Iman Kristiani tidak meragukan bahwa Yesus menjelma menjadi manusia oleh kuasa Roh Kudus di dalam rahim Maria, tanpa keterlibatan benih dari laki- laki. Lahirnya Kristus dari seorang perawan, menjadi salah satu tanda ke-Allahan Yesus, sebab tidak pernah ada dalam sejarah manusia, seorang manusia lahir dari seorang perawan tanpa campur tangan benih laki- laki. Namun selanjutnya timbul pertanyaan apakah pada saat dan setelah melahirkan Bunda Maria tetap perawan?
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Maria tetap perawan, sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus. Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dalam Kitab Suci, namun hal ini dapat diketahui setidaknya melalui beberapa prinsip ini:
1. Allah menguduskan secara istimewa hal- hal yang berkenaan dengan tempat kediaman-Nya. Allah menguduskan tabut Perjanjian Lama yang berisikan manna, kedua loh batu dan tongkat imam Harun (lih. Kel 25 -31, Ibr 9:4), terlebih lagi Ia pasti menguduskan Maria, yang adalah tabut Perjanjian yang Baru yang mengandung Yesus Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Firman yang menjadi daging (Yoh 1:14), dan Sang Imam Agung (Ibr 8:1). Kitab Daniel mengisahkan bahwa Allah menghukum mati Raja Belsyazar yang menggunakan perkakas dari bait suci Yerusalem untuk dipakai minum-minum dengan tamu-tamunya (lih. Dan 5); juga Allah menghukum Uza yang menyentuh tabut perjanjian (2 Sam 6:6-7). Di Perjanjian Lama Allah juga melarang hubungan suami istri untuk alasan- alasan tertentu, misalnya para imam dilarang berhubungan dengan istrinya pada masa mereka melayani di bait Allah. Musa juga melarang umat Israel untuk berhubungan dengan istri mereka, pada saat ia naik ke gunung Sinai untuk menerima sepuluh perintah Allah (Kel 19:15). Maka ada keharusan pantang di sini untuk maksud yang sangat suci.
Selanjutnya, Nabi Yehezkiel juga pernah bernubuat bahwa tak ada seorangpun yang dapat melewati gerbang yang dilalui oleh Tuhan untuk masuk ke dunia (lih. Yeh 44:2). Nubuat ini berkaitan dengan keperawanan Maria yang tetap selamanya, sebab Kristus datang ke dunia melalui rahim Maria sebagai gerbangnya. Dengan demikian, tidak mengherankan jika pada saat Allah memenuhi Maria dengan rahmat-Nya (lih. Luk 1:28) demi perannya sebagai ibu Yesus, Allah telah menguduskan Maria secara istimewa, sehingga Maria dapat mempersembahkan keseluruhan tubuh dan jiwanya secara total untuk Tuhan.
2. Maria telah mempunyai nazar/ kaul untuk tetap perawan seumur hidupnya. Hal ini diketahui dengan tanggapannya ketika menerima kabar gembira, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku tidak bersuami?” (“I know not man” (menurut Douay Rheims, terjemahan Vulgate- Mat 1:34)). Jika Maria tidak mempunyai kaul keperawanan, ungkapan ini menjadi aneh, karena pada kenyataannya ia sudah bertunangan dengan Yusuf. Istilah “know” dalam Kitab Suci tidak hanya berarti ‘mengetahui’ ataupun ‘mengenal’, tetapi dalam konteks suami istri, hal ini mengacu kepada hubungan suami istri, seperti halnya yang terjadi pada Adam dan Hawa: “And Adam knew Eve his wife; who conceived and brought forth Cain, saying: I have gotten a man through God.” (Kej 4:1) “Knew” di sini diterjemahkan oleh LAI dengan kata ‘bersetubuh’. Maka jika Maria mengatakan, “I know not man” artinya adalah ia tidak bersetubuh dengan laki- laki. Perkataan ini hanya masuk akal jika sejak semula Maria telah mempunyai kaul keperawanan, walaupun pada saat itu ia sudah bertunangan dengan Yusuf. Sebab jika Maria tidak mempunyai kaul keperawanan, sesungguhnya tidak ada yang aneh bagi seseorang yang sudah bertunangan menurut adat Yahudi untuk dapat mengandung dan melahirkan anak. Nazar/ kaul semacam ini dimungkinkan, seperti yang tertulis dalam Bil 30.
3. Keperawanan Maria juga melibatkan keperawanan Yusuf suaminya. Dikatakan bahwa Yusuf adalah ‘seorang yang tulus hati’ (Mat 1:19); ia juga adalah seorang yang takut akan Tuhan sehingga ia selalu taat akan kehendak Tuhan yang dinyatakan kepadanya lewat mimpi (lih. Mat 1: 24; 2:14). Maka, St. Hieronimus mengatakan bahwa St. Yusuf tidak akan berani mengganggu keperawanan Maria, karena mengetahui bahwa Roh Kuduslah yang telah menaungi Maria sehingga Kristus sang Putera Allah dapat menjelma menjadi manusia di dalam rahim Maria.
Kata ‘sampai’ di Mat 1:25, “Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki …,” tidak berarti bahwa setelah Maria melahirkan, maka Yusuf bersetubuh dengannya. Sebab kata ‘heos‘/ ‘sampai’ dalam bahasa Yunani tidak selalu mensyaratkan adanya perubahan kondisi setelah sesuatu itu terjadi. Hal ini terlihat di banyak ayat Kitab Suci, seperti pada Mat 28: 19-20, Yesus menyertai para murid sampai akhir zaman, namun tidak berarti bahwa setelah akhir zaman Yesus tak menyertai para murid-Nya. Demikian pula dengan ayat- ayat lainnya: Luk 1:80, Luk 20:43, 1 Kor 15:25, 1 Tim 4:13, 2 Sam 6:23.
4. Keperawanan Maria inilah yang semakin menunjukkan ke-Allahan Yesus. Adalah tidak mungkin, menurut St. Agustinus, bahwa Yesus yang datang dengan maksud untuk memulihkan manusia dari kerusakan dosa, dan melenyapkan segala penyakit dan kelemahan (Mat 4:23) malahan merusak keutuhan ibu-Nya sendiri pada saat kedatangan-Nya (St. Agustinus, Serm. 189, n.2; PL 38, 1005). Maka kedatangan Kristus ke dunia tidak mengganggu keperawanan ibu-Nya sama seperti ketika kebangkitan-Nya, Yesus juga tidak merusak pintu- pintu yang terkunci (Lih. Yoh 20:26, St. Augustine, Letters no. 137)
5. Fakta dalam Injil menyatakan bahwa tidak mungkin Maria mempunyai anak- anak lain selain Yesus. Pada saat Yesus hilang di bait Allah (Luk 2:41-51) tidak dikisahkan adanya ‘adik- adik’ Yesus. Sebab jika Yesus mempunyai adik- adik, maka kepada merekalah mestinya Yesus mempercayakan ibu-Nya sebelum wafat-Nya, dan bukan kepada Yohanes rasul-Nya (lih. Yoh 19:26-27).
Dasar Kitab Suci
- Luk 1:34: “I know not man” (Douay Rheims, terjemahan Vulgate)/ “aku tidak bersuami”.
- Yeh 44:2: Pintu yang dilewati Tuhan tidak dapat dilewati oleh orang lain.
- Bil 30: Nazar seorang perempuan (termasuk untuk menjaga keperawanan).
- Luk 2:41-51: Pada saat Yesus hilang di bait Allah tidak dikisahkan adanya ‘adik- adik’ Yesus
- Yoh 19:26-27: Sebelum wafat-Nya, Yesus mempercayakan Maria ibu-Nya kepada rasul Yohanes, karena Ia tidak mempunyai adik- adik/ saudara kandung.
Dasar Tradisi Suci
- St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.” (St. Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me)
- Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu- satunya.” (Origen, Homily 1)
- Tertullian (213), “Dan sungguh, ada seorang perawan… yang melahirkan Kristus, supaya semua gelar kekudusan dapat dipenuhi di dalam diri orang tua Kristus, melalui seorang ibu yang adalah perawan dan istri dari satu orang suami.” (Tertullian, On Monogamy, 8).
- St. Athanasius (293-373) menyebutkan Maria sebagai Perawan selamanya/ Ever Virgin. (St. Athanasius, Discourses Against the Arians, 2, 70, Jurgens, Vol.1, n. 767a).
- St. Epifanus (374): Allah Putera …. telah lahir sempurna dari Maria yang suci dan tetap Perawan oleh Roh Kudus….” (St. Epiphanus, Well Anchored Man, 120).
- St. Hieronimus (347- 420) tidak hanya menyebutkan keperawanan Maria, tetapi juga keperawanan Yusuf (lih. St. Jerome, The Perpetual Virginity of Blessed Mary, Chap 21).
- St. Agustinus dan St. Ambrosius (415), mengajarkan keperawanan Maria sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus Kristus, sehingga Maria adalah perawan selamanya (Lih. St. Augustine, Sermons, 186, Heresies, 56; Jurgens, vol.3, n. 1518 dan 1974d).
“Dengan kuasa Roh Kudus yang sama, Yesus lahir tanpa merusak keperawanan Bunda Maria, seperti halnya setelah kebangkitan-Nya, Dia dapat datang ke dalam ruang tempat para murid-Nya berdoa, tanpa merusak semua pintu yang terkunci (Lih. Yoh 20:26).” (St. Augustine, Letters no. 137)
Selanjutnya, St. Agustinus mengajarkan, “It is not right that He who came to heal corruption should by His advent violate integrity.” (Adalah tidak mungkin bahwa Ia yang datang untuk menyembuhkan korupsi/kerusakan, malah merusak keutuhan pada awal kedatangan-Nya.” (St. Agustinus, Serm. 189, n.2; PL 38, 1005)
St. Agustinus mengartikan ayat yang disampaikan oleh Bunda Maria, “karena aku tidak bersuami (I know not man)” (Luk 1:34, Douay Rheims Bible) adalah suatu ungkapan kaul Bunda Maria untuk hidup selibat sepanjang hidupnya.
- St. Petrus Kristologus (406- 450): “Sang Perawan mengandung, Sang Perawan melahirkan anaknya, dan ia tetap perawan” (St. Petrus Kristologus, Sermon 117).
- Paus St. Leo Agung (440-461) :“a Virgin conceived, a Virgin bare and a Virgin she remained.- [Ia adalah seorang Perawan yang mengandung, Perawan melahirkan, dan ia tetap Perawan.” (Pope St. Leo the Great, On the Feast of the Nativity, Sermon 22:2).
- St. Yohanes Damaskinus (676- 749) juga mengatakan hal yang serupa: “Ia yang tetap Perawan, bahkan tetap perawan setelah kelahiran [Kristus] tak pernah sampai akhir hidupnya berhubungan dengan seorang pria… Sebab meskipun dikatakan Ia [Kristus] sebagai yang ‘sulung’…. arti kata ‘sulung’ adalah ia yang lahir pertama kali, dan tidak menunjuk kepada kelahiran anak- anak berikutnya.” (St. Yohanes Damascene, Orthodox Faith, 4:14 ).
Dasar Magisterium Gereja
- Konsili Konstantinopel II (553) dan Sinode Lateran (649):
Maria adalah Perawan, sebelum pada saat dan sesudah kelahiran Yesus Kristus (De fide).
Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda Maria sebagai, “kudus, mulia, dan tetap-Perawan Maria”.
Sinode Lateran (649) di bawah Paus Martin I mengatakan:
“Ia [Maria] mengandung tanpa benih laki-laki, [melainkan] dari Roh Kudus, melahirkan tanpa merusak keperawanannya, dan keperawanannya tetap tidak terganggu setelah melahirkan.” (D256)
Keperawanan Maria termasuk 1) keperawanan hati, 2) kemerdekaan dari hasrat seksual yang tak teratur dan 3) integritas fisik. Namun doktrin Gereja secara prinsip mengacu kepada keperawanan tubuh/ fisik Maria. (lih. Dr. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, Ibid., p.204)
Maka dogma Maria tetap Perawan mencakup tiga hal, yaitu keperawanan sebelum, pada saat dan setelah melahirkan Kristus:
1) Maria mengandung dari Roh Kudus, tanpa campur tangan manusia (De fide)
Ini sesuai dengan kabar gembira yang disampaikan oleh malaikat Gabriel (lih. Luk 1: 35). Maria mengandung dari Roh Kudus dinyatakan dalam Syahadat Aku Percaya, “Qui conceptus est de Spiritu Sancto.” (D 86, 256,993)
2) Maria melahirkan Putera-Nya tanpa merusak keperawanannya (De fide)
Keperawanan Maria pada saat melahirkan Yesus termasuk dalam gelar, “tetap perawan” yang diberikan kepada Maria oleh Konsili Konstantinopel (553) (D214, 218, 227). Doktrin ini diajarkan oleh Paus Leo I dalam Epistola Dogmatica ad Flavianum (Ep 28,2), disetujui oleh Konsili Kalsedon, dan diajarkan dalam Sinode Lateran (649). Prinsipnya adalah ajaran dari St. Agustinus (Enchiridion 34) yang mengajarkan dengan analogi- Yesus keluar dari kubur tanpa merusaknya, Ia masuk ke dalam ruangan terkunci tanpa membukanya, menembusnya sinar matahari dari gelas, lahirnya Sabda dari pangkuan Allah Bapa, keluarnya pikiran manusia dari jiwanya.
3) Setelah melahirkan Yesus, Maria tetap perawan (De fide).
Konsili Konstantinopel (553) dan Sinode Lateran menyebutkan gelar “tetap perawan”(D 214, 218, 227). St. Agustinus dan para Bapa Gereja mengartikan ayat yang disampaikan oleh Bunda Maria, “karena aku tidak bersuami (I know not man)” (Luk 1:34, Douay Rheims Bible) adalah suatu ungkapan kaul Bunda Maria untuk hidup selibat sepanjang hidupnya.
- Konsili Vatikan II, Konsili tentang Gereja, Lumen Gentium:
Konsili Vatikan II mengajarkan: “Seperti telah diajarkan oleh St. Ambrosius, Bunda Allah itu pola Gereja, yakni dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus. Sebab dalam misteri Gereja, yang tepat juga disebut Bunda dan perawan, Santa Perawan Maria mempunyai tempat utama, serta secara ulung dan istimewa memberi teladan perawan maupun ibu.” (LG 63)
- Katekismus Gereja Katolik 499, 500, 501
KGK 499 Pengertian imannya yang lebih dalam tentang keibuan Maria yang perawan, menghantar Gereja kepada pengakuan bahwa Maria dengan sesungguhnya tetap perawan (Bdk. DS 427), juga pada waktu kelahiran Putera Allah yang menjadi manusia (Bdk. DS 291; 294, 442; 503; 571; 1880). Oleh kelahiran-Nya “Puteranya tidak mengurangi keutuhan keperawanannya, melainkan justru menyucikannya” (LG 57). Liturgi Gereja menghormati Maria sebagai “yang selalu perawan” [Aeiparthenos] (Bdk. LG 52).
KGK 500 Kadang-kadang orang mengajukan keberatan bahwa di dalam Kitab Suci dibicarakan tentang saudara dan saudari Yesus (Bdk. Mrk 3:31-35; 6:3; 1 Kor 9:5; Gal 1:19). Gereja selalu menafsirkan teks-teks itu dalam arti, bahwa mereka bukanlah anak-anak lain dari Perawan Maria. Yakobus, dan Yosef yang disebut sebagai “saudara-saudara Yesus” (Mat 13:55), merupakan anak-anak seorang Maria yang lain (Bdk. Mat 27:56) yang adalah murid Yesus dan yang dinamakan “Maria yang lain” (Mat 28:1). Sesuai dengan cara ungkapan yang dikenal dalam Perjanjian Lama (Bdk. misalnya Kej 13:8; 14:16; 29:15), mereka itu sanak saudara Yesus yang dekat.
KGK 501 Yesus adalah putera Maria yang tunggal. Tetapi keibuan Maria yang rohani (Bdk. Yoh 19:26-27; Why 12:17). mencakup semua manusia, untuknya Yesus telah datang untuk menyelamatkannya: “Ia telah melahirkan putera, yang oleh Allah dijadikan ‘yang sulung di antara banyak saudara’ (Rm 8:29), yakni umat beriman. Maria bekerja sama dengan cinta kasih keibuannya untuk melahirkan dan mendidik mereka” (LG 63).
Ajaran para pemimpin gereja Protestan tentang Maria yang tetap perawan:
- Martin Luther:
“Adalah artikel iman bahwa Maria adalah Bunda Tuhan dan tetap Perawan.” (Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), vol 11, 319-320)
“Setelah Maria “mengetahui bahwa ia adalah Bunda dari Allah Putera, ia tidak ingin untuk menjadi ibu dari anak manusia, tetapi ia tetap di dalam rahmat karunia itu.” (Martin Luther, Ibid., p. 320)
“Tidak diragukan lagi, tidak ada seorangpun yang begitu berkuasa yang, menggantungkan pada pemikirannya sendiri, tanpa Kitab Suci, akan beranggapan bahwa ia [Maria] tidak tetap perawan.” (Martin Luther, Ibid., p. 320)
“Kristus, Penyelamat kita, adalah buah yang nyata dan alamiah dari rahim Maria yang perawan … Ini adalah tanpa kerjasama seorang laki-laki, dan ia [Maria] tetap perawan setelah itu.” (Luther’s Works, eds. Jaroslav Pelikan (vols. 1-30) & Helmut T. Lehmann (vols. 31-55), St. Louis: Concordia Pub. House (vols. 1-30); Philadelphia: Fortress Press (vols. 31-55), 1955, v.22:23 / Sermons on John, chaps. 1-4 (1539)]
- John Calvin:
“Helvidius telah menunjukkan dirinya sendiri sebagai seorang yang bebal, dengan mengatakan bahwa Maria mempunyai banyak anak- anak, sebab ada disebutkan dalam beberapa perikop tentang saudara- saudara Kristus.” (Harmony of Matthew, Mark & Luke, sec. 39 (Geneva, 1562), vol. 2 / From Calvin’s Commentaries, tr. William Pringle, Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1949, p.215; on Matthew 13:55}) Dengan demikian Calvin sendiri mengartikan “saudara- saudara” ini artinya saudara sepupu atau saudara bukan saudara kandung (relatives).
- Ulrich Zwingli:
“Saya sangat menghargai Bunda Allah, Sang Perawan Maria yang tidak bernoda dan tetap perawan.” (E. Stakemeier, De Mariologia et Oecumenismo, K. Balic, ed. (Rome, 1962), 456).
“Kristus… dilahirkan dari Perawan yang paling tidak bernoda.” (Ibid.)
“Adalah layak bahwa Sang Anak yang kudus harus mempunyai seorang Bunda yang kudus.” (Ibid.)
“Saya percaya dengan teguh, bahwa Maria, menurut kata-kata Injil sebagai Perawan yang murni, melahirkan bagi kita Putera Allah dan saat melahirkan dan setelah melahirkan selamanya tetap Perawan yang murni, tak berubah.” (Zwingli Opera, Corpus Reformatorum, Berlin, 1905, v. 1, p. 424)