[Pesta Pembaptisan Tuhan: Yes 40:1-11; Mzm 104:1-1,4, 24-30; Ti 2:11-14;3:4-7; Luk 3:15-16, 21-22]

Walaupun keluargaku tidak mendukung, aku tetap memutuskan untuk dibaptis… Aku sudah lelah hidup tanpa pegangan, dan aku tahu, telah lama Tuhan Yesus menantikan aku agar menjadi murid-Nya…,” demikian ujar seorang teman kami. Ia kemudian membagikan kisah perjuangannya untuk mengikuti kelas katekumenat, dan bagaimana ia harus selalu mencari akal untuk membaca kembali di rumah, bahan yang baru diajarkan di kelas. Suatu perjuangan yang tidak mudah, dan tentunya mensyaratkan ketekunan. Di hari Baptisannya, kami hadir. Gereja penuh sesak turut merayakan peristiwa Baptisan baru yang mencapai lebih dari seratus orang itu. Di akhir perayaan Misa, kami menghampiri teman kami. Ada tetes air mata haru, dan senyum bahagia tak terkira. Hari ini, Gereja bersukacita menyambut kelahiran anak-anaknya, yaitu mereka yang telah menjadi percaya akan Allah Tritunggal Mahakudus—Bapa, Putera dan Roh Kudus serta mereka yang mau bertobat dan memperoleh kehidupan baru di dalam Kristus.

Setiap dari kita memiliki ceritanya sendiri-sendiri, bagaimana sampai kita dibaptis. Ada yang dibaptis sejak bayi, namun ada pula yang dibaptis setelah remaja ataupun dewasa. Ada yang dibaptis tanpa “tantangan yang berarti”, namun ada pula yang harus bersusah payah dalam masa persiapan sebelum Baptisan, entah karena tidak didukung keluarga ataupun karena tantangan lainnya. Tetapi, setelah kita semua dibaptis, hal yang perlu kita renungkan adalah, apakah kita sungguh-sungguh telah menghayati makna Baptisan itu? Sudahkah kita senantiasa bersyukur kepada Tuhan atas rahmat Baptisan itu? Apakah kita sudah hidup sesuai teladan Kristus Penyelamat kita?

Rasul Paulus mengatakan, bahwa melalui Baptisan atau permandian kelahiran kembali, kita menerima rahmat Allah yang menyelamatkan (lih. Ti 3:4). Kita dilepaskan dari perhambaan dosa, dan kesalahan kita diampuni (lih. Yes 40:2). Kita dibebaskan dari segala kejahatan dan dikuduskan untuk menjadi umat milik Tuhan sendiri (Ti 2:14). Dan sebagai orang yang dibenarkan oleh Tuhan, kita dapat “menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita” (Ti 3:7). Itu semua karena melalui Baptisan kita disatukan dengan Kristus, yang telah wafat dan bangkit bagi kita. Di awal pelayanan publik-Nya, Yesus telah menggambarkan peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya dengan Baptisan-Nya oleh Yohanes Pembaptis di Sungai Yordan. Tuhan Yesus yang tidak berdosa, rela merendahkan diri-Nya dan menghendaki agar Ia dibaptis, agar menunjukkan kepada kita pentingnya Baptisan. Sebab melalui Baptisan kita dilahirkan kembali dalam air dan Roh (lih. Yoh 3:5), agar dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Saat kita dibaptis, sesungguhnya, kita menerima rahmat Allah yang menyelamatkan itu. Dalam Baptisan, perkataan sabda-Nya yang dahulu dinyatakan kepada Yesus Putera-Nya, kini ditujukan kepada kita. Allah yang sama menyatakan kepada kita,  “Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, kepadamulah, Aku berkenan.” Dan Roh Kudus-Nya turun atas kita, dan kita diangkat menjadi anak-anak-Nya. Betapa kita perlu berhenti sejenak merenungkan hal ini: kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Betapa tak terbayangkan! Allah yang demikian kudus, merangkul kita semua. Ia mengampuni segala dosa dan kesalahan kita, dan mengaruniakan Roh Kudus-Nya agar kita boleh mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya. Supaya kita dapat dibentuk-Nya menjadi semakin mirip dengan Putera-Nya, Yesus Kristus.

Saat kita mensyukuri rahmat Baptisan yang kita terima, mari kita daraskan doa yang disusun oleh Beato Kardinal John Henry Newman, doa mohon keserupaan dengan Kristus:

Tuhan Yesus yang terkasih,
bantulah aku menyebarkan keharuman-Mu ke mana pun,
penuhilah jiwaku dengan semangat dan hidup-Mu.
Resapilah dan milikilah keseluruhan diriku sepenuhnya,
sehingga seluruh hidupku semata-mata
menjadi pantulan cahaya-Mu.
Bersinarlah melalui aku dan jadilah demikian dalam diriku,
supaya setiap jiwa yang kutemui,
dapat merasakan kehadiran-Mu dalam jiwaku.
Biarlah mereka melihat, tidak lagi diriku,
tetapi hanya Engkau, ya Yesus.
Amin.