Ibr 7:1-3 menjabarkan ciri-ciri imam Melkisedek. Demikianlah keterangan yang kami sarikan dari penjelasan the Navarre Bible tentang ayat-ayat tersebut:
Melkisedek mempunyai ciri-ciri khusus yang membuatnya “gambaran” Kristus. Hubungan antara Kristus dan Melkisedek secara khusus tertulis dalam frasa, “tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah” yang mengacu kepada kekekalan. Oleh karena keterangan yang penuh misteri tentang tokoh Melkisedek dalam Kej 14:18-20 dan Mzm 110:4, maka beberapa komentator Yahudi menghubungkan tokoh ini sebagai simbol akal budi manusia yang diterangi oleh kebijaksanaan ilahi (lih. Philo dari Alexandria, De legum Allegoria, 3, 79-82)…. Point pentingnya di sini adalah Melkisedek adalah dari imamat di zaman sebelum Nabi Musa.
Sejarawan Yahudi Flavius Josephus (37-100) menghubungkan Melkisedek dengan “Pangeran Kanaan” yang mendirikan dan yang adalah imam agung Yerusalem. Nama “Melkisedek” adalah nama Kanaan, yang artinya adalah “rajaku adalah benar” atau “Raja Kebenaran” (lih. Yos 10:13). “Salem” kemungkinan adalah kependekan dari Yerusalem (lih. Mzm 76:2); Raja Salem, artinya, “Raja Damai” (berhubungan dengan kata Ibrani, ‘shalom‘ yang artinya adalah ‘damai’…. Kitab Keluaran mengajarkan bahwa meskipun hidup di tanah Kanaan yang menyembah banyak allah, Melkisedek adalah imam Allah yang sejati. Meskipun ia bukan anggota bangsa pilihan Allah, ia memiliki pengetahuan akan Allah yang Mahatinggi. Mzm 110 menjabarkan pewahyuan tentang Sang Mesias: seorang keturunan Daud, bukan hanya seorang Raja, namun juga seorang Imam, dan Ia bukan Imam menurut keturunan Harun, namun Ia adalah Imam menurut ketentuan baru yang ditentukan Allah, atau yang disebut dalam surat kepada jemaat Ibrani, “menurut ketentuan Melkisedek.” Maka, Melkisedek, adalah suatu gambaran akan imamat baru yang ditentukan Allah, yang tidak tergantung dari Hukum Musa.
Maka pada figur Melkisedek ada dua ciri-ciri kerajaan Mesianis, yaitu ‘kebenaran dan damai’ (lih. Mzm 85:10;89:14;97:2; Yes 9:5-7;2:4; 45:8, Luk 2:14). Lagipula, karena Kitab Kejadian tidak mengatakan apapun tentang latar belakang dan silsilahnya, maka Melkisedek sering diinterpretasikan sebagai gambaran akan Kristus yang kekal. Maka bukan Kristus yang dikatakan mirip dengan Melkisedek, tetapi Melkisedek yang mirip dengan Kristus -karena ia [Melkisedek] diciptakan agar menjadi gambaran akan Kristus, sang Imam yang sempurna.
Theodoret dari Cyrus mengatakan, “Kristus Tuhan mempunyai segala ciri-ciri ini… [Dalam kodrat-Nya sebagai Allah] Kristus tidak beribu, sebab Ia lahir dari Allah Bapa saja. [Dalam kodrat-Nya sebagai manusia] Kristus tidak berbapa, sebab Ia dikandung oleh Sang Perawan [Maria] saja… Ia tidak mempunyai silsilah, sebab sebagai Tuhan, Ia yang lahir dari Allah Bapa tidak membutuhkan silsilah. Ia tidak mempunyai awal mula, sebab Ia ada dalam kekekalan. ‘Ia tidak mempunyai akhir’ sebab Ia mempunyai kodrat yang kekal. Dengan semua alasan ini, Kristus sendiri tidak untuk diperbandingkan dengan Melkisedek, tetapi Melkisedek dengan Kristus” (Interpretastio Ep., ad Haebreos, ad loc). St. Efraim mengatakan dengan indahnya, “Maka, imamat Melkisedek berlangsung selamanya- tidak di dalam diri Melkisedek sendiri, tetapi di dalam Tuhannya Melkisedek.” (St. Ephraem, Com. in Epistle ad, Haebreos, ad loc.)
Sebagai seorang imam Allah yang Maha Tinggi namun bukan anggota dari bangsa Yahudi, Melkisedek adalah contoh tentang bagaimana Tuhan menaburkan benih kebenaran akan keselamatan yang melampaui batas bangsa. “Keimamatan Kristus, yang di di dalamnya para imam telah mengambil bagian, harus diarahkan kepada semua bangsa, dan tidak dibatasi oleh batas hubungan darah, ras, atau zaman, sebagaimana telah digambarkan dengan cara yang misterius dalam gambaran Melkisedek. Maka, para imam, harus ingat bahwa perhatian kepada semua Gereja harus menjadi perhatian mereka yang terdalam.” (Konsili Vatikan II, Presbyterorum ordinis, 10).
Juga, dengan mengatakan bahwa Melkisedek, “tidak berbapa atau beribu”, memberikan dasar pemikiran bahwa juga dalam kasus para imam, agar memenuhi misi panggilan mereka, harus meninggalkan keluarga mereka [ayah dan ibu]. Sifat dan kehidupan seseorang yang dipanggil untuk menjadi imam Allah, mempunyai tanda kekudusan bahwa ia ‘dipisahkan’ (set apart). Ini menjadikannya seolah berada di luar dan di atas dari sejarah umum manusia yang lain…. seperti halnya ciri-ciri Melkisedek yang misterius (A. del Portillo, On Priesthood, p.44).
Berkata kepada umat Kristen, khususnya kepada mereka yang dikonsekrasikan bagi pelayanan Tuhan, St. Yohanes Avila menulis, “lupakanlah bangsamu (Mzm 45:10) dan jadilah seperti Melkisedek, yang tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah. Dengan demikian, contoh diberikan kepada para pelayan Tuhan, yang juga harus melupakan keluarga mereka sehingga mereka menjadi seperti Melkisedek, berkenaan dengan perhatian dalam hati mereka, sehingga tidak ikatan di dalam hati mereka yang memperlambat jalan mereka kepada Tuhan.” (St. Yohanes Avila, Audi, filia, 98)
Syalom Pak Stef dan Bu Ingrid,
Saya menemukan studi kitab suci di website salvationhistory.com. Berkaitan dengan Melkisedek di Lesson Three: Our Father, Abraham, sub topik D. Shem’s Blessing, saya sudah mengirim email pertanyaan ke pengurus website, tapi sudah hampir seminggu belum dijawab. Ini kutipan email saya:
——-
Could you explain why you wrote this
“According to a long tradition – Jewish and Christian – the mysterious Melchizedek is actually Shem, the great patriarch, the righteous inheritor of the blessings promised by God after the Flood.”
We know that Shem is one of Noah’s sons, and Hebrews 7:1-3 mention that Melchizedek: “… Without father, without mother, without genealogy, having neither beginning of days nor end of life, …..”
——-
Website ini didirikan oleh Dr. Scott Hahn, aneh kalau menggunakan suatu dasar yang bertentangan dengan kitab suci.
Pertanyaan saya:
1. Apakah Pak Stef atau Bu Ingrid pernah mendengar tradisi tersebut?
2. Mohon pandangan Pak Stef atau bu Ingrid mengenai penjelasan atas Melkisedek di sub topik D. Shem’s Blessing ini, apa sejalan dengan ajaran Gereja Katolik?
Kalau sudah ada jawaban dari pengurus website salvationhistory.com, akan saya post di sini juga.
Selain itu, di sub topik B. Joseph and Judah, mengapa Paus Yohanes Paulus II dalam homilinya mengatakan tanah terjanji dalam perjanjian awal (early covenants) bukan di dunia ini? Bukannya tanah terjanji dalam konteks perjanjian dengan Abraham adalah Kanaan?
“It’s important to remember, however, that the “land” that we speak of so much in these early covenants “does not belong exclusively to the geography of this world,” as Pope John Paul II has said in his extraordinary homily, Commemoration of Abraham.
When we read the Abraham story and the stories that follow, we need to always be mindful, as the Pope says: “Abraham, the believer who accepts God’s invitation, is someone heading towards a promised land that is not of this world.”
Terima kasih.
Shalom Anto,
1. Tentang imam Melkisedek.
Sepertinya, interpretasi bahwa Melkisedek adalah Shem, itu bukan merupakan penemuan Scott Hahn, tetapi adalah interpretasi dari para rabbi dan ahli kitab Taurat Yahudi (Jewish Torah) selama berabad-abad. Namun menurut pengetahuan kami, hal itu bukan satu-satunya interpretasi tentang Melkisedek. Sebab di buku-buku commentary Katolik lainnya, tetap disebutkan ciri-ciri Melkisedek sebagai seorang yang tidak diketahui kapan lahir dan wafatnya, “ia tidak berbapa. tidak beribu, tidak bersilsilah ….” (lih. Ibr 7:2) Maka disimpulkan bahwa Melkisedek kemungkinan adalah seorang non-Yahudi yang saleh, dan karena itu silsilahnya tidak diketahui oleh bangsa Yahudi, dan ia adalah seorang raja Salem/ Yerusalem, yang juga seorang imam, namun berbeda dengan imamat Harun. Kurban imam Melkisedek adalah korban yang tidak berdarah, yaitu roti dan anggur, tidak seperti kurban imam Harun, yaitu kurban hewan yang berdarah. Dengan demikian, kurban Melkisedek ini menjadi gambaran akan Kristus, yang mempersembahkan kurban Diri-Nya sendiri, dalam rupa roti dan anggur. Demikianlah yang disebut dalam Haydock’s Commentary on Scripture, demikian, saya cut and paste, penjelasan untuk ayat Gen 14:18:
“Melchisedech was not Sem: for his genealogy is given in Scripture. (Hebrew xii. 6.); nor God the Son, for they are compared together; nor the Holy Ghost, as some have asserted; but a virtuous Gentile who adored the true God, and was king of Salem, or Jerusalem, and Priest of an order different from that of Aaron, offering in sacrifice bread and wine, a figure of Christ’s sacrifice in the Mass; as the fathers constantly affirm. (Haydock) — See Pererius. St. Jerome, ep. ad Evagrium, says, “Melchisedech offered not bloody victims, but dedicated the sacrament of Christ in bread and wine…a pure sacrifice.” See St. Cyprian ep. 63, ad Cæcil.; St. Augustine, City of God xvi. 22, &c. Many Protestants confess, that this renowned prince of Chanaan, was also a priest; but they will not allow that his sacrifice consisted of bread and wine. In what then? for a true priest must offer some real sacrifice. If Christ, therefore, be a priest for ever according to the order of Melchisedech, whose sacrifice was not bloody, as those of Aaron were, what other sacrifice does he now offer, but that of his own body and blood in the holy Mass, by the ministry of his priests? for he was the priest: this is plainly referred to bringing forth, &c., which shews that word to be sacrificial, as in Judges vi. 18. The Hebrew may be ambiguous. But all know that vau means for as well as and. Thus the English Bible had it, 1552, “for he was the priest.” (Worthington) — If Josephus take notice only of Melchisedech, offering Abram and his men corporal refreshment, we need not wonder; he was a Jewish priest, to whom the order of Melchisedech might not be agreeable. It is not indeed improbable, but Abram might partake of the meat, which had been offered in thanksgiving by Melchisedech; and in this sense his words are true. But there would be no need of observing, that he was a priest on this account; as this was a piece of civility expected from princes on similar occasions. (Deuteronomy xxiii. 4; 2 Kings xvii. 27.) (Haydock)”
Demikian juga penjelasan dari the Navarre Bible, tentang ayat Kej 14:18, yang mengatakan bahwa ayat ini mengisahkan sekilas tentang hubungan antara Abraham dengan seorang raja Yerusalem. Kisah ini bermaksud menyampaikan bahwa para bangsa lokal (Salem, Sodom) mengenali berkat yang mereka terima lewat Abraham (lih. Kej 12:3). Pada kasus Salem, kita mengetahui bahwa Allah Pencipta telah disembah di sana dengan nama El- Elyon, atau Allah yang Mahatinggi, yang dikenal Abraham dengan sebutan Allah Pencipta langit dan bumi (lih. Kej 14:22). Roti dan anggur adalah buah pertama dari tanah itu, yang dipersembahkan sebagai kurban sebagai penghormatan kepada Sang Pencipta….
Dalam tradisi Yahudi, kota Salem dan figur Melkisedek mempunyai makna khusus. Salem diidentifikasikan dengan Yerusalem di mana Allah berdiam (lih. Mzm 76:3). Melkisedek memiliki imamat yang sudah ada lebih dulu dan lebih besar daripada imamat Harun (lih. Mzm 110:4). Dalam Perjanjian Baru, figur Melkisedek digenapi di dalam Kristus, yang adalah Sang Imam Agung, yang juga tidak berasal dari imamat Harun. Dengan demikian, liturgi Kristiani telah melihat bahwa Ekaristi telah digambarkan samar-samar dalam persembahan roti dan anggur oleh imam Melkisedek (lih. Missale Romawi, Doa Syukur Agung I)….
2. Tentang Tanah Terjanji (Promised Land)
Untuk lebih memahami maksud perkataan Paus Yohanes Paulus II, adalah lebih baik, jika kita membaca teks aslinya, klik di sini, atau kalaupun mau mengutip, mari kita kutip dengan lebih lengkap, sehingga dapat kita ketahui konteksnya:
“God said to Abraham: “Go from your country and your kindred and your father’s house to the land that I will show you. And I will make of you a great nation, and I will bless you, and make your name great, so that you will be a blessing…. by you all the families of the earth shall bless themselves” (Gn 12: 1-3). Are we talking about the route taken by one of the many migrations typical of an era when sheep-rearing was a basic form of economic life? Probably. Surely though, it was not only this. In Abraham’s life, which marks the beginning of salvation history, we can already perceive another meaning of the call and the promise. The land to which human beings, guided by the voice of God, are moving, does not belong exclusively to the geography of this world. Abraham, the believer who accepts God’s invitation, is someone heading towards a promised land that is not of this world.”
Dari perikop ini kita ketahui bahwa maksud Paus adalah bahwa kisah panggilan kepada Abraham, yang menandai permulaan sejarah keselamatan, kita sudah dapat melihat arti lainnya dari panggilan ini dan janji Allah ini. Tanah yang kepadanya umat manusia menuju, dengan dipimpin oleh suara Allah, tidak hanya terbatas hanya pada suatu tanah geografis di dunia ini (does not belong exclusively to the geography of this world). Abraham, seorang yang beriman yang menerima undangan Tuhan, adalah seorang yang bergerak menuju suatu tanah terjanji yang tidak dari dunia ini.”
Dengan demikian, dari perikop itu Paus mau menyatakan bahwa tanah terjanji yaitu tanah Kanaan di Perjanjian Lama memiliki arti rohani yang lebih luas, karena mengacu kepada suatu Tanah Terjanji yang tidak dari dunia ini, yaitu Surga. Maka perikop tersebut tidak hanya untuk diartikan secara literal, tetapi juga secara spiritual sehubungan dengan penggenapannya dan maknanya dalam kehidupan umat beriman. Apa yang digambarkan secara samar-samar dalam Perjanjian Lama adalah untuk dipahami dalam terang penggenapannya dalam Perjanjian Baru. Namun demikian Paus tidak bermaksud untuk menghapuskan arti literal dari perikop itu, yaitu bahwa tanah terjanji di sana mengacu kepada tanah Kanaan (lih. Kej 17:8). Paus hanya juga mengatakan bahwa arti ‘tanah terjanji’ lebih luas daripada hanya tanah secara geografis di Kanaan. Maka, Abraham, demikian juga kita semua umat beriman, dipanggil oleh Allah untuk memasuki suatu Tanah Terjanji yang abadi, yaitu Kerajaan Surga.
Demikian tanggapan saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Pro katolisitas, Shalom.
Sebelunya saya minta maaf atas posting saya yang lalu dan trimakasih anda telah memberikan jawabannya lewat email saya. Sekarang saya ingin bertanya makna dari Ibrani 7:3. “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.” hubungannya dengan ayat 1 “…ia adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi” Ia keturunan Levi tentunya punya anya ayah. Trimakasih.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik. Melkisedek bukan keturunan Lewi, Kitab Suci tidak mencatat adanya silsilah Melkisedek]
Comments are closed.