[Dari Katolisitas: Berikuti ini adalah terjemahan tidak resmi (un-official translation) dari RESPONSE OF THE CATHOLIC CHURCH
TO THE JOINT DECLARATION OF THE CATHOLIC CHURCH AND THE LUTHERAN WORLD FEDERATION ON THE DOCTRINE OF JUSTIFICATION. Dokumen ini adalah untuk dibaca dalam kelanjutan dengan dokumen sebelumnya, yaitu Deklarasi Bersama tentang Doktrin Justifikasi  oleh kedua pihak yang sama, bagian Pendahuluan, klik di sini , dan kelanjutan dokumen itu yang dipresentasikan tanggal 25 Juni 1998 di Vatikan, klik di sini]

TANGGAPAN GEREJA KATOLIK
TERHADAP DEKLARASI BERSAMA
GEREJA KATOLIK DAN FEDERASI LUTHERAN SEDUNIA

TENTANG DOKTRIN JUSTIFIKASI

 

DEKLARASI

“Deklarasi Bersama dari Gereja Katolik dan Federasi Lutheran Sedunia tentang Doktrin Justifikasi” merepresentasikan sebuah perkembangan penting dalam saling pengertian dan dari tindakan kebersamaan dalam dialog dari pihak-pihak yang berkepentingan; hal itu menunjukkan bahwa ada banyak titik temu di antara posisi Katolik dan posisi Lutheran mengenai sebuah pertanyaan yang telah sedemikian kontroversial selama berabad-abad. Dapat diafirmasi bahwa sebuah persetujuan tingkat tinggi telah dicapai, sehubungan dengan baik pendekatan terhadap permasalahan tersebut maupun dengan penilaian yang layak diberikan kepadanya (1). Adalah benar jika dikatakan bahwa ada “sebuah konsensus dalam kebenaran-kebenaran dasar mengenai doktrin justifikasi” (2).

Gereja Katolik, bagaimanapun juga, mempunyai pendapat bahwa kita belum dapat berbicara mengenai sebuah konsensus yang akan menghilangkan setiap perbedaan di antara umat Katolik dan kaum Lutheran dalam pemahaman mengenai justifikasi. Deklarasi Bersama itu sendiri mengacu kepada beberapa perbedaan tertentu. Pada beberapa hal, pada kenyataannya posisi-posisi itu masih berbeda. Maka, atas dasar persetujuan yang telah dicapai dalam banyak aspek, Gereja Katolik bermaksud untuk  memberikan kontribusi untuk mengatasi perbedaan-perbedaan yang masih ada dengan menyarankan, di bawah ini, menurut urutan kepentingannya, sebuah daftar dari hal-hal yang masih dianggap sebuah hambatan terhadap persetujuan di antara Gereja Katolik dan Federasi Lutheran Sedunia tentang semua kebenaran mendasar mengenai justifikasi. Gereja Katolik berharap bahwa petunjuk-petunjuk berikut ini dapat merupakan sebuah dorongan untuk melanjutkan studi dari pertanyaan-pertanyaan ini dalam semangat persaudaraan yang sama, yang, akhir-akhir ini, telah menjadi ciri dari dialog antara Gereja Katolik dengan Federasi Lutheran Sedunia.

KLARIFIKASI

  1. Kesulitan-kesulitan utama yang menghambat sebuah afirmasi dari konsensus total di antara pihak-pihak terkait mengenai tema Justifikasi muncul dalam alinea 4.4 Orang yang Dibenarkan sebagai Orang yang berdosa (nn. 28-1,0). Bahkan meskipun mempertimbangkan perbedaan-perbedaan itu, yang adalah sah-sah saja, yang datang dari pendekatan teologis yang berbeda terhadap isi cakupan iman, dari sudut pandang Katolik, judul tersebut telah pula menimbulkan sebuah kebingungan. Sebenarnya menurut doktrin Gereja Katolik, dalam baptisan semuanya yang sungguh merupakan dosa dihapuskan, dan maka, dalam mereka yang dilahirkan baru tidak ada yang buruk di hadapan Tuhan (3). Maka kecenderungan berbuat dosa yang tetap ada di dalam orang yang telah dibaptis adalah, selayaknya, bukan dosa. Untuk umat Katolik, maka, bentuk “pada saat yang sama seorang yang benar dan seorang pendosa”, sebagaimana dijelaskan pada bagian awal dari n. 29 (“Orang percaya adalah sepenuhnya benar, dalam hal bahwa Allah mengampuni dosa-dosa mereka melalui Sabda dan Sakramen…Melihat kepada diri mereka sendiri….bagaimanapun, mereka mengakui bahwa mereka tetaplah juga sepenuhnya para pendosa. Dosa masih hidup di dalam diri mereka…”), adalah tidak dapat diterima.Pernyataan ini pada kenyataannya tidak tampak selaras dengan pembaharuan dan pengudusan dari dalam manusia yang dibicarakan Konsili Trente (4). Pernyataan “Bertentangan dengan Allah” (Gottwidrigkeit) yang digunakan dalam nn. 28-30 dipahami secara berbeda oleh kaum Lutheran dan oleh umat Katolik, sehingga pada kenyataannya menjadi membingungkan. Dengan pengertian yang sama ini, dapat ada ambiguitas bagi umat Katolik dalam kalimat dari n. 22, “…Allah tidak lagi memperhitungkan dosa-dosa mereka dan melalui Roh Kudus mengerjakan dalam diri mereka suatu kasih yang aktif”, karena transformasi batin manusia tidak terlihat secara jelas. Maka, untuk semua alasan ini, adalah tetap sukar untuk melihat bagaimana, dalam pernyataan presentasi yang ada sekarang, yang diberikan dalam Deklarasi Bersama, kita dapat mengatakan bahwa doktrin mengenai simul iustus et peccator” ini tidak disentuh oleh anatema-anatema dari dekrit Tridentin mengenai dosa asal dan justifikasi.
  2. Kesukaran lain muncul dalam n.18 dari Deklarasi Bersama, di mana sebuah perbedaan yang kentara muncul dalam pentingnya doktrin justifikasi sebagai kriteria untuk kehidupan dan praktek Gereja bagi umat Katolik dan bagi kaum Lutheran.
    Sementara bagi kaum Lutheran doktrin ini telah memperoleh suatu makna yang amat khusus, bagi Gereja Katolik menurut Kitab Suci dan sejak masa Para Bapa Gereja, pesan tentang justifikasi harus diintegrasikan secara organik ke dalam kriteria fundamental dari “regula fidei“, yaitu, pengakuan akan satu Tuhan dalam tiga Pribadi, secara kristologi berpusat dan berakar dalam Gereja yang hidup dan kehidupan sakramentalnya.
  3. Sebagaimana dinyatakan dalam n. 17 dari Deklarasi Bersama, kaum Lutheran dan umat Katolik berbagi keyakinan yang sama bahwa hidup baru datang dari belas kasih ilahi dan bukan dari hasil usaha apapun dari kita. Bagaimanapun juga, harus diingat – sebagaimana dinyatakan dalam 2 Kor 5:17 – bahwa belas kasih ilahi ini melahirkan ciptaan baru sehingga manusia mampu menanggapi karunia Allah, yaitu untuk bekerja sama dalam kasih karunia. Dalam kaitan ini, Gereja Katolik mencatat dengan tandas bahwa n. 21, dalam keselarasan dengan kan. 4 Dekrit Justifikasi dari Konsili Trente (DS 1554) menyatakan bahwa manusia dapat menolak kasih karunia; namun harus diafirmasi bahwa, dengan kebebasan untuk menolak ini, juga ada kemampuan baru untuk mengikatkan diri kepada kehendak ilahi, sebuah kemampuan yang secara benar disebut “cooperatio”. Kemampuan baru ini diberikan kepada ciptaan baru, yang tidak mengijinkan kita untuk menggunakan dalam konteks ini pernyataan “semata-mata pasif” ( n. 21). Di sisi lain, kenyataan bahwa kemampuan ini memiliki karakter karunia dinyatakan dengan jelas dalam cap. 5 (DS 1525) dari Dekrit Tridentin ketika dekrit itu menyatakan : “ita ut tangente Deo cor hominis per Spiritus Sancti illuminationem, neque homo ipse nihil omnino agat, inspirationem illam recipiens, quippe qui illam et abicere potest, neque tamen sine gratia Dei movere se ad iustitiam coram illo libera sua voluntate possit“.
    Dalam kenyataan, juga ada afirmasi pada pihak kaum Lutheran, dalam n. 21, tentang keterlibatan personal secara penuh dalam iman (“orang percaya terlibat sepenuhnya secara personal dalam iman mereka”)
    Bagaimanapun juga sebuah klarifikasi akan diperlukan dalam hal kesesuaian dari keterlibatan ini dengan penerimaan “semata-mata pasif” dari justifikasi, dengan maksud untuk memutuskan lebih tepat derajat konsensus dengan doktrin Katolik. Sebagai kalimat terakhir dari n. 24: “Pemberian kasih karunia Allah dalam justifikasi tetap tidak tergantung dari kerja sama manusia”, hal ini harus dipahami dalam arti bahwa justifikasi dapat terjadi tanpa kerja sama manusia. Kalimat dalam n. 19 yang menurutnya kebebasan manusia “adalah bukan kebebasan dalam kaitan dengan keselamatan” harus secara senada dikaitkan dengan kemustahilan manusia untuk meraih justifikasi dengan usahanya sendiri.
    Lebih lanjut, Gereja Katolik mempertahankan bahwa perbuatan-perbuatan baik dari mereka yang dibenarkan adalah selalu merupakan buah dari kasih karunia. Namun pada saat yang sama, dan tanpa sama sekali menghilangkan inisiatif ilahi yang total (5), semua itu juga adalah buah-buah karya manusia yang dibenarkan dan diubahkan secara batiniah. Maka pada saat yang satu dan sama, kita dapat mengatakan bahwa kehidupan kekal adalah kasih karunia dan hadiah yang diberikan oleh Allah untuk perbuatan-perbuatan baik dan jasa-jasa (6). Doktrin ini dihasilkan dari transformasi batin manusia yang kita acu dalam n.1 dari “Catatan” ini. Klarifikasi-klarifikasi ini adalah suatu bantuan untuk pemahaman yang benar, dari sudut pandang Katolik, dari alinea 4.7 (nn. 37-39) mengenai perbuatan-perbuatan baik dari mereka yang dibenarkan.
  4. Dalam mengusahakan studi ini lebih lanjut, perlu untuk memperhatikan juga Sakramen Tobat, yang disebutkan dalam n. 30 dari Deklarasi Bersama. Menurut Konsili Trente, pada kenyataannya (7), melalui sakramen ini pendosa dapat dibenarkan secara baru (rursus iustificari): ini mengakibatkan kemungkinan, untuk memulihan keadilan yang hilang melalui sarana sakramen ini, yang dibedakan dengan baptisan (8). Aspek-aspek ini tidak semuanya cukup dicatat dalam hal yang disebutkan di n.30 di atas.
  5. Pemikiran-pemikiran ini dimaksudkan sebagai sebuah penjelasan yang lebih tepat dari pengajaran Gereja Katolik dalam kaitan dengan poin-poin di mana persetujuan yang penuh belum tercapai; juga dimaksudkan untuk melengkapi beberapa alinea yang menjelaskan doktrin Katolik; dengan tujuan untuk menyatakan dengan lebih jelas derajat konsensus yang telah diraih. Tingkat persetujuan adalah tinggi, namun belum memungkinkan kita untuk mengafirmasi bahwa semua perbedaan yang memisahkan umat Katolik dan kaum Lutheran dalam doktrin mengenai justifikasi adalah sekedar sebuah masalah penekanan atau bahasa. Beberapa perbedaan ini adalah mengenai aspek dari substansi, maka tidak semuanya sejalan satu sama lain, sebagaimana diafirmasi sebaliknya dalam n. 40.
    Lebih lanjut, jika benar bahwa dalam kebenaran-kebenaran itu di mana sebuah konsensus telah dicapai, pengutukan Konsili Trente tidak berlaku lagi, maka sebaliknya perbedaan-perbedaan pendapat pada poin-poin lain harus diatasi sebelum kita dapat mengafirmasi bahwa poin-poin ini tidak lagi mengakibatkan pengutukan dari Konsili Trente, sebagaimana dilakukan secara generik dalam n. 41. Hal itu berlaku pertama-tama pada doktrin mengenai “simul iustus et peccator” (bdk. n. l, di atas).
  6. Akhirnya kita perlu mencatat, dari sudut pandang kualitas mereka masing-masing, perbedaan karakter dari dua penandatangan Deklarasi Bersama ini. Gereja Katolik mengakui usaha besar yang dibuat oleh Federasi Lutheran Sedunia lewat konsultasi dari Sinode, dengan tujuan untuk sampai pada sebuah “magnus consensus“, dan untuk memberi nilai eklesial yang sejati kepada tandatangannya; bagaimanapun, di sana tetap ada pertanyaan dari otoritas yang riil seperti konsensus sinodal, hari ini dan juga esok, dalam kehidupan dan doktrin komunitas kaum Lutheran.—————————————————–PROSPEK-PROSPEK UNTUK PEKERJAAN DI MASA DATANG
  7. Gereja Katolik ingin menyatakan ulang harapannya bahwa langkah maju yang penting menuju persetujuan dalam doktrin justifikasi ini hendaknya diikuti oleh studi-studi lanjutan yang akan memungkinkan lahirnya sebuah klarifikasi yang memuaskan dari perbedaan-perbedaan yang masih ada. Yang diharapkan secara khusus adalah sebuah refleksi yang lebih mendalam mengenai landasan biblis yang merupakan landasan umum dari doktrin justifikasi baik bagi umat Katolik maupun bagi kaum Lutheran. Refleksi ini harus diperluas kepada Perjanjian Baru sebagai suatu kesatuan dan tidak hanya kepada surat-surat Paulus. Bila hal itu memang benar, bahwa St Paulus adalah penulis Perjanjian Baru yang mempunyai pengetahuan paling banyak mengenai subjek ini, dan hal itu membutuhkan perhatian yang sungguh-sungguh, jumlah acuan yang mencukupi terhadap tema ini juga tidak kurang dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya. Sebagaimana di dalam macam-macam cara di mana Paulus menggambarkan kondisi baru manusia, seperti disebutkan dalam Deklarasi Bersama, kita dapat menambahkan kategori-kategori dari hubungan ayah-anak dan ahli waris (Gal 4:4-7; Rom 8:14-17). Pertimbangan dari semua elemen ini akan menjadi sebuah bantuan yang besar bagi terjadinya saling pengertian dan akan membuatnya mungkin untuk menyatukan perbedaan-perbedaan yang masih ada dalam doktrin justifikasi.
  8. Akhirnya, harus menjadi sebuah pemikiran bersama dari kaum Lutheran dan umat Katolik untuk menemukan sebuah bahasa yang dapat membuat doktrin justifikasi lebih dapat dipahami juga untuk semua manusia di zaman ini. Kebenaran mendasar dari keselamatan yang diberikan oleh Kristus dan diterima dalam iman, sebagai keutamaan kasih karunia di atas setiap inisiatif manusia, sebagai pemberian dari Roh Kudus yang membuat kita mampu untuk hidup menurut kondisi kita sebagai anak-anak Allah, dan sebagainya. Ini adalah aspek-aspek esensial dari pesan Kristiani yang harus menjadi cahaya bagi orang-orang percaya sepanjang zaman.Catatan ini, yang mengandung Tanggapan Katolik resmi terhadap teks dari Deklarasi Bersama, telah dipersiapkan melalui persetujuan bersama di antara Kongregasi Ajaran Iman dan Dewan Kepausan bagi Promosi Persatuan Umat Kristen. Catatan ini ditandatangani oleh Presiden dari Dewan Kepausan yang sama, yang bertanggungjawab secara langsung kepada dialog ekumenikal.

4 COMMENTS

  1. baca deklarasi itu tdk mudeng,,,,tdk ngerti,,,bagi saya adalah bahwa katolik maupun kristen umumnya, adalah tertuju kepada SATU; GURU,TUHAN,GEMBALA,PENEBUS,JALAN KEBENARAN DAN HIDUP,JURUSLAMAT…..sehingga dimanapun kita berada tetap mengakui SATU itu yaitu: YESUS CHRIST…amen….semoga semua umat KRISTIANI diseluruh dunia tetap bersatu dlm SATU nama yaitu YESUS KRISTUS, Walaupun dlm cara dan agama dgn sebutan yg berbeda,agama adalah terminal keberangkatan kita ke YESUS KRISTUS ,,,,agar dimana YESUS KRISTUS berada kitapun berada bersamanya,semoga…..

  2. Jujur, otak saya yg kecil ini tidak dapat memaknai Deklarasi ini. Maafkan kebodohanku. Ini maksudnya bagaimana, apakah Gereja Katolik dan Kaum Lutheran (boleh disebut “protestan’ gak?) bersatu kembali dengan adanya deklarasi ini? Bersatu secara konteks apa? Kesatuan pemahaman ajaran atau kesatuan berada di bawah kepemimpinan Bapa Puas atau kesatuan yang bagaimana? Lalu, pada point no. 4 ada ttg Sakramen Tobat. Apakah maksudnya umat protestan akan kembali menerapkan sakramen tobat dalam ajarannya? Mohon pencerahannya. Trims. God bless katolistas.org

    • Shalom Lily,

      Deklarasi bersama Lutheran dan Katolik tersebut maksudnya adalah pernyataan yang dibuat oleh perwakilan dari Gereja Katolik dan Federasi Lutheran Sedunia, tentang doktrin Justifikasi. Pernyataan ini tidak secara otomatis membuat Gereja Katolik dan Lutheran bersatu kembali secara penuh, sebab masih ada banyak hal prinsip yang berbeda antara paham Lutheran dengan ajaran Gereja Katolik tentang justifikasi dalam hubungannya dengan keselamatan ini (dan juga tentang ajaran-ajaran lainnya). Namun demikian deklarasi bersama tentang Justifikasi ini telah menjadi suatu langkah dialog yang positif, sehingga kedua belah pihak dapat memahami posisi masing-masing: yaitu tentang apakah yang menyatukan, dan apakah yang masih merupakan perbedaan. Untuk melihat apakah yang masih berbeda, silakan membaca kembali dokumen di atas, silakan klik.

      Maka dari ketiga dokumen tersebut, yang dapat dilihat adalah adanya beberapa hal yang sama-sama disetujui tentang ajaran mengenai justifikasi/keselamatan, yang dengan demikian menyatukan kedua Gereja. Namun untuk sampai kepada kesatuan di bawah pimpinan Bapa Paus, nampaknya masih merupakan perjalanan panjang, dan belum tercapai, sebab itu berkaitan juga dengan kesediaan gereja Lutheran untuk menerima semua pengajaran Gereja Katolik dan kepemimpinan Bapa Paus.

      Pada point. 4 memang disebutkan adanya sakramen Tobat. Wakil Federasi Lutheran tersebut memang mengakui adanya sakramen Tobat (dalam katekismus Lutheran, memang disebutkan adanya sakramen Tobat ini), walaupun tak semua denominasi turunan dari gereja Lutheran mempertahankan sakramen Tobat, atau bahkan di kalangan umat Lutheran itu sendiri, belum tentu sakramen Tobat ini digalakkan. Bagi Gereja Katolik pelaksanaan sakramen Tobat dalam gereja Protestan tersebut tidaklah sempurna, sebab pelayan sakramen tersebut bukanlah orang yang tertahbis dengan sah, yang terhubung dengan jalur apostolik. Di Gereja Katolik sendiri, perlu ditumbuhkan kerinduan akan sakramen Tobat, sehingga sakramen ini tidak hanya menjadi formalitas di saat menjelang Natal dan Paskah, tetapi menjadi bagian dari kehidupan umat, demi pertumbuhan rohani menuju kekudusan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

      • Shalom,
        terimakasih banyak atas penjelasan Ibu Ingrid yang sgt detail. Semoga persatuan gereja suatu saat nanti dapat terwujud. Amin. God bless katolisitas.org

Comments are closed.