Pertanyaan:

Saya dari keluarga Katolik, maka saya mau berbagi dulu hal2 dari sudut pandang saya sebagai seorang Katolik yang sudah tidak ke Gereja Katolik lagi, yang dikarenakan saya juga banyak pertanyaan2 yang tidak terjawab ketika saya masih rajin Misa di Gereja Katolik. Dan saya mencari jawabannya di dalam Alkitab (satu-satunya sumber dari segala KEBENARAN FIRMAN. karena, kalau saya mencari jawaban ke manusia, semuanya akan menjawab dengan jawaban2 yang berbeda2).
Salam – Anna.

Jawaban:

Shalom Anna,

Kita sekarang melihat point B, dimana dikatakan bahwa waktu dulu Anna beragama katolik, Anna tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Anna. Saya tidak tahu pertanyaan-pertanyaan apa yang dulu diajukan oleh Anna, sehingga Anna melihat bahwa Katolik tidak mempunyai jawaban sehingga akhirnya Anna memutuskan untuk pindah agama. Saya sungguh bersyukur bahwa Anna mencari jawabannya di dalam Kitab Suci, karena memang Kitab Suci adalah Firman Allah yang hidup. Dan menjadi tantangan bagi umat Katolik untuk juga belajar dari umat Kristen dalam hal kerinduan untuk mengenal dan mengasihi Allah lewat Alkitab.

Namun, ada beberapa berbedaan antara Katolik dan non-Katolik dalam melihat Alkitab.

I. Alkitab tidak dapat menafsirkan sendiri:

  1. Pernyataan saya di atas sama sekali bukan untuk memandang rendah Alkitab, namun justru untuk menjaga agar kita dapat menghargai Alkitab sebagai sumber kepercayaan iman Kristen. Pernyataan Gereja Katolik tentang Alkitab sebagai sumber dari pengajaran dan doktrin dari Gereja Katolik dinyatakan secara jelas dalam beberapa ensiklik, seperti: Divino Afflante Spiritu, Providentissimus Deus, dan juga dalam salah satu dokumen Vatican II, yaitu: Dei Verbum atau Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Ilahi. Kalau kita melihat dari dokumen-dokumen tersebut maka sungguh sangat jelas bahwa Gereja Katolik sungguh menempatkan Alkitab sebagai salah satu pilar kebenaran.
  2. Seperti yang saya bahas di point A, maka kita melihat bahwa Rasul Petrus mengingatkan akan jemaat Kristen bahwa ada
    perkataan-perkataan dari Rasul Paulus yang sulit dimengerti dan dapat dibelokkan oleh orang-orang (lih. 2 Pet 3:15-17; 2 Pet 1:20-21). Kalau kita melihat ada banyak hal di dalam Alkitab yang memang sulit untuk dicerna, dan ketidakhati-hatian akan penafsiran akan mendatangkan kesalahan yang fatal. Berapa banyak kita mendengar dari agama lain, yang menggunakan Alkitab untuk menyanggah kebenaran iman Kristen, seperti tentang ajaran Tritunggal Maha Kudus, Yesus adalah Tuhan. Contoh-contoh yang lain, misalkan: bagaimana kita tahu bahwa Yesus mempunyai dua keinginan dan bukan satu? Apakah original sin atau dosa asal benar-benar merusak manusia secara total atau tidak? Konsep tentang predestination: apakah double predestination ataukah predestination?, berapa sakramen yang Yesus berikan? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang membutuhkan permenungan dan analisa yang mendalam.

II. Gereja ada terlebih dahulu sebelum Alkitab terbentuk.

  1. Pernahkan kita merenungkan bahwa sebetulnya Gereja ada terlebih dahulu sebelum terbentuknya Alkitab seperti yang kita kenal saat ini? Setelah Pentekosta, jemaat perdana hanya mempunyai Perjanjian Lama, namun Perjanjian Baru belum ada. Ingrid pernah menjabarkannya di salah satu jawabannya tentang asal mula terbentuknya Alkitab, sebagai berikut:  Konsili Roma (382)
    Konsili Hippo (393), Konsili Carthage (397, 419 AD) pada jaman kepemimpinan Paus Siricius (397) dan Paus Boniface (418) menghasilkan 138 kanon dan salah satunya yaitu kanon 24 menetapkan Kitab Kanonik yang merupakan Kitab Suci yang kita kenal di dalam Gereja Katolik, yaitu Kitab Perjanjian Lama termasuk Kitab Deuterokanonika, dan Perjanjian Baru. Pada saat jemaat awal terdapat banyak kitab yang tersebar yang tidak sesuai dengan ajaran Yesus Kristus, seperti contohnya Injil Thomas, dst, sehingga Gereja mengambil keputusan untuk menetapkan kitab-kitab yang sungguh diilhami oleh Roh Kudus dan dapat dipakai sebagai acuan. Tentu untuk menentukan hal ini para pemimpin Gereja tersebut berdoa dan berada dalam bimbingan Roh Kudus. Hasilnya memang dapat kita lihat, sebagai Kitab Suci kanonik yang berisikan ajaran yang ’solid’ dan tidak bertentangan satu sama lain. Kitab Kanonik ini tidak sama dengan Injil. Injil yang ditetapkan hanya ada empat, yaitu Matius (yang ditulis sebelum 50 AD), Lukas dan Markus (keduanya sebelum 68 AD, Lukas sebelum 62 AD), dan Yohanes (90 AD).
    Konsili Carthage umum dikenal sebagai ‘The Code of Canons of the African Church‘, yang merupakan penggabungan dari kanon yang pernah dibuat dalam 16 konsili di Carthage, Milevis dan Hippo. Koleksi Code ini merupakan yang terbesar kedua setelah Code Gereja Universal. Pada waktu itu, adalah umum bahwa Gereja Universal menerima dan menerapkan hasil penetapan dari konsili particular Church karena mereka toh masih termasuk satu kesatuan dengan universal Church, yang kita kenal sebagai Gereja Katolik. Jadi pada konsili Gereja Katolik di Chalcedon (451), hasil konsili Carthage ini dimasukkan ke dalam kanon, baik dalam Gereja Timur maupun Barat yang berpusat di Roma. Sejak saat itu semua gereja memakai Kitab Suci seperti yang telah ditetapkan Konsili ini. Untuk selengkapnya silakan baca di http://www.newadvent.org/fathers/3816.htm
  2. Jadi, kalau hanya Alkitab saja sebagai pegangan satu-satunya, bagaimana para rasul dan para murid dapat menyebarkan kebenaran Kristus sebelum terbentuknya Alkitab, dari periode antara Pentekosta sampai tahun 382 AD (tahun terbentuknya kanon Kitab Suci)? Bagaimana jemaat perdana memilih buku-buku mana yang harus dimasukkan dalam Alkitab sebagai wahyu Ilahi? Nah, point II.1 menjelaskan bahwa Gerejalah yang menetapkan buku-buku mana yang termasuk di dalam kanon Alkitab. Jadi sini kita dapat melihat bahwa: Gereja Katolik yang melahirkan Alkitab, bukan Alkitab yang melahirkan Gereja. Karena Alkitab dilahirkan oleh Gereja, Gereja pulalah, melalui Magisterium Suci, yang dilindungi oleh Roh Kudus dan janji Kristus, mempunyai otoritas untuk menafsirkannya, sehingga kebenaran Alkitab tidak disalahartikan. Itulah sebabnya 1 Tim 3:15 mengatakan bahwa tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja.

III. Hanya Alkitab sebagai satu-satunya pilar kebenaran menyebabkan perpecahan gereja.

  1. Dan sering kita melihat bahwa perpecahan gereja diakibatkan karena keinginan untuk menafsirkan ayat-ayat Kitab Suci secara pribadi. Sebagai contoh Martin Luther dan John Calvin mempunyai banyak perbedaan dalam hal Ekaristi Kudus, Pengakuan Dosa, dll. Pendapat manakah yang benar dari dua orang pendiri ini, yang masing-masing mendasarkan ajarannya hanya berdasarkan Alkitab?
  2. Kalau memang “hanya Alkitab” dapat membawa persatuan Gereja, bersama-sama kita perlu merenungkan, kenapa setelah revolusi Gereja oleh Martin Luther di abad pertengahan, gereja menjadi terpecah belah sehingga sampai saat ini ada sekitar 28,000 denominasi? Seharusnya kalau memang kembali kepada kemurnian jemaat awal, katanya hanya berdasarkan Alkitab, maka Gereja seharusnya bersatu dan bukannya tercerai berai. Hal ini sungguh bertentangan dengan pesan Yesus terakhir yang menginginkan seluruh dunia melihat ada kesatuan di dalam tubuh Kristus, sehingga dunia dapat tahu bahwa kita semua adalah pengikut Kristus (lih Yoh 17). Dan inilah yang menjadi kerinduan Gereja Katolik untuk menyatukan seluruh umat Allah, yang dapat dilihat dari dekrit tentang Ekumenisme (Unitatis Redintegratio). Mungkin Anna tidak setuju akan seluruh pernyataan di dalam dekrit ini, namun ini adalah suatu bukti bahwa Gereja Katolik juga mempunyai kerinduan yang sama dengan gereja Kristen yang lain untuk melihat seluruh umat Allah berkumpul menjadi satu, dan dengan demikian memenuhi pesan Yesus. Keinginannya sama, yang menjadi perbedaaan kita adalah caranya.

IV. Tiga Pilar Kebenaran: Sacred Scripture (Alkitab), Sacred Tradition (Tradisi Suci), dan Sacred Magisterium (Wewenang Mengajar Gereja).

Berikut ini saya sertakan bagian dari artikel yang dibuat oleh Ingrid dalam artikel Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan Bagian ke-3.

  1. Tradisi Suci (KGK 75-83)
    Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan apa yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus. Oleh Tradisi, Sabda Allah yang dipercayakan Yesus kepada para rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya dalam pewartaannya, mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia.[5] Maka Tradisi Suci ini bukan tradisi manusia yang hanya merupakan ‘adat kebiasaan’. Dalam hal ini, perlu kita ketahui bahwa Yesus tidak pernah mengecam seluruh adat kebiasaan manusia, Ia hanya mengecam adat kebiasaan yang bertentangan dengan perintah Tuhan (Mrk 7:8). Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak akan pernah bertentangan. Pengajaran para rasul seperti Allah Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat jelas diajarkan melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Janganlah kita lupa, bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes 2:15, 1Kor:2).
    Juga perlu kita ketahui bahwa Tradisi Suci bukanlah kebiasaan-kebiasaan seperti doa rosario, berpuasa setiap hari Jumat,
    ataupun selibat para imam. Walaupun semua kebiasaan tersebut baik, namun hal-hal tersebut bukanlah doktrin. Tradisi Suci meneruskan doktrin yang diajarkan oleh Yesus kepada para rasulNya yang kemudian diteruskan kepada Gereja di bawah kepemimpinan penerus para rasul, yaitu para Paus dan uskup.
  2. Kitab Suci (KGK 101-141) Allah memberi inspirasi kepada manusia yaitu para penulis suci yang dipilih Allah untuk menuliskan kebenaran. Allah melalui Roh KudusNya berkarya dalam dan melalui para penulis suci tersebut, dengan menggunakan kemampuan dan kecakapan mereka. “Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dinyatakan oleh para pengarang yang diilhami tersebut, harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus.”[6] Jadi jelaslah bahwa Kitab Suci yang mencakup Perjanjian Lama dan Baru adalah tulisan yang diilhami oleh Allah sendiri (2Tim 3:16). Kitab-kitab tersebut mengajarkan kebenaran dengan teguh dan setia, dan tidak mungkin keliru. Karena itu, Allah menghendaki agar kitab-kitab tersebut dicantumkan dalam Kitab Suci demi keselamatan kita.[7]Mungkin ada orang Kristen yang berkata, bahwa keselamatan merekadiperoleh melalui Kitab Suci saja. Namun, jika kita mau jujur, kitaakan melihat bahwa hal itu tidak pernah diajarkan oleh Kitab Suci itusendiri. Malah yang ada adalah sebaliknya, bahwa Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2Pet 1:20-21) sebab adakemungkinan dapat diartikan keliru (2Pet 3:15-16). Gereja pada abad-abad awal juga tidak menerapkan teori ini. Teori ‘hanya KitabSuci’ atau ‘Sola Scriptura’ ini adalah salah satu inti daripengajaran pada zaman Reformasi pada tahun 1500-an, yang jika kitateliti, malah tidak berdasarkan Kitab Suci.Pada kenyataannya, Kitab Suci tidak dapat diinterpretasikan sendiri-sendiri, karena dapat menghasilkan pengertian yang berbeda-beda. Sejarah membuktikan hal ini, di mana dalam setiap tahun timbul berbagai gereja baru yang sama-sama mengklaim “Sola Scriptura” dan mendapat ilham dari Roh Kudus. Ini adalah suatu kenyataan yang memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa pengertian mereka tentang Kitab suci berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Jika kita percaya bahwa Roh Kudus tidak mungkin menjadi penyebab perpecahan (lih. 1Kor14:33) dan Allah tidak mungkin menyebabkan pertentangan dalam hal iman, maka kesimpulan kita adalah: “Sola Scriptura” itu teori yang keliru.
  3. Magisterium (Wewenang mengajar) Gereja (KGK 85-87, 888-892)
    Dari uraian di atas, kita mengetahui pentingnya peran Magisterium yang “bertugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu yang kewibawaannya dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.”[8] Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian, oleh kuasa Roh Kudus, Magisterium yang terdiri dari Paus dan para uskup pembantunya menjaga dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah. Kita perlu mengingat bahwa Gereja sudah ada terlebih dahulu sebelum keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru. Para pengarang/ penulis suci dari kitab-kitab tersebut adalah para anggota Gereja yang diilhami oleh Tuhan, sama seperti para penulis suci yang menuliskan kitab-kitab Perjanjian Lama. Magisterium dibimbing oleh Roh Kudus diberi kuasa untuk meng-interpretasikan kedua Kitab Perjanjian tersebut. Jelaslah bahwa Magisterium sangat diperlukan untuk memahami seluruh isi Kitab Suci. Karunia mengajar yang ‘infallible‘ (tidak mungkin sesat) itu diberikan kepada Magisterium pada saat mereka mengajarkan secara resmi doktrin-doktrin Gereja. Karunia ini adalah pemenuhan janji Kritus untuk mengirimkan Roh KudusNya untuk memimpin para rasul dan para penerus mereka kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:12-13).Kesimpulan: Gereja sebagai Tonggak Kebenaran terdiri dari tiga unsur, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan MagisteriumUntuk memberitahukan rencana keselamatanNya, Allah berbicara pada GerejaNya melalui Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Ketiga hal ini adalah karunia Allah yang tidak terpisahkan untuk menyampaikan kebenaran melalui GerejaNya. Perlu kita ingat bahwa Rasul Paulus sendiri berkata bahwa Gereja adalah “jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran” (1Tim 3:15). Di dalam Gereja, wahyu Allah dinyatakan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci. Karena Kitab Suci dan Tradisi Suci berasal dari Allah, kita harus menerima dan menghormati keduanya dengan hormat yang sama.[9] Jika kita membaca Kitab Suci, terutama di dalam hal iman dan moral, kita harus menempatkan pemahaman Magisterium Gereja di atas pemahaman pribadi, karena kepada merekalah telah dipercayakan tugas mengartikan Wahyu Allah secara otentik. Namun hal ini janganlah sampai mengurangi semangat kita untuk membaca Kitab Suci, karena Gereja mengajarkan kita agar kita rajin membaca Kitab Suci dan mempelajarinya, sebab melalui Kitab Suci kita dibawa pada ”pengenalan yang mulia akan Kristus” (Fil

    3:8). St. Jerome mengatakan, bahwa jika kita tidak mengenal Kitab Suci, maka kita juga tidak mengenal Kristus.[10] Ini adalah suatu tantangan buat kita semua yang mengatakan bahwa kita mengenal dan mengasihi Yesus.

    Jadi, sebagai Tonggak Kebenaran, Gereja memiliki tiga unsur, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Ketiganya merupakan pemenuhan janji Allah yang selalu mendampingi GerejaNya sampai kepada ’seluruh kebenaran’ (Yoh 16:12-13), yang senantiasa bertahan sampai akhir jaman. Mari kita bersyukur untuk pemenuhan janji Tuhan ini.

Demikianlah apa yang dapat saya sampaikan untuk menjawab point B. Mari kita bersama-sama mengasihi Kristus dengan mengasihi Sabda-Nya. Bagi umat Katolik, untuk mengasihi Sabda-Nya, dimanifestasikan dalam bentuk tertulis (Kitab Suci), maupun secara lisan (Tradisi Suci), dan mengartikannya sesuai dengan pengajaran Magisterium Gereja.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef & ingrid – www.katolisitas.org

23 COMMENTS

  1. Syalom,
    Tim Katolisitas,
    selama ini saya tidak melihat perbedaan antara “pimpinan Tuhan” melalui gereja Katolik dan “pimpinan Tuhan” melalui gereja non-Katolik. Karena menurut saya, jika kita tidak melakukan perintah-perintah Tuhan, maka sama artinya dengan menolak pimpinan Tuhan.
    Mohon penjelaasan,
    Terimakasih

    [Dari Katolisitas: Silakan untuk terlebih dahulu membaca artikel renungan Minggu ini, silakan klik. Melakukan semua perintah Tuhan adalah termasuk juga melakukan kehendak-Nya agar kita semua menjadi satu kawanan dengan satu gembala, yaitu di bawah pimpinan Rasul Petrus, yang atasnya Kristus telah mendirikan Gereja-Nya. Sebab kepemimpinan Petrus itu dikehendaki oleh Kristus, dan dengan demikianlah Ia memimpin umat-Nya menjadi satu, sebagaimana Ia dan Bapa adalah satu (Yoh 17:20-21)]

  2. salut buat katolisitas,, atas jawaban yg detail dan alkatabiah serta tutur kata yg sopan dan santun yg benar2 mencerminkan kasih..

  3. Salam damai,

    Pengasuh Katolisitas Yang Terhormat,

    Dalam diskusi saya dengan sabahat dari Kristen Protestan, muncul penafsiran sahabat saya tersebut soal Sola Scriptura sebagaimana saya kutip dibawah:

    Yoh 20:30-31 Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.

    Ada banyak tanda dan mujizat yang diperbuat Yesus yang tidak dicatat. Itu yang dinyatakan oleh nas di atas.
    Akan tetapi, perhatikan ayat 31. Sekalipun banyak yang tidak dicatat, sang rasul menyatakan bahwa yang tercatat ini sudahlah cukup untuk memimpin orang pada iman kepada Yesus dan beroleh hidup kekal. Hal ini jelas menyatakan kecukupan Alkitab. Itulah sebabnya kami, yang mengikuti jejak para reformator, percaya dan memegang doktrin “Sola Scriptura”. :-)

    Mohon perkenan tanggapannya. Sebelum dan sesudahnya saya sampaikan terima kasih.

    Salam Damai dalam Kristus,

    Yohannes Bernardus Sonny Setiawan

    • Shalom Sonny Setiawan,

      Dalam berdiskusi tentang Sola Scriptura, maka kita tidak boleh tergantung dari satu ayat, karena sebenarnya ada begitu banyak ayat-ayat lain, yang mendukung bahwa hanya Kitab Suci saja (Sola Scriptura) sebagai satu-satunya pilar kebenaran tidaklah mempunyai dasar yang kuat, baik dari Kitab Suci maupun Tradisi Suci. Sebagai contoh, menjadi sangat kontradiksi bahwa orang yang mempercayai Sola Scriptura justru tidak dapat menemukan ayat di dalam Kitab Suci bahwa satu-satunya kebenaran adalah Kitab Suci saja. Jadi, kita harus juga melihat ayat-ayat lain, seperti yang telah dituliskan dalam diskusi topik ini – silakan klik dan juga dalam artikel ini – silakan klik.

      Tidak ada yang menolak bahwa pesan yang dituliskan di dalam Kitab Suci cukup untuk memimpin seseorang kepada Yesus dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Namun, seharusnya tidak ada yang dapat mengingkari bahwa hanya berpegang pada Kitab Suci saja tanpa Tradisi Suci dan Magisterium Gereja akan menimbulkan banyak perpecahan, seperti yang terbukti dengan keberadaan 28,000 denominasi. Bukan pesan dari Kitab Suci yang tidak cukup, namun hanya berpegang pada Kitab Suci sebagai satu-satunya pilar kebenaran dan mempercayai interpretasi pribadi adalah pasti benar inilah yang sesungguhnya menjadi masalah utama. Inilah sebabnya Rasul Petrus mengingatkan bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2Pet 1:20). Bagaimana agar seseorang tidak terjebak dalam interpretasi pribadi yang salah? Dengan mempelajari apa yang dituliskan oleh Bapa Gereja dan dengan kerendahan hati berpegang pada Magisterium Gereja yang telah diberikan kuasa oleh Yesus untuk mengajar (lih. Mat 16:16-19). Argumentasi yang lain, silakan melihat di link dan diskusi yang saya berikan. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • wao… jawaban pak Stef top markotop.
        saya menunggu para pengikut sola scriptura untuk memberikan sanggahan yang masuk akal. kayaknya tidak akan ada sanggahan karena sulit disanggah alias karena itulah kebenarannya

  4. Yth.Pak Stef,
    Merujuk pada uraian di bagian awal dari bagian ini, khususnya yang mengacu pada 2 Ptr 1:20-21, itukah sebabnya Gereja Katolik (GK) terkesan tidak semangat (segan, enggan?) mengizinkan umat (biasa) menafsirkan sendiri nubuat (maksudnya/termasuk firman?) dalam KS? Bahkan menurur salah seoarang imam — ketika kebetulan memimpin pendalaman iman di rumah– sebetulnya umat bahkan tidak boleh membaca KS. Mereka hanya boleh mendengarkan KS ketika dibaca oleh romo dalam misa atau kebaktian di gereja. Dikatakan bahwa KS itu (untuk umat) hanya dimaksudkan untuk didengarkan, tidak untuk dibaca. Memangnya pernahkah ada ketentuan, peraturan, GK yang melarang umat membaca KS? Dalam bentuk apa? Kapan?

    Memang dapat dimengerti seandainya ada larangan, atau sekurang-kurangnya pembatasan, bagi umat Katolik untuk membaca sendiri dan menafsirkan KS, sehingga ayat 2 Ptr 1:20-21 itu memang berdasar, karena memahami apalagi menafsirkan KS, memang amat musykil. Namun dari mana, dan bagimana umat dapat mengenal dan memahami KS seperti diharapkan (?) bila tidak diciptakan dan digunakan sistem dan gerakan besar-besaran dengan mana umat dapat meningkatkan pengetahuan, dan atas dasar itu, pengalamannya dalam hidup sehari-hari, berdasarkan KS. Itu pula sebabnya umat Katolik pada umumnya cenderung cep klakep bila berada dalam diskusi atau pembicaraan tentang ayat-ayat KS dipertemuan umat, lebih-lebih bila kebetulan dengan umat yang terkesan amat menguasai ayat-ayat KS. Bahkan pertemuan umat di banyak lingkungan cenderung kosong bila diketahui bahwa akan ada pendalaman KS.

    Terima kasih dan selamat ulang tahun hari ini pak Stef (saya dengar dari Uti). Semoga berkat Tuhan senantiasa melimpah pada pak Stef dan ibu Ingrid yang mengasuh website yang sungguh amat vital ini bagi perkembangan dan pembinaan umat Katolik khususnya agar menjadi lebih melek KS

    Soenardi

    • Shalom Pak Soenardi,

      Di dalam 2Ptr 1:20 dikatakan “nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri.” Yang dimaksudkan di sini adalah bukan berarti bahwa umat Katolik tidak boleh membaca Kitab Suci. Kitab Suci yang sama juga menuliskan “Segala tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2Tim 3:16) Dengan demikian, menjadi jelas, bahwa yang tidak diperbolehkan adalah menginterpretasikan Kitab Suci secara pribadi tanpa mempertimbangkan apa yang telah diajarkan oleh Magisterium Gereja – terutama yang menyangkut doktrin dan dogma.

      Dengan kondisi seperti ini, bagaimana umat Katolik dapat belajar Kitab Suci dengan panduan yang baik? (1) Umat Katolik tetap dapat membaca Kitab Suci secara pribadi dan sebaiknya mengikuti kalender liturgi Gereja Katolik. Dengan bantuan Roh Kudus, kemudian mencoba merefleksikan ayat-ayat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. (2) Umat Katolik juga dapat menjadikan bacaan pada hari itu dan kemudian membawanya di dalam doa, dengan metode Lectio Divina (lihat artikel ini – silakan klik), yang terdiri dari: lectio, meditatio, oratio, contemplatio. (3) Umat Katolik dapat juga berlangganan ruah, ziarah batin, dll, sehingga umat Katolik dapat lebih mengerti ayat-ayat Kitab Suci dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. (4) Umat Katolik dapat mengikuti kursus-kursus Kitab Suci, baik yang diadakan dalam tingkat paroki maupun keuskupan, sehingga dapat memperoleh pemahanan yang benar tentang Kitab Suci. (5) Umat di lingkungan masing-masing dapat secara aktif mengikuti pertemuan lingkungan, terutama di bulan Maria, bulan liturgi nasional, bulan Kitab Suci, masa prapaskah, Adven, dll. (6) Umat Katolik juga dapat mulai membaca Katekismus Gereja Katolik (KGK) atau Kompendium KGK, sehingga memperoleh pemahaman iman Katolik yang menyeluruh dan benar. Karena KGK juga memberikan begitu banyak referensi Kitab Suci, maka orang membacanya dapat melihat hubungan antara doktrin, dogma dengan Kitab Suci. (7) Umat Katolik juga dapat memanfaatkan teknologi internet, sehingga dapat melihat situs-situs yang menjabarkan iman Katolik, baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Indonesia; Biblia Clerus (http://www.clerus.org/bibliaclerus/index_eng.html) juga dapat membantu kita untuk melihat kaitan antara Kitab Suci dengan tulisan Bapa Gereja. (8) Umat Katolik juga dapat membaca beberapa komentar ayat-ayat Kitab Suci, seperti: A Catholic Commentary on Holy Scripture, The Ignatius Catholic Study Bible, The Navarre Bible, dan dalam bahasa Indonesia dapat melihat Kitab Suci Komunitas Kristiani, serta buku-buku komentar Kitab Suci yang lain. Demikianlah apa yang dapat saya sampaikan untuk menjawab pertanyaan anda. Dan tentang pertanyaan tidak membawa Kitab Suci di dalam Gereja, silakan melihat jawaban ini – silakan klik.

      Terima kasih juga untuk ucapan selamat ulang tahunnya. Mohon doanya senantiasa.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • syalom katolisitas..

        saya pernah juga berdialog dengan teman saya dari gereja reformasi..
        ketika saya juga menyampaikan bahwa dalam agama Katolik bukan hanya Alkitab sebagai sumber utama, termasuk juga tradisi, berdasarkan uraian :

        1. Pengajaran para rasul seperti Allah Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat jelas diajarkan melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Janganlah kita lupa, bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes 2:15, 1Kor:2).

        dan jawaban dia adalah ,”lho, bukannya tradisi itu juga harus sesuai dengan kitab suci dan tidak boleh bertentangan dengan kitab suci?

        artinya tradisi itu pun harus ‘sola scriptura’

        2. soal : Pernahkan kita merenungkan bahwa sebetulnya Gereja ada terlebih dahulu sebelum terbentuknya Alkitab seperti yang kita kenal saat ini?

        dijawab dalam :Sola Scriptura bicara mengenai otoritas di saat ini bukannya saat YESUS dan para rasul masih ada(http://forumkristen.com/index.php?topic=1782.0)

        3.Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya.

        “yang seharusnya” ini pun, berarti sesuai dengan kitab suci sebenarnya : sola scriptura…

        bagaimana kelemahan argumen ini?

        trimakasih.

        • Shalom Xellz,

          Terima kasih atas pertanyaannya tentang Sola Scriptura. Berikut ini adalah tanggapan yang dapat saya berikan:

          1. Memang, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak akan pernah bertentangan. Pengajaran para rasul seperti Allah Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat jelas diajarkan melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Janganlah kita lupa, bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes 2:15). Dari contoh tersebut, seperti misalnya tentang Allah Tritunggal, Api Penyucian dan Keperawanan Maria serta dogma Maria yang lain, maka kita dapat melihat bahwa tidak ada “kata eksplisit” untuk mendukung dogma tersebut. Walaupun demikian, tidak berarti kalau tidak ada “kata eksplisit”, maka kita tidak mempercayainya, karena ada kebenaran yang tersirat tentang dogma tersebut di dalam Kitab Suci. Jadi, justru kalau seseorang mempercayai Sola Scriptura, maka konsekuensinya, dia juga harus mempercayai Tradisi Suci atau ajaran lisan (2Thes 2:15) dan juga Magisterium Gereja Katolik (Mat 16:16-19; 1Tim 3:15).

          2. Argumentasi “Sola Scriptura bicara mengenai otoritas di saat ini bukannya saat YESUS dan para rasul masih ada” sebenarnya kurang mempunyai dasar yang kuat. Karena mereka dasar kebenaran hanya Kitab Suci, maka pertanyaannya adalah: (1) Adakah ayat yang mendukung pernyataan Sola Scriptura hanya berlaku setelah Yesus dan para rasul tidak ada?; (2) Kalau memang Sola Scriptura saja benar berlaku setelah zaman Yesus dan para rasul, maka adakah tulisan dari para Bapa Gereja di abad-abad awal yang menyatakan bahwa dasar kebenaran HANYA Kitab Suci SAJA?; (3) Kalau memang Sola Scriptura adalah benar, maka bagaimana menerangkan adanya perpecahan gereja sampai 28,000 denominasi?

          3. Magisterium Gereja memang melayani Sabda Allah. Anda dapat memberikan contoh tentang dogma Maria tetap perawan. Dengan prinsip Sola Scriptura bagaimana menjelaskan Martin Luther, Calvin, Wesley mempercayai Maria tetap perawan, namun kemudian pengikut mereka tidak mempercayai pengajaran ini? Silakan melihat topik ini – silakan klik. Bagaimana mungkin pengajaran dapat berubah-ubah dan saling bertentangan? Kalau ditelusuri, maka hal ini bermuara pada tidak adanya otoritas. Otoritas dalam hal iman dan moral dalam Gereja Katolik inilah yang disebut Magisterium Gereja, yang memungkinkan Gereja meneruskan ajaran Kristus dan para rasul secara murni dari generasi ke generasi. Silakan melihat diskusi panjang tentang topik ini di sini –  silakan klik dan klik ini, yang mencoba mengupas topik ini dari berbagai sisi. Semoga dapat membantu.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  5. Salam damai Kristus,..
    Setelah mengikuti dan membaca artikel pada Katolisitas ini, saya membaca SOLA SCRIPTURA MEMBAWA PERPECAHAN GEREJA. Pada alinea 2, tertulis, Gereja ada terlebih dahulu sebelum Alkitab terbentuk, kalau saya rangkum
    1. apakah benar bahwa Alkitab terbentuk oleh Katolik,
    2. siapakah yang membangun gereja Katolik yang pertama
    Terimakasih

    • Shalom Fransiskus Dany,

      1. Kitab Suci terbentuk oleh Gereja Katolik?

      Ya, benar, Sejarah mencatat bahwa Gereja Katolik-lah yang menentukan kanon Kitab Suci (menentukan kitab- kitab mana yang merupakan kitab yang ditulis atas inspirasi Roh Kudus, sehingga termasuk dalam Kitab Suci), pada tahun 382, oleh Paus Damasus I didorong oleh Konsili di Roma. Kemudian daftar kitab tersebut diteguhkan kembali dalam Konsili di Carthage (393) dan Konsili di Hippo (397). Silakan membaca lebih lanjut dalam artikel ini, silakan klik. Pada saat kanon tersebut ditetapkan pada tahun 382, kitab- kitab yang termasuk dalam Perjanjian Lama berjumlah 46 kitab (kitab- kitab Deuterokanonika termasuk di dalamnya) dan kitab- kitab Perjanjian Baru berjumlah 27 kitab. Baru pada sekitar tahun 1530 Martin Luther memisahkan ketujuh kitab dalam kitab Perjanjian Lama tersebut dan meletakkannya di bagian Appendix dalam terjemahan Kitab Suci yang disusunnya dalam bahasa Jerman. Maka kitab- kitab Deuterokanonika memang sudah termasuk dalam semua Kitab Suci (setidak-tidaknya sebagai appendix dalam KItab Suci Protestan) sampai pada tahun 1825, yaitu saat Komite Edinburgh dari the British Foreign Bible Society ‘memotongnya’.

      2. Siapa yang membangun Gereja Katolik?

      Yang membentuk Gereja Katolik adalah Tuhan Yesus Kristus, dan ini dicatat dalam Mat 16:18-19. Gereja Katolik adalah Gereja Kristus yang dibangun di atas Rasul Petrus, dan yang kini terus eksis dengan dipimpin oleh Paus sebagai penerus Rasul Petrus.

      Nama ‘Gereja Katolik’ pertama diresmikan pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Smyrna untuk menyatakan Gereja Katolik sebagai Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus, untuk membedakan umat Kristen dari para heretik (pengajar sesat) pada saat itu yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia, yaitu heresi/ bidaah Docetism dan Gnosticism. Dengan surat ini St. Ignatius mengajarkan tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus. Demikian penggalan kalimatnya,

      “…Di mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik.” (Santo Ignatius dari Antiokhia, surat kepada jemaat di Smyrna, 8)

      Di sinilah baru Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang kita ketahui sekarang, bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus.

      Namun, istilah ‘katolik’ bukan istilah baru, karena sudah dipakai sebelumnya pada zaman Santo Polycarpus (murid Rasul Yohanes) untuk menggambarkan iman Kristiani (Disarikan dari New Catholic Encyclopedia, Buku ke-3 (The Catholic University of America, Washington, DC, copyright 1967, reprinted 1981), hal. 261.), bahkan pada jaman para rasul. Kis 9:31 menuliskan asal mula kata Gereja Katolik (katholikos) yang berasal dari kata “Ekklesia Katha Holos“. Ayatnya berbunyi, “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.” Di sini kata “Katha holos atau katholikos” dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis 9:31, bunyinya adalah, “Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea, Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai. Gereja itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Saya rasa benar juga apa yang ibu sampaikan, kalau seandainya Martin Luther itu memang merasa dirinya benar atas penafsirannya, mengapa ia harus langsung memisahkan diri?? Apa gak bisa didiskusikan dulu dengan pihak gereja?? Dia gak tahu sebab perbuatannyalah yang membuat iman pada Yesus terpecah kemana2 sampai sekarang, sungguh menyedihkan…

  7. Saya membaca tentang issue ini dan saya senang sekali ada orang yg bisa menjelas nja. Tentang
    teologie katoliek, arena kita memang sering di serang oleh saudara kristen yg lain. kalau iman kita
    lemah dan tidak tau banjak tentang iman katoliek kita jadi bingung dan lalu pidah gereja.
    Saya doakan semoga site ini berbuah dan berkembang, agar kita bersatu kembali seperti yg Tuhan Jesus
    ingini ,contoh nja gereja ingris yg kembali menjadi katolie kembali.
    sorry kalau indonesia nja salah,maklum saya tidak lulusan tinggi.
    Salam dalam kasih Jesus, dari Vonny di Belanda

    [dari katolisitas: selamat datang di katolisitas.org. Salam buat rekan-rekan Katolik di Belanda]

    • Syalom Vonny,

      Tolong bantu tim katolisitas untuk menyebarkan website ini agar semakin banyak orang Katolik yang lebih paham akan iman mereka & tidak mudah pindah gereja.

      TUHAN YESUS memberkati & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA

  8. Dear,Stef & Inggrid
    Dari artikel Sola Scriptura…..,pada point Gereja ada terlebih dahulu sebelum Alkitab terbentuk,point 2 anda mengatakan bahwa terbentuknya kanon itu th 451 AD.Pertanyaan saya apakah bukan th 382,ketika Paus Damasus mengeluarkan Dekrit ttg kanonisasi Alkitab setelah didahului Konsili Roma??Terima kasih utk pencerahannya.

    • Shalom Kusnadi,
      Terima kasih atas tanggapanya tentang kanon Kitab Suci. Memang Kanon Kitab Suci mempunyai sejarah yang panjang. Kita dapat melihat perkembangan daftar dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, mulai dari Melito of Sardis kepada Onesimus, Origen, St. Athanasius, St. Cyril, St. Epiphanius, St. Gregory Nazianzen, Hillary of Poitiers, dll. Dan beberapa konsili yang harus terus memperkuat daftar kanon Alkitab adalah Konsili Roma (382) oleh Paus Damasus I, Konsili Hippo (393) dan Carthage (397 dan 419). Dan konsili Chalcedon (451), hasil konsili di Carthage di masukkan ke dalam kanon, baik dalam Gereja Timur maupun Barat yang berpusat di Roma. Memang ada baiknya, saya merubah jawaban di atas, dari konsili Chalcedon (451) ke Konsili Roma (382), konsili pertama yang mengklarifikasi kanon Kitab Suci . Terima kasih atas koreksinya. Kalau masih ada koreksi yang lain, silakan untuk menyampaikannya kepada kami. Mungkin suatu saat, topik kanon dari Alkitab dapat dijadikan artikel tersendiri.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,stef – http://www.katolisitas.org

  9. Salam damai sejahtera

    Pengasuh Katolisitas

    Mohon tanya : Alkitab menulis sbb :
    Kej 13 : 16 (Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti DEBU TANAH banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung DEBU TANAH, keturunanmupun akan dapat dihitung juga.)

    Keturunan Abrahim disebut sebagai debu tanah

    Sedangkan di Kej 22 : 17 ( maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti BINTANG di langit dan seperti PASIR di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya.)

    Pada ayat ini disebut sebagai bintang dilangit dan seperti pasir ditepi laut.

    Mengapa ada perubahan dari debu tanah menjadi pasir di tepi laut dan bintang di langit ?
    Apakah arti dari semuanya itu ?

    Salam
    Mac

    • Shalom Machmud,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Kej 13:16 mengatakan “Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga.” (Gen 13:16). Dan di Kej 22:17 dikatakan “maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya.”

      Dalam hal ini kita harus melihat bahwa yang ditekankan di sini adalah “banyaknya“. Dan untuk menggambarkan bahwa banyaknya adalah banyak sekali dan tak terhitung, maka disebutkan di Alkitab, banyaknya seperti debu tanah, atau bintang di langit, dan pasir di tepi laut. Ini adalah bahasa hiperbolisme, yang mencoba menggambarkan suatu jumlah yang begitu besar. Oleh karena itu, tidak menjadi masalah kalau di satu ayat memakai debu, bintang, atau pasir, karena artinya sama semua.

      Kita melihat pemakaian yang sama pada “Orang Yehuda dan orang Israel jumlahnya seperti pasir di tepi laut. Mereka makan dan minum serta bersukaria.” (1 Raj 4:20). Namun pemenuhan akan hal ini adalah jemaat Allah, baik dari Yahudi maupun dari non-Yahudi, karena Abraham adalah bapa seluruh umat beriman, seperti yang tertulis “Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua” (Rm 4:16).

      Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Salam damai sejahtera

        Dear Stef

        Dalam ayat2 tersebut telah terjadi perubahan, bukan untuk menyatakan tentang jumlah yang banyak.

        Disebutkan dalam Kej 13 : 16 AKU akan menjadikan, sedangkan dalam Kej 22 : 17 AKU akan memberkati
        dan dilanjutkan dengan kalimat seperti BINTANG dilangit dan seperti PASIR ditepi laut.

        Disini kita melihat perubahan dari DEBU TANAH berubah menjadi BINTANG & PASIR.
        Saya belum menemukan apa yang dimaksudkan dengan hal tersebut.

        Apakah mungkin Allah ingin memberitahukan kepada Ibrahim bahwa keturunannya yang pada mulanya diciptakan dari debu tanah akan diberkati oleh Allah dan akan menjadi orang2 rohani yang cemerlang seperti bintang dilangit dan sebagian lagi akan menjadi orang2 berdosa seperti pasir yang ditenggelamkan oleh lautan dosa ?

        Seperti yang tertulis dalam Kitab Daniel 12:3 Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.

        Salam
        Mac

        • Shalom Machmud,

          Terima kasih atas tanggapannya. Mari kita melihat struktur kalimatnya.

          1) Kej 13:16 “Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga.

          a) Silakan membaca beberapa kali. Dikatakan bahwa Aku (S), akan menjadikan (P), keturunanmu (O), seperti debu tanah banyaknya (keterangan obyek). Oleh karena itu, “seperti debu tanah banyaknya” adalah menerangkan “keturunanmu”. Ayat tersebut bukan mengatakan “Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah”, namun “Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya“. Kalaupun tidak ada “banyaknya”, kalimat setelah “sehingga” – jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga.- menerangkan banyaknya dari keturunan.

          2) Gen 22:17 “maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya.

          a) Aku (S), akan memberkati (P), engkau (O) berlimpah-limpah (keterangan yang menerangkan obyek) dan kemudian dilanjutkan dengan kalimat ke dua dengan tanda hubung “dan” yang dapat dituliskan juga: Aku (S), akan membuat (P), keturunanmu (O), sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut (keterangan obyek). Bandingkan: Aku (S) akan membuat (P) rumahmu (O), sangat indah seperti istana (keterangan obyek).
          Di ayat ini dikatakan “… membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit….” dan bukan “…membuat keturunanmu seperti bintang di langit …”

          3) Kalau menurut saya, kedua ayat tersebut menerangkan banyaknya – seperti debu tanah, bintang di langit dan pasir di laut – dan bukan mengacu pada perubahan dari debu tanah ke bintang dan pasir. Oleh karena itu, debu tanah, bintang dan pasir hanyalah sebagai analogi akan banyaknya keturunan Abraham.

          Semoga berguna.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – http://www.katolisitas.org

          • Salam damai sejahtera

            Dear Stef

            Terima kasih atas penjelasannya.

            Untuk sementara kita simpan dahulu pertanyaan ini, nanti kalau saya sudah mendapatkan jawaban yang PASTI BERBEDA dengan anda akan saya sampaikan kembali.

            Salam
            Mac

  10. Untuk Saudara/i ku Yohanes dan Anna,

    Saya setuju dengan Sdr Yohanes bahwa banyak diantara kita termasuk saya sebelumnya menuduh Gereja tidak memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan kita bahkan kadangkala sangat mengecewakan. Tanpa kita sadari bahwa orang yang kita tanyai juga memiliki keterbatasan pengetahuan (dan ini memang harus ditingkatkan) sehingga jawabannya adalah : “hanya IMAN yang bisa menjawab pertanyaan Saudara” dan selalu begitu, padahal justru iman kita belum tumbuh dengan baik ketika bertanya. Akibatnya kita gampang goyah dan sedikit digoncang saja (biasanya dengan penjelasan yang berdasarkan logika) langsung pindah. Saya pribadi secara jujur pernah goyah (menyangsikan kebenaran Gereja Katolik), namun Tuhan Maha Pengasih selalu menuntunku tanpa aku sadari melalui cara-NYa yang hebat, termasuk ketika saya menemukan Website ini semakin MENEGUHKAN IMAN DAN KEYAKINAN saya pada Gereja Katolik.
    Seperti kata Sdr Yohanes bahwa banyak sekali jawaban yang bisa kita temukan dalam Gereja Katolik asalkan kita dengan sungguh-2 mencarinya salah satunya melalui Website ini. Banyak sekali yang saya dapat dari website ini yang sebelumnya saya ragukan dan dapat dijelaskan dengan sangat Alkitabiah dan masuk akal.
    Semoga Anna juga menemukan kembali jawaban-2 yang dulu pernah tidak terjawabkan dan kembali kepada Gereja Perdana yaitu Gereja Katolik. Tuhan Memberkati kita Semua, Amin.

  11. Hallo saudariku Anna…..

    Bagaimana pendapat kamu tentang jawaban di atas dan jawaban2 lainnya yang saudari pertanyakan….. saya membaca beberapa artikel yang kamu tanyakan tapi setelah dijawab dengan detail dan alkitabiah kog malah tidak ada komentarnya dari saudari sama sekali? saya rindu kalau saudari Anna boleh kembali ke pangkuan Bunda Gereja yakni Gereja Katolik, seperti halnya para profesor alkitab seperti Scot Hann, Kimberly, Pendeta Jones, dll (ada di situs http://www.katolik.org tentang semua jalan menuju Roma) dan banyak lagi pemikir2 Protestan yang sudah pulang ke rumahnya miliknya yang indah yaitu Gereja Katolik….. Kenapa saudari malah keluar dari rumah dan tinggal di kost? terkadang kita menyalahkan Gereja dengan menuduh gereja tidak ada jawabannya, padahal kita tidak benar2 mencari jawaban itu……Dengan adanya situs ini semoga saudari dapat membaca dan mendapatkan jawaban dari semua problema iman saudari…dan akhirnya Tuhan sudah merentangkan tanganNya menyambut saudari pulang dirumah milik saudari sendiri…..Amin

Comments are closed.