tim 1:16 dan juga 1 Yoh 5:11, "Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita, dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya."
Mereka yang tidak mempercayai Kristus sebagai Anak Allah, akan sulit memahami ajaran ini, namun bagi umat Kristiani, khususnya Katolik, justru ayat-ayat di atas menjadi janji Allah yang pasti digenapi-Nya, dan penggenapan ini sungguh akan dialami oleh orang-orang yang percaya kepada-Nya di dalam Kristus Sang Putera. Hidup ilahi inilah yang sudah mulai kita terima di dunia, melalui sakramen-sakramen Gereja, dan yang akan mencapai kesempurnaannya di surga kelak.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Terima kasih atas penjelasannya, dengan demikian saya menjadi tahu tentang apa dan bagaimana pengajaran bagi umat Katolik.
Karena saya tidak tahu maka saya bertanya dan sekarang saya sudah tahu. Tak ada sedikitpun prasangka negatif atau yang lain dalam hati dan pikiran saya, yang ada hanyalah ke inginan tahu.
Nanti kalau masih ada yang ingin saya ketahui tentang pengajaran Katolik, saya akan menanyakan lagi dan tolong jangan “dicurigai”.
Terima kasih
Salam
Mac
Shalom Machmud,
Ya, saya akan mencoba untuk menjawab sebisa saya, tanpa berpikir negatif tentang anda. Tetapi saya juga mohon agar dalam pertanyaan anda, anda menyampaikannya dengan kata-kata yang bersahabat sehingga saya tidak berpikir negatif. Mari kita berusaha untuk berdiskusi atas dasar kasih.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam Damai Sejahtera
Dear Ingrid,
Anda menulis :
1. Yang ada, memang adalah kita diperkenankan memohon agar para jiwa orang beriman yang ada di surga untuk mendoakan kita (KGK 956)
2. Maka, meskipun kita dapat memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, namun yang mengabulkan doa tetap Tuhan saja.
aPertanyaannya :
1. Untuk apa kita memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, jika mereka tidak bisa mengabulkan doa kita. Apakah hal ini tidak membuat Allah cemburu ?
2. Didalam kitab Ulangan ditulis sbb :
ULANGAN 18:10 Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir,
18:11 seorang pemantera, ataupun seorang yang BERTANYA KEPADA ARWAH atau kepada roh peramal atau yang MEMINTA PETUNJUK KEPADA ORANG-ORANG MATI .
18:12 Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini ADALAH KEKEJIAN bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.
Mengacu pada ayat-ayat ini , apakah penjelasan Ingrid yang diberikan pada Ririn tidak bertentangan dengan Firman Allah ?
Terima kasih, Mac
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah di jawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.