Kuasa kepemimpinan

Menurut norma ketentuan hukum Gereja, mereka yang mampu mengemban kuasa kepemimpinan adalah mereka yang dipilih dan ditetapkan oleh Allah di dalam Gereja, dan menerima tahbisan suci (bdk. kan 129, §1; kan 1008). Mereka itu adalah para Imam yang setelah tahbisan suci secara otomatis dan ontologis menerima ikatan suci dengan Kristus Tuhan sang imam agung memiliki kuasa yurisdiksi. Kuasa kepemimpinan seorang imam tertahbis bekerjasama dengan seorang awam beriman yang memiliki kepemimpinan berkat sakramen baptis, membangun Gereja Yesus Kristus di dunia. Kepemimpinan imam itu terkait erat dengan jati dirinya sebagai imam tertahbis. Jati diri seorang imam adalah imamat ministerial: mengabdi Gereja dan Masyarakat (bdk. 1 Petrus 2: 5,9; Presbyterorum Ordinis,2).

Di zaman yang mengglobal ini, tugas imam sebagai pemimpin adalah menghadirkan Kristus bukan saja di dalam Gereja tetapi berada di garis depan Gereja, menghadirkan Kristus di tengah masyarakat. Itulah yang ditegaskan dalam Dekrit Presbyterorum Ordinis, no.10 bahwa imamat ministerial bukan hanya terarah pada Gereja Lokal melainkan juga Gereja Universal. Maka kepemimpinan dan pelayanan seorang imam menjadi tanpa batas karena pengaruh zaman yang mengglobal itu. Oleh karena itu, usaha pembinaan para imam hendaknya mengacu pada bagaimana imam-imam zaman ini menjadi pemersatu Gereja dan berperan utama dalam membangun masyarakat yang lebih baik (bonum publicum) serta bagaimana seorang imam menjadi pemimpin di era global ini.

Kepemimpinan global apa itu?

Kepemimpinan global dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang pengaruhnya melintasi batas budaya atau negara (Moble & Dorfman, 2003: orasi pengukuhan Prof Bernadette Setiadi, 2008). Definisi ini tepat bila dikaitkan dengan kenyataan semakin kompleks dan saling terkaitnya masalah-masalah yang dihadapi oleh para pemimpin global sehingga dampak tindakan mereka memang melintasi batas negara atau budaya. Di sisi lain, kepemimpinan global dapat pula diartikan sebagai kepemimpinan universal yaitu kualitas hakiki yang melekat pada pribadi seorang pemimpin agar dia dapat efektif memimpin di manapun ia berada. Kedua pengertian ini tidak bertentangan lebih-lebih bila dilihat bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah mengarahkan orang atau organisasi yang dipimpinnya ke arah perubahan yang diinginkan. Menurut Prof Bernadette Setiadi, salah satu tantangan pokok di bidang kepemimpinan adalah bagaimana mengidentifikasi dan menyeleksi pemimpin yang tepat untuk budaya di mana mereka akan bertugas, bagaimana mengelola organisasi dengan karyawan yang memiliki latar belakang budaya yang beragam serta berbagai isu lain seperti negosiasi, penjualan, merjer dan akuisisi lintas-batas. Lebih lanjut refleksinya adalah bagaimana memimpin dan mengelola Gereja lokal dalam keuskupan bersama para imam dan umat beriman di zaman yang mengglobal ini dengan aneka macam masalah, kalau tidak dibarengi dengan jiwa kepemimpinan global? Maka dibutuhkan seleksi bagi calon imam dan pembinaan imam di keuskupan secara kontinyu. Dibutuhkan assesment untuk mengetahui kompetensi imam saat ini (current competencies) dan kompetensi yang dibutuhkan (required competencies), bagi perkembangan Gereja lokal.

Enam dimensi perilaku seorang pemimpin (menurut Prof. Bernadette Setiadi)

Berdasarkan studi pustaka dan dua studi awal, tim peneliti GLOBE mengidentifikasi enam kelompok/dimensi perilaku pemimpin global:

  1. Charismatic/Value-based Leadership yang merefleksikan kemampuan untuk menginspirasi, memotivasi dan mengharapkan hasil kerja yang tinggi dari orang lain dengan mengandalkan nilai dasar yang dipegang kuat.
  2. Team-oriented Leadership yang menekankan pembangunan tim yang efektif dan implementasi dari suatu tujuan bersama diantara anggota tim.
  3. Participative Leadership yang merefleksikan kemampuan manajer melibatkan orang lain dalam membuat dan mengimplementasi keputusan.
  4. Humane-oriented Leadership yang merefleksikan kepemimpinan yang suportif, tenggang-rasa, baik dan murah hati
  5. Autonomous Leadership mengacu pada atribut kepemimpinan yang independen dan individualis.
  6. Self-Protective Leadership yang terfokus pada keamanan dan kenyamanan pribadi dan kelompok dengan menekankan status dan menyelamatkan muka.

Dari keenam dimensi perilaku kepemimpinan ini, ditemukan bahwa Charismatic/Value-based dan Team-Oriented leadership adalah dimensi perilaku kepemimpinan yang secara universal diakui memberikan sumbangan positif terhadap kepemimpinan global yang efektif. Bila dilihat dari subskala yang diajukan, maka hal ini mencakup: integritas (dapat dipercaya, adil, jujur), visioner (memiliki pandangan dan rencana jauh ke depan), inspiratif (mendukung, mendorong, memotivasi, membangun kepercayaan diri) dan team integrator (komunikatif, mengkoordinir, membangun tim). Sedangkan dimensi yang ditemukan paling banyak menghambat kepemimpinan efektif adalah self-protective leadership yang mencakup aspek-aspek seperti self-centered, status conscious, conflict inducer, face saver, dan procedural.

Tiga kualitas yang dibutuhkan seorang pemimpin (Imam)

Menurut Prof Bernadette Setiadi, kualitas kepemimpinan seorang pemimpin (imam) di zaman global adalah integritas yang erat kaitannya dengan sifat jujur dan dapat dipercaya. Kualitas berikutnya adalah inspiratif dalam pengertian mampu menjadi motivator, suportif dan memperhatikan serta memberi kepercayaan dan kesempatan kepada bawahan. Kualitas yang ketiga adalah visioner yang diuraikan sebagai melihat kedepan, memiliki visi dan mampu menerjemahkannya ke dalam strategi. Bila dilihat dari ketiga kualitas ini, integritas menyangkut kualitas yang melekat pada pribadi seorang pemimpin sedangkan inspiratif dan visioner lebih berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin akan membawa orang yang dipimpin mencapai tujuan yang dikehendaki.

Nilai-nilai yang harus melekat pada diri seorang Imam sebagai pemimpin

Satu hal yang tidak terlihat secara kasat mata dalam berbagai hasil penelitian yaitu nilai (values). Secara umum nilai dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk lebih menginginkan suatu keadaan dibandingkan keadaan lain sehingga memengaruhi pilihan-pilihannya dalam bertindak (Kluckhohn, 1967; Rokeach, 1972: Orasi ilmiah Prof Bernadette Setiadi). Dengan perkataan lain nilai bersifat umum dan karenanya tidak terkait dengan suatu perilaku yang spesifik tetapi menjadi pedoman umum dalam bertindak. Dalam pengertian ini nilai-nilai yang dimiliki seorang pemimpin akan menjadi pegangannya bertindak dalam berbagai situasi. Walaupun tiap pribadi memiliki nilai pribadinya sendiri, Prof Bernadette Setiadi mengusulkan dua nilai utama yang perlu dimiliki suatu kepemimpinan global yaitu: menghargai martabat manusia dan mendahulukan kepentingan yang lebih besar. Bagi pembinaan calon imam dan imam dalam ranah kepemimpinan global nilai-nilai yang harus dimiliki selain dua hal di atas saya tambahkan: adalah sikap terbuka, mau berubah, belajar terus menerus dengan sikap rendah hati, mementingkan persatuan Gereja dalam semangat pelayanan tanpa batas.

Spiritualitas imam sebagai pemimpin

Spiritualitas hidup imamat dalam corak hidup rohani erat kaitannya dengan pengertian manusia rohani. Artinya adalah orang yang hidup dalam roh, menghayati eksistensi sebagai seorang imam. Spritualitas dihayati sebagai sikap dasar praktis orang beriman mencakup cara-caranya. Ia biasanya bereaksi selama hidupnya sesuai pendirian hidup rohaninya. Spiritualitas imamat berpusatkan kepada Allah dalam Yesus Kristus berkat naungan Roh Kudus. Oleh sebab itu spiritualitas imamat mengusahakan inkorporasi hidupnya oleh Roh Kudus ke dalam pribadi Kristus, dan melalui Dia-lah bersatu dengan Bapa.

Bagi imam sebagai seorang pemimpin secara khas dapat ditekankan sifat kegembalaan (pastor bonus) dalam spiritualitasnya adalah proses menuju kekudusan. Menurut LG 39: kekudusan Gereja bersumber dari kesucian Kristus serta keluhuran cinta kasih mempelai-Nya terhadap Gereja. Memang itulah inti amanat Kristiani, cinta kasih yang merupakan syarat mutlak untuk menyatu dengan Kristus. Kekudusan itu berlangsung sebagai proses yang terus menerus dan bukan mencapai tahap tertentu lalu berhenti (bdk. LG, art 39-42)

Syarat terdalam guna mengembangkan spiritualitas imam sebagai pemimpin adalah melalui doa dan membaca sabda Tuhan. Berdoa dalam Kristus, Allah makin mendekati kita dan menampakkan diri sebagai Bapa penuh kasih. Sekiranya spiritualitas integral imam adalah bagaimana menyatukan kegiatan imam dengan karya Allah dan Allah yang berkarya dalam diri imam. Sehingga imam wajib mencari dan menemukan kehendak Allah dalam kehidupan umat beriman. Membaca sabda Tuhan adalah pegangan hidup kerohanian imam sebagai pemimpin. Seorang imam sekaligus pastor adalah gembala umat Allah yang mewajibkan diri mendengarkan kehendak Allah melalui sabda Tuhan.

39 COMMENTS

  1. Salam damai Kristus,,,,Romo Gusti Bagus Kusumawanta ytk,,,,
    Saya minta penjelasan mengenai peranan Imam dalam dunia politik menurut kanon 287 paragraf 2.
    Terimakasih,,,,

    • Yustus Yth

      Peranan imam dalam dunia politik menurut Kan 287 paragraf 2 pada lingkup sebagai animator/inspirator dalam kerohanian di dalam kerasulan tata dunia. Imam tidak diperkenankan berpolitik praktis. Politik adalah kegiatan orang untuk menata hidup masyarakat demi kepentingan umum dan kebaikan umum tentu imam diperkenankan. Jika berpolitik praktis demi kepentingan Gereja harus mendapat izin dari pemimpinnya Provinsial atau Uskup diosesan dalam hal ini Uskup dari imam tersebut.

      salam
      Rm Wanta

  2. Pada saat ditahbis, Imam berjanji menjalankan imamatnya seumur hidup. Dalam kenyataan, cukup banyak imam tidak setia, lantas meninggalkan tugas imamatnya, kemudian kawin mawin dan beranak cucu.
    Pertanyaan :
    1. Ketidaksetiaan imam yang meninggalkan imamat, digolongkan sebagai dosa apa?
    2.Apakah dengan sakramen tobat, dosa Imam tersebut otomatis diampuni Tuhan?
    3.Bagaimana keabsahan sakramen perkawinan imam yang tidak setia tersebut jika ia menikah dengan wanita katolik idamannya?

    • Herman Jay Yth

      Ketidaksetiaan meninggalkan imamat tentu dapat digolongkan sebagai dosa karena mengingkari janji Tuhan dan Gerejanya. Dosa apapun karena kerahiman Tuhan dan lewat perantara seorang Imam dapat diampuni dosanya. Tentang perkawinan bagi mantan imam tergantung dari statusnya apakah dia sudah mendapat dispensasi dari Takhta Suci dan telah diproses menjadi awam? Jika semua sudah mendapat kemurahan dari Bapa Suci dan mendapat dispensasi maka dia yang dulu imam menjadi awam biasa dan setelah status jelas tidak ada halangan dapat menikah di Gereja Katolik dengan sah. Sakramen imamat tidak terhapuskan dalam diri orang itu sampai ada bukti yang menyatakan tahbisannya tidak sah.

      salam
      Rm Wanta

  3. Pak stef, Rm wanta, Bu inggrid

    Saya membaca di salah satu situs luar http://wdtprs.com/blog/2007/12/julius-cardinal-darmaatmadja-sj-says-summorum-pontificum-doesnt-apply-to-jakarta/ summarum pontificum yang dikeluarkan oleh Bapa Paus Benedictus XVI tidak bisa dijalankan di KAJ? karena setelah saya membaca saya jadi bingung apa benar ketidaktaatan itu?

    Saya yang awam merasa sedih jika surat dari paus tidak ditaati, karena terasa sekali pengaruh JP II masih sangat kuat dan terlihat membawa gereja katolik ke arah yang lebih terbuka, bahkan sangat open dan permisif terhadap pengaruh luar atas dasar nama toleransi..seperti kehilangan jatidiri

    terima kasih atas penjelasannya

    • Robertus Yth

      Sejauh yang saya tahu bapak Kardinal menyampaikan bahwa Summorum Pontificum yang dikeluarkan oleh Bapa Paus Benedictus XVI tidak bisa dijalankan di KAJ. Harus dipahami sebagai usaha bapak kardinal saat sebagai uskup KAJ untuk tidak membuat umat bingung. Memang semua imam diberi kewenangan juga untuk misa ritus roma (Paulus VI) dan Tridentin (Yoh XXIII). Namun demi kebaikan umum secara pastoral sebaiknya semua umat memakai ritus Roma-Latin saja. Kecuali kelompok khusus. Jadi ini tidak menolak penyampaian Paus Benediktus XVI. Mohon dipahami.

      salam
      Rm Wanta

  4. Dear Katolisitas.org,

    Apakah mengetahui mengenai prosedur2 menjadi diocese?
    Apakah itu diocese dan apakah syarat2nya? Syarat rohani juga administratif?
    Terima kasih sebelumnya.

    • Budi Yth

      Pertanyaan anda apa mau mengusulkan dioses baru? Pembentukan dioses baru wewenang Takhta Suci. Tapi usulan untuk membentuk dioses baru ada di pihak keuskupan yang mau dipecah/dibagi untuk membentuk dioses baru dan direstui oleh konferensi para Uskup negara tersebut. Tentu ada alasan kuat dan mendasar demi pengembangan dan penyebaran iman di negara itu.
      Setelah mendapat aprobasi dari konferensi para uskup baru dimohonkan ke Takhta Suci melalui kedutaan Takhta Suci di negara tersebut.

      salam
      Rm Wanta

      • Trima kasih atas responnya.
        Pertanyaan saya bukan untuk mengusulkan dioses baru.
        Ini berkaitan dengan teman saya yang katanya harus mengikuti tes kesehatan (tes hepatitis) untuk dia bergabung ke dalam diocese dan diterima dalam diocese itu.
        Padahal menurut saya dia sudah seorang frater, kenapa tidak otomatis langsung bisa diterima ya..?
        Kenapa ketika dia sudah jadi frater pun sesudahnya nya harus mengikuti tes kesehatan tersebut?
        Terima kasih sebelumnya.

        Salam,
        Budi

        • Budi yth

          Sekarang wajib hukumnya untuk menerima calon menjadi imam harus ada tes kesehatan. Bagi yang kena hepatitis, aids tidak akan diterima sebagai calon imam. Meskipun dia sudah frater dia harus menjaga kesehatannya dan dengan hepatitis tetap tidak bisa diterima karena penyakit yang akut dan berbahaya kecuali dinyatakan telah sembuh oleh dokter. Menjadi imam harus sehat lahir dan batin, itu prinsipnya yang dituntut oleh Gereja dan aturan seleksi menjadi imam.

          salam
          Rm Wanta

  5. Romo Wanta Yang Terkasih
    Saya kaum awam yang kurang mengerti dengan hukum gereja Kanonik, pertanyaan saya : 1. Apakah hukum gereja kanonik bisa dipakai sebagai dasar hukum untuk mengajukan seorang imam yang sudah ditabiskan untuk di jatuhkan dan diadili menurut undang undang ( hukum positif ) di negara kita Indonesia. 2. Kalau bisa dalam kondisi atau situasi yang seperti apa? Pertanyaan saya ini didasari karena dalam menjalankan tugas terutama di era globalisasi saat ini banyak tantangan untuk menjadi seorang pemimpin seperti tulisan diatas.

    • Alfredo Yth,

      Jawaban saya singkat saja: KHK 1983 ditujukan untuk umat Katolik dan tidak ada kaitannya dengan hukum sipil namun hukum sipil dapat menjadi rujukan bagi kasus perorangan dalam peradilan Gereja Katolik. Hukum Gereja Katolik melulu untuk umat Katolik yang telah dibaptis tidak untuk hukum sipil (bdk kan 11).

      salam
      Rm Wanta

  6. Rm. Wanta ytk,
    Saya mau bertanya, apakah seorang imam (pastur) bisa mengundurkan diri, tidak menjadi pastur lagi? Bagaimana prosedurnya? Ada yang mengatakan bahwa hal itu harus mendapatkan persetujuan dari Paus langsung, uskup-pun tidak mempunyai wewenang untuk hal tsb, apakah benar? Padahal kita tahu bahwa untuk mendapatkan persetujuan dari Paus adalah bukan hal yang mudah dan waktunya juga lama. Apakah dia bisa menerima komuni padahal belum ada persetujuan dari Paus untuk pengunduran dirinya? Dan apakah dia diizinkan untuk menjadi pengurus gereja atau lingkungan setelah pengunduran dirinya? Apa konsekwensi dari pengunduran diri tsb?
    Terima kasih
    salam
    Abin

    • Abin yth.

      Seorang imam yang mengundurkan diri dari dan tidak menjadi pastor prosedurnya dengan mengajukan surat permohonan tersebut ke Uskup atau pimpinan tarekatnya dengan mencantumkan alasan mengapa dia keluar dari imamat. Selanjutnya imam tersebut akan diinterogasi dan meminta dokumen saksi votum Uskup atau pimpinan tarekat, baru dikirim ke Kongregasi hidup bakti atau kongregasi propaganda fide. Oleh karena banyaknya kasus dan permohonan maka tidak bisa secepatnya selesai apalagi tidak ada yang mengurus di Roma. Selama dia menunggu permohonannya jika ia tidak hidup dalam dosa bisa komuni tapi kalau hidup dalam dosa tidak bisa komuni. Konsekuensi keluar dari imamat ya tidak bisa menjalankan tugas imamat dan tidak bisa menikah karena halangan publik tahbisan imamat sebelum mendapat dispensasi dari selibatnya. Jadi lebih baik tetap setia dan jangan keluar dari hidup imamat. Banyak umat yang membutuhkan seorang imam.

      salam dan berkah dalem
      Rm Wanta

  7. selamat berapa saja untuk Rm. Wanta, Pr. ada beberapa pertanyaan berhubungan dengan tesis saya:
    1. Kepemimpinan seorang imam yang berpihak kepada kaum miskin itu yang bagaimana? saya bertolak dari PO no. 6.
    2. manakah pokok-pokok penting PO no.6 yang berhubungan dengan kepemimpinan seorang imam dengan kaum miskin.

  8. Romo Kusumawanto Pr. Yth.

    Mohon saya tanya Romo.

    Saya anggota Dewan Pastoral Paroki. Di Kota tempat saya tinggal, ada suatu permasalahan yang kurang tepat; di gereja saya setiap minggu terdapat kolekte pertama dan kedua. Kolekte Pertama digunakan untuk keperluan Gereja dll. dan kolekte ke dua keseluruhannya diperuntukan untuk sosial, sehingga saldo kas sosial semakin besar sedangkan untuk keperluan gereja pas-pasan terkadang minus.
    Karena itu sudah berlangsung lama sehingga akan merubah peruntukannya menjadi sulit, karena ditentang oleh pengurusnya.

    yang akan saya tanyakan ideal prosentase pembagian / peruntukan kolekte itu berapa dan apa saja?. Khususnya untuk sosial berapa prosen?.

    Terima kasih atas jawaban yang akan diberikan.

    Salam kasih dalam Tuhan Yesus Kristus.

    • Julius Santosa Yth.

      Kolekte dalam ibadat dan liturgi Gereja diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan peribadat suci dan peralatannya, sustentasi para klerus, orang miskin. Disamping itu bisa diadakan sumbangan luar biasa (bdk. kan 1263). Karena itu hemat saya tidak perlu ada kolekte kedua, kolekte untuk misa sebaiknya sekali saja. Kalau ada permohonan bantuan kepada umat maka di luar kolekte misa yang secara khusus untuk peribadatn suci dan peralatannya, sustentasi para klerus dan bagi orang miskin, dapat diadakan harus dengan tujuan dan intensi yang jelas. Di beberapa keuskupan kolekte saat misa dibagi prosentasinya: peralatan-sarana peribadatan-misa misalnya 50%, orang miskin 25% dan 25 % lagi untuk menunjang kehidupan imamnya. Kebijakan ini tidak sama tergantung dari kebijakan Uskup masing-masing di keuskupannya.

      salam
      Rm Wanta, Pr

      Kan. 1263 – Adalah hak Uskup diosesan, sesudah mendengarkan dewan keuangan dan dewan imam, mewajibkan untuk membayar pajak yang tak berlebihan bagi kepentingan-kepentingan keuskupan, badan-badan hukum publik yang dibawahkan olehnya, sepadan dengan peng-hasilan mereka; bagi orang-perorangan dan badan-badan hukum lain ia dapat mewajibkan pungutan luar biasa dan tak berlebihan hanya dalam kebutuhan yang amat mendesak dan dengan syarat-syarat yang sama, dengan tetap berlaku undang-undang serta kebiasaan-kebiasaan partiku-lar yang memberikan kepadanya kewenangan-kewenangan lebih besar.

      • Yth. Romo Wanta, Pr.
        Terima kasih atas informasinya dapat sebagai bahan pertemuan Dewan Pastoral Paroki (DPP) dimana kami berada.

        Puji Tuhan.

  9. Ytk sahabat dalam Kristus,

    Saya berkesempatan baru pertama kali bergabung dalam katolisitas.org, nampaknya Romo Wanta yang memoderatorinya, ya ?
    Salam….
    Suatu kesempatan bertanya jawab tentang banyak hal dapat dimungkinkan melalui media ini.
    Karena terlambat, saya sedikit ikut nimbrung tema solidaritas kemanusiaan antar sesama. Memang sebetulnya sudah banyak dan memang sudah menjadi tradisi Gereja bahwa kebersamaan, kepedulian dan keberpihakkan kepada yang berkekurangan ataupun yang sedang dalam penderitaan adalah hakikat kasih, yang menjadi landasan dan perintah baru dari Yesus, Tuhan kita.
    Namun disisi lain dalam penderitaan dan kepapaan justru iman teruji, karena kepada yang percaya dan meminta dalam doa dan ucapan syukur kepada Tuhan, maka Tuhan selalu akan menjawab doa itu dan dengan berbagai cara Tuhan “memakai” orang lain menjadi perpanjangan tangan kasih-Nya.
    Memang sangat disayangkan kalau menjadi kecewa ketika harapan akan pertolongan dari otoritas gereja tidak didapatkan dan beralih ketempat lain yang menawarkan pertolongan. Semudah dan secepat itukah menjadi kecewa dan berpaling dari iman yang dimilikinya ?
    Semoga iman kita ditambahkan dan teruji dengan banyaknya tantangan.

    Salam kasih,
    Dr.Irene

    • Shalom Dr. Irene,
      Terima kasih telah bergabung dalam katolisitas.org. Romo Wanta telah berbaik hati untuk membantu katolisitas.org dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan hukum perkawinan dan hukum Gereja. Dan Romo Mardi sebagai pembimbing dari website ini. Sedang Ingrid dan saya sendiri berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lain ataupun membuat artikel-artikel yang ada. Lebih lanjut tentang site ini silakan klik di http://www.katolisitas.org/tentang

      Memang, Gereja Katolik di dalam sejarah terbukti berpihak kepada kaum miskin dan tertindas. Dan sebagai kaum beriman, kita memang harus senantiasa teguh dalam memegang iman Katolik kita dalam kondisi apapun juga. Kami sungguh berterimakasih kepada Dr. Irene yang telah melakukan begitu banyak pelayanan untuk menolong orang-orang yang miskin dan terpencil. Semoga pelayanan Dr. Irene senantiasa diberkati Tuhan dan membawa orang-orang untuk lebih mengenal Sang Sumber Kasih, yaitu Kristus.
      Mohon doa juga untuk pelayanan kami di website ini, sehingga dapat membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      stef & ingrid

  10. Bapa Suci Benedictus XVI Teladan Nyata Kepepimpinan Global Saat Ini

    Saya tergelitik dengan artikel Romo Wanto tentang kepemimpinan Global, tentu saya sangat senang membaca artikel tersebut. Saya mencoba ingin mencari salah satu tokoh pemimpim global tersebut. Ini penting karena menjelang Masa Puasa, dalam rapat Dewan paroki dengan Ketua Lingkungan, Romo Dodiet (romo paroki saya di Paroki HKTY Pugeran), menyatakan bahwa tugas Dewan Paroki adalah menguduskan, mewartakan dan menggembalakan umat, selain itu saya juga tergelitik untuk mengaitkan isu pemimpin global dengan pemilu, dan caleg dan capres kita. Mendiang Bapa Suci Johanes Paulus II merupakan tokoh yang tidak perlu diragukan lagi sebagai teladan kepemimpinan global. Dalam kepemimpinan beliau, Seakan-akan beliau menanggalkan jubah kepausan, gelar keprofesoran, dan hanya bermodalkan cinta kasih dan kerendahan hati semua saja disapanya, sehingga hampir semua yang disapa beliau telah luluh semua, lihat saja kekuasaan komunis di Polandia, di Rusia, tembok Berlin, Kuba seakan-akan menjadi luluh lantak dengan sentuhan kasih dan kerendahan hati beliau. Kepergian beliau bagi saya, hampir memutuskan harapan saya akan adanya Bapa Suci pengganti yang mampu melanjutkan karya beliau, terlebih sesaat saya melihat Kardinal Ratzinger yang tampak cerdas dan angker terpilih menggantikan Bapa Suci John Paul II. Namun dalam perjalanan selanjutnya, saya sangat terkagum terlebih saat beliau meminta maaf kepada pemimpin-2 negara (termasuk Bapak presiden SBY), pemuka agama muslim, yang menyayangkan isi kuliah ilmiah beliau. Bagi saya tidak yang salah dari isi kuliah beliau dari kaca mata akademik (saya membaca dari terjemahan Romo Mardiatmaja SJ). Pernyataan maaf sungguh memudarkan keangkeran beliau, dan saya melihat sisi kerendahan hati yang sebegitu menonjol seperti yang ditonjolkan pendahulunya.Kemudian saya setia mengikuti berita beliau, khususnya menjelang puasa ini. Menjelang puasa beliau mengikuti retret yang dibimbing oleh Kardinal Arinze, bayangkan seorang Bapa Suci dengan segala kerendahan hati mohon bimbingan dalam retret dari seorang Kardinal yang berkulit hitam. Sehabis masa retret beliau mensharingkan pengalaman rohani yang pertama kepada para pastor paroki di Roma, kemudian beliau mengunjungi Walikota Roma dan para politisi disana, serta mengunjungi Synagoga di Roma. Memang beberapa minggu ini Bapa Suci digelisahkan oleh ulah seorang uskup yang baru saja direhabilitasi namanya setelah sekitar 20 tahun menerima pengucilan dari Bapa Suci John Paul II atas ketidak percayaan adanya holocaust (pembasmian etnis Yahudi di Eropa selama Nazi berkuasa dengan mamasukkan dalam kamar gas), yang masih meragukan adanya holocaust. Tentu saja pernyataan uskup tersebut membuat marah pemimpin agama Yahudi, sehingga kembali merenggangkan hubungan Vatikan dengan Yahudi. Untuk mencairkan hubungan Vatikan dengan Yahudi, dengan segala kerendahan hati Bapa Suci menyatakan akan mengunjungi Tanah Suci Israel tahun depan. Meskipun beliau tidak suka bepergian namun tugas penggembalan tetap di utamakan, dan dan dalam masa puasa ini beliau mengunjungi Sudan dan Angola,dua negara diantara beberapa negara Afrika yang selalu dilanda kesusahan. Dalam sapaannya beliau mengharapkan negara Sudan menjadi tanah yang penuh harapan dan damai bagi generasi muda dan mendoakan lahirnya Bapa Suci dari negara Afrika. Dengan sapaan rendah hati tersebut Pemuka Muslim di Sudan menyatakan bahwa pernyaaan Bapa Suci merupakan berkat bagi Sudan. Kerendahan hati beliau yang ditunjukkan dengan pernyataan pujian dari Vatikan terhadap metode ekonomi syariah. Peran moral dan etika (ditunjukkan juga dengan pemberian bantuan ekonomi dari Vatikan) yang sangat kental selalu beliau sampaikan terlebih saat peperangan antara Israel-palestina, kelaparan di negara Zimbabwe, kekecewaan keputusan Presiden Obama tentang dibuka kembalinya penelitian sel punca (Stem Cell) dan lain sebagainya.
    Apa yang saya petik dari beliau adalah Bapa Suci telah memerankan sebagai pemimpin negara, pemimpin moral, pemimpin politik sekaligus dengan sikap kerendahan hati seperti halnya yang ditunjukkan Bapa Suci John Paul II. Jadi tidaklah salah beliau menjadi pemimpin global sejati bagi kita semua. Menjelang dan sesudah pemilu ini sudah sepantasnya gereja (KWI, Keuskupan, Paroki, Wilayah, bahkan mungkin Lingkungan) mulai berani menyapa calon legislatif dan anggota legislatif terpilih khususnya dari Katolik, syukur-2 selalu mendampingi sehingga beliau-beliau yang terpilih benar-benar menjadi politisi yang mempunyai nilai katolisitas yang tinggi. Terima kasih.

  11. Father,
    1.adakah Jesus mati di kayu Salib kerana dia tidak menghormati kepercayaan agama lain atau Dia(Jesus) mati demi menyelamat/membebaskan kita manusia dari dosa2?
    2.Atau adakah kedua2 kenyataan di atas membawa pengertian yang sama?
    sekian,terima kasih.

    • Semang Yth.
      Peristiwa Yesus di salib merupakan ketaatan Yesus pada kehendak Allah Bapa, akibat konsekuensi dari ajaran dan tugas perutusan-Nya di bumi. Penyaliban bukan karena Dia tidak menghormati agama lain tetapi karena itulah jalan yang harus dilalui-Nya untuk menyelamatkan manusia. Secara historis karena hukuman yang diberikan pada-Nya terjadi ketika pemerintah Pilatus, dan atas desakan dan tuduhan para tokoh agamawan Yahudi.

      Salam
      Rm Wanta, Pr

      • Terima kasih di atas penjelasan yang Father beri. Pertanyaan saya itu sebenarnya untuk menjawap ketidakpastian saya terhadap satu kenyataan kawan Katolik saya di Malaysia yang sangat yakin mengatakan bahawa ‘Yesus dibunuh di kayu salib kerana Dia tidak menghormati kepercayaan agama lain’.Sedangkan pendirian ataupun pemahaman saya adalah ‘Jesus mati di kayu salib demi kita umat yang berdosa’.
        Terima kasih sekali lagi Father.

  12. salam Father,
    saya orang Malaysia.Saya ingin minta pendapat Father berkenaan dengan masalah di Palestin sekarang:
    a)peperangan itu,adakah ia disebabkan oleh kepentingan politik(kuasa) atau kepentingan agama atau kedua-duanya sekali?
    b)yang mana satu ‘Holy Land’Palestin atau Israel atau kedua2nya sekali
    c)adakah betul Israel itu telah merampas tanah Palestin?Saya kurang pasti Father kerana Malaysia tidak ada hubungan Diplomatik dengan Israel jadi segala apa cerita yang berkaitan dengan Israel di Malaysia adalah yang negatif sahaja.
    d)dan boleh kah dua buah negara ini berdamai sebelum dunia kiamat?
    semoga Father sudi melayani pertanyaan2 saya ini.
    terima kasih.

    • [dari admin: Mohon maaf, kalau ada komentar lanjutan dari komentar ini yang lebih ke arah politik tidak akan ditampilkan di dalam website ini, karena pembahasan politik bukanlah tujuan dari website ini. Semoga dapat dimengerti.]

      Semang Yth,

      Wow pertanyaannya sulit dijawab karena menyinggung politik luar negeri, tapi tidak mengapa. Saya akan menjawab sejauh yang saya ketahui. Begini, Peperangan yang melanda Palestina sekarang merupakan sejarah yang panjang. Bahkan kalau ditarik ulur jauh ke belakang sejak zaman Yesus, historis tanah terjanji (Holy Land) yang terdiri dari seluruh daratan Palestina meliputi bagian dari Negara Israel. Terjadi perang merebut tanah terjanji berkali-kali sampai terjadi Perang Salib antara kekuasaan Roma, Kerajaan Eropa dengan kaum Muslim di Arab yang mengklaim tanah terjanji itu. Tokoh perdamaian adalah Santo Fransiskus dari Asisi yang sampai sekarang tarekat ini diberi kewenangan Paus untuk melindungi dan memelihara situs sejarah suci tempat kudus dimana jejak-jejak Yesus ada di daerah itu. Hingga kini yang menjaga tempat sejarah itu adalah OFM. Perang sekarang ini adalah letupan saling merebut tanah terjanji Holy Land yang saling diklaim milik kelompok tertentu. Ada satu tempat bersejarah di mana disitu diyakini oleh umat bahwa Yesus naik ke surga dan juga Muhammad dinaikkan ke langit saat melakukan Isra Miraj dan tempat lainnya. Ketiga agama besar monoteis: Yahudi, Kristen dan Muslim memiliki sejarah yang sama tapi…antar mereka saling bertengkar. Saat ini orang Yahudi dan Muslim, kalau dilihat dari agama tapi perang ini bukan agama, melainkan politik.
      Maka Israel sebagai Negara melawan kelompok Hamas yang berada di Negara Palestina. Kelompok di Palestina sendiri juga tidak bersatu, demikian juga negara Islam di daratan Arab. Saya tidak tahu mengapa demikian. Jadi perang ini murni politik, Israel merasa tidak aman dengan kehadiran Hamas di jalur Gaza, demikian sebaliknya kaum Hamas terbelenggu oleh Israel.
      Holy Land menjadi milik keduanya baik yang diduduki Israel maupun Palestina, lihat peta di PL saat kekaisaran Roma 325M. Maka, kedua negara harus berdamai, perlu kerja keras diplomasi dan kesungguhan bahwa mereka bersaudara satu sama lain, leluhur yang sama dan tempat yang sama. Israel memang dulu negara kecil teritorinya tapi kemudian menjadi besar.

      Semoga menjawab pertanyaan anda
      salam dan berkat Tuhan
      Rm Wanta Pr

      • Saya sangat setuju dengan pendapat Romo Wanta. Kadang-kadang di kantor, saya mengalami kesulitan untuk menjelaskan kepada teman-teman, karena mereka berpijak dari tahun 1947, dimana berbondong-bondong orang keturunan Israel yang ada di Eropa pulang ke tanah Israel, saat mereka teraniaya. Saya menjelaskan kepada teman-2 bahwa sudah sejak dahulu kala Israel memang teraniaya, terjajah baik oleh Mesir, Romawi, dan di tanah perantaranpun mereka teraniaya. Melalui Nabi-Nabi-nya (saya sebut demikian karena belum tentu bangsa di belahan lain mengenal nabi Musa dll.), Tuhan mereka (Yahwe) mencintai mereka yang tertindas dan teraniaya, dan memberikan nama mereka menjadi bangsa terkasih, bangsa pilihan, disini saya memaknainya bahwa Tuhan akan memberikan penghiburan yang besar bagi orang yang teraniaya, prinsip itupun akan berlaku kepada siapapun dan dimanapun juga. Dalam keluargapun, orang tua akan memberikan perhatian yang berlebih kepada salah satu putranya yang sedang menderita, suatu kelumrahan dan secara nalar diterima secara universal. Disini persoalannya apakah kita siap menyambut uluran kasih Tuhan, apakah negara Israel dan Palestina (Hamas) dengan cara begitu (peperangan dan balas membalas) dalam menanggapi kasih Tuhan?

  13. Shalom,
    Romo RD.Dr.D.Gusti Bagus Kusumawanta.Pr

    Romo, saya ada sedikit pertanyaan dimana waktu menjelang natal,biasanya kumpulan kami mengumpulkan dana untuk dibawahkan kepada anak2 dipanti asuhan dan kami pernah bertanya kepada romo yang memimpin yayasan tsb,apakah pernah dibantu/diperhatikan oleh keuskupan ?
    Jawab romo tsb adalah tidak karna ordonya……?? maaf saya sudah lupa ordo yg disebut romo tsb.-
    Pertanyaan dalam hati kami…kok bisa begitu, bukankah yayasan ini milik katolik…yg sudah barang tentu dibawah naungan keuskupan setempat ???
    Sebenarnya hirarki keuskupan bagaimana…sih ? dan pembagian tugas ordo-ordonya ?

    Terima kasih,
    Salam Kasih
    K.Paulus J.C

    • K. Paulus Yth.
      Panti asuhan (PA) merupakan karya sosial Gereja yang bisa dimiliki oleh keuskupan atau tarekat religius (pastor atau suster) atau privat awam katolik. Kalau panti itu milik keuskupan kadang diserahkan kepada pastor tarekat atau imam projonya sendiri tergantung kebijakan uskup. Sedangkan milik tarekat suster dikelola sendiri. Jika milik tarekat maka bantuan tidak pernah meminta keuskupan melainkan mencari relasi sendiri (misalanya PA. Sidhi Astu Tuka Bali dikelola oleh OSF). sedangkan milik keuskupan dibantu keuskupan melalui kolekte di paroki untuk panti asuhan. Misalnya PA Vicentius Putra Kramat Jakarta milik keuskupan dikelola pastor OFM.
      Begitu jadi pihak keuskupan membantu dalam hal memberi izin untuk mengumpulkan kolekte kedua di semua paroki di keuskupannya untuk panti asuhan yang dikelola. Keuskupan juga bisa memberi bantuan mencarikan dana ke luar negeri untuk itu jika mmbutuhkannya. Kalau milik Ordo memang tidak pernah dibantu karena Ordo Tarekat itu otonom.
      Demikian jawaban saya semoga memuaskan.

      salam
      rm wanta/pr

      • Romo RD.Dr.D.Gusti Bagus Kusumawanta.Pr ytk,
        Saya ingin bertanya kepada Romo tentang aksi sosial Gereja Katolik. Badan / lembaga apakah dalam strukstur Gereja yang menangani aksi sosial dan aksi apa sajakah yang dilakukan? Dan bagaimana prosedurnya untuk mendapatkan bantuan dari Gereja jika umat membutuhkan bantuan?

        Pertanyaan itu timbul saat saya menyaksikan satu keluarga yang sedang tertimpa kesusahan, anaknya menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar. Mungkin jika semua harta yang dimilikinya dijualpun tidak mencukupi untuk menutup biaya tersebut. Status keluarga mereka memang dipandang orang sebagai golongan menengah sehingga mungkin orang melihat dari luar menilai bahwa keluarga tersebut mampu, namun pihak luar biasanya tidak mengetahui secara rinci / detail berapa biaya yang mereka butuhkan, apakah benar mereka mampu untuk membiayai pengobatan anaknya tersebut meskipun semua hartanya mereka jual. Disinilah kesulitan keluarga itu mendapatkan bantuan dari luar. Jika orang yang kaya / super kaya mungkin mereka bisa membiayainya sendiri atau jika dari golongan miskin akan lebih mudah memperoleh bantuan karena secara kasat mata/fisik orang tahu dan mudah melihat bahwa mereka miskin sehingga perlu dibantu. Namun, untuk golongan menengah, orang luar akan melihat bahwa mereka tidak berkekurangan sehingga otomatis bantuan akan lebih diprioritaskan untuk golongan yang miskin, sedangkan sebenarnya mereka bukan golongan kaya (memang tidak kekuarangan) sehingga jika menanggung biaya pengobatan itu mereka tidak mampu. Jadi golongan menengah ini menjadi ‘serba salah’ dan selalu harus berjuang sendiri dengan keadaan yang serba ‘nanggung’ (kaya sekali tidak, miskinjuga tidak).

        Pada saat membutuhkan biaya yang besar itu, justru pihak non Gereja Katolik yang dengan ringan tangan membantu. Ada yang dari Kristen non-Katolik dan ada juga yang dari non-Kristen (mereka tidak mengatas namakan agama, walaupun yayasannya memakai nama agama tertentu). Keluarga itu sebenarnya pernah menanyakan kepada seorang aktivis gereja yang sering melakukan kunjungan sosial ke rumah sakit untuk mendoakan pasien yang katolik dan kadang bersama seorang Romo memberikan hosti untuk pasien, bagaimana atau bisakah meminta bantuan keuangan ke Gereja? Dijawab oleh aktivis tersebut (mungkin karena dia bukan yang menangani hal tersebut) bahwa memang Gereja tidak biasa atau paling tidak dia (kelompok dia) belum pernah memberikan bantuan semacam itu. Yang mereka berikan biasanya adalah dukungan doa dan moril/semangat dan Romo yang memberikan sakramen ekaristi / kadang perminyakan orang sakit.

        Keluarga tersebut akhirnya pindah ke agama Kristen non-Katolik yang membantu keuangan mereka. Jika dilihat secara manusiawi (bukan dilihat dari iman) memang sangat wajarlah jika mereka akhirnya pindah agama. Mereka bilang, “Di saat kami kesusahan Gereja Katolik yang katanya dasar ajarannya adalah cinta kasih tidak ada tindakan nyatanya, namun gereja lain dan yayasan non-kristen lain justru menunjukkan cinta kasihnya yang lebih besar dan lebih berarti”. Saya hanya bisa terdiam mendengar hal itu. Setahu saya memang di Gereja Katolik bantuan itu datang dari umat yang biasanya tahu / kenal dengan orang yang membutuhkan bantuan itu. Jadi sifatnya adalah pribadi bukan dari / atas nama Gereja Katolik. Sebenarnya bagaimanakah prosedur dan cara untuk mendapatkan bantuan dari Gereja Katolik? Atau adakah kegiatan semacam itu di Gereja Katolik? Memang gereja bukan yayasan amal/institusi keuangan, namun sebagai suatu institusi yang mengklaim ajarannya adalah cinta kasih, apalagi untuk umatnya sendiri yang sedang kesusahan seharusnya Gereja bisa lebih peka. Mungkin antar institusi memang ada aksi sosial dari Gereja, misalkan seperti yang Romo katakan ke panti asuhan, namun bagaimana untuk perorangan / pribadi / keluarga / umat? Semoga anggapan ini keliru dan mohon petunjuk dari Romo.
        Terima kasih
        Chandra

        • Chandra Ytks,

          Terimakasih untuk ceritanya yang mengharukan dan menjadi inspirasi bagi saya untuk berbuat sesuatu bagi sesama. Gereja Katolik sebenarnya memiliki organisasi sosial yang kuat dan sudah lama memilikinya, bahkan karya misi dilakukan oleh awam dengan mendirikan oganisasi sosial Gereja, namun masih juga banyak kelemahan karena organisasi sosial itu tidak semuanya ada dan diurus dengan baik oleh orang-orang yang mengurus Gereja itu sendiri. Contoh Gereja Katolik paling tidak di tiap Paroki ada seksi Pengembangan Sosial Ekonomi, tidak hanya itu ada kelompok kategorial yang mengurus orang yang tidak mampu seperti muncul KBKK (Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan) ketuanya Dr Irene di Jakarta. Kelompok ini melayani seluruh Indonesia. Jadi ada dua jalur yang bisa ditempuh kalau ada peristiwa kemanusiaan yang membutuhkan pertolongan: pertama mendatangi Pastor Paroki biasanya ada seksi PSE atau Keuskupan ada komisi PSE atau LDD (Lembaga Daya Dharma) KAJ. Jalur kedua melalui kelompok kategorial seperti yang saya sampaikan KBKK atau kelompok lain dalam lingkungan Gereja Katolik. Jalur luar biasa kalau anda kontak PKR (Pelayanan Krisis dan Rekonsiliasi) di KWI yang membantu mereka yang kena bencana alama, gempa, banjir dll. Mereka akan siap membantu. Jadi tidak benar kalau Gereja Katolik tidak peduli dengan sesama manusia yang menderita.
          Hal lain pindah agama dari Katolik ke Protestan atau yang lain, itu masalah pribadi orang itu, mestinya tidak perlu pindah agama atau yang menolong mengharapkan dia pindah agama, atau aku akan menolong tapi nanti pindah agama dibujuk rayu…. Cara semacam itu tidak baik dan membuat ketegangan antar Gereja dan sesama. Kita pun kalau menolong tidak mengharapkan dia menjadi Katolik. Menjadi Katolik itu panggilan, maka bagi umat yang mengalami kesulitan kemanusiaan mohon tidak cepat ditawari iming-iming dan pindah agama karena di dalam Gereja Katolik ada yang membantu. Penting jika menemui masalah sampaikan ke Pastor Paroki dimana dia tinggal atau ke keuskupan atau kita sendiri yang tahu mencari jalan keluar dan tidak berpangku tangan. Saya pribadi akan membantu sekuat tenaga jika itu benar2 orang yang perlu dibantu. Bila anda pecinta web katolisitas.org mari kita galang Peduli Kemanusiaan dengan Kasih kepada yang menderita. Usul saya agar ada tempat di Web ini seksi sosial kemanusiaan untuk membantu orang yang menderita tentu disertai dengan pendoa bagi yang sakit.
          Demikian Chandra jawaban saya semoga bermanfaat.

          salam
          Rm Wanta, Pr

          • Shalom Chandra dan Romo Wanta,

            Memang menjadi tantangan bagi kita, umat Katolik, yang mendasarkan ajarannya berdasarkan ajaran kasih, untuk benar-benar mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Yesus Kristus.
            Usulan Romo Wanta untuk menggalakkan peduli kemanusiaan dengan seksi sosial dan pendoa, sungguh sangat baik sekali. Namun, untuk tahap awal, kami akan memulai dengan "pojok doa". Atas penyelenggaraan Tuhan, Romo Kris dan tim doanya telah bersedia untuk membantu katolisitas.org untuk mendoakan bagi orang-orang yang punya intensi doa. Semoga dengan adanya pojok doa yang akan tersedia dalam waktu dekat, akan dapat menjadi kekuatan bagi yang membutuhkan dan bagi para pembaca yang lain juga dapat turut berpartisipasi untuk mendoakan.

            Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
            stef

          • Salam kasih,

            Bagus sekali sdr Stef yang akan memulai dengan “pojok doa” di katolisitas dan memang apa yang diceritakan oleh sdr.Chandra dapat dimengerti seperti sayapun kadang2 sedikit kesal juga waktu sharing dgn teman2.-
            contoh yg nyata(sudah saya pernah tulis sewaktu komentar ttg artikel sdri Maria Brownel “Thank you Yesus, I am Home” mengenai Yayasan Budha Tzu Chi yang dimana sukarelawannya dari berbagai suku, agama dll.-dan teman2 sayapun ada sbg sukarelawannya.-
            Kenapa bisa begitu ? ya…..seperti sdr Stef bilang bahwa menjadi tantangan bagi kita, umat katolik…..dan semoga pemimpin katolik di Indonesia dgn pusatnya Jakarta bisa mencari solusi-solusinya.-
            misal (maaf. ini cuma ide saya) : Pemimpin tertinggi katolik diseluruh Indonesia mengangkat seorang yang berwibawa/jujur untuk mengetuai sebuah Yayasan yg mana yayasan tsb mempunyai cabang dipropinsi2 diseluruh Indonesia dan tugas yayasan tsb bergerak dalam hal kemanusiaan dan otonom disamping itu yayasan ini mempunyai seksi yang dekat hubungannya dengan pengusaha2 sukses karna setiap misi kemanusiaan memerlukan dana baikbesar ataupun kecil…..ya…kira2 begitulah…semoga petinggi katolik dapat solusinya,amin

            terima kasih

          • Paulus Yth.

            Gereja Katolik bersifat universal tetapi juga lokal. Universal pemimpinnya Paus Benediktus XVI sedangkan pada tingkat lokal pemimpin Gereja dinamakan Uskup Diosesan yang bersifat otonom. Jadi Paulus, Jakarta bukan pusat Gereja Katolik Indonesia. Harus diperhatikan pusat Gereja Lokal ada di tiap keuskupan masing-masing. Maka kewenangan ada di dalam Uskup Diosesan, bukan ketua KWI (Jakarta). Komisi-komisi yang ada di KWI bekerja sebagai pembantu Uskup bidang masing-masing tapi sekali lagi tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan komando ke keuskupan-keuskupan di Indonesia. Maka jika membentuk lembaga sosial Indonesia untuk bidang sosial karitatif perlu disetujui para uskup Indonesia dalam sidang KWI. Bagi saya baik kalau dibentuk lembaga sosial karitatif di keuskupan karena masing-masing keuskupan itu otonom. Kalau di tingkat nasional KWI sudah ada lembaga KARINA (Karitas Indonesia), PKR (Pelayanan Krisris dan Rekonsiliasi), kedua lembaga ini aktif dalam bantuan sesama karena bencana alam seperti: tsunami, banjir dan gempa. Pelayanan ini tidak hanya untuk umat Katolik tapi semua orang sesama manusia. Satu lagi komisi PSE yang bekerja untuk pastoral sosial ekonomi. Silakan memanfaatkan lembaga-lembaga ini untuk sesama.

            Salam
            Rm Wanta,Pr

          • Stef Ytks,

            Terimakasih atas kesigapan dan tanggapan yang cepat melihat kebutuhan umat. Mari kita bangun jejaring kemanusiaan lewat media ini saya yakin bisa. Kami ada jejaring gerakan orang tua asuh untuk seminari, maka saya dukung ada jejraing peduli kasih kemanusiaan untuk umat yang membutuhkan doa dan uluran tangan bantuan kita.

            Salam
            rm wanta/pr

  14. Romo Gusti Bagus Kusumawanta yang baik. Terima kasih atas artikel yang membuat saya makin paham akan posisi imam Katolik yang khas dibandingkan tokoh agama lain dalam umatnya masing-masing. Imam Katolik adalah milik seluruh umat Katolik sedunia. Berkat Tuhan dan sakramen-sakramen melalui imam di manapun sama.Sungguh universal karya agung Allah. Maaf, saya bertanya pula. Apakah ada aturan hukum tentang pakaian imam di luar ketika sedang melaksanakan tugas liturgi? Saya sebagai awam labih senang jika imam-imam memakai pakaian imam (jubah) atau baju yg punya tanda bahwa ia seorang imam, kecuali jika sedang olahraga. Terimakasih
    Shalom
    Isa Inigo

    • Isa Inigo yth.
      Menurut kodeks kan 284 para klerikus hendaknya mengenakan pakaian gerejawi yang pantas menurut norma-norma yang dikeluarkan konferensi Para Uskup dan kebiasaan setempat yang legitim.
      Norma yang umum memakai jubah dan pakaian dengan colar romano. Namun kebiasaan setempat konteks Indonesia tidak memberi pakaian khusus karena kultur Indonesia bukan kristen, maka sering pakai pakaian biasa batik atau baju biasa. Dulu para misionaris memakai jubah kemana saja karena kebiasaan di Eropa namun sekarang setelah di Indonesia mengalami perubahan dan mengikuti kebiasaan orang lain. Kadang demi alasan praktis pastoral supaya jangan ada ekslusif dan menunjukkan diri di tengah pluralitas maka para imam memakai pakaian seperti biasa orang pakai. Dengan itu tidak ada jarak atau perbedaan dan mudah dalam bergaul. Kami di KWI dibiasakan ke kantor untuk memakai pakaian imam dengan colar romano, namun tidak memakai jubah untuk misa. Demikian juga keuskupan surabaya oleh Uskupnya diwajibkan memakai pakaian colar romano kalau sedang bepergian dan acara resmi. Saya setuju untuk ini dan itu baik kecuali di rumah. Maka kalau anda memberi kado romo berilah pakaian imam yang colar romano pakaian resmi imam. Semoga menjawab pertanyaan anda.

      Terimakasih
      kusumawanta/pr

Comments are closed.