Pertanyaan:

Shalom..

soalan 1. seorang wanita bukan katolik yang telah pun berkahwin dan mempunyai anak..setelah beberapa tahun berkahwin maka wanita tersebut telah membuat keputusan untuk menjadi seorang katolik..setelah setahun belajar di kelas RCIA maka diapun dibaptis pada malam paska..suaminya kekal sebagai bukan katolik..

persoalan yang timbul ialah adakah wanita tersebut boleh menerima komuni seperti umat yang lain?..

Jawaban:

Shalom Adrain,

Sebenarnya prinsipnya sederhana: kalau seseorang menjadi Katolik, maka seharusnya perkawinannya-pun harus sah secara Katolik, sebab Gereja Katolik sangat menjunjung tinggi martabat perkawinan. Silakan membaca di sini, tentang Makna Perkawinan menurut Gereja Katolik, silakan klik. Perkawinan merupakan persatuan laki-laki dan perempuan yang telah direncanakan Allah untuk turut memberikan kesaksian kepada dunia tentang kasih Tuhan yang total, setia, tak terceraikan dan terbuka terhadap kemungkinan kehidupan baru.

Salah satu makna Pembaptisan adalah pertobatan, artinya hidup meninggalkan kehidupan lama dengan segala dosanya dan untuk hidup baru di dalam Tuhan Yesus. Nah, sebagai seorang yang Katolik, ada beberapa prinsip ajaran iman yang harus diterapkannya di dalam perkawinan, dan ikatan perkawinannya itu sendiri perlu disahkan di hadapan Tuhan. Jika ini tidak dilakukan, maka tidak dapat dikatakan bahwa ia sungguh ‘hidup baru’ di dalam Kristus, artinya tidak sungguh hidup sesuai dengan makna Pembaptisannya. Lagipula adalah tantangan bagi seseorang yang sudah dibaptis, yang menikah dengan pasangannya yang tidak terbaptis/ tidak seiman, yaitu bagaimana ia dapat menjaga kekudusan di dalam perkawinan sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja Katolik? Untuk membaca tentang hal Kemurnian di dalam Perkawinan, klik di sini. Demikian pula, pihak yang Katolik tersebut perlu memikirkan juga caranya agar ia dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya untuk melanjutkan warisan iman Kristiani kepada anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka, klik di sini.

Maka pada kasus wanita yang Anda ceritakan tersebut, seharusnya perkawinannya itu dibereskan agar dapat sah secara hukum kanonik Gereja Katolik. Sesungguhnya langkah pemberesan perkawinan (istilahnya, konvalidasi) ini bukan hanya formalitas, tetapi merupakan konsekuensi dari pernyataan iman dari wanita tersebut untuk sungguh-sungguh hidup sebagai seorang Katolik. Untuk itu, ia perlu menghubungi Romo paroki untuk mengadakan konvalidasi perkawinan, untuk mengurus hal-hal yang perlu dilakukan sebelumnya agar perkawinannya dapat memperoleh dispensasi dari pihak Ordinaris/Keuskupan dan dapat disahkan. Sebab pada prinsipnya, perkawinan campur beda agama mensyaratkan dispensasi tersebut agar dapat sah menurut hukum Gereja Katolik. (Hal dispensasi ini tidak diperlukan jika baik suami maupun istri yang tadinya non-Katolik tersebut dibaptis menjadi Katolik pada saat yang bersamaan, karena dengan sakramen Baptis, maka perkawinannya otomatis menjadi sakramen). Tetapi fakta bahwa sang suami dari wanita itu tidak/ belum Katolik, maka perkawinan mereka adalah perkawinan beda agama, dan dengan dengan demikian memerlukan dispensasi dari pihak otoritas Gereja Katolik. Di sini pihak yang non-Katolik harus mengetahui -dan dengan demikian menyetujui- bahwa pihak istri yang menjadi Katolik berjanji untuk berjuang sekuat tenaga agar tetap Katolik, dan sang istri tersebut mempunyai tanggung jawab untuk berusaha sekuat tenaga agar dapat membaptis anak-anak dan mendidik anak-anak mereka secara Katolik.

Jika konvalidasi perkawinan sudah dilakukan, maka wanita tersebut boleh menerima Komuni Kudus seperti umat Katolik yang lain.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

23 COMMENTS

  1. Romo Wanta dan Mbak Ingrid, Yth

    Saya dari Kristen Protestan sedangkan istri saya Katolik
    Pernikahan kami di berkati oleh Pastor di Gereja Katolik (Toraja)
    Sebelum pemberkatan nikah, kami juga mengikuti bimbingan dari Gereja Katolik
    Kami di jodohkan oleh orang tua dan tidak pacaran. Kami tidak pernah ketemua sebelumnya
    Saat ini kami sudah mempunya dua putra dan keduanya sudah di Baptis oleh Pastor di Gereja Katolik.
    Walaupun saya aktif di Gereja Protestan (Jabatan Penatua) saya mengarahkan istri dan anak saya untuk aktif di gereja Katolik.
    Di rumah kami, ketika berdoa bersama (doa makan, doa malam, doa pagi) semua menggunakan tata cara katolik, seperti gerakan tanda salib kemudian di sambung dengan doa seperti pada umumnya.

    Pertanyaan saya:
    1. Apakah pernikahan kami khususnya bagi istri ada melanggar aturan gereja Katolik?
    2. Apakah salah jika saya sewaktu-waktu saya ikuti ibadah katolik (Ibadah Natal, paskah, dan sejenisnya)?
    3. Secara katolik, apakah saya melanggar aturan Gereja Katolik?
    4. Apa yang sebaiknya saya katakan ke istri saya yang selalu mempertanyakan, kapan saya ikut dia ke Gereja Katolik. Saya bukannya tidak tertarik dengan ajaran Katolik, tetapi hati saya merasa cocok dan di berkati di Gereja Protestan (gereja Toraja)
    5. Saya sudah berjanji dan dengan tulus dari pribadi saya mengatakan bahwa anak-anak kami harus selalu Katolik. Akan tetapi kebetulan istri saya kebaktian di stasi, namun setiap awal bulan harus kebaktian di Paroki, sehingga anak-anak tidak bisa ikut karena jauh. Aapakah salah jika sewaktu-waktu anak saya ikut ibadah di tempat saya.
    6. Apakah salah jika istri saya sewaktu-waktu ibadah di tempat saya juga, misalnya Ibadah Natal dan sejenisnya.

    terimakasih
    salam
    PONGKY

    • Shalom Pongky,

      1. Membaca sekilas keterangan Anda, saya menangkap bahwa perkawinan Anda termasuk sebagai perkawinan campur beda Gereja, yang sah menurut hukum Gereja Katolik.

      2. Tidak salah jika Anda mengikuti ibadah Katolik, baik Natal maupun Paskah. Namun karena Anda belum berada dalam persekutuan yang sempurna dengan Gereja Katolik, maka Anda tidak diperkenankan untuk menerima Komuni Kudus dalam perayaan Ekaristi. Selanjutnya tentang mengapa Anda yang dibaptis non-Katolik tidak dapat mengambil Komuni kudus, silakan klik di sini.

      3. Anda tidak melanggar ketentuan Gereja Katolik jika Anda menghadiri ibadah Katolik. Ibadah Katolik sendiri tidak semuanya adalah perayaan Ekaristi, bukan. Ada juga ibadah persekutuan doa, liturgi Sabda, Jalan Salib, atau berbagai bentuk devosi? Ini semua dapat Anda ikuti, meskipun Anda tidak dibaptis Katolik. Anda juga dapat menghadiri perayaan Ekaristi; dan dapat mendoakan Komuni batin pada saat Komuni kudus. Namun sebagaimana disebutkan di atas, Anda tidak dapat menerima Komuni kudus. Sepanjang ini tidak dilanggar, maka Anda tidak melanggar ketentuan Gereja Katolik.

      4. Menjadi Katolik adalah sebuah panggilan, dan bukan paksaan. Maka memang adalah hak Anda, jika belum terpanggil. Namun jika ada dorongan untuk mengenal lebih lanjut ajaran Gereja Katolik, silakan juga menyikapi dorongan tersebut.

      5. Jika Anda sudah setuju agar anak-anak Anda Katolik, maka adalah lebih baik jika anak-anak Anda mengikuti kegiatan di Gereja Katolik. Sebab jika tidak demikian, ada kemungkinan anak-anak menjadi bingung, sebab secara obyektif memang terdapat perbedaan ajaran antara Gereja Katolik dengan gereja Anda. Bukan tidak mungkin, jika  itu dibiarkan, maka pertanyaan anak-anak Anda dapat menimbulkan friksi antara Anda dan istri.

      6. Istri Anda dapat saja mengikuti ibadah dalam gereja Anda pada kesempatan khusus, misalnya Natal. Namun karena ia Katolik, ia harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan hukum Gereja Katolik, yaitu untuk menghadiri perayaan Ekaristi di parokinya terlebih dahulu. Baru setelah itu, jika ia mau mengikuti ibadah di gereja Anda ia dapat melakukannya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Yth. Pengasuh Katolisitas,

    Maaf, mohon penjelasannya, untuk pasangan suami-istri yang sama-sama non-Katolik sewaktu menikah, kenapa perlu melakukan konvalidasi jika salah satunya (suami atau istri) kemudian dibaptis menjadi Katolik? Sejauh yang saya tahu, Gereja menghormati dan mengakui keabsahan pernikahan dalam agama lain yang dinyatakan sah menurut agama itu. Apakah pernikahan mereka menurut agamanya yang sebelumnya itu menjadi tidak sah menurut Gereja karena perubahan status agama salah satu pihak, yg menjadi Katolik tsb? Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas penjelasannya.

    Berkah Dalem

    • Antonius Yth,

      Perkawinan natural di luar peneguhan kanonik Gereja Katolik adalah sah namun belum secara kanonik (menurut norma kanonik) maka untuk sah gereja Katolik perlu konvalidasi.

      Perkawinan sebelumnya sah tapi sipil belum kanonik (karena keduanya dari mereka belum Katolik), jika salah satu Katolik maka mengikuti norma kanonik wajib peneguhan kanonik.

      salam
      Rm Wanta

  3. Konvalidatio diprlukan agar pihak yang semula sudah katolik tidak kehilangan haknya sbg org Katolik

    [Dari Katolisitas: Ya, benar. Namun perlu dilihat bahwa Konvalidatio juga diperlukan oleh kedua pihak sebagai pasangan, sebab dengan pihak Katolik dapat menerima kembali sakraman-sakraman Gereja, maka buah-buahnya akan semakin mempererat ikatan suami istri.]

  4. Shalom,Ibu Inggrid dan Romo
    Saya sudah menikah dengan istri saya tahun 2002, dan sudah dikaruniai seorang anak perempuan. Yang menjadi permasalahan adalah saya menikah di GKJ dan sekarang ingin kembali menjadi seorang katholik, namun istri saya tidak mau diajak untuk konvalidasi dengan berbagai macam alasan. Saya ingin bertanya apakah saya bisa melakukan konvalidasi perkawinan sendiri jika istri tidak mau diajak menemui romo untuk konvalidasi? Atas perhatian dan jawaban yang diberikan saya ucapkan terimakasih

    • Shalom Lookus,

      Sambil menunggu jawaban dari Romo Wanta, izinkan saya menanggapi pertanyaan Anda. Jika nanti Romo Wanta memberikan jawaban yang berbeda dengan jawaban saya, silakan mengacu kepada jawaban Rm. Wanta, sebab beliaulah yang ahli dalam hal ini.

      Silakan membaca artikel tentang Konvalidasi Perkawinan berikut ini, silakan klik.

      Berdasarkan definisi Konvalidasi dan maksudnya Konvalidasi dilakukan, (lihat point 1 dan 2) maka kita ketahui bahwa pasangan (kedua belah pihak) harus sama-sama harus menginginkankan Konvalidasi perkawinan, dalam artian kedua belah pihak sama-sama memberikan konsensus-nya. Maka di sini, pihak yang non- Katolik perlu diberitahu, bahwa sesungguhnya tidak ada yang harus ditakuti dengan melakukan konvalidasi, sebab Konvalidasi tidak mengharuskan pihak yang non-Katolik untuk menjadi Katolik, jika memang ia tidak terpanggil untuk menjadi Katolik. Hanya memang ia perlu mengetahui tanggungjawab pihak yang Katolik (yaitu Anda) bahwa Anda harus berjuang sekuat tenaga untuk tetap Katolik, dan Anda juga berjuang sekuat tenaga untuk membaptis anak-anak Anda dan untuk mendidik mereka secara Katolik. Jadi di sini, pihak yang non- Katolik-pun tidak dilarang untuk berjuang sekuat tenaga untuk mendidik anak-anak sesuai dengan imannya, namun ia perlu mengetahui bahwa Andapun mempunyai tanggungjawab untuk sekuat tenaga mendidik anak-anak secara Katolik. Jadi sebenarnya cukup adil, dan tidak ada yang perlu ditakutkan dengan Konvalidasi. Malah ia seharusnya malah merasa “aman” sebab dengan Konvalidasi maka perkawinan Anda dinyatakan sah secara Katolik, dan mempunyai efek sakramen dan tak terceraikan, sesuatu yang juga pasti diinginkan oleh pihaknya.

      Maka nampaknya, yang perlu dilakukan adalah pendekatan personal kepada istri Anda. Tunjukkan kesungguhan hati Anda mengasihinya dan untuk menjaga keutuhan ikatan perkawinan Anda sampai selamanya, sebagaimana dimeteraikan di hadapan Tuhan dan Gereja-Nya di mana Anda telah dibaptis dan bertumbuh secara rohani. Semoga atas dasar kasihnya kepada Anda, ia memahami juga kerinduan hati Anda untuk dapat kembali menerima sakramen-sakramen Gereja, terutama Ekaristi. Sebab dengan menerima Ekaristi, Anda disatukan dengan Kristus sendiri, yang akan memberikan kekuatan kepada Anda untuk menjalankan tugas panggilan Anda sebagai suami dan ayah dengan lebih baik lagi. Namun harapan ini baru dapat diwujudkan jika Konvalidasi sudah dilakukan, sehingga Anda dapat kembali bergabung secara penuh dengan Gereja Katolik dan dapat menerima sakramen-sakramen Gereja. Jika pihak istri Anda sudah setuju, hubungilah pastor paroki untuk mengurus Konvalidasi Perkawinan Anda.

      Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Syalom…, saya katolik dan suami non katolik.
    Sedangkan anak-2 sudah dibaptis secara katolik. Kami hanya menikah di catatan sipil,
    Apakah saya boleh menerima komuni?
    Terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Silakan menghubungi pastor paroki Anda, untuk mengadakan konvalidasi Perkawinan Anda. Setelah konvalidasi perkawinan diadakan, Anda dapat menerima Komuni lagi. Tentang mengapa orang yang Katolik namun menikah di luar Gereja Katolik tidak dapat menerima Komuni, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.]

    • Saya jg mau tanya, bagaimana kalau org yg sudah lama menikah
      Terus salah satu mau dibaptis secara katolik apakah yg
      Katolik diperbolehkan menerima komuni? Sedangkan yg satu tetap
      Non katolik. Terima kasih.

      • Shalom Sri Wati,

        Prinsipnya, seseorang yang mau dibaptis Katolik, artinya ia mau mengikuti juga semua ajaran iman Katolik. Nah, ajaran iman Katolik sangat menjunjung tinggi perkawinan, sehingga perkawinan itu harus diberkati di hadapan Tuhan, karena Tuhan menghendakinya sebagai sarana untuk menguduskan baik pihak istri maupun suami. Maka jika perkawinan terdahulu belum pernah diberkati di hadapan Tuhan, maka ini yang harus dilakukan. Silakan menghubungi imam paroki di mana ia tinggal, agar dapat dilakukan hal pemberkatan perkawinan ini, menurut hukum Gereja Katolik, segera setelah Pembaptisannya. Hal ini dimungkinkan, jika tidak ada halangan perkawinan, artinya, kedua pihak (pria dan wanita) tidak pernah terikat oleh perkawinan lain sebelumnya.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Romo-romo Yth,

    Saya ingin meminta pencerahan.
    Sewaktu penyidikan kanonik, Romo saya menanyakan tentang Rumusan Hukum Gereja Katolik tentang Kanonik, dimana beliau memberikan klue “jawabannya hanya 1(satu) kalimat saja!”,beliau juga memberikan klue kembali “Bila seorang katolik menikah dengan yang bukan katolik itu apa? dan bila kedua orang sama-sama katolik tapi tidak melangsungkan pernikahan di gereja katolik itu apa?”.
    Karena, sampai saat ini Romo saya belum memberikan jawaban tersebut.
    #disetiap saya menjawab selalu salah(tidak tepat).

    Terimakasih
    Salam kasih dalam Kristus Tuhan

    • Christian yth

      Pernyataan anda yang dirumuskan dalam pertanyaan tidaklah lengkap : rumusan hukum Gereja Katolik tentang kanonik?
      Mungkin maksudnya perkawinan kanonik baru bisa dijawab. Sebab kanonik artinya sesuai hukum gereja katolik. Perkawinan kanonik adalah perkawinan orang katolik yang wajib dilaksanakan menurut norma hukum kanonik. Peneguhan perkawinan di dalam Gereja katolik di depan Pastor dan dua orang saksi. Itu jawabannya. perkawinan antara orang – orang katolik terbaptis adalah perkawinan sah sakramental. sedangkan perkawinan orang katolik dengan orang bukan katolik adalah perkawinan campur (beda agama atau beda gereja). Perkawinan antara orang katolik dengan orang katolik tidak di hadapan pastor dan dua orang saksi di Gereja katolik adalah tidak sah.

      salam
      rm wanta

  7. Yth.Redaksi Katolisitas.org

    Saya mau bertanya. Kemarin saya menghadiri pernikahan kakak teman saya. Sewaktu mengucap janji pernikahan. tidak meletakkan tangannya di atas Alkitab tapi saling berjabat tangan. Apakah itu aturan yang baru atau ada halangan pernikahan yang menyebabkan tidak boleh mengucap janji di atas Alkitab? Setahu saya janji pernikahan selalu meletakkan tangan di atas Alkitab. Trimakasih.

    • Shalom Pram,
      Selama forma dan materi dari Sakramen Perkawinan dipenuhi, maka Sakramen Perkawinan tersebut adalah sah. Materi dari Sakramen Perkawinan adalah pasangan pria dan wanita yang secara bebas memutuskan untuk bersatu dalam Sakramen Perkawinan, sedangkan forma-nya adalah janji perkawinan dari kedua mempelai. Janji ini dapat dengan menumpangkan tangan di atas Kitab Suci ataupun tidak. Yang penting adalah, kedua pasangan mengucapkan “……….(nama mempelai pria/wanita). Saya memilih engkau menjadi suami/istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup.”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

    • Shallom Pram,

      Menurut contoh dalam buku “Tata Perayaan Perkawinan (2011)” yang diterbitkan KWI sebagai pengganti buku “Upacara Perkawinan (1976)”, kesepakatan perkawinan memang dilakukan dengan berjabat tangan.

      Cara A
      100. Janji dengan berjabat tangan.

      Kedua mempelai saling menghadap, berjabat tangan kanan, dan sambil bergantian mengucapkan janji masing-masing.

      Cara B
      101. Janji dalam bentuk tanya jawab.

      Para mempelai saling berjabat tangan dan jika memungkinkan Imam dapat meletakkan stola di atas tangan mereka.

    • Salam Pram,

      Sejauh saya ingat, dalam teks asli Janji Pernikahan diucapkan mempelai sambil berjabatan tangan dan tidak ada rubrik mengucapkan janji di atas Kitab Suci. (tolong cek teks baru yang merupakan terjemahan teks asli).

      Tks dan doa. Gbu.
      Rm Boli.

  8. Romo Wanta dan Mbak Ingrid YTH,

    Saya mau menanyakan mengenai Peneguhan Perkawinan dan Pemberesan Perkawinan dalam gereja Katolik.

    Pasutri beda gereja menerima pemberkatan perkawinan tahun 2000 di gereja Protestan (HKBP), kemudian mereka melakukan peneguhan perkawinan di gereja Katolik agar salah satu dr mereka dpt diterima di gereja Katolik dan dpt menerima komuni. Peneguhan perkawinan ini terjadi tahun 2006 ketika anak mereka mulai masuk sekolah dan mendapat permasalahan mengenai Akta Nikah pasutri tersebut yg mencantumkan tanggal perkawinan mereka yg terjadi di thn 2006, sehingga bila disandingkan dg tanggal kelahiran anak mereka, maka si anak adalah anak yg lahir di luar nikah. Akhirnya, utk urusan yg menyangkut pemerintahan, mereka tetap memakai Akta Nikah dr gereja Protestan. Bagaimana menyelesaikan masalah ini?

    Mengenai Pemberesan perkawinan, saya melihat ada kebiasaan saudara-saudari kita yg berasal dr kawasan Indonesia Timur (Flores) yg lebih mengutamakan sahnya suatu pernikahan melalui pernikahan secara adat drpd menerima Sakramen Perkawinan dlm gereja Katolik (Adat duluan, Agama belakangan). Saya melihat sendiri ada pasutri yang membaptis anak mereka setelah sebulan sebelumya mereka melakukan Pemberesan Perkawinan. Bagaimana sebenarnya pandangan gereja Katolik mengenai hal ini?

    Terima Kasih.

    • Joko yth

      Akte perkawinan sipil harus merujuk ke ketika perkawinan dilangsungkan, bukan pada saat peneguhan kanonik konvalidasio. Itu keliru. Sekali lagi akte perkawinan memakai ketika mereka menikah meskipun bukan di Gereja Katolik. Hukum adat tidak boleh menggantikan hukum Gereja di mana dia dibaptis. Hukum adat itu hukum masyarakat bukan hukum Gereja jadi yang penting hukum Gereja, boleh adat dilakukan tapi dalam Gereja Katolik juga tidak pernah meniadakan hukum adat. Lihat Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum tetapi menggenapinya.

      salam
      Rm Wanta

  9. syallom bu Ingrid
    Sepengetahuan saya bahwa gereja memegang prinsip perkawinan “satu dan tidak terceraikan”. Saya coba melihat kasus dari dari pertanyaan tersebut di atas, bahwa wanita itu sudah menikah secara sah di otoritas agamanya yg lama, berarti perkawinan wanita tsb sah secara hukum dan agamanya… Gereja Katolik sepengetahuan sy juga mengakui perkawinan yg sah secara agama lain dan hukum sipil… jadi menurut sy tidak ada halangan dari wanita itu utk mendapatkan hak2 nya sebagai seorang Katolik, karena perkawinannya sah sebelum dia menjadi Katolik…
    Demikian semoga saya tidak salah

    syaloom

    ignas

    • Ignas Royadi yth,

      Jawaban anda benar bahwa Gereja Katolik memegang prinsip unsur hakiki perkawinan Gereja Katolik adalah unitas dan sifatnya tak terputuskan (term teknis bukan perceraian tapi tak terputuskan. Selama belum ada bukti yang membatalkan perkawinan seseorang, maka perkawinan tersebut tetap sah. Namun sah secara sipil maupun kanonik harus dibedakan. Karena ada sah sipil tapi tidaklah demikian secara kanonik, tapi pada umumnya sah kanonik maka sipil otomatis juga sah, sesuai UU 1974 perkawinan diteguhkan menurut agama pihak yang menikah dan kuasa sipil mencatatnya/mengesahkannya. Demikian pula hak-hak istri tetap ada, jika perkawinan tetap sah menurut kuasa sipil dan kanonik.

      salam,
      Rm wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Ignas,

      Dengan prinsip bahwa Gereja Katolik mengakui prinsip unsur hakiki perkawinan, maka memang benar bahwa Gereja Katolik memandang semua perkawinan antara pasangan-pasangan yang non-Katolik yang sudah sah secara sipil, sebagai perkawinan yang sah. Pasangan-pasangan yang non-Katolik tersebut tidak terikat hukum kanonik, karena mereka bukan Katolik, namun Gereja Katolik tetap mengakui ikatan kodrati perkawinan mereka. Namun jika salah satu pihak dari pasangan tersebut menjadi Katolik, maka ia selayaknya mengikuti ketentuan hukum Gereja Katolik, di mana ia kini menjadi anggotanya. Ibaratnya seseorang yang masuk menjadi anggota keluarga tertentu, maka ia harus mau mengikuti ketentuan yang berlaku dalam keluarga tersebut. Di sinilah perlunya konvalidasi perkawinan, jika salah satu pihak saja yang mau menjadi Katolik, sedangkan pihak yang lain mau tetap mempertahankan agamanya yang non- Katolik. Maksud konvalidasi perkawinan adalah men-sahkan perkawinan dengan mengingatkan keduabelah pihak akan tanggungjawab masing-masing dalam kehidupan perkawinan sesuai dengan ketentuan hukum Gereja (yang Katolik untuk hidup menurut iman Katolik dan berusaha sekuat tenaga untuk membaptis anak dan mendidik anak secara Katolik; sedang pihak yang non- Katolik mengetahui akan tanggungjawab pihak yang Katolik tentang hal ini). Namun jika keduanya bersama- sama menjadi Katolik, maka konvalidasi perkawinan tidak diperlukan lagi karena otomatis perkawinan mereka diangkat oleh Kristus menjadi sakramen oleh rahmat Pembaptisan, di mana kedua belah pihak sudah setuju bahwa keduanya akan bersama-sama hidup dalam iman Katolik, membaptis anak-anak dan mendidik mereka secara Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Shalom..

    soalan 1. seorang wanita bukan katolik yang telah pun berkahwin dan mempunyai anak..stetalh beberapa tahun berkahwin maka wanita tersebut telah membuat keputusan untuk menjadi seorang katolik..setelah setahun belajar di kelas RCIA maka diapun dibaptis pada malam paska..suaminya kekal sebagai bukan katolik..

    persoalan yang timbul ialah adakah wanita tersebut boleh menerima komuni seperti umat yang lain?..

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.