Banyak orang menyukai tulisan-tulisan Fr. Anthony de Mello, yang memang ditulis dengan gaya yang menarik dan enak dibaca. Jika kita cermati, memang fokus utama Fr. de Mello adalah untuk membantu seseorang mendapat pencerahan dan menemukan Tuhan. Tetapi jika kita terus membaca karya-karyanya, lama kelamaan secara implisit kita dapat menangkap, seolah-olah pencerahan itu dapat diperoleh sendiri secara pribadi dalam keheningan, dan bukan melalui Kristus. Dan sosok Tuhan yang dimaksud di sinipun nampaknya adalah kekosongan total. Hal-hal seperti inilah yang menjadi perhatian pihak otoritas Gereja, dan karena itu tak mengherankan jika kemudian pihak Vatikan mengeluarkan pernyataan sehubungan dengan karya-karya Fr. de Mello. Kardinal Ratzinger (saat itu adalah Prefek dari Kongregasi Ajaran Iman (CDF) sekarang Paus Benediktus XVI) secara khusus menulis komentar tentang karya R. Mello, pada tahun 1998, yang keseluruhan teksnya dapat dibaca di link http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc_con_cfaith_doc_19980624_demello_en.html Menarik untuk disimak bahwa Notifikasi dari Vatikan tentang tulisan Fr. Anthony de Mello dibuat beberapa tahun setelah wafatnya di tahun 1987.
Kardinal Ratzinger mengatakan demikian, “…. in certain passages in [Father de Mello’s] early works and to a great degree in his later publications, one notices a progressive distancing from the essential contents of Christian faith”
Terjemahannya:
“…. di beberapa perikop dalam karya-karya awal Fr. de Mello dan dalam derajat yang besar di karya-karyanya kemudian, seseorang dapat melihat perkembangan pergeseran yang menjauh dari isi dasar ajaran iman Kristiani.”
Sebab walaupun tulisannya dikemas menarik, dan tidak semuanya menyimpang (CDF hanya menyebutkan ‘di beberapa perikop’-nya), namun jika terus dibaca, maka lama kelamaan dalam karya- karya Fr. de Mello, dapat dilihat adanya kecenderungan penyimpangan dari inti ajaran iman Kristiani, dengan memperkenalkan sosok Tuhan sebagai ‘pure void’/ ‘kosong’, yang bukan berupa ‘Pribadi Ilahi’. Dengan demikian spiritualitas yang diajarkan Fr. de Mello meninggalkan konsep Allah Tritunggal (Allah yang satu dengan tiga Pribadi); figur Kristus-pun disejajarkan dengan tokoh agama lain; lalu agama dipandang sebagai penghalang untuk menemukan kebenaran. Hal-hal ini yang bertentangan dengan Spiritualitas Katolik.
Maka dapat disimpulkan, alasan dari CDF melarang publikasi tulisan- tulisan Fr. de Mello adalah karena tulisan- tulisannya dapat diinterpretasikan bertentangan dengan ajaran Kristiani. Demikian dikatakan oleh CDF: “…..according to the author, any belief or profession of faith whether in God or in Christ cannot but impede one’s personal access to truth. The Church, making the word of God in Holy Scripture into an idol, has ended up banishing God from the temple. She has consequently lost the authority to teach in the name of Christ. With the present Notification, in order to protect the good of the Christian faithful, this Congregation declares that the above-mentioned positions are incompatible with the Catholic faith and can cause grave harm.”
Terjemahannya:
“…..menurut pengarang [Fr. de Mello] apapun kepercayaan dan pengakuan iman entah di dalam Tuhan atau di dalam Kristus, tidak dapat tidak, hanya menghalangi sampainya seseorang kepada kebenaran. Gereja, dengan menjadikan sabda Tuhan dalam Kitab Suci sebagai sebuah berhala, telah akhirnya membuang Tuhan dari bait-Nya. Ia [Gereja] telah secara konsisten kehilangan otoritas untuk mengajar di dalam nama Kristus. Dengan Notifikasi ini, demi untuk melindungi kebaikan umat beriman Kristiani, Kongregasi ini menyatakan bahwa pandangan-pandangan di atas adalah tidak sesuai dengan iman Katolik dan dapat sangat membahayakan.”
Pada akhirnya, mari kita menyadari bahwa kekatolikan kita dinyatakan jika kita mempunyai Roh dan semangat Kristus, menerima dengan taat pengajaran-Nya yang disampaikan oleh Gereja Katolik (Lumen Gentium 14). Jadi, suara otoritas Gereja (dalam hal ini yang diwakili oleh CDF) tentang tulisan Fr. de Mello harusnya mengarahkan sikap kita terhadap tulisan-tulisan beliau. Kita menerima dengan rendah hati pandangan Gereja, yang pasti telah didahului dengan segala penelitian akan semua karya-karya Fr. de Mello. Sedangkan yang kita baca mungkin hanya sebagian saja. Sebab memang di sebagian karya-karya Fr. de Mello ini ada yang membingungkan seolah mengatakan bahwa agama tidak penting, atau bahkan Kristus tidak penting. Dan inilah yang dianggap menyimpang oleh pihak otoritas Gereja. Maka kita sebagai umat Katolik harus waspada saat kita membaca karya-karya beliau, agar kita dapat memilah: yang baik boleh kita terima, namun yang tidak sesuai dengan ajaran Katolik, tentu tidak kita terima.
Terlepas dari de Mello ini, memang mesti diakui pemikiran para didikan Jesuit, seringkali out-of-the-box. Kontemplasi dalam aksi, menemukan Allah dalam segala, berdoalah seakan-akan semua tergantung padamu dan bekerjalah seakan-akan semua tergantung pada Allah hanya contoh populer beberapa frasa pemikiran tersebut. Apakah GK pernah mengeluarkan pernyataan mengenai beberapa pemikiran tersebut?
Terima kasih atas pencerahan dari Katolisitas. Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
A. Jennas
Shalom Adrian,
Sesungguhnya prinsip kontemplasi dalam aksi itu bukan hanya pemikiran Jesuit. Jika kita memahami makna kontemplasi sebagai permenungan ataupun pandangan akan Allah, maka kontemplasi dalam aksi maksudnya adalah kita merenungkan/ memandang Allah dalam segala hal yang kita lakukan. Artinya kemudian menyangkut kepada istilah yang Anda tulis berikutnya, yaitu, ‘menemukan Allah dalam segala’; maksudnya, kita mampu melihat kehadiran Allah dalam sesama, dalam alam semesta, maupun dalam segala situasi yang sedang kita hadapi.
Hal kontemplasi dalam aksi ini (melihat Tuhan dalam diri sesama) sebenarnya secara implisit diajarkan oleh Kristus sendiri dalam Mat 25:40. Motivasi melayani Yesus dalam diri sesama yang menderita, inilah yang menjiwai pelayanan Mother Teresa. Hal kesatuan antara kontemplasi dan aksi, sikap ‘Maria dan Martha’, juga diajarkan oleh St. Teresa dari Avila. Maka semboyan ini bukan monopoli Jesuit, walaupun mungkin saja istilah ‘kontemplasi dalam aksi’ sering dihubungkan dengan spiritualitas St. Ignatius yang mendirikan ordo Jesuit.
Selanjutnya tentang berdoa dan bekerja frasa yang lebih umum dikenal sebagai ajaran St. Agustinus adalah, “Pray as if everything depends on God. Work as if everything depends on you.” Katekismus Gereja Katolik mengutip tentang hal ini untuk menjelaskan tentang doa Bapa Kami, yaitu bahwa hasil pekerjaan kita tetap merupakan anugerah Allah, sehingga kita perlu mengucap syukur kerenanya:
KGK 2834 “Berdoalah dan bekerjalah!” (Bdk. Benediktus. reg. 20; 48). “Berdoalah, seakan-akan segala sesuatu bergantung pada Allah, dan bekerjalah, seakan-akan segala sesuatu bergantung pada kamu”. Juga apabila kita telah melakukan pekerjaan kita, makanan tetap merupakan anugerah dari Bapa kita; karena itu ada baiknya supaya meminta kepada-Nya, sambil berterima kasih kepada-Nya untuk itu. Itulah arti dari doa sebelum dan sesudah makan dalam keluarga Kristen.
Sedangkan kutipan dari St. Ignatius Loyola tentang berdoa dan bekerja ini adalah: “Let this be the first rule of your undertakings: confide in God as if the success of those undertakings depended completely upon you and not at all upon God; nonetheless give your whole self to the undertakings as if you yourself would be doing nothing in them but God alone would be doing everything.” Maka sejumlah orang menginterpretasikannya terbalik dengan apa yang dikatakan oleh St. Agustinus, yaitu: berdoalah, seolah-olah semuanya tergantung kepadamu dan bekerjalah seolah-olah semuanya tergantung kepada Tuhan.
St. Petrus Kanisius sebagai salah seorang Jesuit yang dihormati, menjelaskannya demikian: bahwa ia memperoleh kekuatan tidak dari “berkerja seolah-olah semuanya tergantung kepadanya dan berdoa seolah-olah semuanya tergantung kepada Tuhan…. Sebaliknya, … Ia berdoa kepada Tuhan dan memohon dukungan doa-doa dari orang lain, seolah-olah semuanya tergantung kepadanya (dengan mengingat kekurangannya sendiri) dan ia bekerja seolah-olah semuanya tergantung kepada Tuhan (yaitu dengan mengandalkan kekuatan Tuhan untuk memberikan keberhasilan). St. Petrus percaya akan kehendak Tuhan untuk memberikan yang terbaik, sehingga ia tidak melihat kepada hal-hal lain, termasuk dirinya sendiri sebagai jaminan. Ia dapat bekerja tanpa lelah karena ia hanya melihat kepada Tuhan.
Nampaknya, peribahasa di atas keduanya benar, tergantung bagaimana mengartikannya.
Selanjutnya tentang Latihan Rohani St. Ignatius, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Ibu Ingrid,
Terima kasih banyak atas pencerahannya Bu. Memang secara pribadi, saya tertarik dengan pemikiran-pemikiran itu karena maknanya yang dalam. Bagaimana hal-hal yang tampak bertentangan dapat menjadi suatu padanan dalam dinamika kehidupan saat ini dan tantangan dunia modern yang lebih sibuk dan heterogen.
Komtemplasi dalam aksi: keduanya seakan bertolak belakang. Bagaimana seorang melakukan komtemplasi, yang notabene lebih membutuhkan dan mengandalkan perenungan dan kedalaman batin personal/lebih kedalam diri, di dalam suatu tindakan atau aksi yang cenderung lebih mengandalkan kegiatan fisik dan pikiran/otak dan lebih ke luar diri.
Begitu juga dengan konsep menemukan Tuhan dalam segala, karena biasanya kita hanya merasa dekat dengan Tuhan dan menemukan-Nya lebih mudah dalam kondisi nyaman, aman, damai, tenang, bahagia, dan bukan sebaliknya ketika kondisi hidup kita berkesusahan, dan atau berhadapan dengan hal-hal jelek seperti perang, bencana alam, kelaparan, penderitaan, dsb.
Begitu juga dengan frasa ketiga (sesuai St. Ignatius) “berdoalah, seolah-olah semuanya tergantung kepadamu dan bekerjalah seolah-olah semuanya tergantung kepada Tuhan”.
Kata seolah-olah atau seakan-akan, sebenarnya bermakna “justru tidak/bukan” (bandingkan dengan frasa saat seorang tuan rumah berkata kepada tamunya “santai saja, seakan-akan rumah sendiri” yang berarti bahwa rumah itu BUKAN rumah si tamu), maka frasa “berdoalah, seolah-olah semuanya tergantung kepadamu dan bekerjalah seolah-olah semuanya tergantung kepada Tuhan” dapat dibaca bahwa: kita mesti berdoa karena semuanya tidak hanya tergantung pada kita (melainkan ada peran Allah di situ), namun kita juga mesti bekerja karena semuanya tidak hanya melulu mengandalkan Allah tanpa kita berbuat sesuatu (senada dengan konsep tentang tawaran keselamatan yang bekerja sempurna jika kita berkehendak bebas menerimanya.
Sedangkan versi St. Agustinus, bagi saya penekanannya pada penyerahan diri yang total dalam doa dan kerja: “Pray as if everything depends on God. Work as if everything depends on you” dapat dimaknai: ”Walau dalam hidup yang kita jalani ini tidak semuanya tergantung kepada Allah (karena kehendak bebas kita) kita mesti tetap berdoa kepada-Nya dengan setia, dan tetap setia bekerja walau semuanya tidak tergantung kepada kita saja(melainkan juga kepada kebaikan Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
A.Jennas
wah.. ternyata ada ulasan mengenai tulisan Fr. Anthony de Mello.
terima kasih Bu dan Pak. iya, saya juga suka membaca beberapa buku beliau. namun, saya sempat dibuat bingung karena ada tulisan beliau yang menunjukkan seakan-akan (bagi saya) Tuhan nampak abstrak karena tidak menunjukkan sebagai Pribadi yaitu Yesus Kristus Sang Penyelamat & sebagaimana seperti yang Bapak & Ibu ulas di atas.
saya jadi semakin tercerahkan. Terima kasih Pak & Bu Tay & Tim Katolisitas untuk tak jemu2 menuntun kami pada kebenaran & pengetahuan iman dalam Gereja Katolik (GK).
GK is the BEST.
Salam Damai Kristus.
Salam Damai,
Sebagai seorang Katolik saya sering menjadikan situs Katolisitas.org sebagai bahan referensi dan rekomendasi. Pribadi saya menyukainya karena gaya tutur bahasa yang lebih lembut.
Oleh sebab itulah saya tersentuh untuk memberikan komentar tentang topik ini.
Sharing kehidupan pribadi saya;
Bertahun-tahun saya di didik dengan ajaran Katolik dari sekolah dasar, tetapi bertahun-tahun pula saya memutuskan sebagai agnostic.
Akan tetapi saya tidak bisa melupakan sebuah cerita dari kutipan “Burung Berkicau” yang saat itu saya baca di buku pelajaran sekolah dasar.
Dan buku itu merupakan buku pertama yang saya beli dengan keinginan pribadi sendiri.
Walaupun tidak bisa saya pungkiri bahwa ajaran dari Rm. Anthony bukanlah ajaran tentang Katolik, akan tetapi karya nya memberikan andil dalam keputusan saya menjadi seorang Katolik.
Salah satu komentar, yang ditulis oleh Rm. Anthony, bisa dibilang sama persis dengan apa yang saya alami.
Saya berpikir bahwa ada banyak orang-orang di dunia ini yang mempunyai pemikiran yang mirip seperti saya. Dan ada banyak orang-orang Agnostic atau Atheis yang mungkin akan menjadi seorang Katolik setelah membaca beberapa cuplikan karya nya.
Shalom Wirawan,
Syukur kepada Allah atas panggilan Tuhan kepada Anda untuk bergabung dengan Gereja Katolik. Ya, Tuhan dapat memakai banyak cara untuk menyentuh hati setiap orang. Maka memang bisa saja melalui tulisan-tulisan inspiratif tertentu, seperti yang ditulis oleh Fr. Anthony de Mello ini. Sebab manusia pada dasarnya mempunyai kerinduan untuk mencari kebenaran, dan perlu diakui bahwa memang terdapat juga unsur-unsur kebenaran dalam tulisan Fr. Mello, oleh karena itu dapat menarik banyak orang.
Namun Tuhan menghendaki agar kita sampai pada kepenuhan kebenaran (lih. 1 Tim 2:4, Yoh 16:13), dan dalam perjalanan untuk mencapainya inilah, kita memerlukan bimbingan Gereja.
Mari kita menerima dengan kerendahan hati, bimbingan Gereja, agar kita dapat sampai kepada pengetahuan akan kepenuhan kebenaran itu, sehingga kita dapat semakin mengasihi Allah, yang adalah Sang Kebenaran (lih. Yoh 14:6) itu sendiri.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Ketakutan para “petinggi” agama katolik terhadap buku anthony de mello, sungguh sangat masuk akal, dan uniknya… ketakutan ini sudah banyak diulas dalam parodi-parodi segar di Doa Sang Katak
kendornya ikatan dogmatis gereja berarti ter-reduksinya kekuasaan dan pengaruh para rohaniwan… bukan selalu berarti berkurangnya perbuatan kasih!
kalo mengacu pada ajaran Yesus sendiri… lebih penting mana mempertahankan dogma, atau mewartakan kasih dalam hal-hal nyata sehari (yang banyak disarankan dalam Doa Sang Katak)
suka atau tidak suka, mengaku atau tidak… yang namanya dogma, lebih sering tampil sebagai pembatas gerak, gerak manusia katolik dalam mengaktualisasikan ajaran kasih seluas-luasnya…
mau berkutat dengan dogma, organisasi, struktur, dll.. monggo saja.. itu bukan katolik yang saya pahami sayangnya…
Salam Damai
[Dari Katolisitas: Para pemimpin Gereja mendapat mandat dari Kristus sendiri untuk melestarikan kepenuhan kebenaran ajaran Kristus. Maka mereka bertanggungjawab di hadapan Tuhan, tidak hanya dalam mengajarkan dan melaksanakan kasih, tetapi juga mengajarkan kebenaran sesuai dengan yang mereka terima dari para pendahulu mereka. Anda dan saya tidak mempunyai mandat yang sama dengan mandat yang diberikan kepada para penerus Rasul ini, dan marilah kita menghormati mereka, demi hormat kita kepada Kristus yang memberikan mandat kepada mereka. Lagipula, kalau kita baca alasannya, memang sangat wajar dan benar, sehingga sama sekali bukan mau membatasi umat untuk menerapkan kasih, tetapi untuk melakukan kasih tanpa mempertentangkannya dengan kebenaran iman Katolik>]
Mereka yang menghina Allahpun berbuat KASIH
[Dari Katolisitas: Karena itu biarlah kita serahkan kepada Tuhan, tentang hal menimbang segala perbuatan manusia. Yang menjadi bagian kita adalah melakukan perbuatan kasih yang mengalir dari iman. Dan karena itu diperlukan pemahaman ajaran iman yang benar terlebih dahulu, agar perbuatan kita dapat diarahkan sesuai dengan pemahaman akan ajaran iman tersebut.]
Mnrt sy,apa yg ditulis dlm buku2nya justru memberi pemahaman menyeluruh ttg arti Kasih yg membumi dlm diri Yesus. Shg sluruh umat mns sbnrnya bs mengenal Yesus yg adl Sang Kasih tanpa hrs membaca KS atau buku2 Anthony krn Allah adl Kasih,God is Love. (hal spt ini berlaku bagi mrk yg memang bkn krn keslhnnya tdk bs bc Injil). Sementara hal ini yg bs sy simpulkan,mohon tanggapannya,mgkn sy yg salah. Trima kasih.
[Dari Katolisitas: Jika Anda Katolik, kami mengajak Anda untuk mengacu kepada pernyataan yang telah dikeluarkan oleh Magisterium Gereja Katolik tentang tulisan Fr. Anthony de Mello, sebagaimana telah disampaikan di artikel di atas.]
Jadi, buku meditasi “Sadhana” terbitan Fr. De Mello juga dilarang oleh CDF even buku tersebut ada nihil obstat dan imprimatur dari pastor Katolik? Mohon penjelasannya.Terima kasih.
[Dari Katolisitas: Nihil obstat dan Imprimatur merupakan filter pertama terhadap buku-buku Katolik, namun bukan merupakan jaminan 100%. Dalam kasus tulisan Fr. De Mello, kita perlu merujuk kepada penilaian otoritas yang lebih tinggi, dalam hal ini pihak CDF yang mewakili suara pihak kepausan, yang telah dengan spesifik memberikan tanggapan secara eksplisit tentang tulisan-tulisan Fr. De Mello ini.]
Dari saya kecil saya sudah sering melihat buku Anthony de Mello di rumah, saya pikir itu buka dongeng belaka. Setelah SMP-SMA di sekolah Jesuit saya jadi bingung, koq ada romo Jesuit jadi pendongeng. Ketika kuliah saya iseng mencoba membaca buku Doa Sang Katak, saya kesulitan mengerti maksud dari cerita2 di dalam buku. Saya juga merasa mengapa koq ceritanya cenderung seperti ajaran Budha yang ambigu seperti, “Kosong adalah Isi, Isi adalah Kosong.” Saya berhenti membaca buku karena tidak mendapat suatu hal yang berguna. Saya semakin bingung setelahnya. Setahu saya semua romo Jesuit itu orang yang cerdas, dan setiap Jesuit mengucapkan sumpah setia untuk taat kepada Paus sebagai wakil Petrus. Tetapi kenapa bukunya jauh dari nafas Katolik? Tapi saya tidak ambil pusing, buku tidak saya baca lagi sampai sekarang. Ketika saya membaca artikel ini, saya baru teringat lagi kisah lama tadi..Saya senang bukan saya sendiri yang berpendapat demikian, bahkan Paus sekarang juga berpendapat sama.
Salam,
Edwin
saya mau sedikit cerita..
meski saya kristen sejak kecil, tapi dulu saya menganggap agama itu kayak dongeng anak-anak, saya lebih suka sains untuk menjawab pertanyaan2 saya tentang manusia dan alam semesta..
andai saya ke gerejapun hanya sekedar menyenangkan hati ibu saya aja, karna dia majelis gereja yg taat..
tapi setelah baca karya-karya anthony de mello, saya menemukan tuhan yg jauh lebih menyenangkan, penuh kasih sayang, yg baru dan berbeda dari pemahaman saya sebelumnya.. dan saya anggap itu pemahaman yg lebih dalam
saya juga memang menemukan bahwa tulisan2 de mello senada dengan aliran esoteris agama lain, seperti tasawuf/sufi dalam islam, tao, zen, hindu, budha, kebatinan jawa, bahkan selaras tanpa pertentangan dengan sains modern..
jadi saya pikir saya gak mau seperti orang farisi dan ahli taurat yg textbook, merasa benar sendiri, dogmatis, beribadah hanya lahiriah tanpa perasaan..
bukankah dogma2 semacam itu yg di acak acak oleh Juru Selamat kita Yesus Kristus yg revolusioner??
andai Yesus sekarang datang ke bumi, ada kemungkinan malah kita salib, kayak orang2 farisi menyalib Dia..
Yesus yg biasa kita cintai itu cuma tubuhnya dan gambaran kita tentang Dia..
sedangkan Roh yg ada di dalam tubuhnya itulah Kebenaran yg sesungguhnya, Roh Kristus, Roh Tuhan sendiri yg ada sebelum Adam dan sebelum dunia dijadikan…
menurut saya, anthony de melo yg kita kenal juga cuma tubuh.. ego dirinya sudah mati di salib, yg hidup dalam tubuh de mello adalah Roh Kristus sendiri..
dan Roh Kristus selalu datang menuntun umatnya lewat tubuh orang orang yg dicintaiNya.. tapi dunia tidak mengenaliNya, karena mereka tidak berasal dari Bapa…
*sekedar pendapat saya.. sori kalo sok tau.. :D
salam..
[dari katolisitas: Saya ingin mengajak anda untuk berfikir dari sisi yang lain. Orang yang menganggap dogma adalah mengikat dan tidak perlu, maka sebenarnya secara tidak langsung orang tersebut mau mengatakan bahwa pemikiran saya pribadi adalah lebih benar dari semua dogma dan ajaran agama. Dengan demikian, orang ini hanya menerima dogma dan doktrin yang menurutnya “masuk akal” atau dengan kata lain, menempatkan pemikiran sendiri lebih tinggi dari otoritas. Secara tersirat, orang tersebut menempatkan diri sendiri sebagai otoritas tertinggi.]
Dari tulisan di atas tidak ditemukan informasi yang jelas buku-buku AdM yang mana yang dimaksudkan apakah semuanya ataukah hanya “Awareness” (yang juga sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia). Kejaksaan RI belum pernah melarang buku-buku AdM. Bagaimana dengan “Doa Sang Katak”, ” Burung Berkicau” dan ” Berjalan di atas Air” menggeneralisasi tulisan AdM sangatlah tidak bijaksana dan membingungkan,semestinya dilakukan pada waktu beliau masih hidup sehingga dapat dibantah oleh beliau kemungkinan besar ada salah pengertian dan salah persepsi dari pembaca. Sangat disayangkan sekali baru sekarang muncul komentar-komentar miring padahal beliau sudah wafat jadi tidak dapat lagi menjelaskannya. Mohon penjelasan dan tunjukkan pendapat-pendapat AdM yang mana, di bukunya yang mana yang merupakan ajaran menyimpang tersebut. Terimakasih.
Shalom Ganesha,
Terima kasih atas komentar anda. Sebagai umat Katolik, kita seharusnya berterimakasih kepada Gereja – melalui kongregasi ajaran iman – memberikan ulasan tentang buku-buku yang membahayakan iman kita. Sudah seharusnya mereka memberikan peringatan ini, baik waktu pengarang masih hidup atau telah meninggal. Kalau pengarang masih hidup, biasanya pengarang tersebut dipanggil di tingkat keuskupan dan kalau imam tersebut adalah anggota dari ordo maka akan dipanggil oleh superiornya. Dan kalau diperlukan maka pengarang tersebut akan dipanggil ke Vatikan. Buku-buku dari Anthony de Mello, SJ memang terlihat memberikan inspirasi. Namun, kalau kita membaca hampir semua karyanya, memang kita dapat melihat adanya pandangan akan keselamatan di luar Kristus; Kitab Suci dan Gereja secara tersirat dipandang sebagai satu halangan untuk menuju kepada Kebenaran. Dan tentu saja pandangan seperti ini bertentangan dengan iman Katolik. Jadi, Gereja telah memberikan peringatan akan bahaya dari membaca buku-buku tersebut. Sekarang kembali kepada kita semua. Dan sudah semestinya, umat Katolik harus mendengarkan apa yang diajarkan oleh Magisterium Gereja. Pelarangan buku-buku tersebut tidak ada hubungannya dengan kejaksaan RI.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
bagaimana dengan buku the last fatima tulisan fr.antony de mello? terima kasih
[Dari Katolisiats: Daptakah Anda memberikan judul lengkapnya, atau linknya yang dapat diakses? Sebab kami tidak menemukan judul buku tersebut, dan kami belum pernah mendengar tentang buku tersebut yang dikarang oleh Fr. Antony de Mello]
Penjelasan yang menarik. Saya ingin juga tahu pendapat ibu, jika dikatakan ‘tidak semua ajarannya menyimpang’, masih bolehkah kita menggunakan buku tuntunannya mengenai meditasi dan kontemplasi yang banyak digunakan di rumah-rumah ret-reat serikat Jesus? Apakah supaya aman dan tidak keliru lebih baik semua buku karya beliau kita musnakan? Terima kasih.
Shalom Saulus,
Sejujurnya, saya juga masih menyimpan beberapa buku Fr. Anthony de Mello. Namun setelah membaca penjelasan dari Notifikasi dari CDF, saya menjadi lebih berhati- hati membacanya. Bagi saya kisah- kisah yang baik tetap dapat menjadi inspirasi, sepanjang tidak menyangkut ajaran yang menyimpang dari ajaran iman Katolik. Tentang metode awal meditasi yang diajarkan oleh Fr. de Mello, yang pada dasarnya menekankan kesadaran (awareness) menurut saya tetap baik dan dapat diterapkan, tetapi arahan meditasi itu yang menuju ke pengosongan diri (pure void) itu yang tidak dapat diterapkan.
Mari kita lihat saja menurut Notifikasi itu: apa saja baik (diberi warna biru), apa yang ‘keliru’ (diberi warna coklat) dan ini yang perlu diwaspadai dalam tulisan- tulisan Fr. de Mello:
“….His works, which almost always take the form of brief stories, contain some valid elements of oriental wisdom. These can be helpful in achieving self-mastery, in breaking the bonds and feelings that keep us from being free, and in approaching with serenity the various vicissitudes of life. Especially in his early writings, Father de Mello, while revealing the influence of Buddhist and Taoist spiritual currents, remained within the lines of Christian spirituality. In these books, he treats the different kinds of prayer: petition, intercession and praise, as well as contemplation of the mysteries of the life of Christ, etc.But already in certain passages in these early works and to a greater degree in his later publications, one notices a progressive distancing from the essential contents of the Christian faith. In place of the revelation which has come in the person of Jesus Christ, he substitutes an intuition of God without form or image, to the point of speaking of God as a pure void. To see God it is enough to look directly at the world. Nothing can be said about God; the only knowing is unknowing. To pose the question of his existence is already nonsense. This radical apophaticism leads even to a denial that the Bible contains valid statements about God. The words of Scripture are indications which serve only to lead a person to silence. In other passages, the judgment on sacred religious texts, not excluding the Bible, becomes even more severe: they are said to prevent people from following their own common sense and cause them to become obtuse and cruel. Religions, including Christianity, are one of the major obstacles to the discovery of truth. This truth, however, is never defined by the author in its precise contents. For him, to think that the God of one’s own religion is the only one is simply fanaticism. “God” is considered as a cosmic reality, vague and omnipresent; the personal nature of God is ignored and in practice denied.Father de Mello demonstrates an appreciation for Jesus, of whom he declares himself to be a “disciple.” But he considers Jesus as a master alongside others. The only difference from other men is that Jesus is “awake” and fully free, while others are not. Jesus is not recognized as the Son of God, but simply as the one who teaches us that all people are children of God. In addition, the author’s statements on the final destiny of man give rise to perplexity. At one point, he speaks of a “dissolving” into the impersonal God, as salt dissolves in water. On various occasions, the question of destiny after death is declared to be irrelevant; only the present life should be of interest. With respect to this life, since evil is simply ignorance, there are no objective rules of morality. Good and evil are simply mental evaluations imposed upon reality.Consistent with what has been presented, one can understand how, according to the author, any belief or profession of faith whether in God or in Christ cannot but impede one’s personal access to truth. The Church, making the word of God in Holy Scripture into an idol, has ended up banishing God from the temple. She has consequently lost the authority to teach in the name of Christ.With the present Notification, in order to protect the good of the Christian faithful, this Congregation declares that the above-mentioned positions are incompatible with the Catholic faith and can cause grave harm.
The Sovereign Pontiff John Paul II, at the Audience granted to the undersigned Cardinal Prefect, approved the present Notification, adopted in the Ordinary Session of this Congregation, and ordered its publication.Rome, from the offices of the Congregation for the Doctrine of the Faith, June 24, 1998, the Solemnity of the Birth of John the Baptist.+ Joseph Card. RatzingerPrefect+ Tarcisio Bertone, S.D.B.Archbishop Emeritus of VercelliSecretary
Demikian, maka sepanjang seseorang dapat memilah-milah, mana yang masih sejalan dengan ajaran iman Katolik dan mana yang tidak, ia tetap dapat membaca tulisan- tulisan Fr. de Mello dan menerapkan hal- hal yang baik yang ditemukan di sana. Tetapi jika ia sendiri kesulitan untuk memilah-milahnya, silakan untuk menggunakan buku- buku spiritualitas yang lain, yang sudah jelas sejalan dengan ajaran iman Katolik. Misalnya untuk meditasi, ada banyak buku- buku yang bisa digunakan sebagai patokan. Misalnya buku renungan yang ditulis oleh St. Ignatius dari Loyola, St. Fransiskus dari Sales, St. Theresia dari Avila atau St. Yohanes Salib.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
bukankah kita memang harus mengosongkan diri? karena dengan pengosongan diri maka Allah dapat mengisi kekosongan tersebut. sehingga dengan kosong justru membawa petsatuan dengan Allah. Akhir dr meditasi adalah kosong. dan dengan kosong artinya kita bersatu dengan Allah?
[Dari Katolisitas: Benar jika maksudnya ‘mengosongkan diri’ ini adalah agar Allah dapat mengisinya. Maka akhir dari meditasi Kristiani bukan kekosongan, tetapi pengisisan oleh Allah secara sepenuhnya. Hal ini yang diajarkan oleh banyak para Santo dan Santa dalam Gereja Katolik. Sedangkan meditasi non-Kristiani menekankan kepada aspek “kosong” yang begitu besar, sampai pada titik bahwa kekosongan itulah yang menjadi akhir ataupun segalanya dalam proses meditasi. Seolah-olah dengan kekosongan itu mereka justru memperoleh segalanya, dan mencapai puncaknya, dan dengan demikian menihilkan Allah. Hal inilah yang diperingatkan oleh CDF yang dikepalai oleh Cardinal Ratzinger (yang kemudian menjadi Paus Benediktus XVI), tentang kecenderungan yang terjadi, jika meditasi banyak dihubungkan dengan praktek meditasi Timur (seperti yang dilakukan oleh kaum Hindu dan Buddha) namun tidak dikembalikan kepada akar meditasi Kristiani.]
Yth: Sdr Katolisitas!
Saya mau menanyakan, Apakah Anthony de Mello SJ yang terkena sangsi eks komunikasi, sudah bertobat dan kembali beraktifitas sebagai pastor Katolik?
Demikian atas jawaban dari katolisitas saya ucapkan banyak terima kasih. Tuhan memberkati!
Shalom Lucas Margono,
Menurut pengetahuan saya, Fr. Anthony de Mello SJ tidak pernah di-ekskomunikasi oleh pihak Tahta Suci. Sebab Notifikasi yang melarang publikasi karya-karyanya saja baru dikeluarkan pada tahun 1998, yaitu 11 tahun setelah Fr. de Mello wafat. Silakan jika Anda mengetahui sumbernya, siapakah yang mengatakan bahwa Fr. de Mello pernah di-ekskomunikasi? Sebab saya malah tidak mengetahuinya. Adalah suatu yang tidak dapat diketahui dengan pasti, mengapa surat notifikasi tersebut baru dikeluarkan bertahun- tahun setelah Fr. de Mello wafat. Ada kemungkinan karena baru pada tahun- tahun tersebut, pada saat karya- karya Fr. de Mello secara luas dipublikasikan dan bahkan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, maka tulisan tersebut akhirnya sampai dan mendapat perhatian dari pihak Vatikan.
Selanjutnya, silakan membaca ulasan di atas, sekilas tentang Tanggapan tentang Tulisan Fr. de Mello, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati-katolisitas.org
Comments are closed.