Pertanyaan

Pernahkah anda bertanya dalam hati, jika Tuhan menginginkan sebanyak mungkin orang masuk ke surga, bagaimanakah Dia menyampaikan kebenaran tersebut, supaya orang-orang dapat mengerti? Berikut ini adalah pengajaran Gereja yang mencerminkan kebaikan dan kebijaksanaan Allah.

Allah adalah Kasih, maka Ia menghendaki semua manusia selamat

Allah adalah Kasih (1Yoh 4:8), maka Allah menghendaki semua manusia diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1Tim 2:4) yang diperoleh dengan mengenal Yesus Kristus, yang menjadi kepenuhan wahyu Allah itu sendiri.[1] Untuk memenuhi kehendak Allah ini, Kristus kemudian memerintahkan pada para rasul supaya Injil yang telah dijanjikan melalui para nabi, yang digenapi olehNya dan disah-kanNya, dapat mereka wartakan kepada semua orang dan dengan demikian dapat dibagikan karunia-karunia ilahi kepada mereka semua. Injil adalah sumber kebenaran yang menyelamatkan dan sumber ajaran moral.[2] Injil yang memuat kebenaran kasih Allah ini diturunkan kepada GerejaNya.

Bagaimana Allah berbicara pada GerejaNya untuk menyampaikan rencanaNya?

Allah memberitahukan rencana keselamatanNya kepada manusia melalui Injil. Injil ini diturunkan dengan dua cara, yaitu secara lisan dan tertulis, untuk diteruskan kepada kita. Para rasul mewartakan secara lisan apa yang mereka terima dari Kristus, entah dari perbuatan Kristus ataupun dari percakapan denganNya, ataupun dari dorongan Roh Kudus. Dan juga, para rasul dan tokoh-tokoh rasuli atas ilham Roh Kudus menuliskan amanat keselamatan tersebut untuk dijadikan buku.[3] Hasil penulisan amanat Allah tersebut dikenal sebagai Kitab Suci. Nah, supaya pesan Injil ini dapat diturunkan secara utuh dan hidup di dalam Gereja, para rasul menunjuk uskup-uskup untuk menggantikan mereka dan menyerahkan kepada mereka kedudukan untuk mengajar. Penerusan ajaran Injil ini yang terjadi di bawah kuasa Roh Kudus, disebut sebagai Tradisi Suci. Sedangkan para penerus rasul yang mendapat wewenang mengajar dari para rasul ini disebut sebagai Magisterium.  Magisterium bertugas untuk menginterpretasikan ajaran Injil sesuai dengan maksud aslinya dan meneruskannya kepada Gereja. Jadi Allah berkarya di dalam ketiga hal ini, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium, untuk menjamin kemurnian penurunan wahyu kudus-Nya.

Jelaslah bahwa Tradisi Suci dan Kitab Suci ini berhubungan sangat erat dan terpadu, sebab keduanya berasal dari Allah, dan keduanya menghadirkan misteri Kristus di dalam Gereja, yang mendatangkan buah keselamatan.[4] Hanya dengan perpaduan Tradisi dan Kitab Suci kita memperoleh gambaran yang lengkap tentang wahyu Allah. Dalam hal ini, Magisterium memegang peran yang sangat penting dan tak terpisahkan dengan keduanya, atas dasar perannya untuk menjamin pengertian yang benar terhadap wahyu Allah tersebut. Karena itu, Allah menganugerahkan kurnia ‘infallibility‘ (‘tidak mungkin sesat’) kepada Magisterium, yaitu Paus dan para uskup dalam persekutuan dengannya, untuk dapat mengartikan dan melestarikan wahyu Allah itu dan mengajarkannya kepada Gereja. Ibaratnya Magisterium itu adalah seumpama wasit dalam pertandingan sepak bola, sedangkan Kitab Suci dan Tradisi Suci adalah seumpama peraturan pertandingan: pertandingan memang dilakukan atas dasar peraturan permainan sepak bola [bukan peraturan pribadi dari wasit yang bersangkutan], namun wasit bertugas untuk menjaga agar dalam pertandingan tersebut, peraturan yang sudah ada itu dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Tradisi Suci

(KGK 75-83)

Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan apa yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus. Oleh Tradisi, Sabda Allah yang dipercayakan Yesus kepada para rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya dalam pewartaannya, mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia.[5] Maka Tradisi Suci ini bukan tradisi manusia yang hanya merupakan ‘adat kebiasaan’. Dalam hal ini, perlu kita ketahui bahwa Yesus tidak pernah mengecam seluruh adat kebiasaan manusia, Ia hanya mengecam adat kebiasaan yang bertentangan dengan perintah Tuhan (Mrk 7:8).

Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak akan pernah bertentangan. Pengajaran para rasul seperti Allah Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat jelas diajarkan melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Janganlah kita lupa, bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes 2:15, 1Kor 11:2).

Juga perlu kita ketahui bahwa Tradisi Suci bukanlah kebiasaan-kebiasaan seperti doa rosario, berpuasa setiap hari Jumat, ataupun selibat para imam. Walaupun semua kebiasaan tersebut baik, namun hal-hal tersebut bukanlah doktrin. Tradisi Suci meneruskan doktrin yang diajarkan oleh Yesus kepada para rasulNya yang kemudian diteruskan kepada Gereja di bawah kepemimpinan penerus para rasul, yaitu para Paus dan uskup.

Kitab Suci

(KGK 101-141)

Allah memberi inspirasi kepada manusia yaitu para penulis suci yang dipilih Allah untuk menuliskan kebenaran. Allah melalui Roh KudusNya berkarya dalam dan melalui para penulis suci tersebut, dengan menggunakan kemampuan dan kecakapan mereka. “Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dinyatakan oleh para pengarang yang diilhami tersebut, harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus.”[6] Jadi jelaslah bahwa Kitab Suci yang mencakup Perjanjian Lama dan Baru adalah tulisan yang diilhami oleh Allah sendiri (2Tim 3:16). Kitab-kitab tersebut mengajarkan kebenaran dengan teguh dan setia, dan tidak mungkin keliru. Karena itu, Allah menghendaki agar kitab-kitab tersebut dicantumkan dalam Kitab Suci demi keselamatan kita.[7]

Mungkin ada orang Kristen yang berkata, bahwa keselamatan mereka diperoleh melalui Kitab Suci saja. Namun, jika kita mau jujur, kita akan melihat bahwa hal itu tidak pernah diajarkan oleh Kitab Suci itu sendiri. Malah yang ada adalah sebaliknya, bahwa Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2Pet 1:20-21) sebab ada kemungkinan dapat diartikan keliru (2Pet 3:15-16). Gereja pada abad-abad awal juga tidak menerapkan teori ini. Teori ‘hanya Kitab Suci’ atau ‘Sola Scriptura’ ini adalah salah satu inti dari pengajaran pada zaman Reformasi pada tahun 1500-an, yang jika kita teliti, malah tidak berdasarkan Kitab Suci.

Pada kenyataannya, Kitab Suci tidak dapat diinterpretasikan sendiri-sendiri, karena dapat menghasilkan pengertian yang berbeda-beda. Sejarah membuktikan hal ini, di mana dalam setiap tahun timbul berbagai gereja baru yang sama-sama mengklaim “Sola Scriptura” dan mendapat ilham dari Roh Kudus. Ini adalah suatu kenyataan yang memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa pengertian mereka tentang Kitab suci berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Jika kita percaya bahwa Roh Kudus tidak mungkin menjadi penyebab perpecahan (lih. 1Kor14:33) dan Allah tidak mungkin menyebabkan pertentangan dalam hal iman, maka kesimpulan kita adalah: “Sola Scriptura” itu teori yang keliru.

Magisterium (Wewenang mengajar) Gereja

(KGK 85-87, 888-892)

Dari uraian di atas, kita mengetahui pentingnya peran Magisterium yang “bertugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu yang kewibawaannya dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.”[8] Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian, oleh kuasa Roh Kudus, Magisterium yang terdiri dari Bapa Paus dan para uskup pembantunya [yang dalam kesatuan dengan Bapa Paus]  menjaga dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah.

Kita perlu mengingat bahwa Gereja sudah ada terlebih dahulu sebelum keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru. Para pengarang/ penulis suci dari kitab-kitab tersebut adalah para anggota Gereja yang diilhami oleh Tuhan, sama seperti para penulis suci yang menuliskan kitab-kitab Perjanjian Lama. Magisterium dibimbing oleh Roh Kudus diberi kuasa untuk meng-interpretasikan kedua Kitab Perjanjian tersebut.

Jelaslah bahwa Magisterium sangat diperlukan untuk memahami seluruh isi Kitab Suci. Karunia mengajar yang ‘infallible‘ (tidak mungkin sesat) itu diberikan kepada Magisterium pada saat mereka mengajarkan secara resmi doktrin-doktrin Gereja. Karunia ini adalah pemenuhan janji Kritus untuk mengirimkan Roh KudusNya untuk memimpin para rasul dan para penerus mereka kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:12-13).

Kesimpulan: Gereja sebagai Tonggak Kebenaran terdiri dari tiga unsur, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium

Untuk memberitahukan rencana keselamatanNya, Allah berbicara pada GerejaNya melalui Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Ketiga hal ini adalah karunia Allah yang tidak terpisahkan untuk menyampaikan kebenaran melalui GerejaNya. Perlu kita ingat bahwa Rasul Paulus sendiri berkata bahwa Gereja adalah “jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran” (1Tim 3:15).

Di dalam Gereja, wahyu Allah dinyatakan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci. Karena Kitab Suci dan Tradisi Suci berasal dari Allah, kita harus menerima dan menghormati keduanya dengan hormat yang sama.[9] Jika kita membaca Kitab Suci, terutama di dalam hal iman dan moral, kita harus menempatkan pemahaman Magisterium Gereja di atas pemahaman pribadi, karena kepada merekalah telah dipercayakan tugas mengartikan Wahyu Allah secara otentik. Namun hal ini janganlah sampai mengurangi semangat kita untuk membaca Kitab Suci, karena Gereja mengajarkan kita agar kita rajin membaca Kitab Suci dan mempelajarinya, sebab melalui Kitab Suci kita dibawa pada ”pengenalan yang mulia akan Kristus” (Fil 3:8). St. Jerome mengatakan, bahwa jika kita tidak mengenal Kitab Suci, maka kita juga tidak mengenal Kristus.[10] Ini adalah suatu tantangan buat kita semua yang mengatakan bahwa kita mengenal dan mengasihi Yesus.

Jadi, sebagai Tonggak Kebenaran, Gereja memiliki tiga unsur, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Ketiganya merupakan pemenuhan janji Allah yang selalu mendampingi GerejaNya sampai kepada ‘seluruh kebenaran’ (Yoh 16:12-13), yang senantiasa bertahan sampai akhir jaman. Mari kita bersyukur untuk pemenuhan janji Tuhan ini.


[1]Lihat Katekismus Gereja Katolik, 74, “Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1Tim 2:4), artinya supaya semua orang mengenal Yesus Kristus. Karena itu Kristus harus diwartakan sepada semua bangsa dan manusia dan wahyu mesti sampai ke batas-batas dunia.”

[2] Lihat Katekismus Gereja Katolik, 75, “Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi (lih. 2Kor1:30;3:16-4-6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-Nya sendiri, mereka wartakan kepada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta ajaran kesusilaan, dan dengan demikian dibagi-bagikan karunia-karunia ilahi kepada mereka.” (Dei Verbum, Dokumen Vatikan II,7)

[3] Lihat Katekismus Gereja Katolik, 76, Sesuai dengan kehendak Allah terjadilah pengalihan Injil atas dua cara:— secara lisan “oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang mereka terima dari mulut, pergaulan, dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari”,— secara tertulis, “oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan “(Dei Verbum, Dokumen Vatikan II,7 ).

[4] Lihat Katekismus Gereja Katolik, 80, “Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan terpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah yang sama” (Dei Verbum, Dokumen Vatikan II, ). Kedua-duanya menghadirkan dan mendayagunakan misteri Kristus di dalam Gereja, yang menjanjikan akan tinggal bersama orang-orangNya ‘sampai akhir zaman’ (Mat 28:20)

[5] Katekismus Gereja Katolik, 81, Dei Verbum, 9

[6] Katekismus Gereja Katolik, 107, “Kitab-kitab yang diinspirasi (tersebut) mengajarkan kebenaran. ‘Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dinyatakan oleh para pengarang yang diilhami …(penulis suci), harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus.”

[7] Lihat Ibid., 107, Dei Verbum, 11

[8] Katekismus Gereja Katolik, 85, dan Dei Verbum, 10.

[9] Lihat Katekismus Gereja Katolik, 82, “Dengan demikian maka Gereja, yang dipercayakan untuk meneruskan dan menjelaskan wahyu, “menimba kepastiannya tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi maupun kitab suci) harus diterima dan dihormati dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama” (Dei Verbum, 9)

[10] Lihat Dei Verbum, 25, “Begitu pula Konsili suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan sering kali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp3:8). “Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus”

26 COMMENTS

  1. ijinkan saya bertanya : copas: “Jadi Allah berkarya di dalam ketiga hal ini, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium, untuk menjamin kemurnian penurunan wahyu kudus-Nya.” ==> apakah bisa diartikan ada 3 pilar iman dalam gereja Katolik?? Jika ya…ijinkan saya memberi pembanding dalam link : http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=9815&postdays=0&postorder=asc&start=36 : di sana Deus Vult mengatakan magisterium bukan sumber iman, berdasarkan :

    Cathlic Encyclopedia: Dogma

    From this it follows that theology comprehends all those and only those doctrines which are to be found in the sources of faith, namely Scripture and Tradition, and which the infallible Church proposes to us.

    Catholic encyclopedia: The Real Presence of Christ in the Eucharist

    According to the teaching of theology a revealed fact can be proved solely by recurrence to the sources of faith, viz. Scripture and Tradition, with which is also bound up the infallible magisterium of the Church

    Humani Generis – Pius XII

    21. It is also true that theologians must always return to the sources of divine revelation: for it belongs to them to point out how the doctrine of the living Teaching Authority is to be found either explicitly or implicitly in the Scriptures and in Tradition.[4] Besides, each source of divinely revealed doctrine contains so many rich treasures of truth, that they can really never be exhausted.

    Mohon tanggapannya atas perbedaan itu….

    Terima kasih atas perhatian admin….

    • Shalom Johanus Adwijan,

      Memang sumber iman (deposit of faith/ depositum fidei) adalah Kitab Suci dan Tradisi Suci; namun tugas untuk mengiterpretasikan keduanya (Kitab Suci dan Tradisi Suci) dengan benar, adalah tugas Magisterium Gereja Katolik. Maka ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiganya adalah pilar iman. Gereja sebagai pilar iman (tiang penopang dan dasar kebenaran) sendiri diajarkan di dalam Kitab Suci (lih. 1 Tim 3:15). Dengan disebutkan Magisterium Gereja sebagai salah satu dari pilar tersebut, tidak berarti bahwa ia mengatasi Kitab Suci dan Tradisi Suci, namun bahwa Magisterium itu melayani keduanya, agar dapat diteruskan dari satu generasi ke generasi dengan murni sesuai dengan ajaran para rasul dan para penerusnya. Jadi posisi Magisterium ini seumpama wasit dalam pertandingan sepak bola. Pertandingan diadakan atas dasar peraturan sepak bola, tetapi penerapannya yang benar dijaga ataupun diawasi oleh wasit. Maka wasit tidak membuat peraturan baru ataupun menjadi peraturan itu sendiri, tetapi tugasnya adalah mengawasi, menjaga/ memelihara agar peraturan yang sudah ada dipahami dan diterapkan dengan benar.

      Kutipan yang Anda ambil dari Catholic Encyclopedia: Dogma, juga menyatakan hal ini bahwa kedua cara penyampaian sumber iman (secara tertulis, yaitu Kitab Suci; dan lisan, yaitu Tradisi Suci) tidak terpisahkan dari Gereja yang mengajarkan secara tidak mungkin salah segala ajaran iman dan moral. Dan wewenang mengajar yang tidak mungkin salah inilah yang disebut Magisterium Gereja.

      From this it follows that theology comprehends all those and only those doctrines which are to be found in the sources of faith, namely Scripture and Tradition, and which the infallible Church proposes to us.

      Silakan membaca lebih jauh tentang Magisterium, di sini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati-katolisitas.org

  2. Allah adalah Kasih, maka Ia menghendaki semua manusia selamat. ini adalah judul di atas.

    1. Bagaimana Magisterium gereja memandang ajaran pre-destinasi Calvinis, berkaitan dengan judul di atas.

    • Shalom Henry,

      Gereja Katolik mengajarkan bahwa Allah menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:4). Maka Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, agar barang siapa percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup yang kekal (lih. Yoh 3:16). Namun memang sejak awal mula Allah telah mengetahui bahwa ada sebagian orang yang bekerjasama dengan rahmat-Nya -sehingga masuk surga, dan ada yang tidak bekerjasama/ menolak Dia, sehingga masuk neraka. Namun demikian Allah tidak menentukan sejak awal mula agar orang masuk ke neraka.

      Demikian pengajaran dari Katekismus:

      KGK 1037    Tidak ada seorang pun ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan supaya masuk ke dalam neraka (Bdk. DS 397; 1567); hanya pengingkaran secara sukarela terhadap Tuhan (dosa berat), di mana orang bertahan di dalam dosa itu sampai akhir, yang mengantarnya ke sana. Dalam perayaan Ekaristi dan dalam doa harian umatnya Gereja senantiasa mohon belas kasihan Allah, supaya “jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Ptr 3:9):
      “Terimalah dengan rela persembahan umat-Mu. Bimbinglah jalan hidup kami dan selamatkanlah kami dari hukuman abadi agar tetap menjadi umat kesayangan-Mu (MR, Doa Syukur Agung Romawi 88).

      St. Thomas Aquinas (lihat ST, I, q.19), tentang dua macam kehendak Allah (the Will of God) secara umum, maka kita dapat lebih memahami tentang kehendak Allah ini:

      1. Antecedent Will: Kehendak Allah yang universal terhadap semua manusia, yaitu agar semua manusia di selamatkan. Inilah yang dikenal dengan ajaran ‘predestination’, yaitu bahwa Allah menghendaki semua manusia diselamatkan dan memiliki pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:4). Maka kita mengetahui bahwa Gereja Katolik, berpegang pada pengertian ini, mengajarkan konsep ‘predestination‘, yaitu bahwa Allah menghendaki semua orang diselamatkan. Yang tidak diajarkan oleh Gereja Katolik adalah ‘double predestination‘ yaitu bahwa Allah dari sejak awal sudah menentukan orang-orang yang akan masuk ke surga (diselamatkan) dan orang-orang yang masuk neraka (tidak diselamatkan), seperti yang diajarkan oleh Calvinism.
      Gereja Katolik tidak mengajarkan konsep double predestination, sebab ini bertentangan dengan hakekat Allah sendiri yang adalah Maha Kasih dan Maha Adil. Sebab Kasih selalu menginginkan kebaikan terjadi pada orang yang dikasihi, dan Keadilan selalu mengacu pada sesuatu yang layak sesuai dengan yang seharusnya. Menentukan seseorang yang tidak bersalah langsung ke neraka, itu bertentangan dengan sifat Keadilan, karena itu tidak mungkin dilakukan oleh Tuhan, sebab Tuhan tidak mungkin menyangkal DiriNya sendiri (lih. 2 Tim 2:13).

      2. Consequent Will: Kehendak Allah yang melibatkan pihak kehendak bebas manusia; sehingga meskipun Allah menghendaki semua manusia diselamatkan, namun karena Allah menghormati keputusan kehendak bebas manusia yang menolak-Nya, maka tidak semua dari yang ditentukan Allah sejak semula untuk diselamatkan, dapat diselamatkan.
      Dengan prinsip yang sama,  maka bukan Tuhan yang menghendaki kejahatan terjadi, sebab yang terjadi sesungguhnya manusia dengan kehendak bebasnya yang berbuat jahat. Dalam hal ini, Tuhan mengizinkan hal kejahatan itu terjadi,  karena Ia menghormati kehendak bebas manusia yang diciptakan-Nya. Inilah yang dikenal sebagai penderitaan yang disebabkan oleh dosa manusia. Namun kenyataannya, ada pula penderitaan yang tidak disebabkan oleh dosa, yang dikenal sebagai ‘the suffering of the innocent‘. Pada kedua jenis penderitaan ini hal ini, meskipun hal yang jahat/ buruk terjadi dalam hidup manusia, itu tidak mengejutkan Tuhan, karena Tuhan sudah mengetahui segala sesuatunya sejak awal mula, dan Ia dengan kuasa-Nya pula tetap dapat memasukkan keadaaan yang negatif tersebut ke dalam rancangan-Nya yang mendatangkan kebaikan. Dalam hal ini kebaikan yang dirancangkan Tuhan adalah untuk membawa seseorang kepada pertobatan, membentuk karakter orang yang bersangkutan, dan mendatangkan kasih, atau agar orang tersebut mengalami pengalaman dikasihi, baik oleh Tuhan maupun oleh orang lain. (Lebih lanjut mengenai hal ini, silakan baca Surat Apostolik Bapa Paus Yohanes Paulus II, Salvifici Doloris, atau beberapa point ringkasannya yang saya tuliskan di sini (silakan klik).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Terima kasih bu.. telah membantu saya utk memahaminya secara Ajaran Gereja. semoga kami selalu mendasarkan pemahaman kami berdasarkan Ajaran Gereja dan bukan berdasarkan pemahaman atw hayalan sendiri. Sekali lagi terima kasih utk katolisitas team tempat kami mengetahui Ajaran Gereja sehingga kami dpt mengasihi Gereja-Nya lebih lagi.

  4. Petrus dan Paulus adalah Musa dan Harun yg baru.
    Belakangan ini dari mengikuti diskusi tentang 3 pilah Gereja timbul dlm pemikiran saya utk memperbandingkan Petrus dan Paulus dgn Musa dan Harun.
    -). Petrus dan Paulus Magisterium Gereja/ umat pilihan Allah sesudah kedatangan Yesus Kristus sang Almasih yg dipilih oleh Yesus sendiri, sedangkan Musa dan Harun adalah Magisterium umat pilihan Allah sebelum kedatangan Yesus yg dipilih langsung oleh Allah.

    -). Kerena kelahiran Yesus adalah kesempurnan dari sabda Allah sehingga Petrus sudah menerima sabda Allah itu sudah sempurna sehinga peran Petrus tinggal utk mengajar dan menjaga keutuhan sabda Allah sampai akhir zaman dan tdk perlu lagi utk menambah-nambahi sabda Allah krn memang sudah sempurna, berbeda dgn Magisterium sebelum kedatangan Mesias di mana Musa dan para nabi lainnya sbg Magisterium umat Allah kala itu selalu menyampaikan ajaran-ajaran atau perintah-perintah yg baru bilamana Allah mensabdakannya kpd mereka seperti yg sudah tertulis dlm Kitab Suci kita skrg ini sampai pd puncaknya yakni pada saat kedatangan Mesias.

    -). Sebagaimana Musa megajar umat Israel dgn Hukum Taurat yg tersimpan dlm Tabut Allah dan dgn tongkat pengembalaannya demikian juga Petrus mengembalakan Gereja dgn Taurat yg baru yakni perintah Tuhan Yesus yg dikandung oleh perawan Maria dgn kunci kerajaan sorga di tangannya.

    -). Dimana penerus Musa sbg Nabi Allah dan menjadi wakil Allah dan berbicara dlm nama Allah sbg Magisterium umat Allah adalah Nabi-nabi dari keturunan Israel, dan yg menjadi penerus Petrus adalah Uskup Roma yg terpilih sebagai wakil Kristus dan berbicara dlm nama Yesus Kristus sbg Magisterium Gereja.

    Demikianlah Bu, yg membayang dlm pikiran saya tentang Petrus dan Paulus adalah Musa dan Harun yg baru.
    Sebelumnya ada ajaran Gereja yg mengajarkan hal demikian, dan apakah ini tdk bertentangan dgn ajaran Gereja kita?
    Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih atas kesedian Ibu utk membaca surat saya ini.
    Salam kasih dalam Kristus.
    (Edison)

    • Shalom Edison,

      Nampaknya perbandingan yang Anda lakukan cukup baik, hanya saja jangan dilepaskan dari kedua fakta ini:

      1) Kristus sendiri menggenapi peran Musa dan Harun secara sempurna di dalam Diri-Nya.

      Sebab Musa menjadi pengantara antara Allah dan umat Israel untuk menghantar umat Israel dari tanah perbudakan Mesir menuju Tanah Terjanji di Kanaan. Kristus adalah Pengantara satu- satunya kepada Allah Bapa (lih. 1 Tim 2:5); yang dengan wafat dan kebangkitan-Nya telah membebaskan umat manusia dari perbudakan dosa, agar dapat masuk ke dalam Tanah Terjanji, yaitu Kerajaan Surga.

      Demikian pula peran imamat Harun juga digenapi di dalam Kristus, karena Kristus adalah Sang Imam Agung, Imam Besar yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa (lih. Ibr 8:1). Kristus masuk ke dalam Kemah Allah yang bukan buatan manusia, satu kali untuk selama- lamanya, bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu (seperti yang dilakukan oleh Harun dan keturunannya), tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri (lih. Ibr 9:12).

      2) Maka peran Magisterium (Petrus, Paulus dan para penerus rasul) adalah peran yang mengambil bagian dalam Pengantaraan Kristus yang satu- satunya itu, dan tidak terlepas dari Pengantaraan Kristus.

      Rasul Petrus dan Paulus meneruskan peran Kristus di dunia untuk melanjutkan karya keselamatan Allah. Maka peran pengantaraan mereka ataupun peran mereka mengajar tidak terlepas dari peran Kristus sebagai satu- satunya Pengantara dan Pengajar umat Allah. Para rasul itu bukan saingan Kristus, melainkan mereka bertindak atas kuasa yang diberikan Kristus kepada mereka untuk memimpin dan mengajar umat-Nya. Hanya dengan pengertian ini, kita dapat mengartikan bahwa Rasul Petrus dan Paulus itu seperti Musa dan Harun, sebab keduanya itu telah digenapi secara sempurna di dalam Diri Kristus, dan para Rasul itu hanya mengambil bagian di dalam penggenapan itu, sebab telah menerima kuasa dari Kristus.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Ytk tim Katolisitas.

    Apa saja isi dari Tradisi Suci ? Sebagian dituliskan menjadi Alkitab,lalu sisanya ? Apakah Liturgi Suci,7 Sakramen ,Moral Kristen,lalu apa lagi ? Sebagian besar umat tidak paham hal ini.
    Terimakasih.

    • Shalom Devosan,
      Tentang Tradisi Suci sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Lihat point 1.
      Lalu secara garis besar tentang ajaran yang sifatnya dogmatik tentang iman Katolik, yang bersumber pada Tradisi Suci dan Kitab Suci, dapat dilihat dalam daftar dogma berikut ini, silakan klik.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. KAtolik mengatakan:
    Tradisi Suci sudah ada lebih dahulu dari Kitab Suci, dan yang melahirkan Kitab Suci adalah Tradisi Suci melalui Magisterium Gereja Katolik.

    Tolong dijawab:

    pernyataan ini berbahaya dan butuh pertaruhan iman yang lebih tinggi

    pertanyaan;
    1. Apa defenisi Kitab Suci bagi anda

    2. Siapa dasarnya dan bagaimana bisa Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium menjadi mutlak?

    salam

    • Shalom Lisa,

      1. Definisi Kitab Suci

      Katekismus Gereja Katolik menjelaskan tentang Kitab Suci dalam hubungannya dengan Tradisi Suci, sebagai berikut:

      KGK 81

      Kitab Suci adalah pembicaraan Tuhan yang dituliskan di bawah inspirasi Roh Kudus (dalam bahasa Inggris:Sacred Scripture is the speech of God as it is put down in writing under the breath of the Holy Spirit.” -CCC 81)

      Dan Tradisi Suci meneruskan secara keseluruhan Sabda Tuhan yang telah dipercayakan kepada para rasul oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus. Tradisi Suci disalurkan kepada penerus para rasul sehingga dengan diterangi oleh Roh Kebenaran, mereka dapat dengan setia melestarikan, menjelaskan dan menyebarluaskan melalui pengajaran mereka. (And [Holy] Tradition transmits in its entirety the Word of God which has been entrusted to the apostles by Christ the Lord and the Holy Spirit. It transmits it to the successors of the apostles so that, enlightened by the Spirit of truth, they may faithfully preserve, expound and spread it abroad by their preaching.- CCC 81)

      Maka Kitab Suci adalah Sabda Tuhan yang tertulis, sedangkan Tradisi Suci merupakan keseluruhan Sabda Tuhan yang dipercayakan kepada para rasul, yang diberi wewenang oleh Tuhan Yesus untuk mengajar, yaitu kuasa untuk “mengikat dan melepaskan” (Mat 18:18), dalam hal ajaran iman dan moral. Maka Tradisi Suci ini bukan dari manusia tetapi dari Tuhan Yesus sendiri dan dari para rasul atas inspirasi Roh Kudus. Tradisi Suci ini sama sekali berbeda dengan dengan tradisi manusia (adat istiadat orang Farisi) yang dikecam oleh Tuhan Yesus dalam Mat 7:8. Rasul Paulus mengajarkan bahwa Tradisi Suci/ ajaran lisan para rasul ini harus dipegang teguh bersama- sama dengan ajaran yang tertulis/ Kitab Suci (2 Tes 2:15) dan Sabda Allah inilah yang dipegang oleh Gereja Katolik.

      Tuhan Yesus tidak menurunkan Kitab suci langsung dari langit; Dia sendiri tidak menulis Kitab Suci. Kitab Suci itu ditulis berdasarkan ajaran lisan yang diterima oleh para rasul dari Yesus, dan inilah yang disebut Tradisi Suci. Memang Kitab Suci Perjanjian Lama sudah ada tertulis pada jaman Yesus [dan karena itu menjadi bagian dari pengajaran Yesus kepada para rasul-Nya], namun Kitab Suci Perjanjian Baru tidak langsung dituliskan pada jaman Yesus. Dari kesaksian para Bapa Gereja, yaitu Papias, St. Irenaeus, Origen, Eusebius dan St. Jerome, kita mengetahui bahwa St. Matius menuliskan Injilnya untuk umat Yahudi agar mereka dapat bertobat dan mempercayai Kristus sebagai Anak Daud yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Para ahli sejarah seperti Eusebius, Theophylact, Euthymius dan Nicephorus memperkirakan bahwa Injil pertama (Matius) ini dituliskan sekitar 15 tahun setelah kenaikan Kristus ke surga (antara 38-45 AD). Selanjutnya, Injil Markus dan Lukas diperkirakan dituliskan pada jangka waktu yang hampir sama yaitu tahun 64-67 dan Injil Yohanes tahun 90-100. Dengan demikian Injil dituliskan berdasarkan pengajaran para rasul: Matius dan Yohanes adalah Rasul Yesus, Markus adalah anak angkat Rasul Petrus (1 Pet 5:13) dan Lukas adalah rekan sekerja Rasul Paulus (2 Tim 4:11, Flim 1:24). Matius dan Yohanes menuliskan Tradisi Suci yang diajarkan oleh Yesus, dan Markus dan Lukas menuliskan Tradisi Suci yang diajarkan oleh para rasul (yaitu Petrus dan Paulus).

      2. Mana yang lebih dulu, Kitab suci atau Tradisi Suci?

      Tradisi Suci. Kita ketahui Sabda Tuhan dalam Injil pertama dituliskan sekitar 15 tahun setelah kenaikan Yesus ke surga. Berarti selama sekitar 15 tahun itu, jemaat ‘hanya’ mengandalkan pengajaran lisan dari para rasul, dan ini yang disebut Tradisi Suci para rasul. Maka tidak dapat dikatakan bahwa semua Sabda Tuhan itu sudah termasuk dalam Kitab suci dan Kitab Suci sendiri menyatakan bahwa Kitab Suci tidak menyampaikan keseluruhan ajaran Tuhan Yesus (lih Yoh 21:25). Lagipula, pada saat itu kitab suci yang sudah ada sekalipun, belum dinyatakan sebagai Kitab Suci sebagai pedoman iman. Baru tahun 382, Paus Damasus I menetapkan kanonnya (yaitu kitab- kitab mana yang termasuk dalam Kitab Suci) yang kemudian diteguhkan dalam Konsili Hippo (393) dan Konsili Carthago (397).

      3. Apa dasarnya Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium menjadi mutlak?

      Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang ketiganya demikian:

      KGK 84 “Pusaka Suci” (Bdk. 1 Tim 6:20; 2 Tim 1:12-14) iman [depositum fidei] yang tercantum di dalam Tradisi Suci dan di dalam Kitab Suci dipercayakan oleh para Rasul kepada seluruh Gereja. “Dengan berpegang teguh padanya seluruh Umat Suci bersatu dengan para Gembala mereka dan tetap bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti dan doa-doa (lih. Kis 2:42). …

      KGK 86 “Wewenang Mengajar (Magisterium) itu tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh Sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipelihara dengan suci, dan diterangkannya dengan-setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah” (DV 10).

      KGK 95 “Maka jelaslah Tradisi Suci, Kitab Suci, dan Wewenang Mengajar Gereja, menurut rencana Allah yang maha bijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak ada tanpa kedua lainnya dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa” (Dei Verbum 10,3).

      Jika kita percaya Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium bersumber dari Allah, dan Allah itu adalah Kebenaran yang sifatnya mutlak/ absolut, maka kita selayaknya percaya bahwa apa yang disampaikan oleh Kitab Suci dan Tradisi Suci seperti yangdiajarkan oleh Magisterium bersifat mutlak/ absolut, sebab Kebenaran yang dari Allah itu bersifat obyektif, dan bukan subyektif yang tergantung pemahaman masing- masing orang. Kebenaran obyektif inilah yang diwartakan oleh Gereja Katolik sampai saat ini.

      Lisa, saya menyadari anda mungkin tidak setuju dengan apa yang saya paparkan di atas. Kami di sini tidak memaksa anda. Namun selayaknya anda juga tidak menuduh bahwa kami menyampaikan “pernyataan yang berbahaya” dengan “pertaruhan iman yang lebih tinggi“, sebab yang kami sampaikan adalah sesuatu yang dari Tuhan Yesus dan para rasul sendiri; dan untuk ini justru kami menunjukkan ketaatan iman yang total kepada Kristus dan Gereja yang didirikan-Nya. Kesetiaan kami kepada pengajaran Kristus dan para rasul yang telah dipertahankan selama lebih dari 2000 tahun ini, adalah bentuk kasih kami kepada Tuhan.

      Jika anda masih ingin berdiskusi dengan kami, silakan menjawab dulu pertanyaan yang pernah diajukan oleh Stef kepada anda tentang topik Wahyu Allah dan Kebenaran di sini, silakan klik. Jika tidak, mohon maaf, kami tidak dapat menanggapi tulisan anda, karena merupakan pengulangan dari apa yang sudah pernah kami sampaikan. Mohon pengertian anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • @ Lisa : silakan anda membaca-baca situs ini terlebih dahulu. karena menurut saya, pertanyaan anda sudah bisa dijawab dengan membaca situs ini.

  7. shalom Pak Stef dan Bu Inggrid… saya ingin menanyakan mengenai 4 pilar gereja..
    apakah saja itu? dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?
    trima kasih sebelumnya, semoga dapat membantu tugas akhir saya….

  8. Halo Ibu Ingrid Saya umat Protestan ingin bertanya tentang Magisterium dan apa yang dimaksudkan dengan Kuasa yang diterima oleh para rasul dan penerusnya dari Yesus. Sebab KRISTUS sendiri telah berpesan tentang rasul2nya yang mendapatkan Kuasa dari diri-Nya : Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.”( Luk. 10:16 )
    Kamu pada Luk 10:16, apakah hanya Bapa Gereja?, apakah saya sebagai orang percaya kehilangan “hak” untuk termasuk dalam golongan kamu pada Luk 10:16 ?
    Dan bagaimana posisi Alkitab dibanding dengan dua pilar yang lain?
    Apakah sejajar dengan 2 pilar yang lain?
    Apakah lebih tinggi dari 2 pilar yang lain?
    Saya berterimakasih sekali jika Ibu berkenan menjawab.

    Tuhan memberkati

    • Shalom Lisa,
      Terima kasih atas kunjungan anda ke situs Katolisitas.
      Gereja Katolik mengajarkan bahwa Kristus menghendaki agar ayat-ayat Kitab Suci dibaca dan diinterpretasikan sesuai dengan maksud kitab itu ditulis, sehingga di sini ajaran para rasul yang masih hidup pada saat ayat-ayat itu dituliskan menjadi penting. Nah, ajaran ini diteruskan oleh para Bapa Gereja yang merupakan murid atau murid dari murid para rasul/ penerus para rasul. Dari sinilah Gereja Katolik dapat mengetahui apakah maksud sebenarnya dari ayat- ayat Kitab Suci tersebut.

      “Kamu” pada ayat Luk 10:16 diinterpretasikan oleh Magisterium (Wewenang mengajar) Gereja Katolik sebagai para rasul dan para penerusnya, yang telah ditunjuk secara khusus oleh Tuhan untuk melanjutkan tugas menggembalakan kawanan umat dalam Gereja Tuhan. Kepemimpinan para rasul ini yang diteruskan oleh para uskup yang “mewujudkan dan melestarikan tradisi para rasul” dan karena itu para uskup mempunyai tugas untuk mengajar doktrin, sebagai imam dalam ibadah dan pemimpin umat. Hal ini ditulis oleh para Bapa Gereja, yaitu antara lain oleh:
      1) St. Clemens dari Roma (s/d 99), dalam tulisannya, Ad Cor. 44, 2 (ed. F.X. Funk, I, 154, f), juga 1.c.. 42, 3-4; 44,3-4, 57, 1-2; ed. FX Funk, I, 264 dan 234. Menurut kesaksian Tertullian, St. Clement ditahbiskan oleh Rasul Petrus.
      2) Tertullian (abad ke- 2) dalam tulisannya Praescr. Haer. 32, PL 52-53
      3) St. Irenaues (abad ke-2, dalam Against Heretics III, 3, 1, PG 7, 848 A, Harvey 2, 8, ed. Sagnard, 100 f. Demikian juga dalam Again Heretics, III, 2,2: PG 7, 847, Harvey 2,7, ed. Sagnard, 100; juga IV, 26, 2; col. 1053, Harvey 2, 236 dan IV, 33, 8, col 1077; Harvey 2, 262.
      St. Irenaeus adalah murid St. Policarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes.
      4) St. Ignatius Martir (50- 98), Surat kepada Gereja di Philadelphia. 2, Smyrna 8, Magnesia 3; Trallia 7, ed FX. Funk, I, 265f., 282, 232, 246 f.
      5) St. Yustinus Martir (100-165), Apology. 1. 65″ PG 6, 428

      Tulisan para Bapa Gereja inilah yang dijadikan dasar oleh Magisterium Gereja Katolik untuk mengartikan bahwa ayat Luk 10:16 tersebut secara khusus mengacu kepada para rasul dan para penerusnya, yaitu para Uskup, yang kemudian dibantu oleh para imam dan diakon.

      Walau ketiga misi Kristus sebagai imam, nabi (yang mengajar), dan raja (yang memimpin dengan melayani) diberikan kepada semua umat oleh rahmat Pembaptisan, dan ini disebut sebagai peran imamat bersama; namun secara khusus, Kristus juga menginginkan adanya peran imamat tertahbis. Hal ini kita ketahui dari Kitab Suci dan ajaran para rasul dan para Bapa Gereja tersebut. Dalam peran imamat bersama, memang semua umat beriman harus melaksanakannya, namun hal imamat tahbisan bukanlah menjadi “hak” semua orang, namun hanya kepada orang-orang tertentu yang kepadanya dipercayakan panggilan ini dan yang dengan kesediaan penuh melaksanakannya.

      Saya baru saja memposkan artikel terbaru: Apakah Sola Scriptura/ Kitab Suci saja cukup?, silakan klik.
      Saya mengundang anda untuk membacanya terlebih dahulu, untuk mengetahui ajaran Gereja Katolik tentang peran Kitab Suci dalam kaitannya dengan Tradisi Suci dan Magisterium.
      Jika masih ada yang kurang jelas, silakan bertanya di bawah artikel tersebut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  9. Salam Bapak Stef Tay & Ibu Ingrid :

    Boleh diterangkan hirarki dari komposisi tiga pilar kebenaran tersebut? Apakah Alkitab tidak paling tinggi hirarkinya dibanding dua pilar lainnya? sebagai suatu prinsip utama?

    Tuhan Memberkati

    • Shalom Vano,
      Katekismus Gereja Katolik tidak menyatakan mana dari ketiga pilar tersebut yang menjadi prinsip utama, karena memang ketiganya (Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium) tidak dapat dipisahkan. Saya baru saja menulis artikel yang terbaru dengan judul Apakah Sola Scriptura/ Alkitab saja cukup?, silakan klik.
      Saya mengundang anda untuk membacanya terlebih dahulu, dan jika masih ada yang belum jelas, silakan anda bertanya di bawah artikel tersebut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  10. sebelum mengenali kasih kristus, sy org buta yg bjln dlm kegelapan tanpa tongkat. Hidup sy akhirnya berubah setelah menanam sepenuhnya kepercayaan kepada yesus. Melalui yesus jln keselamatan bg manusia, melalui yesus kita menemui Allah Bapa kita yg disyurga.Sy sgt bersyurkur krn yesus sentiasa akan hadir buat diri sy…persoalanya,mahukah kt mjd anak2xnya? yg pstinya,dialah jln kselamatn&kbenaran.

  11. [quote} Terus terang saya belum pernah melihat Alkitab yang lengkap dengan penjelasannya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, yang tercetak dalam bahasa Indonesia. Saya rasa mungkin juga ada, hanya saja saya tidak tahu [unquote]

    bagi pengalaman saja – sekitar thn 90 an saya diberi buku Injil dengan catatan kaki yang diterbitkan Ditjen Bimas Katolik (gratis, dicetak diatas kertas koran, sampul biru). Catatan kakinya amat membantu memahami kitab Injil.

  12. shalom
    romo wanta

    contoh2 konkrit tradisi suci apa aja yang ada dalam gereja katolik yang tidak tercantum dalam kitab suci?

    Tuhan memberkati,
    martha

  13. Halo Stef Tay & Ingrid :

    1) Saya baru kali ini mengunjungi web site ini. Saya juga baru coba membaca kitab suci, mungkin yang saya tanyakan hal hal yang sederhana. Yang ingin saya tanyakan, apa artinya kata "jangan menjadi hamba anggur" dalam Titus 2:3

    2) Apakah ada website & penjelasannya, bila kita ingin mencari satu ayat dalam kitab suci.

    Tuhan memberkati kita semua. Terima kasih

    • Shalom Ko Jack,
      Terima kasih sudah mengunjungi website ini.

      1) Mengenai arti "menjadi hamba anggur" pada konteks Titus 2:3 adalah menjadi pemabuk atau kecanduan anggur. Menurut penjelasan The Navarre Bible, The Letters of St. Paul, (Four Court Press, New York, 2005), hl. 615, pada perikop Titus 2:1-5; wejangan ini diberikan kepada para perempuan dan janda yang tua, agar mereka menjadi contoh bagi para perempuan dan janda yang muda. Perikop di atas sebaiknya dibaca paralel dengan 1 Tim 5:2-16, di mana rasul Paulus juga memberikan pesan serupa. Khususnya ayat 1 Tim 5:5, dimana dikatakan bahwa sebenarnya janda yang ditinggalkan oleh suami, seharusnya menaruh harapan kepada Tuhan dan bertekun dalam doa dan permohonan siang dan malam. Maka perbuatan janda yang mabuk menggambarkan ketergantungan mereka pada anggur (menjadi hamba anggur) dan bukan kepada Tuhan, dan sikap inilah yang dikecam oleh Rasul Paulus.
      Sebenarnya prinsip yang berlaku di sini adalah ‘temperance‘ dan ‘prudence‘; untuk mengukur seseorang telah menjadi ‘hamba’ sesuatu atau tidak. Rasul Paulus tidak mengatakan bahwa seseorang tidak boleh minum anggur, melainkan seseorang tidak boleh menjadi hamba anggur yang notabene mabuk ataupun kecanduan anggur. Temperance di sini menyangkut kecukupan/ pengendalian diri dan prudence menyangkut kebijaksanaan dan keseimbangan.

      2) Terus terang saya belum pernah melihat Alkitab yang lengkap dengan penjelasannya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, yang tercetak dalam bahasa Indonesia. Saya rasa mungkin juga ada, hanya saja saya tidak tahu (Silakan bertanya pada toko buku Katolik, Obor). Namun di dalam bahasa Inggris ada beberapa, seperti yang beberapa kali saya kutip, yaitu:

      A Catholic Commentary on Holy Scripture, general editor: Dom Bernard Orchard OSB.

      The Navarre Bible, dalam beberapa seri, The Old Testament, The New Testament: The Gospels, dan The Letters of St. Paul.

      The Christian Community Bible, yang disetujui oleh Keuskupan Filipina (di bawah Kardinal Sin).

      Semoga keterangan di atas dapat bermanfaat.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

Comments are closed.