Lukas 16:1-13: “1 Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. 2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. 3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. 4 Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. 5 Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? 6 Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. 7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. 8 Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang. 9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.10 Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. 11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? 12Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? 13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Perikop yang mengundang pertanyaan
Ada begitu banyak orang-orang yang mempertanyakan tentang perikop ini, karena kalau dibaca sekilas, seolah-olah Tuhan menginginkan agar kita mengikat persahabatan dengan mempergunakan mamon yang tidak jujur (lih. ayat 9). Dan kenapa pada ayat ke- 8 disebutkan bahwa tuan itu memuji kecerdikan bendahara yang tidak jujur? Bagaimana kita dapat mengartikan ayat-ayat ini, apakah ayat-ayat ini tidak bertentangan dengan nilai-nilah Kristiani? Apakah dapat dikatakan bahwa perikop ini sebenarnya mengajarkan kita untuk mempunyai sikap yang benar terhadap benda-benda duniawi, seperti kekayaan, kekuasaan, kepandaian, bakat, dll.?
Perikop yang seolah-olah sulit diartikan ini dapat mudah dimengerti, kalau kita mencoba mengerti siapakah “tuan” dan “hamba” yang disebutkan di ayat 1-8. Pada akhirnya, Yesus sendiri memberikan kunci untuk mengerti ayat ini, yaitu ketika Dia mengatakan “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” (Lk 16:9).
Kita semua adalah bendahara yang dipercaya oleh Tuhan
Pada saat saya membaca tentang bendahara yang tidak jujur ini, ingatan saya melayang kepada pembantu rumah tangga, ketika Ingrid dan saya tinggal di Jakarta. Kami cukup dekat dengannya dan sering makan bersama-sama satu meja dengannya. Bahkan kalau kami pergi bekerja, kami tidak pernah mengunci kamar tidur, lemari, dll. Namun, suatu saat, kami begitu terkejut, karena kami menemukan dompet pembantu kami di dalam tas Ingrid yang berada di lemari pakaian kami. Ini berarti, pembantu kami ternyata pernah memakai tas Ingrid ketika kami sedang bepergian keluar rumah. Sungguh, kami tidak habis berpikir, kenapa pembantu yang sungguh kami perlakukan dengan baik dapat menyalahgunakan kepercayaan kami.
Namun, kalau kita merenungkan lagi, bukankah apa yang dilakukan oleh pembantu kami juga sama seperti apa yang dilakukan oleh masing-masing dari kita? Kita, yang dipercayai sebagai bendahara dari orang yang paling kaya dan berkuasa untuk selama-lamanya, yaitu Tuhan, namun sering menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan. Kita sering gagal dalam mengemban tugas untuk menjadi bendahara yang baik. Bendahara (Yun: “Oekonomos“) rumah tangga adalah seseorang yang dipercaya untuk mengelola keuangan rumah tangga, mengatur pembantu-pembantu yang lain dalam rumah tangga tersebut, dan juga dipercaya untuk membantu mengatur anak-anak dari tuan rumah (Gal 4:2). Pada prinsipnya, seorang bendahara mengatur sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Kita dapat mengkaitkan perumpamaan ini dengan perumpaan talenta, dimana seorang raja memberikan talenta kepada masing-masing orang, yang satu diberi 5, yang lain 2, dan yang terakhir 1. (lih Mt 25:14-30). Masing-masing dari kita dipercaya dengan talenta yang berbeda-beda dan dalam jumlah yang berbeda. Sama seperti bendahara yang mengatur kekayaan yang bukan miliknya, maka kita harus mengembangkan talenta yang sebenarnya bukan milik kita, sehingga talenta tersebut dapat lebih berdaya guna, semakin bertumbuh dan semakin menjadi alat untuk memuliakan Tuhan. Karena talenta ini diberikan oleh Tuhan dan bukan milik kita, maka sudah seharusnya kita tidak bermegah dan menyombongkan diri. Rasul Paulus mengingatkan kita, bahwa kalau kita ingin bermegah, maka kita dapat bermegah di dalam kelemahan kita (lih. 2 Kor 12:9) dan juga bermegah di dalam Tuhan (lih. 2 Kor 10:17). Ini berarti bahwa kita diingatkan untuk senantiasa mempunyai kerendahan hati, yaitu menyadari kelemahan kita, namun pada saat yang sama menyadari kuasa dari Tuhan, yang telah bekerja secara luar biasa dalam diri kita yang begitu lemah dan terbatas. Kerendahan hati inilah yang akan mengantar kita kepada kekudusan, karena kerendahan hati adalah ibu dari semua kebajikan yang dapat mengalahkan kesombongan, yang menjadi ibu dari semua dosa. Oleh karen itu, setiap kali kita melakukan perbuatan baik, melakukan pelayanan, kerasulan awam, ada orang yang memuji sesuatu yang baik dari kita, maka kita harus mengingat apa yang dikatakan oleh Yesus “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (Lk 17:10). Dan dasar dari “kami harus melakukan apa yang kami harus lakukan” adalah kasih kepada Tuhan. Dengan demikian perbuatan kasih kita kepada sesama mempunyai nilai adi-kodrati (supernatural), yaitu penerapan dari salah satu kebajikan Ilahi – kasih.
Yesus mengatakan bahwa siapa yang diberi dan dipercaya banyak, maka kepadanya akan dituntut lebih banyak (Lk 12:48). Yesus mengingatkan kita bahwa talenta yang diberikan kepada kita datang bersamaan dengan tanggung jawab. Inilah sebabnya, walaupun St. Fransiskus dari Asisi dikenal karena kesuciannya, dia mengatakan bahwa dia adalah manusia yang paling berdosa di dunia ini. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa dia menerima rahmat yang begitu besar dari Tuhan, dan kalau rahmat yang sama diberikan kepada orang lain, mungkin orang lain tersebut akan berkarya jauh lebih besar darinya. Kerendahan hati seperti inilah yang membuat St. Franciskus menjadi salah satu Santo yang terbesar sepanjang sejarah Gereja yang turut membangun Gereja dengan luar biasa, yang dampaknya dapat kita rasakan sampai saat ini.
Kerendahan hati yang membuat kita bertumbuh dalam kekudusan akan mengantar kita kepada keselamatan kekal. Sama seperti tuan yang memanggil hamba yang tidak setia (ay. 2), maka kita pada akhirnya akan dipanggil oleh Tuhan untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita buat. Harapan dan perjuangan bagi kita semua, yang telah menerima terang Kristus untuk dapat bertindak sebagai anak-anak terang di dunia ini, dan memperoleh keselamatan kekal di Sorga. Hal ini hanya dapat dicapai kalau kita sebagai murid Kristus senantiasa bersiap-siap, karena tidak seorangpun tahu kapan hari penghakiman akan tiba (lih. Mk 13:32). Dan pada saat itulah, Tuhan sendiri yang akan mengatakan “Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu.” (ay. 2)
Satu dosa akan mengakitkan dosa yang lain
Apakah yang dilakukan oleh anak-anak dunia ini dalam perkara dunia pada saat tuan dari hamba yang tidak setia memanggilnya? Hamba yang tidak setia itu mengatakan “Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.” (ayat 3). Dia menyadari bahwa dia tidak dapat bekerja dengan keras, karena terbiasa bekerja dengan mudah, dengan tidak jujur serta menghambur-hamburkan uang milik tuannya. Dia juga tidak dapat mengemis, karena akan merendahkan derajatnya yang terbiasa dihormati. Dia takut untuk menjadi miskin dan bekerja keras, namun dia tidak takut untuk melakukan kebohongan dan kejahatan. Dia yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang menghambur-hamburkan uang tuannya mencoba menyelesaikan persoalannya dengan kembali menghambur-hamburkan uang dari tuannya ditambah dengan kebohongan. Tendensi seseorang yang harus mempertanggungjawabkan kesalahan adalah dengan berbuat kesalahan yang lain. Hamba yang tidak setia ini telah memanifestasikan tiga keinginan dari dunia ini, yang disebutkan oleh rasul Yohanes, dalam tindakan nyata.
Rasul Yohanes mengatakan “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” (1 Jn 2:16). Tiga keinginan inilah yang menjadi tanda-tanda anak-anak dunia. Keinginan daging adalah mengejar kesenangan, keinginan mata adalah mengejar kekayaan, dan keangkuhan hidup adalah keinginan yang salah berfikir tentang kesempurnaan diri sendiri. Hamba yang tidak setia mencoba mengejar kesenangan dengan menghambur-hamburkan uang tuannya. Dia juga mengejar kekayaan dengan berbohong, dengan harapan orang yang ditolongnya akan menampungnya di rumah mereka, kalau dia telah kehilangan pekerjaannya. Akhirnya keangkuhannya membuat dia berbohong, karena dia tidak mau sampai jatuh miskin yang dia pikir dapat menurunkan derajatnya. Hamba itu berusaha dengan segala cara untuk menyelamatkan dirinya, termasuk dengan berbuat dosa.
Mengapa tuan itu memuji hambanya yang jahat
Dari ayat 1-7, kita masih dapat mengikuti perumpamaan ini dengan jelas tanpa ada pertanyaan apapun, karena kita juga dapat menhubungkannya dengan keadaan di dunia ini dan mungkin juga dari pengalaman kita. Namun, yang membuat kita sulit untuk menerima adalah, tuan dari hamba yang tidak setia memuji kecerdikan dari hamba tersebut, yang sebenarnya perbuatan itu dapat dikategorikan culas. Kalau kita beranggapan bahwa tuan tersebut mewakili Tuhan, maka akan sulit bagi kita menerima perkataaan ini, karena Tuhan tidak akan mungkin memuji kebohongan hamba yang tidak setia tersebut. Sesuai dengan prinsip bahwa “means cannot justify an end” atau cara tidak dapat membenarkan tujuan, maka tujuan dari hamba itu yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur adalah tindakan yang tidak terpuji dan secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun, kenapa tuan dari hamba itu memuji tindakan dari hamba yang tak setia itu?
Ada beberapa interpretasi tentang hal ini. Banyak orang menginterpretasikan bahwa tuan di sini adalah mewakili Tuhan. Hal ini mungkin karena seringnya perumpamaan tentang tuan, tuan tanah, yang memang berarti Tuhan, seperti yang terjadi dalam perumpamaan tentang: a) raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya (Mt 18:23-35), b) tuan yang bepergian ke luar negeri dan mempercayakan hartanya kepada mereka (Mt 25:14-30). Namun, kalau kita teliti, dua perumpamaan tersebut menggambarkan kerajaan Sorga, seperti yang Yesus katakan pada awal dari dua perumpamaan tersebut (lih. Mt 18:23, Mt 25:14).
Namun, di dalam perumpamaan hamba yang tidak setia, tidak ditemukan pertanyaan tentang kerajaan Sorga. Oleh karena itu, mungkinkah kalau “tuan” dalam perumpamaan ini bukan mewakili Tuhan? Kalau hamba yang tidak setia disebut secara jelas bahwa dia adalah anak dari dunia ini (ay 8), maka kalau kita teliti, “tuan” di sini juga termasuk anak-anak dunia ini. Tuan di dalam perikop ini bukanlah mewakili Tuhan, namun mewakili orang-orang yang mengandalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Jadi, tidaklah heran, kalau tuan, yang juga dari dunia ini memuji kecerdikan hambanya. Yesus ingin memakai perumpamaan ini untuk menyampaikan kepada kita bahwa anak-anak dunia ini memang mempunyai kecerdikan untuk urusan dunia. Dan kecerdikan inilah yang seharusnya juga diterapkan untuk urusan-urusan Sorgawi, untuk tugas perutusan dalam mewartakan Kabar Gembira, seperti yang Yesus katakan “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.“(Mt 10:16).
Anak-anak dunia dan anak-anak terang
Setelah perumpamaan itu berakhir di ayat 8a, maka Yesus memberikan komentar “anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” (ay. 8b). Jadi pada saat tuan itu memuji kecerdikan hambanya, maka Yesus memberikan komentar bahwa memang anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang. Kalau kita amati keadaaan di lingkungan dan masyarakat modern ini, maka kita melihat bagaimana setiap orang berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan kehidupan finansial yang lebih baik; membanting tulang dari pagi sampai malam untuk mencukupi kebutuhan jasmani; memperjuangkan posisi atau kekuasaan dengan segenap kekuatan; mempunyai kesabaran yang luar biasa untuk meniti karir dan menanggung segala sesuatu demi tercapainya tujuan, dan masih begitu banyak usaha yang luar biasa yang dilakukan oleh manusia untuk urusan dunia ini, urusan yang bersifat sementara dan tidak kekal.
Pertanyaannya adalah sampai seberapa jauh, kita berusaha untuk juga sempurna di bidang spiritual yang jauh lebih penting dari urusan dunia ini, karena yang dipertaruhkan adalah kehidupan kekal? Beberapa santa dan santo mengatakan bahwa kalau saja manusia mempunyai usaha yang sama untuk hal-hal spiritual, seperti yang dilakukannya untuk mencapai kebutuhan duniawi, maka tidak ada manusia yang masuk neraka.
Untuk urusan pekerjaan, berapa banyak dari kita yang ingin mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang baik, bahkan sering harus belajar di luar negeri yang berarti harus mengorbankan waktu, tenaga dan uang? Namun berapa banyak orang yang mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh, mempertanyakan imannya, belajar untuk mengetahui imannya, dan mengasihi imannya? Begitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk mencapai karir yang bagus, berlomba-lomba untuk mendapatkan kedudukan yang mapan dan gaji yang besar. Namun, berapa banyak orang yang menaruh perhatian untuk berlomba-lomba dalam melakukan perbuatan kasih dengan mata yang terfokus pada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, pengharapan dan kasih (lih Ib 12:1-2)?
Untuk urusan pekerjaan, banyak orang menghabiskan waktu 8 – 12 jam sehari, dimana sisanya digunakan untuk bersenang-senang dan beristirahat. Namun, berapa banyak yang setiap hari benar-benar menyisihkan waktu untuk berdoa pribadi, menerima Sakramen Ekaristi dan secara teratur mengaku dosa dalam Sakramen Tobat? Jangan sampai, kalau dibuat tabel seluruh kegiatan yang kita lakukan setiap hari, maka lalu kita terperanjat karena melihat waktu yang kita sisihkan untuk Tuhan ternyata kurang dari 15 menit sehari, yang berarti kurang dari 1% dari waktu yang diberikan oleh kepada kita. Ah, seandainya tiap-tiap dari kita menyadari bahwa jika ini terjadi, maka kita melakukan ketidakadilan terhadap Tuhan. Dia telah memberikan dan mencukupi segala kebutuhan kita namun kita tidak memberikan cukup perhatian kepada Tuhan.
Mungkin ada yang pernah mendengar tentang pepatah “ora et labora“, yang berarti berdoa dan bekerja. Pepatah ini datang dari ordo Benediktus, yang mempunyai kehidupan biara yang ketat, dimana mereka bekerja selama 8 jam, beristirahat selama 8 jam, dan berdoa selama 8 jam (yang dibagi menjadi tujuh kali). Mungkin kaum awam yang memang mempunyai tanggung jawab untuk bekerja tidak dapat melakukan hal ini, namun dapatkah kita memutuskan untuk berbicara dengan Tuhan dalam doa selama minimal 30 menit atau satu jam sehari?
Persahabatan dengan mamon yang membawa kepada kehidupan kekal
Setelah kita mengetahui akan perbedaan anak-anak dunia dan anak-anak terang yang disebutkan pada ayat 8, maka hal yang cukup sulit untuk dipahami adalah di ayat 9, dimana Yesus berkata “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” Bagaimana mungkin Yesus mengatakan bahwa kita harus mengikat persahabatan dengan mamon yang tidak jujur? Bukankah Yesus mengajarkan untuk tidak mengabdi kepada mamon (lih. Mt 6:24)?
Mamon yang berasal dari bahasa Aramaic berarti “something confided or deposited” (sesuatu yang dipercayai atau disimpan), yang sering dikonotasikan dengan kekayaan. Kekayaan memang sering mendatangkan godaan besar untuk berbuat dosa, namun kekayaan sendiri adalah sesuatu yang netral, karena dapat dipergunakan untuk sesuatu yang baik, walaupun sering dipergunakan untuk sesuatu yang buruk. Kekayaan juga dapat berupa bakat dan kemampuan, yang juga merupakan sesuatu yang bersifat netral. Berapa banyak kita melihat orang-orang yang jenius yang membangun dunia, namun ada juga yang orang yang jenius yang menggunakan kepintarannya untuk berbuat kriminal. Kuncinya adalah kita semua adalah bendahara yang dipercayakan oleh Tuhan dengan berbagai macam talenta dan karunia, yang dapat berupa kekayaan, kepandaian, dll. Pada waktu seseorang dipercaya oleh Tuhan dengan kekayaan atau kepandaian, maka sikap yang benar adalah menyadari bahwa semua itu bukan milik pribadi, namun merupakan titipan Tuhan, yang harus dipergunakan dengan bijaksana.
Kalau kita menganggap sebaliknya, percaya bahwa semua itu adalah milik pribadi kita yang tidak perlu dibagikan kepada orang yang membutuhkan, dan seluruh kehidupan kita berpusat pada kekayaan atau kepandaian, maka kita telah mengabdi kepada mamon, seperti yang dikatakan oleh Yesus di Mt 6:24. Pada waktu Yesus mengatakan “Ikatlah persahabatan dengan mamon yang tidak jujur“, ini berarti bahwa kita harus berhati-hati dengan mamon yang tidak jujur, karena kekayaan memang sering mengecoh manusia dengan memberikan ide bahwa kebahagiaan terletak pada kekayaan dan bukan pada Tuhan. Kebahagian semu inilah yang sering mengecoh banyak orang. Di ayat ini, Yesus hendak mengkontraskan antara orang kaya yang tidak benar, yang diperbudak oleh uang dan orang kaya yang benar, karena mempergunakan kekayaannya untuk semakin memuliakan nama Tuhan. Tentu saja ada banyak cara untuk memuliakan nama Tuhan dengan kekayaan, seperti: membantu Gereja, membantu proses evangelisasi, namun yang terutama adalah membantu yang miskin dan kekurangan.
Persahabatan dengan mamon dan bukan diperbudak mamon, seperti yang diterangkan di atas, maka diharapkan jika mamon tidak dapat menolong lagi – yaitu pada saat dipanggil oleh Tuhan melalui kematian – maka orang tersebut dapat diterima dalam kemah abadi dalam kerajaaan Sorga (ay. 9). Tobit mengatakan “Memang sedekah melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke dalam kegelapan” (Tob 4:10). Mari, kita yang diberi kekayaan dan talenta yang berbeda-beda oleh Tuhan, dengan sukacita membagikannya kepada orang lain, sehingga kekayaan dan talenta kita dapat menjadi salah satu cara untuk membawa kita kepada kebahagiaan sejati.
Kesetiaan dalam perkara kecil menjadi tanda kesetiaan dalam perkara besar
Seseorang diketahui setia dari perkara- perkara yang kecil. Contohnya seorang majikan yang melihat bahwa pelayannya tidak mencuri benda- benda yang kecil, akan percaya bahwa pelayannya itu tidak akan mencuri benda- benda yang lebih besar/ berharga. Nah, hal- hal duniawi dikatakan sebagai hal yang kecil, dan hal- hal rohani sebagai hal yang lebih berharga, maka mereka yang tidak menggunakan hal- hal duniawi bagi kemuliaan Tuhan, tidak akan menggunakan karunia- karunia rohani sebagaimana mestinya. Selanjutnya Luk 16:11 mengatakan, “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Hal Mamon yang tidak jujur di sini maksudnya adalah kekayaan yang sementara dan semu, seperti halnya pada kasus yang tidak adil dan tidak halal — siapa yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Jika demikian, Tuhan tidak akan mempercayakan kepadamu kekayaan rohani dari rahmat-Nya.
Setia mengelola harta orang lain sebelum mengelola harta sendiri
Jika kamu tidak setia dalam hal harta milik orang lain, yang disebut sebagai harta dunia yang tidak halal yang diberikan dari satu orang kepada yang lain; sehingga bukan milikmu sendiri; siapa yang akan memberikan apa yang menjadi milikmu? Bagaimana kamu berharap bahwa Tuhan akan memberikan kepadamu harta rohani yang jika dikelola dengan baik akan menjadi milikmu selamanya? ((lih. St. Augustine, lib. ii. qq. Evang. q. 35. p. 263. -Witham))
Kekayaan dunia dikatakan sebagai milik orang lain, karena itu milik Tuhan; kita hanya pengelola: sehingga ketika kita memberi sedekah, kita membebaskan apa yang menjadi milik orang lain. Jika kita tidak berbuat demikian, bagaimana kita dapat memberikan apa yang menjadi milik kita?
Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan
Tidak ada pelayan yang dapat mengabdi pada dua tuan. Untuk membagikan harta milik kita sesuai dengan kehendak Tuhan, kita harus membebaskan pikiran kita dari keterikatan terhadap harta milik tersebut (Theophylactus)— “Biarkan orang- orang yang serakah belajar, bahwa para pencinta harta duniawi adalah musuh Kristus “(Bede yang terberkati), sebab akar dari segala dosa adalah cinta akan uang (lih. 1 Tim 6:10)
Terima kasih atas pencerahannya katolisitas.. Sungguh sesuai dengan Injil hari ini.
Tapi masih ada pertanyaan dalam benak saya selama ini. Apakah gereja / suatu tarekat atau komunitas religius dapat menerima persembahan materi dari seseorang / perusahaan yang sudah diketahui umum terlibat masalah dengan hukum (karena diketahui melakukan praktek bisnis yang tidak halal)? Karena saya melihat hal ini ada terjadi, tanpa harus menyebutkan siapa pemberi & penerimanya.
GBU..
In Christ,
[Dari Katolisitas: Sesungguhnya, pada prinsipnya hal tersebut tidak dapat dilakukan, sebab hal itu menunjukkan semacam ‘kerjasama’ dengan kejahatan, yaitu mengambil keuntungan dari kejahatan yang telah dilakukan oleh orang itu dan dengan demikian, memberikan legitimasi atas perbuatan tersebut di mata orang banyak, dan hal ini menjadi suatu skandal. Maka jika Anda mengetahui fakta tentang hal ini, silakan memberitahukan pihak otoritas Gereja, sehingga dapat ditinjaklanjuti sesuai dengan prinsip moral yang berlaku.]
menurut anda tasrif injil luk 16:10-18, itu bagaimana? lalu definisi mamon dalam ayat tersebut? dan apa hubungan mamon dengan perumpamaan uang?
[dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas – silakan klik]
Berkah Dalem,
Ibu Inggrid/Bp.Stef mohon penjelasan Lukas 16 : 9&11
Terimakasih.
[dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas – silakan klik.]
Berkah Dalem,
Saya mencoba memahami bacaan Injil minggu lalu tapi kok “macet” ya. Bisa dibantu dengan memberi pencerahan? Kutipan ini dalam format *.doc, sebenarnya ada comment karena belum yakin masuk maka saya kirim pula ke katolisitas[at]gmail.com. Terima kasih , Tuhan memberkati.
LUKAS
TAHUN C – MINGGU BIASA KE -25
16:1 Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya.
16:2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.
16:3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.
16:4 Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.
16:5 Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku?
16:6 Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.
16:7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.
16:8 Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.
16:9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”
16:10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.
16:11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
16:12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
16:13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Shalom Eko,
Terima kasih atas pertanyaannya. Silakan melihat artikel di atas – silakan klik, yang menjawab pertanyaan anda. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Sebenarnya masih saja tidak mudah bagi saya untuk memahami ayat 9 tsb. Apakah praktek seseorang yang secara luas dan umum dapat dikategorikan sebagai tindak korupsi yang hasilnya digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan sosial dan karitatif lainnya, dapat dipahami atas dasar interpretasi ayat 9 seperti dijabarkan di atas?
Soenardi
Shalom Soenardi,
Terima kasih atas pertanyaannya. Mendapatkan uang dengan tidak jujur dan kemudian membagikannya kepada orang miskin bukanlah suatu perbuatan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, dan tentu saja bukan itu yang dimaksud dalam Lukas 16:9. Secara prinsip untuk mengikat persahabatan dengan “mamon yang tidak jujur” tidak boleh dengan perbuatan yang tidak bermoral dan tidak boleh dengan ketidakjujuran. Perbuatan moral yang baik harus memenuhi tiga kriteria, yaitu obyek dari perbuatan itu sendiri, keadaan pada waktu perbuatan tersebut dilakukan, maksud dari perbuatan tersebut. Perbuatan korupsi sendiri adalah suatu dosa, walaupun dengan maksud yang baik dan keadaan yang mendesak. Dan sesuai dengan prinsip “cara tidak dapat membenarkan tujuan”, maka korupsi dengan tujuan membantu orang lain, tidaklah dapat dibenarkan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Saya juga sangat sulit memahami perikop ini, tapi sekarang artinya mulai terbuka. Terimakasih kepada Tuhan karena lewat pak Stef mau mengartikan kepada saya dan semuanya.
GBU.
Stef yang terkasih dalam Tuhan,
bertahun-tahun saya menyimpan pertanyaan dan keheranan tentang Luk 16 : 9 tentang persahabatan dg mamon yang tidak jujur ini, dan baru sekarang saya mendapatkan jawabannya. Saya senang sekali, puji Tuhan, dan terimakasih Stef. Jadi intinya sebetulnya dalam mewartakan Kabar Gembira kita juga harus tidak kalah cerdik dg anak-anak dunia ini ya, yang memang terkenal lihai dan penuh tipu muslihat. Tetapi karena means can’t justify an end, kecerdikan itu tentunya harus dibarengi ketulusan seekor merpati, begitu bukan? Wah bagi saya ini seperti suatu “seni” dalam mengejar keutamaan Kerajaan Allah di dalam dunia ini. Sekali lagi terimakasih atas artikel dan penjelasannya
Terima kasih untuk artikelnya…
Akhirnya saya mengerti maksud dari perikop ini, karena sebelum membaca artikel ini, sejujurnya saya memang agak bingung.
Sekali lagi, terima kasih…
Tuhan memberkati
Trim’s saya lagi mau PA besok mau membahas ini. Bagus sekali….
Kebahagian bukan hanya dari kekayaan materi saja.
Paling sulit memahami Perikop Bendahara yang tidak jujur, setelah membaca artikel tsb semakin memahami. Gbu all
Best Regards
Urip Widodo
Comments are closed.