Sebagai pemimpin, sebagai wasit
Hari Minggu 7 Feb 2010 yang lalu adalah hari yang penting bagi para penggemar football di Amerika. Beribu-ribu orang, kalau tidak berjuta-juta orang, menonton pertandingan Super bowl ini melalui televisi. Di tengah hiruk pikuknya pertandingan ini, sebenarnya kita sebagai umat beriman dapat belajar sesuatu. Yaitu, bahwa meskipun ada peraturan yang jelas dalam permainan football ini, tetapi toh ternyata dalam pelaksanaannya dibutuhkan wasit yang mengawasi jalannya pertandingan, agar peraturan permainan dapat dilaksanakan dengan baik. Demikianlah analogi sederhana ini pernah digunakan oleh Cardinal Henry Newmann untuk menggambarkan tugas Magisterium (Wewenang Mengajar) dalam kehidupan Gereja. Walau sudah ada aturannya yang tertulis dalam Kitab Suci, namun tetap diperlukan otoritas untuk menerapkannya, dan tugas ini dilakukan oleh Magisterium dengan melibatkan Tradisi Suci, yang berawal dari kuasa yang diberikan oleh Yesus kepada Rasul Petrus, yang atasnya Kristus mendirikan Gereja-Nya (Mat 16:18).
Di luar perkiraan banyak orang, sesungguhnya doktrin tentang keutamaan Paus ini, mempunyai dasar yang cukup jelas dan paling mudah dibuktikan. Demikianlah yang akan kami jabarkan dalam artikel seri mengenai keutamaan Petrus (the Primacy of Peter), yang dituliskan dengan mengambil sumber utama dari buku karangan Stephen K. Ray, Upon this Rock, San Francisco: Ignatius, 1999. Ray, yang adalah seorang convert dari evangelis Protestan, menyadari bahwa masalah utama yang memisahkan umat Katolik dan Protestan adalah hal otoritas. Protestan percaya hanya kepada otoritas Kitab Suci, sedangkan, Gereja Katolik pada kesatuan antara Kitab Suci, Tradisi suci dan Magisterium. Artikel seri berikut ini dituliskan untuk menunjukkan dasar pengajaran Gereja Katolik tentang keutamaan Rasul Petrus, yang bersumber dari Kitab Suci, pengajaran para Bapa Gereja dan fakta sejarah:
1. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut Kitab Suci ( bagian 1)
2. Bukti sejarah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma (bagian 2)
3. Tanggapan terhadap mereka yang menentang keberadaan Petrus di Roma (bagian 3)
4. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut Dokumen awal Gereja (bagian 4)
5. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut selama 500 tahun Gereja awal (bagian 5)
6. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut ajaran Gereja Katolik, dalam Konsili Vatikan I dan Konsili Vatikan II. (bagian 6- selesai)
Mari kita sekarang memulai bagian pertama yaitu Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut Kitab Suci.
Keutamaan Petrus dalam kitab Perjanjian Baru
1. Yesus memilih kedua belas rasul, yang dimulai dengan Simon Petrus. Banyak ayat dalam Kitab Suci yang selalu menyebutkan Petrus sebagai yang pertama dari semua rasul yang lain, dan Yudas di urutan terakhir (lih. Mat 10:1-4; Mrk 3:16-19; Luk 6:14-16; Kis 1:13). Kadang-kadang para rasul disebut sebagai Petrus dan teman-temannya (Luk 9:32). Petrus sering berbicara atas nama semua rasul (Mat 18:21; Mrk 8:29; Luk 12:41; Yoh 6:69). Nama Petrus ditulis di dalam Alkitab sebanyak 191 kali (162 kali sebagai Petrus atau Simon Petrus, 23 kali sebagai Simon, and 6 kali sebagai Kephas). Sebagai perbandingan, Yohanes hanya disebut sebanyak 48 kali. Archbishop Fulton Sheen pernah menghitung bahwa semua nama rasul digabungkan hanya disebut 130 kali. Semua hal ini menunjukkan keutamaan Rasul Petrus jika dibandingkan dengan rasul-rasul yang lain. ((Stephen K. Ray, Upon this Rock, (San Francisco: Ignatius, 1999), p. 23))
2. Rasul Petrus memegang peran sebagai yang “pertama” di banyak kesempatan. Di awal pemberitaan-Nya, Yesus memilih untuk mengajar orang banyak dari perahu Simon (Luk 5:3). Rasul Petruslah yang berinisiatif untuk berjalan di atas air (Mat 14: 28-31). Rasul Petruslah yang dipilih oleh Tuhan Yesus untuk mengambil koin dari mulut ikan untuk membayar pajak bagiNya dan bagi Petrus sendiri (Mat 17: 24-27). Petruslah yang menerima wahyu dari Allah Bapa sehingga dapat mengenali identitas Yesus sebagai Putera Allah (Mat 16:16).
Yesus mengubah nama Petrus, yang semula bernama Simon, menjadi Kepha/ Petrus yang artinya, “Batu Karang” untuk menunjukkan penugasan yang baru yang diberikan oleh Kristus kepadanya (Mat 16:13- 20)
Walaupun demikian, Petrus juga ditegur oleh Yesus atas pengertiannya yang keliru tentang Mesias (Mat 16:23). Maka kita mengenal sifat dasar Petrus yang pemberani namun sering terlalu cepat bertindak, tanpa berpikir terlalu jauh, seperti terlalu cepat menjanjikan kesetiaan sebagai seorang martir namun kemudian malah menyangkal Yesus tiga kali; walaupun ia akhirnya bertobat (Mat 26:35; Luk 22:57-62). Di lain kesempatan ia terlalu cepat menggunakan pedang untuk memotong telinga Malkus (Yoh 18:10). Namun demikian, sesungguhnya Petrus mempunyai hati yang lembut, dan peka terhadap dosa dan kelemahannya (Luk 5:8; 22:61-62).
Kelemahan Petrus ini tidak mengubah kenyataan bahwa ia tetaplah terhitung sebagai “yang pertama” di antara para rasul. Petrus selalu disebut pertama kali di antara para rasul yang dipilih Yesus, untuk melihat-Nya dimuliakan di atas gunung Tabor (Mrk 9:2-9, 2 Pet 1:18); untuk mempersiapkan Perjamuan Terakhir (Luk 22:8); dan untuk melihat Yesus setelah kebangkitan-Nya (Luk 24:34; 1 Kor 15:5). Petruslah yang secara khusus didoakan oleh Yesus dan diberi tugas untuk menguatkan saudara-saudaranya yang lain (lih. Luk 22:32; Yoh 21:15-17). Segera setelah Yesus naik ke surga, Petrus mengambil alih kepemimpinan para rasul dengan mengambil inisiatif untuk memilih pengganti Yudas yang mengkhianati Yesus (Kis 1:15-26). Setelah Pentakosta, Petrus tampil mewakili para rasul mengkhotbahkan pesan Injil (Kis 1:14-40) yang mengkibatkan 3000 orang untuk dibaptis pada hari itu.
3. Setelah Pentakosta, peran kepemimpinan Petrus-pun jelas terlihat: Petrus mengubah kebiasaan Gereja yang hanya membaptis umat Yahudi, dengan membaptis Kornelius, umat non- Yahudi, beserta seisi rumahnya (Kis 10 dan 11). Paulus pun menemui Petrus (Kepha) dan tinggal bersamanya selama 15 hari (Gal 1:18), selanjutnya Paulus mendatangi Petrus lagi di Yerusalem dengan menjabarkan Injil yang diberitakannya (Gal 2:2) agar usahanya tidak percuma. Rasul Petrus juga membuat keputusan otoritatif di Konsili Yerusalem mengenai sunat (Kis 15). Sesudah Konsili Yerusalem, Rasul Petrus mengadakan perjalanan ke banyak daerah untuk mendirikan gereja-gereja pada daerah kekuasaan Kaisar Roma, untuk menyebarkan Injil ke ujung bumi, sesuai dengan pesan Kristus (lih. Kis 1:8). Akhirnya, ia menuju Roma (yang disebut Babilon 1 Pet 5:12-13) yang dianggap sebagai pusat dunia pada saat itu, untuk juga mendirikan gereja di sana, dan akhirnya wafat sebagai martir, bersama dengan Rasul Paulus.
Dari siapa saja kita mengetahui keutamaan Petrus?
1. Rasul Yohanes.
Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: “Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).” Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: “Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus) (Yoh 1: 40-42).
Di Injilnya yang ditulis sekitar tahun 90-100 (60 tahun setelah kejadian), Rasul Yohanes masih mengingat kejadian tersebut, di mana Yesus memberi nama “Batu Karang” kepada Petrus. Perjanjian Lama mengajarkan kepada kita bahwa perubahan nama sejalan dengan panggilan/ penugasan yang baru dari Allah (lih. Kej 17:5; 32:28; 41:45), dengan demikian Rasul Yohanes mengakui misi Simon yang baru sebagai “Batu Karang.”
2. Rasul Matius
Matius selalu menuliskan Petrus dalam urutan pertama dari keduabelas rasul. Secara khusus, ia menuliskan Pengakuan Petrus (Mat 16: 13-20) yang menunjukkan keutamaan Rasul Petrus.
3. Lukas
Demikian pula dengan Lukas, yang menuliskan Petrus di urutan pertama, misalnya saat menuliskan kisah Yesus dimuliakan di atas gunung (Luk 8: 45: 9: 28, 32), dan para murid mengakui bahwa Kristus telah menampakkan diri kepada Simon (Petrus) (Luk 24:33-34) sesaat setelah kebangkitan-Nya.
4. Markus
Demikian pula Markus, dengan menuliskan bahwa malaikatpun saat memberitakan kebangkitan Yesus menyebutkan nama Petrus secara terpisah, sedangkan para rasul yang lain tergabung dalam “murid- murid-Nya” (Mrk 16:6-7).
5. Rasul Paulus
Dengan mengakui bahwa kepada Petruslah pertama Kristus menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya (1 Kor 15:3-6). Kepada umat di Galatia, Paulus mengatakan bahwa ketika akhirnya ia “berhubungan dengan Gereja” setelah tiga tahun mewartakan Injil, ia menghubungi Rasul Petrus yang disebutnya sebagai ‘Kepha’ (Gal 1:17-18), dan dengan demikian ia mengakui keutamaan Petrus yang adalah “Batu Karang” yang ditunjuk oleh Kristus.
6. Konsili Yerusalem (49-50)
Kis 15 menjabarkan Konsili Yerusalem dimana Rasul Petrus berbicara untuk menyelesaikan konflik yang dihadapi oleh jemaat pada saat itu, yaitu mengenai masalah sunat. Setelah Petrus membuat keputusan yang mengikat semua umat beriman, maka semua umat terdiam, dan menerima keputusan ini. Paulus dan Barnabas kemudian mengisahkan pengalaman mereka, dan Yakobus menjabarkan pelaksanaan praktis yang harus dilakukan sesuai dengan keputusan Petrus. [Maka jika Yakobus membuat khotbah penutup di Konsili Yerusalem, itu disebabkan karena Yakobus adalah uskup Yerusalem, dan bukan karena ia mempunyai keutamaan di atas Petrus. Sebab yang disampaikannya juga hanya mendukung keputusan Petrus, dan bukan ia yang pertama kali membuat keputusan untuk menyelesaikan konflik yang ada].
Kita mengetahui bahwa Konsili Yerusalem mempunyai ciri-ciri seperti Konsili-konsili lainnya dalam sejarah Gereja: a) pertemuan para pemimpin seluruh Gereja; b) penetapan aturan yang mengikat semua umat Kristen, c) bersangkutan dengan hal iman dan moral, d) keputusannya ditulis sebagai pernyataan Gereja, e) Petrus memimpin seluruh kongregasi. ((The Acts of the Apostles, Navarre Bible (Dublin: Four Court Press 1992), 160-161))
7. Rasul Petrus sendiri
Umat Protestan ada yang berpendapat bahwa Petrus bukan pemimpin Gereja, dengan mengutip surat 1 Pet 5:1, di mana Rasul Petrus menyebut dirinya sebagai “teman penatua” (a fellow elder). Namun jika kita membaca ayat- ayat berikutnya, kita melihat bahwa Rasul Petrus mengajar para penatua tersebut dengan otoritas seorang pemimpin. Maka jika Petrus mengatakan sebagai “teman penatua”, ia seperti layaknya presiden sewaktu menyebut rakyatnya sebagai ‘saudara sebangsa dan setanah air’, tentu tidak berarti bahwa sang presiden tidak memiliki otoritas atas rakyatnya. Di sini Petrus menyatakan bahwa ia adalah ‘teman penatua’ untuk mengakui keberadaan mereka sebagai para pemimpin Gereja seperti dirinya, namun tentu Rasul Petrus menyadari atas kepemimpinannya atas mereka, oleh sebab itu ia mengarahkan/ menasihati mereka.
8. Tuhan Yesus Kristus
Dengan memberikan nama “Batu Karang” kepada Petrus dan mengatakan bahwa Ia akan mendirikan jemaat/ Gereja-Nya atasnya (Mat 16: 15-19). Ayatnya sebagai berikut:
Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Jemaat/ Gereja ini akan disertai oleh Kristus sampai akhir jaman,
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
Dengan demikian, Yesus menyatakan bahwa Ia telah memilih Petrus dari antara para rasul-Nya yang lain untuk memimpin Gereja, yaitu dengan memberikan kunci Kerajaan-Nya dan kuasa untuk ‘mengikat dan melepaskan’ (ay. 19). Maka dari ayat ini, setidaknya terdapat empat hal penting, yaitu: a) Petrus sebagai “Batu Karang”; b) Petrus yang kepadanya diberikan kunci Kerajaan Sorga dan diberi kuasa untuk ‘mengikat dan melepaskan’; c) Karena Yesus menjanjikan bahwa Gereja-Nya tak akan dikuasai oleh maut sampai akhir jaman, maka kuasa ‘mengikat dan melepaskan’ tersebut tidak dapat salah, dan berlaku juga pada para penerus Rasul Petrus. d) Yesus hanya mendirikan satu Gereja (bukan gereja-gereja) dalam pimpinan Petrus. Mari kita melihat satu- persatu point ini.
Petrus sebagai “Batu Karang”
“Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Mat 16:18)
RSV: And I tell you, you are Peter, and on this rock I will build my church, and the powers of death shall not prevail against it.
Gereja Katolik mengartikan “Batu Karang” ini sebagai Petrus, yang menerima nama barunya ini karena pengakuan imannya bahwa Kristus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Namun demikian, banyak umat Protestan yang tidak mengartikannya demikian.
- Kalangan Protestan banyak yang mengartikan bahwa dalam bahasa Yunani, dikatakan bahwa Petrus adalah “Petros” dan batu karang adalah “petra“. Dan ini berarti bahwa Petros dan petra tidak sama, karena petros artinya batu kecil dan petra artinya batu besar/ batu karang; sehingga tidak mungkin Yesus mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus (petros), melainkan di atas pengakuan Petrus (petra).
- Dari tata bahasa Yunani: Penggunaan Petros dan petra adalah karena tata bahasa Yunani, yang mengenal masculin dan feminin, yang diterapkan bukan hanya terhadap manusia, namun juga terhadap benda-benda. Jadi, dalam hal ini diterjemahkan “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petros dan di atas petra ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.”Padahal sebenarnya, perbedaan ini disebabkan karena kata Petra tidak dapat digunakan untuk menggantikan nama Petrus, karena kalau demikian sama saja dengan memakai nama Michelle untuk Michael atau Fransiska untuk Fransiskus.
- Namun pada jaman Yesus, bahasa yang dipakai adalah bahasa Aram, sehingga sebenarnyanya Yesus mengatakan, “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Kefas dan di atas Kefas ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Yesus memberikan nama Kefas (Petrus) kepada Simon jauh sebelum pengakuan ini, yaitu pada waktu Yesus bertemu dengan Petrus, dimana Yesus berkata “Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).” (Yoh 1:42).
- Selanjutnya, mari kita tinjau dari kelogisan kalimat: Kalau kita menafsirkan bahwa Petros adalah Petrus dan kemudian Petra adalah pengakuan Petrus, maka akan terlihat tidak logis, sebab bunyinya kira-kira menjadi seperti berikut ini:Yesus berkata kepada Petrus: “Engkau adalah Petrus dan di atas pengakuanmu Aku akan mendirikan Gereja-Ku…”Dua kalimat tersebut tidak berhubungan. Dan kalau kita melihat dari bahasa Greek, dikatakan “Aku pun (memakai “kai“) berkata kepadamu, “Engkau adalah Petrus, dan (memakai kata “taute” (this very)) di batu karang ini, Aku akan mendirikan Gereja-Ku”. Kai (dan) mengindikasikan bahwa kata benda yang dipakai harus merujuk kepada kata benda sebelumnya. Perhatikan, bahwa yang digunakan adalah kata dan, bukannya tapi. Jadi hal yang sedang dibicarakan adalah hal yang sama, yaitu Batu Karang (Kepha/ Petrus), yang sejak saat itu menjadi nama baru bagi Simon, sehingga ia tidak lagi dipanggil Simon, tetapi Petrus.
W.F. Albright, seorang ahli Kitab Suci Protestan yang dikenal secara internasional sebagai “the dean of biblical studies” menulis demikian, “… Tidak ada bukti bahwa Petrus atau Kepha adalah sebuah nama sebelum jaman Kristen…. Petrus sebagai Batu Karang akan menjadi pondasi dari komunitas di kemudian hari. Yesus… di sini memakai bahasa Aram, bukan Ibrani… Seseorang harus membuang interpretasi yang menyatakan bahwa ‘batu karang’ ini merupakan pengakuan iman Petrus atau pengakuannya akan kemesias-an Yesus. Untuk mengabaikan keutamaan Petrus di antara para murid pada jemaat perdana adalah sebuah pengingkaran suatu bukti…..” ((W.F. Albright dan C. S. Mann. The Anchor Bible: Matthew (Garden City, NY: Doubleday & Co., 1971), p. 195))
Albright tidak sendirian dalam mengungkapkan interpretasi ini, sebab banyak ahli kitab suci Protestan lainnya, yang juga mengakui bahwa Petruslah Batu Karang yang dimaksud dalam pernyataan Yesus ini. Silakan klik di sini untuk membaca pengajaran mereka, antara lain Oscar Cullmann (Lutheran), Eduard Schweizer, Francis W. Beare dan Thomas G. Long (Reformed), D.A Carson, Herman Ridderbos, Caig Blomberg, Craig Keener (Evangelis Protestan), R. T France (Anglikan).
Senada dengan Albright, Cullmann menuliskan, “Tapi apa yang dimaksudkan oleh Yesus ketika mengatakan: “Di atas Batu Karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku?” Ide para Reformer bahwa Ia [Yesus] mengacu kepada iman Petrus adalah sangat tidak terbayangkan (inconceivable)…. Sebab tidak ada referensi yang mengacu kepada iman Petrus. Yang ada, paralel/ perbandingan antara “Kamu adalah Batu Karang” dan “di atas Batu Karang ini Aku akan membangun” menunjukkan bahwa Batu Karang yang kedua adalah sama dengan Batu Karang yang pertama. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Yesus mengacu kepada Petrus, yang kepadanya Ia telah memberi nama Batu Karang. Ia telah menunjuk Petrus… Dalam hal ini exegesis Gereja Katolik benar, dan semua usaha gereja Protestan untuk menghapuskan interpretasi ini harus ditolak.” ((Oscar Cullmann, dalam artikel “Rock” (petros, petra) trans. and ed. by Geoffrey W. Bromiley, Theological Dictionary of the New Testament (Eerdmans Publishing, 1968), volume 6, p. 108))
Maka di sini kita melihat, bahwa dengan memberi nama “Batu Karang” kepada Simon, maka Ia memberikan kepada Petrus identifikasi yang sangat penting, yang bahkan mengacu kepada diri-Nya sendiri (lih. 1 Kor 10:4). Namun ini tidaklah aneh, sebab memang Yesus mengidentifikasikan Gereja-Nya sebagai Tubuh-Nya sendiri dan Ia adalah Kepalanya (lih. Ef 5:22-33).
Petrus sebagai pemegang Kunci Kerajaan Allah dan diberi kuasa “mengikat dan melepaskan”
1. “Kunci” yang diberikan di sini maksudnya adalah kuasa untuk memimpin dan mengatur Kerajaan Sorga. Dan karena Kerajaan Sorga yang ada di dunia ini adalah Gereja, maka Rasul Petrus (dan para penggantinya) diberi kuasa untuk memimpin Gereja. Karena Gereja direncanakan oleh Yesus untuk terus eksis sampai akhir jaman (Mat 16:18; 28:19-20), maka kuasa memimpin ini diberikan juga kepada para penerus Rasul Petrus.
Di Perjanjian Lama, tugas “pemegang kunci” ini telah digambarkan oleh Elyakim (Yes 22) yang diberi tanggungjawab untuk memegang kunci Rumah Raja Daud, sebagai pengatur rumah tangga, yang menjadi simbol kekuasaan Kerajaan Yehuda, “Maka pada waktu itu Aku akan memanggil hamba-Ku, Elyakim bin Hilkia: Aku akan mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat pinggangmu akan Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan Kuberikan ke tangannya; maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda. Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.” (Yes 22:20-22)
Dengan diberikannya kuasa ini kepada Elyakim, tentu bukan berarti Elyakim menjadi “lebih tinggi daripada” Raja Daud. Pemberian kunci ini hanya dimaksudkan agar Elyakim menjadi pengurus, pengajar bagi kerajaan raja Daud tanpa ia menjadi lebih tinggi dari Raja Daud. Di PB, oleh Yesus, Sang Raja keturunan Daud, kerajaan Yehuda disempurnakan menjadi Gereja-Nya yang dibangun di atas Rasul Petrus (Mat 16:18-19). Dengan analogi yang sama, kuasa yang diberikan oleh Yesus kepada Rasul Petrus juga tidak membuat Petrus lebih tinggi daripada Yesus. Sebab biar bagaimanapun, Yesus tetaplah Sang Pemilik kunci yang menguasai kunci itu. Pada PL tugas mengatur rumah tangga kerajaan Daud diberikan kepada Elyakim, sedangkan pada PB, tugas mengatur Kerajaan Allah (yaitu Gereja) diberikan kepada Rasul Petrus dan para penerusnya.
Maka istilah ‘kunci’ ini adalah untuk menggambarkan pemberian kuasa yang penuh dan otoritas/ kuasa yang penuh, absolut dan tertinggi yang diberikan kepada Petrus -tentu setelah Kristus sendiri. Jadi “kunci” ini bukanlah hanya berarti kunci pintu masuk saja (pembuka pintu bagi orang-orang yang belum mengenal Kristus untuk mengimani-Nya), tetapi seluruh kunci bagi semua pintu rumah/ Kerajaan Allah tersebut, yang menyangkut seluruh kepemimpinan umat beriman. Tugas ini kemudian dijalankan oleh Magisterium (Paus dan para uskup dalam persekutuan dengan Paus), yaitu tugas/ wewenang untuk mengikat atau melepaskan dalam hal pengajaran iman dan moral (Mat 16:19; 18:18).
2. Menurut ajaran para Bapa Gereja yang akan dibahas di artikel berikutnya, kuasa “mengikat dan melepaskan” adalah kuasa mengajar dan kuasa untuk mengampuni dosa (Mat 16:19). Menurut Suarez, seorang Teolog Scholastik yang menggabungkan ajaran St. Gregorius dan St. Maximus, kuasa memegang kunci ini meliputi tiga hal, yaitu kuasa memberikan sakramen- sakramen, kuasa memimpin/ mengatur dan kuasa untuk mendefinisikan ajaran iman dan moral. ((lihat Suarez, De Poenit., disp xvi.)) Jadi di sini “kunci” bukan sesuatu yang dibagi-bagikan sama rata kepada semua pengikut Kristus. Interpretasi “kunci” di PB harus dilihat dalam konteksnya seperti di PL, sebab di PL pemberian kunci kerajaan Yehuda hanya diberikan kepada Elyakim, maka di PB, juga hanya kepada Rasul Petrus. Sedangkan karena Yesus menginginkan agar Kerajaan-Nya/ Gereja-Nya terus bertahan sampai akhir jaman (Mat 28:19-20), maka pemberian “kunci”/ wewenang ini berlangsung terus sampai kepada para penerus Petrus. Dan karena secara prinsip: yang diberi wewenang selalu tidak pernah mengatasi Yang Memberi wewenang, maka Petrus (dan penerusnya) yang diberi wewenang tidak akan pernah menjadi lebih tinggi daripada Kristus Sang Pemberi wewenang. Sebab apapun yang ditetapkan oleh Petrus adalah yang menjadi ketetapan Kristus. Petrus hanya menjalankan tugas, sesuai dengan wewenang yang diberikan kepadanya.
Flavius Josephus, seorang ahli sejarah di abad ke -1 menuliskan bahwa umat Yahudi pada saat itu memahami istilah “mengikat dan melepaskan” sebagai otoritas untuk mengatur, yang mengikat atau melepaskan masyarakat dari suatu kewajiban, untuk menghukum atau untuk mengampuni, dan untuk menentukan sesuatu sebagai sesuatu yang sah atau tidak sah. Kuasa ‘mengikat dan melepaskan’ ini diberikan oleh Ratu Alexandra (76-67 BC) kepada kaum Farisi. Kuasa inilah yang sering menjadi pertentangan antara para Rabi golongan Shamma dan Hillel, pada jaman Yesus, karena yang diikat oleh golongan yang satu dilepaskan oleh yang lain, demikian sebaliknya. Di sini Josephus tidak meragukan bahwa maksud ungkapan ‘mengikat dan melepaskan’ itu berkaitan dengan otoritas. ((Stanley L. Jaki, The Keys of the Kingdom (Chicago: Franciscan Herald Press, 1986), p.43)) Maka Yesus mengakhiri kesimpangsiuran ini dengan memberikan otoritas yang benar kepada Petrus, yang dipercayakan untuk memimpin Gereja-Nya.
3. Sebenarnya pemberian “kunci” dan wewenang selama pemimpin pergi sejenak, merupakan sesuatu yang wajar. Kita di duniapun menerapkannya, jika seorang pemimpin perusahaan bepergian selama beberapa waktu, maka ia akan memberikan kuasa kepada wakilnya yang akan berkuasa mengatur selama ia pergi. Hal yang sama terjadi pada Mat 16:13-19. Yesus memberikan kuasa kepada Petrus (dan para penerusnya), karena Ia menyadari tak bisa selamanya berada di dunia secara fisik untuk memimpin umat-Nya.
Kuasa ‘mengikat dan melepaskan’ yang bersifat tidak mungkin salah (infallible)
Kuasa infalibilitas yang diberikan Kristus kepada Petrus dan para penerusnya adalah berdasarkan perkataan Yesus, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:19) Karisma infalibilitas ini diberikan oleh Tuhan Yesus untuk melindungi Gereja dari kesalahan dan perpecahan, yang menghantar Gereja kepada “alam maut” (ay. 18). Tanpa kuasa wewenang mengajar yang dijamin tidak salah ini, maka Gereja tidak mempunyain patokan yang pasti dalam hal ajaran iman dan moral. Jika demikian halnya, maka kebenaran menjadi sesuatu yang relatif dan tiap pribadi dapat mengklaim pemahamannya yang paling benar, lalu memisahkan diri dari kesatuan Gereja, dan ini tidaklah dikehendaki oleh Kristus, sebab Ia menghendaki agar Gereja-Nya selalu bersatu (lih Yoh 17:20-23).
Maka yang dibicarakan dalam hal infalibilitas ini bukanlah mencakup segala sesuatu tentang diri Petrus dan para penerusnya; dan bahwa mereka tidak mungkin salah sebagai manusia. Ini adalah pandangan yang sangat keliru! Contoh yang sering diajukan untuk menyanggah infalibilitas Petrus adalah kisah Paulus yang pernah menentang Rasul Petrus karena kesalahannya (Gal 2: 11-14). Namun yang salah di sini bukanlah ajaran Petrus, tetapi sikapnya yang tidak konsisten dalam menerapkan keputusan Konsili Yerusalem perihal menyikapi kesamaan kedudukan umat yang bersunat dan tidak bersunat. Maka hal ini bukan bukti yang menentang infalibilitas. Sebab sebagai manusia Petrus (dan para penerusnya) bisa salah, namun yang tidak bisa salah di sini hanya ketika ia sedang menjalankan perannya sebagai Petrus, pemimpin Gereja, pada saat ia mengumumkan ajaran iman dan moral secara definitif yang berlaku untuk seluruh Gereja.
Karisma infalibilitas ini tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya dalam hal iman dan moral, yaitu pada saat mereka mengajarkan dengan tindakan definitif, seperti yang tercantum dalam Dogma dan doktrin resmi Gereja Katolik. Maksud infalibilitas di sini adalah Yesus memberikan kuasa kepada Petrus dan para penerusnya untuk memberikan pengajaran yang tidak mungkin salah dalam hal iman dan moral, yang merupakan ketentuan yang ‘mengikat’ manusia di dunia dan kelak diperhitungkan di sorga.
Kepemimpinan dan Karisma infalibilitas ini diberikan juga kepada para penerus rasul Petrus
Mungkin ada umat Protestan yang beranggapan bahwa kuasa memimpin Gereja dan karisma infalibilitas ini hanya diberikan kepada Petrus saja, tetapi tidak kepada para penerusnya. Namun ini sungguh tidak masuk akal, karena Kristus berjanji akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman. Jika para rasul dan Gereja awal saja memerlukan pemimpin, apalagi Gereja-Nya di kemudian hari! Sebab, banyak dari jemaat awal mendengar pengajaran langsung dari Kristus sendiri dan para rasul-Nya namun, setelah para rasul wafat, maka Gereja bahkan semakin membutuhkan adanya otoritas kepemimpinan yang dapat menjaga kemurnian ajaran-ajaran mereka agar dapat diturunkan dengan baik tanpa ‘dikorupsi’.
Maka jika Yesus memberikan kuasa untuk “mengikat dan melepaskan” tersebut kepada para rasul (Mat 18:18), namun Rasul Petrus menerima karisma ini secara pribadi pada saat Tuhan Yesus memberikan kepadanya “kunci” kerajaan surga. Tuhan Yesus mengetahui pentingnya otoritas ini, dan karena itu, tidak mungkin Yesus memberikan kuasa ini kepada Petrus dan para penerusnya, tanpa jaminan bahwa Ia akan menghindarkan mereka dari mengajarkan ajaran yang sesat pada saat mereka menjalankan tugas mereka sebagai gembala Gereja.
Yesus hanya mendirikan satu Gereja, dan Gereja-Nya ini adalah yang dipimpin Petrus
Pada Mat 16:18, Yesus mengatakan akan mendirikan Gereja-Nya (bukan gereja- gereja), dan ini sejalan dengan pengajaran-Nya di ayat-ayat yang lain misalnya:
“Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” (Yoh 10: 16)
“Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.” (Luk 22: 31-32)
“Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.”
Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: /”Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Sejak awal Yesus bermaksud mendirikan hanya satu Gereja, dan Ia telah memilih Petrus sebagai pemimpinnya. Ia sudah menyadari bahwa Petrus akan jatuh menyangkal Dia, namun Ia juga mengetahui bahwa sesudah itu, Petrus akan insaf. Yesus secara khusus mendoakan Petrus supaya ia dapat bangkit untuk menguatkan para murid yang lain. Di sini Yesus menugasi Petrus untuk menjadi pemimpin, yang menggembalakan kawanan murid-Nya yang lain. Maka Yesus tidak pernah bermaksud untuk mendirikan Gereja yang dikoyakkan oleh banyak perpecahan dan persaingan antar denominasi. Ia juga tidak mungkin menginginkan adanya “kesatuan yang tidak kelihatan”, sebab hanya kesatuan yang kelihatan-lah yang dapat dilihat oleh dunia. Jika di suatu komunitas Kristen yang terkecil sekalipun membutuhkan seorang pengajar, pemimpin dan pemersatu, seperti halnya peran ayah dalam keluarga, maka menjadi sangat nyata bahwa Gereja di seluruh dunia memerlukan seorang pemimpin. Kristus sepenuhnya mengetahui akan hal ini, sehingga Ia menunjuk Petrus sebagai pemimpin Gereja-Nya di dunia untuk menggembalakan kawanan umat pilihan-Nya (lih. Yoh 21:15-17).
Jika otoritas kepemimpinan di Gereja ini diabaikan, maka yang terjadi adalah perpecahan gereja, dan ini sudah terbukti sendiri dengan adanya banyak sekali denominasi Protestan (sekitar 28.000). Perpecahan ini umumnya dimulai dengan ketidaksesuaian pemahaman dalam hal doktrin baik iman maupun moral antara para pemimpin gereja Protestan, dan karena tidak ada otoritas yang mengaturnya, masing-masing bebas memisahkan diri dan mendirikan denominasi yang baru.
Gereja sebagai pilar kebenaran
Gereja yang dipimpin oleh Petrus dan para penerusnya yang mengajarkan ajaran yang tidak mungkin salah itulah yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus ketika mengatakan demikian, “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat [Gereja] dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1 Tim 3:15). Demikianlah, kita ketahui bahwa memang Gerejalah yang melanjutkan secara turun temurun ajaran Kristus dan para rasul, baik yang lisan (dalam Tradisi Suci) dan yang tertulis (dalam Kitab Suci). Kita tidak dapat menyangkal fakta bahwa Magisterium Gereja Katolik-lah yang menentukan kanon Kitab Suci di abad ke 4 melalui Tradisi Suci, sehingga umat Kristiani sekarang mempunyai Kitab Suci.
Sebagai umat Katolik, kita sudah selayaknya bersyukur kepada Tuhan, atas janji Tuhan yang telah dibuktikannya selama lebih dari 2000 tahun ini, bahwa Gereja-Nya yang dipimpin oleh Petrus dan para penerusnya, selalu mengajarkan Kebenaran, sehingga dapat terus bertahan dalam kesatuan, dengan Kristus sebagai Kepalanya.
“Syukur bagi-Mu ya Tuhan, atas karunia kepemimpinan Petrus dan para penerusnya dalam Gereja Katolik. Bantulah kami agar dapat selalu hormat dan taat kepada pengajaran mereka, sebagai tanda hormat dan ketaatan kami kepada-Mu yang telah memilih mereka. Amin.”
[Bersambung ke artikel Keutamaan Petrus (2): Bukti sejarah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma]
Syalom.
Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada tim katolisitas atas pelayanannya memperkenalkan iman dan ajaran Gereja Katolik Roma. Banyak pengetahuan tentang iman dan ajaran Gereja Katolik Roma yang saya dapatkan dari website ini.
Dalam tulisan ini ada beberapa hal yang saya ingin tanyakan mengenai Suksesi Pathriakh Agung Anthiokhia selaku penerus Rasul Petrus. Mengapa keutamaan Rasul Petrus hanya tertuju pada Pathriakh Agung Roma selaku penerus Rasul Petrus padahal Pathriakh Agung Anthiokhia pun juga mewarisi jalur suksei apostolik Rasul Petrus? Apakah pada Pathriakh Agung Anthiokhia selaku penerus Rasul Petrus juga mewarisi kuasa menggembala secara universal, kuasa memutus-sambungkan, kuasa kunci Kerajaan Surga? Jika ‘ya’ kenapa dan jika ‘tidak’ mengapa.
Untuk perhatian dan jawaban yang diberikan saya mengucapkan terima kasih. Tuhan memberkati.
Shalom Antonio Mario,
Pertanyaan serupa pertanyaan Anda sudah pernah ditanyakan, dan sudah pula kami tanggapi, di Tanya Jawab ini, silakan klik. Silakan membaca artikel tersebut terlebih dahulu.
Sesungguhnya, dari tulisan para Bapa Gereja sejak abad-abad awal-lah kita mengetahui adanya keutamaan Gereja Roma, jika dibandingkan dengan Gereja-gereja lainnya, walaupun sama-sama didirikan oleh para rasul. Jika Anda tertarik untuk membaca lebih lanjut tentang keutamaan Rasul Petrus dan Gereja Roma, sebagaimana dapat dibaca dari bukti tulisan Bapa Gereja abad awal, silakan membaca artikel ini:
Keutamaan Petrus (4): Menurut Dokumen Awal Gereja
Keutamaan Petrus (5): Dalam Gereja di Lima Abad Pertama
Selanjutnya, kuasa “mengikat dan melepaskan” yang diberikan Yesus kepada para Rasul, memang diberikan juga kepada para rasul selain Petrus (lih. Mat 18:18), namun kuasa itu tentu untuk dilakukan bersama-sama sebagai kesatuan dengan Rasul Petrus yang memimpin mereka. Sedangkan tentang kunci-kunci kerajaan Surga, hanya diberikan kepada Rasul Petrus. Pemberian kunci tersebut, dalam Kitab Suci mengacu kepada seorang yang ditunjuk sebagai pemimpin yang bertanggungjawab mengurus rumah tangga dalam kerajaan, sebagaimana dalam zaman kerajaan Daud, hal ini dipercayakan kepada Elyakim (lih. Yes 22). Maka “pemegang kunci” ini hanya satu orang dan tak dapat diinterpretasikan diberikan kepada beberapa/banyak orang, atau bahkan kepada semua orang, sebab bukan pengertian macam ini yang disampaikan dalam Kitab Suci. Tentang hal apakah arti kunci Kerajaan Surga dan kuasa mengikat dan melepaskan, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom Lisa,
Saya tertarik untuk menanggapi pernyataan Lisa di atas. Semoga admin Katolisitas mengijinkan.
Berikut pernyataan Lisa:
“KRISTUSLAH yang Menjadi DASAR PONDASI IMAN KRISTIANI
Saya adalah pengikut KRISTUS, bukan pengikut Petrus, bukan pengikut Bunda Maria, bukan pengikut Paus
Hanya KRISTUS”
Tanggapan saya:
Saya sangat setuju dengan pernyataan Lisa di atas. Bahwa saya yg beragama Kristen (pengikut Kristus) yang bernaung dibawah arahan Gereja Katolik Roma, juga melandaskan iman saya pada Kristus Yesus. Bukan pada Bunda Maria, para paus, atau para kudus di surga. Atau pada St. Petrus maupun St. Paulus sekalipun.
Tetapi saya ingin menegaskan bahwa seluruh umat Katolik Roma pun, dengan lantang dan bulat menyatakan bahwa mereka juga adalah PENGIKUT KRISTUS, sama seperti yg saudari Lisa nyatakan di atas. Bahkan Bunda Maria, St. Petrus, para paus, para sato/a juga dengan sangat jelas dan tegas menyatakan iman mereka di depan publik bahwa landasan iman mereka diletakan pada Kristus Yesus Tuhan. Dan hal ini tidak hanya di bibir saja, melainkan sudah terbukti dengan darah kemartiran mereka yg tercurah karena mempertahankan iman mereka akan Yesus Tuhan.
Dan mereka sedikitpun tidak pernah menjadikan diri mereka sebagai pengganti Krustus Yesus untuk diikuti oleh umat Katolik. Justru mereka mereka berjuang keras salama hidup mereka supaya nama Kristus Yesus dimuliakan. Dan ini terwujud dalam sikap hidup yg mereka praktekkan selama mereka hidup. sikap hidup inilah yg MENGINSPIRASIKAN seluruh umat Katolik untuk BELAJAR dari KETELADANAN KESETIAAN KEPADA KRISTUS TUHAN yg telah mereka praktekkan.
Dan menurut saya, tidak ada salahnya jika kita yg mengaku sebagai PENGIKUT KRISTUS menjadikan mereka sebagai TELADAN IMAN KEPADA KRISTUS. Karena berdasarkan pengalaman saya, dengan belajar dari Para kudus atau Santo/a dalam perjuangan mereka untuk mempertahankan iman akan Yesus Tuhan, saya sangat terbantu untuk semakin beriman kepada Yesus Tuhan.
Bahkan kita juga dapat mohon bantuan para kudus di surga supaya mereka membantu MENDOAKAN KITA KEPADA KRISTUS TUHAN supaya kita dikuatkan dalam menghadapi segala macam tantangan dan cobaan dari dunia ini.
Mungkin akan muncul pertanyaan lebih lanjut seperti,
Ngapain kita berdoa susah-susah kepada santo/a atau para kudus di surga? Berdoa saja langsung kepada Kristus Tuhan!! Karena hanya Allah saja yg mengabulkan semua permohonan umat beriman.
Memang benar bahwa HANYA ALLAH saja yang mengabulkan semua permohonan umat beriman. Akan tetapi, kami umat Katolik juga percaya akan peran para kudus atau santo/a dalam membantu umat beriman yg masih menggembara di dunia. Kongkritnya seperti apa? Ingat tawar menawar antara Allah dengan Abraham (Kej 18:23-33).
Kej 18:23 Abraham datang mendekat dan berkata: “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?
Kej 18:24 Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu?
Kej 18:25 Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?”
Kej 18:26 TUHAN berfirman: “Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.”
Kej 18:27 Abraham menyahut: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.
Kej 18:28 Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?” Firman-Nya: “Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana.”
Kej 18:29 Lagi Abraham melanjutkan perkataannya kepada-Nya: “Sekiranya empat puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh itu.”
Kej 18:30 Katanya: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan berbuat demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana.”
Kej 18:31 Katanya: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh itu.”
Kej 18:32 Katanya: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu.”
Kej 18:33 Lalu pergilah TUHAN, setelah Ia selesai berfirman kepada Abraham; dan kembalilah Abraham ke tempat tinggalnya.
Dari sini jelas sekali peranan bapa Abraham sebagai orang benar dihadapan Allah, berkat “bujukan” atau permohonannya, Allah berkenan untuk memberikan sejumlah keringanan akan syarat yg diajukan oleh bapa Abraham yg tidak lain bertujuan supaya umat beriman luput dari murka Allah. Peran yg dimaikan oleh bapa Abraham ini juga yg dimainkan atau dilakukan oleh para kudus atau Santo/a saat kita mehon bantuan mereka dalam doa kepada Allah. Dengan harapan, berkat doa mereka, Allah berkenan mengabulkan permohonan kita umat beriman walaupun mungkin karena kedosaan kita, menjadikan kita tidak layak untuk menerima belas kasih Allah. Ingat, ada nas yg bekara “doa orang benar, besar kuasanya.”
Mohon koreksi dari Katolisitas,
Terimakasih, God Bless Us, Amen
Dear katolisitas,
terima kasih atas pembahasannya, saya pernah diskusi dengan seorang teman mengenai hal ini dan berikut adalah tanggapannya. Saya sharingkan di sini karena saya pun ingin tahu apa jawaban dari sanggahannya.
5 Poin Alasan Penolakan Gereja Orthodox bahwa Batu Karang (dalam bahasa aslinya Petra) dalam Injil Matius 16 : 18 dirujukkan kepada Petrus.
1. Tak sesuai dengan Iman Gereja Perdana, Para Bapa Gereja Perdana telah menjelaskan iman mereka yang sampai saat ini masih sama dengan iman Gereja Orthodox yakni Batu karang bukanlah pribadi Petrus melainkan Pengakuan Petrus.
“Kemudian, Iman adalah dasar Gereja, sebab hal itu tidak dikatakan pada daging Petrus, namun pada imannya, bahwa gerbang-gerbang Hades tidak akan menguasainya. Namun Pengakuan Imannya telah mengalahkan Hades.”
[St.Ambrosius dari Milan. 337 – 397 AD.The Sacrament Of The Incarnation Of Our Lord. IV:32-V:35]
2. Batu Karang dalam Injil matius itu dituliskan oleh Rasul Matius dengan penggunaan kata Feminim Petra, yang tak mungkin merujuk pada Pribadi Petrus yang adalah Pria. Secara kosakata, kata Petra dan Petros sekalipun memiliki wujud yang sama yaitu karang namun memiliki makna detail yang berbeda, Petros sebagai karang kecil dan Petra sebagai batu karang yang besar.
3. Jika Katolik Roma merujukkan pendapatnya pada pernyataan Yesus dalam bahasa aram (“Kepha” yang tak memiliki gender), apakah kemudian Katolik Roma menyatakan “Petra” dalam Injil Matius adalah Keteledoran Rasul Matius dalam menulis Injil yang seharusnya dituliskan “Petros”, sehingga dapat mengacu pada pribadi Petrus???
4. Bukankah Roh Kudus yang mengilhami Rasul Matius, jika Rasul Matius dapat salah menulis Injil, apakah kemudian Roh Kudus Yang memberikan wahyu kepada Rasul Matius itu untuk menuliskan Kepha menjadi Petra itu dikatakan dapat salah?
5. Jika Roh Kudus dapat salah, artinya Apakah Katolik Roma menyangkali bahwa Roh Kudus itu Tuhan?
Shalom Anonymous,
Tentang ‘Petros’ dan ‘Petra’ sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Para Bapa Gereja sejak awal mengartikan “Petros” dan “Petra” dalam Mat 16:18 sebagai Rasul Petrus dan (oleh karena) pengakuan iman Petrus. Silakan membaca kutipan ajaran- ajaran para Bapa Gereja di lima abad pertama, silakan klik.
Anda mengutip satu tulisan St. Ambrosius, yang seolah mendukung pandangan Anda, bahwa St. Ambrosius mengajarkan bahwa “Petrus” itu untuk diartikan sebagai pengakuan iman Petrus, dan bukan Rasul Petrus itu sendiri. Namun sesungguhnya di tulisan- tulisan-nya yang lain, St. Ambrosius juga mengakui keutamaan Rasul Petrus, dan mengakui Paus sebagai uskup Roma sebagai gembala Gereja universal. Jadi sebenarnya St. Ambrosius (dan juga St. Agustinus) mengajarkan bahwa Petrus itu adalah untuk diinterpretasikan secara literal sebagai Rasul Petrus (yang atasnya Tuhan Yesus mendirikan Gereja-Nya), dan secara allegoris sebagai pengakuan iman Petrus yang kokoh.
Berikut ini adalah beberapa kutipan tulisan St. Ambrosius:
Bersama Sabinus, Bassian dan para uskup lainnya, St. Ambrosius menulis kepada Paus Siricius, tahun 389, demikian:
Akhirnya, kami sebagai umat Katolik juga mengakui bahwa tentu saja Roh Kudus yang mengilhami penulisan Injil Matius, dan Rasul Matius tidak teledor pada saat menuliskan Injil. Di sana memang tepat jika ditulis ‘Petros’ dan ‘Petra’, sebagaimana tertulis demikian. Dengan demikian Gereja Katolik mengakui bahwa Roh Kudus tidak dapat salah, dan Gereja Katolik tidak menyangkal bahwa Roh Kudus itu Tuhan.
Semoga ulasan ini juga dapat menjadi masukan buat Anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- Katolisitas.org
Shalom katolisitas,
Beberapa waktu yang lalu saya berpikir mengenai santo Petrus, dia dipilih menjadi pemimpin umat Allah, tetapi dia pernah menikah, jadi kalau jadi pastur apakah jika dahulu pernah menikah boleh jadi pastor?
Kemudian beberapa waktu yang lalu seorang teman saya mengatakan bahwa pada zaman dahulu, sebelum ditetapkan secara hukum kanonik, pastor, uskup boleh menikah dan punya anak, apakah itu benar? Apakah ada masa di mana para pastor dan imam boleh menikah dan diizinkan Gereja?
Yang terakhir, benarkah pernah ada seorang wanita yang pernah menyamar menjadi laki-laki untuk menggantikan kakaknya menjadi imam dan akhirnya, tanpa diketahui ia akhirnya diangkat menjadi seorang Paus dan Paus yang berkuasa setelahnya menghapus jejak sejarahnya? Tentang cerita paus johanna benarkah itu? Saya tidak terima begitu saja ada yang mengatakan demikian, kepercayaan saya terluka mendengar ada yang bilang demikian, saya tidak mau percaya itu, karena melanggar kodrat…tetapi, saya ingin tahu tentang tanggapan Gereja Katolik mengenai itu, benarkah hal itu pernah terjadi?
Mohon penjelasannya agar saya jangan dibodohi oleh gosip tidak sedap semacam itu…
Terima Kasih…
Shalom,
Monica
[dari katolisitas: silakan membaca ini – silakan klik, diskusi mulai dari sini – klik ini, dan tentang Popess Joan klik ini]
Masalah Simon Kefa atau Petrus bukan satu satu sebagai GEREJA yang dipatok secara Dogma, tapi Yesus berkata jadikanlah semua bangsa muridKu ini JUGA amanat agung kepada MURID MURIDNYA murid lain juga mendapat Amanat agung, kalau hanya Petrus dikatakan pemegang Kunci Kerajaan di Surga jadi Murid yang lain GMANA>>>????
Gak masuk Surga kah???
Dogma gereja yang melakukan / menciptakan pemikiran itu hanya Eklusif namanya buat gereja Katolik dan ini bertentangan dengan amanat Agung
CEK http://www.youtube.com/user/soreshmessianic?blend=22&ob=5#p/u/5/UCvHVw6nxCg
Shalom Antares,
Terima kasih atas tanggapannya. Kalau anda tidak mempercayai bahwa Kristus mendirikan Gereja di atas rasul Petrus (lih. Mat 16:16-19) seperti yang juga telah diterangkan di atas, maka silakan untuk memberikan argumentasi. Amanat Agung di Mat 28:19-20 tidak bertentangan dengan Mat 16:16-19. Bahwa Yesus memberikan perintah untuk memberitakan kabar gembira, menjadikan seluruh bangsa menjadi murid Kristus dan membaptis mereka memang benar, namun dalam amanat agung ini, Yesus tidak pernah memberikan kunci Kerajaan Sorga kepada semua orang. Bandingkan dengan Mat 16:16-19, di mana Kristus memberikan kunci Kerajaan Sorga kepada Petrus. Jadi, pemberian kunci Kerajaan Sorga ini bukanlah karangan Gereja Katolik, namun Gereja Katolik hanyalah mentaati apa yang diperintahkan Kristus. Dengan kuasa ini, maka Petrus dan penerusnya (para Paus) menjadi pemersatu, baik secara ajaran maupun administrasi dan Yudikatif. Silakan melihat dan menganalisa mengapa terjadi 28,000 denominasi Kristen non-Katolik yang mempunyai pengajaran yang berbeda-beda. Dari sini, kita dapat menggali bahwa salah satu masalahnya adalah karena tidak ada otoritas. Silakan membaca artikel mengapa kita memilih Gereja Katolik di sini – silakan klik. Apakah yang dimaksud dengan Petrus diberi kunci Kerajaan Sorga? Silakan membacanya pada artikel di atas bagian ini – silakan klik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian Kunci Kerajaan Sorga kepada Petrus dan diteruskan oleh para Paus, memungkinkan amanat agung dapat berjalan dengan baik, karena dengan adanya otoritas, maka Gereja Katolik dapat menyampaikan warisan iman dari satu generasi ke generasi yang lain secara murni dan konsisten. Semoga jawaban ini dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syaloom,
Pengasuh ijinkan saya ikut nimbrung dalam topik ini.
Saya ikut diskusi ini dengan cuplikan dalam doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri (Allah Putra) di Mat 6:10 yaitu : “datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga”
Mari kita bahas satu anak kalimat doa “datanglah Kerajaan-Mu”, Mu dalam doa tersebut selama ini kami orang Katolik meyakini adalah Allah Bapa, dan kami meyakini bahwa Kerajaan Allah Bapa di Surga adalah hanya “satu” dan mutlak tidak ada Kerajaan Allah lain di Surga.
Kemudian anak kalimat “jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga”, yang mempunyai arti bahwa Yesus berkehendak bahwa kondisi bumi seperti di Surga.
Maka apabila kita mengacu pada Kerajaan-Mu, Yesus juga menginginkan Kerajaan Allah di bumi juga hanya “satu” seperti di Surga, dan dalam Gereja Katoliklah, Kerajaan Allah di bumi ini terwujud, karena tidak terpecah-belah dan tetap dalam satu ajaran sejak awal.
Maaf saya tidak bisa menguraikan panjang lebar yang ada dalam benak pikiran saya.
Tuhan memberkati kita semua !
Shalom Petrus,
Terima kasih atas komentarnya. Persatuan umat beriman memang dapat kita hubungkan dengan doa Bapa Kami, yaitu petisi ke-tiga “Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam Sorga”. Kalau di dalam Sorga ada kebahagiaan sejati dan persatuan sejati antara Kristus dan seluruh umat Allah dan kalau Kristus adalah Kepala Gereja dan Tubuh Mistik Kristus adalah Gereja Katolik, maka memang kehendak Tuhan di dunia ini adalah agar umat Allah dapat bersatu dalam kawanan-Nya. Persatuan umat beriman juga merupakan doa dari Yesus di Yoh 17, yang dipanjatkan-Nya sebelum Dia menderita sengsara. Oleh karena itu, mari, dalam kapasitas kita masing-masing, kita berusaha agar dapat terjadi kesatuan umat beriman. Lebih lanjut tentang arti dari petisi ke-tiga dari doa Bapa Kami dapat dilihat di sini – silakan klik, dan silakan melihat Kompendium Katekismus Gereja Katolik no: 590-591 dan Katekismus Gereja Katolik no:
2816-2827. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Mengapa St. Petrus dan St. Paulus begitu penting sekali kepada gereja awal kita? Apakah role mereka pada waktu itu?
Shalom Stan,
Ijinkan saya membantu memberikan jawaban. Santo Petrus adalah murid Yesus yang pertama, diberiNya nama khusus “Batu Karang”, kepada siapa Tuhan mempercayakan Gereja-Nya untuk digembalakan dan yang atasnya Kristus mendirikan Gereja-Nya (Mat 16 : 18). Peran dan keutamaan St Petrus secara lebih jelas dan gamblang dapat dibaca di sini, silahkan klik dan di sini, silahkan klik
Sedangkan St Paulus dikuduskan dan dipilih Allah melalui peristiwa pertobatan yang sangat khusus (Kis 9 : 1 – 19a), di mana tugas utamanya adalah memberitakan nama-Nya kepada bangsa-bangsa lain (non-Yahudi) dan para raja serta orang-orang Israel (Kis 9 : 15). St Paulus meletakkan dasar-dasar pengajaran Kristus yang sangat kaya, luas, dan dalam, yang ditulisnya kepada umat Kristen perdana selama perjalanan pewartaan Kristus dan pelayanannya ke berbagai negeri yang jauh, yang ditempuhnya dengan pengorbanan yang sangat besar, dengan darah dan air mata, dan dengan nyawanya. Surat-surat pengajarannya yang amat mendasar dapat dibaca dalam kitab Roma, Korintus 1 dan 2, Galatia, Efesus, Kolose, Tesalonika 1 dan 2, Timotius 1 dan 2, Filemon, dan Ibrani. Tujuan penulisan surat-surat itu oleh St Paulus dapat diikuti di link berikut: silahkan klik
Demikianlah secara singkat, peran keduanya yang amat mendasar, yang telah mengawali berdirinya Gereja sejak Kristus naik ke Surga, hingga hari ini, yang semuanya tidak lepas dari pengorbanan, kesetiaan, serta keteladanan kedua rasul tangguh ini. Semoga membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Triastuti
Anda menafsirkan ketika Tuhan Yesus berkata: engkau adalah Petrus, diatas batu karang ini akan kudirikan jemaat-Ku, anda menafsirkan yg dimaksud batu karang adalah benar-benar untuk petrus, kemudian perkembangannya anda mengakui Paus sebagai penerus petrus, menurut saya tidak demikian kata “batu karang ini ” itu kiasan untuk menunjuk pd diri Tuhan Yesus sendiri sbg batu penjuru sebagai dasar Bait Allah yg kudus ini sama artinya ketika Tuhan Yesus berkata: robohkanlah bait Allah ini dan dalam 3 hari akan kudirikan lagi, bait Allah ini kata kiasan yg menunjuk pada diri Tuhan Yesus sendiri.
sudah lama keberadaan Paus vatikan byk disoorot sbg Antikris dgn tanda angka 666 yg melekat pada diri Paus bisa dicari lewat google,diantaranya adalah: VICARIUS FILII DEI, DVX CLERI (dibaca Dux Cleri) DIC LUX ketiga atribut tersebut menunjuk persis angka 666, kita tahu menurut nubuatan kitab wahyu 666 menunjuk pd tokoh Antikris bagaimana komentar anda tentang hal ini.
matur nuwun
Shalom Tiyang Desa,
Perihal tentang mengapa Gereja Katolik mengartikan Batu Karang ini adalah Petrus, sudah pernah dibahas di artikel- artikel berikut ini, silakan klik di judul berikut. Silakan anda membaca artikel- artikel tersebut terlebih dahulu.
Tentang Petros dan Petra, secara khusus lihat point 4.
Keutamaan Petrus (1): Menurut Kitab Suci
Keutamaan Petrus (2): Bukti sejarah tentang keberadaan Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (3): Tanggapan terhadap mereka yang menentang Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (4): Menurut Dokumen paling awal Gereja
Sedangkan tentang hal 666, juga sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Sebutan Paus yang umum dipakai adalah Vicarius Christi (Vicar of Christ), bukan Vicarius Filii Dei ataupun Dux Cleri ataupun Dic Lux. Meskipun itu adalah kata- kata Latin dan artinya sepertinya mengacu kepada Paus, tetapi bukan itu titel Paus.
Titel Paus menurut Tu es Petrus: klik di link ini
– His Holiness The Pope;
– Bishop Of Rome And Vicar Of Jesus Christ;
– Successor Of St. Peter, Prince Of The Apostles;
– Supreme Pontiff Of The Universal Church;
– Patriarch Of The West;
– Servant Of The Servants Of God;
– Primate Of Italy;
– Archbishop And Metropolitan Of The Roman Province;
– Sovereign Of Vatican City State.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom team katolistas
Kecukupan Alkitabiah hanya didalam ke-66 kitab. Anggapan ketidakcukupan inilah mengakibatkan keluarnya ajaran “SOLA POPE.”
Sola Pope adalah :
1. Paus adalah wakil tunggal KRISTUS (Vicar of CHRIST)
2. Paus mengeluarkan ketetapan wahyu baru tanpa salah ( Infallible)
3. Paus mengeluarkan ketetapan semua ajaran tradisi GRK
Kekristenan begitu menghormati wibawa Firman Tuhan yang tertulis sehingga tidak ada yang berani menambah ataupun menguranginya.
• Ulangan 12:32 Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu lakukan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.
Kalau Alkitab sudah lengkap dalam ajaran iman dan moral ternyata ada tambahan ajaran yang sejenis dan infallible oleh Paus,berarti Alkitab tidak lengkap dong ?
Berarti Gereja Katolik tidak pernah menganggap Alkitab cukup pada dirinya sendiri melainkan perlu penambahan wahyu terus bertambah dari tahun 310 s/d 1950 (41 wahyu).
Salam
Shalom Tristan,
Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan tentang Sola Pope. Ini adalah perkiraan anda sendiri yang tidak didasari oleh fakta ataupun dokumen Gereja.
Menurut anda, Sola Pope adalah:
1. Paus adalah wakil tunggal KRISTUS (Vicar of CHRIST)
2. Paus mengeluarkan ketetapan wahyu baru tanpa salah (Infallible)
3. Paus mengeluarkan ketetapan semua ajaran tradisi GRK
Tanggapan saya:
1. Paus memang adalah wakil tunggal Kristus, karena Kristus telah mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus (Mat 16:18) dan bukan di atas rasul lainnya.
Silakan anda membaca artikel tentang Keutamaan Petrus menurut Kitab Suci, di sini, silakan klik.
2. Paus TIDAK mengeluarkan ketetapan wahyu baru. Infalibilitas Paus artinya bukan Paus mengeluarkan wahyu Allah yang baru, namun bahwa Paus sebagai penerus Rasul Petrus diberi kuasa mengajar tentang iman dan moral yang tidak mungkin salah. Silakan membaca di sini tentang arti dari Infalibilitas Paus, silakan klik.
3. Paus TIDAK mengeluarkan semua ajaran tradisi Gereja Katolik. Tradisi Suci Katolik terbentuk dari Tradisi Para Rasul dan ajaran Para Bapa Gereja sejak jemaat awal, konsili- konsili para uskup sebagai para penerus para Rasul dan ajaran Bapa Paus. Jadi tidak benar bahwa semua Tradisi Suci berasal dari Bapa Paus.
Silakan membaca tentang hubungan Alkitab, Tradisi Suci dan Magisterium di sini, silakan klik
Fakta sejarah menunjukkan bahwa yang mengurangi Kitab Suci adalah gereja- gereja Kristen non- Katolik. Sejak terbentuknya Kitab Suci tahun 382, Kitab PL mencakup 46 kitab, termasuk apa yang dikenal dengan kitab- kitab Deuterokanonika. Martin Luther, pendiri gereja Protestan, mempertanyakan penetapan 46 kitab dalam kanon PL, namun ia sendiri tetap menyertakan Kitab Deuterokanonika tersebut dalam terjemahan Alkitab pertamanya dalam bahasa Jerman pada tahun 1530. Kitab Deuterokanonika juga ditemukan dalam edisi pertama King James Version pada tahun 1611, dan pada saat pertama Alkitab dicetak. Maka kitab Deuterokanonika memang sudah termasuk dalam semua Alkitab (setidak-tidaknya sebagai appendix dalam Alkitab Protestan) sampai pada tahun 1825, yaitu saat Komite Edinburgh dari the British Foreign Bible Society ‘memotongnya’. Maka terlihat bahwa bukan Gereja Katolik yang menambahkan Kitab Deuterokanonika, melainkan gereja Protestan yang menguranginya dari keseluruhan Kitab Suci. Silakan membaca tentang asal usul Kitab Suci di sini, silakan klik.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Sabda Tuhan disampaikan secara tertulis dalam Kitab Suci dan secara lisan dalam Tradisi Suci, dan keduanya saling melengkapi dan tidak terpisahkan. Kitab Sucipun lahir dari Tradisi Suci, sebab Tradisi Suci sudah ada sebelum Kitab Suci ada. Maka Tradisi Suci bukan merupakan tambahan bagi Kitab Suci, tetapi merupakan satu kesatuan dengannya.
Kitab Ul 4:2, dan Ul 12:32 yang mengatakan, “Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu lakukan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.”….. tidak relevan untuk dijadikan dasar bahwa Alkitab saja sudah cukup dan Gereja Katolik menyalahinya karena ‘menambahi’ Kitab Suci, yang tidak diilhami Tuhan. Ini tidak logis. Sebab jika logika ini yang dipakai, maka semua kitab dalam Kitab Suci selain kitab Ulangan dianggap sebagai “tambahan” Wahyu Allah yang hanya sampai pada kitab Ulangan. Dan tentu ini tidak benar, karena Inkarnasi Kristus, yaitu panggenapan Wahyu Allah tersebut, malah ada berabad- abad setelah kitab Ulangan ditulis.
Silakan selanjutnya anda membaca bahwa Sola Scriptura (Hanya KItab Suci saja) itu malah tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci, klik di sini.
Akhirnya, saya ingin mengakhiri pembicaraan dengan topik yang terus berulang ini dengan anda. Ini sungguh sudah merupakan pengulangan terus menerus akan apa yang sudah pernah kami sampaikan sebelumnya. Silakan anda membaca terlebih dahulu link- link di atas. Jika anda mau berdiskusi dengan niat baik dengan kami, silakan sampaikan argumen anda dengan sumbernya yang dapat dipercaya, dan jangan hanya atas dasar anggapan pribadi. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
[Dari Katolisitas: komentar ini dipindahkan dari bagian artikel lain, karena topik yang dibahas lebih cocok dengan artikel di atas]
@ Inggrid,
Rasul Petrus tidak mengacu pada gereja Katolik, Pemimpin katolik adalah seorang paus, Petrus bukanlah Paus karena Petrus menikah dan punya mertua sedangkan paus tidak menikah. kematian Petrus dengan cara yang sangat kejam dengan disalib terbalik di Roma yang mana sebagai pusat Katolik. Dia mati sebagai martir karena disuruh menyembah dewa2 roma tetapi dia mempertahankan injil sampai mati. Kalau Petrus sebagai rasul yang dianggap sebagai pendiri Katolik mengapa dia dibunuh di Roma yang merupakan pusat Katolik? Katolik adalah bentukan kaisar Roma bukan bentukan petrus. Malahan petrus sudah mau keluar dari roma dan ditengah jalan dijumpai Tuhan Yesus. Yesus berkata, mengapa engkau keluar dari Roma? Kalau kamu keluar maka aku akan masuk dan akan disalibkan untuk yang kedua kalinya dengan umat ku. Lalu petrus kembali ke roma dan dia dibunuh seperti Yesus dengan cara disalib, tetapi ia berkata tuhanku disalib dengan kepala diatas, aku tidak layak disalib seperti Tuhanku salibkan aku dengan terbalik kepala dibawah. Saya pernah melihat di Youtube, back ground mimbar paus dengan salib terbalik, Ada yang tahu artinya?
Shalom Abraham Martinus,
1. Petrus tidak ada hubungannya dengan Gereja Katolik?
Injil mengatakan bahwa Tuhan Yesus mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus (Mat 16:18),dan berjanji akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (Mat 28:19- 20). Maka kita ketahui bahwa maksud Yesus adalah agar kepemimpinan Petrus ini berkelanjutan sampai akhir jaman. Silakan jika anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang topik ini, untuk membaca seri artikel tentang Keutamaan Petrus:
Rasul Petrus adalah manusia biasa, dan tidak hidup selamanya di dunia, sehingga kuasa kepemimpinannya diteruskan oleh para penggantinya, yaitu para Paus. Para Paus yang pernah memimpin Gereja Katolik, adalah mereka yang mempunyai jalur apostolik, artinya dapat ditelusuri sampai kepada kepemimpinan Rasul Petrus [Mereka ditahbiskan dalam kesatuan dengan Gereja yang didirikan di atas Rasul Petrus tersebut]. Dengan demikian, Gereja Katolik yang dipimpin oleh Paus itu merupakan Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus di atas Rasul Petrus.
2. Karena menikah, maka Petrus bukan Paus?
Anda benar sewaktu mengatakan bahwa Rasul Petrus menikah dan mempunyai istri, sedangkan Paus tidak menikah. Namun fakta ini tidak mengubah kenyataan bahwa Rasul Petrus adalah Paus yang pertama, yaitu bapa pemimpin Gereja yang didirikan Kristus.
Mengenai mengapa imam tidak menikah/ hidup selibat sudah pernah dibahas dalam artikel ini, silakan klik.
Melihat kenyataan ini, maka kita ketahui bahwa walaupun Petrus mempunyai istri, namun itu tidak menjadikannya ia bukan bapa pemimpin Gereja. Bahwa pada awalnya memang ada pemimpin Gereja yang menikah, itu disebabkan karena mereka memang telah menikah sebelum mereka mengenal Kristus. Namun dalam perkembangan sejarah Gereja, para pemimpin Gereja kemudian mengikuti teladan Rasul Paulus, yang tidak menikah untuk memusatkan perhatiannya pada Kerajaan Allah (1 Kor 7:32); dan karena itulah, Paus, para uskup dan para imam tidak menikah.
3. Sebelum para rasul ke Roma, Roma = pusat Katolik?
Adalah keliru jika seseorang berpendapat bahwa Roma adalah pusat Katolik sebelum Rasul Petrus dan Paulus memberitakan Injil di kota Roma. Sebab sebelum para rasul datang ke Roma, Roma adalah kota pagan, dan oleh sebab itu, kedatangan Rasul Petrus dan Paulus dianggap menjadi ancaman oleh pemimpin kerajaan kota Roma. Maka tidak benar jika anda mengatakan bahwa Gereja Katolik adalah bentukan Kaisar Roma. Gereja Katolik di Roma didirikan oleh Rasul Petrus dan Paulus [atas perintah Kristus yang telah mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus], dan ini dapat dilihat dalam banyak tulisan- tulisan bersejarah, seperti yang telah dibahas dalam artikel Keutamaan Petrus di atas.
Rasul Petrus dan Paulus menuju kota Roma untuk memberitakan Injil, karena mereka ingin menaati perintah Kristus yang mengutus para rasul ke seluruh dunia (Mat 28:19-20; Kis 1:8), sebab Roma adalah kota yang dianggap sebagai pusat dunia pada saat itu. Maka sebelum para rasul itu datang ke Roma, Roma bukan pusat Katolik. Baru sesudah mereka datang dan mendirikan Gereja di Roma, maka kota Roma dikenal sebagai pusat Gereja Katolik, di mana uskupnya adalah Rasul Petrus dan para penerusnya.
4. Asal usul kata Katolik dan kaitannya dengan Gereja yang didirikan Kristus
Kata ‘Katolik’ sendiri berasal dari bahasa Yunani, katholikos, yang artinya “keseluruhan/ universal̶ atau “lengkap “. Maka dalam hal ini kata katolik mempunyai dua arti: 1) Gereja yang didirikan Yesus ini bukan hanya milik suku tertentu atau kelompok eksklusif yang terbatas; melainkan mencakup ‘keseluruhan‘ keluarga Tuhan yang ada di ‘seluruh dunia‘, yang merangkul semua, dari setiap suku, bangsa, kaum dan bahasa (Why 7:9). 2) Kata ‘katolik’ juga berarti bahwa Gereja tidak dapat memilih-milih doktrin yang tertentu asal cocok sesuai dengan selera/ pendapat kita, tetapi harus doktrin yang setia kepada ‘seluruh‘ kebenaran. Rasul Paulus mengatakan bahwa hakekatnya seorang rasul adalah untuk menjadi pengajar yang ‘katolik’ artinya yang “meneruskan firman-Nya (Allah) dengan sepenuhnya…. tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kol 1:25, 28)
Maka, Gereja Kristus disebut sebagai katolik (= universal) sebab ia dikurniakan kepada segala bangsa, oleh karena Allah Bapa adalah pencipta segala bangsa. Sebelum naik ke surga, Yesus memberikan amanat agung agar para rasulNya pergi ke seluruh dunia untuk menjadikan semua bangsa murid-muridNya (Mat 28: 19-20). Sepanjang sejarah Gereja Katolik menjalankan misi tersebut, sebab Kristus menginginkan semua orang menjadi anggota keluarga-Nya yang universal (Gal 3:28). Kini Gereja Katolik ditemukan di semua negara di dunia dan masih terus mengirimkan para missionaris untuk mengabarkan Injil. Gereja Katolik yang beranggotakan bermacam bangsa dari berbagai budaya menggambarkan keluarga Kerajaan Allah yang tidak terbatas hanya pada negara atau suku bangsa yang tertentu.
Nama ‘Gereja Katolik’ pertama diresmikan pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Syrma 8, untuk menyatakan Gereja Katolik sebagai Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus, untuk membedakan umat Kristen dari para heretik pada saat itu yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia, yaitu heresi/ bidaah Docetism dan Gnosticism. Dengan surat ini St. Ignatius mengajarkan tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus. Demikian penggalan kalimatnya,
“…Di mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik.
Di sinilah baru Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang kita ketahui sekarang, bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus.
Namun, istilah ‘katolik’ bukan istilah baru, karena sudah dipakai sebelumnya pada zaman Santo Polycarpus (murid Rasul Yohanes) untuk menggambarkan iman Kristiani, bahkan pada jaman para rasul. Kis 9:31 menuliskan asal mula kata Gereja Katolik (katholikos) yang berasal dari kata “Ekklesia Katha Holos“. Ayatnya berbunyi, “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.̶1; Di sini kata “Katha holos atau katholikos̶1; dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis 9:31, bunyinya adalah, “Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea, Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai. Gereja itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.
Jadi, nama Gereja Katolik justru dipakai, karena memang di dalam Gereja Katolik terpenuhilah Gereja yang bersifat universal untuk segala bangsa, dan Gereja yang mengajarkan keseluruhan ajaran Kristus, karena berpegang pada pengajaran Kristus, seperti yang disampaikan oleh para rasul di bawah pimpinan Rasul Petrus dan para penerusnya.
5. Petrus disalib terbalik, maka kursi Paus mempunyai simbol salib terbalik?
Ya, anda benar, bahwa memang Rasul Petrus memilih untuk disalibkan terbalik, karena merasa tidak layak untuk disalibkan dengan cara yang sama dengan cara Tuhan Yesus disalibkan. Maka, simbol salib terbalik yang ada pada kursi Paus adalah mengacu kepada salib Rasul Petrus sebagai pendahulunya [Kursi Paus menjadi simbol tempat kepemimpinannya]. Jadi, makna simbol salib terbalik pada kursi Paus adalah: Paus sebagai penerus Rasul Petrus dan pemimpin tertinggi Gereja, juga harus memiliki iman dan kasih seperti yang dimiliki oleh Rasul Petrus. Paus harus memberikan dirinya secara total untuk melayani Tuhan dan umat-Nya (Gereja) dan rela berkorban membela iman dan kebenaran sampai akhir hayatnya.
Demikian tanggapan saya atas komentar anda. Semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Ini sedikit tanggapan berdasarkan apa yang saya ketahui.
1. Karena Petrus menikah maka Petrus bukan Paus?. (Yang saya tahu, dua premis ini tidak punya hubungan sebab akibat).
2. Roma sebagai Pusat Katolik?. (Yang saya tahu, saat Petrus masuk ke Roma. Roma adalah pusat negara Romawi. Kristiani (atau marilah kita sebut Katolik saat itu) masih berupa gerakan bawah tanah pada waktu itu.)
3. Katolik adalah bentukan Kaisar Roma?. (Yang saya tahu, Katolik didirikan oleh Kristus sendiri, saat Kristus mengangkat Petrus sebagai batu karangnya.
Baru sesudah bertahun2 kemudian Kaisar Roma mengangkat Katolik sebagai agama resmi negara Romawi karena perkembangannya yang sangat pesat dan tidak bisa dibendung. Seperti di negara kita saat ini, dimana para politisi cenderung mendekati pusat-pusat massa/gerakan untuk mendapatkan simpati terbanyak. Dan perkembangan Katolik saat itu memang sangat pesat dan sangat menjanjikan bagi politisi manapun, termasuk Kaisar.
4. Background mimbar Paus dengan salib terbalik?. (Yang saya tahu, memang begitulah adanya. Paus adalah penerus Petrus, mimbar salib terbalik Paus adalah salib Petrus. Harap tidak mengartikan sebagai bentuk Anti Kris, atau artian-artian lain. Yang Anda lakukan sudah benar dengan bertanya pada Katolisitas atau lembaga2 yang kompeten. Semua lambang-lambang, simbol, pada gereja Katolik seringkali diartikan bebas secara imajinatif. tanpa berusaha memahami latar belakang simbol2 tersebut.
Begitulah yang saya tahu.
@Abraham:
salam kenal,
Anda menggunakan prinsip ganda dalam menilai sesuatu.
disatu pihak: Anda meragukan ajaran Katolik mengenai Petrus sebagai Paus pertama di Gereja katolik
di pihak lain: Anda mengakui Tradisi suci gereja Katolik mengenai Yesus bertemu Petrus di jalan menuju Roma yang sangat terkenal dengan istilah: QUO VADIS?.sementara apa yang anda ungkapkan ini tidak tertulis dalam Alkitab.
Dari tulisan anda, saya ada 2 kesimpulan:
1. Anda seorang Katolik yang pindah ke Protestan:
Saran: perdalamlah pengetahuan katolik di web ini. belajarlah seperti anak sulung yang akhirnya menyesal dan pulang kembali ke rumah bapanya.Sebab rumah Bapanya sangat berkelimpahan.
2. Anda seorang Protestan:
Anda sudah mengakui tradisi suci, teruslah belajar sampai anda menemukan seluruh kepenuhan kebenaran yang dari Tuhan di gereja yang didirikanNya di atas St Petrus. Mulailah dari para bapa Gereja awal. Temukan seluruh kebenaran di Gereja katolik karena Tuhan sendiri yang menjamim dan menjanjikan bahwa alam maut tidak akan menguasai gerejaNya yang didirikan di atas St Petrus.
Amin, semoga demikian
Shalom,
Juga saya masih belum mengerti soal penggunaan kata “petros” dan “petra”, jadi “petra” diatas itu digantikan dari kata “petros” diubah menjadi “petra” karena itu benda mati? Benarkah begitu?
Salam damai Kristus Tuhan.
Shalom Leonard,
1. Pertama- tama, harap kita ingat terlebih dahulu, bahwa pada saat Yesus berbicara kepada Simon dan memberi nama yang baru kepadanya, Ia berbicara dalam bahasa Aram. Sehingga yang istilah yang dipakai adalah ‘Kepha’ atau dalam bahasa Inggris dikatakan ‘Cephas’, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, ‘Kefas’ yang artinya: batu karang. Dalam bahasa Aram tidak dikenal adanya pembedaan kata karena gender/ jenis kelamin. Maka jika kita melihat ke bahasa aslinya yang digunakan oleh Kristus, maka sebenarnya sangat jelas, yaitu berbunyi, “Engkau adalah Kefas dan di atas Kefas ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.”(Mat 16:18)
2. Hal ‘petros’ dan ‘petra’ muncul, karena kitab Injil dab PB lainnya tidak dituliskan dalam bahasa Aram, tetapi dalam bahasa Yunani. Bahasa Yunani ini memang mengenal adanya gender/ pembedaan antara kata benda maskulin dan feminin dalam tata bahasanya. Jadi benda- benda dapat diklasifikasikan maskulin atau feminin, dalam tata bahasa Yunani.
Nah, ‘batu karang’ dalam bahasa Yunani, sebenarnya adalah ‘petra’, yang mempunyai karakter feminin. Sedangkan ‘petros’ itu artinya batu kecil/ kerikil, dengan karakter maskulin. Maka di sini terjadi semacam ‘konflik’. Karena jika kita melihat konteksnya maka Tuhan Yesus pasti memaksudkannya sebagai ‘petra’ yang artinya batu karang. Hal ini kita ketahui jika kita melihat kondisi alam di Kaisarea, Filipi, tempat pengajaran itu diberikan. Di Kaisarea tersebut terdapat batu karang yang sangat besar sekali dan di sana terdapat banyak gua- gua buatan manusia, tempat di mana orang- orang menempatkan patung dewa- dewa Yunani. Maka di tempat inilah Yesus menanyakan kepada para murid-Nya tentang siapakah Diri-Nya bagi mereka. Hanya Simon Petrus yang berani menjawabnya dengan keyakinan, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Dengan demikian, rasul Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan yang mengatasi segala dewa- dewa itu. Setelah pengakuannya ini, maka Yesus menunjuk rasul Petrus sebagai ‘batu karang’ yang atasnya Ia akan mendirikan Gereja-Nya (lih. Mat 16:18)
Jadi di sini kita mengetahui bahwa ‘batu karang’ yang dimaksudkan oleh Yesus adalah ‘petra’, namun karena ‘petra’ ini mempunyai sifat feminin, maka nama itu tidak bisa digunakan untuk nama rasulnya yang adalah laki- laki. Maka nama yang digunakan menjadi “Petros”, walaupun batu karang yang dimaksud di sini adalah ‘petra’ dan bukannya ‘petros’, yang jika diartikan adalah batu kecil/ kerikil.
Namun sekali lagi, sebenarnya ini tidaklah menjadi masalah, karena Yesus sebenarnya menggunakan bahawa Aram yaitu Kefas, yang tidak mengenal karakter maskulin ataupun feminin.
Semoga menjadi lebih jelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom,
Akhirnya, ia menuju Roma (yang disebut Babilon 1 Pet 5:12-13). Mengapa Babylon disebut juga Roma?
http://en.wikipedia.org/wiki/Babylon, Bukannya berbeda yah?
Terima Kasih.
Shalom Leonard,
Terima kasih atas pertanyaannya. Tentang Petrus datang ke Roma, anda dapat membacanya di sini (silakan klik). Tentang Babilon adalah Roma di ayat 1 Pet 5:13, maka kita dapat menjabarkannya dengan beberapa bukti ini: (saya telah menuliskannya di sini – silakan klik)
a) Babilon adalah nama lain dari Roma. Kita dapat melihat di kitab Wahyu, dimana para malaikat mengatakan “Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, yang telah memabukkan segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya.”(Why 17:5). Dan lebih lanjut dikatakan “Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci” (Why 18:2).
b) Bahwa Babilon yang digunakan dalam 1 Pet 5:13, merujuk kepada Roma diteguhkan oleh St. Clement dari Alexandria (150-215 AD, dalam bukunya H.E. 2.15), seperti yang ditulis oleh Eusebius “Dia juga mengatakan bahwa Petrus menyebut Markus dalam suratnya yang pertama dan bahwa dia menuliskannya di Roma, yang digambarkan sebagai Babilon di dalam perkataan ‘..dari kawanmu yang terpilih yang di Babilon, dan juga dari Markus, anakku’.”
c) Dan masih begitu banyak bukti-bukti yang lain, seperti yang telah dipaparkan dalam dua link di atas.
Semoga dapat membantu. Silakan membaca dua link tersebut dan kalau masih ada pertanyaan, silakan untuk bertanya kembali.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Saya hanya ingin menyampaikan sedikit koreksi.
8. Tuhan Yesus Kristus
Dengan memberikan nama “Batu Karang” kepada Petrus dan mengatakan bahwa Ia akan jemaat/ Gereja-Nya atasnya (Mat 16: 15-19).
Menurut saya, moderator perlu menyisipkan satu kata kerja setelah kata “akan”. Yang kalau menurut perkiraan saya kata kerja tersebut adalah “mendirikan. Dengan demikian kalimat tersebut akan menjadi lebih logis.
8. Tuhan Yesus Kristus
Dengan memberikan nama “Batu Karang” kepada Petrus dan mengatakan bahwa Ia akan mendirikan jemaat/ Gereja-Nya atasnya (Mat 16: 15-19).
Terima kasih
Shalom Edwin,
Terima kasih atas koreksinya. Kami telah mengoreksi kekurangan tersebut. Kalau anda masih menemukan ada kejanggalan-kejanggalan yang lain, sebagai akibat kekurang-telitian kami, silakan menyampaikannya kepada kami, sehingga kami dapat mengkoreksinya dengan segera.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef & ingrid – http://www.katolisitas.org
Syukur kepada Allah!!
Para ahli Alkitab sudah menjelaskan, dan mereka dari gereja Protestan… tapi masih ada dari mereka yang tidak mempercayainya…???
Inilah yang menjadi masalah antara gereja yang mempunyai pemimpin dengan yang tidak… bisa membuat ketetapan sendiri demi kemenangan dan kemenangan…
Semoga Tuhan menerangi jiwa kita semua…
yang berdosa,
yohanes yudi
Salam kasih semua
Pengen ikut nimbrung nih, kalau tidak salah alkitab berbicara bahwa kitab suci atau firman Tuhan berguna utk mendidik, menuntun orang kepada kebenaran, menyatakan kesalahan dst…. jadi setiap orang percaya yg mempunyai kerinduan utk mengerti sabda Tuhan langsung mencari kepada sumber yg paling terutama yaitu Firman Tuhan.Yang saya mau tanya apa benar dalam hal petafsiran Firman Tuhan apakah yg boleh mentafsirkan Firman Tuhan itu hanya pimpinan2 petinggi gereja katolik? apakah hamba2 Tuhan non katolik yg memberitakan Firman Tuhan salah dalam memberikan pengertian Firman Tuhan? Alkitab tidak bisa berdiri sendiri harus di topang dengan tradisi2 suci dan magnistrum gereja, saya tidak begitu paham magnistrum gereja tuh apa? dan funsinya apa? mohon di bantu :)
Shalom Riswan,
Ya, benar kata anda bahwa:
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk memang mengajar, menyatakan kesalahan memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Tim 3:16)
Maka, jika kita membaca Kitab Suci, maka kita akan dapat memperoleh manfaatnya karena secara umum, kita dapat memperoleh pengajaran yang dapat menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan sehari- hari. Namun demikian, adalah suatu fakta juga bahwa semua ayat dalam Kitab Suci mudah ditafsirkan. Sayangnya, firman Tuhan tidak dapat menafsirkan dirinya sendiri; ada ayat- ayat tertentu dalam firman Tuhan yang dapat ditafsirkan secara berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Sungguh ini adalah sesuatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Karena itulah, Rasul Paulus sendiri menyatakan bahwa Gereja memiliki kuasa untuk mengajar bagaimana untuk bertindak sesuai dengan firman Tuhan, karena Gereja sebagai jemaat Allah yang hidup adalah “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Tim 3:15). Kristus sendiri memberikan kuasa “mengikat dan melepaskan” kepada para rasulnya (Mat 18:18), terutama Rasul Petrus (Mat 16:19), yang artinya adalah menentukan apa yang mengikat atau tidak mengikat dalam hal iman dan moral kepada umat-Nya, sebab hanya dengan demikianlah, umat-Nya dapat memeproleh pegangan yang pasti akan apa yang menjadi maksud dari pengajaran-Nya yang tertuang dalam Sabda-Nya. Inilah dasarnya mengapa Gereja Katolik memegang kuat apa yang diajarkan oleh para rasul dan para Bapa Gereja yang diajarkan oleh Magisterium (wewenang mengajar), karena percaya bahwa kepada merekalah Yesus telah mempercayakan kuasa untuk mengajar dan menginterpretasikan Kitab Suci. Selanjutnya tentang Magisterium Gereja Katolik, silakan klik di sini.
Kita juga harus menyadari bahwa Kitab Suci yang ada pada kita saat ini berasal dari Tradisi Suci, yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik pada tahun 382. Silakan membaca tentang asal usul Kitab Suci, di sini. Dengan perkataan lain, oleh otoritas Magisterium Gereja Katolik-lah umat Kristiani sekarang memperoleh Kitab Suci.
Maka, walaupun memang setiap orang dapat menafsirkan Kitab Suci, namun jika kita ingin yakin apakah interpretasi tersebut sesuai dengan ajaran Kristus dan para rasul, kita selayaknya mempelajari ajaran para Bapa Gereja dan Magisterium Gereja. Dari merekalah kita memperoleh Kitab Suci, sehingga dari merekalah juga kita dapat memperoleh interpretasi yang otentik. Roh Kudus yang telah menginspirasikan mereka untuk menentukan kitab- kitab apa saja yang termasuk dalam kanon Kitab Suci, adalah Roh Kudus yang sama yang membimbing mereka untuk menginterpretasikannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam kasih,
Trimakasih buat infonya nanti kalau ada pertanyaan saya akan bertanya lagi ya bu btw ibu inggrid blm menjawab pertanyaan saya apakan hamba Tuhan dari gereja non katolik yang menyampaikan Firman Tuhan kepada jemaat dan kepada orang yang mendengarnya, bisa di pertanggunggung jawabkan? Mengingat mereka pun di pakai Tuhan seperti gilbert dan pariaji dan yang lain2.
Saya membaca I timotius 3:15 di situ tidak di katakan atau ada kata gereja ayatnya seperti ini: Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran. maaf bu takutnya orang lain akan melihat akan bingung.
Eh satu lagi pertanyaan saya, Kita juga harus menyadari bahwa Kitab Suci yang ada pada kita saat ini berasal dari Tradisi Suci, yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik pada tahun 382, kitab suci yang ada pada kita saat ini berasal dari tradisi suci, saya kurang paham tradisi suci ini yangseperti apa? GB
Shalom Riswan,
1. Hamba- hamba Tuhan dari gereja- gereja non- Katolik memang tetap dapat dipakai oleh Tuhan. Sebab Gereja Katolik juga mengakui bahwa terdapat elemen- elemen kebenaran yang diajarkan oleh gereja- gereja non- Katolik dan bahkan dalam semua agama. Namun kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik, yang didirikan oleh Kristus sendiri di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18).
2. 1 Tim 3:15 mengatakan: "Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran."
Dalam Kitab Suci bahasa aslinya, "jemaat" di sini sebenarnya berasal dari kata "ekklesia" (Yunani). Ekklesia ini sebenarnya sama dengan Gereja ("Church" dalam bahasa Inggris). Kitab- kitab Bahasa Inggris menerjemahkan ayat ini demikian: "….. which is the Church of the living God…." (RSV, NAB, DRB, KJV) karena ekklesia memang terjemahannya adalah Gereja.
3. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Sabda Allah disampaikan kepada manusia dengan dua cara, yaitu melalui Kitab Suci dan Tradisi Suci. Berikut ini adalah adalah ajaran Gereja Katolik tentang Tradisi Suci (dalam hubungannya dengan Kitab Suci):
Maka, Tradisi Suci yang dimaksud di sini adalah Tradisi Suci Para Rasul, yang menyampaikan keseluruhan pengajaran Kristus dalam Injil. Kristus sendiri memerintahkan kepada para rasul untuk mengajar segala perintah-Nya (lih. Mat 28:19-20). Maka segala perintah Kristus ini adalah perintah/ ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, maupun yang disampaikan-Nya secara lisan, ataupun melalui teladan hidup-Nya. Janganlah dilupakan bahwa ajaran Kristus yang dituliskan dalam Kitab Suci, itu awalnya juga berasal dari pengajaran Yesus secara lisan kepada para rasul (seperti yang dituliskan dalam Injil Matius dan Yohanes), dan kemudian khotbah lisan para Rasul yang kemudian dituliskan (Injil Markus menuliskan khotbah Petrus dan Injil Lukas menuliskan khotbah Paulus).
Kitab Suci mencatat bahwa para Rasul mensejajarkan pengajaran mereka, baik yang lisan maupun tertulis:
Jika pengenalan kita akan seseorang biasa (misalnya Presiden ataupun orang kudus tertentu) saja tidak dapat dibatasi oleh apa yang tertulis di buku, terlebih lagi pengenalan kita akan Kristus. Oleh sebab itu, kita perlu juga untuk memperhatikan ajaran para Rasul yang hidup bersama- sama dengan Kristus, mereka yang secara khusus dipilih oleh Kristus untuk memimpin Gereja-Nya. Apalagi jika kita menyadari, bahwa apa yang tertulis dalam Kitab Suci sesungguhnya berasal dari pengajaran lisan/ pemberitaan para rasul tersebut (lih. Luk 1:1-4).
Oleh sebab itu, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
Tradisi para Rasul itu sendiri kemudian dituliskan dan dijelaskan oleh para Bapa Gereja. Selanjutnya tentang topik ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Sedangkan untuk daftar pengajaran Tradisi Suci yang ditetapkan menjadi Dogma oleh Magisterium Gereja, dapat dibaca di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Kasih
Arti dari Gereja yg didirikan Yesus diatas dasar rasul petrus ini apakah secara jasmani atau rohani? kalau menurut saya gereja yang dimaksudkan ini adalah pribadi orang percaya kalau saya lanjutkan baca ke matius 16:22-23 Tetapi petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takan menimpa engkau.” 23. Maka Yesus berpaling dan berkata kepada petrus,” Enyahlah iblis. Engakau suatu batu sandungan bagi-ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” saya merenungkan knp Tuhan memakai orang yang tidak setia utk dijadikan dasar gereja satu hal lagi Tuhan Yesus pernah bilang sebelum ayam berkokok engkau (petrus) akan menyankal Aku 3 kali.
Kalau saya baca di I korintus 10:4 dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang Rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. Jadi menurut saya batu karang yang sesungguhnya adalah Yesus dan alam maut tidak akan menguasainya saya diskusikan dengan teman2 dari gereja karismatik,
Shalom Riswan,
1. Sebenarnya, pandangan yang memisahkan adanya Gereja jasmani dan Gereja rohani itu adalah pandangan di abad- abad kemudian, secara khusus setelah terjadinya gerakan reformasi Protestan. Para pemimpin gereja Protestan yang memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja itu sifatnya rohani sehingga tidak perlu ada hirarki yang terlihat secara jasmani.
Namun jika kita membaca dalam Kitab Suci, pengertian Gereja jelas dijabarkan sebagai kesatuan antara Gereja yang rohani (tidak terlihat) dan jasmani (terlihat). Gereja atau ekklesia dalam bahasa Yunani diterjemahkan dalam Kitab LAI sebagai ‘jemaat’. Rasul Paulus menjelaskan hal ini demikian, “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1 Tim 3:16). Maka arti dari Gereja/ jemaat adalah keluarga Allah, yang menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran.
Sama halnya bahwa di dalam keluarga manapun, ada seseorang yang menjadi kepala keluarga, maka demikian pula dalam keluarga Allah ini. Walau kita sebagai keluarga Kristiani, juga mengatakan bahwa Yesuslah yang memimpin dan mengatur dalam keluarga kita, namun pada kenyataannya, kita tetap masih mempunyai bapa/ ayah di dunia ini yang menjadi wakil Tuhan untuk memimpin keluarga kita. Demikian pula dalam hal jemaat Allah, yang adalah keluarga Allah yang hidup ini: walaupun Kristus adalah Kepala-Nya, namun di dunia ini Gereja tetap dipimpin oleh Rasul Petrus (Mat 16:18) dan para penerusnya; karena Yesus berjanji akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir zaman (Mat 28:19-20). Sama seperti bahwa dalam keluarga kita, terdapat aspek rohani dan jasmani; demikian pula dalam Gereja sebagai keluarga Allah ini. Gereja mempunyai segi rohani (ilahi dan kudus karena Kepala-nya adalah Kristus) namun juga mempunyai segi jasmani, sebab anggotanya adalah kita umatnya yang “terlihat” secara jasmani.
Lagipula, Tuhan Yesus yang mengutus kita murid-Nya untuk menjadi garam dan terang dunia, menginginkan agar kita menjadi seperti “kota di atas gunung yang tidak tersembunyi” (Mat 5:14). Maka Yesus menginginkan agar terang dan kasih yang terpancar dari Gereja-Nya dapat dialami, dilihat secara nyata oleh dunia, supaya dengan demikian orang yang melihatnya dapat memuliakan Allah (lih. Mat 5:16).
Jadi anggapan bahwa Gereja tidak memerlukan pemimpin yang kelihatan di dunia ini, adalah pandangan yang keliru. Sebab bahkan gereja- gereja Protestan yang mengklaim bahwa Kepala gereja mereka adalah Kristus sendiri, juga pada kenyataannya tetap mempunyai seorang pendeta sebagai pemimpin utama gereja. Jika hal ini berlaku untuk gereja dalam skala lokal; apalagi dalam skala universal, Gereja yang tersebar di seluruh dunia. Tugas inilah yang diemban oleh Bapa Paus, yang adalah penerus Rasul Petrus.
2. Tentang mengapa Tuhan Yesus memilih Rasul Petrus sebagai pemimpin Rasul padahal ia pernah tidak setia, sudah saya jawab terpisah di sini, silakan klik.
3. Tentang makna “batu karang” dalam Mat 16:18 sudah dibahas panjang lebar di sini, silakan klik. Silakan anda membacanya di sana, terutama point 4.
Demikian, sekilas apa yang dapat saya sampaikan untuk menanggapi komentar anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam kasih
hanya menambahkan yang lupa saya tanyakan? kenapa Yesus memilih petrus yg tidak stabil imannya termasuk ketika petrus berjalan di atas air.. (saya kira semua tau ceritanya) knp berbeda ketika Allah memilih maria utk mengandung Imannuel? saya beranjak dari protestan ke katolik dari semenjak pacaran 4 tahun lalu hingga sekarang hampir mau punya anak satu tetapi kebiasaan bangun pagi utk saat teduh bergumul dan membaca firman bersama Tuhan lancar saya lakukan,saya beruntung semenjak menemukan katolisitas mudah2an bisa menjawab pertanyaan saya,istri saya yg katolik dari lahir dan sangat kuat imannya tidak bisa menjawab pertanyaan saya dan yang pasti istri saya bilang apa yang paus bilang ya itu yang saya ikuti dan percaya yang menjadi renungan saya segi rohaninya petrus menjadi pemimpin gereja, petrus memegang kunci sorga jadi menurut saya kalau setiap orang yang tidak termasuk dalam lingkungan gereja katolik tidak bisa masuk sorga karena kunci sorga di pegang petrus dan sekarang penerusnya adalah paus benedicticus, kunci pintu sorga yang di maksud Yesus itu apa? Bukankah Yesus pernah berkata barang siapa percaya kepadaKu tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal, trimakasih maaf jadi panjang :)
Shalom Riswan,
1. Mengapa Tuhan Yesus memilih Petrus sebagai pemimpin para Rasul, padahal imannya tidak stabil?
Wah pertanyaan ini mungkin baru kita ketahui jawabnya secara sempurna, di surga kelak. Tetapi, jika kita membaca Kitab Suci dan merenungkan ajaran- ajaran Kristus dan para rasul, kita dapat menemukan kira- kira jawabannya. Sebab memang Kristus sebagai Tuhan mengetahui kedalaman hati setiap orang, dan Ia mengenal kita lebih daripada kita mengenal diri kita sendiri. Maka Tuhan Yesus di dalam kebijaksanaan-Nya telah mengetahui bahwa Rasul Petrus yang dipilih-Nya akan dapat melaksanakan tugas-Nya memimpin Gereja, setelah Ia mengutus Roh Kudus atas para rasul-Nya pada hari Pentakosta.
Kelemahan Petrus yang anda sebut sebagai “tidak stabil imannya” itu, malah menunjukkan kebenaran Sabda Tuhan yang berkata, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” (2 Kor 12:9). Walaupun Petrus mempunyai banyak kelemahan, namun kasih karunia Allah baginya sudah cukup, sebab justru di dalam kelemahan Petrus itulah, kuasa Allah bekerja dengan sempurna. Jika yang dipilih orang yang sudah pandai, terpelajar, beriman sempurna, tidak ada kekurangannya, maka pengaruh kuasa Roh Kudus pada hari Pentakosta itu tidak akan jelas terlihat. Namun justru karena kita melihat perubahan yang drastis dari para Rasul itu, terutama Petrus, maka orang akan bertanya- tanya, dari mana ia memperoleh keberanian dan kemampuan untuk berubah sedemikian itu? Dan mereka dapat melihat kuasa Allah yang bekerja, dan memuliakan Allah.
Setelah Yesus wafat, para rasul berkumpul di suatu tempat yang terkunci karena takut kepada orang- orang Yahudi (lih. Yoh 20: 19); namun setelah Roh Kudus turun atas mereka, mereka semua diubah oleh Tuhan. Mereka yang tadinya ‘hanya’ berprofesi nelayan, tidak terpelajar/ tidak belajar bermacam bahasa, namun oleh Roh Kudus, mereka dapat berkata- kata dalam bahasa- bahasa lain. Petrus yang tadinya takut, namun oleh kuasa Roh Kudus, dapat mengajar orang- orang dengan suara yang nyaring, untuk menjelaskan bagaimana nubuatan nabi Yoel dan Kitab Mazmur, telah digenapi di dalam Kristus (lih. Kis 2: 14-36). Petrus yang tadinya takut mati, sehingga menyangkal Yesus tiga kali, namun oleh kuasa Roh Kudus akhirnya ia menjadi Rasul Kristus yang berani mewartakan Injil, sampai kepada titik mengorbankan nyawanya sebagai martir di Roma.
Banyak orang mungkin melihat Petrus dari sisi negatifnya saja: seperti imannya kurang kuat, lekas emosi, penakut atau terlalu cepat bertindak. Tetapi Tuhan yang menciptakannya melihat sisi yang lain yang memberikan gambaran pribadi Rasul Petrus yang lebih lengkap. Bahwa, setelah diperbaharui oleh Roh Kudus, maka Rasul Petrus dapat sungguh menjalankan tugas kerasulannya dengan baik, dan menjadi teladan kekudusan bagi banyak orang. Teladan kesempurnaan kasih yang menyerahkan diri, menyerupai apa yang dilakukan oleh Kristus sendiri.
Maka, selayaknya kita tidak berfokus kepada kelemahan Rasul Petrus, tetapi kepada teladannya, setelah Tuhan Yesus mengubahnya oleh kuasa Roh Kudus. Kita yang sudah dibaptis dan menerima Roh Kudus dalam sakramen Penguatan, juga harus berubah menjadi seperti Rasul Petrus: mempunyai semangat berkorbar untuk mewartakan Injil, dan mempunyai kasih yang besar dan rela berkorban, bagi Tuhan dan Gereja yang didirikan-Nya.
2. Jika Rasul Petrus yang memegang kunci kerajaan Sorga, apakah dengan demikian, orang yang tidak Katolik tidak dapat masuk surga?
Pertanyaan ini sudah dijawab di sini, silakan klik. Pada dasarnya harus kita ketahui, di surga, para kudus telah mempunyai pengetahuan yang sempurna tetang kebijaksanaan Allah, karena mereka telah bersatu sempurna dengan Allah. Maka Rasul Petrus juga tidak akan melakukan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, dan bahwa apa yang dilakukannya pasti sesuai dengan kehendak Allah.
3. Tentang interpretasi Yoh 3:16 dan keselamatan:
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Menurut Rm Pidyarto, O Carm, yang adalah seorang pakar Kitab Suci yang menguasai bahasa Yunani, kata “beroleh” di sini berasal dari kata ἔχω/ echō, echein, yang memang dapat diterjemahkan sebagai ‘beroleh’ (have), tetapi sebenarnya lebih tepat jika diterjemahkan sebagai ‘dapat beroleh’ (may have’), seperti yang terdapat dalam Kitab Suci edisi Douay Rheims/ Vulgate. Ini disebabkan karena digunakannya kata sambung ‘me‘ (dalam bahasa Inggris adalah “lest)”, pada kata ‘tidak binasa’ (should not perish) sehingga menuntut / lebih tepat untuk diikuti oleh kata ‘may have‘. Kita mengetahui bahwa dalam bahasa Inggris sendiri kata ‘have‘ dan ‘may have‘ artinya tidak sama persis.
Namun demikian, jika diterjemahkan sebagai “beroleh”, kalimat ini tidak bermaksud mengatakan bahwa hanya dengan percaya/ beriman kepada Anak Allah saja maka seseorang pasti memperoleh hidup yang kekal. Maka kata kunci yang perlu dilihat adalah bagaimana memaknai kata “percaya” / beriman tersebut, sebab iman ini juga mensyaratkan penghayatan. Jadi kata ‘percaya’ di sini tidak boleh hanya diartikan pengakuan dengan mulut saja atau baptisan saja. Kita tidak dapat mengartikan satu ayat dalam Kitab Suci dan melepaskannya dengan ayat- ayat lainnya dalam Kitab Suci. Hidup yang kekal atau keselamatan ini diberikan oleh Allah karena kasih karunia, oleh iman/ kepercayaan yang bekerja oleh kasih (Ef 2:8; Gal 5:6); dan ini diberikan melalui Pembaptisan (Yoh 3:5, Mat 28:19-20) yang melibatkan pertobatan untuk melaksanakan perintah Tuhan (lih. Mat 7:21-23; Ibr 11;39; Yak 2:14.). Maka Gereja Katolik tidak pernah memisahkan kasih karunia, iman, perbuatan kasih, Pembaptisan dan pertobatan dalam ajaran Keselamatan ini. Silakan membaca diskusi mengenai hal ini, lebih lanjut di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
SANGAT INDAH……
Terima kasih untuk bu Inggrid atas artikelnya, saya tunggu bagian 4-6.
Untuk Lisa, kebetulan saat ini masih berlangsung diskusi mengenai Petrus di forum Catholic.com,
http://www.forums.catholic.com/showthread.php?t=426671 (kalau moderator berkenan saya memberi link), kalau anda tertarik, anda bisa ikut berpartisipasi.
Salam kasih Ibu Ingrid, terimakasih atas jawaban2 Ibu. Ada beberapa keberatan yang ingin saya ajukan sebagai pertanyaan dan juga sanggahan atas argumen ibu. Mohon kiranya ibu dapat memebrikan tanggapan.
Ibu menuliskan:
Kepada Petrus, Tuhan YESUS memberikan kuasa untuk menentukan apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan dalam hal iman dan moral, yang menjadi arti dari istilah “apa yang kauikat di dunia akan terikat di surga, apa yang kau lepas di dunia akan terlepas di surga.” (Mat 16: 19). Maka “hal tidak mungkin salah” ini hanya bersangkutan ketika Petrus (dan para penerusnya) mengajar dalam hal iman dan moral, dan tidak untuk diartikan bahwa sebagai manusia mereka tidak mungkin salah/ berdosa.
Tanggapan saya:
Pernyataan Tuhan YESUS yang ditafsirkan sebagai janji? Tidaklah demikian artinya
Mohon tangkap esensi dari apa yg saya sampaikan dengan sangat jelas itu
KRISTUSLAH yang Menjadi DASAR PONDASI IMAN KRISTIANI
Saya adalah pengikut KRISTUS, bukan pengikut Petrus, bukan pengikut Bunda Maria, bukan pengikut Paus
Hanya KRISTUS
Karena itu apa yg saya ikat di bumi saya ikat di Sorga, apa yang saya lepas di bumi saya lepas di sorga, karena kunci kerajaan Sorga itu sudah diberikan kepada semua orang percaya termasuk saya dan sis
Demikian ibu pertanyaan ataupun sanggahan saya. Saya harap ibu berkenan menjawabnya dalam semangat kasih dan kebenaran. Semoga Tuham memberkati ibu.
Shalom Lisa,
Artikel di atas adalah tanggapan saya atas pernyataan anda, silakan klik untuk membacanya.
Memang Kristus adalah “Batu Karang” rohani bagi kita umat-Nya (lih. 1 Kor 10:4), sehingga dengan memberi nama “Batu Karang” kepada Simon, maka Ia memberikan kepada Petrus identifikasi yang sangat penting, karena mengacu kepada diri-Nya sendiri. Namun ini tidaklah aneh, sebab memang Yesus mengidentifikasikan Gereja-Nya sebagai Tubuh-Nya sendiri dan Ia adalah Kepalanya (lih. Ef 5:22-33).
Jika kita sungguh- sungguh mau mengikuti Kristus, sudah selayaknya kita memperhatikan ajaran- Nya ini. Sebab memang Kristus adalah Batu Karang kita yang sejati, tetapi karena Ia telah menunjuk Simon Petrus sebagai “Batu Karang” di mana Gereja-Nya didirikan, maka jika kita mau mengikuti Kristus sepenuhnya, seharusnya kita bergabung di dalam Gereja-Nya yang dipimpin oleh Kepha/ Petrus yang telah ditunjuk oleh Kristus.
Memang kuasa “mengikat dan melepaskan” itu diberikan juga kepada para rasul (Mat 18:18) namun tidak dapat dipungkuri bahwa secara khusus kuasa itu diberikan kepada Petrus yang kepada-nya Kristus memberikan kunci kerajaan Surga (Mat 16: 18-19). Kuasa “mengikat dan melepaskan” tersebut, pada jaman Yesus (dan konteks Kitab Suci) berarti kuasa mengatur, memimpin, mengajar, menentukan hal tertentu sebagai dosa atau tidak secara iman dan moral, dan kuasa untuk mengampuni dosa. Dengan demikian, kuasa “mengikat dan melepaskan” tersebut tidak untuk diartikan diberikan sama rata kepada semua pengikut Kristus.
Semoga kita semua mempunyai keterbukaan dan kerendahan hati untuk mengakui bahwa memang Tuhan Yesus mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus, dan mempercayakan kepadanya kepemimpinan untuk mengatur dan mengajar umat-Nya, dengan kuasa yang diberikan dari-Nya. Itulah sebenarnya kebenaran yang ingin disampaikan oleh Kitab suci, dan silakan anda membaca keseluruhan artikel tentang keutamaan Paus ini (bagian 1 s/d 6), namun maaf, sementara ini baru sampai bagian 3.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Comments are closed.