Keberatan dan Jawaban
Banyak orang yang menolak doktrin tentang keutamaan kepemimpinan dan infalibilitas Bapa Paus, mengemukakan alasannya bahwa doktrin itu tidak diajarkan pada abad- abad awal. Namun sebenarnya ini bukan argumen yang baik; sebab kita mengetahui bahwa kanon Kitab Suci dan juga doktrin tentang Allah Trinitas, juga baru dinyatakan secara definitif di abad ke-4, walaupun doktrin itu sudah ada sejak awal mula Gereja. Apakah dengan demikian artinya Tuhan Yesus tidak dengan jelas mengajarkan tentang Trinitas dan ajaran yang dituliskan dalam Kitab Suci? Tentu saja tidak. Kedua hal itu, termasuk juga hal kepausan telah ada di dalam Kitab Suci seperti halnya sebuah embrio, yang terus mengalami pertumbuhan organik di dalam Gereja. Ini seperti pertumbuhan biji menjadi pohon yang rimbun (lih. Mat 13:31-32).
Keberatan lainnya berkaitan dengan hal otoritas. Seperti halnya di bidang lain -bisnis, keluarga dan organisasi- hal otoritas dapat menjadi akar dari perselisihan; tak terkecuali juga dengan Gereja. Otoritas Gereja ditentang dari semua segi. Kita sering mendengar pandangan yang demikian, “Gereja Katolik memerlukan pemimpin yang kelihatan bagi Gerejanya, sedangkan kami di gereja non- Katolik tidak, sebab kami mempunyai Kristus sebagai Pemimpin kami yang tidak kelihatan.” Apakah pernyataan ini benar? Sebenarnya, tidak juga, sebab kenyataannya gereja- gereja non Katolik masih tetap memiliki pastor/ pendeta (yang kelihatan) untuk memimpin gereja mereka. Apakah Kristus tidak dapat melakukan hal ini bagi mereka? Mengapa mereka tetap memiliki pemimpin yang kelihatan juga, seperti Gereja Katolik? Jawabannya sederhana saja, sebab Kristus sebagai Kepala keluarga (Ef 3:14-15), melibatkan juga kepemimpinan orang- orang tertentu yang memang telah ditugaskan-Nya untuk mengambil bagian dalam hal otoritas kepemimpinan-Nya. Ini sama seperti kepemimpinan seorang ayah dalam keluarga. Maka jika di gereja- gereja non Katolik ada pendeta pemimpin jemaat, maka sangat wajarlah jika di Gereja Katolik juga ada Bapa Paus yang menjadi pemimpin seluruh umat Katolik di dunia.
Melalui artikel seri Keutamaan Paus ini telah kita ketahui dasar Kitab Suci, bukti- bukti yang menunjukkan keberadaan Petrus di Roma, kepemimpinannya, yang jelas terlihat dalam surat- surat Bapa Gereja abad- abad awal. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Roma tidak pernah mensyaratkan pengakuan dari gereja- gereja di lainnya, sebab kepemimpinannya sudah diterima dengan damai. ((lihat J. Michael Miller, The Shepherd and the Rock, (Huntington, Ind: Our Sunday Visitor, 1995), 88)). Dari tulisan para Bapa Gereja kita ketahui bahwa jika sampai terjadi perselisihan di Gereja- gereja lokal, maka mereka akan datang kepada Uskup untuk menyelesaikannya dan akhirnya para Uskup itu akan meminta dukungan dari Roma.
Apa yang diajarkan oleh sejarah Gereja di lima abad pertama?
((disarikan dari Stephen Ray, Upon This Rock, (San Francisco: Ignatius Press, 1999), p. 145-242. Sebelum menjadi Katolik, Stephen Ray adalah seorang Evangelis non Katolik. Ia menyadari bahwa hal yang paling membedakan antara Katolik dan non- Katolik adalah hal otoritas. Maka ia mempelajari Kitab Suci dan tulisan jemaat di lima abad pertama, untuk membuktikan bahwa hal keutamaan Petrus sudah ada sejak Gereja awal.))
1. Cardinal Newman, menjelaskan demikian:
“…. ketika para rasul masih ada, maka tidak diperlukan kuasa Uskup maupun Paus, karena kuasa itu telah dilakukan oleh para Rasul itu sendiri. Sejalan dengan waktu, kuasa Uskup terlihat dengan sendirinya, dan kemudian kuasa Paus. Ketika para Rasul tidak ada lagi, dunia Kristiani tidak dengan sendirinya terbagi menjadi beberapa bagian; tetapi beberapa daerah lokal dapat mengalami perselisihan internal, dan sebagai akibatnya pemimpin lokal diperlukan… Ketika Gereja ditinggal sendiri [tanpa para rasul], gangguan lokal mengakibatkan perlunya kuasa uskup- uskup, dan gangguan ekumenikal [Gereja yang satu dengan yang lain] mengakibatkan perlunya kuasa Paus…. Adalah lebih sedikit kesulitannya bahwa keutamaan Paus tidak [belum] diakui secara resmi di abad ke-2 daripada kesulitannya bahwa tidak ada pengakuan resmi tentang doktrin Trinitas sampai abad ke-4. Tidak ada doktrin didefinisikan, sampai doktrin tersebut dilanggar.” ((John Henry Cardinal Newman, An Essay on the Development of Christian Doctrine 4,3,2 and 4, in Consciense, Consensus, and the Development of Doctrine (New York: Double Day, 1992), 157-158. Cardinal Newman adalah seorang imam gereja Anglikan, sebelum bergabung dalam Gereja Katolik, dan menjadi Kardinal )).
Maka, jika doktrin itu belum dijabarkan secara tertulis, bukan berarti bahwa ajaran itu tidak ada. Namun pada saat ada pelanggarannya di tempat- tempat tertentu, maka Gereja perlu untuk kembali kepada ajaran awal dari para rasul, dan kepada kuasa mengajar dari Rasul Petrus dan para penerusnya, untuk meluruskan dan menjabarkan ajaran tersebut dengan lebih jelas. Inilah yang terjadi pada ajaran tentang Keutamaan Paus dan Trinitas. Tentang Trinitas, sebelum didefinisikan dengan jelas di Konsili Nicea (325), doktrin tersebut sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja di abad- abad sebelumnya, seperti pernah dibahas di sini, silakan klik. Sedangkan tentang keutamaan Petrus dan para penerus Petrus di abad pertama nyata dari dokumen paling awal Gereja dari St. Clement dan St. Ignatius dari Antiokhia, seperti sudah pernah ditulis di sini, silakan klik.
2. Para Bapa Gereja mengartikan perikop Mat 16:18 secara literal dan allegoris/ simbolis
Perikop Kitab Suci umumnya mempunyai arti literal, namun dapat juga mempunyai arti dan penerapan lainnya (allegoris, moral, anagogis). Perikop Mat 16, secara literal dapat diartikan sebagai penugasan kepada Rasul Petrus, yang diberikan oleh Kristus. Jika ada Bapa Gereja (misalnya Origen, St. Agustinus) yang mengajarkan bahwa Batu Karang yang disebutkan di sana adalah Kristus, ataupun pengakuan Petrus, ataupun iman Petrus, mereka tidak menolak arti literal dari perikop tersebut.
John Lowe seorang teolog Anglikan menulis, “Pernyataan “Kamu adalah Petrus (Kefas) dan di atas batu karang (kefas) ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku” harus diambil sebagai mengacu kepada Rasul Petrus sendiri. Walaupun benar juga jika dikatakan bahwa pada akhirnya Kristus itulah Batu Karang, (lih. Mat 21:42 dan 1 Kor 3:11), hal itu tidak dikatakan di sini. Dan walaupun juga wajar untuk menjelaskan bahwa batu karang-nya adalah iman Petrus yang melaluinya ia [Petrus] telah mengakui bahwa Yesus adalah Mesias. Tidak diragukan ini adalah dasar homili untuk menjelaskan ke- Mesias-an Tuhan Yesus dan iman Petrus; tetapi dari sudut pandang eksegesis murni… adalah tidak mungkin untuk menyatakan bahwa artinya mengacu kepada kedua arti di atas. Di sini jelas, permainan katanya mengharuskan identifikasi batu karang dengan seseorang yang bernama Petrus. Keengganan untuk menerima hal ini…. disebabkan karena sadar atau tidak sadar berkaitan dengan apa yang disebut kontroversi persyaratan pengakuan [iman Petrus, menurut Protestan]…. Jika kita memutuskan diri dengan kontroversi ini dan melihat hanya kepada teksnya sendiri, kita harus, menurut pandangan saya, setuju bahwa Petrus sendiri-lah yang disebut di sini sebagai batu karang yang di atasnya Gereja akan dibangun.” ((John Lowe, Saint Peter (New York: Oxford Univ. Press: 1956), p. 55-56))
Kesaksian Para Bapa Gereja
Mari sekarang kita melihat cuplikan tulisan para Bapa Gereja sejak abad pertama sampai dengan abad kelima, untuk mengetahui bahwa sudah sejak awal Gereja mengakui keutamaan Rasul Petrus dan para penerusnya, sebagai pemimpin tertinggi Gereja, yang mempunyai kuasa mengajar, memimpin dan menjaga kesatuan Gereja, sesuai dengan apa yang diterima dari Kristus dan para rasul.
St. Yustinus Martir (100- 165)
“Sebab [Kristus] memanggil salah satu murid-Nya- yang dulunya dikenal dengan nama Simon- sebagai Petrus; sebab ia mengenali-Nya sebagai Kristus, Anak Allah yang hidup, dengan wahyu dari Allah Bapa: dan sejak itu kita menemukannya terekam di dalam ingatan para rasul-Nya bahwa Ia [Kristus] adalah Anak Allah….” ((St. Yustinus Martir, Dialogue with Trypho 100, 4-5, ANF 1:249))
Kutipan ini adalah salah satu kutipan awal dari perikop Mat 16 dalam ajaran Bapa Gereja. Di sini memang tujuan St. Yustinus adalah untuk menyatakan ke- Allahan Yesus, untuk menanggapi ajaran sesat di abad pertama yang umumnya berfokus menentang Pribadi Yesus sebagai Anak Allah, seperti pada ajaran Gnostik. Menanggapi ajaran sesat ini, St. Yustinus mengacu kepada perikop Mat 16; yang juga menunjukkan keutamaan Petrus sebagai seorang Rasul Kristus yang menerima wahyu dari Allah Bapa sendiri, sehingga ia dapat mengatakan bahwa Kristus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.
St. Polycarpus (69- 155)
Dalam suratnya kepada Victor dari Roma, St. Irenaeus menjelaskan bahwa ketika St. Polycarpus ke Roma pada masa Paus Anicetus, mereka tidak setuju tentang hal- hal sehubungan dengan cara perayaan Paskah. Namun mereka segera berdamai dan tidak bertengkar. Polycarpus memutuskan untuk mengikuti tradisi dari Rasul Yohanes, sedangkan Anicetus mempertahankan tradisi yang diturunkannya dari Rasul Petrus. Keduanya saling menghargai dan memelihara perdamaian dengan seluruh Gereja. ((St. Irenaeus, Letter to Victor of Rome, quoted in Eusebius 5, 24, 16-17, NPNF 2, 1:243-244)) Polycarpus yang datang ke Roma dan bertemu Paus Anicetus, tidak dapat mempengaruhi Paus Anicetus untuk menerima tradisi Rasul Yohanes [dalam memperingati Paska] sebab Paus memilih untuk melestarikan apa yang sudah diterimanya dari para pendahulunya [yaitu para penerus rasul Petrus].
Paus St. Soter (166- 174), Paus urutan ke 11 dari Rasul Petrus.
Ahli sejarah Eusebius mengutip tulisan Dionysius kepada Gereja di Roma, kepada Paus Soter, demikian:
“Sebab dari semula, sudah menjadi kebiasanmu untuk berlaku baik terhadap semua saudara seiman dalam berbagai cara, dan untuk mengirimkan bantuan kepada banyak gereja di setiap kota. Dengan demikian membantu mereka yang membutuhkan… engkau, Gereja Roma, mempertahankan tradisi jemaat ini, yang oleh Uskupmu yang terberkati, Soter … tidak hanya dipertahankan melainkan dilengkapi, untuk memenuhi kebutuhan para orang kudus, dan menghibur saudara/i yang di luar negeri [di luar Roma] dengan perkataan berkat, sebagai bapa yang mengasihi anak- anaknya.” ((Eusebius, Church History 4, 23, NPNF 2, 1:201)).
St. Pothinus, Uskup Lyons (77-177)
Pothinus, Uskup Lyons, Gaul menuliskan surat kepada Paus Eleutherus, ketika Gereja di Gaul dilanda heresi (ajaran sesat) Montanism, demikian:
“Kami berdoa, Bapa Eleutherus, agar engkau dapat bergembira di dalam Tuhan dalam segala sesuatu dan selalu. Kami memohon kepada saudara kami dan saudara Irenaeus untuk membawa surat ini kepadamu, dan kami mohon kepadamu untuk menghargainya sebagai seseorang yang bersemangat bagi perjanjian Kristus. Sebab jika jabatan [uskup] dapat menyampaikan kebenaran kepada seseorang, kita harus menugaskan dia [Irenaeus] di antara yang pertama sebagai penatua Gereja…” ((Eusebius, Church History 5, 4, NPNF2, 1:219)). Pothinus akhirnya wafat secara mengenaskan oleh penganiayaan di bawah penguasa Roma, Marcus Aurelius. Perhatikan bahwa di surat ini Pothinus memanggil Eleutherus dengan sebutan Bapa, yang merupakan permohonan kepada Roma agar tidak mentolerir heresi Montanism, yaitu dengan merekomendasikan calon uskup Lyon yang baru yang sangat anti ajaran sesat, yaitu Irenaeus.
St. Hegesippus dari Syria (180)
St. Hegesippus adalah seorang yang hidup setelah para rasul, dan seorang sejarahwan Gereja abad awal. Ia menulis lima buku, Memoirs, untuk menentang ajaran sesat Gnosticism. Ia mengunjungi Roma saat Anicetus menjadi Paus (155-166). Di dalam bukunya, ia menuliskan perjalanannya untuk mengumpulkan informasi tentang ajaran yang benar dari para rasul di berbagai pusat agama Kristen. Di Roma ia bertemu dengan banyak uskup, dan ia menerima ajaran yang sama dari mereka semua. ((lih. Eusebius, Church History 4, 22, 1, NPNF2, 1:198))
“Gereja di Korintus terus berlangsung dalam iman yang benar sampai Primus menjadi Uskup Korintus…. Ketika saya datang ke Roma, saya menetap di sana sampai [masa] Anicetus yang diakonnya bernama Eleutherus. Dan Anicetus dilanjutkan oleh Soter, dan Soter oleh Eleutherus…” ((Eusebius, Church History 4, 22, 2-3 NPNF2, 1:198-99)). Hegesippus mengkoleksi catatan data suksesi Paus dari Rasul Petrus sampai ke jamannya. Suksesi tidak hanya di Roma, tetapi juga di keuskupan lainnya.
Jika suksesi apostolik adalah ajaran yang salah, atau bertentangan dengan ajaran para rasul, maka harusnya para penulis jaman abad awal menentangnya sejak awal, seperti halnya yang dilakukan mereka terhadap ajaran- ajaran sesat. Namun kenyataanya, jalur apostolik ini malah dituliskan oleh banyak jemaat awal.
St. Victor, Uskup Roma ke- 13 setelah Rasul Petrus (189-198)
Berikut ini adalah surat dari Polycrates kepada Paus Victor (198) yang membahas masalah perayaan hari Paskah, di mana semua Gereja sepakat untuk melaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Victor selaku Uskup Roma. Berikut ini yang dikutip oleh Eusebius:
“Sinode dan kongres para uskup diadakan untuk kepentingan ini [atas perintah Paus Victor] dan semuanya, dengan satu kesepakatan, melalui korespondensi yang timbal balik membuat dekrit gerejawi, bahwa misteri kebangkitan Tuhan Yesus harus dirayakan pada hari Tuhan, bukan pada hari lainnya; dan bahwa kita harus menaati penutupan masa prapaska hanya pada hari ini….” ((Eusebius, Church History 5, 23, 2-3 NPNF2, 1:241-42))
Kemudian Eusebius juga mencatat bagaimana Uskup Roma mempraktekkan cara untuk menjaga kemurnian doktrin dan meng- ekskomunikasi para bidat.
“Dan mengapa mereka tidak malu untuk bicara salah tentang Victor…., ia [Victor] telah mengeluarkan Theodotus dari persekutuan …[Theodotus adalah] pemimpin dan bapa dari ajaran sesat yang mengingkari Tuhan, dan yang pertama menyatakan bahwa Kristus hanya manusia biasa saja? …Ini adalah tentang Victor. Masa kepemimpinannya berlangsung sepuluh tahun, dan Zephirinus ditunjuk sebagai penggantinya sekitar tahun ke-9 pada kejayaan Kaisar Severus.” ((Eusebius, Church History 5, 28, 2-3 NPNF2, 1:247))
St. Irenaeus (180)
St. Irenaeus menuliskan dalam bukunya Against Heresies, demikian:
“Karena … adalah terlalu panjang untuk dibahas di buku ini, untuk menuliskan suksesi [jalur apostolik] dari semua Gereja- gereja, kami menyalahkan mereka semua yang, dengan cara apapun, entah karena kesenangan diri sendiri yang jahat, karena mencari kemuliaan diri sendiri, atau karena ketidaktahuan dan pendapat yang keliru, bergabung dengan pertemuan- pertemuan yang tidak sah; ((Gereja perdana mengartikan ‘pertemuan yang tidak sah ini sebagai perkumpulan di luar Gereja Katolik. St. Ignatius dari Antiokhia menyebutkan tentang hal ini demikian, “Siapapun yang mengikuti ia yang membentuk skisma dalam Gereja, ia tidak akan masuk dalam Kerajaan Allah.” (Epistle to the Philadelphians 3,2, ANF 1:80)) [kami melakukan ini, aku mengatakan] dengan menunjukkan bahwa tradisi diperoleh dari para rasul, dari Gereja yang sangat besar, sangat tua, sangat luas dikenal sebagai Gereja yang didirikan dan dipimpin di Roma oleh kedua Rasul yang mulia, Petrus dan Paulus; sebagai iman yang dikhotbahkan kepada manusia, yang sampai kepada jaman kita oleh karena suksesi para uskup. Sebab adalah suatu kepastian bahwa setiap Gereja harus setuju dengan Gereja ini [Gereja Roma], oleh karena otoritasnya yang utama (pre-eminent authority (Inggris) / propter potiorem principalitatem (Latin), yaitu atas semua umat beriman di manapun berada, sepanjang tradisi apostolik telah dipertahankan oleh mereka [para uskup] yang ada di mana- mana.” ((St. Irenaeus, Against Heresies 3,3,4, ANF, 1:415-16))
Di sini jelas St. Irenaeus memberikan prioritas utama kepada Gereja Roma, dan bahwa Gereja Katolik mengajarkan bahwa para uskup mempertahankan tradisi apostolik melalui suksesi apostolik. Seperti Rasul Petrus adalah pemimpin para rasul, maka Gereja- gereja lain berada dalam kepemimpinan Gereja Roma.
“Pada masa Klemens, terjadi pertengkaran yang tidak kecil di antara jemaat di Korintus, Gereja Roma mengirimkan surat yang sangat berkuasa kepada Gereja Korintus, mendorong mereka agar berdamai, memperbaharui iman mereka, dan menyatakan tradisi yang telah diterimanya dari para rasul …. dari dokumen ini, siapapun yang mau, … dapat memahami tradisi apostolik Gereja, sebab Surat ini [surat Klemens] ada lebih dahulu daripada mereka yang sekarang menyebarluaskan ajaran sesat…. Klemens dilanjutkan dengan Evaristus, Allexander mengikuti Evaristus, lalu keenam dari para rasul, Sixtus, … sesudahnya, Teleforus yang menjadi martir; lalu Hyginus; sesudahnya, Pius; lalu sesudahnya Anicetus. Soter setelah melanjutkan Anicetus; Eleutherius, sekarang, di tempat ke duabelas dari para rasul… Dengan urutan ini, dan oleh suksesi ini, tradisi Gereja dari jaman para rasul dan pewartaan kebenaran dapat diturunkan kepada kita. Dan ini adalah bukti yang paling kuat bahwa terdapat iman yang satu dan sama, yang telah dijaga di dalam Gereja dari jaman para rasul sampai sekarang, dan diturunkan di dalam kebenaran.” ((St. Irenaeus, Against Heresies, 3,3,3, in ANF 1;416))
Dari pernyataan ini tidak dapat disangkal adanya keutamaan Gereja Roma yang diakui oleh St. Irenaeus, yang mengatasi Gereja- gereja yang lain. Di sini St. Irenaeus menyatakan bahwa ajaran sesat bukan sebagai ajaran yang menentang Kitab Suci, tetapi ajaran yang menentang Gereja yang memegang tradisi apostolik.
St. Klemens dari Alexandria (190-210)
St. Klemens dari Aleksandria adalah seorang Teolog Yunani, yang adalah murid dari St. Pantaenus. Ia kemudian menggantikan St. Pantaenus sebagai kepala sekolah kateketik, yang menjadi besar di bawah pimpinannya. St. Klemens mengatakan:
“Oleh karena itu, setelah mendengarkan perkataan itu, Rasul Petrus yang terberkati, yang terpilih dan yang utama, yang pertama dari para murid, yang hanya kepadanya Tuhan Yesus sendiri menghormatinya [Mat 17:27], dengan cepat menangkap dan memahami perkataan tersebut.” ((St. Clement of Alexandria, Who is the Rich Man that Shall be Saved? 21, ANF 2:597))
Tertullian (160-225)
Tertullian adalah seorang penulis yang lahir sekitar 60 tahun setelah wafatnya St. Yohanes Rasul. Di awal karirnya, Tertullian adalah seorang pembela iman yang orthodoks, namun menjelang akhir karirnya, ia bergabung dengan aliran sesat Montanism. Maka tulisan- tulisannya juga mencerminkan hal ini. Sebelum bergabung dengan Montanism di tahun 213, ia menulis demikian:
“Apakah ada yang ditahan dari pengetahuan Petrus, yang dipanggil, ‘batu karang yang atasnya Gereja akan didirikan’, yang juga memperoleh ‘kunci-kunci kerajaan surga,’ dengan kuasa, ‘melepas dan mengikat di surga dan di bumi?” ((Tertullian, On Prescription against Heretics 22, ANF 3:253))
Perkataan Tertullian ini menunjukkan salah satu bukti yang kuat bahwa para Bapa Gereja abad awal memahami bahwa ayat Mat 16:18 mengacu kepada Petrus sebagai ‘batu karang’ atau pondasi Gereja.
“Sesudah itu, … ia [Paulus] berkata, ‘ia pergi ke Yerusalem dengan maksud untuk bertemu dengan Petrus’ [Gal 1:18] karena jabatannya (Peter’s office), tidak diragukan lagi, dan demi kepentingan iman dan pengajaran yang sama. ((Tertullian, On Prescription against Heretics 23 ANF 3:254))
‘Jabatan’ yang dimaksud oleh Tertullian adalah seperti yang disebutkan dalam beberapa paragraf sebelumnya. Paulus menyebut Petrus sebagai ‘Kefas’ yang diidentifikasikan oleh Yesus sebagai ‘batu karang’. Paulus, meskipun dipanggil oleh wahyu Kristus, namun tidak melakukan tugasnya terlepas dari Rasul Petrus dan kesebelas rasul lainnya.
“Datanglah sekarang, jika kamu ingin mengikuti keingintahuan dalam urusan keselamatan, pergilah ke Gereja- gereja apostolik di mana di dalamnya tahta/ kursi para rasul masih ada; di mana di dalamnya tulisan- tulisan mereka yang otentik dibacakan…. Achaia ada didekatmu, dan kamu mempunyai Korintus. Jika kamu tidak jauh dari Makedonia, kamu mempunyai Filipi. Kalau kamu dapat menyeberang ke Asia, ada Efesus. Tetapi kalau kami dekat ke Italia, ada Roma, dari mana kami juga memperoleh otoritas. Berbahagialah Gereja itu, yang padanya para rasul menjabarkan pengajaran mereka bersamaan dengan darah mereka; di mana Petrus menjalani penderitaan seperti Kristus, di mana Paulus dimahkotai dengan kematian seperti Yohanes Pembaptis, di mana Yohanes Rasul setelah ditenggelamkan dalam minyak mendidih, tidak mengalami luka, dan diasingkan ke sebuah pulau.” ((Tertullian, On Prescription against Heretics 36, 1 in Jurgens, Faith of the Early Fathers 1:122. Ia juga mengajarkan demikian, “Siapakah yang menjaga iman yang benar? Siapa yang mempunyai Kitab Suci? Oleh siapa dan melalui siapa dan kapan dan kepada siapa ajaran diberikan yang membuat kita menjadi umat Kristen? Ia juga mengajarkan demikian, “Siapakah yang menjaga iman yang benar? Siapa yang mempunyai Kitab Suci? Oleh siapa dan melalui siapa dan kapan dan kepada siapa ajaran diberikan yang membuat kita menjadi umat Kristen? Sebab di manapun kebenaran ajaran Kristen dan iman berada, di sana juga berada Kitab Suci yang benar dan interpretasi yang benar dan semua tradisi Kristen yang benar.” ((James T. Shotwell and Louise Ropes Loomis, The See of Peter, (New York: Columbia, 1927 reprint, 1991) p. 289)).
Selanjutnya, terdapat juga puisi untuk melawan ajaran sesat Marcion. Puisi ini ditulis oleh seorang yang tak dikenal di Gaul, namun kemudian dilestarikan sebagai salah satu karya Tertullian. Puisi ini menjabarkan suksesi kepemimpinan Rasul Petrus dan para penerusnya: ((Poems against the Marcionites, 3, 276-96, In William Jurgen, The Faith of the Early Fathers, (Collegeville, Minnesota: Liturgical Press, 1970), 1:390, written prior to 325, in Tertullian: Adversus Marcionem libri Quinque, in Jurgens))
“Pada kursi kepemimpinan ini ia sendiri telah duduk, Petrus,
Di Roma yang mulia, memerintahlah Linus, yang pertama dipilih, untuk duduk,
Dan setelah itu, Cletus, juga menerima kawanan dombanya.
Sebagai penggantinya, Anacletus dipilih dengan undi.
Klemens mengikutinya, sebagai tokoh apostolik yang terkenal.
Setelah dia, Evaristus memimpin kawanan…
Alexander, suksesi ke- enam, mempercayakan kawanan kepada Sixtus.
Setelah masanya yang penuh cerita tergenapi, ia memberikannya kepada Telesphorus.
Ia adalah martir yang istimewa dan setia.
Setelah dia, adalah seorang yang mengerti hukum, dan guru yang baik …
Hyginus, pada tempat ke sembilan, kini menerima kursi kepemimpinan.
Lalu Pius, setelahnya, yang adalah saudara kandung Hermas,
seorang gembala yang seperti malaikat, sebab ia mengucapkan kata- kata yang disampaikan kepadanya;
Dan Anicetus, menerima bagiannya di dalam suksesi yang kudus.”
Origen (185- 254)
Origen adalah seorang Teolog yang dihormati di masa Gereja awal. Ia adalah murid St. Klemens dari Aleksandria. Origen mengatakan:
“Petrus, yang di atasnya dibangun Gereja Kristus, yang tidak akan dikalahkan oleh alam maut, meninggalkan hanya satu Surat ….” ((Origen, Commentaries on John 5,3, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:202)) “Lihatlah pondasi Gereja yang kuat, batu karang yang besar dan kokoh itu, yang kepada siapa Kristus mendirikan Gereja-Nya!…” ((Origen, Homilies on Exodus 5,4, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:205)) “Meskipun ada banyak orang yang percaya bahwa mereka sendiri memegang ajaran Kristus, namun ada di antara mereka berpikir lain daripada para pendahulu mereka. Ajaran Gereja telah memang diturunkan melalui urutan suksesi dari para rasul, dan tetap ada di Gereja bahkan sampai sekarang…” ((Origen, The Fundamental Doctrines 1, preface 2, (220-230) in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:190))
Berikut ini, adalah kutipan tulisan Origen, yang sering dikutip oleh gereja Protestan yang menginterpretasikan Mat 16:18 secara allegoris/ simbolis:
“Dan mungkin seperti Simon Petrus menjawab dan berkata, “Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup,” jika kita mengatakan ini seperti Petrus, tidak oleh darah dan daging yang menyatakannya kepada kita, tetapi oleh terang dari Allah Bapa di surga yang bersinar di hati kita, kitapun juga menjadi seperti Petrus, dinyatakan terberkati, seperti dia, karena dasar yang menjadi alasan ia dinyatakan terberkati, juga ada pada kita…. kita menjadi seorang Petrus… Sebab batu karang adalah setiap murid Kristus yang kepada-Nya mereka minum yang meminum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan atas batu karang ini dibangun setiap perkataan Gereja…; sebab dalam setiap orang sempurna yang mempunyai kombinasi perbuatan dan perkataan dan pemikiran yang terberkati; Gereja dibangun oleh Tuhan…” ((Origen’s Commentary on Mat 12:10-11, ANF 9: 455-456)).
Di sini terlihat bahwa Origen, walaupun mengajarkan interpretasi allegoris/ simbolis dari ayat ini, tetaplah ia tidak menghapuskan interpretasi Mat 16:18 secara literal, sebab dengan jelas ia juga mengajarkan bahwa Petrus adalah batu karang itu. Kemungkinan, Origen mengajarkan interpretasi allegoris untuk Mat 16:18; karena memang secara umum ia mengajarkan adanya 3 arti spiritual dalam teks- teks Kitab Suci yaitu allegoris/ simbolis, moral dan anagogis, di samping arti literal (seperti pernah dijabarkan di sini , silakan klik). Menarik di sini, bahwa gereja-gereja non Katolik yang umumnya menerima arti literal dan menolak interpretasi spiritual, justru pada ayat ini menolak meninterpretasikan secara literal namun secara spiritual. Hal serupa adalah pada saat menginterpretasikan perikop tentang Roti Hidup (Yoh 6).
St. Cyprian dari Carthage (258)
a. Pengajaran St. Cyprian
Tuhan berkata kepada Petrus: “Aku berkata kepadamu,” Ia berkata, ‘bahwa engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Dan kepadamu aku akan memberikan kunci Kerajaan Surga: dan apapun yang kamu ikat di dunia akan terikat di surga dan apapun yang kamu lepaskan di dunia akan terlepas di Surga.” Dan lagi Ia berkata kepadanya setelah kebangkitan-Nya, “Gembalakanlah domba- domba-Ku.” Atasnya Ia mendirikan Gereja-Nya, dan kepadanya Ia memberikan perintah untuk menggembalakan domba- domba-Nya; dan meskipun Ia memberikan kuasa serupa kepada semua rasul-Nya, namun Ia mendirikan [hanya] satu kursi kepemimpinan; dan Ia mendirikan dengan kuasa-Nya sendiri sebuah sumber dan alasan mendasar untuk kesatuan itu. Memang para rasul yang lain ada di mana Petrus berada, namun keutamaan diberikan kepada Petrus, di mana sudah dinyatakan dengan jelas bahwa hanya ada satu Gereja dan satu kursi kepemimpinan. Demikian pula, semua gembala dan kawanan dombanya dinyatakan satu, yang diberi makan oleh semua Rasul dengan pemikiran yang satu. Jika seseorang tidak berpegang pada kesatuan dengan Petrus ini, dapatkah ia membayangkan bahwa ia masih memegang iman? Jika ia mengabaikan kursi kepemimpinan Petrus yang atasnya Gereja didirikan, dapatkah ia masih yakin dan percaya bahwa ia berada di dalam Gereja?” ((St. Cyprian, The Unity of the Church, 4, (251-256)in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:220. Menurut Cyprian, The See of Rome is ecclesia principalis unde unitas sacerdotalis exorta est, “The Church which persides in Love” (Gereja yang memimpin di dalam kasih), seperti dikutip dalam John Meyendorff, The Primacy of Peter, (Crestwood: New York: St. Vladimir’s Seminary Press, 1992) p. 98-99))
Hanya ada satu Tuhan dan satu Kristus, dan satu Gereja dan satu kursi kepemimpinan yang didirikan di atas Petrus, oleh perkataan Tuhan Yesus. Tidaklah mungkin untuk membangun altar yang lain atau imamat yang lain di samping altar yang satu dan imamat yang satu itu. Siapapun yang berkumpul di luar kesatuan itu, akan tercerai berai.” ((St. Cyprian, Letter of Cyprian to All His People [43 (40),5] in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:229)).
b. Surat St. Cyprian kepada Paus Kornelius di Roma (252)
Dalam suratnya kepada Paus Cornelius di Roma (252), Cyprian menulis:
“Dengan uskup yang mereka tunjuk sendiri oleh para heretik, mereka bahkan berlayar dan membawa surat- surat dari para skismatik dan bidat kepada kursi kepemimpinan Petrus dan pimpinan Gereja, di mana kesatuan imamat mempunyai sumbernya; namun mereka [para bidat] tidak berpikir bahwa mereka [Gereja Roma] ini adalah jemaat Roma, yang imannya dipuji oleh Rasul pengkhotbah dan di antara mereka tidak mungkin kesesatan dapat masuk.” ((Letter of Cyprian to Cornelius of Rome 59, 14, in Jurgen, Faith of the Early Fathers, 1: 232))
c. Surat St. Cyprian kepada Antonianus, Uskup Numidia (252)
“Kamu menulis juga bahwa saya harus meneruskan kepada Kornelius [Uskup Roma], kolega kita, salinan dari suratmu, sehingga beliau dapat mengesampingkan semua keresahan dan mengetahui langsung bahwa kamu berada di dalam persekutuan dengan beliau, yaitu dengan Gereja Katolik.” ((Letter of Cyprian to Antonianus, a Bishop in Numidia 55(52), 1, (251-252), in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:230))
Di sini diketahui bahwa St. Cyprian mengajarkan bahwa untuk berada dalam persekutuan dengan seluruh Gereja Katolik, seseorang harus berada dalam persekutuan langsung dengan Uskup Roma.
“Ketika penganiayaan sudah reda, dan kesempatan untuk bertemu memungkinkan; sejumlah besar uskup Afrika …. bertemu bersama … Dan jika sejumlah uskup di Afrika tidak puas, kamu juga menulis ke Roma, kepada Kornelius [Paus], kolega kita tentang hal ini, yang juga akan mengadakan konsili dengan banyak sekali uskup, yang setuju dalam satu pendapat seperti yang kita pegang. ((Letter of Cyprian to Antonianus, a Bishop in Numidia 51, 6, (251-252), ANF, 5:328)).
Melalui surat ini St. Cyprian menyatakan praktek yang terjadi dalam menangani perbedaan pendapat di keuskupannya, dengan mengakui keutamaan Uskup Roma.
“Kornelius dijadikan Uskup [Uskup Roma] oleh keputusan Tuhan dan Kristus, oleh kesaksian hampir semua klerus, oleh dukungan orang- orang yang hadir pada saat itu, oleh kolese para imam yang terberkati, dan orang- orang yang baik lainnya, … di mana adalah tempat Petrus, martabat kursi kepemimpinan imamat. Sebab kursi terisi sesuai dengan kehendak Tuhan dan dengan persetujuan kita semua…. Sebab seseorang tidak dapat mempunyai jabatan gerejawi jika tidak memegang kesatuan dengan Gereja.” ((Letter of Cyprian to Cornelius of Rome 55 (52), 8, in Jurgen, Faith of the Early Fathers, 1: 230))
d. St. Cyprian kepada Paus Stephen (254- 257)
“Cyprian kepada saudaranya [Paus] Stephen, salam …. Adalah pantas bagimu untuk menuliskan surat- surat kepada sesama uskup yang ditunjuk di Gaul, agar tidak menderita lagi karena Marcian….karena ia sepertinya tidak di-ekskomunikasi oleh kami …. Biarlah surat- surat ditujukan olehmu kepada provinsi dan orang- orang yang ada di Arles, yang dengan demikian, Marcian diekskomunikasi; [dan] orang lain dapat menggantikan kedudukannya… Sebab kehormatan dari para pendahulu kami, para martir Paus Kornelius dan Lucius, seharusnya dilestarikan… Tunjukkan kepada kami siapa yang ditunjuk menggantikan Marcian, sehingga kami mengetahui kepada siapa kami mengarahkan saudara- saudara kami, dan kepada siapa kami harus menulis [surat].” ((St. Cyprian, To Father [Pope] Stephen, concerning Maricianus of Arles, who had joined himself to Novatian; Epistle LXVI, ANF 5:367-369.))
Di sini terlihat bahwa St. Cyprian tetap mengakui keutamaan dan kepemimpinan uskup Roma, sebab jika tidak, ia tidak perlu menulis demikian kepada Paus Stephen. Bahkan St. Cyprian yang sering dianggap menentang kepemimpinan Paus ((Cyprian berbeda pandangan dengan Paus Stephen dalam hal menerima baptisan yang dilakukan oleh para heretik. Cyprian berkeras untuk membaptis kembali, sedang Paus Stephen, memegang makna satu baptisan (Ef 4:5) menerima para heretik yang bertobat, tanpa perlu membaptis kembali; sepanjang baptisan diadakan dalam intensi, forma dan materia yang sama seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik)), namun St. Cyprian memohon kepada Uskup Roma (Paus Stephen) untuk melakukan kepemimpinan atas Gereja universal.
e. St. Cyprian kepada semua jemaatNya
“Hanya ada satu Tuhan dan satu Kristus, dan satu Gereja dan satu Tahta yang didirikan di atas Petrus oleh Sabda Tuhan. Adalah tidak mungkin untuk memasang altar yang lain, atau imamat yang lain di samping altar yang satu dan imamat yang satu. Barangsiapa yang mengumpulkan di tempat lain akan tercerai berai.” ((Letter of Cyprian to All His People [43 (40),5] in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1: 229))
Paus Kornelius kepada St. Cyprian dari Carthage (251- 253)
“Kornelius kepada Cyprian, saudaranya, salam … Urbanus dan Sidonus… datang kepada para penatua kita, menjamin bahwa Maximus …yang setara dengan mereka, berkeinginan untuk kembali ke pangkuan Gereja… Semua transaksi ini disampaikan kepada saya… Terdapat satu suara dari semua, pujian kepada Tuhan…. Dan untuk mengutip perkataan mereka sendiri, “Kami”, kata mereka, “mengetahui bahwa Kornelius adalah uskup dari Gereja Katolik yang paling kudus, dipilih oleh Tuhan yang Maha Besar, dan oleh Kristus Tuhan kita…. Sebab meskipun kami sepertinya… memegang persekutuan dengan seseorang yang adalah skismatik dan heretik, namun pikiran kami selalu tulus di dalam Gereja. Sebab kami tidak lalai mengetahui bahwa hanya ada satu Tuhan; bahwa hanya ada satu Kristus Tuhan…, satu Roh Kudus; dan di dalam Gereja Katolik harus hanya ada satu uskup.” ((Cornelius [Pope] to Cyprian, on Return of the Confessors to Unity [Epistle 49,2 (45 in Coxe), ANF 5:323))
Heretik yang dimasud adalah Novatian, yang bertobat dan kembali ke pangkuan Gereja Katolik, dan diterima oleh Paus Kornelius. Kornelius memberitahukan Cyprian akan kembalinya beberapa imam ke pangkuan Gereja, setelah sekian waktu terasingkan dari Gereja karena tipuan ajaran sesat Novatian. Keutamaan Roma di sini nampak sebagai penjaga ajaran yang murni.
Firmilian dari Kaisarea (268)
Dalam suratnya kepada St. Cyprian, Firmilian menulis:
“Tetapi betapa salah dan betapa besar kebutaan seseorang yang berkata bahwa pengampunan dosa dapat diperoleh di sinagoga- sinagoga para heretik (bidat) dan mereka yang tidak bertahan pada pondasi satu Gereja yang didirikan atas batu karang oleh Kristus…., Kristus berkata hanya kepada Petrus: “Apapun yang kamu ikat di dunia akan terikat di surga; dan apapun yang kamu lepaskan di dunia akan terlepas di surga;” dan dengan ini, juga dalam Injil: “Terimalah Roh Kudus: jika kamu mengampuni dosa orang, maka dosanya diampuni; dan jika kamu menyatakan dosanya tetap ada, dosanya tetap ada.” Oleh karena itu, kuasa mengampuni dosa diberikan kepada para rasul, dan kepada Gereja- gereja mereka yang didirikan oleh Kristus: dan kepada para uskup yang meneruskan mereka, yang ditahbiskan untuk menggantikan mereka.” ((Firmilian, Letter to Cyprian 75, 16, (255/256), in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:245))
Firmilian dengan jelas menjelaskan tentang keutamaan Petrus.
Paus Dionysius (268, menjadi Paus sejak 259)
Konsili Ariminum dan Seleucia menuliskan,
“Ada perkara dilaporkan oleh beberapa orang terhadap Uskup Aleksandria, dibawa ke hadapan Uskup Roma, seperti seolah mengatakan bahwa Allah Putera diciptakan dan tidak setara dengan Allah Bapa. Dan, sinoda di Roma yang menolak, uskup Roma mengekspresikan sentimen yang satu dan sama, dalam sebuah surat demi namanya [Uskup Roma]. Ia [Dionysius Uskup Alexandria], dalam mempertahankan dirinya, menulis sebuah buku kepadanya [Dionysius Uskup Roma]….” ((Konsili Ariminum dan Seleucia 3,43, NPNF 2, 4:473))
Di sini terlihat bagaimana Uskup Roma melakukan tugasnya untuk menjaga kemurnian ajaran Gereja- gereja di luar keuskupan Roma.
Aphrahat dari Persia (kemungkinan Uskup Syria, 280-345)
“Daud menerima kerajaan Saul, yang menganiayanya; dan Yesus menerima kerajaan Israel, penganiaya-Nya …. Daud meneruskan kerajaannya kepada Salomo, dan kemudian kembali ke pangkuan leluhur….dan Yesus meneruskan kunci kerajaan-Nya kepada Simon, dan kembali ke pangkuan Dia yang mengutus-Nya.” ((Select Demonstration of Aphrahat 21, 13, NPNF, 13:398, written in 336-345. Di sini Aphrahat mengajarkan bahwa Simon mengambil kedudukan sebagai kepala rumah tangga (steward) yang memerintah dengan kuasa raja, pada saat raja tidak ada di tempat.))
Yakub dari Nisibis (338)
“Dan Simon, kepala para Rasul, yang telah menyangkal Kristus … Tuhan kita menerimanya, dan menjadikannya sebagai pondasi, dan memanggilnya batu karang dasar bangunan Gereja.” ((Jacob of Nisibis, Oratio 7, De Poenit. 6, 57 in Joseph Berington and John Kirk, comps., The Faith of Catholics, ed. T.J. Capel, (New York: Pustet& Co., 1885) 2:13-14))
St. Ephraim (306-373)
“Simon, pengikut-Ku, Aku telah menjadikanmu pondasi Gereja yang kudus. Aku memanggilmu Petrus [Kefas, atau batu karang, di dalam bahasa aslinya], sebab engkau akan mendukung semua bangunannya. Engkau adalah inspektur dari mereka yang akan membangun Gereja bagi-Ku di dunia ini. Jika mereka kelihatannya membangun apa yang salah, engkau, pondasinya, akan menghukum mereka. Engkau adalah kepala dari mata air yang daripadanya ajaran-Ku mengalir, engkau adalah pemimpin para murid-Ku. Melalui engkau, Aku akan memberikan minum kepada semua bangsa. Milikmulah kemanisan yang memberi hidup, yang Kuberikan. Aku telah memilihmu, sepertinya sebagai, yang sulung di dalam institusi-Ku, sehingga sebagai ahli waris, engkau dapat mengatur segala milik-Ku. Aku telah memberikan kepadamu kunci kerajaan- Ku. Lihatlah, Aku telah memberikan kepadamu kuasa atas semua milik-Ku!” ((Holimies (Ephraim’s Memre) 4,1, written in 338-373, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:311))
Konsili Nicea (325)
Konsili Nicea dengan jelas merumuskan dalam Credo/ Syahadat Aku Percaya, “Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik“…. Dengan demikian, ini menyebutkan otoritas institusi Gereja. Ini berbeda dengan Credo dari gereja- gereja non- Katolik, yang umumnya hanya menyebutkan “Kitab Suci saja” dan tidak pada institusi yang kelihatan. Jemaat pada abad awal percaya atas otoritas Gereja, dan menyebutkannya dengan jelas pada syahadat, sebab percaya akan otoritas yang diberikan oleh Yesus kepada para rasul.
Konsili Sardika (343)
“Tetapi jika ada uskup yang kalah dalam pengadilan pada kasus tertentu, dan masih percaya bahwa ia mempunyai kasus yang baik, [maka] agar kasusnya dapat diadili kembali, marilah menghormati kenangan Rasul Petrus, dengan membuat mereka yang mengadili untuk menulis kepada Yulius, Uskup Roma, sehingga jika dipandangnya layak, ia akan mengirim para hakim, dan pengadilan dapat diadakan kembali oleh para uskup pada provinsi tetangga.” ((Council of Sardica, canon 3, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:311. Hal ini terjadi atas kasus St. Athanasius yang hampir dapat dikatakan melawan doktrin Arianism seorang diri, tanpa mendapat dukungan dari para Uskup dari Gereja Timur.))
“Jika seseorang menginginkan agar kasusnya didengarkan kembali, dan memohon kepada uskup Roma untuk mengirimkan imam- imam sebagai utusannya untuk mengadili kasus tersebut, adalah kuasa uskup itu [Uskup Roma] untuk melakukan segala sesuatu yang dipandangnya baik; dan jika ia memutuskan bahwa ia akan mengirimkan mereka [utusannya] dan mereka mempunyai kuasa darinya ketika mengadili bersama- sama dengan para uskup; ini harus diperbolehkan. Tapi jika ia menganggap bahwa pengadilan kasus tersebut sudah cukup, ia akan melakukan apapun yang dianggapnya baik menurutnya kebijaksanaannya yang paling adil. Para uskup menanggapi: hal- hal yang dinyatakan disetujui.” ((Council of Sardica, canon 5, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:308)).
Dari konsili ini, yang dilakukan 18 tahun setelah Konsili pertama di Nicea, dan 55 tahun sebelum penetapan kanon Kitab Suci, diketahui adanya supremasi kepemimpinan Paus (Uskup Roma) terhadap Gereja- gereja lainnya.
St. Athanasius (296- 373) dan Paus Julius
St. Athanasius dikenal sebagai seorang kudus dari Gereja Timur, yang berjuang melawan ajaran sesat Arianisme yang begitu populer di jamannya. Dia hampir tidak memperoleh dukungan dari Gereja Timur, yang banyak terpengaruh atas ajaran Arianism tersebut, dan karena itu ia mencari dukungan dari Paus Yulius yang merupakan penerus Rasul Petrus. Ia mengutip tulisan Paus Yulius untuk membela diri, demikian:
“Mengapa tidak ada yang dikatakan kepada kami [Paus Yulius dan Gereja Roma] tentang Gereja di Alexandria? Apakah kamu tidak tahu bahwa sudah menjadi kebiasaan bahwa pernyataan dituliskan kepada kami [Roma], dan bahwa keputusan yang adil akan dikeluarkan dari tempat ini? Jika terdapat kecurigaan atas Uskup di sana, catatan tentang itu harus dikirimkan ke Gereja di sini [Roma]…. Aku memohon kepadamu… apa yang kutuliskan adalah demi kepentingan bersama. Sebab apa yang kami terima dari Rasul Petrus yang terberkati, kami tunjukkan kepadamu… Demikianlah dituliskan di Konsili Roma, oleh Yulius, Uskup Roma.” ((St. Athanasius, Defence against the Arians 2, 35, NPNF 2: 4:118-19))
Berikut ini adalah tulisan St. Athanasius tentang dua orang yang memberikan tuduhan- tuduhan kepadanya, namun kemudian bertobat, atas teguran dari Paus Yulius:
“Ketika Ursacius dan Valens melihat semua ini, mereka menghukum mereka sendiri atas segala yang telah dilakukannya, dan pergi ke Roma, mengakui kejahatan mereka, dan menyatakan diri menyesal dan memohon ampun, mengirimkan surat kepada Yulius, Uskup Roma, dan kepada kami. Salinannya dikirimkan kepadaku dari Paulinus, Uskup Triveri.” ((St. Athanasius, Defence against the Arians 1, 4, 48, NPNF 2: 4:130)).
“Ursacius dan Valens kepada tuan yang sangat terberkati, Paus Yulius. Telah dikenal luas bahwa kami seperti disebut dalam surat-surat telah melakukan tuntutan- tuntutan yang berat terhadap Uskup Athanasius, dan bahwa, ketika kami ditegur oleh surat- surat Kebaikanmu, kami tidak dapat menanggung akibat dari pernyataan yang kami buat; kami sekarang mengaku di hadapan Kebaikanmu … dengan demikian kami menginginkan persekutuan dengan Athanasius, terutama oleh sebab kekudusanmu, dengan kemurahan hatimu yang khas, yang mengampuni kesalahan kami…. kami tidak akan melawan keputusanmu. Saya Ursacius, menyerahkan pengakuan ini secara langsung, demikian juga saya, Valens.” ((St. Athanasius, Ibid., 130-131)).
St. Hilarius dari Poitiers (315-367/8)
St. Hilarius adalah seperti St. Athanasius dari Gereja Barat. Ia adalah seorang Pujangga Gereja, dan ia berjuang memerangi ajaran sesat Arianism di keuskupannya.
“Petrus yang pertama kali percaya, dan menjadi yang pertama dari para rasul.” ((St. Hilary of Potiers, Commentary in Matthew, 7,6, NPNF 2, 9: 105))
“Simon yang terberkati, yang setelah pengakuannya akan msiteri [Kristus sebagai Mesias], dijadikan batu karang pondasi Gereja dan menerima kunci kerajaan Surga… Iman inilah yang adalah pondasi Gereja, melalui iman ini alam maut tak akan menguasainya.” ((St. Hilary, On the Trinity, 6, 20, NPNF 2,9, 105))
Selanjutnya, St. Hilarius mengatakan, “Iman inilah yang adalah pondasi Gereja, melalui iman ini alam maut tak akan menguasainya”, ((On the Trinity, 6, 37, NPNF 2,9, 121)) dan inilah yang sering dikutip oleh tokoh non Katolik, di antaranya James White. Namun sayangnya White lupa atau tidak mengutip ajaran yang yang tertulis di buku yang sama, bahwa pondasi tersebut juga adalah Rasul Petrus.
“Ia [Yesus] mengangkat Petrus, yang kepadanya Ia telah memberikan kunci kerajaan surga, yang atasnya Ia akan membangun Gereja-Nya, di mana alam maut tidak akan pernah menguasainya, di mana apapun yang diikat dan dilepaskannya akan menjadi terikat dan terlepas di surga— Petrus yang sama ini …. adalah yang mengakui pertama kali Sang Allah Putera, pondasi Gereja, penjaga pintu kerajaan Surga, dan sesuai dengan keputusannya di dunia Hakim di surga memutuskan.” ((St. Hilary, Tract. in Ps 131, 8, in Joseph Berington and John Kirk, comps, The Faith of Catholics, ed. T.J. Capel 3 vols,( New York: F. Pustet& Co., 1885), 2:14-15.))
“Dan dalam kebenaran pengakuan Petrus memperoleh penghargaan … O, di dalam penunjukanmu, dengan sebuah nama yang baru, pondasi Gereja yang berbahagia, dan sebuah batu karang yang layak bagi pembangunan kembali apa yang tercerai berai dalam hukum maut, dan gerbang maut dan semua jalusi kematian! O, penjaga pintu surga yang terberkati, yang kepadanya diberikan kunci- kunci untuk memasuki pintu masuk keabadian, yang keputusannya di dunia adalah sebuah otoritas yang akan menjadi keputusan di surga, sehingga segala yang diikat atau dilepaskan di dunia akan memperoleh keputusan yang sama di surga.” ((St. Hilary, Commentary on Matthew 7,6, ibid., 2:15))
“Dan engkau, [Paus Yulius], saudara yang sangat terkasih, meskipun tidak hadir secara jasmani, tetapi hadir di dalam pikiran dan kehendak …. Sebab ini akan terlihat menjadi yang terbaik, dan sangat menjadi sesuatu yang layak, jika kepada kepala tersebut, yaitu kepemimpinan Rasul Petrus, para imam Tuhan melapor (atau mengacu) dari setiap provinsi.” ((St. Hilary, Fragment 2 ex opere Hostorico (ex Epistle Sardic. Council ad Julium) n.9, p. 629, in ibid., 2:68-69)).
St. Macarius dari Mesir (300-390)
“Sebab di jaman dahulu Musa dan Harun menderita, ketika imamat merupakan jabatan mereka; dan Kayafas, ketika ia menempati kursi mereka, menganiaya dan menghukum Tuhan Yesus … Sesudahnya Musa diteruskan oleh Petrus, yang telah menjaga di dalam tangannya, Gereja Kristus yang baru dan imamat yang benar.” ((St. Macarius, Homily 26, in Joseph Berington and John Kirk, comps, The Faith of Catholics, ed. T.J. Capel 3 vols, (New York: F. Pustet& Co., 1885), 2:22.))
Optatus dari Milevis (367)
Optatus dari Milevis adalah seorang pembela terhadap ajaran sesat Donatism, ia menulis:
“Kamu tidak dapat mengingkari bahwa kamu menyadari bahwa di kota Roma kursi episkopal telah pertama kali diberikan kepada Petrus; kursi di mana Petrus duduk, yang sama sebagai kepala- sehingga inilah mengapa ia juga disebut sebagai Kefas- dari semua Rasul- rasul, kursi kepemimpinan di mana kesatuan dipertahankan oleh semua. Tidak ada rasul lainnya yang secara pribadi maju sendiri dan siapapun yang akan memasang kursi lainnya dalam posisi menentang kursi kepemimpinan akan, dengan kenyataan tersebut, menjadi skismatik dan seorang pendosa. Ia adalah Petrus, yang pertama kali menempati kursi tersebut…. Ia diteruskan oleh Linus, Linus oleh Klemens…. Damasus oleh Siricius,… tetapi aku bertanya kepadamu untuk mengingat asal dari kursi kepemimpinanmu, kamu yang berharap mengklaim bagi dirimu sendiri gelar Gereja yang kudus.” ((Optatus of Milevis, The Schism of the Donatists, 2,2 in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 2:140))
St. Basil Agung (330-379)
“Ketika kita mendengar nama Petrus, … kita menggambarkan dalam pikiran kita sifat- sifat yang berhubungan dengannya… Sebab kita akan,… berpikir tentang… saudara Andreas, ia yang dipanggil dari antara para nelayan kepada pelayanan kerasulan, ia yang demi keutamaan imannya, menerima di atas dirinya sendiri, pembangunan Gereja (jemaat).” ((St. Basil the Great, Adv. Eunom, 4, in Joseph Berington and John Kirk, comps, The Faith of Catholics, 2:22.))
Selanjutnya, St. Basil mengatakan demikian, “… Salah satu dari bukit ini adalah Petrus, yang merupakan batu karang di mana Tuhan Yesus berjanji membangun Gereja-Nya.” ((St. Basil, Commentary on Esai 2, 66, in ibid., 2:22)). Kutipan ini sering dipergunakan oleh para tokoh non Katolik yang mengatakan bahwa Petrus hanya salah satu dari pondasi. Ini memang bukan sesuatu yang baru, sebab dalam Ef 2:20 dikatakan bahwa Gereja dibangun di atas pondasi para rasul dan para nabi. Namun tulisan St. Basil tidak menyampaikan formula yang disampaikan oleh tokoh non Katolik, yaitu seolah mempertentangkan peran Petrus dengan Kristus. Dalam tulisan St Basil, digabungkan tiga metafor: 1) Kristus sendiri sebagai pondasi dengan Tuhan sendiri yang mendirikannya (1 Kor 3:11); 2) Petrus adalah pondasi dan Kristus adalah yang mendirikannya (Mat 16:18); 3) Para rasul dan para nabi adalah pondasinya (Ef 2:20, Why 21:14) dan Kristus sebagai batu penjuru; dan Roh Kudus yang mendirikannya.
Menarik memang jika kita menyimak bahwa mereka yang tidak mengakui keutamaan Petrus, luput/ tidak melihat ajaran St. Basil lainnya, yang jelas menunjukkan keutamaan Petrus dan para penerusnya. Berikut ini adalah surat St. Basil kepada St. Athanasius, di mana St. Basil mengusulkan untuk memohon kepada Uskup Roma untuk menyelesaikan kekacauan di Gereja Timur akibat ajaran sesat, secara khusus Arianism. St. Basil sepertinya telah memahami bahwa Gereja Roma mempunyai otoritas superior, sehingga berhak untuk mengatur Gereja Timur:
“Adalah baik menurutku untuk mengirimkan sebuah surat ke uskup Roma, memohon kepadanya untuk memeriksa keadaan kita, dan karena terdapat kesulitan- kesulitan di dalam hal pengiriman para wakil dari Gereja Barat oleh dekrit sinode, dan untuk memberi advis kepadanya [Uskup Roma] untuk melaksanakan otoritas pribadinya dalam hal ini dengan memilih orang- orang yang cocok…., sesuai juga dengan sifat kelemahlembutan dan keteguhan, untuk mengkoreksi mereka yang tidak teratur di antara kita di sini.” ((St. Basil, Letter 69, to Athanasius, NPNF 2, 8: 165))
Maka di sini kita ketahui bahwa St. Basil mengatakan kepada St. Athanasius bahwa jalan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Gereja Timur adalah dengan memohon campur tangan uskup Roma. Dengan ini St. Basil mengakui bahwa Gereja Roma memiliki kekuasaan superior terhadap Gereja- gereja Timur.
Lagi, dalam suratnya kepada pemimpin Gereja Barat, St. Basil menulis surat agar nama- nama para bidat diumumkan kepada semua Gereja Timur, agar dapat dapat diusahakan tindak lanjut demi keteraturan Gereja Timur:
“Dalam hal ini kami memohon kepadamu [Gereja Barat], untuk mengumumkan secara publik kepada semua Gereja Timur ….. Saya terpaksa menyebutkan nama- nama mereka, supaya engkau sendiri dapat mengenali siapa- siapa yang membuat kekacauan di sini, dan mengumumkannya kepada Gereja Timur agar diketahui …. Karena engkau mempunyai lebih banyak wibawa di hadapan orang- orang, sesuai dengan jarak yang memisahkan tempat kediamanmu dengan mereka, selain dari fakta bahwa engkau dikaruniai dengan rahmat Tuhan untuk menolong mereka yang sedang kesusahan.” ((St. Basil, Letter 263, To the Westerns, NPNF2, 8:32, 377AD))
Dari surat ini kita mengetahui lebih jelas lagi bahwa St. Basil mengakui otoritas Gereja Barat, dalam hal ini Roma. St. Basil meminta campur tangan Roma untuk menyelesaikan kekacauan akibat ajaran para bidat, yaitu Arius, Apollinarius, Paulinus dan lain- lain. Selanjutnya pada surat itu, St. Basil menyebutkan bagaimana seorang bidat (seorang uskup yang telah diasingkan) telah menipu Uskup Roma (Paus Liberius), sehingga akhirnya ia berhasil dikembalikan kepada jabatannya setelah menerima surat dari Paus Liberius. Ini menjadi indikasi bahwa baik uskup yang orthodox maupun uskup bidat sama- sama mengakui kepemimpinan Uskup Roma. Michael Miller menulis, “Pada akhir abad ke-4, banyak jemaat Byzantine menerima bahwa uskup Roma menerima dari Tuhan rahmat untuk mempertahankan dan meneruskan kebenaran Injil yang murni … Gereja Timur mengakui bahwa, dibandingkan dengan mereka sendiri, Gereja Roma telah dibebaskan dari (spared from) ajaran- ajaran sesat…. Hal ini memberikan alasan kepada Gereja Timur untuk menerima peran Gereja Roma dalam hal koinonia …. Karena pergolakan di Timur, pemimpin orthodoks maupun bidaah sama- sama mencari dukungan dan persetujuan keuskupan Roma. Munurut Shotwell dan Loomis, sepanjang krisis, Gereja Timur telah menerima bahwa Roma “telah menerima dari Tuhan melalui Petrus, karunia tak ternilai yang kelihatannya tidak dimiliki oleh Gereja Timur, yaitu kuasa untuk berpedang teguh kepada kebenaran dan meneruskannya dengan murni, tanpa cacat…” (( Michael J. Miller, The Shepherd and the Rock, (Huntington, Ind: Our Sunday Visitor, 1995), p.124-125)).
Dalam suratnya yang lain, yang walaupun tidak menyebutkan nama Paus secara langsung, St. Basil menulis kepada Paus Damasus yang disebutnya sebagai Bapa (Paus), karena ia menyebutkan secara langsung nama Paus pendahulunya yaitu Paus Dionysius. Demikian bunyi suratnya:
“Bapa yang terhormat [Paus Damasus], hampir semua Gereja Timur (… dari Illyricum ke Mesir) telah menjadi resah oleh badai yang parah dan dashyat. Bidaah yang lama yang diajarkan oleh Arius, sang musuh kebenaran, sekarang telah timbul kembali dengan berani dan tidak tahu malu. Seperti akar yang asam, ia menghasilkan buah yang mematikan, dan terus menang. Alasannya adalah, di setiap daerah, para pemenang doktrin yang benar malah diasingkan dari Gereja mereka dengan kemarahan, dan pengaturan urusan- urusan jemaat diberikan kepada mereka yang memimpin para jiwa orang sederhana kepada perangkap. Saya telah memandang penuh harap pada kunjungan belas kasihanmu sebagai satu-satunya solusi yang mungkin terhadap kesulitan- kesulitan ini…. Saya telah terpaksa untuk memohon kepadamu melalui surat agar engkau terdorong untuk membantu kami…. Dalam hal ini, saya tidak memohon hal yang baru, tetapi hanya memohon sesuatu yang telah biasa dilakukan dalam kasus orang- orang yang, sebelum jaman kita, terberkati dan dikasihi Tuhan, dan secara khusus di dalam kasus anda sendiri. Sebab saya sungguh teringat, belajar dari jawaban yang diberikan oleh para bapa kami ketika mereka ditanyai, dan dari dokumen- dokumen yang masih ada pada kami, bahwa Uskup [Paus] Dionysius yang saleh dan terberkati, yang terpandang di keuskupanmu karena imannya yang teguh dan semua kebajikan lainnya, telah mengunjungi Gerejaku di Kaisarea dengan suratnya, dan dengan surat mengajar para bapa kami, dan mengirimkan orang- orang untuk membebaskan saudara- saudara kami dari perangkap.” ((St. Basil, Letter 70, NPNF2, 8:166, 366-384 AD))
Dalam suratnya yang lain St. Basil menyebutkan bahwa orang- orang tertentu, “membawa surat- surat dari Gereja Barat, mengalihkan keuskupan Antiokhia kepada mereka” ((NPNF2, 8: 253)). Sekarang, atas hak apa Gereja Roma menyerahkan keuskupan Gereja Timur (dalam hal ini Antiokhia) kepada orang- orang yang tertentu yang dipilihnya? Nampak di sini bahwa Gereja Roma memiliki otoritas mungatur hal- hal gerejawi, dan St. Basil mengakui hal ini. Maka tak berlebihan, jika Ray Ryland dalam majalah This Rock, mengatakan, “Semua ajaran heresi (bidaah) yang penting pada abad- abad awal Gereja terjadi di Gereja Timur. Seringkali bidaah ini didukung oleh para kaisar Timur. Di banyak kesempatan, tahta Patriarkh Timur diduduki oleh para bidat. Jemaat Timur menjadi rentan terhadap ajaran sesat, namun kurang otoritas dominan yang dapat menyelesaikannya. Di dalam setiap kejadian, kepausanlah yang harus menyelamatkannya.” ((Ray Ryland, “Papal Primacy and the Council of Nicaea”, This Rock, June 1997, 26-27)).
St. Gregorius dari Nissa (330-395)
St. Gregorius adalah Bapa Gereja Timur dan adik dari St. Basil. St Gregorius adalah Uskup Nissa di Kapadosia (sekarang Turki) yang disebut dalam 1 Pet 1:1. St Gregorius mengatakan:
“Petrus, dengan seluruh jiwanya, menghubungkan dirinya dengan Sang Anak Domba, dan dengan perubahan namanya, ia diubah oleh Tuhan menjadi sesuatu yang lebih ilahi: bukan lagi Simon, tetapi menjadi dan dipanggil sebagai sebuah batu karang (Petrus)…. Petrus yang agung tidak bertumbuh sedikit demi sedikit untuk mencapai rahmat ini, namun seketika ia mendengarkan saudaranya [Andreas], percaya kepada Anak Domba, dan melalui iman disempurnakan, dan karena telah melekat kepada Sang Batu Karang, menjadi batu karang Petrus.” ((St. Gregory of Nissa, Homily 15, in Joseph Berington and John Kirk, The Faith of Catholics, (New York: F. Pustet & Co, 1885), 2:20-21))
“Peringatan Petrus, kepala para rasul, dirayakan; dan dimuliakanlah dengan dia semua anggota Gereja lainnya; tetapi di atas dia Gereja Tuhan didirikan dengan kokoh. Sebab ia adalah, sesuai dengan karunia yang diberikan kepadanya oleh Tuhan, batu yang tak terpecahkan dan teramat kokoh yang atasnya Tuhan telah mendirikan Gereja-Nya.”
((Ibid, 2:21)).
St. Gregorius Naziansa (329-389)
St. Gregorius Naziansa adalah Uskup Konstantinopel, salah satu Bapa Kapadosia, bersama dengan St. Basil dan St. Gregorius Nissa. St. Gregorius Naziansa adalah tokoh penting dalam penentuan final credo Nicea di Konsili Konstantinopel tahun 381. Ia mengajarkan:
“Lihatlah kepada semua murid Kristus, semuanya besar…., salah satunya disebut batu karang [Petrus] dan dipercayakan sebagai pondasi Gereja; sedangkan yang satu lagi disebut yang dikasihi [Yohanes]…, dan yang lainnya menyandang kehormatan….” ((St. Gregory, Oration 26, in Berington dan Kirk, Ibid., 2:21))
“Juga seseorang tidak akan tahu…. apakah keturunannya akan disebut sebagai Paulus yang kudus atau Petrus- yang menjadi batu karang yang tak terpecah dan yang kepadanya diserahkan kunci- kunci [kerajaan Surga].” ((St. Gregory, Carm 2., in Berington dan Kirk, Ibid., 2:21))
Paus St. Damasus I (304- 384)
Paus Damasus I adalah Uskup Roma dari 366 sampai 384. Ia menulis demikian:
“Meskipun semua Gereja- gereja Katolik yang tersebar di seluruh dunia membentuk satu ruang mempelai Kristus, namun Gereja Roma yang suci telah ditempatkan di depan, bukan oleh keputusan- keputusan konsili dari Gereja- gereja lain, tetapi telah menerima keutamaan dari suara surgawi dari Tuhan dan Penyelamat kita, yang berkata: “Kamu adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan maut tidak akan menguasainya; dan Aku akan memberikan kepadamu kunci-kuci Kerajaan Surga, dan apa yang kau ikat di dunia akan terikat di surga, dan apa yang kau lepaskan di dunia akan terlepas di surga”….. Oleh karena itu, Keuskupan yang pertama, adalah keuskupan Rasul Petrus, yaitu Gereja Roma, yang tidak memiliki noda atau cacat atau sejenisnya. Keuskupan kedua, adalah Alexandria, yang dikonsekrasikan atas nama Petrus oleh Markus, muridnya dan penulis Injil, yang diutus ke Mesir oleh Rasul Petrus, di mana ia berkhotbah sabda kebenaran dan menyelesaikannya dengan kemartirannya yang mulia. Keuskupan yang ketiga, adalah di Antiokhia, yang didirikan oleh Rasul Petrus yang terberkati, di mana ia tinggal sebelum ia datang ke Roma, dan di mana nama Kristen pertama kali dipergunakan kepada sebuah bangsa yang baru.” ((St. Damasus, The Decree of Damasus 3, 382AD, in William Jurgen, The Faith of the Early Fathers, (Collegeville, Minnesota: Liturgical Press, 1970), 1: 406-407))
St. Hieronimus (Jerome) kepada Paus Damasus I (374-379)
St. Hieronimus (Jerome) adalah Bapa dan Pujangga Gereja, yang dikenal karena karyanya menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Latin yang disebut Vulgate. Setelah studinya di Roma ia mengasingkan diri di gurun dan hidup sebagai rahib dan mempelajari Kitab Suci. Setelah ditahbiskan menjadi imam tahun 379 ia tinggal di Konstantinopel dengan St. Gregorius Nazianzen selama 3 tahun. Tahun 382 ia kembali ke Roma, menjadi sekretaris Paus Damasus I. Kemudian, tahun 386 ia tinggal di Betlehem sampai wafatnya tahun 419/ 420.
Ia menulis demikian kepada Paus Damasus:
“Sebab Gereja Timur, tercerai berai karena kekacauan yang berkepanjangan, yang ada di antara orang- orangnya, sedikit demi sedikit merobek jubah Tuhan…. Saya pikir adalah tugas saya untuk berkonsultasi dengan tahta Petrus dan beralih kepada Gereja yang imannya dipuji oleh Rasul Paulus. Saya memohon makanan rohani kepada Gereja yang daripadanya saya menerima Kristus. Jarak yang jauh di laut dan daratan yang membentang di antara kita tidak membelokkan saya dari pencarian ‘mutiara yang mahal harganya’…. Meskipun kebesaranmu menakutkan saya, namun kebaikanmu menarik saya. Dari imam saya menuntut perlindungan terhadap korban, dari gembala perlindungan yang layak bagi domba- domba….. Kata- kata saya diucapkan kepada penerus dari sang nelayan, kepada sang murid Salib. Sebab saya tidak mengikuti pemimpin lain selain dari Kristus, sehingga saya tidak berkomunikasi kepada yang lain tetapi kepadamu, yaitu dengan tahta Petrus. Sebab saya tahu, ini adalah batu karang yang atasnya Gereja didirikan! Ini adalah rumah di mana Anak Domba Paska dimakan dengan benar. Ini adalah bahtera Nuh, dan ia yang tidak ditemukan di dalamnya akan binasa ketika air bah datang. Tetapi karena dosa- dosa saya, saya telah membawa diri saya ke gurun ini yang terletak antara Syria dan tempat pembuangan, saya tidak dapat, karena jarak yang jauh di antara kita, selalu meminta dari kekudusanmu, hal hal yang kudus dari Tuhan.” ((Letter of Jerome to Pope Damasus 15,2 374-379AD, NPNF2, 6:18))
“Gereja di sini terpecah menjadi tiga bagian, masing- masing berusaha menarik saya menjadi bagian dari mereka …. Sementara saya tetap berteriak: ‘Ia yang bergabung dengan tahta Petrus akan saya terima!’… Karena itu saya memohon berkatmu oleh salib Tuhan, oleh kemuliaan iman kita, Kisah Sengsara Kristus, …. beritahukan kepadaku melalui surat, kepada siapa saya harus berkomunikasi di Syria. Jangan membuang satu jiwapun yang untuknya Kristus telah wafat! ((Letter of Jerome to Pope Damasus 16,2 374-379AD, in Jurgens, The Faith of the Church Fathers 2:184))
Di sini, di tengah ajaran sesat dan skisma yang memecah belah Gereja Timur, St. Hieronimus mengacu kepada tahta Rasul Petrus di Gereja Roma, dengan mengatakan bahwa mereka bersama dengan Gereja Roma, adalah mereka yang bersama dengan Kristus. Maka St. Jerome tidak melihat pertentangan antara Kristus dengan keuskupan Roma, melainkan menegaskan bahwa mereka yang mengikuti Uskup Roma pastilah mengikuti Kristus. Ia menjanjikan kesetiaan kepada Roma, karena menghormati Petrus yang di atasnya Kristus mendirikan Gereja-Nya.
“Gereja didirikan di atas Petrus: meskipun dimana- mana hal yang sama ditujukan kepada semua Rasul, dan mereka semua menerima kunci-kunci Kerajaan Surga, dan kuasa Gereja tergantung atas mereka semua, namun satu di antara keduabelas murid dipilih sehingga ketika seorang kepala telah ditunjuk, di sana tidak ada kemungkinan bagi skisma.” ((St. Jerome, Against Jovianus 1, 26, NPNF2, 6:366)).
Terhadap perikop ini St. Alfonsus Liguori menulis, “Semua Rasul diutus oleh Yesus Kristus untuk menyebarluaskan iman, dengan kuasa untuk menahbiskan imam, uskup dan mendirikan Gereja…. Namun demikian, kuasa ini, yang disampaikan kepada para Rasul adalah kuasa yang ada di bawah kuasa St. Petrus. Adalah kuasa yang luar biasa yang berakhir pada para Rasul, sedangkan kuasa yang diberikan kepada St. Petrus adalah absolut…. Maka St. Jerome mengatakan bahwa meskipun pada awalnya, ketika iman perlu untuk disebarluaskan, semua Rasul mempunyai kuasa yang sama, namun di atas Petrus sajalah disampaikan kuasa tertinggi (supreme power), supaya ia dapat memimpin sebagai kepala di atas semua yang lain.” ((St. Alphonsus Liguori, Venita della Fede, 3,7, as quoted by Livius, T, St. Peter, Bishop of Rome, (London: Burns & Oats, 1888), p. 258))
“Maka saya pikir, saya perlu memperingatkan kamu, di dalam kebaikan dan kasih, untuk berpegang teguh pada iman Paus Innocent yang kudus, anak rohani dari St. Anastasius, dan penerusnya di tahta apostolik, dan tidak menerima ajaran asing apapun, betapapun kamu menganggap dirimu bijak dan pandai memilah.” ((St. Jerome, Letter 130 to Demetrias, NPNF2, 6:269)).
“Apa hubungannya Paulus dengan Aristoteles? Atau Petrus dengan Plato? Sebab walaupun Plato adalah pengeran filosofi, Petrus adalah kepala para Rasul: di atasnya Gereja Tuhan didirikan dengan kokoh dan tak ada serangan banjir atau badai yang dapat mengguncangkannya.” ((St. Jerome, Against the Pelagians, 1, 14a, 26, NPNF2, 6:455)).
St. Ambrosius dari Milan (340-397)
St. Ambrosius adalah salah satu dari empat Pujangga Gereja dalam Gereja Latin. Sebagai Uskup ia mempertahankan Gereja Milan dari pengaruh ajaran Arianisme, dan membawa Kaisar Roma, Theodosius I, kepada pertobatannya. Ia dikenal sebagai uskup yang bersimpati pada St. Monika, ibu St. Agustinus, dan ia adalah uskup yang menerima Agustinus ke dalam Gereja Katolik. Ia menganggap uskup Roma sebagai gembala Gereja universal. Bersama Sabinus, Bassian dan para uskup lainnya menulis kepada Paus Siricius, tahun 389, demikian:
“Kami mengenali di dalam suratmu kesiagaan sebagai gembala yang baik. Engkau dengan setia menjaga pintu gerbang yang dipasrahkan kepadamu dan dengan perhatian yang saleh engkau menjaga kawanan Kristus (Yoh 10:7-), engkau layak mempunyai domba- domba yang mendengarkan dan mengikuti engkau. Sebab engkau mengenal para domba Kristus, engkau dengan mudahnya menangkap serigala- serigala dan melawan mereka sebagai gembala yang melindungi [dombanya], sebab jika tidak mereka mencerai beraikan kawanan domba Tuhan karena kekurangan iman mereka dan auman mereka yang bengis.” ((Synodal Letter of Ambrose, Sabinus, Bassian, and Others to Pope Siricius, 42, 1, in Jurgen, Faith of the Early Fathers, 2:148)).
“Kepada Petrus sajalah Ia [Kristus] berkata, “Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan Gereja-Ku.” Di mana Petrus berada, Gereja berada. Dan di mana Gereja berada, tidak ada kematian, tetapi kehidupan kekal.” ((St. Ambrose, Commentaries on Twelve of David’s Pslams 40, 30))
“… Petrus, setelah dicobai Iblis (Luk 22:31-32), ditempatkan atas Gereja. Karena itu, Tuhan, yang telah melihat hal tersebut sebelum terjadi, setelah itu memilihnya sebagai gembala kawanan domba Tuhan. Sebab kepadanya [Petrus] Ia berkata, tetapi kamu ketika telah insaf, kuatkanlah saudara- saudaramu.” ((St. Ambrose, in Ps 43, n.40, in Joseph Berrington and John Kirk, Faith of Catholics, (New York: F. Pustet & Co, 1900), p. 26))
“Kristus adalah Sang Batu Karang, “Sebab mereka minum dari Batu Karang rohani yang mengikuti mereka, dan Batu Karang itu ialah Kristus’, dan Ia tidak menolak untuk mengaruniakan gelar ini bahkan kepada murid-Nya, sehingga ia juga dapat menjadi Petrus [atau Batu Karang] dalam hal, seperti batu karang, ia mempunyai ketetapan yang solid, sebuah iman yang kokoh.” ((St. Ambrose, Exposition in Luc, in Colin Lindsay, The Evidence for Papacy (London: Longman’s, 1890), p. 37. Di sini terlihat bahwa Yesus memberi nama Simon dengan sebutan Petrus, untuk membuatnya mengambil bagian secara unik di dalam pondasi Gereja)).
St. Yohanes Krisostomus (347- 407)
St. Yohanes Krisostomus adalah seorang Pujangga Gereja dan Bapa Gereja dari Gereja Timur (Antiokhia), yang terkenal karena kefasihannya mengajar/ berkhotbah. Menarik untuk disimak, bahwa meskipun Yohanes Krisostomus adalah seorang uskup dari Gereja Timur, ia mengajarkan bahwa Petrus adalah pengajar universal dari Gereja universal. Ia mengatakan:
“[Yesus] berkata kepadanya, “Gembalakanlah domba- domba-Ku”. Dan mengapa… ia berkata demikian kepada Petrus? Ia adalah seorang yang dipilih dari para Rasul, [menjadi] juru bicara bagi para murid, pemimpin kelompok; karena itu juga Paulus pergi mengunjunginya untuk bertanya kepadanya dan bukan kepada orang lain. Dan pada saat yang sama…. Yesus meletakkan ke dalam tangannya otoritas tertinggi di antara para saudara; …. “Jika kamu mengasihi Aku, gembalakanlah saudara- saudaramu.” ((St. John Chrysostom, Homilies on John 88, 1. NPNF I, 14:331.))
“Untuk apa Ia menumpahkan darah-Nya? Adalah agar Ia dapat memenangkan domba- domba-Nya yang dipercayakan-Nya kepada Petrus dan para penerusnya.” ((St. John Chrysostom, De Sacerdotio, 53))
“Petrus sendiri adalah pemimpin kepala para Rasul, yang pertama di dalam Gereja, sahabat Kristus, yang menerima wahyu bukan dari manusia tetapi dari Allah Bapa, sebagaimana dikatakan Tuhan Yesus dengan berkata, “Diberkatilah engkau Simon anak Yohanes, sebab daging dan darah tidak menyatakannya kepadamu, tetapi Bapa-Ku yang di surga; inilah Petrus, dan ketika Aku menamai dia Petrus, Aku menamakan batu karang yang tidak terputus, fondasi yang kuat itu, Rasul yang besar yang pertama dari para murid, yang pertama dipanggil dan yang pertama taat.” ((St. John Chrysostom, Homily 3 de Poenit, 4, in Berrington dan Kirk, Ibid ., 2:31))
Selanjutnya, pengakuan St. Yohanes Krisostomus akan Paus ditunjukkan saat mengirim surat kepada Paus Innocentius I untuk memperoleh koreksi dari akta yang ditujukan melawan dia, dan pembatalan hukuman yang dijatuhkan kepadanya, dan penegasan sangsi kepada mereka yang telah melanggar hukum kanon ((cf. Joseph Hergenrother, Anti Janus, (Dublin: W.B. Kelly, 1870), p. 130-131)).
Maka walaupun St. Yohanes Krisostomus pernah mengatakan tentang Yakobus dan tahta Yerusalem (yang sering dipahami sebagai keuskupan/ tahta pertama di Gereja), namun St. Yohanes Krisostomus memahami bahwa posisi keuskupan Yerusalem berada di bawah panggilan St. Petrus. St. Yohanes Krisostomus menulis, “Jika seseorang bertanya, “Bagaimana Yakobus menerima tahta di Yerusalem? Aku akan menjawab, bahwa Ia menunjuk Petrus sebagai guru, tidak di Yerusalem, tetapi di dunia.” ((St. John Chrysostom, Homily 88, 1, on St. John, NPNF 1, 14:332))
“… Sebab perhatikanlah, mereka ada seratus dua puluh orang, dan Ia meminta satu dari keseluruhan kelompok dengan hak yang baik sebagai yang telah diberi kuasa atas mereka: sebab kepadanya Kristus telah berkata, “Dan ketika kamu sudah insaf, kuatkanlah saudara- saudaramu.” ((St. John Chrysostom, Homily 3, in Acts, NPNF 1, 11:20))
“Apa yang dapat lebih rendah hati daripada jiwa itu [Paulus]? Setelah kesuksesannya, yang tidak kalah dengan Petrus…, tetapi dengan martabat yang sama dengan dia, ia datang kepadanya sebagai penatuanya dan superiornya. Satu- satunya tujuan dari perjalanannya adalah untuk mengunjungi Petrus; dan menunjukkan penghormatan kepada para rasul…. Ia mengatakan, “untuk mengunjungi Petrus”, dia tidak mengatakan untuk melihat/ bertemu, tetapi untuk mengunjungi (ἱστορέω), kata yang digunakan untuk menunjukkan tentang mereka yang mencari pengetahuan/ pengalaman akan suatu kota yang besar dan indah, dan menerapkannya dalam diri mereka sendiri. Dia menganggap layak semua kesukaran agar ia dapat melihat Petrus; dan ini muncul dalam Kisah para rasul juga.” ((St. John Chrysostom, Commentary on Galatians 1, 18, NPNf 1, 13:12-13)).
Socrates Scholasticus (380-450) dan Sozomen (370-439)
Socrates Scholasticus adalah seorang sejarahwan Gereja Yunani. Kebanyakan tulisannya adalah tentang Gereja Timur, dan hanya menyebut Gereja Barat jika ada kaitannya dengan Gereja Timur. Maka ia tidak mempunyai kepentingan untuk mempromosikan Gereja Barat. Namun demikian ia menulis demikian tentang kejadian pada masa St. Athanasius:
“Yulius, Uskup Roma yang mulia tidak hadir, dan juga ia tidak mengirimkan pengganti, meskipun hukum Gereja memerintahkan bahwa semua gereja tidak dapat membuat aturan apapun melawan pendapat Uskup Roma.” ((Socrates Scholasticus, The Ecclesial History 2,8, NPNF 2, 2:38))
“Sementara itu, Athanasius, setelah perjalanan yang panjang sampai di Italia …. pada saat yang sama juga Paulus, uskup Konstantinopel, Asclepas dari Gaza, Maercellus dari Ancyra … dan Lucius dari Adrianopel, setelah dituduh dalam berbagai kasus dan diusir dari gereja- gereja mereka, sampai di kota kerajaan [Roma]. Di sana, masing- masing memaparkan kasusnya di hadapan Yulius, Uskup Yulius, Roma. Ia [Yulius], atas keutamaaan hak istimewa Gereja Roma, mengirimkan mereka kembali ke Gereja Timur, dengan memperkuat mereka dengan surat-surat pengakuan/ persetujuan; dan pada saat yang sama mengembalikan mereka masing- masing ke tempat mereka, dan menegur dengan tajam mereka yang telah memecat mereka. Mengandalkan tanda tangan Uskup Yulius, para uskup itu meninggalkan Roma, dan mengambil kembali hak milik di gereja- gereja mereka dengan menunjukkan surat-surat itu [dari Paus] kepada pihak- pihak kepada siapa surat itu ditujukan.” ((Socrates Scholasticus, The Ecclesial History 2,15, NPNF 2, 2:42))
Demikian pula Salaminius Hermias Sozomen adalah seorang pengacara dari Palestina yang menuliskan sejarah Gereja, menyambung tulisan Eusebius tentang Sejarah Gereja. Sozomen juga menulis hal yang serupa tentang bagaimana para Uskup Gereja- gereja Timur yang diusir oleh gereja- gereja mereka karena mempertahankan credo Nicea, memohon dukungan dan peneguhan dari Uskup Roma. Demikian catatan Sozomen:
“Ia [Yulius] menulis kepada para uskup di Gereja Timur, dan menegur mereka karena telah menghakimi para uskup ini (yang menemui Yulius] dengan tidak adil, dan karena mereka telah merendahkan Gereja karena telah mengabaikan ajaran Konsili Nicea. Ia memanggil beberapa di antara mereka untuk menghadapnya pada suatu hari tertentu, untuk mempertanggungjawabkan kepadanya tentang keputusan mereka, dan mengancam akan menurunkan mereka, jika mereka tidak berhenti membuat inovasi. Ini adalah inti dari surat-suratnya. Athanasius dan Paulus dinyatakan kembali di keuskupan mereka, dan menyampaikan surat Yulius kepada para uskup di Gereja Timur.” ((The Ecclesial History of Sozomen, 3,8, NPNF 2, 2:287)).
“Pada saat yang sama ia [Yulius] menjawab surat para uskup yang bertemu di Antiokhia, sebab ia menerima surat mereka, dan menuduh mereka telah secara diam- diam memperkenalkan inovasi- inovasi (penemuan baru) yang bertentangan dengan ajaran Konsili Nicea, dan [mereka] telah melanggar hukum- hukum Gereja, dengan tidak mengundangnya untuk menghadiri Sinoda mereka; sebab …. ada kanon Gerejawi yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan bertentangan dengan penentuan Uskup Roma adalah nihil/ tidak sah.” ((The Ecclesial History of Sozomen, 3,10, NPNF 2, 2:288-89))
St. Agustinus dari Hippo (354-430)
St. Agustinus adalah salah satu Bapa Gereja yang paling besar dalam Gereja Latin. Ia dibaptis oleh St. Ambrosius di Malam Paska 387, menjadi Uskup Hippo di tahun 395.
Dalam suratnya kepada para heretik/ bidat Donatisme, St Agustinus menulis demikian:
“Sebab jika jalur suksesi para uskup harus diperhitungkan, dengan kepastian yang lebih tinggi dan menguntungkan bagi Gereja, kita menghitung kembali sampai kepada Petrus sendiri, kepada siapa, sebagai yang mengemban figur seluruh Gereja, Tuhan berkata: ‘Di atas batu karang ini Aku mendirikan Gereja-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya!’ Penerus Petrus adalah Linus, dan para penerusnya dalam kesinambungan yang tidak terputus adalah: Klemens, Anakletus, Evaristus, Alexaner, Sixtus, Teleforus, Iginus, Anicetus, Pius, Soter, Eleutherius, Victor, Zephirinus, Calixtus, Urbanus, Pontianus, Antherus, Fabianus, Cornelius, Luciu, Stefanus, Xystus, Dionisius, Felix, Eutychianus, Gaius, Marcellinus, Marcellus, Eusebius, Miltiades, Sylvester, Marcus, Julius, Liberius, Damasus, dan Siricius yang digantikan oleh Uskup Anastasius saat ini. Dalam jalur apostolik ini tidak ditemukan satupun Uskup Donatis.” ((St.Letters of St. Augustine 53, 3, NPNF 1, 1:298. Donatism adalah aliran sesat yang berkembang pada masa St. Agustinus hidup))
Di sini kita melihat adanya pernyataan yang kuat yang mendukung keutamaan Uskup/ Paus di Roma, untuk menolak ajaran sesat. St. Agustinus memberikan dasar untuk menolak para bidat dengan menyatakan adanya tradisi dan suksesi kepemimpinan apostolik di dalam Gereja Katolik. St. Agustinus menanyakan secara rethorik, “Apakah para Donatist mempunyai klaim kebenaran kepada kebenaran? Tidak. Dapatkah mereka mengklaim suksesi apostolik dari Petrus sendiri? Tidak.” Oleh karena itu mereka tidak di dalam Gereja dan tidak dapat mengklaim kembali sampai kepada para rasul. ((Ibid.)).
Selanjutnya, dalam suratnya menanggapi penyerangan yang dilakukan para bidat kepada Caecilianus, Uskup Carthage, St. Agustinus menulis demikian:
“Kota itu (Carthage) mempunyai seorang uskup yang otoritasnya tidak kecil, yang mampu untuk tidak mempedulikan banyaknya para musuhnya yang bersekongkol menyerang dia, ketika ia [Caecilianus] melihat dirinya bersatu dalam surat persekutuan, baik dengan Gereja Roma, yang di dalamnya keutamaan tahta apostolik [apostolicae cathedrae principatus] telah selalu diterapkan– dan dengan daratan yang lain- yang dari mana Injil datang ke Afrika itu sendiri, di mana ia dapat dengan siap sedia memohon tentang kasusnya, jika para penyerangnya berusaha mengasingkan gereja- gereja itu darinya.” ((St. Augustine, Epistle 43,7, in Joseph Berrington and John Kirk, Faith of Catholics, ed. T.J. Capel, vol 2 (New York: F. Pustet & Co, 1885) p. 81-82)).
Untuk menangani ajaran sesat yang terjadi di Afrika Utara, para Uskup, termasuk St. Agustinus, Uskup Hippo, mengirimkan surat untuk memperoleh konfirmasi resmi konsili mereka dari “tahta apostolik”/ Apostolic See. Surat tersebut diawali dengan perkataan, “Sebab Tuhan, dengan kelimpahan yang istimewa dari rahmat-Nya, telah menempatkan engkau di Tahta Apostolik…” Selanjutnya setelah Paus Innocentius I memutuskan mengenai masalah tersebut, mereka [214 para uskup itu termasuk St Agustinus] berkata, “Kami yakin bahwa penilaian harus tetap seperti yang dikeluarkan oleh Uskup [Paus] Innocentius dari tahta Rasul Petrus yang terberkati…”
“[Paus Innocentius] mengacu kepada semuanya, menulis kembali kepada kita dengan cara yang sama di mana adalah sah dan menjadi tugas Tahta Apostolik untuk menuliskannya.” ((St. Augustine, Sermon 186, n.2, in Luke Rivington, The Primitive Church and the See of Peter, (London: Longmans, Green and Co., 1894), p. 290))
“Jawablah kepadanya [Paus Innocentius I], ya, seperti kepada Tuhan sendiri, yang kesaksian-Nya digunakan oleh uskup itu.” ((St. Augustine, Lib., i.c. Julian c.4, in Rivington, Ibid.,p. 290))
Maka tidak perlu diragukan bahwa St. Agustinus mengajarkan keutamaan Rasul Petrus, walaupun ia juga mengajarkan bahwa perikop Mat 16:18 mengacu baik kepada kepada Kristus yang kepada-Nya Petrus menyatakan pengakuan imannya, maupun kepada Petrus sendiri:
“Di dalam sebuah perikop di buku ini, saya berkata tentang Rasul Petrus: “Di atasnya Gereja didirikan.” Ide ini juga dinyatakan dalam nyanyian oleh banyak orang di dalam bait yang dikarang oleh St. Ambrosius … Tetapi saya mengetahui hal itu sering di kemudian hari, maka saya menjelaskan apa yang dikatakan Tuhan: “Kamu adalah Petrus dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan Gereja-Ku, “bahwa ini untuk diartikan bahwa [Gereja] didirikan di atas Ia yang di atasnya Petrus mengakui: Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup,” dan karena itu Petrus, yang dipanggil setelah batu karang ini, mewakili orang di Gereja yang didirikan di atas batu karang ini, dan telah menerima “kunci- kunci Kerajaan Surga.” Sebab ‘batu karang ini adalah Kristus’, dan dengan mengakui-Nya, seperti juga seluruh Gereja mengakui-Nya, Simon disebut sebagai Petrus. Tetapi biarlah para pembaca memutuskan manakah dari kedua pendapat ini yang lebih mungkin.” ((Retractationes 1,20,1, in St. Augustine: The Retractations, trans, Sis. Mary Inez Bogan (Washington DC: Catholic University of America Press, 1968), 60:90-91)).
Saudara-saudari kita non Katolik kerap mengutip tulisan St. Agustinus yang berkesan seolah tidak mendukung otoritas Petrus. ((Contoh tulisan ini adalah: “Dengan memandang bahwa Kristus adalah batu karang (Petra), Petrus adalah umat Kristen. Sebab batu karang (Petra) adalah sebutan aslinya. Oleh karena itu Petrus disebut dari batu karang, bukan batu karang dari Petrus; sebagaimana Kristus tidak disebut dari Kristen, namun Kristen dari Kristus. Oleh karena itu, Dia berkata, “Engkau adalah Petrus; dan di atas Batu Karang ini” yang mana telah engkau akui, diatas Batu Karang ini yang mana telah engkau nyatakan, dengan berkata, “Engkau adalah Kristus, Putera Allah yang hidup’ akan Kubangun GerejaKu;” yaitu atas DiriKu Sendiri, Putera dari Allah yang hidup, “akan Kubangun GerejaKu.” Aku akan membangunmu diatas DiriKu Sendiri, bukan Diri-Ku Sendiri diatasmu.” (St. Augustine of Hippo, Sermon XXVI. 1:2)
Memang sepertinya dari kutipan ini St. Agustinus mengartikan ‘Batu karang’ sebagai Kristus yang kepada-Nya Petrus menyatakan imannya. Namun kemudian St. Agustinus mempertimbangkan kembali tulisannya ini. Kita ketahui, di saat usianya yang lanjut (72 tahun, 4 tahun sebelum ia wafat) St. Agustinus menuliskan semacam buku review (tinjauan ulang) akan semua tulisan/ ajarannya yang terdahulu dalam suatu tulisan yang diberi judul Retractions yang artinya ‘pertimbangan kembali’. Di sana ia memperjelas maksud pernyataannya tentang hal ini, dan bahwa Batu Karang dalam perikop Mat 16:18 mengacu baik kepada Kristus yang kepada-Nya Petrus menyatakan imannya, maupun kepada Petrus itu sendiri, karena pengakuan imannya itu.))
Namun silakan dilihat di sini bahwa St. Agustinus tidak menolak keutamaan Paus, sebab interpretasi ini tidak membatalkan arti literalnya. Lagipula, di tulisan- tulisannya yang lain, St. Agustinus jelas mendukung keutamaan Rasul Petrus.
Selanjutnya St. Agustinus juga menulis tentang peran Roma sebagai yang mengeluarkan kata terakhir tenteng suatu ajaran tertentu. Ia mengacu kepada keputusan Paus dalan Konsili Carthage dan Milevis (416) yang mengecam ajaran sesat Pelagianisme:
“Roma locuta est, causa finita est / Roma sudah bicara [memutuskan], kasus ditutup.” ((St. Augustine, Sermons 131,10, William A. Jurgens, The Faith of the Early Fathers, (Collegeville, Minnesota: Liturgical Press), 3:28))
Terhadap para pengikut ajaran sesat Manichaeisme, St. Agustinus mengatakan demikian:
“Jangan bicarakan tentang kebijaksanaan yang karenanya kamu [para Manichaean] tidak percaya ada di dalam Gereja Katolik, ada banyak hal lain yang lebih benar menjagaku tetap di dalam pangkuannya. Persetujuan berbagai bangsa menjagaku di dalam Gereja; demikian juga otoritasnya, diawali dengan mukjizat- mukjizat, dipelihara oleh pengharapan, dan diperluas oleh cinta kasih, dan dimantapkan oleh waktu. Suksesi para imam menjaga saya, dimulai dari tahta Petrus Rasul, yang kepadanya Tuhan setelah kebangkitan-Nya memberikan kuasa untuk memberi makan kepada domba- domba-Nya, sampai kepada keuskupan saat ini. … Sebab begitu banyak dan besar ikatan yang berharga yang dimiliki oleh suatu nama Kristen yang dengan benar menjaga seseorang yang adalah orang percaya di alam Gereja Katolik …Tak seorangpun dapat menggoyangkan saya dari iman yang telah mengikat pikiran saya dengan ikatan yang begitu banyak dan kuat dengan agama Kristen …. Sebab di pihak saya, saya tidak akan percaya kepada Injil kecuali jika otoritas Gereja Katolik mendorong saya.” ((St. Augustine, Against the Epistle of Manichaeus 5,4-5, in Joseph Cullen Ayer, A Source Book for Ancient Church History, (New York: Charles Scribner’s Sons, 1948), p. 454-455, cf. NPNF 1, 4:130, 131))
Pernyataan ini merangkum pandangan para Bapa Gereja tentang Gereja Katolik, yang merupakan Gereja yang mempunyai kontinuitas dengan para rasul.
Paus Innocentius I (401-417)
“Dalam pencarian akan hal- hal Tuhan, …. mengikuti teladan tradisi kuno, … kamu telah dikuatkan … kekuatan agamamu dengan akal budi yang benar, sebab kamu telah mengakui bahwa keputusan harus mengacu kepada kami dan [keputusan] telah menunjukkan kepadamu bahwa kamu mengetahui apa yang harus diberikan kepada Tahta Apostolik, jika kita semua ditempatkan pada posisi untuk menghendaki agar mengikuti Sang Rasul sendiri yang daripadanya muncul keuskupan dan otoritas total dari nama ini. Mengikuti dia, kita mengetahui bagaimana mengecam kejahatan- kejahatan seperti kita mengetahui bagaimana untuk menyetujui apa yang baik/ terpuji…. [Para Bapa Gereja] tidak menganggap segala sesuatunya sebagai sesuatu yang selesai, meskipun bersangkutan dengan provinsi yang jauh dan terpencil, sampai hal itu telah diperhatikan oleh Tahta ini [Roma], sehingga apa yang adalah keputusan yang benar dapat diteguhkan oleh otoritas total Tahta [Petrus] ini, dan dari situ ke Gereja- gereja lain — sepertihalnya air keluar dari sumbernya sendiri, melalui banyak daerah di seluruh dunia, tetap menjadi cairan yang murni dari kepala yang tidak rusak….” ((Letter of Pope Innocentius I to the Fathers of the Council of Carthage on Jan 27, 417, in Jurgen, Faith of the Early Church Fathers, Ibid., 3:181-182)).
“Jika kasus- kasus yang lebih penting untuk didengarkan, mereka, seperti diputuskan dalam dekrit sinoda, dan seperti kebiasaan mensyaratkan, setelah keputusan keuskupan, diajukan ke Tahta Apostolik [Roma].” ((Letter of Pope Innocentius I to Vitricius, Bishop of Rouen, 2,3,6, dated Feb 15, 404, in in Jurgen, Faith of the Early Church Fathers, Ibid., 3:179)).
Theodoret (393- 466)
Theodoret adalah seorang Uskup Cyrrus di Syria yang memerangi paganisme dan ajaran sesat. Ia mengatakan:
“Tahta yang paling kudus ini telah mempertahankan keutamaan di atas semua Gereja di bumi, untuk sebuah alasan yang sangat istimewa di antara yang lain: … bahwa ia telah tetap utuh/ tidak tersentuh oleh noda kotor ajaran sesat. Tak satu orangpun yang duduk di Tahta; yang telah mengajarkan ajaran sesat: sebaliknya Tahta itu telah mempertahankan rahmat Apostolik yang tidak bernoda.” ((Theodoret, Epistle 116 to Renatus, in Hergenrother, Anti- Janus, Ibid., p.67))
Konsili Efesus (431)
Kata pembuka dari Filipus, wakil dari kepausan:
“Tidak diragukan, dan nyatanya telah diketahui di sepanjang abad, bahwa Rasul Petrus yang kudus dan terberkati, kepala para Rasul, tonggak iman dan pondasi Gereja Katolik, menerima kunci- kunci Kerajaan dari Tuhan kita Yesus Kristus, …. dan bahwa kepadanya telah diberikan kuasa untuk melepas dan mengikat dosa, yang seterusnya sampai sekarang dan selamanya hidup dan memutuskan di dalam para penerusnya. Paus Celestinus yang kudus dan terberkati, menurut urutannya, adalah penerus Rasul Petrus dan menempati tempatnya, dan ia mengirimkan kami untuk memberikan tempatnya di dalam sinoda yang kudus ini…. ” ((Council Ephesus, third session in The First Seven Ecumenical Councils, 325-787, by Leo Donald Davis (Minneapolis: Liturgical Press, 1990) p.157)).
Paus St. Leo I (440-461)
St. Leo Agung adalah salah seorang pemimpin terbesar di Gereja abad awal. Ia tidak saja dikenal di Gereja Latin tetapi juga di Gereja Timur, terutama melalui Konsili Kalsedon (451), yang mengecam ajaran sesat Eutychianism, sebuah bentuk Monophysitism, yaitu ajaran yang mengajarkan bahwa Kristus hanya mempunyai satu kodrat, yaitu kodrat ke-Allahan. Paus Leo Agung mengeluarkan ajaran yang kemudian dikenal dengan sebutan The Tome of Leo, yang bunyinya antara lain dapat dibaca di sini, silakan klik. Di bawah pimpinannya tahta Paus memperoleh kesadaran akan hak- hak prerogatifnya sebagai pusat dan pondasi Gereja.
“Tuhan kita Yesus Kristus, Penyelamat umat manusia, mendirikan agama ilahi, yang oleh rahmat Allah diinginkanNya bersinar kepada segala bangsa …. Tetapi Tuhan menghendaki bahwa sakramen/ sarana rahmat ini berkenaan dengan semua Rasul sedemikian sehingga ia didirikan secara prinsip di dalam Petrus yang terberkati, yang tertinggi di antara semua Rasul. Dan Ia menghendaki agar karunia-Nya mengalir ke seluruh tubuh melalui Petrus sendiri, seperti dari kepala sedemikian, sehingga seseorang yang berani memisahkan dirinya sendiri dari solidaritas kepada Petrus akan menyadari bahwa ia sendiri tidak lagi menjadi pengambil bagian di dalam misteri ilahi … Tahta Apostolik … telah dilaporkan dalam kejadian- kejadian yang tak terhitung banyaknya menjadi tempat konsultasi bagi para uskup … Dan melalui permohonan berbagai kasus kepada tahta ini, keputusan- keputusan telah dibuat, entah penarikan ataupun peneguhan, sebagaimana ditentukan menurut kebiasaan yang telah bertahan lama.” ((Letter of Pope Leo I to Bishops of the Province of Vienne, 10, 1-2, July 445, in Jurgen, Faith of the Early Fathers, 3:269)).
“Semua sama dalam hal telah dipilih, tetapi telah ditentukan bahwa seorang menjadi lebih utama di atas yang lain …. Melalui mereka [para uskup dengan tanggung jawab yang lebih besar] pengaturan Gereja universal akan memusat di dalam satu Tahta Petrus, dan tak ada sesuatupun yang harus merasa ganjil dengan kepala ini.” (Letter of Pope Leo I to Anastasius, Bishop of Thessalonica, 14,11, (446 AD) in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 3:270)).
“Dari seluruh dunia hanya satu, Petrus, yang dipilih untuk memimpin atas panggilan kepada semua bangsa, dan atas semua Rasul yang lain, dan atas semua Bapa Gereja. Oleh karena itu, meskipun di antara umat Allah ada banyak imam dan pastor, sesungguhnya Petruslah yang memimpin mereka semua, yang atasnya adalah Kristus yang menjadi pemimpin tertinggi mereka.” ((Pope Leo I, Sermon 4,2, (461 AD), in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 3:275)).
“Sebab tak seorangpun dapat mengambil resiko atas apapun yang bertentangan dengan ketentuan kanon para Bapa Gereja, yang di kota Nicea telah lama didirikan di atas perintah Roh Kudus, sehingga siapapun yang ingin membuat dekrit yang berbeda mencelakai dirinya sendiri bukannya memperlemah mereka (para Bapa Gereja). Dan jika semua Paus akan tetap melestarikannya sebagaimana seharusnya, akan ada damai sempurna dan harmoni yang utuh di seluruh Gereja-gereja…. Tetapi persetujuan para uskup, yang bertentangan dengan peraturan kanon- kanon yang suci yang disusun di Nicea …., tidak kami akui, dan dengan otoritas Rasul Petrus yang terberkati kami secara absolut membatalkan seluruhnya dalam artian yang komprehensif.” ((Pope Leo I, Epistle 105, NPNF2, 12:76,77))
Konsili Kalsedon (451)
Konsili Kalsedon adalah konsili ekumenis ke -4 yang diadakan oleh perintah kaisar Timur, Marcian, atas prakarsa Paus Leo I. Sekitar 600 Uskup hadir (mayoritas dari Gereja Timur), dengan 2 orang Uskup dari Afrika, dan 2 orang utusan dari Roma. Konsili ini mengecam ajaran Eutychianism, yang mengajarkan bahwa Yesus hanya mempunyai satu kodrat yaitu kodrat ke- Allahan. Definisi Kalsedon diambil berdasarkan formula yang dituliskan oleh Paus Leo I kepada Flavian, Uskup Konstantinopel, dan surat- surat sinode dari St. Silirus (Cyril) dari Aleksandria kepada Nestorius, yaitu bahwa Kristus mempunyai dua kodrat, yaitu ke-Allah-an dan kemanusiaan, yang tidak terpisahkan, yang ada di dalam diri-Nya. Selain itu konsili mempromulgasikan 27 kanon tentang disiplin gerejawi, hirarki dan peraturan kleris.
Setelah The Tome of Leo dibacakan dalam Konsili, maka tanggapan Uskup yang hadir adalah:
“Petrus telah berbicara ini melalui Leo“/ Peter has spoken this through Leo ((Response to Pope Leo’s Tome, quoted in John Jay Hughes, Pontiffs: Popes Who Shaped History, (Huntington, Indiana: Our Sunday Visitor, 1994), p.46 ))
Paus Leo I sendiri tidak hadir dalam Konsili ini. Sesudahnya, para Uskup (mayoritas dari Gereja Timur) yang tergabung dalam Konsili menulis surat demikian kepada Paus Leo I:
“Dan kami selanjutnya memberitahukan kepadamu bahwa kami telah memutuskan tentang hal- hal lain juga demi kebaikan pengaturan dan stabilitas hal- hal gerejawi, percaya bahwa Yang Mulia akan menerima dan meneguhkan hal- hal tersebut …. Karena itu, berkenanlah, bapa yang tersuci dan terberkati, menerima sebagai kehendakmu sendiri, dan sebagai pemimpin pengaturan yang baik hal- hal yang telah kami putuskan demi menghilangkan kebingungan dan demi peneguhan keteraturan Gereja… Demikianlah kami memohon dengan sangat, hormatilah keputusan kami dengan persetujuanmu, dan sebagaimana kami telah tunduk kepada sang kepala, [tentang] perjanjian kami mengenai hal- hal yang mulia, semoga sang kepala juga memenuhi anak- anaknya dengan apa yang pantas …. Sebab agar engkau tahu bahwa kami telah berbuat tidak demi kesenangan ataupun kebencian, tetapi karena telah dibimbing oleh Kehendak Ilahi, kami telah memberitahukan kepadamu keseluruhan jangkauan dari proses untuk memperkuat posisi kami dan untuk meneguhkan dan menetapkan apa yang telah kami lakukan.” ((Letter 98: From the Synod of Chalcedon to Leo, NPNF 2, 12:73))
Pada saat itu Patriarkh Konstantinopel, Anatolius, menulis kepada Paus Leo untuk mengumumkan konsekrasinya dan peneguhannya sebagai pemimpin keuskupan Konstantinopel. (Anatolius ini dipilih menggantikan Flavian yang wafat karena penganiayaan akibat konsili Efesus oleh para pendukung ajaran Eutyches). Untuk menjamin pelestarian ajaran para rasul di keuskupan Konstantinopel, Paus Leo kemudian mensyaratkan Anatolius untuk menandatangani The Tome of Leo, surat kedua St. Sirilus kepada Nestorius dan perikop tulisan para Bapa Gereja yang dilampirkan dalam akta Konsili Efesus. Lalu Pulcheria, Ratu kerajaan, menulis kepada Paus, “Anatolius telah merangkul pengakuan iman Apostolik sebagaimana tertulis dalam surat- suratmu, surat tentang iman Katolik.” Paus Leo menjawab dengan memberi selamat kepada Anatolius, “mereka yang melayani Tuhan kita akan bersukacita bahwa damaimu telah terangkum dalam Tahta Apostolik.” ((S. Herbert Scott, The Eastern Churches and the Papacy, London: Sheed and Ward, 1928), p.189-190)).
St. Sirilus (Cyril) dari Aleksandria (370-444)
St. Sirilus adalah seorang pertapa yang diangkat menjadi Patriarkh Aleksandria (412). Ketika Nestorius (seorang bidat) menjadi uskup Konstantinople (428), keduanya berbeda pandangan. Nestorius menekankan kemanusiaan Yesus sehingga menolak menyebut Bunda Maria sebagai yang mengandung Tuhan (God-bearer/ Theotokos), dan memanggilnya ‘yang mengandung Kristus’ (Christ- bearer), atas dasar ia hanya melahirkan manusia yang kemudian menjadi alat dan bait Allah. Maka Nestorius memisahkan antara kemanusiaan Yesus dengan Sang Firman (Yoh 1:1). Sedangkan St. Sirilus mengatakan, walaupun Kristus mempunyai dua kodrat yang berbeda, yaitu kodrat manusia dan kodrat Allah, namun keduanya bersatu sedemikian (secara hypostatic), sehingga dapat masing- masing kodrat mempunyai sifatnya masing- masing, dalam satu kesatuan Pribadi Yesus. St. Sirilus meminta dukungan kepada Roma (Paus Celestine) untuk klarifikasi dan otoritas dalam menentang ajaran Nestorius.
“Ia [Yesus] tidak lagi memanggilnya Simon, menunjukkan otoritas dan memerintah atasnya, seperti menjadikannya milik-Nya sendiri. Tetapi dengan gelar yang menyerupai benda, ia mengubah namanya menjadi Petrus, dari kata petra (batu karang); sebab diatasnya Ia kemudian mendirikan Gereja-Nya.” ((St. Cyril, Commentary on John, in Joseph Berrington and John Kirk, The Faith of Catholics, (New York: F. Pustet & Co., 1885), 2:46))
“Mereka (para Rasul) bekerja keras untuk belajar melalui seorang, yang paling utama, [yaitu] Petrus.” ((Ibid.))
“Kami belum secara terbuka dan secara publik memisahkan Nestorius dari persekutuan, sebelum memberitahukan keseluruhan masalah kepada Yang Mulia. Maka berkenanlah untuk merumuskan apa yang engkau pandang benar untuk dilakukan. Apakah perlu bagi kamu untuk mempertahankan persekutuan dengan dia, atau untuk mengumumkan secara terbuka, bahwa persekutuan tidak mungkin dipertahankan dengan dia yang mengembangkan dan mengajarkan ajaran yang demikian salah.” ((St. Cyril, In Concl. Ephes, 1,14, as quoted in Paul Bottalla, The Pope and the Church, (London: Burns, Oates and Co., 1868), p.84)).
Menanggapi surat St. Cyril ini Paus Celestine, yang sadar akan otoritas yang diembannya, mengeluarkan pernyataan pengakuan iman dan keputusan, yang menugasi St. Cyril untuk melaksanakannya, dan kepada Nestorius, mengeluarkan peringatan ekskomunikasi, mendesak agar ia [Nestorius] berpegang pada pengajaran yang dinyatakan tersebut. Di sini kita melihat bukti keutamaan Paus. ((Ibid., 86))
St. Petrus Krisologus (400-450)
St. Petrus Krisologus adalah seorang Uskup di Ravenna, Italia. Ia adalah salah seorang Pujangga Gereja. Ia menulis demikian:
“Kami mendesak kamu secara khusus, para saudara yang terhormat, untuk memberi perhatian dengan taat kepada apa yang telah ditulis oleh Paus yang terberkati di Roma; sebab Rasul Petrus yang terberkati, yang hidup dan memerintah di tahtanya sendiri, memberikan kebenaran iman kepada mereka yang mencarinya. Sebab kami, dengan alasan untuk mengejar damai dan iman, tidak dapat mencoba kasus- kasus dalam hal iman tanpa persetujuan Uskup Roma.” ((St. Peter Chrysologus, Letter to Eutyches 25,3, (449 AD), in Jurgen, Faith of the Early Fathers, 3:268)).
St. Flavian (Uskup/ Patriarkh Konstantinopel- 449)
St. Flavian adalah Uskup/ Patriarkh Konstantinopel yang dikenal dengan kehidupannya yang kudus. Ajaran sesat Eutyches berkembang saat St. Flavian menjadi uskup, sehingga ia terpaksa mengumumkan ekskomunikasi kepada Eutyches, dan keputusan ini didukung oleh Paus. Namun di Konsili Efesus (449) terjadi kekacauan, karena para pendukung Eutcyches menyerbu tempat Konsili dan kemudian menganiaya Flavian, sehingga tiga hari kemudian ia wafat. Sebelum semua ini terjadi ia pernah menulis demikian kepada Paus Leo I:
“Keseluruhan masalah memerlukan hanya keputusan tunggal dari ya dan semua akan terselesaikan dengan damai dan tenang. Surat Anda yang kudus akan, oleh pertolongan Tuhan, mengakhiri keseluruhan ajaran sesat yang telah timbul dan segala kekacauan yang telah diakibatkannya; sehingga pengadaan konsili yang dalam hal ini sulit akan menjadi tidak diperlukan.” ((Letter to Pope Leo, in Vladimir Solovyev, Russia and the Universal Church, (London: Geoffrey Bles,1948), p. 134))
Kesimpulan
Telah banyak bukti dalam sejarah yang menunjukkan tentang keutamaan Rasul Petrus dan para penerusnya. Sesungguhnya ajaran tentang keutamaan Petrus ini merupakan salah satu ajaran yang paling nyata terlihat telah diterapkan dalam kehidupan Gereja sejak awal mula. Penolakan akan ajaran ini sesungguhnya adalah sikap penolakan terhadap kesaksian yang jelas dari fakta yang tidak dapat dipungkiri. Mereka yang menolak ajaran ini, umumnya mengambil sebagian saja kutipan dari tulisan para Bapa Gereja, dan mengartikannya sendiri, tanpa melihat bahwa para Bapa Gereja tidak pernah mengartikan ‘batu karang’ melulu sebagai arti alegoris, yaitu sebagai pengakuan iman Petrus saja; atau bahwa Batu Karang itu hanya mengacu kepada Yesus saja. Sebab Gereja telah sejak awal mula mengartikannya secara literal, bahwa Petruslah batu karang yang dipilih oleh Tuhan Yesus Sang Batu Karang, dan atasnya [Rasul Petrus] Kristus mendirikan Gereja-Nya. Maka sekalipun ada Bapa Gereja yang menuliskan arti alegoris dalam hal ini, yaitu bahwa ‘batu karang’ itu adalah pengakuan iman Petrus, hal itu tidak untuk diartikan terlepas dari arti literalnya yang juga mereka yakini, yaitu bahwa Rasul Petruslah yang ditunjuk oleh Kristus untuk menjadi ‘batu karang’ yang mempersatukan dan memimpin seluruh Gereja-Nya, dan menjaganya kemurnian ajarannya seperti yang diterimanya dari Kristus dan para rasul. Sejarah membuktikan bagaimana Gereja Roma telah menjadi teladan dalam menjaga kemurnian ajaran iman, dan Paus sebagai penerus Rasul Petrus menjadi pemberi kata akhir jika terjadi perbedaan pandangan di dalam Gereja. Demikianlah sejarah Gereja membuktikan betapa Kristus sendiri memenuhi janji-Nya untuk menjaga Gereja-Nya, agar selalu bertahan walau diterpa badai, sebab Rasul Petrus dan para penerusnya, oleh kuasa yang diberikan Kristus kepada mereka, melestarikan ajaran iman yang dipercayakan kepada mereka.
Santo Petrus, doakanlah kami.
Yth. Tim Katolisitas
Salam Damai Kristus,
Saya menanyakan tentang penerusan kepemimpinan Yesus kepada para murid. Pada Perjanjian Lama ada tertulis bahwa tongkat Kerajaan ada pada Suku Yehuda. Meskipun Yesus Tuhan Kita selalu berkuasa dan memberikan Perjanjian Baru dalam nama Yesusu tentu saja janji pada Perjanjian Lama dalam Nama YHWH tidak dihapuskan karena Yesus sendiri berkata di Injil satu iotapun tidak akan terhapuskan.
Yang saya tanyakan adalah kenapa Yesus justru meletakkan kepemimpinan pada Petrus yang menurut sumber dari Gereja Timur berasal dari bani Naftali? Kenapa tidak diserahkan kepada Yokobus saudara tiri Tuhan sendiri yang merupakan anak dari St. Yusuf dari istri yang lama? (informasi tentang St. Yakobus saudara tiri Tuhan Yesus saya dapat dari gereja timur kalau tidak salah dari St Ephipanus). Karena St. Yakobus adalah anak dari St. Yosef maka otomatis dia berasal dari Suku Yehuda. Bukankah St. Yakobus ini juga Uskup Agung Yerusalem pertama yang nantinya akan mati syahid dengan dijatuhkan dari atap Bait Elohim lalu dilempar Batu?
Mohon pencerahannya Tim Katolisitas.
Terimakasih dan Tuhan memberkati,
Shalom,
Bernardus Aan Yunanto Prasetyo
Shalom Bernardus Aan,
Lepas dari asumsi dari semua hal yang Anda sampaikan, maka saya akan menjawab pertanyaan Anda mengapa Kristus meletakkan kepemimpinan pada rasul Petrus. Yang dijanjikan oleh Tuhan dalam Perjanjian Lama sehubungan dengan suku Yehuda adalah: “Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa.” (Kej 49:10). Ini berarti bahwa “Dia” yang datang adalah Sang Mesias, yaitu Yesus, yang berhak atas tongkat kerajaan tersebut. Dan memang tongkat kerajaan ini tidak pernah musnah, bukan dalam tatanan keturunan darah, namun dalam tatanan rahmat. Tidak menjadi masalah kalau akhirnya keturunan Yehuda musnah atau tampuk kerajaan bukan berada pada keturunan Yehuda secara darah, karena yang terpenting adalah Kristus sendiri – keturunan Yehuda – yang memegang tampuk pimpinan ini untuk selamanya, yaitu terwujud dalam Kristus sebagai kepala Gereja. Dia dapat memberikan kuasa untuk memimpin Gereja-Nya kepada siapa saja yang Dia pandang tepat seturut dengan kerelaan hati-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Yth. Bp. Staff
Salam damai Kristus
Terimakasih pak Steff atas penjelasannya namun secara pribadi saya percaya bahwa Tuhan akan memulihkan pemerimtahan Yehuda sesuai dengan waktu yang ditetapkanNya. Justru pada saat ini bangsa Israel sendiri yang tidak takluk kepada Kristus.
Namun dalam Injil Kristus berbicara tentang 2 kandang. Apakah ini bisa diartikan bahwa kandang pertama Kristus adalah Bangsa Israel yang berdasarkan garis keturunan darah yang berdasarkan taurat yang nanti akan dipimpin suku Yehuda. Sedangkan kandang yang lain adalah yang berdasarkan iman Petrus yang berkata “Engkaulah Messiah, Putra Elohim yang hidup.” Apakah bisa diartikan seperti itu pak Steff? Mohon penjelasannya.
Shalom,
Bernardus Aan Yunanto Prasetyo
Shalom Bernardus Aan,
Selama kita melihat pemerintahan Yehuda dalam konteks Kristologi, maka tentu saja benar, karena Kristuslah yang telah, sedang dan akan memerintah untuk selama-lamanya. Namun, Tuhan tidak pernah melupakan umat pilihan-Nya, sehingga sebelum akhir dunia, maka akan terjadi pertobatan bangsa Yahudi.
Dalam Yohanes 10:16 dituliskan “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” Kita jangan melupakan bahwa pada waktu itu Yesus masih hidup dan hidup di tengah-tengah bangsa Israel. Inilah kandang yang pertama dengan domba-domba dari Israel. Namun, Yesus juga tahu bahwa setelah kematian dan kebangkitan serta kenaikan-Nya ke Sorga, maka melalui para rasul dan penerusnya, maka Gereja juga akan menjangkau bangsa-bangsa di luar bangsa Yahudi. Inilah kandang yang lain, dengan domba-domba dari segala bangsa. Baik dari bangsa Yahudi maupun dari bangsa non-Yahudi akan berkumpul dan disatukan di dalam Kristus, yaitu dalam Gereja-Nya yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam damai sejahtera bagi tim Katolisitas dan pembaca yang terkasih dalam Kristus
Ada beberapa pemikiran yang mengganjal saya setelah membaca keutamaan Rasul Petrus dan para penerusnya
Tentang suksesi apostolik
Apakah calon Paus hanya berasal dari uskup-uskup Gereja Katolik Roma?
Jika ya, apakah yang menjadi alasannya?apakah karena Gereja Katolik Roma meneruskan tradisi yang diturunkan dari Rasul Petrus,misalnya Ekaristi Ritus Latin?
Lalu, bagaimana dengan Gereja-gereja Timur yang mengakui keutamaan Paus?Apakah mereka juga memiliki kesempatan untuk mewakilkan pemimpin gereja mereka sebagai calon Paus?Kalau tidak, apakah disebabkan ritusnya saja yang berbeda? atau
Ada tradisi lain yang berbeda sehingga Gereja Timur (yang mengakui keutamaan Paus) tidak memiliki kesempatan itu?atau memang ada kekecualian lain?
Tentang pusat Gereja Katolik
Apakah pusat Gereja Katolik harus terus ada di Vatikan?
Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Vatikan dan memerlukan relokasi?(tentu saya sangat tidak mengharapkannya)
Jika relokasi ,lalu beberapa waktu kemudian kondisi Vatikan kembali kondusif (dan waktu itu bisa beberapa tahun), apakah akan kembali ke Vatikan?
Sedikit berhubungan (mungkin), apakah benar Paus pernah tinggal dan bertahta di Avignon,Prancis?Bagaimana kondisi Vatikan dan kepengurusan Gereja Katolik?dan mengapa bisa begitu?
Ganjalan ini terjadi karena dari beberapa artikel yang saya baca, (mungkin beberapa) pemimpin Gereja Timur juga memiliki garis apostolik (saya berpikir ada penerus suksesi apostolik Rasul Petrus di Gereja Timur yang mengakui Paus). Selain itu, peran Roma juga tidak sepenting dahulu. Saya berharap pada tim Katolisitas, dengan berkat dari Tuhan bisa memberikan petunjuk untuk pertanyaan saya yang remeh ini. Sekian dari saya, terimakasih atas perhatiannya.Semoga Roh Kudus terus berkarya melalui tim Katolisitas.
Salam damai
Shalom Benedictus,
Sekilas tentang ketentuan pemilihan Paus, dapat Anda baca di link ini, silakan klik. Sedangkan secara lebih mendetail, silakan membaca dokumen tentang ketentuan pemilihan Paus yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II, Universi Dominici Gregis, silakan klik, lihat secara khusus Bagian ke-2 (Part Two). Mohon maaf karena keterbatasan waktu dan banyaknya pertanyaan yang lain, kami belum dapat menerjemahkannya.
Paus dipilih oleh dan dari antara para Kardinal. Memang dari sejarah kita ketahui bahwa pemilihan Paus di Vatikan berasal dari ritus Latin. Walaupun tidak disebutkan mengapa, namun kemungkinan adalah karena secara obyektif memang karena mayoritas Kardinal yang ada adalah dari ritus Latin. Apakah ada kemungkinan Kardinal dari Gereja Timur (yang mengakui otoritas Kepausan) dipilih menjadi Paus? Teorinya, tetap ada kemungkinannya, sebab dalam proses itu para kardinal memilih nama calon, dan memang tidak ada ketentuan bahwa yang dipilih harus dari ritus Latin. Namun mungkin kemungkinan ini kecil, karena agar dapat terpilih, pada akhirnya calon harus mencapai suara mayoritas, yaitu 50% +1.
Kepemimpinan tertinggi Gereja Katolik di dunia ada di tangan Paus, maka yang menjadi ketentuan pertama adalah Paus-nya, dan bukan semata kota-nya. Keberadaan Roma/ Vatikan tidak terpisahkan dari Paus, yaitu sang penerus Rasul Petrus itu sendiri. Maka, walau secara umum kepemimpinan itu terletak di Roma/ Vatikan karena Paus tinggal di sana, namun ada satu waktu di dalam sejarah (1309-1377), di mana Paus (Clement V, seorang berkebangsaan Perancis) pernah meninggalkan kota Vatikan untuk pindah ke Avignon, karena alasan politik saat itu. Selanjutnya ia memilih banyak kardinal dari Perancis, sehingga selanjutnya Paus yang terpilih banyak berasal dari Perancis.
Meskipun dipindahkan ke Perancis, Kepausan tidak hanya berpangku tangan. Para Paus tetap melaksanakan tugas mereka di Avignon: tugas-tugas mengkoordinasikan Gereja, termasuk karya misi (yang saat itu berkembang bahkan sampai ke Cina) dan pendidikan, serta memperkuat ikatan para kolese para Kardinal. Namun demikian, karena secara historis kepemimpinan Paus didirikan oleh Rasul Petrus dan Paulus di Roma, maka saat itu Tuhan secara khusus menginspirasikan St. Katarina dari Siena dan Brigita dari Swedia untuk datang membujuk Paus Gregorius XI untuk kembali ke Roma. Paus Gregorius XI kembali ke Roma tahun 1377, meskipun ditentang oleh para kardinal di Perancis. Setahun kemudian (1378) ia wafat dan digantikan oleh Paus Urban VI, namun kemudian ia bertentangan dengan para kardinal Perancis itu sehingga para Kardinal itu memilih Paus tandingan (antipope); dan dimulailah masa yang dikenal dengan masa the Great Schism (Skisma besar) di mana ada dua Paus dan kuria kepausan yang sama-sama eksis selama sekitar 40 tahun. Lihat daftar Paus/ list of Popes, klik di sini.
Akhirnya kepemimpinan dapat disatukan oleh Paus Martin V yang terpilih dalam Konsili di Konstans (Constance) tahun 1417. Paus Martin V mengembalikan kepemimpinan tunggal Gereja di Roma tahun 1418. Selanjutnya tentang kisah Paus Martin V, klik di sini.
Jika kita membaca kisah sejarah, kita mengetahui bahwa Gereja Katolik telah melewati masa-masa yang sulit di masa lalu. Fakta bahwa Gereja tetap dapat bertahan sampai sekarang, itu adalah karena mukjizat dan pertolongan Tuhan, sebagai pemenuhan janji Tuhan Yesus sendiri bahwa Gereja yang didirikan-Nya di atas Rasul Petrus itu tidak akan binasa (lih. Mat 16:16-19). Sebab jika bukan Tuhan sendiri yang melindungi sudah sejak lama Gereja ini bubar.
Tentang suksesi apostolik (artinya jalur dari para rasul) pada Gereja-gereja Timur (bahkan dalam gereja-gereja Timur yang tidak mengakui Paus) memang ada. Sebab pada zaman abad- abad awal para rasul (tidak hanya Rasul Petrus dan Paulus saja) mendirikan Gereja-gereja di sekitar Yerusalem, Yudea, dan daerah sekitarnya, dan gereja-gereja ini kemudian berkembang menjadi Gereja-gereja Timur. Nah, memang dalam sejarahnya, sebagaimana pernah dibahas, terjadi pemisahan antara Gereja-gereja Timur Orthodox ini dengan Gereja Katolik yang berpusat di Roma, sebagaimana pernah dibahas di sini, silakan klik.
Jika kita melihat kepada catatan sejarah, secara obyektif kita tidak dapat mengatakan bahwa sekarang “peran Roma tidak sepenting dahulu“. Ungkapan ini sifatnya relatif, dan ‘dahulu’ yang dimaksud ini kapan, harus diperjelas. Karena sejak abad ke-1 sampai ke-5/6 di mana ada banyak ajaran sesat yang melanda Gereja, Gereja Roma-lah yang dipimpin oleh Uskup Roma (Paus), yang selalu menyelesaikannya, sebagaimana sekilas dijabarkan dalam artikel di atas. Selanjutnya, pengajaran-pengajaran Gereja, penyebaran Gereja ke seluruh dunia, kelangsungan berbagai komunitas religius, dst juga dilaksanakan oleh koordinasi dari Roma (sekarang Vatikan). Secara obyektif, kita bisa melihat koordinasi Gereja Katolik yang berpusat di Roma merupakan hal yang menakjubkan dan mungkin dapat dikatakan bahwa salah satu organisasi yang paling tua dan bertahan paling lama di dunia. Agaknya diperlukan keterbukaan hati dan kerendahan hati untuk menerima fakta ini; dan jika diterima-pun, tak perlu dibangga-banggakan, karena sebenarnya hal ini tercapai bukan karena kekuatan manusia, tetapi karena kuasa Tuhan Yesus yang menjaganya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih atas balasannya. Bukan maksud saya untuk merendahkan atau meragukan kewenangan keuskupan Roma dan Paus, saya mempercayai dan mengamini bahwa Kristus telah memenuhi janji-Nya untuk menjaga Gereja melalui kepemimpinan Paus dan keuskupan Roma. Hal yang menjadi pertanyaan adalah wilayah/ tempatnya. Jika dibandingkan, mungkin pengandaian saya mendekati perjalanan sejarah ibukota Indonesia yang bertempat di Jakarta. Sempat berpindah ke Yogyakarta tapi akhirnya kembali ke Jakarta. Beberapa saat lalu sempat ada wacana untuk memindahkan ibukota negara ke kota lain. Saya kemudian berpikir, apakah wacana yang sama juga bisa terjadi pada keuskupan yang dipimpin Paus? Lebih jelas lagi, misalkan terjadi perang dan bangunan di Vatikan luluh lantak, saya yakin Paus akan menjalankan tugasnya di tempat lain. Misalkan di tempat lain ini, fasilitasnya lebih baik, dan kemudian perang telah usai, manakah yang dipilih? Tempat yang baru dengan fasilitas yang baik atau kembali ke Vatikan lagi dengan catatan jika fasilitasnya sudah pulih?
Ini hanya pengandaian saya saja, dan saya perjelas untuk menghindari kesalah pahaman. Mengenai jawaban ibu Inggrid, saya dapat memahami dan sekarang mempunyai gambaran bahwa akhirnya rencana Tuhan sendiri lah yang menuntun Paus harus berada dimana untuk memimpin, dan tidak hanya dari sisi historis saja. Demikian, sekali lagi terima kasih dan mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan.
Salam kasih dalam Kristus.
Shalom Ibu Ingrid, saya sudah membaca Keutamaan Petrus (5) dan saya menanti Keutamaan Petrus (6). Kapankah Ibu Ingrid ingin menerbitkannya, saya sangat ingin membaca bagian akhir ini. Terima kasih.
[Dari Katolisitas: Mohon maaf bagian yang terakhir artikel seri Keutamaan Petrus ini belum dapat ditulis, karena keterbatasan waktu dan banyaknya pertanyaan lain yang masuk. Tetapi permohonan Anda ini akan kami perhatikan, dan semoga dapat terwujud.]
Dear team Katolisitas,
Terima kasih atas data dan informasinya yang sangat menguatkan saya untuk seterusnya sebagai seorang Protestan. Saya tetap berpikir objektif bahwasanya situs ini adalah wadah yang sangat berguna bagi umat katolik untuk menumbuhkembangkan iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Kiranya pelayanan team Katolisitas terus maju. Tuhan memberkati.
Rgds,
Andrew Simbolon
[Dari Katolisitas: Situs ini memang bertujuan untuk menyampaikan ajaran Gereja Katolik, baik kepada umat Katolik sendiri ataupun juga kepada umat lain yang ingin mengetahui tentang ajaran Gereja Katolik. Beberapa pembaca yang membaca situs ini memang ada yang tertarik untuk menjadi Katolik, namun tentu ada juga yang tidak, dan ini adalah hak masing-masing pembaca. Kami menghormati apapun keputusan pembaca. Terima kasih atas apresiasi Anda. Mari saling mendoakan.]
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
Dalam 7 Abad Pertama Gereja Katolik mula-mula yang Orthodox belum ada yang namanya dogma Kekuasaan Universal Paus Roma.
Bahkan St. Gregorius Agung, Paus Roma yang menjabat 3 September 590 menyatakan dengan jelas penolakannya terhadap anggapan bahwa Paus Roma adalah paus Universal dengan mengatakan
“Karena jika engkau menyebut saya sebagai Paus Universal, maka engkau menyangkal dirimu sendiri dengan menyebut gelar universal bagi saya. Tapi dijauhkanlah itu dari kami. Pergi jauh-jauh kata-kata yang mengembangkan kesombongan dan melukai kasih persaudaraan.”
– St. Gregorius Agung, Registrum Epistolar Buku VIII, surat ke 30 –
Mohon tanggapan dari team Katolisitas tentang pernyataan dari saudara2 grj oortodokx diatas.Trimakasih, Tuhan menyertai kita semua.
Shalom Kace,
Walaupun tidak ada dogma yang menyatakan secara khusus tentang kekuasaan universal Paus, namun ada begitu banyak bukti, baik dari Kitab Suci dan tulisan Bapa Gereja yang menyatakan bahwa Uskup Roma sesungguhnya memang mempunyai kekuasaan universal, sehingga kesatuan umat dapat terjaga. Anda dapat melihat beberapa artikel tentang topik ini sebagai berikut:
Keutamaan Petrus (5): Dalam Gereja di Lima Abad Pertama
Dengan melihat kepada kehidupan Gereja di lima abad pertama, kita dapat melihat dengan jelas tentang peran Rasul Petrus dan para penerusnya untuk memimpin dan mengajar jemaat. Pengingkaran akan hal ini dapat dikatakan sebagai pengingkaran sebuah fakta.
October 5, 2011 / 8 Komentar / Selanjutnya
Keutamaan Petrus (4): Menurut Dokumen paling awal Gereja
Bukti sejarah dokumen Gereja abad- abad awal menunjukkan dengan jelas peran kepemimpinan para penerus Rasul Petrus. Surat St. Klemens dari Roma dan St. Ignatius dari Antiokhia adalah dua bukti yang sangat kuat dalam hal ini.
March 22, 2010 / 28 Komentar / Selanjutnya
Keutamaan Petrus (3): Tanggapan terhadap mereka yang menentang keberadaan Petrus di Roma
Simaklah beberapa pandangan Protestan yang menentang keberadaan Petrus di Roma, dan bagaimana sebaiknya tanggapan kita.
February 18, 2010 / 17 Komentar / Selanjutnya
Keutamaan Petrus (2): Bukti sejarah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma
Umat Protestan banyak yang berpandangan bahwa Rasul Petrus tidak pernah ke Roma, tidak pernah mendirikan Gereja di Roma, dan tidak wafat di Roma. Benarkah demikian? Simaklah bukti- bukti yang menyatakan sebaliknya.
February 18, 2010 / 12 Komentar / Selanjutnya
Keutamaan Petrus (1): Menurut Kitab Suci
Apa yang mendasari adanya kepemimpinan Paus dalam Gereja Katolik? Mari kita melihat dasar Kitab Suci tentang keutamaan Rasul Petrus, yang mendasari kepemimpinan Paus sebagai penerus Petrus.
February 18, 2010 / 37 Komentar / Selanjutnya
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
I. Kesaksian Kitab Suci
Pada umumnya untuk mendukung akidah Supremasi Mutlak tersebut Gereja Roma mendasarkan pada ayat Mat 16:18 yang digunakan untuk membuktikan bahwa Rasul Petrus adalah batu karang Gereja, benarkah demikian? Mari kita tinjau menurut pandangan Gereja Orthodox, ……………
[Dari Katolisitas: Pertanyaan Anda selengkapnya dan tanggapan kami, telah ditayangkan di sini, silakan klik ]
Shalom,
Saya pernah baca ada Gereja Katolik yang tidak mengakui Paus sbg penerus Petrus tapi mengikuti segala ritual seperti Katolik Roma shg baptisan juga diakui sah menurut aturan Katolik Roma.
Bagaimana ? Apakah itu juga bidat…atau menurut mereka Katolik Roma adalah bidat karena menafsir Petrus adalah penerus Yesus.
Saya pernah baca Paus sebagai Penerus Kristus adalah suci tidak penah dosa. Apa benar ?
Apalagi sering terjadi penyimpangan pada jaman dulu Paus berkuasa melebihi raja, menjatuhkan hukuman mati kpd orang yang dianggap penyihir, membakar buku-buku rohani, menjual jabatan gereja dan menjual surat pengampunan dosa, nepotisme, perzinahan dll .
Apa itu semua pantas dilakukan oleh Penerus Kristus ?
Shalom Budi Yoga,
Terima kasih atas pertanyaan anda. Tidak ada Gereja Katolik yang tidak mengakui Paus sebagai penerus Petrus. Mungkin yang anda maksudkan adalah gereja Ortodoks. Silakan membaca diskusi tentang bidaah, skisma di sini – silakan klik. Pada tanggal 12 Oktober 2009, anda pernah memberikan komentar tentang hal ini di sini – silakan klik. Tentang baptisan, Gereja Katolik tidak hanya mengakui baptisan dari Gereja Ortodoks, namun juga mengakui baptisan dari gereja-gereja yang membaptis dengan forma (dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus) dan materi (air) dan intensi yang benar. Di Indonesia, gereja-gereja ini tergabung dalam PGI. Gereja Katolik melakukan hal ini karena baptisan tidak dapat diulang, dan Gereja Katolik menjalankan apa yang dikatakan oleh rasul Paulus “satu Tuhan, satu iman, satu baptisan” (Ef 4:5)
Kami telah menuliskan artikel-artikel tentang keutamaan Petrus untuk membuktikan keutamaan Petrus, baik di dalam Kitab Suci maupun yang tercatat dalam sejarah. Saya tidak tahu anda membaca dari sumber mana yang mengatakan bahwa Paus adalah suci dan tidak pernah dosa. Bahwa Paus dipanggil sebagai Bapa Suci (Holy Father) memang benar, namun harus dimengerti dengan benar apa artinya. Silakan melihat diskusi saya dengan Sherly di sini – silakan klik. Dalam sejarah memang tercatat ada beberapa paus dari total 265 paus sampai saat ini, yang tidak menjalankan fungsinya dengan semestinya, seperti yang telah dipaparkan di sini – silakan klik. Namun, kondisi ini juga sama seperti Yudas yang telah menghianati Yesus. Penghianatan Yudas tidak menjadikan semua rasul bersalah atau kita mengatakan percuma Yesus memilih para rasul karena 9% dari rasul yang dipilihnya ternyata berhianat. Kondisi ini hanya mencerminkan bahwa memang ada yang tidak setia terhadap panggilannya. Namun demikian, Gereja Katolik percaya akan janji Kristus yang mengatakan “Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18) Janji ini terpenuhi dalam Gereja Katolik, yang walaupun mempunyai beberapa paus yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik, namun Kristus tetap melindungi Gereja-Nya. Cobalah anda mempelajari apakah ada dogma yang dikeluarkan oleh paus-paus tersebut selama masa hidupnya? Justu karena perlindungan Kristus, maka paus-paus tersebut tidak pernah mengeluarkan dogma, sehingga sampai sekarang Gereja Katolik mempunyai kesatuan dogma dan doktrin. Tentang tuduhan-tuduhan yang lain, seperti surat surat pengampunan dosa, inquisition, silakan search di fasilitas pencarian situs ini, dan anda akan menemukan jawabannya. Saya menyarankan agar anda dapat berfokus pada satu topik, sehingga topik diskusi dapat dibahas secara lebih mendalam. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
sekian lama ditunggu akhirnya dikeluarkan juga..
terima kasih, Katolisitas.org :)
GBU
Bingung juga sih kalau seseorang sudah membaca artikel ini masih tidak percaya juga bahwa Gereja Katolik lah satu – satunya Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus di atas Petrus.
[Dari Katolisitas: Ya, marilah kita berdoa agar tulisan ini dapat membuka hati dan pikiran banyak orang bahwa Yesus Kristus memang mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus, dan mempercayakan kepemimpinan Gereja-Nya di dunia ini kepada Rasul Petrus dan para penerusnya].
“Hanya ada satu Tuhan dan satu Kristus, dan satu Gereja dan satu kursi kepemimpinan yang didirikan di atas Petrus, oleh perkataan Tuhan Yesus. Tidaklah mungkin untuk membangun altar yang lain atau imamat yang lain di samping altar yang satu dan imamat yang satu itu. Siapapun yang berkumpul di luar kesatuan itu, akan tercerai berai.”
St. Cyprian dari Carthage (258)
Pak Stef dan Ibu Ingrid, bisakah kita berpendapat bahwa nubuat St. Cyprian itu sekarang terbukti dengan begitu banyaknya denominasi gereja non-Katolik. Walau mereka punya Kitab Suci yang satu, namun penafsirannya bisa berbeda-beda?
Tuhan menyertai kita,
-Adven-
Shalom Adven,
Yang kami sampaikan di atas adalah tulisan para Bapa Gereja, yang memang dapat diartikan sebagai pengajaran yang disampaikan oleh mereka kepada Gereja/ jemaat. St. Cyprian memang merupakan salah satu Bapa Gereja yang banyak mengajarkan tentang ekklesiologi (tentang Gereja) dan pentingnya menjaga kesatuan Gereja. Bahwa sekarang terdapat banyak denominasi Gereja -hingga sampai puluhan ribu- merupakan suatu kenyataan yang mungkin tak terbayangkan di jaman St. Cyprian, walaupun memang bidaah/ ajaran- ajaran yang menyimpang sudah ada sejak masa Gereja perdana. Di sinilah peran Petrus dan para penerusnya, untuk meluruskan ajaran Gereja, setiap kali terjadi ajaran yang menyimpang dari/ tidak sesuai dengan ajaran Kristus dan para Rasul; dan ini antara lain dapat terlihat dalam bukti- bukti yang tertulis dalam artikel seri Keutamaan Petrus ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Ibu Ingrid,
Saya rasa Martin Luther, dkk juga tidak pernah membayangkan gerakan reformasi yg mereka awali akan berakibat tumbuhnya puluhan ribu denominasi gereja seperti sekarang ini. Namun, saya percaya kebijaksanaan Tuhan melampaui akal budi manusia. Tuhan pasti punya rencana indah untuk Gerejanya. Tapi memang diperlukan kerendahan hati untuk mendengar dan mengikuti rancangan kasih Tuhan Allah itu.
Putera bungsu yang menderita di negeri orang, setelah menyadari betapa kaya dan melimpahnya kasih kebahagian Rumah Bapa, akhirnya dengan rendah hati mengakui diri bersalah pada Sorga dan kepada Bapa, lalu berani untuk pulang. Dan lihatlah, Bapa yang kemudian berlari bahagia menyambutnya. Saya berdoa semoga saudara-saudara kita yang terpisah jauh itu juga berani untuk pulang suatu hari nanti. Hingga kita semua, anak-anak-Nya dapat berkumpul dalam satu perjamuan kudus di dalam satu Gereja Katolik.
Salam hormat dan kasih
-adven-
PS: Salam hormat saya buat Bapak Stef ya Ibu Ingrid, saya baru tahu bahwa Bapak Stef kakak kelas saya di SMA (kakak kelas jauh banget… hehe)
Waah, membaca bukti-bukti pernyataan dari jemaat awal saya semakin percaya..
Trims Tim, sukses dengan pelayanannya…. :)
Comments are closed.