Pertanyaan:

Salam Damai kepada para pengasuh website ini,
Apa yang disajikan di website ini sangat membantu saya dalam mendalami iman katolik, ada banyak hal yang saya dapat dengan membaca yang tersaji di website ini.
Saat ini ada 2 pertanyaan yang ingin saya ungkapkan:
1. beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca di website ini mengenai warna-warna Adven, dimana minggu ke 1,2 dan 4 warna Ungu dan minggu ke3 warna merah muda. Yang menjadi pertanyaan saya : apakah warna merah muda hanya berlaku untuk hari minggu adven ke-3 saja atau 7 hari dalam minggu adven ke-3 ? Hal ini membuat saya bingung saat melihat kalender di website ini, hanya hari minggu adven ke-3 (tgl 13 Des) saja yang warna merah muda, sedangkan hari senin – sabtu (tgl 14-19) yang masih dalam minggu adven ke-3 memakai warna ungu.
2. Saat ini saya sebagai sekretaris lingkungan yang juga membuat warta lingkungan secara bulanan. Apabila saya mengambil tulisan di website ini untuk dimasukkan ke warta lingkungan kami, bagaimana cara dan syaratnya ?
Terima kasih atas kesediaan para pengasuh untuk menjawab pertanyaan saya diatas.
Tuhan Memberkati pelayanan para pengasuh website ini.

regards,
Lisa

Jawaban:

1. Warna merah muda yang artinya adalah sukacita dan kebahagiaan ( joy, happiness, rejoice) memang hanya dipakai pada hari Minggu Adven ke-3/ Gaudete Sunday (atau ke-4/ Laurete Sunday) yang maksudnya mengingatkan bahwa Natal sebentar lagi akan tiba. Umumnya, Gereja Katolik menggunakan warna liturgi merah muda (pink/ rose) pada jubah Pastor/ imam, maksudnya untuk menandai bahwa saat hari Minggu itu kita telah berada di pertengahan masa Adven. Digunakan hanya pada hari Minggu-nya saja (dan bukan pada hari-hari sesudahnya) karena setiap hari Minggu pada dasarnya adalah hari perayaan, di mana kita memperingati hari kebangkitan Kristus. Sedangkan pada hari-hari biasa kita kembali menerungkan masa Pertobatan pada masa Adven, sehingga warna yang digunakan adalah tetap ungu.

Aturan tentang penggunaan warna-warna dalam liturgi ada dalam General Instruction of the Roman Missal yang baru, dengan ketentuan sebagai berikut:

General Instruction of the Roman Missal, No. 346.

“As to the color of sacred vestments, the traditional usage is to be retained: namely,

“a. White is used in the Offices and Masses during the Easter and Christmas seasons; also on celebrations of the Lord other than of his Passion, of the Blessed Virgin Mary, of the Holy Angels, and of Saints who were not Martyrs; on the Solemnities of All Saints (1 November) and of the Nativity of Saint John the Baptist (24 June); and on the Feasts of Saint John the Evangelist (27 December), of the Chair of Saint Peter (22 February), and of the Conversion of Saint Paul (25 January).

“b. Red is used on Palm Sunday of the Lord’s Passion and on Good Friday, on Pentecost Sunday, on celebrations of the Lord’s Passion, on the feasts of the Apostles and Evangelists, and on celebrations of Martyr Saints.

“c. Green is used in the Offices and Masses of Ordinary Time.

“d. Violet or purple is used in Advent and of Lent. It may also be worn in Offices and Masses for the Dead (cf. below).

“e. Besides violet, white or black vestments may be worn at funeral services and at other Offices and Masses for the Dead in the Dioceses of the United States of America.

“f. Rose may be used, where it is the practice, on Gaudete Sunday (Third Sunday of Advent) and on Laetare Sunday (Fourth Sunday of Lent).

“g. On more solemn days, sacred vestments may be used that are festive, that is, more precious, even if not of the color of the day.

“h. Gold or silver colored vestments may be worn on more solemn occasions in the dioceses of the United States of America.”

To this we may add the observation of the instruction “Redemptionis Sacramentum,” Nos. 121 and 127.

[121.] “The purpose of a variety of color of the sacred vestments is to give effective expression even outwardly to the specific character of the mysteries of faith being celebrated and to a sense of Christian life’s passage through the course of the liturgical year.” On the other hand, the variety of offices in the celebration of the Eucharist is shown outwardly by the diversity of sacred vestments. In fact, these “sacred vestments should also contribute to the beauty of the sacred action itself.”

[127.] “A special faculty is given in the liturgical books for using sacred vestments that are festive or more noble on more solemn occasions, even if they are not of the color of the day. However, this faculty, which is specifically intended in reference to vestments made many years ago, with a view to preserving the Church’s patrimony, is improperly extended to innovations by which forms and colors are adopted according to the inclination of private individuals, with disregard for traditional practice, while the real sense of this norm is lost to the detriment of the tradition. On the occasion of a feast day, sacred vestments of a gold or silver color can be substituted as appropriate for others of various colors, but not for purple or black.”

Jadi, warna merah muda memang digunakan hanya pada hari Minggu ke 3 Adven, (atau juga pada hari Minggu ke-4 Adven), tergantung kebiasaan keuskupan setempat. Dan pada hari-hari biasa di masa Adven, warna tetap ungu. Namun jika di paroki tidak ada vestment/ jubah Pastor warna merah muda tersebut, yang dipakai adalah tetap warna ungu.

2. Jika anda ingin mengutip artikel ataupun kutipan tanya jawab di situs ini, silakan saja, namun harus disebutkan sumbernya, yaitu katolisitas.org. Maksudnya, supaya jika ada yang mau memberikan pertanyaan atau saran dapat langsung menghubungi kami. Dan juga dengan disertakan sumbernya, semoga semakin banyak umat Katolik dapat membaca dan menambah pengetahuan iman Katolik, yang antara lain termuat dalam situs ini.

Terima kasih atas kunjungan anda ke situs Katolisitas, semoga Tuhan juga memberkati karya kerasulan awam yang anda lakukan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

15 COMMENTS

  1. selamat Sore ibu ingrid, mengenai bacaan pada hari raya natal 25 des, adakah batasan waktu(jam berapa) untuk misa fajar dan misa siang.

    terimakasih

    [Dari Katolisitas: Umumnya Misa Fajar (Dawn Mass) dipahami sebagai Misa yang pertama diadakan setelah Misa Malam Natal (Vigil Mass/ Midnight Mass). Sesudahnya, Misa disebut sebagai Misa siang (Day-time Mass)]

  2. dear katolisitas,

    Sangat menarik mengikuti diskusi ini. Saya punya satu pengalaman. Selama ini, yang namanya masa adven adalah masa persiapan. Pastor paroki yang baru melarang umat untuk mengadakan acara-acara sukaria. Katanya, itu bertentangan dengan makna adven.

    Suatu kali ada rombongan umat dari luar negeri. Mereka ingin berbagi sukacita “natal” kepada umat paroki yang miskin. Acara itu tepat pada minggu adven ketiga. Bentuk acaranya: kumpul bersama, lalu nyanyi-nyanyi kemudian bagi-bagi bingkisan (tentu diawali dan ditutup dengan doa).

    Ketika pimpinan rombongan datang ke pastor paroki melaporkan rencana acara mereka, pastornya melarang. Alasan beliau adalah adven itu masa persiapan. Tidak boleh ada acara-acara pesta-pesta. Jelas pimpinan rombongan kaget, karena kegiatan ini bukan baru pertama kali diadakan. Sudah beberapa kali diadakan di paroki itu, namun dengan pastor paroki yang berbeda.

    Nah, pertanyaan saya, apakah memang selama masa adven, bahkan pada minggu adven ketiga sekalipun, kita tidak bisa berbagi sukacita?

    Sekian dan terima kasih,

    • Shalom Brian,

      Adven adalah masa persiapan akan kedatangan Tuhan. Karena hakekatnya sebagai persiapan, maka memang perhatian ditujukan kepada suatu kejadian istimewa (dalam hal ini peringatan kelahiran Kristus) yang belum tiba. Sebab kalau sudah tiba, maka tidak diperlukan lagi persiapan, tetapi yang ada adalah perayaan. Sebagaimana telah diulas di renungan minggu-minggu ini, masa persiapan itu diisi pertama-tama oleh pertobatan, dan kemudian oleh doa-doa dan perbuatan amal kasih. Nah jika hal ini dihayati, memang tidak pada tempatnya jika kita sudah merayakan pesta-pesta perayaan dalam masa Adven. Itulah sebabnya Gereja tidak menganjurkan umatnya untuk melangsungkan pesta perkawinan pada masa Adven, seperti halnya juga pada masa Prapaska.

      Minggu ketiga Adven memang adalah masa sukacita, namun hal ini juga adalah untuk dihayati sebagai sukacita karena menantikan kedatangan Tuhan yang semakin dekat, dan bukannya sukacita merayakan kedatangan Tuhan sebagaimana pada hari Natal, lalu membagi-bagi bingkisan kado Natal, dengan menyanyikan lagu-lagu Natal seolah Natal telah tiba. Adalah lebih baik merenungkan/ menyanyikan lagu-lagu Adven, atau membacakan ataupun memadahkan bacaan Antifon O, sebagaimana ada dalam  doa Ofisi Gereja (Ibadah Harian/ Brevier), doa sore/ Vesper. Tujuh Antifon “O” merupakan nama lain Kristus sebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci.

          17 Desember : O Sapientia (O Kebijaksanaan)
          18 Desember : O Adonai (O Tuhan)
          19 Desember : O Radix Jesse (O Tunas Isai)
          20 Desember : O Clavis David (O Kunci Daud)
          21 Desember : O Oriens (O Bintang Fajar)
          22 Desember : O Rex Gentium (O Raja segala bangsa)
          23 Desember : O Emmanuel (O Tuhan beserta kita)

      Silakan membicarakannya dengan pastor paroki tentang hal ini, dan patuhilah arahan beliau, sebab memang sesungguhnya kita tidak dianjurkan untuk merayakan Natal sebelum waktunya, tanpa persiapan batin yang selayaknya. Bantuan kepada umat yang berkekurangan silakan disampaikan dengan suka cita tetapi tanpa pesta-pesta, atau kalaupun mau diadakan acara, silakan diadakan dalam permenungan masa persiapan akan kedatangan Tuhan. Pesta perayaan Natal dapat diadakan sesudah hari Raya Natal (25 Desember).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Terima kasih Ibu Ingrid,

        Jawabannya dipahami. Hanya perlu ditegaskan bahwa yang dilakukan oleh rombongan dalam tulisan saya di atas memang bukan perayaan natal. Rombongan itu hanya ingin membagikan sedikit rezeki mereka kepada umat. Pada saat natal mereka tidak bisa, karena ada di tempatnya. Mereka hanya bisa pada saat minggu ketiga adven. Saya berpikir, mungkin karena minggu ketiga adven adalah minggu sukacita. Nah, tema sukacita inilah yang mereka pakai untuk acara bagi-bagi bingkisan itu. Sesudah natal juga tidak bisa. Jadi, acara ini bukan dari paroki, melainkan dari luar paroki.

        Kami umat memang harus taat kepada pastor paroki. Namun yang menjadi kebingungan kami, kenapa lain pastor paroki lain pula kebijaksanaannya? Dan lagi, di paroki lain, masih satu keuskupan, mereka bisa mengadakan acara pesta ulang tahun paroki. Pestanya meriah.

        Apakah hanya karena dari umat maka tidak boleh, sedangkan kalau dari imam boleh?

        • Shalom Brian,

          Nampaknya aksi membagi-bagikan bingkisan/ sembako kepada umat dalam rangka persiapan Natal, tanpa pesta dan perayaan, itu adalah sesuatu yang dapat dilakukan dalam masa Adven. Sebab justru salah satu makna Adven adalah masa pertobatan, dengan melakukan doa, silih dan perbuatan amal kasih. Maka silakan untuk lain kali, dibicarakan dengan jelas kepada pastor paroki, apakah maksud dan detail acara yang ingin dilakukan itu. Kemungkinan izin melakukan acara tersebut tidak diberikan karena pastor tidak menghendaki adanya suasana pesta dan perayaan sebelum hari Natal. Jika panitia dapat meyakinkan pastor bahwa itu bukan acara perayaan/ pesta, saya pikir pastor akan dapat mengizinkannya. Sebab harus diakui jika tanpa dijamin oleh panitianya sendiri, dapat terjadi bahwa awalnya tidak dikatakan ada pesta, namun yang dilakukan tidak mencerminkan hal itu, yaitu ada musik hingar bingar, dengan lagu-lagu Natal, seolah-olah hari Natal sudah tiba, lalu ada pembagian kado-kado seperti layaknya pesta. Namun jika tujuannya adalah amal kasih, silakan direncanakan agar yang diundang adalah betul orang-orang yang berkekurangan, dan yang dibagikan misalnya adalah bahan-bahan pokok yang sungguh mereka butuhkan. Dan acara tersebut dilangsungkan dengan sederhana, tanpa nuansa pesta.

          Nah sekarang perayaan ulang tahun paroki pada masa Adven. Sejujurnya, ketentuan umum adalah paroki memang boleh merayakan/ memperingati pesta Santo/ Santo pelindungnya. Maka sepanjang perayaan itu masih masuk di akal, tidak berlebihan, dan dirayakan pada hari Minggu yang merupakan perayaan hari kebangkitan Tuhan Yesus, maka hal itu dapat dilakukan.

          Maka nampaknya, masalahnya di sini bukan apakah ide yang dari umat ditolak sedangkan ide yang dari pastor paroki diperbolehkan. Bukan. Silakan Anda membicarakan dengan pastor paroki dengan semangat kasih, keterbukaan dan ketaatan. Semoga akan ada jalan keluarnya yang dapat diterima semua pihak.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Salam Brian,

      yang sering terjadi adalah berkumpul bersama untuk saling membagi hadiah Natal diiringi nyanyian-lagu dan doa Natal, yang sebenarnya belum waktunya, karena dibuat pada masa Advent (yang sebenarnya adalah masa persiapan Natal dan berbeda makna dari masa Natal). Sebaiknya acara seperti itu direncanakan untuk dibuat pada hari-hari sesudah tgl 25 Desember sampai Minggu Pembaptisan Tuhan. Gereja sebagai seorang Ibu yang bijaksana, ingin agar selama masa Advent kita belajar “menanti penuh harapan”, menanti “dengan sabar” dan dengan gembira (bukan dengan cemas dan takut) karena Tuhan sudah dekat. Jadi ada waktunya untuk menantikan kedatangan Tuhan (masa Advent), dan ada waktunya untuk merayakan kedatangan/kelahiran Tuhan (masa Natal).

      Doa dan Gbu.
      Rm Boli.

  3. kenapa di masa adven tidak diperkenankan untuk mengadakan pemberkatan pernikahan..?apa alasan utamanya..?mohon penjelasannya,untuk memudahkan menjawab pertanyaan para umat katolik yang kurang memahami katekese

    • Shalom Romauli,

      Masa Advent (Adventus= kedatangan) adalah masa persiapan akan kedatangan Tuhan Yesus pada hari Natal. Yang dimaksudkan di sini adalah persiapan batin, yaitu pertobatan, yang maknanya adalah menyingkirkan/ meratakan segala bukit-bukit kesombongan dan meluruskan jalan-jalan yang berliku menuju fokus perhatian kita yang utama, yaitu kedatangan Tuhan.

      Sedangkan perayaan perkawinan pada dasarnya adalah perayaan pesta suka cita, dan mau tidak mau fokusnyapun adalah pada pasangan yang menikah. Maka dari hakekatnya saja, sudah terjadi pergeseran dari makna masa persiapan Adven, yang bahkan di masa awalnya dapat bernuansa perkabungan atas dosa-dosa yang telah dilakukan, dan fokus utamanya, yaitu kedatangan Tuhan Yesus. Demikianlah maka dapat dimengerti, jika Gereja menganjurkan agar perayaan perkawinan tidak dilakukan pada masa Adven ataupun masa Prapaska, yang dimaksudkan sebagai masa persiapan/ pertobatan, menyambut perayaan liturgis yang istimewa, yaitu Natal dan Paskah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Salam damai,
    begini tentang warna liturgi pink/rose yg digunakan pada minggu Adven III (Gaudete); saya pernah membaca di sebuah buku yang menyatakan warna tersebut juga boleh dipakai di minggu Prapaskah IV yg disebut MG. Laetare. Akan tetapi, kok hal itu kurang nampak ya di Jakarta khususnya. Di paroki saya sendiri pun sudah memiliki kasula pink tapi hanya digunakan untuk Minggu Gaudete. Sebetulnya bagaimana yang baiknya? Apakah juga altar jadi boleh didekorasi? Kemudian untuk warna pink digunakan hanya hari Minggunya saja atau selama 1 pekan?

    Sehubungan dengan makin dekatnya Tri Hari Suci, sebetulnya pada hari Jumat Agung bagaimana ketentuan penggunaan alat musik/iringan? Saya pernah baca di FPPC kalau tidak salah, ditulis mulai dari setelah Kemuliaan pada Kamis Putih, organ sudah tidak boleh digunakan, jadi untuk pembasuhan kaki, pemindahan SMK sudah mesti accapela. Pun pada Malam Paskah hingga Kemuliaan (jadi exsultet pun accapela), sebetulnya manakah yang benar tentang penggunaan musiknya? Kemudian range waktunya, apakah hanya pada Jumat Agung atau dari setelah Kemuliaan pada Kamis Putih hingga Kemuliaan pada Malam Paskah?

    Maaf, sy juga mau sharing, dahulu saya diajarkan bahwa Misa malam Paskah tidak sama dengan hari raya Paskah (Minggu Paskah), tetapi mengapa umat kebanyakan hanya salah satu? Dan pastor paroki pun tidak mengajak atau menyinggung hal ini? Saya pun pernah ditertawakan seorang teman: untuk apa misa 2 kali? Kan sama2 berdoa.
    Terima kasih
    -gabriel dibya-

    • Salam Gabriel Dibya,

      Romo Bosco Da Cunha, O.Carm sektretaris eksekutif Komisi Liturgi KWI menjawab demikian:

      “Warna pink rose hanya untuk Minggu Gaudete dan Laetare. Bukan untuk selama satu pekan. Dekorasi dan musik pun dibikin meriah…antisipasi kegembiraan Paskah. Musik boleh sekedar mengiringi nyanyian; yang dilarang hanyalah instrumentalia (berarti tanpa mengiringi nyanyian).

      Puncak dari tiga Hari Raya Paskah, ialah hari Minggu Kebangkitan. Silahkan datang ke gereja kalau anda beriman tulus, tanpa hitung untung rugi,dll. Jadi, dianjurkan supaya meskipun sudah mengikuti Malam Paskah, sebaiknya ikutilah juga salah satu Misa di hari Minggu Paskah Kebangkitan itu. Mau pilih bagaimana? Terserah kesalehan Anda sebab Gereja membuat aturan yang sangat terbuka untuk kebebasan memilih secara dewasa juga…sama seperti halnya aturan pantang puasa yang begitu ringan. Ada maksud supaya kita tidak dididik untuk bermental yuridisme tetapi dari keikhlasan hati. Bagaimana kualitas agama yang dihayati kalau sekedar pemenuhan persyaratan lahiriah”.

      Salam
      Yohanes Dwi Harsanto Pr

  5. Shalom Jul Em,

    Silakan membaca kembali tulisan di atas, karena di dokumen di atas jelas menyampaikan bermacam warna- warna yang digunakan di dalam liturgi, termasuk warna merah muda (dikatakan sebagai warna rose). Dalam terjemahan PUMR, ‘rose’ ini diterjemahkan menjadi jingga, walaupun mungkin sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai warna merah muda.

    Demikian terjemahan PUMR- Pedoman Umum Misa Romawi, no. 346 (terjemahan dari General Instruction of the Roman Missal):

    Warna-warna busana liturgis hendaknya digunakan menurut kebiasaan yang sampai sekarang berlaku, yaitu :
    a. Warna putih digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa pada Masa Paskah dan Natal, pada perayaan-perayaan Tuhan Yesus (kecuali peringatan sengsara-Nya), begitu pula pada Pesta Santa Perawan Maria, para malaikat, para kudus yang bukan martir, pada Hari Raya Semua Orang Kudus (I November) dan kelahiran Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni), pada Pesta Santo Yohanes Pengarang Injil (27 Desember), Pesta Takhta Santo Petrus Rasul (22 Februari) dan Pesta Bertobatnya Santo Paulus Rasul (25 Januari).
    b. Warna merah digunakan pada hari Minggu Palma memperingati Sengsara Tuhan dan pada hari Jumat Agung ; pada hari Minggu Pentakosta, dalam perayaan-perayaan Sengsara Tuhan, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan pada perayaan-perayaan para martir.
    c. Warna hijau digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa selama Masa Biasa sepanjang tahun.
    d. Warna ungu digunakan dalam Masa Adven dan Prapaskah. Tetapi dapat juga digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa arwah.
    e. Warna hitam dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, dalam Misa arwah.
    f. Warna jingga (rose) dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, pada hari Minggu Gaudete
    (Minggu Adven III) dan hari Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV).

    Konferensi Uskup dapat menentukan perubahan-perubahan yang lebih serasi dengan keperluan dan kekhasan bangsa setempat. Penyerasian-penyerasian itu hendaknya diberitahukan kepada Takhta Apostolik.

    Jadi dalam ketentuan PUMR memang ada pemakaian warna ungu dan merah muda/ jingga (rose). Warna merah muda/ jingga tersebut selain digunakan di Minggu ketiga Adven (disebut Minggu Gaudete) juga di Minggu keempat masa Prapaska (disebut Minggu Laetare).

    Selanjutnya tentang apakah kita umat menunduk saat Imam mencium altar? Jawabnya tidak. 
    Umat turut menunduk saat imam, diakon dan para pelayan sampai di panti imam dan menghormati altar dengan membungkuk hormat (PUMR 49), sebab sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi kudus (PUMR 42). Membungkuk hormat ini dilakukan bersama dalam kesatuan seluruh jemaat, sebagai tanda penghormatan kepada Tuhan yang hadir di tengah- tengah umat-Nya dalam diri imam (yang sebentar lagi akan mempersembahkan Misa Kudus) dan yang atas kuasa Roh Kudus-Nya akan menghadirkan kembali kurban Kristus di altar-Nya.

    Namun hal mencium altar yang umumnya merupakan tanda penghormatan juga kepada relikwi yang ada di altar, itu hanya dilakukan oleh imam (dan diakon) saja. Umat tidak turut mencium altar dan dengan demikian juga tidak perlu menunduk seolah turut mencium altar.

    Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
    Ingrid Listiati- katolisitas.org

     

  6. Selamat sore,
    di paroki saya sudah memiliki kasula pink bahkan pakaian misdinar maupun samir prodiakon pun pink. Kan dikatakan pink digunakan pada HM Adven III dan HM Prapaskah IV, tapi mengapa di beberapa paroki termasuk paroki saya kok hanya digunakan di HM Adven III sedangkan di HM Prapaskah IV tetap digunakan ungu. kalau warna pink sebagai tanda sukacita, mengapa di tengah masa prapaskah yg jauh lebih terlihat unsur tobatnya ketimbang adven dapat ditampilkan warna pink?
    terima kasih.

    • Shalom Gabriel,

      Keterangan yang kami peroleh dari Catholic Encyclopedia, tentang penggunaan warna pink (merah muda) pada masa Minggu ke-4 Prapaska  (Minggu Laetare) adalah untuk menandai bahwa Masa Prapaska telah terlewati separuhnya. Sebab pada hari Kamis sebelum Minggu Laetare adalah pertengahan Masa Prapaska; dan Gereja diijinkan untuk memperingati tanda suka cita dengan warna pink dengan maksud agar umat tetap semangat melaksanakan masa pertobatannya. Maka pada kata Introit pada pembukaan Misa Laetare ini dikatakan, “Bersuka citalah O, Yerusalem”, yang mengingatkan bahwa perayaan peringatan wafat dan kebangkitan Kristus telah semakin dekat. Maksud serupa juga dirayakan pada Minggu Gaudete di masa Adven, yaitu di Minggu ke tiga, yang menandakan Masa Adven telah melewati pertengahannya, dan hari Natal semakin dekat.

      Selanjutnya silakan membaca di link ini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  7. Selamat pagi, mungkin pertanyaan saya agak nyambung.

    Kalau saya melihat lingkaran lilin adven ada beberapa macam warna lilinnya:
    1. keempatnya ungu
    2. 3 ungu 1 pink
    3. 3 ungu 1 merah
    4. keempatnya putih
    5. 2 ungu 1 pink 1 putih.
    6. ada 5 lilin: 3 ungu, 1 pink, 1 putih di tengah

    Sebetulnya yang mana yang betul menurut aturan Gereja. Kemudian mengenai Gaudete, saya pernah menjumpai paroki yang menggunakan kasula pink dari Minggu-Sabtu berikutnya selama pekan Adven III, jadi yang betul sebetulnya yang mana?

    Lalu, pada Mg Prap IV, apakah warna pink jg berlaku, krn ada paroki yg punya kasula pink, tapi untuk Prapaskahnya tetap ungu, hanya kalau Adven III pink.

    Kemudian, tentang vigili Natal dan HR Natal. Kalau saya tanya ke semua imam mengatakan keduanya wajib begitu juga berlaku untuk Paskah, tetapi mengapa tidak diumumkan di paroki2 ttg hal ini. Karena yg sering terjadi di paroki saya, tgl 24 Des penuh sesak, 25 pagi umatnya sepuh semua. Bahkan saya pernah ditertawakan karena 2x misa, katanya kan sama-sama berdoa? Mengapa harus 2x?

    terima kasih

    • Shalom Gabriel,

      Jika mengikuti ketentuan untuk masa Adven, yang benar adalah tiga lilin ungu dan satu lilin pink. Kasula pink dipakai pada Minggu Gaudete, yang memperingati masa pertengahan Adven, demikian juga pada Minggu Laetare pada Masa Prapaska, yang keterangannya sudah saya sertakan di jawaban saya di sini, silakan klik.

      Sesungguhnya secara teknis memang jika sudah mengikuti Misa malam Natal (vigili 24 Des) tidak wajib mengikuti Misa pada hari Minggu (25 Des). Tetapi tentu saja ini adalah ketentuan minimum, dan yang namanya kasih kepada Tuhan selalu dapat diartikan melakukan yang lebih daripada ketentuan minimum. Maka jika kita dapat menghadiri Misa vigili (24 Des) dan juga Misa di Hari Raya Natal (25 Des), kita dapat melakukannya. Sebab bacaan Kitab Suci yang dibaca/ direnungkan pada kedua hari tersebut juga berbeda, sehingga tetap saja memberikan suasana yang berbeda. Menghadiri perayaan Ekaristi setiap hari bukanlah sesuatu yang aneh dan patut dibanggakan, melainkan bagi banyak orang itu merupakan suatu kehausan. Sebab di dalam perayaan Ekaristi kita menerima Tuhan Yesus sendiri sebagai santapan rohani, baik dalam rupa hosti maupun dalam firman-Nya. Maka jika kita secara jasmanipun makan setiap hari, maka tidaklah aneh jika kita merindukan Ekaristi setiap hari, terlebih pada hari- hari istimewa, yaitu waktu kita memperingati saat- saat kelahiran Kristus, di mana kita merayakan misteri kasih Allah yang tak terselami: bahwa Allah yang Mahakuasa dan tak terbatas dalam segala hal memutuskan untuk memasuki sejarah manusia, untuk menyelamatkan kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.