Pendahuluan
Mungkin anda pernah mendengar komentar yang berkata, “Bunda Maria itu hanya manusia biasa seperti kita… Tuhan hanya ‘meminjam’ tubuhnya saja untuk melahirkan Yesus.” Benarkah? Sesungguhnya, tidak sesederhana itu. Sebab, semakin kita membaca dan merenungkan Kitab Suci dan tulisan dari para Bapa Gereja, kita akan semakin menyadari, bahwa meskipun Bunda Maria itu manusia ‘biasa’ sesungguhnya ia sangat istimewa. Ia tidak mungkin sama dengan kita, justru karena perannya sebagai Ibu Tuhan Yesus. Dibutuhkan kerendahan hati untuk mengakui, bahwa seberapapun dekatnya seseorang dengan Yesus, tidak ada yang melebihi kedekatan Bunda Maria dengan Yesus. Kenyataannya, semua gen sifat-sifat Yesus sebagai manusia diperoleh dari Bunda Maria. Maria mengandung Yesus, menyusui-Nya, membesarkan-Nya. Selama 30 tahun Maria hidup bersama Yesus yang menghormatinya sebagai Ibu-Nya. Bunda Maria mendampingi Yesus dengan setia sampai wafat-Nya di kayu salib. Di tengah derita-Nya di salib, Tuhan Yesus memikirkan nasib Bunda Maria yang akan ditinggalkan-Nya, sehingga Ia memasrahkan ibu-Nya itu kepada murid yang dikasihiNya. Selanjutnya, setelah kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga, Maria menyertai Gereja; sampai saat ia-pun diangkat ke surga hingga saat ini, ia menyertai kita semua. Tulisan berikut ini merupakan sekilas renungan tentang Maria sebagai Bunda Allah, yang mengambil sumber utama dari surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater (Bunda Penyelamat) dan tulisan para Bapa Gereja.
Bunda Maria, Bunda Allah
Santo William pernah berkata, “Maria, dengan melahirkan Yesus Sang Penyelamat dan Kehidupan kita, membawa banyak orang kepada Keselamatan; dan dengan melahirkan Sang Hidup itu sendiri, ia memberikan kehidupan untuk banyak orang”. ((Liguori, St. Alphonsus, Hail Holy Queen! (Rockford, Illinois: Tan Books and Publishers, Inc., 1995), p. 21)) Maka, Bunda Maria sebagai Bunda Penyelamat menjalankankan peran yang istimewa di dalam rencana Keselamatan Allah. Memang benar jika dikatakan bahwa rencana keselamatan Allah merangkul semua orang (lih. I Tim 2:4), namun secara khusus Allah menyediakan tempat bagi Bunda Maria, yaitu seorang “perempuan” yang dijadikanNya sebagai Ibu Yesus Sang Putera Allah dan Sang Juru Selamat. ((Paus Yohanes Paulus, Surat Ensiklik, Redemptoris Mater, 7)) Rencana Allah ini telah dinubuatkan oleh para nabi,“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan menamakan Dia Immanuel, yang berarti, “Allah menyertai kita.” (Mat 1:23). Hanya karena ketaatan Bunda Maria, maka kelahiran Yesus yang dinubuatkan oleh para nabi selama sekitar 2000 tahun terpenuhi. Hanya karena kesediaan Maria, maka Allah Putera menjelma menjadi manusia, dan Bunda Maria adalah ibu dari Sang Immanuel, “Allah yang beserta kita” tersebut. Dalam diri Maria digenapi rencana keselamatan Allah, “tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” (Gal 4:4). Dan, sungguh Allah Putera itulah yang dikandung oleh Bunda Maria, sesuai dengan Kabar Gembira dari malaikat, “….sebab anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, anak Allah.” (Luk 1:35) Oleh karena itu, Elisabeth menyebut Bunda Maria sebagai “ibu Tuhanku.” (Luk 1:1-43) dan karena itu kita juga memanggil Maria sebagai Bunda Allah.
Tuhan, sebagai Allah Bapa yang Maha Pengasih mengiginkan agar setiap orang menjadi anak-Nya di dalam Kristus Putera-Nya, yang di dalam Roh Kudus-Nya dapat memanggil-Nya sebagai “Abba! Bapa!” (lih. Gal 4:6). Oleh karena itu, saat genaplah waktunya, Allah mengirimkan Putera-Nya, Yesus Kristus, melalui Bunda Maria yang diurapi oleh Roh Kudus. Pada saat Maria menjawab, “Terjadilah padaku menurut perkataanmu (Luk 1:38), terwujudlah karya Tuhan yang sangat ajaib: Allah yang tak terbatas oleh waktu, masuk ke dalam ruang waktu dan menjadi bagian dari sejarah umat manusia. Dengan demikian, sejarah manusia dikuduskan dan diisi dengan misteri Kristus. Penggenapan janji Allah ini menandai permulaan dari perjalanan Gereja, di mana Maria sebagai anggota pertamanya menjadi teladan bagi Gereja sebagai mempelai dan ibu, dengan menyatakan “ya” pada pemenuhan Perjanjian Baru. ((Cf. Ibid., 1))
Bunda Maria merupakan teladan kekudusan, ketaatan dan pengabdian
Alkitab mengatakan, “Sebab di dalam Dia (Kristus) Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Ef 1:4). Bunda Maria adalah seseorang yang secara sempurna memenuhi ayat ini; sebab ia telah ditentukan Allah sejak semula menjadi Ibu Sang Putera Allah. Dan untuk mempersiapkannya sebagai Tabut Perjanjian Baru yang mengandung Sabda yang menjadi manusia, Allah membebaskan Bunda Maria dari dosa asal, oleh karena jasa Yesus yang menyelamatkan dunia. (lihat artikel: Bunda Maria dikandung tanpa noda, apa maksudnya?) Jadi, penghormatan kepada Bunda Maria bukanlah ‘rekayasa’ Gereja Katolik, sebab yang pertama-tama menghormati Maria adalah Tuhan sendiri. Kita menghormati Bunda Maria sebab kita mengikuti teladan Allah sendiri, sebab Tuhanlah yang terlebih dulu mempercayakan Diri-Nya kepada Bunda Maria. Karena itu Bunda Maria disebut sebagai “penuh rahmat” seperti yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel. Di dalam Bunda Maria, Putera Allah yang mengatasi segalanya mengambil rupa tubuh sebagai manusia. Maria menanggapi rahmat ini dengan iman tak bersyarat, dan karenanya ia dikatakan sebagai yang terberkati. Ia menerima rahmat dan tugas mulia ini dengan memberikan diri seutuhnya kepada Tuhan. ((Cf. Ibid., 9, 10, 12, 39))
Dengan mempercayakan diri kepada Tuhan, baik pada saat menerima kabar gembira maupun seterusnya sepanjang hidupnya, Bunda Maria menyatakan ketaatan iman. Dengan mengatakan, “Terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38) ia mengatakan hal yang sama dengan yang dikatakan oleh Yesus kepada Allah Bapa, “Aku datang; …untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku” (Ibr 10:7). Imannya mengingatkan kita pada iman Bapa Abraham. Sebab Perjanjian Lama dimulai oleh iman Abraham, dan Perjanjian Baru dimulai oleh iman Bunda Maria.
Ketaatan Maria tetap teguh sepanjang hidupnya: di dalam menjalani kehidupan yang sangat miskin pada saat kelahiran Yesus; di saat menjalani pengungsian ke Mesir, di sepanjang tahun-tahun kehidupan Yesus yang tersembunyi di Nazareth, sampai menyertai Yesus di bawah kaki salib-Nya, dan ikut menganggung sengsara Yesus Puteranya (lih. Yoh 19:25). Bunda Maria adalah seseorang yang ‘miskin di hadapan Allah’ dan karenanya ia memiliki Kerajaan Sorga (lih. Mat 5:3). Ia hidup sedemikian miskin, (sebab bahkan orang termiskin sekalipun umumnya tidak melahirkan di kandang hewan) namun ia menjalaninya dengan iman dan ketaatan. Ia mempersembahkan Yesus di Bait Allah dan kemudian membesarkan dan mendidik Yesus hingga dewasa. Karena ketaatannya dalam mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah, Bunda Maria dipuji oleh Yesus, ketika ia dan saudara-saudari Yesus datang menghampiri Yesus. Yesus berkata, “Inilah ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” (Mrk 3:34-35). ((Ayat ini sering dipakai untuk menyatakan bahwa Yesus mempunyai banyak saudara. Namun yang dimaksud di sini adalah saudara sepupu, bukan saudara kandung. Untuk keterangan selanjutnya silakan baca artikel : Bunda Maria Tetap Perawan: Mungkinkah?. Ayat ini juga sering disalah-artikan, seolah Yesus tidak mau mengakui ibu dan saudara-saudarinya, dengan ‘membuka tali persaudaraan’ kepada semua saja yang melakukan kehendak Allah. Untuk itu, ada baiknya kita melihat ayat ini dalam Alkitab bahasa Inggris, Yesus mengatakan, “Who are My mother and my brethren? …Here are my mother and my brethren! Whoever does the will of God is my brother, and sister and mother.” Lihatlah bahwa Yesus menyatakan saudara-saudarinya dalam bentuk jamak: ‘brethern’, sedangkan untuk ibu-Nya, hanya satu/ tunggal, sebab hanya Bunda Maria-lah ibu-Nya, yang menjadi teladan dalam melaksanakan kehendak Tuhan.))
Ketaatan Maria membawanya sampai ke gunung Golgotha. Di kaki salib inilah, Maria mengalami bagaimana kabar gembira malaikat Gabriel seolah ‘dijungkirbalikkan’: …bahwa anakNya akan menjadi besar…, dan kerajaan-Nya tidak akan berakhir (lih. Luk 1:32-33). Sedangkan yang terpampang di hadapan matanya adalah sebaliknya: Sang Putera dihina, disiksa sampai mati, seolah segalanya telah berakhir…. Namun demikian kita melihat, tidak ada ‘protes’ dan perlawanan keluar dari mulutnya. Di dalam iman Bunda Maria ‘menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya’. Oleh karena itu, ia sungguh-sungguh bersatu dengan Kristus dan misteri suci-Nya yang menyangkut ‘pengosongan diri dan penghinaan diri’. Paus Yohanes Paulus II menyebutkan bahwa penderitaan Bunda Maria di kaki salib ini merupakan pengosongan ‘kenosis’ iman yang terdalam yang pernah terjadi di dalam sejarah manusia. Di kaki salib Kristus itulah, dipenuhi nubuat Simeon, “Dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” (Luk 2:35). ((Cf. Ibid., 13, 14, 15, 16, 17, 18)) Adakah derita ibu yang lebih hebat daripada melihat anak satu-satunya disiksa dan dibunuh di depan matanya?
Ketaatan Bunda Maria yang sedemikian inilah yang dianggap sebagai ‘obat’ dari ketidaktaatan Hawa, seperti yang dikatakan oleh para Bapa Gereja, terutama Santo Irenaeus. Lumen Gentium mengutipnya dengan mengatakan, “Ikatan yang disebabkan oleh Hawa telah dilepaskan oleh ketaatan Bunda Maria…” ((Lihat Lumen Gentium, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, 56, mengutip St Irenaeus, Against Heretics, III, 22,4:PG 7, 959 A; Harvey, 2, 124.)) Sehingga dikatakan, “Kematian oleh Hawa, namun kehidupan oleh Maria.” ((Ibid., mengutip St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril dari Jerusalem, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskus.)) Karena itu, Maria ditempatkan pada pusat pertentangan antara Iblis dan ‘keturunan perempuan ini’ (lih. Kej 3:15) ((Cf. Ibid., 11, 19)) sebab ia adalah sang ‘perempuan’ yang telah dibuat kudus tak bernoda oleh Allah; ia bebas dari dosa asal, sehingga bersama dengan Putera-Nya dapat diletakkan di dalam pertentangan total melawan dosa dan Iblis. Pertentangan ini mencapai puncaknya seperti yang tertulis dalam kitab Wahyu, “Seorang perempuan berselubungkan matahari…..melahirkan Anaknya laki-laki… yang akan menggembalakan semua bangsa…” (Why 12:1,5). Sang Putera akan mengalahkan naga itu, yaitu Iblis. Maka kita mengetahui, bahwa sang Putera adalah Yesus, dan sang Ibu adalah Bunda Maria. ((Hahn, Scott, Hail, Holy Queen, (Broadway, New York: Doubleday, 2001), p. 39))
Bunda Maria, Bunda kita
Hubungan yang erat antara Maria dan Yesus Puteranya juga dapat kita lihat dengan jelas pada kisah mukjizat pada pesta perkawinan di Kana, yaitu pada saat Bunda Maria mengambil peranan penting dalam perwujudan mukjizat Yesus yang pertama ini. Dengan berkata pada Yesus, “Mereka kehabisan anggur”, dan kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!”, Bunda Maria menempatkan diri sebagai pengantara, bukan sebagai orang asing, tetapi sebagai ibu. Pengantaraan Maria sama sekali tidak menghalangi atau mengurangi pengantaraan Yesus yang esa dan satu-satunya kepada Allah Bapa (lih. 1 Tim 2:5) melainkan semakin menunjukkan kuasa pengantaraan Yesus itu. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa pengantaraan Bunda Maria merupakan bagian dari pengantaraan Yesus yang unik dan satu-satunya itu, sebab pengantaraan Maria ada di bawah kuasa pengantaraan Yesus. ((Redemptoris Mater, 21, 22, 38, 40))
Dengan mengandung Yesus yang adalah Kepala dari Tubuh mistik Gereja, Bunda Maria juga mengandung kita umat beriman, karena kita semua adalah anggota Tubuh Kristus/ Gereja. Oleh karena itu St. Bernardus mengatakan bahwa Bunda Maria adalah “Leher dari Tubuh Mistik Kristus” ((Miravalle, Mark, STD, Introduction to Mary, (Santa Barbara: Queenship Publishing Company, 1993), 63, 76)) yang menghubungkan Yesus Sang Kepala dengan semua anggota Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya. Inilah sebabnya mengapa Bunda Maria yang hadir di dalam misteri Kristus sebagai ibu, juga menjadi ibu rohani bagi semua orang percaya.
Bunda Maria merupakan pemenuhan janji Tuhan yang telah disebutkan pada awal mula (lih. Kej 3:15) dan pada akhir jaman (Why 12:1-5). Ia hadir pada awal misi keselamatan Yesus (lih. Yoh 2:1-12) sampai pada akhirnya, saat ia berdiri di bawah kaki salib Yesus (lih. Yoh 19:25). Ia ada pada saat Sang Sabda menjelma menjadi manusia di dalam rahimnya, dan ia hadir pada saat kelahiran Gereja di hari Pentakosta. Dengan demikian ia telah menjadi contoh dalam perjalanan iman. Bunda Maria adalah seseorang yang pertama kali percaya akan janji Keselamatan, dan dengan imannya, ia menjadi teladan pertama sebagai saksi apostolik Gereja. ((Cf. Redemptoris Mater., 23, 24, 25, 26, 27,28)) Karena itu, Bunda Maria adalah juga Bunda Gereja.
Sejak awal Bunda Maria telah memberikan dirinya tanpa batas kepada Yesus Puteranya, dan ia berbuat yang sama terhadap Gereja, yang adalah ‘anak angkat’-nya. Setelah Kristus bangkit dan naik ke surga, Bunda Maria tetap memberikan dirinya sebagai pengantara semua anak-anak-nya kepada Tuhan. ((Cf. Ibid., 40)) St. Alphonsus Liguori mengatakannya dengan begitu indah, dengan mengutip kisah dari kitab 2 Sam 14:4-11. Seorang perempuan bijak dari Tekoa menghadap Raja Daud, “Tuanku, hambamu ini mempunyai dua orang anak laki-laki, dan malangnya hamba ini, salah seorang dari puteraku itu membunuh yang lain, sehingga hamba kehilangan seorang putera, dan keadilan menghendaki agar anakku yang lain itupun mendapat hukuman mati karena perbuatannya..…; kasihanilah hamba, dan janganlah hamba sampai kehilangan kedua puteraku.” Bunda Maria dapat berkata yang serupa, “Tuhanku, hamba mempunyai dua putera, Yesus dan manusia; manusia membunuh Puteraku Yesus di salib, dan kini, keadilanMu menuntut puteraku yang bersalah. O, Tuhan, Yesusku sudah wafat, kasihanilah hamba, sebab hamba sudah kehilangan seorang, mohon jangan biarkan hamba juga kehilangan anakku yang lain.” ((Liguori, St. Alphonsus, Hail Holy Queen! (Rockford, Illinois: Tan Books and Publishers, Inc., 1995), 45)) Dan seperti Raja Daud akhirnya berbelas kasihan kepada ibu dari Tekoa itu dan mengabulkan permohonannya, maka Tuhan-pun berbelas kasihan dan tidak menghukum para pendosa yang didoakan oleh Bunda Maria. Oleh pengantaraannya ini, maka Bunda Maria dikatakan sebagai Mediatrix.
Bunda Maria Teladan Gereja
Bunda Maria adalah teladan Gereja dalam hal iman, kasih dan persatuan yang sempurna dengan Kristus. Bunda Maria adalah contoh sempurna yang mencerminkan Kristus. Ia adalah contoh tetap bagi Gereja, sebab Gereja juga dipanggil untuk menjadi Ibu dan perawan, sebagai mempelai Kristus. (lihat artikel: Bunda Maria tetap perawan, mungkinkah?) Bunda Maria bekerjasama dalam kelahiran Gereja dan perkembangannya. Sekarang ini, pada saat digalakkannya gerakan Ekumenism di mana semua orang Kristen berjuang untuk mencapai persatuan, ketaatan Maria menjadi contoh yang paling sempurna. Dengan mempelajari dan merenungkan peran Bunda Maria dalam Gereja, semua umat Kristen akan dapat melakukan perkataan Yesus -seperti yang menjadi pesan Bunda Maria pada mukjizat di Kana. Dengan demikian, perkataan Yesus, “supaya mereka semua (umat Kristen) menjadi satu…”(Yoh 17:21), dapat terlaksana dengan dipimpin oleh Bunda Maria, yang menjadi ibu bagi semua pengikut Kristus. Sungguh benar, bahwa keibuan Maria adalah rahmat yang diberikan kepada setiap orang. Kristus Penyelamat kita mempercayakan Ibu-Nya sendiri kepada murid yang dikasihiNya. Murid itu mewakili semua umat manusia. Jadi artinya Kristus memberikan Ibu-Nya untuk menjadi ibu bagi kita semua ((Cf. Redemptoris Mater., 42, 44, 30, 45)) (lih. Yoh 19:26-27).
Mari kita renungkan, sudahkah kita ‘menerima’ Maria sebagai Ibu kita sendiri? Jika kita mau sungguh mengasihi Tuhan Yesus seperti Rasul Yohanes, bukankah kitapun perlu meniru teladannya untuk menerima Maria di dalam ‘rumah’ hati kita dan di dalam kehidupan kita?
Bunda Maria, Bunda Allah menurut Bapa Gereja
Para Bapa Gereja menghubungkan peran Maria sebagai Bunda Allah dengan perannya sebagai Hawa yang baru (the new Eve). Bunda Maria melahirkan Tuhan Yesus yang menyelamatkan manusia dari dosa yang diturunkan dari dosa Hawa. Karena dalam Pribadi Yesus, ke-Allahan dan kemanusiaan-Nya bersatu dengan sempurna, maka Bunda Maria dikatakan sebagai Bunda Yesus dan Bunda Allah, sebab, Yesus itu Allah.
1. St. Yustinus Martir (155) membandingkan Hawa dengan Bunda Maria. Hawa, manusia perempuan pertama terperdaya oleh Iblis yang kemudian membawa maut; sedangkan Maria percaya kepada pemberitaan malaikat Gabriel, dan karena itu ia mengandung Putera Allah yang membawa hidup. ((Lihat St. Yustinus Martir, Dialogue with Trypho the Jew, 155 AD, p.100))
2. St. Irenaeus (180): “Ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.” ((Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24))
3. St. Gregorius Naziansa (390) menyatakan, barangsiapa tidak percaya bahwa Bunda Maria adalah Bunda Allah, maka ia adalah orang asing bagi Allah. Sebab Bunda Maria bukan semata-mata saluran, melainkan Kristus sungguh-sungguh terbentuk di dalam rahim Maria secara ilahi (karena tanpa campur tangan manusia) namun juga manusiawi (karena mengikuti hukum alam manusia). ((Lihat Robert Payesko, The Truth about Mary, Volume 2, (Queenship Publishing company, California, USA, 1996), p. 2-180.))
4. St. Ambrosius (397): “Kejahatan didatangkan oleh perempuan (Hawa), maka kebaikan juga harus didatangkan oleh Perempuan (Maria); sebab oleh karena Hawa kita jatuh, namun karena Maria kita berdiri; karena Hawa kita menjadi budak dosa, namun oleh Maria kita dibebaskan…. Hawa menyebabkan kita dihukum oleh buah pohon (pohon pengetahuan), sedangkan Maria membawa kepada kita pengampunan dengan rahmat dari Pohon yang lain (yaitu Salib Yesus), sebab Kristus tergantung di Pohon itu seperti Buahnya…” ((Diterjemahkan dari Virgin Wholly Marvelous, seperti dikutip oleh Robert Payesko, Ibid., p. 2-78.))
5. St. Agustinus (416): ”Kita dilahirkan ke dunia oleh karena Hawa, dan diangkat ke surga oleh karena Maria.” ((St. Agustinus, Sermon))
6. St. Cyril dari Alexandria (444): “Bunda Maria, Bunda Allah…, bait Allah yang kudus yang di dalamnya Tuhan sendiri dikandung… Sebab jika Tuhan Yesus adalah Allah, bagaimanakah mungkin Bunda Maria yang mengandung-Nya tidak disebut sebagai Bunda Allah?” ((Lihat St. Cyril dari Alexandria, Epistle ro the Monks of Egypt, I ))
7. Doktrin Maria sebagai Bunda Allah/ “Theotokos” dinyatakan Gereja melalui Konsili di Efesus (431) dan Konsili keempat di Chalcedon (451). Pengajaran ini diresmikan pada kedua Konsili tersebut, namun bukan berarti bahwa sebelum tahun 431, Bunda Maria belum disebut sebagai Bunda Allah, dan Gereja ‘baru’ menobatkan Maria sebagai Bunda Allah pada tahun 431. Kepercayaan Gereja akan peran Maria sebagai Bunda Allah dan Hawa yang baru sudah berakar sejak abad awal. Keberadaan Konsili Efesus yang mengajarkan “Theotokos” tersebut adalah untuk menolak pengajaran sesat dari Nestorius. Nestorius hanya mengakui Maria sebagai ibu kemanusiaan Yesus, tapi bukan ibu Yesus sebagai Tuhan, sebab menurut Nestorius yang dilahirkan oleh Maria adalah manusia yang di dalamnya Tuhan tinggal, dan bukan Tuhan sendiri yang sungguh menjelma menjadi manusia. ((Lihat William C. Placher, Readings in the History of Christian Theology, vol. 1, (Westminster John Knox Press, Kentucky, USA, 1988) p. 69-70: Nestorius mengenali Yesus yang lahir dari rahim Maria sebagai Bait Sang Sabda (a temple of the Logos) di mana Sang Sabda itu tinggal, dan bukannya Sang Sabda (the ‘Logos’) itu sendiri. Menurut Nestorius, Allah ada di dalam bayi Yesus, ada di dalam diri manusia yang tersalib di Kalvari, namun sang manusia itu bukan Tuhan sendiri. Jadi Nestorius gagal membedakan sifat keilahian dan kemanusiaan Yesus yang bersatu secara sempurna dalam Pribadi Yesus. Nestorius gagal melihat bahwa Maria adalah seorang Ibu dari seorang Pribadi manusia, yang kebetulan juga adalah Pribadi Allah. Jadi, Maria adalah ibu dari Yesus yang adalah Allah dan manusia, meskipun ia hanya melahirkan kemanusiaan Yesus.))
Jelaslah bahwa doktrin Maria Bunda Allah bukan untuk semata-mata menghormati Maria, tetapi terutama untuk menghormati Yesus, yang walaupun sungguh-sungguh manusia, namun juga sungguh-sungguh Allah. Gereja selalu mengimani Pribadi Yesus yang tunggal, yang merupakan persatuan sempurna antara keilahian dan kemanusiaan-Nya. Namun demikian, kita tidak mempercayai bahwa Maria memiliki keilahian seperti dewi. Pendapat yang demikian juga sesat. Jadi yang tepat adalah: Pribadi Ilahi Yesus yang telah ada di sepanjang segala waktu mempersatukan Diri-Nya dengan tubuh kemanusiaanNya di dalam rahim Maria. Untuk ini, Bunda Maria disebut sebagai Bunda Allah. Sama seperti kita mengatakan ibu Siti Habibah bukan saja sebagai ibunda Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi juga sekaligus ibunda Bapak Presiden RI, sebab Bapak SBY adalah Bapak Presiden RI. Dengan analogi ini, maka Bunda Maria adalah Bunda Yesus dan Bunda Tuhan sebab Yesus adalah Tuhan kita.
Kesimpulan
Bunda Maria berdiri di pusat misteri Keselamatan, seperti dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II, “sebab menjadi keajaiban alam yang luar biasa, ia mengandung Pencipta-nya” –for to the wonderment of nature, she bore her Creator. Betapa istimewanya peran Bunda Maria dalam perwujudan rencana Keselamatan Allah kepada umat manusia, sebab ia dipercaya untuk mengandung, melahirkan, membesarkan dan mendampingi Kristus Sang Putera sampai kesudahan-Nya di salib Golgotha. Selanjutnya Bunda Maria hadir di sepanjang segala abad untuk membantu Gereja, dan semua umat Kristen, di dalam pergumulan antara kebaikan dan kejahatan, untuk memastikan agar mereka tidak terjatuh, dan jika mereka terjatuh, ia membantu mereka untuk bangkit kembali. ((Cf. Redemptoris Mater, 51,52.))
Shalom. Adakah dasar Alkitabiah bahwa Maria telah dikuduskan sejak lahir?
Dia adalah alat yang Tuhan pakai layaknya kita yang adalah berdosa, hanya oleh anugrah-Nya dilayakkan.
[dari katolisitas: Silakan melihat artikel ini- silakan klik]
Apa beda istilah Christokos Vs Theotokos ?
Terima kasih….
Shalom JA Lebert,
Istilah Christotokos dan Theotokos mencuat seiring dengan adanya heresi (ajaran sesat) yang diajarkan oleh Nestorius, seorang Patriarkh Konstantinopel di tahun 428. Nestorius mengajarkan paham yang berbeda dari pernyataan pengakuan iman Konsili Nicea (325). Nestorius mengajarkan bahwa persatuan antara kedua kodrat dalam diri Yesus bersifat misterius sedemikian, namun tidak menghasilkan kesatuan antara keduanya. Maka menurut Nestorius, Sang Firman Allah berdiam di dalam diri Yesus sebagaimana Allah berdiam di dalam diri orang-orang benar. Hanya saja, berdiamnya Sang Firman di dalam Yesus adalah lebih sempurna, daripada berdiamnya Allah di dalam diri orang-orang benar oleh karena rahmat Allah. Dengan demikian, Nestorius menganggap Kristus tidak sehakekat dengan Allah Bapa; namun lebih menganggap-Nya sebagai manusia yang lebih sempurna dari manusia yang lain. Nestorius menganggap bahwa Sang Firman ada di dalam Kristus, namun bukan Kristus itu sendiri sebagai Sang Firman yang menjelma. Ini tidak sesuai dengan apa yang disebut dalam Injil Yohanes, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,” (Yoh 1:1,14).
Konsekuensi dari pengertian Nestorius ini adalah, Bunda Maria diakuinya sebagai Bunda Kristus (Christotokos) tapi bukan sebagai Bunda Allah (Theotokos). Namun jika seseorang menerima pandangan Nestorius ini, maka ia juga akhirnya dapat sampai kepada kesimpulan yang salah, dengan menganggap Kristus bukan Allah, sebab pandangan Nestorius tersebut memisahkan Kristus dari Allah. Pandangan ini tidak sejalan dengan ajaran Gereja di abad-abad sebelumnya, yang secara konsisten mengajarkan bahwa Kristus, Sang Fiman Allah adalah Allah; dan Ia telah ada sejak semula bersama-sama dengan Allah (lih. Yoh 1:1). Karena Kristus adalah Allah, maka ibu-Nya layak disebut sebagai Bunda Allah (Theotokos). Jadi istilah Theotokos ada, pertama-tama bukanlah untuk meninggikan Maria, tetapi untuk menunjukkan bahwa Kristus adalah sungguh-sungguh Allah.
Konsili Efesus (431) mengecam heresi Nestorius.
Untuk penjelasan selanjutnya, silakan klik di sini
Silakan juga membaca artikel Yesus Sungguh Allah Sungguh Manusia, klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Maaf, saya mau bertanya Pak/Bu.
Mengapa kita katolik sangat menghormati Bunda Maria? Padahal saya pernah membaca ayat alkitab, saat itu seorang yahudi mengucapkan ke Yesus bahwa berbahagialah yang Melahirkan dan Mengusui Yesus(Bunda Maria), namun Yesus malah menjawab berbahagialah mereka yang menaati firman Tuhan. Dari sini saya pikir Yesus tidak terlalu menganggap spesial KeluargaNya, dan menganggap spesial semua orang yang menaati firman Tuhan.
Yang kedua saya pikir kadang kita katolik membuat Bunda Maria lebih baik hati daripada Yesus sendiri. Kita yakin doa yang melalui perantaraan Bunda Maria lebih Didengar daripada doa yang langsung ke Yesus sendiri. Apakah memang begitu?
Terima kasih, mohon penjelasannya.
Shalom Donny,
Jika umat Katolik menghormati Bunda Maria, itu adalah karena Allah lebih dahulu menghormatinya dan memilihnya menjadi ibu yang melahirkan Kristus Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Yesus sendiri sangat menghormati Bunda Maria, sebab Ia sendiri mengajarkan agar kita menghormati ayah dan ibu kita. Di akhir hidup-Nya Yesus memberikan ibu-Nya, Bunda Maria untuk menjadi ibu kita umat beriman (lih. Yoh 19:26-27) maka kita menghormati Bunda Maria, karena menaati kehendak Kristus sendiri. Namun tentu penghormatan ini tidak untuk dimaksudkan menggeserkan penghormatan kita kepada Kristus.
Silakan membaca artikel berikut ini, yang berkaitan dengan pertanyaan Anda:
Karena Bunda Maria adalah manusia biasa, bukankah kita tidak perlu menghormatinya secara istimewa?
Apakah Yesus pernah menyangkal Bunda Maria sebanyak tiga kali?
Apakah Yesus mempunyai saudara- saudari kandung?
Mengapa Bunda Maria Disebut Bunda Gereja?
Apakah Umat Katolik harus berdoa melalui Bunda Maria?
Katolik tidak langsung berdoa kepada Bapa di Surga?
Bunda Maria dan para saudara Yesus mencari-Nya pada saat Ia mengajar, dan inilah jawaban Yesus, “Ibu-Ku dan saudara- saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:19, lih. Mat 12:49-50, Mrk 3: 31-35). Di sini Yesus juga tidak bermaksud menghina ataupun menyangkal ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya. Sebaliknya Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa yang melakukan kehendak Bapa-Nya adalah anggota keluarga-Nya dalam kerajaan Allah. Perhatikan bahwa Yesus menggunakan kata tunggal “ibu-Ku” dan bukan “ibu- ibu-Ku”, sebab Ia tidak bermaksud mensejajarkan Maria dengan siapapun. Dengan demikian ungkapan ini bahkan dapat bermaksud sebagai pujian kepada Bunda Maria, sebab Yesus mengakui bahwa Bunda Maria pertama-tama adalah seseorang yang melakukan kehendak Allah Bapa. Ketaatan Maria kepada kehendak Bapa inilah yang menyatukannya dengan Kristus melebihi dari hubungan darah. Maka yang Yesus ajarkan adalah keutamaan agar seseorang melakukan kehendak Allah. Ayat tersebut tidak untuk diartikan bahwa Yesus menyangkal ibu-Nya, melainkan untuk mengatakan bahwa Maria layak untuk dihormati bukan saja karena ia telah melahirkan Yesus tetapi karena ia pertama-tama menaati kehendak Allah.
Anda keliru kalau menyangka bahwa umat Katolik menganggap Bunda Maria lebih baik ataupun lebih tinggi daripada Yesus. Tidak demikian. Gereja Katolik melalui Konsili Vatikan II, mengatakan dengan jelas demikian:
“Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.
Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah (subordinate) peran Kristus ini. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat….”(Lumen Gentium 62)
Mari kita meletakkan penghormatan kita kepada Bunda Maria dengan benar, tanpa mengurangi penghormatan dan penyembahan kita kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Sebab, sesungguhnya dengan menghormati Bunda Maria, maka kita dapat semakin menghormati dan mengasihi Kristus, yang memang menghendaki demikian.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Selain penjelasan katolisitas yang memamng tepat, menurut saya kalimat Yesus (“Ibuku dan saudara saudaraku adalah….”)tidak perlu ditafsirkan bahwa Yesus “meremehkan” atau tidak menghormati Maria.
Bagi saya, Yesus adalah orator yang handal dan pengirim pesan yang sangat cerdas. Yesus selalu menjawab/mengajar dalam konteks. Ia tidak pernah lari dari konteks. Dengan kata lain Ia selalu memulai / menyampaikan kabar baikNya dari konteks. Ini sangat jelas saat Ia mau menyampaikan kabar baik bahwa semua muridNya hendaknya mendengarkan dan melaksanakan firman Allah. Maka pada saat/timing yang tepat (saat orang banyak mengatakan ibuNya mencarinya), Ia langsung mengatakan “Ibu dan saudara saudaraku adalah….”.
Contoh lain adalah saat murid muridNya memintaNya mengusir anak anak. Maka pada saat yang tepat itu Yesus menyampaikan pengajaran “Barang siapa tidak menjadi seperti anak kecil, maka ia tidak layak masuk kerajaan surga”.
Jika Jesus itu Putra Allah, mengapa Beliau disalib, Bapak manakah yg tdk murka melihat putranya disalib, lalu apakah salah Jesus hingga Beliau harus disalib, yg terakhir siapakah yg menyalib atau memerintahkan untuk menyalib Jesus ataukah Allah sendiri ? Dari buku yg pernah saya baca, sesungguhnya rahmat Allah itu melebihi murkanya.
[dari katolisitas: silakan melihat link ini – silakan klik dan klik ini]
Salam Damai Sejahtera…
Saya sangat senang dengan keteladanan bunda kita ini dan saya sangat kagum akan beliau… apabila ada yang mempunyai foto beliau dan keluarga kudus Nazarehtsaya mau juga di tgd fb saya… Terimakasih sebelumnya…
Damai Kristus Beserta Kita,
Dear Inggrid…
Kisah tentang St. Yusuf sedikit sekali diberitakan dalam ke 4 Injil Perjanjian Baru,
kira-kira St. Yusuf meninggal atau kemana, sehingga pada saat Yesus wafat beliau tidak disinggung lagi dalam Injil, adakah sumber berita yang lain selain ke 4 Injil yang menjadi sumber informasi tentang St. Yusuf ?.
Tuhan Beserta Kita.
Anton Gunar.
Shalom Anton Gunar,
Sekilas tentang St. Yusuf pernah kami tulis di sini, silakan klik, dan juga sekilas di renungan Natal oleh Rm. Wanta, di sini, silakan klik.
Memang keempat Injil tidak dengan rinci menjabarkan tentang Yusuf dan Maria (dan juga para rasul lainnya), karena mereka bukanlah tokoh utama dalam Injil. Tokoh utama dalam Injil adalah Tuhan Yesus Kristus, sedangkan tokoh lainnya dicatat yang ada dalam kaitannya dengan kisah rencana keselamatan Allah oleh Kristus.
Kisah tentang St. Yusuf memang relatif tidak banyak ditulis dalam Injil, kecuali perannya di saat awal menjelang dan pada sekitar saat kelahiran Kristus. Maka keterangan tentang St. Yusuf diperoleh dari tulisan- tulisan lainnya di luar Kitab Suci. Bahwa banyak orang mengira St. Yusuf adalah seorang yang sudah tua saat menikah dengan Bunda Maria, kemungkinan diperoleh dari tulisan the Protoevangelium of James, yang dikecam oleh St. Thomas Aquinas.
Sedangkan, para mistik Katolik seperti Maria de Agreda yang terberkati, atau Anne Catherine Emmerich yang terberkati, dan St. Padre Pio, berdasarkan penglihatan yang mereka terima, menjabarkan tentang St. Yusuf dengan gambaran yang berbeda dengan yang ada di Protoevangelium of James itu. Jika anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang St. Yusuf, silakan anda membaca di link ini, silakan klik. Mohon maaf karena keterbatasan waktu dan banyaknya pertanyaan yang masuk, saya belum dapat menerjemahkannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom, saya hanya ingin meminta tanggapan Katolisitas tentang situs ini:
http://www.babylonmysteryreligion.com/motherandchild.htm
Apakah benar demikian/
Salam
[dari katolisitas: Terima kasih atas pertanyannya. Silakan membaca artikel ini – klik ini dan juga ini – klik di sini.]
terimakasih Bunda Maria , dgn bantuanmu juga kami turut berharap dan memuliakan Tuhan Yesus.semoga Bunda Maria bahagia selalu bersama Tuhan Yesus.amin
Yth Pak Stef, Bu Ingrid, Rm Wanta
apa arti ular yang berada di bawah kaki Bunda Maria? Sering saya temui. Apa arti ular yang diinjak Bunda Maria? Perlawanan dengan iblis?
Kemudian saya ingin tanya tentang Hari Raya Kabar Sukacita (saya bingung dimana kalau mau membuka topik baru).
Sejak kapan Hari Raya Kabar Sukacita dirayakan oleh Gereja Katolik? Tanggal penetapannya apakah selalu 9 bulan sebelum hari raya Natal? Kalau saya perhatikan Hari Raya ini diperingati di tengah masa Prapaskah.
Terima kasih
Tuhan memberkati.
chris
Shalom Chris,
Terima kasih atas pertanyaanya tentang ular di bawah kaki Bunda Maria dan tentang kabar sukacita. Tentang pertanyaan pertama, anda dapat melihatnya di sini (silakan klik) point 7.
Tentang pesta kabar sukacita (annunciation), Gereja Katolik memperingatinya setiap tanggal 25 Maret, sedangkan perayaan Paskah jatuh pada tanggal 22 Maret sampai 25 April. Oleh karena itu, kalau hari Paskah jatuh pada tanggal setelah 25 Maret, maka Pesta Kabar Gembira akan dirayakan pada masa prapaskah. Kalau tanggal 25 Maret jatuh pada masa prapaskah, maka pada hari pesta tersebut, umat Katolik tidak berpuasa, meskipun pada masa prapaskah. Pesta ini dimulai sekitar abad ke-6, yaitu dinyatakan dalam kotbah Abraham dari Efesus dalam “on the feast of the Annunciation (Euangelismos)“. Dan hal ini dikuatkan oleh dokumen pada abad ke-7, yaitu “Gelasian Sacramentary“, dan ditegaskan kembali pada sinode Toledo (656 AD) dan sinode Trullan (692AD) – yang membuat pesta ini dirayakan di seluruh Gereja Katolik di manapun. Sampai sekitar abad ke-2, diperhitungkan bahwa Yesus meninggal pada tanggal 25 Maret 29 AD. Dan menurut perhitungan tradisi Yahudi, seorang nabi meninggal pada hari yang sama dengan hari kelahirannya atau conception. Dengan demikian, kalau Yesus meninggal pada tanggal 25 Maret, maka pesta kabar gembira (annunciation atau conception) terjadi pada tanggal 25 Maret. Hal ini ditegaskan juga dalam tulisan St. Agustinus. Kalau kita melihat memang 25 Maret ini adalah 9 bulan sebelum kelahiran Yesus tanggal 25 Desember. Namun, tidak terlalu jelas apakah annunciation mempengaruhi tanggal natal atau sebaliknya.
Demikian jawaban yang dapat saya berikan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
salam sejahtera,, terimakasi atas penjelasan tentang ular di bawah kaki bunda Maria, saya ingin menambahkan lagi pertanyaa, apakah arti atau maknanya:
1. mengapa kepala dan ekor ular yang diinjak tersebut tidak bertemu
2. bagaimana mengenai buah “sebut saja apel” yang ada di mulut ular itu (apakah ada arti atau maknanya?
trimakasi
[Dari Katolisitas:
Agaknya tidak semua sampai sekecil-kecilnya penggambaran tentang kisah dalam perikop Kitab Suci harus mempunyai alasan teologis. Sebab para artis/ seniman yang menggambarkannya tetap memiliki kebebasan untuk mengekspresikan karyanya, asalkan masuk akal dan sesuai dengan garis besar/ inti makna perikop yang ingin digambarkan.
Soal kepala dan ekor ular yang tidak bertemu, tidak perlu terlalu dipermasalahkan, sebab tidaklah menjadi keharusan bagi ular untuk menemukan kepala dan ekornya.
Tentang mengapa buah apel yang sering dipergunakan untuk menggambarkan buah pohon pengetahuan yang dilarang (dianggap jahat/ evil), kemungkinan berkaitan dengan kata dalam bahasa Latin, malum, yang selain berarti ‘jahat’/ evil, dapat juga diartikan sebagai buah ‘apel’. Ada juga yang berteori bahwa buah apel digunakan sebagai lambang ‘evil’, mengingat jika dipotong di tengahnya tergambar bentuk pentagram, yang sering dikonotasikan dengan ‘evil’. Namun semua itu merupakan keterangan simbolis yang tidak selalu mengkait kepada teologi, hanya merupakan suatu gambaran yang dipilih oleh seniman dalam karyanya.]
Salam damai sejahtera
Dear Stef
Cuma ingin tahu saja :
Mengapa jawaban yang diberikan Yesus pada orang yang berkata kepada-Nya tentang ibu dan saudara2-Nya dalam (Mat 12 : 47) koq tidak sesuai dengan kenyataan.
Bahkan Yesus mengatakan bahwa ibunya adalah seperti yang ditulis dalam (Mat 12 : 48 – 49 – 50)
Sedangkan di Yoh 19 : 26 – 27 , malah menyuruh Maria untuk menerima Yohanes sebagai anaknya dan Yohanes menerima Maria sebagai ibunya .
Dari ayat2 tersebut diatas, tidak ada pernyataan dari Yesus bahwa Maria adalah ibu-Nya, mengapa ?
Salam
Mac : 17.February.2010
Shalom Machmud,
1. Bunda Maria dan para saudara Yesus mencari-Nya pada saat Ia mengajar, dan inilah jawaban Yesus, “Ibu-Ku dan saudara- saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:19, lih. Mat 12:49-50, Mrk 3: 31-35)
Di sini Yesus juga tidak bermaksud menghina ataupun menyangkal ibu-Nya ataupun saudara-saudara-Nya. [Di sini saudara- saudaranya adalah saudara sepupu dan bukan saudara/i kandung Yesus]. Sebaliknya Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa yang melakukan kehendak Bapa-Nya adalah anggota keluarga-Nya dalam kerajaan Allah. Maka yang Yesus ajarkan adalah keutamaan agar seseorang melakukan kehendak Allah. Dengan demikian ungkapan ini bahkan dapat bermaksud sebagai pujian kepada Bunda Maria, sebab Yesus mengakui bahwa Bunda Maria pertama-tama adalah seseorang yang melakukan kehendak Allah Bapa. Ketaatan Maria kepada kehendak Bapa inilah yang menyatukannya dengan Kristus melebihi dari hubungan darah. Maka ayat di atas tidak untuk diartikan bahwa Yesus menyangkal ibu-Nya, melainkan untuk mengatakan bahwa Maria layak untuk dihormati bukan saja karena ia telah melahirkan Yesus tetapi karena ia pertama-tama menaati kehendak Allah.
Jadi, tidak benar jika dikatakan bahwa Yesus tidak pernah mengakui Bunda Maria sebagai ibuNya, atau tidak pernah menganggap Maria sebagai ibu-Nya. Kitab Suci mengajarkan kepada kita bahwa Bunda Maria adalah ibu Tuhan Yesus (lihat Luk 1:43, Mat 1:23, Luk 1:35, Gal 4:4), sebab ia telah dipilih Allah untuk melahirkan Yesus Sang Allah Putera, ke dunia. Silakan jika anda belum membaca, untuk membaca artikel tentang Maria Bunda Allah, silakan klik, dan di tanya jawab ini, silakan klik. Jika Tuhan Yesus mengajarkan agar kita menghormati bapa dan ibu kita, pasti Ia terlebih dahulu melaksanakannya sendiri perintah ini, dengan menghormati Bunda Maria dan St. Yusuf, sebagai orang tua-Nya di dunia ini.
2. Kenyataan bahwa Yesus sebelum wafat-Nya menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes, Rasul yang dikasihinya [yang mewakili kita semua murid-murid yang dikasihi-Nya](lih Yoh 19: 26-27) semakin menunjukkan betapa besar kasih-Nya, baik kepada kita semua maupun kepada ibu-Nya.
Pada waktu sebelum wafat-Nya, Yesus memasrahkan Bunda Maria kepada Rasul yang dikasihi-Nya, karena memang Yesus tidak mempunyai saudara kandung yang lain, dan St. Yusuf bapa angkat-Nya telah lama wafat. Maka walaupun dalam kesengsaraan yang sangat, di sakrat maut-Nya, Ia tetap memikirkan ibu-Nya, yaitu Maria, agar ia tidak hidup seorang diri setelah Ia wafat. Kita ketahui bahwa setelah itu, Rasul Yohanes menerima Maria di dalam rumahnya (Yoh 19:27). Adalah suatu pertanyaan juga buat kita yang mengaku sebagai ‘murid- murid-Nya’, karena, kepada ‘murid- murid-Nya’ (ay. 27), Yesus memberikan Bunda Maria: Maukah kita menerima Maria sebagai ibu kita? Tuhan Yesus yang mengasihi kita, telah memberikan segala sesuatunya kepada kita, baik kasih-Nya, jiwa- dan raga-Nya, maupun juga ibu-Nya sendiri.
Tanya jawab mengenai Maria sebagai Bunda Allah sudah banyak sekali tercantum dalam Tanya Jawab (TJ) perihal Bunda Maria di situs ini. Silakan anda membacanya, untuk menambah wawasan anda tentang ajaran Gereja Katolik mengenai hal ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Ma kasih membantu saya menemukan makna Maria sebagai Buda Allah.
[Dari Admin: pertanyaan ini dipindahkan dari artikel lain]
Salam sejahtera,
Saya ingin menanyakan tentang doa kepada Bunda Maria. Saat kita berdoa kepada Bunda Maria (rosario, novena, dll.), yang benar adalah:
1. kita memohon sesuatu kepada Bunda Maria, atau
2. kita memohon sesuatu kepada Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria? (memohon didoakan)
Karena topik ini juga sering menjadi perdebatan dengan “tetangga” kita. Dan banyak dari umat Katolik sendiri yang “bingung” saat ditanya mengenai hal ini. Tetangga kita menganggap umat Katolik melakukan yang no.1. Sedangkan saya pribadi menganggap bahwa umat Katolik (saya pribadi) melakukan yang no.2, seperti kita yang meminta ibu kita untuk membantu doa untuk mewujudkan sesuatu. Sekian pertanyaan dari saya. Semoga bisa membantu umat yang lain saat menghadapi pertanyaan yang sama. Jika salah ruang post, mohon dikoreksi. Terima Kasih.
Bernardus Eric
Shalom Bernardus Eric,
Jika kita berdoa rosario atau novena, sesungguhnya kita berdoa memohon agar Bunda Maria mendoakan kita, atau dapat juga diartikan, kita memohon kepada Yesus melalui perantaraan Bunda Maria. Gereja Katolik mengajarkan bahwa pengantaraan Bunda Maria tidak disebabkan oleh dirinya sendiri, tetapi oleh kehendak Allah, dan pengantaraan Maria terjadi karena jasa Yesus, dan sepenuhnya tergantung dari Pengantaraan Yesus. Jadi pengantaraan Maria bukan untuk menyaingi pengantaraan Yesus, tetapi malah untuk mendukungnya. Selengkapnya hal ini diajarkan dalam Lumen Gentium 60, Vatikan II: "Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kritus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh Santa Perawan yang menyelamatkan manusia tidak berasal dari suatu keharusan objektif, melainkan dari kebaikan ilahi, pun dari kelimpahan pahala Kristus. Pengaruh itu bertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung dari padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya. Pengaruh itu sama sekali tidak merintangi persatuan langsung kaum beriman dengan Kristus, melainkan justru mendukungnya." Gereja Katolik percaya bahwa Bunda Maria, sebagai Ibu Yesus telah dibenarkan oleh Allah: ia dikandung tidak bernoda untuk melahirkan Yesus, dan karena ketaatannya, pada akhir hidupnya, ia diangkat ke surga (Munificentissimus Deus, oleh Bapa Paus Pius XII). Jika dikatakan dalam Alkitab, "Doa orang benar …sangat besar kuasanya" (Yak 5:16), maka sangat besarlah kuasa doa dari Bunda Maria yang telah dibenarkan oleh Tuhan. Kuasa doanya ini tidak diperolehnya atas dirinya sendiri, tetapi oleh kuasa yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Demikianlah seharusnya sikap batin kita sebagai orang Katolik, jika kita berdoa rosario ataupun novena. Kita memohon kepada Bunda Maria agar ia mendoakan kita, dan membawa permohonan doa kita kepada Yesus. Permohonan ini dapat berupa syukur ataupun petisi. Jika kita lakukan dengan setia, maka kita akan mengalami kedekatan dengan Yesus dengan lebih lagi, sebab kita berdoa dengan ‘dukungan doa’ dari Ibu Yesus yang juga adalah ibu kita juga, sebab Bunda Maria telah diberikan kepada kita semua yang percaya kepada-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Liatiati- http://www.katolisitas.org
Syalom, Saudari Inggrid dan pengelola website ini serta segenap pembaca!
Saya mempunyai cerita unik tentang patung Bunda Maria di Ashram Gandhi Puri (komunitas Hindu, semacam ‘pesantren’ Hindu di Bali). Di komunitas Hindu tersebut, ternyata ditempatkan pula patung Bunda Maria (serupa dengan patung-patung Bunda Maria di Gereja, tetapi uniknya Bunda Maria berdiri di atas teratai, seperti tokoh dalam patung Hindu).
BR. Indra Udayana (Gus Indra) bertutur bahwa ia memasang patung Bunda Maria ini karena suatu pengalaman rohani berjumpa dengan Bunda Maria. BR. Indra saat itu sedang mengalami suatu problem yang cukup berat. Di dalam doanya, ia mengalami ‘perjumpaan’ dengan Bunda Maria. Karena itulah, ia berpikir-pikir untuk menempatkan patung Bunda Maria di Ashram yang dipimpinnya. Kebetulan sekali, sebelum dia mengutarakan maksud hatinya ini, seorang sahabatnya, seorang Katolik, mengatakan, “Gus, di sini bagus lho kalau dikasih patung Bunda Maria, kalau mau, entar aku kasih!” Gayung bersambut, Gus Indra pun kemudian memesan patung Bunda Maria dalam wajah yang menjumpainya (wajahnya memancarkan kecantikan seorang ibu, bukan gadis belia). Sebuah kebetulan pula, ketika Gus Indra sedang berpikir-pikir bagaimana memberkatkan patung itu, ada serombongan Pastor dari Jawa hendak berkunjung dan pastor itu pun bersedia memberkati patung itu. Tanggal 30 Januari kemarin, patung Bunda Maria di Ashram Gandhi Puri itu diberkati dalam sebuah perayaan Ekaristi.
Usai perayaan ekaristi dan pemberkatan, Pastor JB Fitri Gutanto dari Jogja yang memimpin Ekaristi itu diwawancarai oleh seorang wartawan media komunikasi Keuskupan. Ditanya tentang bagaimana pandangannya mengenai adanya patung Bunda Maria di komunitas Hindu, pastor itu menjawab, “Pada prinsipnya tak ada masalah, karena Bunda Maria bukanlah ibu bagi orang Katolik saja. Sebagai Bunda Penyelamat, yang memang berkehendak meneyelamatkan semua umat manusia bukan orang Kristiani apalagi hanya Katolik saja, maka ya memang Ibu Maria itu adalah ibu bagi semua manusia, bukan hanya orang Katolik saja. Di sisi lain, memang sikap kritis itu penting, janganlah Ibu Maria ditempatkan atau diperlakukan seperti Dewa atau Dewi seperti yang dikenal dalam agama Hindu. Tadi Gus Indra juga sudah menyatakan, patung Bunda Maria ditempatkan bukan untuk dipuja-puja tetapi untuk menjadi inspirasi dan membantu doa kita”
Sungguh beruntung saya dapat ikut menyaksikan peristiwa unik itu. Dan kiranya betul, Bunda Maria memang berperan besar dalam keselamatan umat manusia, semua umat manusia. Doa Bunda Maria adalah untuk seluruh umat manusia. Keteladanan iman Bunda Maria juga berlaku untuk siapa saja!
Syalom! Semoga cerita ini semakin meneguhkan iman kita.
Menurut saya:
Bunda Maria boleh saja di kagumi dipuja-puji di hormati bahkan di muliakan karena kesucian , ketaatan dan kerendahan hatinya dan harus dijadikan teladan hidup bagi umat ber iman.(Maria Pahlawan umat manusia)
jangan kuatir Tuhan Yesus tidak akan marah kok karena dengan melakukan seperti yang saya utarakan di atas ber arti kita lebih menghormati dan lebih memuliakan Tuhan Yesus karena dengan berbuat demikian kita berusaha untuk merendahkan hati dan merasa miskin dihadapan Allah (Merasa sebagai orang yang selalu jatuh dalam dosa) sehingga merasa tidak pantas untuk menghadap apalagi memohon sesuatu kepada Allah secara langsung.
Pesan saya:
-Janganlah sombong dan berkata dengan lantang Aku ini hamba Allah -siapa aku(kita) bukan kita yang menentukan tapi Allah yang punya kuasa memilih hamba2Nya kita hanya berusaha berbakti kepada Allah dengan sebaik2nya
-Jangan takabur dengan berkata “kalau aku langsung memohon pada Tuhan Yesus sesuai denga yang di perintahkan Yesus” sedangkan kita setiap hari berbuat dosa dan selalu memohon ampun tapi melakukan dosa yang sama pada hari2 berikutnya dan begitu seterusnya jadi hendaklah kita merasa malu dan dengan rendah hati sebagai manusia berdosa memohon bantuan Wanita tersuci diantara semua umat di dunia yaitu Bunda Maria penuh rahmat Ilahi agar berkenan menyampaikan segala doa kita ke hadapan Sang Putra Tuhan Yesus.
Demikian dari saya.
bagus banget artikeleee… buat yg luwih apix meneng yo…
aQ seneng lhooo………
Salam dalam Kasih Tuhan.
Benarkah kalau berdoa dengan lilin menyala, menjadi ruangan tempat kita berdoa bertambah banyak energi positif ?
Salam,
Shalom Gendut,
Menurut St. Theresia Kanak-kanak Yesus, yang seharusnya juga menjadi pengertian kita: doa adalah ayunan hati yang terarah kepada Tuhan, ucapan syukur di dalam suka dan duka. Jadi memang yang terpenting di dalam doa adalah bagaimana supaya kita dapat mengarahkan pikiran dan hati kita kepada Tuhan (silakan baca artikel: Apakah doa itu percuma? bagian ke-4). Untuk itu, cara orang bermacam-macam, ada yang memakai bantuan gambar, patung atau menyalakan lilin. Semua itu baik, asal tujuannya untuk mengarahkan hati kita kepada Tuhan. Mengenai apakah lilin itu membawa energi positif atau tidak, saya tidak tahu, maaf ya. Jika lilin itu dapat membantu Gendut untuk berdoa lebih baik, tentu kebiasaan itu baik diteruskan. Tetapi juga sebaiknya jangan dijadikan sugesti bahwa kalau tidak ada lilin, maka tidak bisa berdoa. Di atas semua itu kita harus mengingat bahwa di luar waktu doa kita (doa pagi, malam, doa sebelum dan sesudah makan, doa rosario, dst) kita seharusnya dapat terus berdoa senantiasa di dalam hati. Ini merupakan perjuangan buat semua dari kita, sebab tidak mudah untuk selalu mengingat Tuhan dalam setiap yang kita lakukan. Mungkin tips yang dapat kita lakukan adalah seperti yang pernah saya tuliskan di sini (silakan klik). Ya, tantangan bagi kita adalah pada keadaan apapun, susah ataupun senang, sehat ataupun sakit, di gereja, di rumah ataupun di kendaraan, ada lilin atau tidak, kita tetap harus dapat berdoa.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Sdr. Ingrid Listiani, mohon penjelasan ayat dibawah ini, saya sudah membaca berulang kali namun belum juga mengerti maksudnya.
Kejadian 3:15
Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”
Terima kasih.
Shalom Julius,
Mengenai penjelasan Kej 3:15, saya sudah pernah menuliskannya di artikel: Maria Dikandung Tanpa Noda, apa maksudnya?
Silakan membaca artikel tersebut, terutama di bagian sub-judul Dasar dari Kitab Suci. Semoga tulisan di atas dapat menjawab pertanyaan Julius.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Hi,
Aku baru ingat soal menyalakan lilin di dkt Bunda Maria.
Sebenernya apa artinya dari menyalakan lilin ini? Apakah dgn adanya lilin, itu sangat membantu di dlm doa?
Saya tau lilin itu melambangkan terang Kristus, tapi napa setiap org yg berdoa di dpn bunda Maria, rata2 itu menyalakan lilin.
Terima kasih.
Gbu
felix
Shalom Felix, Menyalakan lilin di depan patung Bunda Maria/ Santo/ Santa merupakan simbol yang memiliki makna yang mendalam, antara lain:
1) Lilin yang bernyala mengingatkan kita pada Pembaptisan kita, dan bahwa kita mengambil bagian di dalam hidup Kristus, dan di dalam hidup Gereja, termasuk dalam hubungan kita dengan para orang kudus yang sudah mendahului kita, terutama di sini adalah Bunda Maria, Bunda Yesus yang telah diberikan oleh Kristus menjadi Bunda Gereja dan Bunda kita juga.
2) Saat kita meninggalkan lilin yang bernyala, kita diingatkan agar jiwa kita tidak akan pernah meninggalkan kehadiran Allah yang disertai dengan persekutuan para orang kudus-Nya.
3) Doa merupakan sesuatu yang tidak berpusat pada diri sendiri, melainkan berpusat pada Tuhan Yesus, yang adalah Terang Dunia. Doa juga mengarahkan kita untuk berdoa bagi orang lain dan juga untuk ujud-ujud tertentu.Pada saat menyalakan lilin, kita mengingat orang-orang yang kita doakan.
4) Lilin bukan merupakan pengganti dari doa yang keluar dari hati, melainkan sebagai sesuatu yang menyertai doa.
5) Lilin merupakan sedikit tanda persembahan, yang melaluinya kita menghormati para orang kudus tersebut (dalam hal ini Bunda Maria) dan kita memuliakan Allah yang telah menciptakan mereka dan menguduskan mereka sehingga menjadi teladan bagi kita. Melalui doa dengan menyalakan lilin, kita berdoa agar para orang kudus (termasuk Bunda Maria) mendoakan kita di hadapan Tuhan. Dengan mengimani bahwa “Doa orang benar… besar kuasanya” (Yak 5:16), maka kita percaya bahwa doa para orang kudus yang sudah dibenarkan oleh Tuhan, besar kuasanya untuk membawa kita lebih dekat lagi kepada Tuhan.
Demikian sekilas tentang menyalakan lilin di depan patung Bunda Maria. Sekali lagi, menyalakan lilin bukan merupakan penyembahan kepada patung tersebut. Lilin hanya merupakan simbol/ tanda saja. Kita tentu saja dapat berdoa, tanpa menyalakan lilin. Namun, jika kita menghayati makna menyalakan lilin dan meresapkannya, tentu hal ini juga merupakan sesuatu yang baik dan membangun iman.
Salam kasih dari https://katolisitas.org
Ingrid Listiati
Comments are closed.