Umat Kristen non-Katolik sering mengatakan bahwa kitab-kitab deuterokanonika disebut kitab-kitab Apokrif dan seharusnya tidak menjadi bagian dari Kitab Suci. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat kita pegang:
1. Sebaiknya tidak menggunakan istilah “Apokrif”
Sebenarnya menurut St. Agustinus perkataan “Apokrif” atau apocrypha artinya adalah ‘tidak jelas asal usulnya’ yang berkonotasi dengan buku yang tidak diketahui pengarangnya atau buku yang keasliannya dipertanyakan. Namun secara umum, perkataan “apokrif” tadi diartikan sebagai sesuatu yang ‘tersembunyi, salah, buruk atau sesat’, sehingga sebaiknya kita tidak menggunakan kata “apokrif” karena artinya sama sekali bukan penghalusan kata “deuterokanonika”, tetapi malahan sebaliknya, sebab menganggap bahwa kitab- kitab ini tidak diinspirasikan oleh Roh Kudus.
Maka sebaiknya kita menggunakan saja kata “Deuterokanonika” yang terjemahan bebasnya adalah, “kanon yang kedua/ secondary”. Istilah ini dikenal pada abad ke-16, yaitu setelah Martin Luther dan para pengikutnya mulai membedakan antara ketujuh kitab dalam PL dengan kitab- kitab PL lainnya (yang mereka sebut sebagai proto-canon). Padahal, sudah sejak awal kitab- kitab Deuterokanonika termasuk dalam Septuaginta, yaitu Kitab Suci Perjanjian Lama yang ditulis di dalam bahasa Yunani, yang adalah Kitab Suci yang dipegang oleh Kristus dan para rasul.
2. Tidak seharusnya kita mengikuti hasil Konsili Javneh/ Jamnia
Setelah kehancuran Yerusalem di tahun 70, yaitu tepatnya tahun 90- an para ahli kitab Yahudi mengadakan konsili Jamnia (Javneh) untuk meninjau kanon Kitab Suci mereka, sambil juga menolak keberadaan Injil yang tidak mereka pandang sebagai tulisan yang diinspirasikan oleh Allah, karena mereka menolak Kristus. Konsili ini akhirnya memutuskan untuk juga tidak memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika di dalam Kitab agama Yahudi. Kemungkinan adalah karena adanya nubuat yang begitu jelas tentang Mesias yang tercantum dalam kitab-kitab Deuterokanonika itu– dan nubuat itu digenapi oleh Kristus– yaitu nubuat dalam Kitab Kebijaksanaan (lih. Keb 2:12-20). Namun ironisnya, ada sejumlah umat Kristen yang mengacu kepada keputusan Konsili Jamnia ini, yang telah jelas tidak mengakui Injil dan Kristus.
Selain itu, ada pula argumen yang menyatakan bahwa tidak diketemukan naskah asli kitab-kitab Deuterokanonika dalam bahasa Ibrani, maka dianggap kitab-kitab tersebut tidak otentik. Padahal, mayoritas ahli Kitab Suci beranggapan bahwa sebagian kitab-kitab Deuterokanonika (Barukh, Sirakh, Tobit, Yudit, 1 Makabe) ditulis dalam bahasa Ibrani. Juga nyatanya, penemuan naskah-naskah kuno di gua-gua Qumran, juga meneguhkan pandangan mereka. Penemuan naskah-naskah ini yang dikenal dengan Dead Sea Scroll (sekitar tahun 1950-an) menunjukkan adanya naskah-naskah asli (yang diperkirakan berasal dari tahun 300 SM- 135 M) sebagian kitab Deuterokanonika–yaitu Sirakh, Daniel, Tobit, Barukh–dalam bahasa Ibrani. Dengan demikian, gugurlah argumen bahwa kitab-kitab Deuterokanonika tidak ditulis dengan bahasa Ibrani.
Namun sebetulnya, yang perlu dilihat sebagai patokan adalah, para Bapa Gereja pada jemaat Kristen awal tidak meragukan keaslian/ otentisitas kitab-kitab ini. Silakan membaca di link ini, silakan klik, untuk mengetahui bahwa para Bapa Gereja tidak pernah meragukan keotentikan kitab- kitab Deuterokanonika, dan bahkan mengutip ayat- ayat dalam Kitab tersebut dalam pengajaran mereka. [Tulisan para Bapa Gereja yang mengutip kitab- kitab Deuterokanonika dalam ajaran mereka adalah: Didache, Klemens, Polikarpus, Irenaeus, Hippolytus, Cyprian, Agustinus dan Hieronimus].
Walaupun sekarang umat Yahudi umumnya menerima hasil konsili Jamnia (Javneh), harus diakui bahwa tidak semua komunitas Yahudi menerima otoritas konsili Jamnia ini. Umat Yahudi di Ethiopia, misalnya, memilih kanon yang sama dengan kanon PL yang ditetapkan oleh Gereja Katolik, yang memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika (cf. Encyclopedia Judaica, vol. 6, p. 1147). Demikian pula sebenarnya, Gereja tidak perlu menerima otoritas konsili Jamnia, sebab: 1) Konsili agama Yahudi yang dilakukan setelah Kristus bangkit, tidak mengikat umat Kristiani, sebab kuasa mengajar telah diberikan kepada para rasul dan para penerusnya, dan bukan kepada pemimpin agama Yahudi; 2) Konsili Jamnia menolak semua dokumen yang malah menjadi dasar sumber iman Kristiani, yaitu Injil dan kitab- kitab Perjanjian Baru. 3) Dengan menolak kitab- kitab Deuterokanonika ini, konsili Jamnia menolak kitab- kitab yang dipegang oleh Yesus dan para rasul, yang telah termasuk di dalam Kitab Suci mereka yaitu Septuaginta. Adalah fakta bahwa 2/3 kutipan dalam kitab Perjanjian Baru sendiri diambil dari Septuaginta dan bukan dari kitab berbahasa Ibrani.
3.Kitab-kitab yang termasuk Deuterokanonika
Kitab-kitab yang termasuk Deuterokanonika ini adalah:
- Tobit
- Yudit
- Tambahan kitab Ester
- Kebijaksanaan
- Sirakh
- Barukh, termasuk tambahan surat Yeremia
- Tambahan kitab Daniel
- 1 Makabe
- 2 Makabe
Kitab-kitab tersebut sudah termasuk di dalam kanon Kitab Suci sesuai dengan yang ditetapkan oleh Paus Damasus I dalam sinode di Roma tahun 382 dan kemudian ditetapkan kembali pada Konsili Hippo (393) dan di Konsili Carthage (397). Jika kita membaca isi kitab Deuterokanonika tersebut tidak ada yang bertentangan dengan isi Alkitab yang lain, sehingga sesungguhnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa kita-kitab tersebut ‘buruk’. Kitab tersebut malah memperjelas apa yang disampaikan dalam kitab Perjanjian Lama yang lain. Contohnya saja, di tambahan kitab Esther, ada uraian tentang mimpi Mordekai, surat penetapan Haman, doa Mordekai dan doa Esther, yang jika dibaca dalam kesatuan dengan Kitab Esther dalam kanon terdahulu dapat menjelaskan isi Kitab Esther secara lebih lengkap dan membuat ceritanya ‘make sense’. (Misalnya, di kitab terdahulu hanya disebut ada surat Haman, tetapi isi persisnya tidak dijabarkan, sedangkan di kitab tambahan Esther isi surat itu dijabarkan). Di sini jelaslah bahwa Tambahan Ester itu sebenarnya bukan tambahan, tetapi menjadi satu kesatuan dengan Kitab Ester.
4. Mengapa Luther dan Calvin menolak Kitab- kitab Deuterokanonika
Kemungkinan Luther mencoret kitab Deuterokanonika terutama karena tidak setuju dengan isi Kitab 2 Makabe yang mengajarkan untuk berdoa bagi keselamatan jiwa orang-orang yang telah meninggal, sebab Luther berpendapat bahwa keselamatan diperoleh hanya karena iman (Sola Fide). Martin Luther juga menganggap beberapa kitab dalam Perjanjian Baru sebagai “kitab deuterokanonika”, seperti halnya surat rasul Yakobus – yang disebutnya sebagai “Epistle of straw/ surat jerami”, kitab Wahyu, dan surat Ibrani, karena kitab itu secara implisit mengutip kitab 2 Makabe 7, yaitu Ibr 11:35. Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa gereja Protestan mencoret Kitab Deuterokanonika karena ingin mengikuti hasil konsili Jamnia, agar lebih sesuai dengan kitab asli dalam bahasa Ibrani yang diterima oleh umat Yahudi. Namun seperti telah dijabarkan di atas, sesungguhnya umat Kristen tidak perlu mengikuti hasil Konsili Jamnia. Karena konsili itu menolak Kristus, menolak Injil dan Perjanjian Baru, bagaimana mungkin kita bisa mempercayai bahwa mereka mempunyai otoritas dari Roh Kudus untuk menentukan kanon Kitab Suci?
Walaupun Luther menolak kitab- kitab Deuterokanonika, namun setelah bertentangan sendiri dengan para tokoh Protestan lainnya, akhirnya Luther tetap memasukkan kitab- kitab tersebut dalam Kitab Perjanjian Baru. Luther dan para pengikutnya kemudian menyebut kitab- kitab Deuterokanonika sebagai kitab- kitab Apokrif (tidak diilhami Roh Kudus). Namun demikian, Luther tetap memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika tersebut di dalam terjemahan Kitab Suci yang disusunnya, sebagai tambahan/ appendix antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hal ini berlangsung terus sampai tahun 1827, saat The British and Foreign Bible Society mencoret atau membuang kitab- kitab Deuterokanonika dari kitab suci mereka.
Maka Kitab Suci versi Protestan yang ada sekarang, bukan saja tidak lengkap, jika dibandingkan dengan Kitab Suci dari Gereja Katolik, tetapi juga tidak lengkap jika dibandingkan dengan Kitab Suci yang umum mereka pakai selama sekitar 300 tahun (dari abad ke 16 sampai ke 19). Dan bahwa kitab suci Protestan sekarang ini usianya baru sekitar 150 tahun, dan ditetapkan oleh manusia, dan bukan oleh Tradisi turun temurun dari para rasul dan para Bapa Gereja. Tak dapat dipungkiri bahwa Luther menentukan sendiri kitab- kitab yang dianggapnya ‘lebih penting’ dari kitab- kitab yang lain berdasarkan pemahaman pribadinya; dan inilah yang kemudian mempengaruhi pandangan para pengikutnya. Sedangkan Gereja Katolik dalam menentukan kanon, tidak berdasarkan pemahaman pribadi melainkan dari bukti tertulis dari pengajaran para rasul dan Bapa Gereja, yang telah memasukkan kitab- kitab tersebut dalam tulisan mereka.
Jadi yang benar adalah Gereja Katolik tidak pernah menambah-nambah Kitab Suci, sebab memang dari sejak awal ditetapkan sudah demikian. Yang terjadi adalah pengurangan oleh pihak pendiri gereja Protestan, yang akhirnya diturunkan kepada generasi-generasi berikut dalam bermacam denominasi.
Salam hormat Pak Stef / Bu Ingrid,
Ini saya ada beberapa pertanyaan yang mungkin bisa dibantu.
KEAKURATAN PERJANJIAN BARU
Saya pernah mendengar bahwa dalam menyalin kitab suci selama ribuan tahun itu terjadi kesalahan-kesalahan, namun hal ini sangat minoritas. Saya pernah mendengar bahwa ada 13000 salinan Perjanjian Baru, yaitu 5000 bahasa Yunani & sisanya bahasa-bahasa yang lain. Persamaan keakuratan 13000 salinan ini adalah 99,5 %. Yang menjadi pertanyaan :
1) Berarti kalau dengan berbagai macam bahasa saja sudah 99,5 % kecocokan, maka kecocokan antar salinan Yunani kata per kata sendiri SEHARUSNYA lebih tinggi prosentasenya, yaitu >99,5%. Benarkah? Karena mereka adalah salinan pertama dengan bahasa yang sama pula sekaligus bahasa internasional.
[Dari Katolisitas: Angka tersebut adalah perkiraan menurut para ahli Kitab Suci, walaupun nampaknya tidak disebutkan secara mendetail, apakah itu prosentase akurasi salinan dalam berbagai bahasa ataupun dalam salinan dalam bahasa Yunani, atau rata-rata gabungan antara keduanya. Namun hal ini tidaklah menjadi masalah, sebab menyangkut hanya prosentase yang relatif sangat kecil, yaitu 0.5%.]
2) Menurut saya, yang harus akurat 100 % itu adalah kejelasan makna. Jadi kalau ada sedikit kesalahan penulisan namun maknanya jelas, itu tidak masalah. Daripada penulisannya / salinannya 100 % sempurna (titik, koma, huruf besar, dsb) tapi kita tidak mengerti sama sekali maknanya. Benarkah pemikiran saya ini Pak Stef? Contoh :
– Is breá liom tú (penulisannya 100 % benar) tapi kita tidak mengerti artinya.
– Ak syng kmu (penulisannya 90 % benar) tapi kita mengerti 100 % artinya, yaitu Aku sayang kamu.
[Dari Katolisitas: Ya, varisi ada, umumnya dalam ejaan atau huruf pada nama, tetapi tanpa mengubah inti yang ingin disampaikan.]
3) Apakah semua jenis kesalahan penulisan di alkitab seperti pada poin ke-2 di atas?
KEAKURATAN PERJANJIAN LAMA
1) Saya pernah mendapat info dari website kristen bahwa perjanjian lama yang kita miliki itu keakuratannya kata per kata 95%, hal ini terbukti dari perbandingan kitab Yesaya pada Masoretic Text (abad ke-8 M) dibandingkan dengan Dead Sea Scroll (abad ke-2 SM) yang ternyata persamaan fantastis yaitu 95 % dengan beda 1000 tahun rentang penulisan. Sedangkan di sisi lain kita menggunakan Perjanjian Lama berdasarkan Septuagint yang menurut penelitian bahwa perbandingan antara Septuagint dengan Dead Sea Scroll persamaannya lebih besar daripada perbandingan antara Masoretic Text dengan Dead Sea Scrool (by Michal Elisabeth Hunt – Agape Catholic Bible Study). Jadi hal yang membuat saya percaya bahwa Perjanjian Lama kita ini akurat 100 % adalah hal-hal sebagai berikut :
– Septuagint (Kitab Suci Katolik) dikonfirmasi keakuratannya oleh Samartian Pentateuch & The Targums.
– Keakuratannya Septuagint adalah lebih besar (pastinya >95%) daripada Masoretic Text jika dibandingkan dengan Dead Sea Scroll. Alias dikonfirmasi oleh Dead Sea Scroll sendiri.
– Dikonfirmasi oleh Yesus sendiri karena Septuagint dipakai oleh Yesus dan Para Rasul.
Benarkah pemikiran saya ini Pak Stef?
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel yang belum lama ini kami tayangkan, silakan klik. Teks Masoretik disusun di abad ke-8, sedangkan teks Septuaginta itu sudah ada sejak sekitar abad ke-2 SM, dan telah dipakai sejak zaman Tuhan Yesus dan para Rasul. Oleh karena itu, tak mengherankan jika teks Septuaginta lebih sesuai dengan teks PL yang dikutip dalam PB, jika dibandingkan dengan teks Masoretik. Sebab patokan yang dipakai oleh Tuhan Yesus dan para Rasul adalah teks Septuaginta. Selanjutnya, tentang Septuaginta, silakan klik di sini.]
KEAKURATAN TRADISI SUCI
1) Kita tahu bahwa Alkitab dimulai sebelum Yesus lahir, bagaimana dengan Tradisi Suci? Apakah juga dimulai bersamaan dengan Alkitab? Atau dimulai sejak Yesus di dunia?
[Dari Katolisitas: Dari definisinya, Tradisi Suci adalah ajaran lisan dari Kristus dan para Rasul. Maka Tradisi Suci dimulai sejak zaman Yesus dan para Rasul-Nya.]
2) Apakah Tradisi Suci juga mengalami proses penyalinan-penyalinan seperti itu sehingga bisa terjadi kesalahan dalam penulisan dan kita mengalami kesalahan? Kalau mengalami kesalahan, kira-kira berapa prosentasenya? Apakah masih bisa didapatkan kejelasan makna 100% ?
[Dari Katolisitas: Kebanyakan teks Tradisi Suci ditulis dalam bahasa Yunani dan Latin. Teks ini juga diturunkan, dan kemudian diterjemahkan. Terjemahan ke dalam bahasa Inggris yang paling terkenal adalah 38 buku yang berjudul Ante Nicene Fathers, Nicene Fathers dan Post Nicene Fathers. Sepanjang pengetahuan kami, mayoritas para penerjemah itu juga bukan Katolik. Beberapa tulisan Church Fathers/ Bapa Gereja itu juga diterjemahkan di ensiklopedia Katolik, dan kalau diperhatikan kedua terjemahan ini hampir sama artinya. Ini menunjukkan bahwa tingkat akurasi penerjemahan juga cukup baik.]
3) Atau Gereja Katolik menyimpan Tulisan asli / original dari Tradisi Suci sendiri? (Mengingat dengan anggapan Tradisi Suci diciptakan oleh Yesus pada Jaman Kristus dan punya waktu yang rentangnya lebih dekat)
[Dari Katolisitas: Sepertinya perpustakaan di Vatikan menyimpan teks/ salinan teks dari tulisan para Bapa Gereja ini. Sebab tulisan-tulisan inilah yang kemudian banyak dikutip dalam dokumen-dokumen pengajaran Gereja.]
LAINNYA
Website anda menuliskan :
“Codex tersebut menyampaikan teks otentik dari Kitab Suci. Adanya ketidaklengkapan di satu Codex, dilengkapi di Codex lainnya”
1) Jadi Kitab Suci yang kita miliki ini benar-benar 100% ASLI & SAMA dengan semua tulisan yang hanya diilhamkan oleh Tuhan saja melalui semua nabi Perjanjian Lama dan semua Para Rasul serta semua penulis Perjanjian Baru?
[Dari Katolisitas: Gereja Katolik mengajarkan bahwa Kitab Suci memang ditulis atas ilham Tuhan sendiri, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru]
2) Ada 2 kasus (pada Perjanjian Lama) :
– Tulisan yang diilhamkan oleh Tuhan namun TIDAK ditulis oleh Nabi.
– Tulisan yang tidak diilhami oleh Tuhan tapi ditulis oleh Nabi.
Pernahkah terjadi kedua kasus di atas? Karena sepengetahuan saya, kedua hal tersebut tidak ada.
[Dari Katolisitas: Katekismus mengajarkan:
KGK 106 Allah memberi inspirasi kepada manusia penulis [auctor] Kitab Suci. “Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri, supaya – sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka – semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh” (DV 11).
Dengan demikian, Nabi menuliskan semua yang diilhamkan Allah, sedangkan yang tidak diilhami oleh Allah, tidak dituliskan oleh Nabi. ]
3) Apakah alkitab yang kita miliki saat ini sudah semua tulisan yang diilhamkan oleh Tuhan sejak dunia diciptakan sampai pada jaman Yesus? Karena setahu saya tidak ada tulisan sama sekali yang diilhamkan oleh Tuhan diluar Perjanjian Lama kita (selain Tradisi Suci). Benarkah, Pak Stef?
[Dari Katolisitas: Seperti telah disampaikan di atas: Ya, bahwa Tradisi Suci baru ada setelah zaman Yesus dan Para Rasul-Nya. Sebelum zaman Yesus dan para Rasul, tulisan yang diilhamkan Allah adalah Kitab Suci Perjanjian Lama.]
4) Apakah Bangsa Israel / Yahudi memiliki kitab suci selain Kitab Suci Perjanjian Lama yang kita miliki? Setahu saya, tidak. Benarkah Pak Stef?
[Dari Katolisitas: Sepertinya tidak. Silakan klik di sini, untuk melihat tabel perbandingan antara kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci Yahudi dengan Kitab Suci Katolik. Sejumlah Rabi Yahudi di sekitar tahun 100 mencoret kitab-kitab Deuterokanonika dalam kanon kitab suci mereka, sehingga jumlah kitab mereka lebih sedikit daripada jumlah kitab-kitab Perjanjian Lama yang ada dalam Kitab Suci kita.]
“Teks otentik dari manuskrip-manusrip kuno tersebut kemudian dikumpulkan, dirangkum dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin”
5) Saya kok kurang nyaman dengan kata ‘dirangkum’ ya Pak Stef, seakan-akan merangkum itu kayak membuat cerita yang lebih pendek dari aslinya. Mungkin lebih tepatnya dikombinasikan atau digabungkan sehingga lengkap. Karena setahu saya Alkitab kita itu adalah alkitab yang lengkap 100% (seperti pertanyaan 1).
[Dari Katolisitas: Tidak demikian. Maksudnya merangkum itu adalah mengumpulkan kemudian dijadikan satu, yaitu dari codex yang satu dengan yang lain, saling melengkapi menjadi satu kesatuan. Silakan Anda periksa di Kamus Besar Bahasa Indonesia. ‘Merangkum’ artinya lebih luas daripada ‘meringkas’, sehingga tidak sama persis artinya dengan meringkas. Sedangkan ‘mengkombinasikan’ itu konotasinya adalah menggabungkan, namun belum tentu menyatukan. Maka kami memilih kata ‘merangkum’ daripada ‘mengkombinasikan’.]
Terima kasih banyak Pak Stef atas bantuannya.
Tuhan Yesus memberkati.
Mengapa Kitab Deuterokanonika tidak ada dalam kitab Ibrani?
Shalom Riana,
Tidak benar jika dikatakan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika semuanya ditulis dalam bahasa Yunani. Sebab ada beberapa kitab yang ditulis dalam bahasa Aram dan Ibrani. Silakan membaca penjabaran di artikel Menjawab keberatan tentang Septuaginta dan Deuterokanonika, silakan klik.
Sebagian dari teks kitab-kitab Deuterokanonika itu ditemukan sebagai bagian dari Dead Sea Scrolls, yang membuktikan bahwa teks-teks tersebut yang ditulis dalam bahasa asalnya, yaitu bahasa Ibrani, dan telah hidup dan berakar dalam tradisi masyarakat Yahudi- yaitu suku Essenes, di abad-abad menjelang kelahiran Kristus. Jadi bukan kitab-kitab yang baru ditambahkan kemudian. Silakan klik di sini untuk membaca tanya jawab tentang hal ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Apakah umat Yahudi yg memakai deuterokanonika di ethiopoa adalah pengikut Kristus atau Judaism ? Bisa tolong referensinya ?
Rgds,
CaesarAndra
Shalom Caesarandra,
Sumbernya adalah dari Encyclopedia Judaica, sebagaimana dikutip oleh link ini, silakan klik:
The group of Jews which met at Javneh became the dominant group for later Jewish history, and today most Jews accept the canon of Javneh. However, some Jews, such as those from Ethiopia, follow a different canon which is identical to the Catholic Old Testament and includes the seven deuterocanonical books (cf. Encyclopedia Judaica, vol. 6, p. 1147).
Sejumlah umat Yahudi yang dari Gereja Orthodoks, juga menerima Kitab-kitab Deuterokanonika, hal ini dapat dibaca di link Wikipedia, klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai Sejahtera,
Dear Katolisitas yg baik, semoga perjuangan karya kalian semakin menyebar membantu org2 katolik agar semakin mendalami kebenaran dan keindahan kekatolikannya.Amin.
Saya mau menyambung pertanyaan Snyder diatas
“Saya cuma mengakui otoritas Yahudi dalam menentukan PL. sedangkan Septuaginta terbagi menjadi 3 bagian.
# Tanakh yang diakui semuanya
# Deuterokanonika yang diakui sebagian kelompok
# Ezra3,Ezra4,Doa Manasye yang diakui sebagai apokrifa (tidak diakui keasliannya, alias tidak masuk kanon) oleh konsili trente
Dengan demikian jelas bahwa GK saja tidak 100% mengakui integritas pembuat Septuaginta…. ”
Boleh diberitahukan kenapa GK menolak Ezra2, Ezra4, Makabe 3, dan kitab2 lain seperti : Kitab petrus, injil orang ibrani, Kitab Maria (magdalena), injil Tomas, injil Filipus, Rahasia Markus, pseudo Matius dllnya??
Karena setelah saya baca beberapa isi dari kitab2 tersebut, sebenarnya justru ada beberapa bagian yang “menambah iman dalam konteks positif” tidak semuanya dianggap menambahkan “kebingungan” dan justru beberapa hal yang belum jelas di PB, semuanya itu bisa dijelaskan dan dirangkum sebagai perenungan iman yang lebih dalam dan detail. sebagai contoh:
1. Masa Kelahiran Yesus :
1.1. Sejarah Yoakim dan Anna
1.2. Sejarah Bunda Maria yg sejak 3 tahun sudah menetap di Bait Allah
1.3. Pergulatan Batin Santo Yusuf dan Bunda Maria dengan jelas
1.4. Ini yang sangat luarbiasa :
Kelahiran Tuhan Yesus secara ajaib tidak melalui proses
persalinan, yang sangat mendukung dogma Bunda Perawan Suci yang
tidak bernoda.
lalu, ada lagi point2 masa karya Yesus dan masa wafat dan kebangkitannya, yang sebenarnya saya pikir bisa menambah, menumbuhkan dan sekaligus sebagai peneguhan buat perkembangan iman kita.
Saya hanya merasa sayang sekali beberapa materi bagus tidak di perbolehkan atau dianggap apokrif oleh Gereja Katolik.
Kembali ke topik Deuterokanonika,
Disini kita sudah secara jelas dan detail diterangkan pembelaan deuterokanonika dan latar belakang bgmana terjadinya perbedaan antara sikap dan pandangan antara protestan ( Martin Luther ) dengan Pope kita.
Harapan saya dengan mengetahui alasan kenapa di katolik pun tidak mengakui semua kitab di septuaginta diakui sebagai deuterokanonika, bisa dijelaskan secara detail dan jelas pula, sehingga jangan orang katolik sendiri merasakan “ketidak-konsistenan” terjadi di dalam internal katolik sendiri.
Terimakasih banyak Katolisitas, Tuhan memberkati kalian semua.
JBU.
Shalom Yohanes,
Menurut New Advent Catholic Encyclopedia, terdapat tiga buah manuskrip kitab Septuaginta yang terpenting, yaitu Codex Vaticanus, Codex Alexandrinus dan Codex Sinaiticus. Jumlah kitab yang terdapat dalam Codex tersebut tidak sama persis, sehingga ini menunjukkan adanya beberapa versi Septuaginta. Codex Vaticanus adalah manuskrip yang dipandang sebagai manuskrip Kitab Suci yang terpenting. Dalam Codex Vaticanus ini tercantum hampir semua kitab-kitab Perjanjian Lama yang kita kenal sekarang, yaitu dari Kitab Kejadian sampai dengan 2 Tawarikh, 1 dan 2 Esdras, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Ayub, Kebijaksanaan, Sirakh, Ester, Yudit, Tobit, Kitab-kitab Minor Prophets, yaitu dari Hosea sampai dengan Maleakhi, Yesaya, Yeremia, Barukh, Surat Yeremia, Ratapan, Yehezkiel, dan Daniel. Di Codex Vaticanus memang tidak terdapat 3 dan 4 Esdras (1 dan 2 Esdras adalah Kitab Ezra dan Nehemia), dan tidak terdapat Doa Manaseh dan kitab-kitab Makabe. Namun demikian, Codex Alexandrinus memuat ke-empat kitab Makabe, sedangkan Codex Sinaiticus memuat hanya 1 Makabe dan 4 Makabe. Maka pada akhirnya, memang harus diterima, bahwa yang menentukan Kanon Kitab Suci adalah Magisterium Gereja Katolik, yang pertama kalinya melalui Dekrit Paus Damasus menentukan kanon kitab-kitab dalam Perjanjian Lama di tahun 382, dan di sana sudah termasuk kitab-kitab Deuterokanonika (Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, Sirakh, Barukh, 1&2 Makabe). Keseluruhan teks dekrit Paus Damasus I itu adalah [kitab-kitab PL saya cetak tebal]:
“It is likewise decreed: Now, indeed, we must treat of the divine Scriptures: what the universal Catholic Church accepts and what she must shun. The list of the Old Testament begins: Genesis, one book; Exodus, one book: Leviticus, one book; Numbers, one book; Deuteronomy, one book; Jesus Nave [Joshua], one book; of Judges, one book; Ruth, one book; of Kings, four books [1&2 Samuel; 1&2 Kings] Paralipomenon [1&2 Chronicles], two books; One Hundred and Fifty Psalms, one book; of Solomon, three books: Proverbs, one book; Ecclesiastes, one book; Canticle of Canticles, one book; likewise, Wisdom, one book; Ecclesiasticus (Sirach), one book;
Likewise, the list of the Prophets: Isaiah, one book; Jeremias, one book [Barukh considered part of Jeremiah]; along with Cinoth, that is, his Lamentations; Ezechiel, one book; Daniel, one book; Osee, one book; Amos, one book; Micheas, one book; Joel, one book; Abdias, one book; Jonas, one book; Nahum, one book; Habacuc, one book; Sophonias, one book; Aggeus, one book; Zacharias, one book; Malachias, one book.
Likewise, the list of histories: Job, one book; Tobias, one book; Esdras, two books [Ezra & Nehemiah]; Esther, one book; Judith, one book; of Maccabees, two books [1&2 Maccabees].
Likewise, the list of the Scriptures of the New and Eternal Testament, which the holy and Catholic Church receives: of the Gospels, one book according to Matthew, one book according to Mark, one book according to Luke, one book according to John. The Epistles of the Apostle Paul, fourteen in number: one to the Romans, one to the Corinthians [2 Corinthians is not mentioned], one to the Ephesians, two to the Thessalonians, one to the Galatians, one to the Philippians, one to the Colossians, two to Timothy, one to Titus one to Philemon, one to the Hebrews.
Likewise, one book of the Apocalypse of John. And the Acts of the Apostles, one book.
Likewise, the canonical Epistles, seven in number: of the Apostle Peter, two Epistles; of the Apostle James, one Epistle; of the Apostle John, one Epistle; of the other John, a Presbyter, two Epistles; of the Apostle Jude the Zealot, one Epistle. Thus concludes the canon of the New Testament.
Likewise it is decreed: After the announcement of all of these prophetic and evangelic or as well as apostolic writings which we have listed above as Scriptures, on which, by the grace of God, the Catholic Church is founded, we have considered that it ought to be announced that although all the Catholic Churches spread abroad through the world comprise but one bridal chamber of Christ, nevertheless, the holy Roman Church has been placed at the forefront not by the conciliar decisions of other Churches, but has received the primacy by the evangelic voice of our Lord and Savior, who says: “You are Peter, and upon this rock I will build My Church, and the gates of hell will not prevail against it; and I will give to you the keys of the kingdom of heaven, and whatever you shall have bound on earth will be bound in heaven, and whatever you shall have loosed on earth shall be loosed in heaven.”
Maka sejak tahun 382 itulah, Paus Damasus selaku penerus Rasul Petrus, menetapkan atas nama kuasa yang diberikan Kristus kepada Rasul Petrus, kanon Kitab Suci untuk dipegang oleh seluruh Gereja di seluruh dunia. Jadi tidak benar bahwa kitab-kitab Deuterokanonika itu baru ditambahkan di Konsili Trente di abad ke 16, sebab keseluruhan kanon Perjanjian Lama, termasuk kitab-kitab Deuterokanonika sudah disebutkan dalam Dekrit Paus Damasus di tahun 382 tersebut. Dari dekrit Paus Damasus itulah kita memperoleh keseluruhan kitab Suci (73 kitab, 46 kitab PL dan 27 kitab PB) dan terus dilestarikan oleh Gereja Katolik sampai sekarang.
Melalui dekrit itu, Paus Damasus menentukan kanon Kitab Suci agar menjadi pegangan seluruh Gereja (baik Gereja Barat maupun Timur). Bahwa kemudian sejumlah Gereja (di kalangan Orthodox yang memisahkan diri dari Roma) dan gereja-gereja Protestan tidak lagi memegang kanon ini, tidak mengubah kenyataan bahwa Magisterium Gereja Katolik-lah yaitu Paus Damasus di tahun 382 yang pertama kalinya menentukan kanon Kitab Suci. Beberapa versi kanon Perjanjian Lama (Septuaginta) tidaklah mengikat Gereja (mengingat bahwa kanon ini tidak ditetapkan oleh kuasa Kristus yang diberikan kepada Rasul Petrus dan penerusnya), namun yang mengikat Gereja adalah kanon Kitab Suci secara keseluruhan yang ditetapkan oleh Paus Damasus I, selaku penerus Rasul Petrus. Gereja Katolik tetap konsisten memegang Dekrit Paus tentang Kanon Kitab Suci sejak tahun 382 tersebut, sampai sekarang.
Di kanon tersebut tidak disebutkan injil-injil apokrif seperti injil Petrus dsb, yang juga pernah ditulis di sini, silakan klik. Sebab menurut Tradisi Suci (tulisan pata Bapa Gereja) hanya ada empat Injil yang diakui otentik/ asli, yaitu tulisan para Rasul (Matius dan Yohanes) ataupun dari murid rasul Kristus (Markus, murid Rasul Petrus dan Lukas, murid Rasul Paulus), yang menjadi jaminan akan keotentikan Injil yang ditulis atas ilham Roh Kudus. Sedangkan kitab injil lainnya tidak disebut oleh Bapa Gereja sebagai tulisan yang otentik/ asli dari para rasul, sehingga walaupun tulisan itu dapat saja dipandang berguna bagi umat beriman, namun tidak dapat dikatakan ditulis oleh ilham Roh Kudus, yang artinya tidak mungkin salah, dan sesuai satu sama lain dalam kesatuan seluruh teks Kitab Suci lainnya.
Demikian tanggapan saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
shalom tim katolisitas
bagaimana pendapat kalian tentang ini?
www.oocities.org/…/artikel/apokrip.pdf
disitu mereka menjelaskan kesalahan2 dr kitab “apokrif”
mohon pencerahannya
GBU
Shalom Matthew,
Kami tidak berhasil membuka link yang Anda sertakan itu (dikatakan link-nya error). Jika tidak berkeberatan, silakan Anda menuliskan saja ringkasan point-point yang dipermasalahkan di sana. Mohon membantu kami dengan cara ini. Bukan bagian kami untuk mereview suatu situs atau tulisan di situs tertentu. Silakan Anda merumuskan pertanyaan Anda dengan ringkas, dan kami akan berusaha menanggapinya. Jika tidak demikian, mohon maaf kami tidak dapat menanggapinya.
Kami sudah pernah membahas beberapa topik tentang Kitab Deuterokanonika, berikut ini. Silakan klik di artikel- artikel berikut ini dan silakan membacanya terlebih dahulu, sebelum melanjutkan dengan pertanyaan Anda:
Penjelasan tentang Kitab Yudit secara historis
Historisitas kitab Tobit
Tentang kitab-kitab Deuterokanonika
Beberapa pertanyaan tentang Deuterokanonika, dan ‘The Silent 400 years’?
Menjawab keberatan tentang Septuaginta dan Deuterokanonika
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Mau nanya … apakah naskah asli kitab perjanjian lama & baru masih ada ? Dan disimpan dimana?
[dari katolisitas: Kalau maksudnya adalah naskah asli yang ditulis oleh para penulis PL dan PB, maka tidak ada. Walaupun tidak ada naskah aslinya, namun kita dapat melihat manuskrip-manuskrip, seperti codex vaticanus maupun codex siniaticus.]
Shallom,
Terima kasih atas artikelnya.
Tuhan memberkati.
Terima kasih tim katolitas, atas penjelasan yang sangat terinci
Salam damai bagi para pengasuh katolisitas.org dan sidang pembaca.
Melalui forum ini saya hanya ingin mengungkapkan kerinduan saya agar suatu saat nanti KWI mampu menerbitkan (lagi) Alkitab yg lengkap dengan bagian “deuterokanonika” yg terintegrasi sesuai urutan aslinya (tidak dipisahkan ditengah antara PL-PB).
Beberapa belas tahun yg ada pameran dan penjualan Alkitab cetakan Ende/Arnoldus (jika saya tidak keliru) dengan urutan PL seperti yg dimaksud di atas. Saya sungguh menyesal tidak membelinya karena waktu itu belum mengerti sejarahnya. Sekarang Alkitab ini sangat sulit dicari (bahkan di TB Obor-pun). Barangkali ini hanya perasaan saya saja, namun rasanya ada getaran2 tersendiri jika memakai Alkitab dengan urutan PL yang sama persis seperti yg ditetapkan gereja pada awalnya.
Terima kasih, semoga pihak2 yg berkompeten membaca komen ini.
[Dari Katolisitas: Ya, semoga kerinduan Anda ini dapat menjadi perhatian bagi orang- orang yang berkompeten dan berwewenang dalam hal ini]
Shalom Pak Herman Wib,
memang urutan kitab PL dalam Alkitab kita tidak seperti dalam The New Jerusalem Bible, misalnya, di mana kitab-kitab Deuterokanonika diintegrasikan dalam Protokanonika. Sementara pada tahun 1968 MAWI (sekarang KWI) menerima terjemahan kitab-kitab Protokanonika dari LAI (Protestan), sedangkan penerjemahan kitab-kitab Deuterokanonika diusahakan oleh LBI, sehingga dalam terbitan “Alkitab dengan Deuterokanika”, bagian Deuterokanonika disisipkan di antara PL dan PB.
Saat ini sedang berlangsung proses revisi terjemahan PL (termasuk Deuterokanonika). Apakah kelak dimungkinkan terjemahan Deuterokanonika diintegrasikan bersama kitab-kitab Protokanonika dalam urutan yang biasa dijumpai dalam Alkitab Katolik, menurut saya sebagai kemungkinan tetap ada; namun, semuanya tergantung kebijakan bersama pihak LAI dan LBI/KWI, dan entah kapan itu akan terjadi.
Rm. Didik Bagiyowinadi, Pr
Benarkah Martin Luther membuang deuterokanonika karena tidak sepaham dengan pikirannya? Seperti pada kitab Makabe yang memuat purgatorium? Konon, katanya surat Yakobus pun tidak sepaham, mengapa ia tidak membuang kitab Yakobus juga?
Salam
Shalom Andreas,
1. Sebenarnya walaupun banyak orang berpendapat bahwa Luther membuang Kitab Deuterokanonika, sebenarnya dalam Kitab Suci terjemahan yang disusunnya, Luther tetap memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika di dalamnya. Namun demikian, Lutherlah yang pertama kali menyatakan pandangan pribadinya tentang beberapa kitab yang menurutnya seharusnya “tidak termasuk” atau “tidak dianggap sama” dengan kitab- kitab lainnya dalam Kitab Suci. Kemungkinan atas dasar penilaian Luther ini, maka kitab- kitab Deuterokanonika itu akhirnya benar- benar dibuang dari Kitab Suci Protestan pada tahun 1825 oleh Komite Edinburgh dari The British Foreign Bible Society. Jadi sebenarnya, kitab- kitab Deuterokanonika memang sudah termasuk dalam semua Alkitab (setidak-tidaknya sebagai appendix dalam Alkitab Protestan) sampai pada tahun 1825 sampai saat komite tersebut memotongnya.
2. Tentang Kitab kedua Makabe, demikianlah pengantar dari Luther:
“This book is called, and is supposed to be, the second book of Maccabees, as the title indicates. Yet this cannot be true, because it reports several incidents that happened before those reported in the first book, and it does not proceed any further than Judas Maccabaeus, that is, chapter 7 of the first book. It would be better to call this the first instead of the second book, unless one were to call it simply a second book and not the second book of Maccabees; another or different, certainly, but not second. But we include it anyway, for the sake of the good story of the seven Maccabean martyrs and their mother, and other things as well. It appears, however, that the book has no single author, but was pieced together out of many books. It also presents a knotty problem in chapter 14[:41–46] where Razis commits suicide, something which also troubles St. Augustine and the ancient fathers. Such an example is good for nothing and should not be praised, even though it may be tolerated and perhaps explained. So also in chapter 1 this book describes the death of Antiochus quite differently than does First Maccabees [6:1–16]. To sum up: just as it is proper for the first book to be included among the sacred Scriptures,* so it is proper that this second book should be thrown out, even though it contains some good things. However the whole thing is left and referred to the pious reader to judge and to decide.”[LW 35:352-353]
Di sini Luther mempertanyakan mengapa kitab kedua Makabe kelihatannya dituliskan bukan sebagai kelanjutan kitab pertama Makabe, melainkan sepertinya penyampaian kisah yang serupa dengan isi kitab pertama Makabe, namun dengan cara yang berbeda. Memang jika kita membacanya, terdapat detail penyampaian yang berbeda antara kitab Makabe yang pertama dan kedua, tetapi bukan berarti salah satu menjadi tidak diinspirasikan oleh Roh Kudus. Sebab dalam kelima Kitab Taurat Musa, kitab Ulangan juga sebagian besar merupakan pengulangan dari apa yang telah disampaikan dalam kitab Keluaran, namun dengan cara yang berbeda, yang menggaris bawahi apa yang telah ditetapkan dalam Kitab Keluaran. Dan baik kitab Keluaran maupun Ulangan keduanya diinspirasikan oleh Roh Kudus.
Dalam Kitab 2 Makabe 12:43-45 terdapat pengajaran bagi umat untuk mendoakan jiwa- jiwa orang- orang yang sudah meninggal dunia, yaitu dengan memberikan persembahan korban penghapus dosa ke Bait Allah bagi mereka yang meninggal. Inilah yang digunakan sebagai dasar oleh Gereja Katolik mengajarkan umat untuk mendoakan jiwa- jiwa orang- orang yang meninggal, yaitu dengan mengajukan ujud dalam Misa Kudus. Sirakh 3:30 dan Tobit 12:8-9, 17, juga mengajarkan pentingnya perbuatan memberikan derma sebagai pemulih dosa. Di sini Alkitab sebenarnya mengajarkan bahwa perbuatan derma tidak terpisahkan dari perbuatan kasih, yang menjadi kesatuan dengan iman.
Namun, Luther tidak menyetujui ajaran ini, sebab ia memisahkan iman dari perbuatan, dengan rumusnya yang terkenal, yaitu “sola fide”, hanya dengan iman saja seseorang diselamatkan. Atau, dengan kata lain dosa seberat apapun yang melawan kasih, tidak akan berpengaruh kepada keselamatan seseorang asalkan ia beriman pada Kristus. Luther mengajarkan, “Be a sinner and sin boldly, but believe and rejoice in Christ even more
boldly…. No sin will separate us from the Lamb, even though we commit
fornication and murder a thousand times a day.” (Weimar ed.vol
2, p. 371; Letters I, “Luther’s Works,” American ed. vol 48, p. 282)
Saya percaya jika kita jujur mempelajari Kitab Suci, kita akan mengetahui bukan ini maksud dari keseluruhan ajaran Kristus dan para rasul pada saat mereka mengatakan bahwa kita diselamatkan oleh karena iman (Ef 2:8-9). Sebab sesungguhnya iman tidak pernah boleh dipisahkan dari perbuatan kasih. Jika anda tertarik, silakan membaca selanjutnya topik ini dalam tulisan Paus Benediktus dan Sola fide, di sini, silakan klik.
Dalam terjemahannya Luther menambahkan kata “saja” pada Roma 3:28, sehingga berbunyi, ” Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja, …” dan sewaktu dipertanyakan mengapa demikian, Luther menjawab demikian,
“If your Papist annoys you with the word (‘alone’ – Rom. 3:28, “For we hold that a man is justified by faith alone…,” (as added by Luther), tell him straightway, Dr. Martin Luther will have it so: Papist and ass are one and the same thing. Whoever will not have my translation, let him give it the go-by: the devil’s thanks to him who censures it without my will and knowledge. Luther will have it so, and he is a doctor above all the doctors in Popedom.” (Amic. Discussion, 1, 127,’The Facts About Luther,’ O’Hare, TAN Books, 1987, p. 201. Cf. Also J. Dollinger, La Reforme et les resultants qu’elle a produits. (Trans. E. Perrot, Paris, Gaume, 1848-49), Vol III, pg. 138.)
Adalah sesuatu yang perlu direnungkan, layakkah seseorang menambah suatu perkataan dalam ayat Kitab Suci, terutama, jika kalau ditambahkan maka artinya jadi berbeda? Padahal satu- satunya kata “faith alone” yang muncul dalam Kitab Suci adalah seperti yang disampaikan oleh Rasul Yakobus, yaitu “not by faith alone“, yaitu dalam Yak 2:24, “You see that a man is justified by works and not by faith alone.” (…”manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.”
3. Tentang Surat Yakobus, Luther menuliskan demikian dalam Pengantarnya kepada Kitab Perjanjian Baru di tahun 1522:
“In a word St. John’s Gospel and his first epistle, St. Paul’s epistles, especially Romans, Galatians, and Ephesians, and St. Peter’s first epistle are the books that show you Christ and teach you all that is necessary and salvatory for you to know, even if you were never to see or hear any other book or doctrine. Therefore St. James’ epistle is really an epistle of straw, compared to these others, for it has nothing of the nature of the gospel about it. But more of this in the other prefaces.”
Di sini Luther membandingkan surat Yakobus dengan Injil dan surat- surat Rasul Paulus dan Rasul Petrus, kemudian mengatakan bahwa surat Yakobus tersebut adalah “surat jerami” jika dibandingkan dengan kitab- kitab tersebut. Entah apa maksudnya Luther berpendapat demikian, namun sebenarnya agak ironis komentar yang dibuatnya ini, dan juga kontradiktif. Sebab pada kesempatan lainnya ia memuji surat Yakobus sebagai kitab yang baik, “because it sets up no doctrine of men but vigorously promulgates the law of God.” (terjemahannya: “sebab kitab itu [Surat Yakobus] menyatakan bukan doktrin manusia tetapi secara bersemangat mengumumkan hukum Tuhan”. Pernyataan ini dituliskannya dalam komentar terhadap Surat Yakobus). Nah, sekarang, bagaimana ia dapat mengatakan bahwa surat yang mengumumkan hukum Tuhan sebagai “surat jerami”? Menurut pandangan saya tidak seharusnya kita memilih- milih Kitab Suci, mana yang jerami mana yang bukan, tetapi kita harus melihatnya sebagai satu kesatuan yang menyampaikan Firman dan kehendak Tuhan. Sebab Tuhan sendiri tidak mengajarkan kita untuk memilah- memilah Sabda Tuhan, melainkan Ia berfirman, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Tim 3:16)
Demikian Andreas, yang dapat saya tuliskan untuk menjawab pertanyaan anda. Sebagai umat Katolik, selayaknya kita bersyukur atas karunia Magisterium di dalam Gereja Katolik; dan mari kita berdoa, agar kita diberi rahmat kerendahan hati dan ketaatan iman untuk dapat menerima pengajaran yang disampaikan oleh mereka sebagai para penerus Rasul yang diberi kuasa oleh Yesus sendiri untuk mengajar umat-Nya. Dengan demikian, kita tidak menilai Kitab Suci berdasarkan pengertian pribadi, melainkan mendasarkan atas ajaran dari Kristus sendiri yang mengajar melalui Magisterium Gereja.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Kak, saya mau tanya..
apakah isi video ini benar?
http://www.youtube.com/watch?v=PjvXbotd9Lw
(ini pembelaan catholic)
di satu pihak, orang protestan berkata bahwa Deuterokanonika itu tidak di inspirasi karena ada dalam Kitab-Kitab tersebut yang berkata bahwa Allah tidak berbicara kepada mereka di saat itu (saya lupa ayatnya).
Mohon penjelasannya Kak..
terima kasih..
Shalom Thomas,
Sepengetahuan saya, yang disampaikan oleh video itu benar, sebab memang demikianlah fakta yang sesungguhnya, bahwa Gereja Katolik tidak menambahi Kitab Suci dengan kitab- kitab Deuterokanonika. Kitab- kitab tersebut sudah ada sejak awal mula ditentukannya kanon Kitab Suci, pada tahun 382 oleh Paus Damasus I, dan kemudian di Konsili Hippo (393) dan Carthage (397).
Gereja- gereja Protestan, mengikuti jejak Martin Luther, memang tidak mengakui kitab- kitab Deuterokanonika. Umumnya, umat Protestan berpandangan bahwa inspirasi Roh Kudus berhenti selama 400 tahun [yaitu sejak jaman nabi Zakaria sampai Perjanjian baru]. Argumen ini dituliskan oleh Norman Geisler dan Ralph E. MacKenzie, Roman Catholics and Evangelicals: Agreements and Differences, (Grand Rapids, Michigans: Baker Books, 1995).
Argumen utama dari Geilsler adalah bahwa selama kurun waktu itu tidak ada nabi di Israel, dan karenanya tidak ada tulisan yang diinspirasikan oleh Roh Kudus. Ia mengacu kepada ayat 1 Mak 9:27:
“Maka terjadilah keimpitan besar di Israel sebagaimana belum pernah terjadi sejak tiada nabi lagi nampak oleh mereka.”
Geisler berargumen, bahwa semua kitab dalam Kitab Suci harus dituliskan oleh para nabi. Karena kitab- kitab Deuterokanonika ini tidak ditulis oleh nabi, maka Geisler beranggapan bahwa kitab- kitab tersebut tidak diispirasikan oleh Roh Kudus. Tetapi argumen ini keliru, sebab di antara kitab- kitab (Protokanon) dalam PL yang diakui oleh gereja Protestan, beberapa di antaranya juga tidak ditulis oleh para nabi, seperti 1&2 Raja- raja, 1&2 Tawarikh, Pengkhotbah, Ezra, Nehemiah, Ayub, Esther, Ruth, dst. Jadi tidak ada ketentuan bahwa Kitab suci harus dituliskan oleh para nabi.
Lalu argumen berikutnya bahwa dalam kitab- kitab Deuterokanonika itu tidak ada yang bersifat nubuatan akan Kristus, juga keliru. Sebab Kitab Kebijaksanaan Salomo, misalnya jelas menyebutkan nubuatan tentang kematian Kristus dalam Keb 2:12-20:
Atau kitab Sirakh 24:32-34, juga menyebutkan nubuatan tentang Kristus sebagai Terang yang menyinari semua orang di angkatan yang akan datang:
Geisler juga mengatakan bahwa Kitab- kitab Deuterokanonika tidak menambahkan kebenaran mesianis terhadap Kitab- kitab PL yang lainnya. Namun ini tidak benar, sebab justru dalam Kitab Makabe tercatat jelas pengharapan akan kebangkitan badan dan kekekalan jiwa manusia; suatu pengajaran yang sangat penting yang diajarkan dan bahkan dibuktikan oleh Kristus sendiri. Kitab 2 Makabe 7 mengatakan:
Sedangkan tentang kekekalan jiwa manusia, kita melihatnya dalam Kitab Kebijaksanaan,
Selanjutnya, pandangan yang mengatakan bahwa kitab- kitab Deuterokanonika tidak dikutip dalam kitab Perjanjian Baru, juga tidak benar. Silakan klik di sini untuk melihat referensi ayat- ayat Perjanjian Baru, yang mengutip ataupun mengacu kepada ayat- ayat kitab- kitab Deuterokanonika. Secara khusus, kisah yang disebut dalam Ibr 11:35, mengacu kepada kisah ibu yang ketujuh anaknya dianiaya sampai wafat di depan matanya pada 2 Mak 7. Atau Yak 1:19 yang mengatakan, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah…” mengacu kepada Sir 5:11, “Hendaklah cepat mendengarkan tetapi laun mengucapkan jawabannya.”
Selanjutnya, kitab- kitab Deuterokanonika juga banyak dikutip oleh para Bapa Gereja dalam tulisan ajaran mereka, seperti yang dapat dibaca di sini, silakan klik. Ini membuktikan bahwa kitab- kitab Deuterokanonika telah menjadi pegangan para rasul jemaat Kristen di abad- abad awal, sebab para Bapa Gereja tersebut hanya mengajarkan sesuatu yang telah mereka terima dari para pendahulu mereka. Kitab- Kitab Deuterokanonika merupakan bagian dari kitab- kitab Perjanjian Lama dan dalam kesatuan dengan kitab- kitab Perjanjian Lama lainnya, untuk meletakkan dasar bagi pengajaran kitab- kitab Perjanjian Baru. Jika kita tidak menerima kitab- kitab Deuterokanonika artinya kita tidak menerima kitab Perjanjian Lama yang selengkapnya. Perlu pula direnungkan bahwa kita umat Kristiani menerima Kitab Suci yang sekarang ini atas dasar kanon yang ditetapkan oleh para Bapa Gereja Katolik; berdasarkan Tradisi Suci yang mereka terima dari para rasul. Adalah sesuatu yang memprihatinkan bahwa sekian abad kemudian ada tokoh- tokoh tertentu yang membuang sebagian dari kitab- kitab tersebut, dengan mengikuti kanon yang ditetapkan oleh konsili Rabi Yahudi (Javneh/ Jamnia). Ini adalah sesuatu yang ironis, karena konsili Rabi Yahudi tersebut justru menolak kitab- kitab Deuterokanonika karena ada yang berisikan nubuatan tentang Kristus, dan yang secara keseluruhan menolak Injil dan kitab- kitab Perjanjian Baru. Selayaknya kita bertanya, manakah yang lebih masuk akal bagi umat Kristiani: untuk lebih mempercayai konsili Rabi Yahudi yang menolak Kristus, ataukah menerima Tradisi Suci yang berasal dari para rasul dan Bapa Gereja? Dari otoritas yang menentukan kanon saja kita sesungguhnya dapat mengetahui, kiranya manakah kanon Kitab Suci yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, mana yang tidak, sebab janji yang Kristus berikan dalam Mat 16:18-19, dan Mat 18:18 diberikan kepada Rasul Petrus dan para rasul-Nya, dan bukan kepada para rabi Yahudi.
Melihat fakta- fakta di atas, maka dapat disimpulkan bahwa argumen Geisler (dan banyak umat Protestan lainnya) yang mengatakan bahwa kitab- kitab Deuterokanonika tidak terinspirasi oleh Roh Kudus, tidaklah benar. Selayaknya kita percaya bahwa otoritas menentukan kanon Kitab Suci diberikan oleh Yesus kepada Gereja-Nya yang dipimpin oleh Rasul Petrus dan para rasul-Nya yang lain; dan justru karena otoritas Kitab Suci yang begitu penting, tidaklah seharusnya semua orang dapat menentukan sendiri mana yang otentik, mana yang tidak. Kitab Suci diberikan kepada Gereja, dan Gereja-lah yang berhak menentukannya dan menginterpretasikannya secara otentik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
terima kasih Kak untuk jawabannya..
Tuhan memberkati Kakak dan keluarga..
^^
Dari seberapa banyak itu didiskusikan di dalam talmud. Saya cuma menemukan 1 ayat Sirakh di dalam talmud, sedangkan Sirakh sendiri tidak dipandang sebagai kitab kanon, tetapi sebagai kumpulan catatan pendidikan non historis bangsa Yahudi… Sirakh dibuat pada 200-175 SM menjelang rampungnya Septuaginta. Dengan demikian Sirakh benar-benar kitab baru.
Saya cuma mengakui otoritas Yahudi dalam menentukan PL. sedangkan Septuaginta terbagi menjadi 3 bagian.
# Tanakh yang diakui semuanya
# Deuterokanonika yang diakui sebagian kelompok
# Ezra3,Ezra4,Doa Manasye yang diakui sebagai apokrifa (tidak diakui keasliannya, alias tidak masuk kanon) oleh konsili trente
Dengan demikian jelas bahwa GK saja tidak 100% mengakui integritas pembuat Septuaginta….
Lalu bagaimana dengan Tanakh? Ternyata Tanakh digunakan oleh Yahudi, Alexandria, para Rasul, bapa-bapa gereja, konsili trente, ortodoks, katolik, protestan dan semua denominasi yang alkitabiah…. Jadi jelas otoritas Majelis Besar tidak diragukan oleh kelompok mana pun…. selain Islam yang juga agama dari timur tengah sana….
Kalau sdr mengatakan bahwa para rasul menggunakan Deuterokanonika hanya karena para rasul memakai Septuaginta, apakah bisa dibuktikan para rasul tidak menggunakan surat-surat Apokrifa yang ada di dalam Septuaginta?
Pertanyaan lainnya; Apa kapasitas Gereja Katolik mengkanonkan PL?
Otentikasi itu masalah background pihak yang mengkanonkannya. Misalnya saya mau membeli buku pemrograman C++, atau PHP, atau apapun itu, saya akan membeli buku yang disusun oleh orang yang mempunyai background pemrograman. Semakin kuat backgroundnya maka semakin recommended. Tapi kalau beli buku pemrograman yang dibuat oleh orang yang tidak punya background pemrograman, dan sekedar mengumpulkan teks dari berbagai sumber….itu sih benar2 gak recommended….
Pada masa penyusunan Tanakh, tradisi lisan yang beredar berasal dari masa sebelum kembali dari pembuangan di Babel, yaitu pada abad 5SM. Jadi bagaimana Deuterokanonika yang kitab-kitabnya ditulis pada abad ke 2 seperti Sirakh, Tobit, dsb bisa masuk ke dalam tradisi lisan?
Catatan: Sirakh ditulis oleh Jesus ben Sira antara 200SM-175SM
Mengenai Yahudi Ethiopia:
Saya membagi dua Yahudi pada masa itu: Yaitu yang Helenis (di luar Palestina dan terbawa arus budaya Yunani yang disebar oleh penjajah Romawi) dan Yahudi Palestina, yang walaupun berada di bawah penjajahan Roma, tapi resistansi mereka terhadap budaya Yunani yang bermuatan paganisme sangatlah tinggi.
Yahudi Ethiopia yang saudara kutip, kasusnya sama dengan Yahudi helenis lainnya. Tapi kita tidak berbicara tentang Yahudi Helenis. Kita berbicara tentang Yahudi di Palestina. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk melihat apakah masyarakat Yahudi Palestina familiar dengan Septuaginta pada masa Kristus. Kenapa harus dibatasi pada Yahudi Palestina? Karena Yesus tidak pernah mengajar keluar dari wilayah Israel…. wilayah yang sangat resistan terhadap budaya penjajahnya.
Seberapa keras resistansi ini? Sangat keras, sampai Roma tidak mempunyai wewenang untuk mengatur hal-hal yang berbau agama. Bisa anda perhatikan bagaimana Pontius Pilatus harus menyerahkan Yesus Kristus, karena takut menghadapi pemberontakan??? Dengan demikian sangat jelas bagaimana kerasnya batas yang dibangun Majelis Besar Yahudi untuk menjaga iman Yahudi….jika harus mati ya mati.
Mengenai ketidak konsistenan dalam menentukan bahasa. Bukankah kitab-kitab ini ditulis pada masa Septuaginta hampir rampung yaitu pada akhir abad 2SM? Artinya kitab itu sangat baru, sedangkan yang menjadi patokan kanonisasi bangsa Yahudi adalah harus dikenal setidaknya pada masa Sidang Agung di bawah pimpinan Ezra…. karena mereka memandang inilah batas otoritas yang bisa diterima. Kenapa demikian? Karena memasuki abad 4 SM wilayah sekitar jatuh ke bawah kekuasaan Roma yang menyebarkan budaya dan ajaran paganisme Yunani. Jadi masa sebelum 4 SM dipandang sebagai masa yang paling murni yang bisa diterima…..
Tobit dibuat awal abad 2 SM
Yudit tidak jelas kapan, tapi naskah tertua dibuat dalam bahasa Yunani
1 Makabe akhir abad 2 SM
Sirakh dibuat awal abad 2 SM
Mengingat kitab ini masih sangat muda dan para rabbi tidak terbiasa menggunakan atau mengutipnya, maka tidak dapat dikatakan teruji dan dapat dipercaya sepenuhnya pada masa kanonisasi.
Bukankah hal yang sama juga diberlakukan untuk PB? Masa kerja para Rasul ditentukan sebagai batas usia kanonisasi pengajaran yang diterima. Tidak ada tulisan di atas tahun 100 M yang diterima masuk ke dalam kanon. Padahal jelas sekali surat-surat penggembalaan seperti surat Paulus semakin banyak beredar setelah masa-masa para rasul. Semua itu karena selepas masa para rasul, ajaran bidaah semakin merajalela. Dengan demikian surat-surat yang bisa diterima hanya yang berasal dari masa para rasul saja, dan sudah dikenal oleh banyak jemaat…. Tapi bukan berarti setelah masa para rasul sudah tidak ada lagi tulisan yang diinspirasikan oleh Roh Kudus….dan ditulis dalam bahasa Yunani pula.
Jadi bukan masalah inspiratif atau tidak. JIka memang mau mengatakan ini masalah inspiratif atau tidak inspiratif, maka anda harus membuktikan bahwa PL, DK, dan PB benar-benar satu-satunya tulisan rohani yang diinspirasikan oleh Tuhan, tidak sebutir huruf pun tulisan inspiratif yang tersisa di luar bundelan kanon PL, DK,dan PB….???
Mengenai Kebijakan Salomo:
Ini adalah Keb 2
2:8 Marilah kita mengenakan karangan kuncup mawar sebelum jadi layu!
2:9 Di antara kita jangan seorangpun mengelakkan diri dari kesukaan kita! Hendaklah di mana-mana kita tinggalkan tanda-tanda keriangan kita, sebab itulah bagian dan nasib kita!”
2:10 “Mari kita menindas orang miskin yang benar, jangan kita mengasihani janda, dan jangan peduli akan uban orang yang lanjut usia.
2:11 Kekuatan kita hendaknya menjadi kaidah keadilan, sebab yang lemah ternyata tidak berguna.
2:12 Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita.
2:13 Ia membanggakan mempunyai pengetahuan tentang Allah, dan menyebut dirinya anak Tuhan.
Pertanyaan saya; ngapain ini dijadikan alasan? Jika hanya ini kenapa bukan ini saja yang dikeluarkan? Kenapa semua kitab selain Tanakh di depak dari kanon? Selain itu Sirakh walaupun di depak tapi masih dipakai untuk pengajaran,….jadi jelas Kebijaksanaan Salomo ditolak karena tidak jelas posisinya. Tidak ada naskah ibraninya….walaupun bagi sdr, terasa sangat inspiratif….
Sangat mudah bagi imam-imam kepala menyerang integritas Kebijaksanaan Salomo…. Jika saya menjadi imam-imam kepala maka saya bisa berkata:
“Kitab kebijakasanaan Salomo ini dibuat oleh orang-orang helenis yang belakangan menjadi pengikut Kristus; dengan demikian Matius dan kawan-kawan bisa saja mengutip kitab ini seolah-olah kitab ini tergenapi,…. padahal imam-imam pendahulu kita tidak pernah berkata seperti demikian. Yesus disalib karena dia menghujat Tuhan kita dan itu sudah sepantasnya”
Sudah….selesai perkara….aman deh mereka.
Jadi daripada memusingkan Keb 2 ini, Konsili jamnia seharusnya lebih memusingkan Mazmur 22 dan Yesaya 53….YANG SANGAT BEROTORITAS DI BAWAH RESTU SIDANG AGUNG PIMPINAN EZRA YANG TIDAK TERBANTAHKAN.
MAZMUR
22:2 Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.
(SERUAN YESUS DI ATAS SALIB)
22:3 Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang.
(BERSERU DI ATAS SALIB PADA WAKTU SIANG, DOA GETSMANI PADA MALAM HARI)
22:4 Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.
22:5 Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka.
22:6 Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu.
22:7 Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak.
(PERLAKUAN HINA YAHUDI ATAS YESUS)
22:8 Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya:
22:9 “Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?”
(HINAAN YAHUDI KEPADA YESUS)
22:10 Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.
22:11 Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku.
22:12 Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong.
22:13 Banyak lembu jantan mengerumuni aku; banteng-banteng dari Basan mengepung aku;
22:14 mereka mengangakan mulutnya terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum.
(YESUS DIKELILINGI OLEH BANGSA ISRAEL DARI BERBAGAI DAERAH KARENA HARI ITU ADALAH PERAYAAN PASKAH, DI MANA BANGSA ISRAEL BERKUMPUL DI YERUSALEM UNTUK MEMBAWA KORBAN)
22:15 Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku;
(LAMBUNG DITIKAM MENGELUARKAN AIR DAN DARAH PERSENDIAN PUN LEPAS KARENA DITARIK AGAR MENCAPAI TEMPAT UNTUK DIPAKU)
22:16 kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.
22:17 Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku.
(ANJING ADALAH SEBUTAN UNTUK BANGSA LUAR YAHUDI, MUNGKIN MENGACU PADA TENTARA ROMA, PENJAHAT MENGACU KEPADA IMAM-IMAM KEPALA YANG BERSAMA-SAMA MENYALIBKAN DIA)
22:18 Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku.
22:19 Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.
(JUBAH YESUS MEMANG DIBUANG UNDI)
Atau bisa juga Yesaya 53
53:1 Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan?
(MENUNJUKKAN BEGITU SUSAHNYA BERITA KESELAMATAN DARI KRISTUS DITERIMA BANGSA YAHUDI)
53:2 Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya.
(MENUNJUKKAN BAHWA YESUS ITU ADALAH SEORANG YANG SANGAT BIASA SAJA)
53:3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.
(MENUNJUKKAN BAGAIMANA DIA AKAN DISIKSA DAN DIHINA)
53:4 Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.
(MENUNJUKKAN TUJUAN DARI YESUS DATANG YAITU UNTUK MENGGANTIKAN KITA MENANGGUNG SIKSAAN YANG HARUS KITA TANGGUNG)
53:5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.
(RASANYA SUDAH JELAS)
53:6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.
(TUGAS PENEBUSAN KRISTUS JUGA SUDAH JELAS)
53:7 Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.
(DIA TIDAK MELAWAN SEDIKITPUN)
53:8 Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah.
(SESUDAH PENAHANAN DAN PENGHUKUMAN DIA PUN MATI DAN TURUN KE KERAJAAN MAUT)
53:9 Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.
(DIA MATI DI ANTARA PENJAHAT-PENJAHAT DAN DIKUBUR DIPEKUBURAN YANG BERADA DI KOMPLEKS GOLGOTA DI LUAR KOTA YERUSALEM)
53:10 Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya.
(YESUS MENYERAHKAN DIRI SEBAGAI PENEBUS SALAH KITA SEMUA, MAKA DIA YANG TADI TERPUTUS DARI DUNIA ORANG HIDUP KEMBALI LANJUT UMURNYA, SEBUAH SIMBOL DARI KEHIDUPAN KEMBALI. KETURUNANNYA ADALAH KITA YANG DIBENARKAN DI DALAM NAMANYA. SEBAGAIMANA MANUSIA JATUH DALAM DOSA SEBAGAI KETURUNAN ADAM, KITA DIBENARKAN SEBAGAI KETURUNAN KRISTUS DALAM PERSEKUTUAN DENGAN DIA)
53:11 Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.
(SUDAH JELAS….)
53:12 Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.
(YESUS DIHITUNG SEBAGAI PEMBERONTAK SESUAI Lukas 22:37 Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.”)
So, tidak ada alasan konsili Jamnia kuatir karena Keb 2, yang sangat mudah dibantah. Sementara mereka harus memasukkan begitu banyak ayat yang jauh lebih berotoritas.
NB: saya katolik, bila memang anda beranggapan tulisan saya tidak dapat membantu dalam penguatan iman Katolik. Anda bisa tidak menampilkannya. Tapi saya mohon, tolong tanggapi tulisan di atas.
Tuhan Memberkati.
Shalom Snyder,
Prinsipnya, Gereja Katolik tidak mengakui otoritas Konsili Jamnia dalam menentukan kanon Kitab Suci, karena Konsili itu diadakan/ dihadiri oleh para rabi Yahudi yang menolak Kristus sebagai Juruselamat (jadi bukan dihadiri oleh jemaat perdana). Dengan pemikiran semacam ini, tentu saja logis jika kita sebagai umat Kristiani tidak berpegang kepada kanon yang ditetapkan oleh konsili Jamnia (100 AD). Mengapa kita harus mendasarkan kanon pada keputusan orang-orang yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Tuhan? Jadi sikap yang hanya mau mengakui otoritas Yahudi dalam menentukan PL sesungguhnya merupakan sikap yang bias dan tidak konsisten; sebab sikap ini malah mengakui penetapan yang dibuat oleh mereka yang menolak Kristus dan PB. Jika mau konsisten, sikap ini akhirnya menolak Kristus dan PB, dan jika demikian, ia tidak lagi menjadi pengikut Kristus.
Yang kedua, otoritas “mengikat dan melepaskan” yang artinya menentukan batasan- batasan yang mengikat secara iman dan moral hanya diberikan kepada Kristus kepada Rasul Petrus, para rasul lainnya dan para penerus mereka (lih. Mat 16:18. 18:18; dalam kaitannya dengan Mat 28:19-20) sehingga yang berhak menentukan kanon Kitab Suci dalam hal ini adalah para penerus rasul, yaitu para Uskup sebagai pemimpin Gereja; dan bukan orang lain (jadi bukan Anda dan juga bukan saya). Oleh sebab itu, meskipun setiap orang dapat menentukan sendiri menurut pendapatnya, tetapi sesungguhnya ia tidak mempunyai otoritas apapun yang dapat mengikat seluruh Gereja. Magisterium Gereja Katolik (yang terdiri dari Paus dan para uskup) menerima kuasa dari Kristus untuk menentukan kanon Kitab Suci karena mereka adalah para penerus rasul. Paus Damasus I, selaku Magisterium, menentukan kanon Kitab Suci (PL dan PB) di tahun 382, yang diteguhkan kembali di Konsili Hippo (393), Carthago (397) sampai Konsili Trente (1546-1565), yang dapat dibaca di sini, silakan klik. Silakan membaca juga di jawaban ini (di point 2), silakan klik, bahwa sejak ditetapkan pertama kali oleh Paus Damasus I, kitab- kitab Deuterokanonika sudah termasuk di dalamnya.
Yang ketiga, walaupun memang kitab- kitab Deuterokanonika tersebut (misalnya kitab Kebijaksanaan Salomo) dituliskan berdekatan dengan waktu terjemahan PL dalam bahasa Yunani itu disusun (yaitu sekitar abad 2 sebelum Masehi), namun tidak perlu diragukan keotentikannya sebagai tulisan yang diinspirasikan Roh Kudus. Alasan mengapa kitab Kebijaksanaan Salomo ditolak oleh kanon Yahudi adalah seperti tertulis dalam Jewish Encyclopedia, I, 305-306, oleh Dr. Ginzberg dalam artikel Akiba ben Joseph, yaitu bahwa Rabbi Akiba adalah seseorang yang menentukan kanon Yahudi, dan dengan menolak Kitab Kebijaksanaan dan kitab- kitab lainnya ia dipimpin oleh hasrat untuk melumpuhkan umat Kristen terutama umat Kristen Yahudi- yang membangun argumen-argumen mereka berdasarkan kitab- kitab tersebut…. Walaupun menurut Anda nubuat dalam Kitab Kebijaksanaan itu tidak cukup kuat berhubungan dengan penggenapannya di dalam Kristus, namun pandangan itu tidak cocok dengan pandangan jemaat awal, yang menganggap nubuatan tersebut sangat kuat menggambarkan Kristus. Oleh sebab itu, Rabbi Akiba yang menentukan kanon Yahudi merasa perlu untuk menghilangkan kitab- kitab tersebut di dalam kanon Kitab Suci mereka, sebab mereka tidak mengakui Kristus sebagai Tuhan yang merupakan penggenapan nubuat para nabi yang tertulis dalam PL.
Yang keempat, Anda beranggapan bahwa seolah karena beberapa kitab Deuterokanonika itu ditulis di sekitar abad ke- 2 maka menjadi tidak otentik; sebab seharusnya menurut Anda batasnya adalah abad ke 4 SM di zaman Ezra. Namun atas dasar apa Anda mengatakan hal ini? Apakah Anda beranggapan bahwa sesudahnya semua bangsa Israel tidak lagi memegang perjanjian Allah atau Allah meninggalkan bangsa pilihan-Nya? Sebab kalau kita membaca kitab- kitab Deuterokanonika itu, jelas disampaikan bagaimana kuatnya bangsa Israel memegang ketentuan hukum Taurat, dan bagaimana perjuangan mereka untuk menolak kebudayaan/ tata cara Yunani di Israel, sebagaimana dikisahkan misalnya di kitab 1 dan 2 Makabe, seperti antara lain tentang kepahlawanan Yudas Makabe, kemartiran Eleazar dan seorang ibu dan tujuh anaknya.
Yang kelima, memang dapat saja terjadi kitab Tanakh (Kitab Suci Ibrani) juga digunakan oleh para rasul dan jemaat abad awal, namun ini tidak mengubah kenyataan bahwa Septuaginta menempati tempat yang lebih utama; terlihat dari bukti bahwa dalam kitab Perjanjian Baru (PB), teks PL yang dikutip lebih dari 90%-nya berasal dari terjemahan PL Septuaginta. Pengarang Protestan yang bernama Gleason Archer dan G.C. Chirichigno membuat daftar yang menyatakan bahwa teks Perjanjian Baru mengutip Septuaginta sebanyak 340 kali, dan hanya mengutip kitab kanon Ibrani sebanyak 33 kali (Gleason Archer dan G. C. Chirichigno, Old Testament Quotations in the New Testament: A Complete Survey (Chicago, IL: Moody Press, 1983), xxv-xxxii.)
Yang keenam, Anda mempertanyakan apakah kaum Yahudi di Palestina familiar dengan Septuaginta (terjemahan PL dalam bahasa Yunani) pada masa Kristus. Walau terdapat pendapat yang berbeda- beda, namun fakta menunjukkan bahwa keseluruhan naskah PB ditulis dalam bahasa Yunani (kecuali Injil Matius yang pertama kali ditulis dalam bahasa Aram, sebelum kemudian juga diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani). Fakta ini menunjukkan bahwa sejak abad pertama Masehi bahasa Yunani merupakan bahasa yang umum digunakan di wilayah di mana bangsa Yahudi berdomisili, baik di Palestina maupun di daerah lain sekitarnya, yang menjadi daerah kekuasaan Roma.
Yang ketujuh, Anda membandingkan kanonisasi PL dengan kanonisasi PB; sehingga menarik kesimpulan bahwa seperti halnya tulisan- tulisan yang baru ditulis setelah masa para rasul adalah tulisan bidaah; maka kitab PL sesudah masa Ezra juga seolah tidak dapat dipercaya. Namun analogi ini tidak tepat. Sebab fakta menunjukkan bahwa tidak semua tulisan setelah masa para rasul adalah tulisan yang mengandung ajaran sesat (bidaah). Gereja Katolik menetapkan bahwa Kabar Gembira diteruskan kepada kita dengan dua cara, yang pertama dengan cara lisan oleh para rasul berdasar atas apa yang mereka terima dari Kristus maupun dari bimbingan Roh Kudus (disebut Tradisi Suci), yang kedua dengan cara tertulis, yang dituliskan oleh para rasul maupun orang lain yang merupakan rekan sekerja para rasul atas inspirasi Roh Kudus (disebut Kitab Suci) (lih. KGK 76). Jadi Anda benar, bahwa masih ada tradisi lisan sesudah zaman para rasul, yang kemudian dituliskan oleh para penerus mereka atas dorongan Roh Kudus, dan ini disebut Tradisi Suci. Walaupun tulisan-tulisan tersebut tidak termasuk di dalam Kitab Suci [sebab yang termasuk Kitab Suci PB adalah ajaran Injil yang ditulis oleh para rasul sendiri atau para rekan sekerja para rasul] namun karena sumbernya sama, maka Gereja Katolik memberikan penghormatan yang sama, baik penghormatan kepada Tradisi Suci, maupun kepada Kitab Suci. Ini sesuai dengan ajaran Rasul Paulus (lih. 2 Tes 2:15).
Yang terakhir, Anda menganggap bahwa seharusnya lebih logis jika Konsili Jamnia menolak Mzm 22 dan Yes 53 ketimbang menolak Keb 2. Sejujurnya, ini argumen yang baik, dan saya juga sebenarnya ingin menanyakan tentang hal ini seandainya mendapat kesempatan bertemu dengan Rabi Akiba yang menentukan kanon Kitab Suci Ibrani. Namun sesungguhnya, kuncinya adalah bagaimana menginterpretasikannya. Sebab Mzm 22 memang dapat diinterpretasikan sebagai gambaran keadaan bangsa Israel di gurun, atau keadaan Daud saat dianiaya oleh Raja Saul, atau kepada bangsa Israel sekembalinya dari Babilonia; atau seperti pengajaran para Bapa Gereja, yaitu bahwa perikop ini dapat diinterpretasikan sebagai nubuatan akan Kristus, karena banyak teksnya yang cukup jelas menggambarkan keadaan penderitaan Kristus sebelum wafat-Nya. Jadi nampaknya para rabi Yahudi hanya mengambil interpretasi yang dapat dihubungkan dengan bangsa Israel, tanpa mengacu kepada penggenapannya yang lebih jelas di dalam Kristus. Demikian pula, karena para rabi Yahudi tidak mengimani Kristus, mereka juga tidak menginterpretasikan Yes 53 sebagai nubuatan bagi Kristus. Agaknya di sini berlaku apa yang dikatakan oleh Kristus sendiri kepada para murid-Nya tentang mereka, “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti.” (Luk 8:10, lih. Mat 13:14). Oleh karena itu, jika kita ingin mengetahui interpretasi yang otentik akan suatu ayat dalam Kitab Suci, kita harus mendengarkan apa yang diajarkan oleh Gereja, dan bukan dari orang- orang yang di luar Gereja yang tidak percaya kepada Kristus. Kitab Suci diberikan kepada Gereja, sehingga Gerejalah yang dapat memberikan interpretasi yang benar tentang ayat- ayat dalam Kitab Suci.
Memang ada anggapan sekelompok orang bahwa terdapat waktu jeda sekitar 4 abad antara PL dan PB yang dikenal dengan istilah The Silent 400 years. Topik ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, jika Anda tertarik, silakan membacanya.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan menanggapi komentar Anda. Semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
dari situs http://www.carm.org/apocrypha-it-scripture
Jerome (340-420) who translated the Latin Vulgate which is used by the RC church, rejected the Apocrypha since he believed that the Jews recognized and established the proper canon of the Old Testament.
benarkah St. Jerome menolak kitab-kitab apokrif?
Shalom Alexander,
1. Dalam kata pengantarnya terhadap ketiga kitab Salomo (Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung), St. Jerome memang mengajukan pendapatnya, demikian: “Maka Gereja memang membaca kitab Yudit, Tobit dan Kitab Makabe, tetapi tidak menerima mereka di dalam kitab- kitab kanonik, maka mari membaca kedua volume ini (Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo) untuk pengajaran umat tetapi tidak untuk mendirikan otoritas bagi dogma- dogma Gereja.”
Walaupun demikian, tidak seperti Luther, St. Jerome dengan rendah hati menyerahkan pandangan pribadinya ini kepada otoritas Gereja dan akhirnya memasukkan kitab- kitab tersebut di dalam Kitab Suci terjemahan Latin yang terkenal itu, the Vulgate.
2. Di tahun- tahun terakhir hidupnya, St. Jerome benar- benar menerima Kitab Deuterokanonika, atas dasar ia mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh Gereja. Ia bahkan mempertahankan pandangannya tentang keotentikan Kitab- kitab Deuterokanonika tersebut, terhadap mereka yang meragukannya dengan alasan kitab- kitab tersebut tidak tertulis dalam bahasa Ibrani. St. Jerome mengatakan demikian,
“Apa dosa yang kulakukan jika aku mengikuti yang ditetapkan oleh Gereja- gereja? Tetapi ia yang menentang saya [dalam kata pengantar saya terhadap Kitab Daniel] atas keberatan bahwa umat Yahudi biasanya tidak menyetujui kisah tentang Susana [Dan 13], Kidung ketiga anak remaja [yang disebut dalam Dan 3:29-68], dan kisah Bel dan Naga [Dan 14], yang tidak ditemukan dalam kitab Yahudi, ini membuktikan dirinya sendiri sebagai seorang sycophant (yang membuat- buat segala sesuatu semaunya sendiri). Saya tidak menghubungkan pendapat saya pribadi, tetapi kepada komentar- komentar yang umumnya dibuat mereka terhadap kami. Kalau saya tidak menanggapi pandangan mereka dalam kata pengantar saya adalah karena alasan keringkasan, sebab jika tidak, saya menuliskan buku bukannya kata pengantar, saya percaya saya telah menambahkan secara singkat keterangan tersebut, sebab saya telah berkata, “Kini bukan saatnya untuk mendiskusikan hal- hal tersebut.” (Against Rufinus 11:33 [AD 401])
3. Secara obyektif memang tidaklah masuk akal, bahwa alasan pencoretan Kitab -kitab Deuterokanonika adalah karena “orang Yahudi menolaknya” atau karena “tidak ada salinan dalam bahasa Ibrani/ Khaldaik nya”.
Sebab umat Kristiani tidak harus mengikuti tradisi umat Yahudi yang jelas telah tidak memasukkan kitab Injil dalam kanon Kitab Suci mereka. Juga alasan ‘harusnya ditulis dalam bahasa Ibrani’ juga tidak masuk akal; karena jika demikian alasannya, terlihat sangat tidak konsisten. Sebab Kitab Tobit, Yudit, 1 Makabe, Sirakh dituliskan dalan bahasa Ibrani/ Khaldaik. Kenyataannya, kitab- kitab itu juga dibuang/ tidak dimasukkan dalam kitab suci Protestan.
Kitab 2 Makabe itu seperti surat yang disampaikan oleh umat Yahudi kepada saudara- saudara mereka yang tinggal terpencar di luar tanah Yudea, sehingga dituliskan dalam bahasa yang umum dipergunakan pada saat itu, yaitu bahasa Yunani. Apakah karena hal ini maka lantas kitab itu layak ditolak begitu saja? Orang Mesir menggunakan bahasa Yunani lebih daripada bahasa Ibrani, seperti kita ketahui bagaimana Ptolemius memerintahkan untuk menerjemahkan buku Alkitab PL ke dalam bahasa Yunani, yang dikenal dengan Kitab Septuaginta. Inilah sebabnya Kitab 2 Makabe yang ditulis untuk menghibur umat Yahudi yang ada di Mesir dituliskan dalam bahasa Yunani daripada Ibrani. Kitab Septuaginta inilah yang menjadi Kitab Suci yang dipergunakan oleh Yesus dan para murid-Nya. Maka kalau Gereja Katolik menetapkan kanon PL dengan mengikuti Septuaginta, itu karena ingin mempertahankan Tradisi Suci sejak jaman Kristus dan para rasul.
Demikian jawaban saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom katolisitas.org,
Quote: Mungkin kita pernah mendengar bahwa Gereja Katolik dikatakan ‘menambahkan’ 7 kitab dalam Perjanjian Lama, yaitu Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Yudit, Barukh, Tobit, 1 dan 2 Makabe (beserta tambahan Kitab Daniel dan Esther), yang dikenal dengan Kitab Deuterokanonika
Saya mau bertanya, tolong jelaskan satu satu alasan Protestant membuang kitab-kitab tsb? saya harap anda dpt menjelaskan ke-7nya.. knp bisa dibuang semuanya..? disamping tentang api penyucian.. adakah alasan lain?
Shalom Leonard,
Silakan anda membaca artikel di atas terlebih dahulu (saya sudah menambahkan keterangan di sana), silakan klik, dan jika masih ada pertanyaan silakan anda bertanya kembali.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Katolisitas,
Kenapa catatan kaki di PL dan PB tidak ada yang mengutip kitab-kitab di deuterokanonika. Tetapi di catatan kaki deuterokanonika banyak menjelaskan PL dan PB.
Kalau tidak salah, saya pernah mendapat link ke suatu website yang isinya adalah catatan PB yang mengutip kitab-kitab deuterokanonika. Bisa tolong bantu saya menemukan lagi?
Shalom Alexander,
Jika anda ingin melihat kutipan ayat-ayat Deuterokanonika dalam Kitab Suci PL dan PB , silakan anda membeli The Jerusalem Bible, terbitan Double Day. Di sana catatan kaki kutipan ayat-ayatnya lebih lengkap.
Yang dicetak di Indonesia, itu acuannya dari LAI yang juga dipakai sebagai kitab suci gereja Protestan, sehingga dapat dimengerti jika tidak menyertakan kutipan ayat-ayat Deuterokanonika di PL dan PB.
Link kutipan ayat- ayat kitab Deuterokanonika di kitab PB ada di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Wah… harusnya LAI di update tuh. Lebih Lengkap, Lebih Baik ! (bener ngak y? wkwkwkwkwkwkwk~ ^^)
Shalom,
Orang Kristen non-reformasi kerap menggunakan istilah apokrif untuk injil yang mereka anggap bukan termasuk ke dalam Alkitab. Apakah istilah ini bukan suatu penghalusan untuk deuterokanonika? Seorang rama mengatakan dalam homilinya, jika ada orang-orang Kristen non-Katolik yang mengatakan bahwa Gereja Kristen Katolik sering menambah tulisan dalam injil, maka katakan saja bahwa Gereja Kristen non-Katolik pun memiliki kebiasaan menghilangkan tulisan dalam Injil. Namun, saya sebenarnya ingin mendapatkan kejelasan mengapa Gereja Kristen non-Katolik tidak mematuhi saja semua konsili yang menetapkan tulisan mana saja yang tergolong ke dalam Injil Kanonik seperti halnya mereka menaati hasil keputusan konsili Carthago yang menetapkan tulisan Markus, Matius, Lukas dan Yohanes sebagai Injil kanonik? Ajaran siapakah yang mempengaruhi pemikiran mereka? Martin Luther ataukah Calvin? Mohon kejelasannya dari sejarah gereja. Tuhan memberkati.
[dari katolisitas: telah dijawab – silakan klik]
Comments are closed.