Rabu Malam, tanggal 12 Februari 2014, merupakan sejarah baru dalam pelayananku. Aku menyetir mobilku menuju lingkungan baru, yaitu Lingkungan Santo Mikael, Legok, Paroki Santa Odilia – Tangerang. Wajah-wajah lugu dan sederhana menyambut kedatanganku dengan rasa rindu. Kerinduan untuk berkumpul dalam doa bersama memang merupakan energi yang mempersatukan kalbu. Kebersamaan dalam kasih membuat Misa malam itu, yang beratapkan langit, penuh dengan keceriaan dari sekitar sembilan puluh umat yang hadir. Kelelahanku dalam perjalanan selama satu jam dengan melewati jalan-jalan tikus sirna seketika ketika melihat kegembiraan dan antusias mereka.
Ketika sedang berjabatan tangan dengan umat, seorang anak berusia tujuh tahun, kelas satu Sekolah Dasar, tiba-tiba menyodorkan secarik kertas kepadaku. Ia mengatakan : “Romo, doakan mamaku yang ulang tahun hari ini”. Aku terkejut karena ternyata kertas itu berisi intensi Misa yang ditulis dengan tangannya sendiri, tulisan tangan anak-anak. : “Ujud doa untuk mamanya Ega, agar selalu sehat, tambah sabar dengan bertambah usia”. Semua umat tertawa bangga atas perbuatan tak terbayangkan dari anak itu ketika mendengarkan intensinya aku bacakan. Mamanya mengatakan kepadaku : “Sebenarnya aku menasihatinya untuk tidak ikut Misa karena besok ada ulangan sekolah. Anakku tetap ingin ikut Ekaristi karena mau berjumpa Romo. Ternyata ia memberikan hadiah yang sangat mengejutkan untuk ulang tahunku yang ketigapuluh lima, yaitu doa yang sangat tulus. Aku sangat terharu dan tak akan pernah melupakan peristiwa ini seumur hidupku”. Aku tersenyum karena di dalam kertas itu ada uang coin Rp 500,- dari anak itu.
Kepedulian anak tersebut ternyata dihayati oleh umat sebagai suara dari surga untuk mewujudnyatakan tahun pelayanan. Umat bersepakat untuk melakukan pelayanan kasih, dengan gerakan bersama uang surga, Rp. 500,- per hari dan per keluarga. Gerakan uang surga ini memang merupakan gerakan seluruh umat Paroki Santa Odilia – Tangerang. Hasil dari uang surga ini akan dikumpulkan setiap bulan, didoakan, dan dibagikan kepada warga lingkungan sendiri dan masyarakat sekitar mereka (non katolik) yang paling membutuhkan. Mereka memberikan bukan dari kelimpahan, tetapi dari kekurangan mereka karena mereka sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik. Seorang ibu menjawab dengan tegas ketika aku bertanya mengapa ia rela mempersembahkan uang itu : “Ingkang dipun tandur injih punika ingkang badhe dipun unduh ‘Apa yang ditanam, itulah yang akan dituai’. Bilih nandur kasaenan, badhe ngunduh berkah saking Dalem Gusti, injih punika ayem ing manah ‘Bila kita menanam kebaikan, kita akan menuai berkat dari Tuhan, yaitu damai di hati’. Mila kula injih badhe maringi tulada kagem anak kula, awit saking alit supados gadah manah ingkang mulya ‘Karena itu, saya juga ingin memberikan teladan kepada anak saya sejak kecil, supaya mempunyai hati yang mulia’.
Pesan : Di dalam diri anak terhampar kotbah tentang cinta. Cinta tak akan pernah dapat dijelaskan dengan ribuan kata, tetapi dapat dirasakan dengan perbuatan : “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran “ (1 Yohanes 3:18). Cinta itu bukan apa yang terpikirkan dalam otak, tapi cinta adalah apa yang dirasakan oleh hati sehingga menggetarkan jiwa.
Tuhan Memberkati.
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC