Pertanyaan:

Syalom, saya punya beberapa pertanyaan yang mengganggu saya, apa arti hak kesulungan, apakah jika kita melepaskan hak kesulungan sekalipun menangis darah hak itu tidak akan kembali pada kita, ini saya kaitkan dengan apabila orang tersebut sudah berpindah keyakinan dan suatu saat kembali lagi menjadi katolik apakah juga akan ditolak oleh Yesus, saya mohon pencerahan.terima kasih sebelumnya Tuhan memberkati

Agustinus

Jawaban:

Shalom Agustinus,

Sementara menunggu jawaban dari Rm. Didik, saya menjawab dari apa yang saya ketahui tentang hak kesulungan. Saya mengambil sumber dari New Advent Encyclopedia, klik di sini yang menjelaskan tentang hak kesulungan antara lain sebagai berikut:

“Di antara orang Yahudi, seperti halnya di antara bangsa- bangsa lain, anak sulung menerima hak- hak istimewa. Ia menempati tempat yang pertama setelah bapanya (Kej 43:33) dan semacam otoritas untuk mengarahkan adik- adiknya (Kej 37:21-22, 30, dst); sebuah berkat istimewa yang diperuntukkan baginya pada saat kematian ayahnya, dan ia akan meneruskan peran ayahnya menjadi kepala keluarga, menerima dua bagian di antara bagian adik- adiknya (Ul 21:17). Juga hak kesulungan termasuk hak menjadi imam dalam keluarga itu. Hak menjadi kepala keluarga hanya berlaku ketika adik- adiknya masih tinggal di rumah yang sama, sebab setelah adik- adiknya telah keluar dari rumah itu dan membentuk keluarga, maka mereka masing- masing menjadi kepada keluarga dan imam dalam rumah tangganya sendiri….

Di dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menyebut Kristus sebagai “yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu” (Kol 1:15-16); dengan demikian kurban Kristus Sang Mesias adalah juga kurban pertama (first- fruits) yang diberikan kepada Allah Bapa demi penebusan dosa manusia.

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang kesulungan Kristus sebagai ‘yang sulung’ yang bangkit dari antara orang yang mati:

KGK 655 Akhirnya kebangkitan Kristus – dan Kristus yang telah bangkit itu sendiri – adalah sebab dan dasar utama kebangkitan kita yang akan datang: “Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung… Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikianlah semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus” (1 Kor 15:20-22). Selama menantikan pemenuhan ini, Kristus yang telah bangkit hidup dalam hati umat beriman. Dalam Kristus yang telah bangkit, umat Kristen mengecap “karunia-karunia dunia yang akan datang” (Ibr 6:5) dan hidupnya dilindungi Kristus di dalam Allah Bdk. Kol 3:1-3., “supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2 Kor 5:15).

Maka secara obyektif, makna ‘kesulungan’ ini sebenarnya mengacu kepada Kristus, yang memang adalah yang sulung dari segala yang diciptakan, dan yang sulung yang bangkit dari alam maut. Sedangkan, kita sebagai murid- muridNya mengambil bagian di dalam Kristus karena kita semua adalah anggota Tubuh Mistik Kristus. Jadi kesulungan ini bukan merupakan hak kita terlepas dari Kristus. Hanya karena persatuan kita dengan Kristuslah maka kita dapat disebutkan sebagai Gereja (jemaat) anak- anak sulung yang namanya terdaftar di surga (lih. Ibr 12:23).

Nah, sekarang kita tergabung dalam Kristus dan menjadi anggota Tubuh-Nya melalui Pembaptisan (lih. KGK 1267). Melalui Pembaptisan ini jiwa kita dimeteraikan menjadi anak- anak angkata Allah di dalam Kristus. Meterai Pembaptisan ini tidak dapat dibatalkan. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang hal ini demikian:

KGK 1272 Orang yang dibaptis menjadi serupa dengan Kristus, karena melalui Pembaptisan ia digabungkan bersama Kristus (Bdk. Rm 8:29). Pembaptisan menandai warga Kristen dengan satu meterai [character] rohani yang tidak dapat dihapuskan, satu tanda, bahwa ia termasuk bilangan Kristus. Tanda ini tidak dihapuskan oleh dosa mana pun, meskipun dosa menghalang-halangi Pembaptisan untuk menghasilkan buah keselamatan (Bdk. DS 1609-1619). Karena Pembaptisan diterimakan satu kali untuk selamanya, maka ia tidak dapat diulangi.

KGK 1273 Ketika orang beriman digabungkan kepada Gereja oleh Pembaptisan, mereka menerima meterai sakramental, yang “menugaskan mereka untuk menghormati Allah secara Kristen” (LG 11). Meterai Pembaptisan menyanggupkan dan mewajibkan orang Kristen, agar melayani Allah dengan mengambil bagian secara aktif dalam liturgi Gereja yang kudus dan menjalankan imamat semua orang Kristen melalui kesaksian hidup kudus dan cinta penuh semangat (Bdk. LG 10)

KGK 1274 Meterai Tuhan (“Dominicus character”: Agustinus, ep. 98,5) adalah meterai yang dengannya Roh Kudus telah memeteraikan kita “untuk hari penyelamatan” (Ef 4:30, Bdk. Ef 1:13-14; 2 Kor 1:21-22). “Pembaptisan adalah meterai kehidupan abadi” (Ireneus, dem. 3). Orang beriman, yang mempertahankan “meterai” sampai akhir, artinya setia kepada tuntutan yang diberikan bersama Pembaptisannya, dapat mati “ditandai dengan meterai iman” (MR, Doa Syukur Agung Romawi 97), dalam iman Pembaptisannya, dalam harapan akan memandang Allah yang membahagiakan – penyempurnaan iman – dan dalam harapan akan kebangkitan.

Dengan demikian, memang meterai Pembaptisan (yang merupakan partisipasi kita umat beriman terhadap kesulungan Kristus) tidak dapat dihapuskan. Namun apakah seseorang dapat akhirnya sampai ke surga, tergantung dari apakah ia dapat mempertahankan meterai iman tersebut. Jadi kalau seseorang Katolik, pernah kemudian meninggalkan Kristus dalam hidupnya sementara waktu, dan ia ingin kembali kepada Kristus, yang perlu dilakukan adalah ia kembali bertobat dan menerima rahmat pengampunan Tuhan dalam Sakramen Pengampunan Dosa. Lalu ia akan memperoleh kembali janji kehidupan kekal yang telah diterimanya pada waktu Pembaptisan, karena meterai Baptisan tersebut tidak terhapuskan. Maka, seseorang yang telah berpindah keyakinan, lalu ingin kembali kepada iman Katolik, dapat diterima kembali di dalam Gereja Katolik, tentu asalkan ia mau menerima dan menaati ajaran- ajaran Kristus seperti yang diajarkan dalam Gereja Katolik. Tuhan Yesus tidak menolak siapapun yang datang dan kembali kepada-Nya, demikian pula sikap Gereja Katolik.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Tambahan dari  Rm. Didik:

Shalom Agustinus,

Saya menambah apa yang telah dijelaskan oleh bu Inggrid. Memang dalam tradisi Perjanjian Lama anak sulung mendapatkan peran sentral, seperti bisa menggantikan peran ayahnya dalam keluarga mereka, mendapat warisan dua kali lipat dari adik-adiknya (Ul 21:15-17), dan mendapatkan berkat secara khusus dari ayahnya (Kej 28:4). Dan kita ingat bagaimana pada peristiwa tulah ke-10 di Mesir, anak sulung manusia dan ternak yang jenang pintu rumahnya tidak diolesi darah anak domba paskah, dibunuh(lih. Kel 11:5-7). Sejak saat itu anak sulung laki-laki menjadi milik Tuhan (Im 12:6-8), sehingga harus ditebus oleh orang tuanya (Kel 34:19-20), termasuk Yesus sendiri (Luk 2:22-24).

Namun, kita justru menjumpai bahwa tidak semua anak sulung digambarkan secara positif dalam Alkitab. Esau menjual hak kesulungannya kepada Yakub, adiknya, demi semangkur bubur kacang merah. Ruben sebagai anak sulung Yakub ditolak (Kej 49:4) karena telah meniduri budak ayahnya (Kej 35:22a). Demikian pula saat Samuel diutus Tuhan mengurapi anak Isai, bukan si sulung yang terpilih melainkan si bungsu, Daud, yang tengah menggembalakan ternak (1 Sam 16:6-13). Sementara dalam perumpamaan tentang Bapa yang baik hati Tuhan Yesus justru melukiskan si anak sulung sebagai orang merasa diri benar dan tidak senang atas kembalinya sang adik (Luk 15:11-32), seperti halnya orang-orang Farisi dan ahli Taurat tidak senang bahwa banyak pendosa dan pemungut cukai bergaul akrab dengan Yesus (Luk 15:1-2).

Dengan pelbagai lukisan tersebut,  sebenarnya hak kesulungan menjadi tidak berarti bagi kita. Apalagi menurut Rasul Paulus hanya Yesus yang menjadi buah sulung kebangkitan sehingga hanya Dia yang terutama dari segala hal (Kol 1:18; 1 Kor 15:23).

Sementara mereka yang telah dibaptis memang telah menerima meterai kekal seperti telah dipaparkan oleh Bu Inggrid, maka kalaupun untuk sementara waktu pernah meninggalkan Gereja, kita justru berharap bahwa kemudian dia kembali ke pangkuan Gereja. Maka manakala mereka bertobat dan kembali menjadi warga Katolik, akan diterima dengan tangan terbuka, tentu saja akan dibimbing dalam kehidupan baru sebagai umat Katolik.

Rm. Didik  Bagiyowinadi Pr

6 COMMENTS

  1. trimakasih bu inggrid dan romo didik atas jawaban yang menyejukkan hati, Tuhan memberkati

  2. Shalom Bu Ingrid dan Romo Didik,
    Saya seorang jemaat Gereja Metodis Indonesia(GMI).
    Apakah seorang Kristen yg pernah meninggalkan Kekristenan dan kembali lagi menjadi Kristen harus dibaptis ulang?
    Terimakasih.
    Maruli

    • Shalom Maruli,

      Bagi umat Katolik yang pernah meninggalkan Gereja Katolik, jika ia bertobat dan ingin kembali menjadi umat Katolik, maka yang pertama- tama harus dilakukannya adalah ia menemui pastor/ imam untuk mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa/ Sakramen Tobat. Kemudian temuilah pastor paroki untuk menceritakan pengalamannya dan keinginannya untuk kembali ke Gereja Katolik. Kemungkinan ia perlu diteguhkan kembali dalam upacara peneguhan, dan setelah itu ia dapat kembali menjadi umat Katolik, tidak perlu dibaptis ulang. Sebab Sabda Tuhan mengajarkan bahwa baptisan itu hanya dapat diterimakan sekali saja seumur hidup (“satu baptisan”- Ef 4:5).

      Namun karena anda jemaat Gereja Methodis, maka untuk aturan jemaat Methodis, silakan anda tanyakan kepada gembala jemaat anda. Lain halnya jika anda ingin menjadi Katolik. Jika ini maksud anda, maka silakan anda menghubungi pastor paroki di mana anda tinggal dan tanyakan persyaratan di sana. Menurut pengetahuan saya, baptisan gereja Methodis diakui sah oleh Gereja Katolik, sehingga jika anda ingin menjadi Katolik, maka anda tidak perlu dibaptis ulang, hanya diteguhkan. Namun demikian, anda perlu bertanya kepada Pastor Paroki, karena umumnya anda tetap harus mengikuti kursus pelajaran agama Katolik sebelum anda dapat diteguhkan menjadi Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. dear katolisitas,
    saya ingin bertanya, dalam aturan gereja katholik adakah diatur tentang hukum waris, apakah anak sulung atau anak laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada anak perempuan?
    terima kasih. Berkah Dalem?

    • Marga Yth

      Di dalam hukum Gereja tidak ada mengatur soal warisan. Silakan merujuk dari sisi hukum ke hukum positif yang berlaku di Indonesia atau kebiasaan di dalam tradisi daerah tertentu serta kesepakatan keluarga.

      salam
      Rm wanta

  4. Syalom, saya punya bebeapa pertanyaan yang mengganggu saya, apa arti hak kesulungan, apakah jika kita melepaskan hak kesulungan sekalipun menanggis darah hak itu tidak akan kembali pada kita, ini saya kaitkan dengan apabila orang tersebut sudah berpindah keyakinan dan suatu saat kembali lagi menjadi katolik apakah juga akan ditolak oleh Yesus, saya mohon pencerahan.terima kassih sebelumnya Tuhan memberkati

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.