Pertanyaan:
“Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.”
Seorang manusia secara natural mengetahui sesuatu secara bertahap / proses belajar. Jadi ada hal yang awalnya dia tidak tahu / paham tetapi kemudian dia menjadi tahu / paham.
Apakah sebagai manusia Yesus : a) mempunyai pengetahuan yang berkembang sesuai proses belajar yang Dia alami? Ataukah b) Yesus memperoleh semua pengetahuan secara langsung & komplet (infused?)? Kalau Yesus memperoleh pengetahuan melalui b) maka kapankah pengetahuan-komplet itu diperoleh Dia, apakah setelah mencapai “age of reason” atau saat pembaptisan atau kapan?
Mohon penjelasan. Terima kasih. Semoga Tuhan memberkati Katolisitas.
Fxe
Jawaban:
Shalom Fxe,
Maksud pengetahuan Yesus di sini adalah bukan pengetahuan akan Tuhan Yesus, melainkan pengetahuan Yesus ketika Ia menjelma menjadi manusia.
1. Dua jenis pengetahuan Kristus
Pertama- tama harus diketahui bahwa Yesus mempunyai dua kodrat, yaitu kodrat Allah dan manusia, sehingga Ia mempunyai dua jenis pengetahuan, yaitu yang ilahi dan manusiawi. Oleh karena itu, pengetahuan Kristus dalam kodrat-Nya sebagai Tuhan adalah sama dengan pengetahuan Allah Bapa, sedangkan dalam kodrat-Nya sebagai manusia, Kristus mempunyai 3 jenis pengetahuan yaitu: 1) pengetahuan yang diperolehnya dari pengalaman/ pembelajaran (acquired knowledge), 2) pengetahuan yang ditanamkan dari Allah (infused knowledge) seperti halnya yang ada pada para malaikat, dan tentu, Kristus memilikinya dengan kesempurnaannya; dan 3) pandangan kesempurnaan surgawi (beatific vision) di mana Kristus selalu berada di dalam kesatuan dengan Bapa-Nya. Inilah yang menjadi kekhususan Kristus, karena pada saat Ia menjelma menjadi manusia, Ia tidak berhenti menjadi Allah Putera.
Selanjutnya, para Bapa Gereja mengajarkan bahwa kebahagiaan surgawi yang disebabkan oleh beatific vision ini tidak “menelan” kemampuan manusiawi Kristus, sehingga Kristus masih tetap dapat merasakan sakit dan penderitaan. Kemampuan-Nya sebagai manusia dapat mengalami baik suka cita maupun duka cita, sebagai hasil dari merasakan/ mempersepsikan berbagai obyek yang berbeda- beda (lih. St. Thomas Aquinas, III, q. xiii, a.5, ad.3; St. Bonaventura in III, dist. xiv, a.2, q.2).
2. Kapan Yesus menerima beatific vision dan infused knowledge?
Kristus menerima beatific vision dan infused knowledge sejak awal mula penjelmaan-Nya, yaitu pada masa konsepsi di rahim Bunda Maria.
3. Pengetahuan Yesus sebagai manusia
Gereja Katolik mengajarkan bahwa pengetahuan Yesus dalam kodrat-Nya sebagai manusia diperoleh melalui tiga cara, yaitu a) pandangan langsung kepada Allah (beatific vision) 2) diberikan/ ditanamkan sekaligus yang disebut infused knowledge, maupun 3) diperoleh melalui penggunaan kemampuan-Nya sebagai manusia, melalui perasaan dan imajinasi (acquired knowledge), seperti manusia pada umumnya (lih. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 162-167).
Dari sisi beatific vision dan infused knowledge ini, pengetahuan Yesus tidak bertambah ataupun berkembang, sebab yang diterima-Nya sudah sempurna. Namun dari sisi acquired knowledge, pengetahuan Yesus bertumbuh secara wajar sejalan dengan waktu, seperti yang disebutkan dalam Luk 2:52: “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” St. Thomas Aquinas mengutip St. Ambrosius (dalam De Incar. Dom vii) mengajarkan, “Ia [Kristus] bertumbuh dalam kebijaksanaan manusia.” Kebijakan manusia adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara manusia, yaitu dengan terang akal budi yang aktif. Dengan pengertian ini, Kristus bertumbuh dalam pengetahuan (lih. ST. III, q.xii, a.2)
Jadi dalam Luk 2:52, pertumbuhan yang dimaksud adalah bertambahnya manifestasi pengetahuan Kristus, baik yang ilahi maupun manusiawi (infused dan acquired knowledge). Di sini artinya, bukan obyek pengetahuan-Nya yang bertambah, tetapi bahwa Ia berangsur mengetahui dengan cara yang umum bagi manusia, hal- hal yang telah diketahui-Nya sejak awal mula dari kodrat-Nya sebagai Tuhan dan dari infused knowledge/ pengetahuan yang telah ditanamkan Allah ke dalam jiwa-Nya sebagai manusia.
4. Penjelasan St. Thomas Aquinas tentang pengetahuan Yesus
St. Thomas Aquinas dalam ST III, q.xii, a.2, menjelaskan demikian: ada dua hal pertumbuhan pengetahuan: 1) dalam hal esensinya 2) dalam hal efeknya. Pertama, dalam hal esensinya, pengetahuan Yesus tidak bertumbuh, karena sudah diterima sekaligus sempurna (infused knowledge) tentang segala hal, sejak awal mula penjelmaan-Nya. Demikian pula beatific vision/ pengetahuan surgawi-Nya tidak bertambah lagi, karena sudah sempurna. Maka yang bertambah di sini bukan esensinya tetapi pengalamannya, yaitu dengan membandingkan antara obyek yang telah diketahuinya secara infused, dengan imajinasi dan pengalaman-Nya melalui perasaan-Nya sebagai manusia.
Kedua, dalam hal efeknya, artinya: seseorang dengan esensi pengetahuan yang sama, lalu memberikan penjelasan kepada orang lain, tentang kebenaran yang diketahuinya. Dalam hal ini, pengetahuan Kristus bertambah, yaitu dalam hal pertambahan akibat/ efeknya bagi orang lain. Sebab sejalan dengan bertambahnya umur Yesus, kita ketahui Yesus semakin bertambah dalam pengetahuan/ hikmat dan rahmat, dalam perbuatan- perbuatan-Nya, yang menghasilkan efek yang bertambah kepada orang lain.
5. “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.” (Mat 24:36, Mrk 13:32)
Maka pada saat Yesus mengatakan ‘tidak tahu akan hari dan saatnya’ dari akhir dunia, maksudnya adalah Ia tidak mengetahui hal itu dari kodrat-Nya sebagai manusia; tetapi dari kodrat-Nya sebagai Allah, Ia tentu mengetahuinya. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Silakan membaca lebih lanjut di sana, mengapa demikian.
Demikian, semoga uraian di atas menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Katolisitas,
Saat Allah menciptakan ‘ruang’ dan ‘waktu’, maka SIFAT-SIFAT Allah yang kekal pun beroperasi di dalam ‘ruang’ dan ‘waktu’. Operasional dari tindakan Allah di dalam ‘waktu’ ini bersifat dinamis, dan ini disebut sebagai SIKAP Allah (bukan SIFAT Allah). Jadi, SIKAP Allah adalah tindakan/aktifitas Allah berkaitan dengan ‘waktu’. Sedangkan SIFAT Allah berkaitan dengan kekekalan dan ini tentu saja TIDAK BERUBAH (menurut pandangan teisme klasik?).
Open Theisme menyatakan bahwa beberapa dari SIFAT Allah berubah saat DIA memasuki dan beraktifitas di dalam ‘waktu’. Mereka umumnya menyatakan bahwa DIA membatasi Kemahatahuan-Nya saat beroperasi di dalam ‘waktu’, termasuk saat mendengarkan dan menjawab doa umat-Nya. Disitulah Allah memberikan Diri-Nya untuk ‘dibujuk’ oleh doa-doa umat-Nya.
Sementara itu, kita tahu bahwa SIFAT Allah yang Mahatahu dan kekal membuat DIA tidak berubah, bahkan oleh doa umat-Nya (teisme klasik?). Tapi mengapa Allah tetap ‘meminta’ (ini merupakan tindakan Allah di dalam ‘waktu’) umat-Nya untuk berdoa kepada-Nya? Padahal DIA (SIFAT-Nya) tidak berubah (sehingga doa umat-Nya pun tidak bisa mengubah keputusan dan rencana, maupun jalan-jalan-Nya).
PERTANYAAN:
1. Apakah keberadaan ‘doa’ justru membuktikan bahwa Open Theisme adalah alkitabiah? Jika tidak, mengapa? Seorang Calvinis yang berdiskusi dengan seorang Open Theism mengatakan, “How can God who knows all things from all time, be affected by our prayer? I don’t know…” Nampaknya, dalam diskusi itu Calvinis ini berhasil ‘mengembalikan’ rekannya dari Open Theism. Namun, toh dia tetap mengatakan kalimat demikian, sesuatu yang saya pikir umum di kalangan Calvinis.
2. Adakah “jalan tengah” antara Open Theisme dengan teisme klasik?
3. Bagaimana jika ada usulan agar: SIKAP Allah ditafsirkan apa adanya, TANPA merubah SIFAT Allah yang kekal?
Catatan:
1. Beberapa sumber tentang “Open Theisme” ada di sini:
http://www.gktlampung.org/artikel/suatu-evaluasi-kritis-terhadap-konsep-god’s-foreknowledge-dalam-pandangan-open-theisme-daria
dan disini:
http://www.gsja.org/2010/04/23/open-theisme-teologi-masa-kini/
Juga di Wikipedia, tentu saja.
2. Ayat-ayat yang banyak menyatakan bahwa Allah beraktifitas di dalam ‘waktu’ antara lain (tentang “Allah menyesal”): Kej. 6:6,7; Kel 13:17; Kel 32:7-14; Kel 33:4-6; Yes 5:4,7; Yes 38:1-5.
3. Apa yang diketahui oleh katolisitas tentang pendirian maupun sejarah “Open Theisme”, maupun tentang “teisme klasik”, dan sebagainya….
Mohon penjelasannya, Terima kasih. Semoga Tuhan memberkati Katolisitas.
Shalom Boy Budi,
Terima kasih atas pertanyaan anda tentang kodrat dari Allah. Jawaban berikut ini bukanlah berdasarkan label open theism maupun classical theism, karena dua istilah tersebut juga perlu dipertanyakan. Lepas dari label tersebut, pertanyaannya adalah bagaimana hubungan antara kodrat Allah yang tidak berubah (immutable) dengan terkabulnya satu doa. Saya pernah mencoba mengurai hal ini dalam beberapa artikel tentang doa berikut ini:
Doa menjadi bagian yang terpisahkan dari kehidupan seorang Kristen. Namun ada tiga kesalahan persepsi tentang doa yang dinyatakan oleh St. Thomas Aquinas. Tiga kesalahan tersebut dapat dilihat pada tulisan berikut ini: 1) Tuhan tidak campur tangan, 2) Tuhan sudah menakdirkan segalanya sehingga doa tidak diperlukan, 3) Kita dapat merubah keputusan Tuhan dalam doa. Kemudian sebagai kesimpulan dijelaskan 4) konsep doa dengan mengambil definisi doa menurut St. Teresia kanak-kanak Yesus.
Dalam konsep doa, maka kita harus menghindari beberapa kesalahan. Deism melakukan kesalahan dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah campur tangan dan hanya berpangku tangan saja. Ada orang berfikir bahwa karena Tuhan maha tahu dan maha kekal, sehingga doa kita tidak membawa pengaruh apapun dan sebaliknya kesalahan di sisi yang lain adalah berfikir bahwa doa kita dapat mempengaruhi keputusan Tuhan. Bagaimana kita mengharmoniskan hakekat Allah yang maha tahu, maha kekal, tak berubah dengan permohonan doa-doa kita? Silakan membaca artikel doa di atas, khususnya bagian tiga. Setelah anda membaca link tersebut dan masih mempunyai pertanyaan, maka silakan bertanya lebih lanjut.
Tentang sikap Allah dan sifat Allah. Sebenarnya, kalau kita melihat di dalam Allah tidak ada accidental maupun substance, karena Allah adalah simple. Ini berarti, kita tidak dapat mengatakan ada kebaikan dalam Allah, karena Allah adalah kebaikan itu sendiri, Allah adalah kebenaran, Allah adalah kasih, Allah adalah kebijaksanaan, dll. Dengan demikian, kalau kita membicarakan ‘sifat’ maka sebenarnya kita membicarakan tentang Allah sendiri, karena sifat-sifat Allah adalah Allah sendiri. Jadi, atribut-atribut Allah adalah Allah sendiri, yang berarti tidak mungkin berubah karena Allah itu kekal. Dari kekekalan Allah ini, maka sikap atau tindakan Allah tidaklah di dalam waktu – dari sisi Allah, karena di dalam Allah tidak ada masa lalu maupun masa depan. Bagi Allah semua hal terbentang di hadapan Allah dan senantiasa saat ini. Namun, tentu saja, tindakan Allah diterima oleh manusia di dalam waktu dan tempat tertentu, karena manusia hidup di dalam waktu dan di tempat tertentu.
Tentang Allah menyesal: “maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN,” Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu… sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.” (Kej 6:6-7)
Pada perikop ini, dipergunakan gaya bahasa antropomorfis, yang artinya menggambarkan Allah dari perspektif manusia, atau menggunakan penggambaran yang umum digunakan oleh manusia. Gaya bahasa macam ini memang digunakan di dalam Alkitab, seperti yang nanti akan timbul lagi pada beberapa ayat yang anda tanyakan. (Silakan membaca kembali link di atas tentang prinsip menginterpretasikan Kitab Suci, terutama di bagian gaya bahasa. Karena dalam Kitab Suci, selain gaya bahasa antropomorfis/ personifikasi dipergunakan juga gaya bahasa simili, metafor, perkiraan/ prediksi, fenomenologi, dan hiperbolisme)
Maka jika dikatakan Allah menyesal, itu adalah untuk menggambarkan, bahwa jika manusia yang ada di posisi Allah, maka ia akan menyesal. Namun sebenarnya, Allah sendiri telah mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, sebab Ia adalah Maha Tahu, sehingga keputusan-Nya tidak berubah. Tentang Allah yang tidak berubah ini disebutkan dalam Bil 23:19. Jadi ungkapan “Allah menyesal” ini adalah untuk menghubungkan akan apa yang kemungkinan dirasakan oleh Allah, jika ditinjau dari sudut pandang manusia.
Semoga uraian di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih bu Ingrid atas penjelasan yg sangat dalam.
Semakin saya meng-kritisi iman saya, saya merasa semakin banyak tidak tahu alias bingung.
Untunglah iman saya tidak harus menunggu konfirmasi akal budi saya, tetapi keduanya berjalan bersama.
Saya dapat mengerti dgn lebih mudah kalau Yesus di dunia mempunyai DUA KEHENDAK. Karena hal ini bisa saya analogi dgn diri kita, juga selalu ada kehendak manusiawi dan kehendak Illahi di dalam diri kita. Seringkali keduanya tidak sama / bertentangan seperti kata St. Paulus dan juga Katekismus.
Tetapi dua kutipan jawaban Anda ini saya masih belum mengerti:
“…, sehingga Ia mempunyai dua jenis pengetahuan, yaitu yang ilahi dan manusiawi.”
“… maksudnya adalah Ia tidak mengetahui hal itu dari kodrat-Nya sebagai manusia; tetapi dari kodrat-Nya sebagai Allah, Ia tentu mengetahuinya.”
Di sini tersirat Yesus punya DUA PENGETAHUAN…?
PENGETAHUAN berkaitan dengan kesadaran / consciousness. Wajarnya satu pribadi mempunyai SATU consciousness. Dua kutipan diatas menyiratkan bahwa Yesus mempunyai dua consciousness / kesadaran, dimana consciousness (pengetahuan) yg satu tidak mengetahui consciousness (pengetahuan) yg lain. Bukankah hal ini seperti sindrom (sakit) “berkepribadian ganda” yg dikenal dalam psikologi, dimana pribadi A suatu saat mempunyai kesadaran X dan di saat lain mempunyai kesadaran Y. Saat A dalam kondisi X tidak tahu ttg kondisi Y dan juga sebaliknya. Saya harap Yesus tidak begitu ….
Penjelasan Anda di link lain , bahwa Yesus sebenarnya “tahu” tetapi berkata “tidak tahu” karena tidak mau mengatakannya… lebih mudah saya mengerti.
Mohon penjelasan lebih lanjut, spt nya saya blm menangkap penjelasan ttg Pengetahuan Yesus ini secara utuh. Terima kasih. Semoga Tuhan memberkati kita.
Shalom Fxe,
St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa sewaktu menjelma menjadi manusia, Tuhan Yesus memiliki dua pengetahuan, yaitu pengetahuan Ilahi dan pengetahuan sebagai manusia. Demikian halnya juga dengan kehendak, Tuhan Yesus mempunyai dua kehendak, yaitu kehendak Allah dan kehendak-Nya sebagai manusia. Namun adanya dua prinsip kodrat ini tidak menjadikan Yesus berkepribadian ganda. Mengapa? Karena kedua kodrat ini menyatu secara seimbang dan sempurna dalam Pribadi Yesus, yang dalam istilah Teologi disebut sebagai “hypostatic union“.
Bagaimana menjelaskan hal ini? Dalam penjelmaan-Nya, Kristus adalah manusia yang sempurna, sehingga tidak mungkin ia berkepribadian ganda yang merupakan suatu cacat psikologis. Namun sebaliknya, kita tidak dapat mengatakan bahwa Yesus hanya mempunyai satu pengetahuan, entah dari kodrat-Nya sebagai Allah saja atau dari kodrat-Nya sebagai manusia. Karena hal ini bertentangan dengan adanya prinsip dua kodrat dalam satu Pribadi Yesus.
Silakan anda membaca ajaran St. Thomas Aquinas tentang hal ini (ST, part 3. q. 9, a.1-4), di link ini, silakan klik. Di sana St. Thomas mengajarkan dengan jelas, bahwa selain mempunyai pengetahuan Allah, Yesus juga mempunyai pengetahuan sebagai manusia, yaitu 1) pengetahuan yang dipunyai oleh para orang kudus, 2) pengetahuan yang diberikan secara langsung oleh Allah dalam hati manusia/ ‘infused knowledge‘, dan 3) pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran/ pengalaman, disebut ‘acquired knowledge‘.
Nah maka tentang “hari dan saatnya” akhir dunia, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia tidak tahu, karena memang Ia tidak dapat mengetahui hal itu dari kapasitas kodrat-Nya sebagai manusia. Namun tentu dari kodrat-Nya sebagai Tuhan, Dia mengetahuinya. Jadi memang Tuhan Yesus (karena persatuan-Nya dengan Allah Bapa yang Maha Tahu) mengetahui kapan hari dan saat-nya akhir dunia, namun dalam kebijaksanaan-Nya, Ia tidak mengatakannya kepada manusia. Sebaliknya, Yesus mengatakan bahwa Ia tidak mengetahuinya, karena pengetahuan akan hal ‘hari dan saatnya’ itu memang tidak dapat diketahui dari kodrat-Nya sebagai manusia.
Semoga ulasan singkat ini dapat mencerahkan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org
“Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.”
Seorang manusia secara natural mengetahui sesuatu secara bertahap / proses belajar. Jadi ada hal yang awalnya dia tidak tahu / paham tetapi kemudian dia menjadi tahu / paham.
Apakah sebagai manusia Yesus : a) mempunyai pengetahuan yang berkembang sesuai proses belajar yang Dia alami? Ataukah b) Yesus memperoleh semua pengetahuan secara langsung & komplet (infused?)? Kalau Yesus memperoleh pengetahuan melalui b) maka kapankah pengetahuan-komplet itu diperoleh Dia, apakah setelah mencapai “age of reason” atau saat pembaptisan atau kapan?
Mohon penjelasan. Terima kasih. Semoga Tuhan memberkati Katolisitas.
[dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.