Pertanyaan:
syalom Katolisitas dan saudaraku seiman,
saya ingin menanyakan apakah kaul/nazar sama artinya dengan sumpah,sedangkan saya pernah membaca ayat dalam kitab suci (Injil,bab dan ayatnya saya lupa) bahwa Yesus sendiri melarang manusia untuk mengucapkan sumpah apapun.
demikian pertanyaan saya,sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Damai Kristus selalu menyertai kita
Ryan
Jawaban:
Shalom Ryan,
Definisi kaul/ vow adalah: janji yang dibuat kepada Tuhan. Sedangkan sumpah/ oath adalah permohonan kepada Tuhan untuk menjadi saksi kepada kebenaran suatu pernyataan. Maka dari segi pengertiannya, kaul tidak sama dengan sumpah.
Demikian penjelasan dari The Navarre Bible tentang sumpah, Mat 5:33-37:
“…Yesus melarang sumpah, karena di jaman Yesus orang mengatakan perkataan sumpah begitu seringnya, sehingga sepertinya disalahgunakan. Dokumen- dokumen rabbinikal saat itu menunjukkan bahwa sumpah diambil untuk alasan- alasan yang tidak begitu penting. Sejalan dengan penyalahgunaan pengambilan sumpah, juga terjadi penyalahgunaan terhadap kaul yang tidak ditepati. Semua ini menunjukkan tidak adanya penghormatan kepada nama Tuhan. Namun demikian, kita mengetahui di dalam Kitab Suci bahwa pengambilan sumpah adalah sah dan baik dalam keadaan tertentu: “Jika kamu bersumpah…”, “Demi Allah hidup…”, di dalam kebenaran dan keadilan, maka para bangsa akan saling memberkati di dalam Dia dan akan bermegah di dalam Dia.” (Yer 4:2)
Di sini Yesus memberikan dasar kriteria yang harus diikuti berdasarkan prinsip ini. Maka Ia menegakkan kembali prinsip ini di antara orang- orang yang menikah, (lih. ayat- ayat sebelumnya, 31-32) rasa saling percaya, penghormatan dan ketulusan. Iblis adalah bapa kebohongan (Yoh 8:44). Oleh karena itu, Gereja Kristus harus mengajarkan bahwa hubungan manusia tidak dapat didasari atas kebohongan dan ketidaktulusan. Tuhan adalah Kebenaran, dan karena itu hubungan timbal balik anak- anak Kerajaan harus berdasarkan atas kebenaran. Yesus mengakhiri dengan memuji ketulusan. Sepanjang pengajaran-Nya, Ia mengidentifikasikan kemunafikan sebagai kejahatan yang harus dikalahkan (lih. Mat 23:13-32) dan ketulusan sebagai selah satu kebajikan yang terbaik (lih. Yoh 1:47).”
Tentang janji/ kaul dan sumpah, Katekismus mengajarkan sebagai berikut:
KGK 2102 “Kaul, yakni janji kepada Allah yang dibuat dengan tekad bulat dan bebas mengenai sesuatu yang mungkin dan lebih baik, harus dipenuhi demi keutamaan agama” (CIC, can. 1191 ? 1). Kaul adalah satu tindakan penyerahan diri, yang dengannya warga, Kristen menyerahkan diri kepada Allah atau menjanjikan satu perbuatan baik kepada-Nya. Dengan memenuhi kaulnya, ia mempersembahkan kepada Allah, apa yang telah ia janjikan atau ikrarkan. Santo Paulus misalnya, sebagaimana disampaikan Kisah para Rasul, sangat memperhatikan supaya memenuhi kaulnya (Bdk. Kis 18:18; 21:23-24).
KGK 2147 Janji yang diberikan kepada seseorang atas nama Allah mempertaruhkan kehormatan, kesetiaan, kebenaran, dan wewenang Allah. Mereka harus dipatuhi tanpa syarat. Siapa yang tidak mematuhinya, menyalahgunakan nama Allah dan seakan-akan menyatakan Allah seorang pendusta (Bdk. 1 Yoh 1:10).
KGK 2150 Perintah kedua melarang sumpah palsu. Bersumpah atau mengangkat sumpah berarti memanggil Allah sebagai saksi untuk apa yang kita ucapkan. Itu berarti memanggil kebenaran ilahi supaya ia menjamin kejujuran orang yang bersumpah. Sumpah mewajibkan atas nama Tuhan. “Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.” (Ul 6:13)
KGK 2151 Menolak sumpah palsu adalah satu kewajiban terhadap Allah. Sebagai Pencipta dan Tuhan, Allah adalah tolok ukur kebenaran. Perkataan manusia itu dapat sesuai atau berlawanan dengan Allah yang adalah Kebenaran itu sendiri. Sejauh sumpah selaras dengan kebenaran dan sah, ia menggarisbawahi bahwa perkataan manusia berhubungan dengan kebenaran Allah. Sebaliknya sumpah palsu menempatkan Allah sebagai saksi untuk suatu penipuan.
KGK 2152 Seseorang melanggar sumpah, apabila menjanjikan sesuatu di bawah sumpah yang sama sekali tidak mau dipenuhi atau yang ia putuskan kemudian. Pelanggaran sumpah adalah satu kekurangan besar dalam sikap hormat terhadap Dia, yang adalah Tuhan atas setiap kata. Mewajibkan diri di bawah sumpah untuk melakukan sesuatu yang buruk, melanggar kekudusan nama ilahi.
KGK 2153 Yesus menjelaskan perintah kedua di dalam khotbah di bukit: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita; jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Allah. Tetapi Aku berkata padamu: janganlah sekali-kali bersumpah…. Jika ya, hendaklah kamu katakan, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari sijahat” (Mat 5:33-34.37, Bdk. Yak 5:12). Yesus mengajarkan bahwa setiap sumpah melibatkan Allah dan bahwa kehadiran Allah dan kebenaran-Nya di dalam tiap perkataan harus dipegang dengan hormat. Kebijaksanaan untuk menggunakan kata “Allah” dalam pembicaraan berhubungan dengan kesadaran yang penuh hormat akan kehadiran-Nya, yang disaksikan atau diperolok oleh tiap ungkapan kita.
KGK 2154 Sambil bersandar kepada Santo Paulus (Bdk. 2 Kor 1: 23; Gal 1:20), tradisi Gereja mengartikan perkataan Yesus demikian bahwa Ia tidak melarang sumpah, kalau itu menyangkut satu masalah yang berat dan benar (umpamanya di depan pengadilan). “Sumpah, ialah menyerukan nama Allah selaku saksi kebenaran, hanya boleh diucapkan dalam kebenaran, kebijaksanaan dan keadilan” (CIC, can. 1199 ?1).
KGk 2155 Kekudusan nama Allah menuntut bahwa orang tidak memakainya untuk hal-hal yang tidak penting. Orang juga tidak boleh mengucapkan sumpah, kalau berdasarkan situasi ia dapat diartikan sebagai persetujuan pada kekuasaan, yang menuntutnya secara tidak sah. Kalau sumpah dikehendaki oleh wewenang negara yang tidak sah, ia dapat ditolak. Ia harus ditolak, kalau ia dituntut untuk maksud-maksud yang bertentangan dengan martabat manusia atau dengan persekutuan Gereja.
Demikian, semoga penjelasan ini dapat berguna bagi kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Pak Stef, Ibu Ingrid dan segenap pengasuh Katolisitas.
Saya mau bertanya tentang pelaksanaan pengambilan sumpah bagi orang Katolik/Protestan yang dibedakan dari kalangan Islam dalam suatu acara formal. Sejauh yang saya alami dan ikuti, bagi umat Katolik atau Protestan, saat pengambilan sumpah di dinas tertentu, pemuka agama membawa Kitab Suci lalu orang yang diambil sumpahnya meletakkan telapak tangan kiri di atas Kitab Suci dan kedua jari tangan kanan diangkat. Sementara itu, untuk umat Islam, saat pengambilan sumpah, pemuka agama mengangkat Al Quran ke atas lalu diucapkanlah sumpah tsb.
Nah, mengapa koq ada perbedaan dalam praktik pengambilan sumpah tsb? Apakah memang ada ketentuan khusus dari Gereja atau hanya di Indonesia saja yang melaksanakan dengan model seperti itu? Koq tidak disamakan saja cara pengambilan sumpah tsb?
Mohon kiranya Pak Stef atau Ibu Ingrid atau pengasuh Katolisitas lainnya berkenan memberikan informasi tentang hal ini. Sebelum dan sesudahnya, saya mengucapkan banyak terima kasih.
Sukses selalu untuk Katolisitas! Tuhan memberkati karya-karya baik Anda yang sangat luar biasa ini.
Shalom Barnabas,
Silakan membaca terlebih dahulu artikel tentang sumpah di atas ini, silakan klik. Dengan melarang sumpah (Mat 5:34), Kristus bermaksud, sebagaimana dijelaskan oleh para Bapa Gereja, agar para murid-Nya bersikap jujur, sehingga orang-orang dapat percaya kepada mereka tanpa perlu mereka mengucapkan sumpah. Namun Tuhan Yesus tidak melarang sumpah yang diucapkan di keadaan-keadaan tertentu, untuk menjamin kebenaran pernyataan yang kita ucapkan, sebagaimana disebutkan di kitab Yeremia (Yer 4:2).
Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada dokumen Gereja yang menyebutkan secara rinci bagaimana sikap tubuh pada saat pengambilan sumpah. Namun Katekismus Gereja Katolik, berdasarkan Kitab Suci, mengajarkan bahwa sumpah yang dilakukan demi nama Allah maksudnya adalah memanggil Allah sebagai saksi akan apa yang kita ucapkan (lih. KGK 2150, Ul 6:13). Oleh karena itu sering kali yang digunakan adalah Kitab Suci ataupun salib/ crucifix yang melambangkan Allah.
Bahwa ada cara yang berbeda dalam pengambilan sumpah, menurut hemat saya itu adalah perbedaan yang ada di tingkat praktis, dan memang ini wajar, sebab penghayatan makna sumpah dan pemaknaan lambang religius yang dihayati oleh masing-masing kelompok itu berbeda. Atas dasar saling menghormati, biarlah kita tidak terlalu dipusingkan oleh perbedaan itu, namun mari ditangkap saja maksudnya, adalah adanya kesungguhan hati dari pihak yang mengucapkan sumpah di hadapan Allah, saat orang itu memanggil Allah sebagai saksi dari segala yang diucapkannya/ dijanjikannya, untuk menjamin kebenaran dari pernyataan tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom pengasuh Katolisitas dan sidang pembaca yg terkasih dalam Tuhan Jesus Kristus,
Ini sekedar secuil pengalaman dari pergaulan sehari-hari.
Mat. 5:33-37 sering jadi alasan saudara2 kita dari gereja lain tidak mau menggunakan kata “sumpah” tapi lebih memilih kata “janji” (misalnya dlm pelantikan untuk jabatan baru dsb) namun bagi orang Kristen-Katolik, kata “sumpah” tidak menjadi masalah. Saya pernah ditanya, mengapa saya/kami yg Katolik berani “melawan” ayat tsb? Karena saya bukan ahli teologi dan/atau Alkitab yg biasa menggunakan argumen2 Alkitabiah maka saya hanya jawab: ” siapapun yg memakai kata “sumpah” atau “janji”, kalau sudah menyangkut nama Tuhan / di dalam nama Tuhan, ya sama saja konsekuensinya (jika taat atau melanggar sumpah/janjinya).
Pengalaman-2 spt di atas membawa saya untuk sangat menikmati website ini. Terima kasih banyak atas jerih payah staf Katolisitas.org.
Salam damai Kristus
Untuk tim Katolisitas saya mau menanyakan mengenai hal sumpah
Ada suatu kasus di mana saudara A dituduh oleh rekannya B mencuri, saudara A seorang Katolik taat sedang B non Katolik…….kemudian saudara B meminta saudara A bersumpah di suatu tempat ibadah (maaf saya tdk menyebut nama) dng ritual sbb: saudara A diminta bersumpah jika memang tidak mengambil, lalu harus minum air yg telah didoakan di tempat tsb, dan jika saudara A mengambilnya maka A akan mengalami celaka…….Karena memang A tidak mengambil akhirnya dia mau menjalani ritual tsb..dan memang tidak terbukti..
Pertanyaannya:
1. Apakah A melanggar perintah gereja karena dia bersumpah di luar gereja (mgkn dlm hati dia tidak mau, namun dia terpaksa) krn di daerah saya msh begitu percaya dng ritual ambil sumpah di tempat ibadah dng cara spt di atas, dan pernah suatu kali memang org yg bersalah namun bersumpah palsu terkena bala (musibah). Pernah ada seorang ibu yg berselingkuh dng tetangganya, namun dia berani bersumpah palsu bahwa jika memang dia berselingkuh maka 2 org anaknya akan meninggal, dan tnyt bbrp hari kemudian 2 org anaknya meninggal di waktu hampir bersamaan…
2. Kalau semisal A tidak mau dia pasti dianggap bersalah oleh si penuduh, walaupun semisal A sudah mengatakan “nanti pada saat kita menghadap Tuhan barulah kita tahu siapa pencurinya’
3.Bagaimana gereja memandang ritual spt itu, karena mau tidak percaya toh hal spt itu memang ada (yang saya maksud orang yang bersumpah palsu dengan ritual tsb pasti kena bala)
Maaf jika susunan kata saya kurang begitu jelas
Trima kasih
Berkah Dalem
Shalom Michael,
Dengan berpegang kepada ajaran Kitab Suci dan Katekismus Gereja Katolik, maka nampaknya yang perlu diketahui adalah untuk kepentingan apa dan bersangkutan dengan hal apa, sumpah itu diucapkan. Sebab jika hal itu menyangkut nyawa orang, lalu diucapkan di hadapan pengadilan, maka mengucapkan sumpah itu diperbolehkan, sebab menyangkut hal yang penting/ besar dan dikatakan di dalam kebenaran, pengadilan dan keadilan (lih. KGK 2154). Nampaknya perlu disadari prinsipnya yaitu bahwa bersumpah artinya menjadikan Allah sebagai saksi, demi kebenaran, pengadilan dan keadilan; oleh sebab itu tidak dapat dilakukan untuk main- main. Tak heran jika seseorang bersumpah palsu, lalu akibatnya fatal.
Maka silakan anda menjawab sendiri apakah bersumpah di tempat ibadah lain itu diperbolehkan atau tidak. Sebab apakah maksudnya orang itu harus disumpah di sana? Jika masalahnya penting/ besar, bukankah urusannya diadakan di tempat pengadilan bukan di rumah ibadah? Sebab sepanjang pengetahuan saya, tempat ibadah adalah tempat untuk beribadah dan bukan tempat untuk mengadili seseorang. Lalu jika seseorang menolak untuk bersumpah, walaupun ia tidak bersalah, maka menurut hemat saya tidak perlu ia merasa takut, sebab waktu sendiri yang akan membuktikan kebenarannya.
Gereja Katolik tidak mengajarkan agar orang dengan mudah bersumpah. Namun demikian, untuk perkara yang besar dan penting seperti dalam pelantikan pejabat negara, dan dalam pengadilan, seseorang diperbolehkan mengucapkan sumpah; yang diucapkan demi menegakkan kebenaran, pengadilan dan keadilan. Dalam hal ini ayat yang menjadi acuan adalah: “Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.” (Ul 6:13); dan “….jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Allah. Tetapi Aku berkata padamu: janganlah sekali-kali bersumpah…. Jika ya, hendaklah kamu katakan, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat” (Mat 5:33-34.37, Bdk. Yak 5:12).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai Kristus, Katolisitas.
Saya ingin bertanya, seseorang telah mengucapkan kaul imamat menjadi seorang imam dan suatu hari karena suatu hal dan lain sebab, orang tersebut keluar sebagai imam dan menjadi orang awam biasa, apakah kaul atau janji imamat orang tersebut masih melekat pada pribadinya ? Secara pribadi apakah dia berdosa karena telah keluar sebagai seorang imam ? Apakah dimungkinkan bagi seorang imam melepas kaul keimamannya ?
Terimakasih Katolisitas, semoga Tuhan memberkati kita.
Gunar Yth
Sakramen imamat seperti sakramen baptis melekat dari diri seseorang dan tidak terhapuskan. Namun jabatan dan kewenangannya bisa dilepas, diambil oleh karena sanksi hukuman misalnya. Maka kaul atau sumpah selibat dan kewajiban sebagai imam bisa dibebaskan melalui permohonan dispensasi kepada Takhta Suci (Bapa Suci). Karena jawabannya bisa melepaskan kaul atau sumpah selibatnya dan menjadi awam biasa. Dia tidak bisa dan tidak boleh melakukan tindakan seperti imam lagi. Dosa atau tidak secara moral ya berdosa.
salam
Rm Wanta
Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat ; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya! WAHYU 22:11
Pertanyaan saya sederhana tapi saya tidak dapat menelaahnya lebih lanjut :
1.Mengapa orang jahat dibiarkan tetap berbuat jahat ?
2.Apakah Tuhan tidak menghendaki orang jahat untuk mengubah dirinya / bertobat ?
Terima kasih Bu Inggrid.Salam kasih.GBU
Shalom Ericco,
Terima kasih atas pertanyaannya. Wahyu 22:11 menuliskan “Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” Ayat ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa yang berbuat jahat tetap berbuat jahat. Ayat ini ingin menyampaikan bagaimana orang yang jahat dapat terus berbuat jahat, sampai pada akhirnya mereka akan mendapatkan penghukuman. Hal ini dinyatakan di ayat 12 “Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya.” Namun, sesungguhnya, Tuhan telah memberikan rahmat yang cukup kepada umat manusia, sehingga mereka tidak mempunyai alasan untuk masuk ke neraka. Kalaupun ada sebagian yang masuk neraka, hal ini disebabkan karena manusia tidak mau menjawab rahmat Allah, dan bahkan mengeraskan hati untuk terus berbuat kejahatan. Jangan lupa, bahwa kita telah menerima tanda kasih Kristus yang terbesar, yaitu kematian Kristus di kayu salib, yang rahmatnya terus mengalir dalam setiap sakramen. Kristus melalui Gereja-Nya memberikan pengampunan yang berulang-ulang lewat Sakramen Tobat. Jadi, Tuhan menghendaki agar setiap orang menanggapi panggilan-Nya dan manusia dapat berbalik dari perbuatannya yang jahat dan masuk ke jalan terang serta terus berjuang dalam kekudusan. Semoga keterangan ini dapat menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
“demi apapun, termasuk juga demi nama Bunda Maria secara tidak hormat. Karena akibatnya fatal seperti yang terjadi. ” (pendapat Rm Wanta)
Siang,
Sy tidak yakin komen sy akan dimuat krn sy sedikit banyak menyanggah pendapat seorang Romo yg mana anggota team Katolisitas.. tapi ya sudahlah coba saja berkomentar karena tanggapan Rm Wanta sungguh perlu dikomentari.
Pertama, bagaimana bisa Romo bilang bahwa semua kejadian buruk yg terjadi adalah akibat dari pelanggaran sumpah kepada Bunda Maria? Sy yakin seyakin-yakinnya, Bunda Maria dan Tuhan Yesus tidak pernah merancangkan kecelakaan dan kejadian buruk pada umat yg dicintainya. Maksud Romo, Bunda akan membalas dendam gitu?
Itulah yg sy tidak habis pikir dengan pemikiran semacam ini. Kalo ada kejadian buruk dalam hidup manusia, Tuhan disangkut pautkan, Bunda Maria disalahkan. Sy sendiri adalah seorang beriman hanya kepada Tuhan dan Bunda Maria (I don’t believe in specific Church), krn sy tidak mau kejadian aneh aneh terjadi lagi dalam hidup sy, kejadian aneh apa?
Sekarang mau nya gimana coba? sudah sumpah sumpah dipaksa, sekarang kondisi si pria sungguh memprihatinkan, mau nya gimana? menyalahkan Bunda Maria? menyalahkan sumpah nya? membuat Bunda Maria terlihat sangat mengerikan dan kejam?
Siapa yg wajib dipersalahkan?. Kadang banyak hal aneh terjadi dalam hidup ini namun satu hal yg pasti, Tuhan dan Bunda Maria tidak akan pernah merancangkan kecelakaan dalam hidup manusia. Tidak akan pernah ada akibat fatal yg ditimbulkan oleh Tuhan dan Bunda Maria.
Angela Yth
Untuk pertanyaanmu saya menjawab begini: dalam teks Kitab Suci dikatakan pengajaran Yesus (khotbah dibukit) kepada murid-murid-Nya untuk tidak menggunakan sumpah demi nama Allah (bisa juga Bunda Maria atau Tuhan Yesus). Mengapa? Karena dengan bersumpah, seseorang mengikutsertakan Allah sebagai petaruh dalam perkara dunia ini, dan karena itu dapat diartikan sebagai tindakan tidak hormat dan dosa. Di samping itu dalam sepuluh perintah Allah, dikatakan pada perintah pertama adalah hormatilah Pribadi Allah, dan sembahlah hanya Dia saja. Allah yang kudus tidaklah pantas kita turunkan ikut menjadi petaruh dalam kehidupan perkara dunia. Maka kalau terjadi akibat dari petaruhan itu bukan karena Allah (atau juga Bunda Maria) marah tapi karena perlakuan dan dosa kita sendiri, dan tentu karena kita kurang hormat pada Dia; namun bukan hukuman pada kita.
Cobalah baca sekali lagi teks Kitab Suci Mat 5:33-37. Simak baik baik apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Semoga hatimu dipenuhi dengan damai dan sukacita.
salam
Rm Wanta
Tambahan dari Ingrid:
Shalom Angela,
Kitab Suci memang mengajarkan bahwa rancangan Tuhan bukan rancangan kecelakaan, tetapi rancangan damai sejahtera (lih. Yer 29:11). Maka memang kita mengimani bahwa Allah selalu menghendaki yang terbaik terjadi atas kita semua. Namun demikian, di dalam hidup ini, kita dapat mengalami musibah ataupun kecelakaan, yang dapat terjadi entah karena kesalahan kita sendiri, atau kesalahan orang lain, namun itu bukan hukuman Tuhan. Nah nampaknya inilah yang terjadi pada kasus yang sedang disampaikan oleh Sonya: sepupunya mengalami kecelakaan fatal setelah ia melanggar sumpahnya. Dalam hal ini, Tuhan tidak menghukumnya, namun Tuhan mengizinkan hal itu terjadi (sebab tidak ada sesuatupun dapat terjadi di dunia ini jika tanpa seijin Tuhan), untuk maksud yang lebih tinggi, yang mungkin belum dipahami oleh orang itu sendiri pada saat ini. Sebab Tuhan itu Maha Tahu dan Ia sudah melihat jauh ke depan untuk masa depan setiap manusia, sedangkan manusia hanya dapat melihat sampai saat ini saja. Maka keliru jika kita menganggap bahwa kejadian buruk yang terjadi dalam hidup kita sebagai hukuman dari Tuhan atau dendam dari Bunda Maria. Sebab adakalanya penderitaan itu memang terjadi karena kesalahan kita sendiri -atau karena kesalahan orang lain, ataupun karena bencana alam- dan Tuhan menghendaki kita belajar sesuatu dari kejadian itu. Ia bahkan dapat membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik melalui penderitaan ataupun suatu musibah tertentu.
Dengan pengertian ini, kita melihat kasus sumpah yang dikisahkan oleh Sonya. Dengan jujur marilah mengakui bahwa tindakan sumpah untuk urusan sehari- hari (dalam hal ini janji kepada orang tua tentang urusan dengan pacar) adalah sesuatu yang salah. Saya percaya, bahwa walaupun dipaksa, seseorang yang telah dewasa tetap dapat memilih untuk berkata tidak, apalagi jika itu menyangkut iman. Maka kenyataan bahwa ia tidak dengan teguh memegang imannya (jika kasus yang dikisahkan memang benar demikian) itu adalah tindakan yang keliru. Sebab jika seseorang sungguh mengasihi Tuhan Yesus, maka ia akan setia akan imannya sampai akhir; seperti para kudus dan martir yang tidak segan untuk menyerahkan hidup mereka sendiri demi membela/ mempertahankan iman mereka.
Maka marilah tidak usah menyalahkan siapa- siapa, tetapi mari melihat kisah itu dengan lebih obyektif. Kita melihat tindakan apa yang salah dan marilah belajar dari kejadian ini; agar jangan kita melakukan kesalahan yang sama. Sebab adakalanya, Tuhan dapat mengijinkan kita mengalami akibat dari kesalahan kita sendiri, agar lain kali kita tidak jatuh ke dalam kesalahan yang sama. Kitab Suci banyak sekali mengajarkan kepada kita tentang hal ini; yaitu bahwa selalu ada konsekuensi dari suatu perbuatan manusia. Contoh: sebagai akibat ketidaktaatan/ kekurangpercayaan Musa, maka ia tidak dapat masuk ke Tanah Terjanji, seperti pernah dibahas di sini, di jawaban point 3, silakan klik, sebagai konsekuensi dosa Raja Daud dan Batsyeba maka anak yang dilahirkan karena perbuatan dosa tersebut akhirnya meninggal dunia (lih. 2 Sam 12), sebagai konsekuensi dari dosa penyembahan berhala, tahta kerajaan Raja Salomo akhirnya jatuh kepada hambanya (lih. 1 Raj 11:11); dan masih banyak contoh- contoh yang lain. Sebab pada akhirnya nanti kita akan diadili menurut perbuatan kita (lih. Why 20:12-13), artinya, kita menuai apa yang kita tabur (lih. Gal 6:7-10).
Semoga kesadaran ini membuat kita berhati- hati dalam bersikap, entah itu kepada Tuhan maupun kepada sesama. Dan jika kita jatuh dalam dosa ataupun gagal berbuat kebaikan, kita dapat bersegera memohon ampun di hadapan Tuhan dan memperbaikinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
syalom Katolisitas dan saudaraku seiman,
saya ingin menanyakan apakah kaul/nazar sama artinya dengan sumpah,sedangkan saya pernah membaca ayat dalam kitab suci (Injil,bab dan ayatnya saya lupa) bahwa Yesus sendiri melarang manusia untuk mengucapkan sumpah apapun.
demikian pertanyaan saya,sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Damai Kristus selalu menyertai kita
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di sini, silakan klik]
Shalom,
Saya ingin menanyakan tentang sumpah yg dibuat oleh sepupu saya laki-laki (katolik). Ia menjalin hubungan (pacaran) dgn wanita agama seberang. Lantas org tuanya mengetahui & melarang beliau agar jgn berhubungan dgn dgn wanita itu lagi tetapi ia kukuh tetap melakukannya. Akhirnya org tuanya marah dan sepupu saya itu akhirnya bersumpah dgn memegang kaki Bunda Maria dgn mengatakan bahwa ia tdk akan menikah dgn wanita agama seberang itu dan org tuanya percaya bahwa ia akan memutuskan hubungan dgn wanita itu. Sejak dari dia mengangkat sumpah itu, segala bisnis/usaha yg sepupu saya jalankan mulai merosot dan akhirnya tahun yg lalu ia mengalami kecelakaan yg fatal (membuat ia cacat) dan bisnis/usahanya hancur serta mengakibatkan hutang yg sangat besar (milyaran). Pada peristiwa kecelakan itulah org tuanya baru mengetahui bahwa ia secara diam2 telah menikah menurut hukum agama seberang dan telah memeluk agama seberang juga. Akan tetapi, ia tetap tdk mengakui bahwa ia telah memeluk agama seberang sementara wanita itu mengatakan kepada org tua sepupu saya melaui sms (krn wanita itu tdk berani datang dan menjenguk sepupu saya itu dan sama sekali tdk bertanggung jawab atas biaya RS suaminya) bahwa ia telah memeluk agama seberang dan melaksanan kewajiban2 agama seberang. Disini, yg ingin saya tanyakan, apakah segala kejadian yg menimpa sepupu saya ini adalah akibat ia melanggar sumpah yg diangkatnya atas nama Bunda Maria? Dan apabila ia tetap bersama wanita itu apakah ia tetap dituntut (termakan sumpahnya itu)? Atau apakah ia harus menceraikan wanita itu agar ia dapat memenuhi sumpahnya pada bunda Maris sementara sudah ada seorang anak yg lahir dari mereka berdua? Sepupu saya itu sekarang tetap tinggal dirumah org tuanya sekarang krn is tidak berani pulang ketempat istrinya oleh karena ia bangkrut dan malu mengakui ia bangkrut pada istrinya – dan ia selalu ribut dgn org tuanya dan membela-bela istrinya tetapi ia sendiri tidak berani pulang ke tempat istrinya. Ia tidak mau istrinya tahu bahwa ia banyak hutang, tetapi ia menuntut uang orang tuanya agar memberi uang utk usaha lagi. Mohon dapat dijelaskan… menurut hukum gereja. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Salam damai,
Sonya
Sonya Yth
Peristiwa semacam ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa janganlah menganggap enteng atau tidak menghiraukan sabda Tuhan dengan sumpah. Dalam teks Injil dikatakan jangan bersumpah demi Allah menggunakan nama Allah (lih. Im 19:12; Yak 5:12), demi apapun, termasuk juga demi nama Bunda Maria secara tidak hormat. Karena akibatnya fatal seperti yang terjadi. Karena itu jalan keluarnya adalah mohon ampun pada Allah dan juga pada Bunda Maria yang demi namanya ia telah bersumpah palsu. Silakan mengaku dosa pada imam Katolik dan berusaha untuk bangkit dari kelesuan hidup ke jalan yang benar. Jujur mengatakan bangkrut ekonomi, tidak baik, dan banyak hutang supaya istri sepupu anda itu ikut merasakan dan berpikir tentang keluarga. Tanpa jujur dan terbuka mengakui dosa masalah tidak dapat diselesaikan. Selanjutnya jangan bermain dengan sumpah demi Allah karena itu dilarang. Kita manusia lemah berjanjilah pada diri sendiri dan bekerja keras hingga menjadi baik kembali.
salam
Rm wanta
Comments are closed.