Para Rasul adalah para uskup (penilik jemaat) pertama, yang diberi kuasa oleh Kristus untuk mengajar, menguduskan dan memimpin para anggota Gereja-Nya (lih. Mat 16:19; 18:18; Yoh 20:21-23). Berikut ini adalah sekilas kisah kemartiran mereka (kecuali Rasul Yohanes, dan Yudas Iskariot yang wafat bunuh diri setelah menyerahkan Yesus ke tangan tua-tua Yahudi):
1. St. Petrus, kepala para Rasul.
Setelah lolos dari penjara di Yerusalem, ia mendirikan Gereja di Antiokhia, di mana jemaat pertama kali disebut Kristen. Rasul Petrus kemudian membuat perjalanan misi ke Yudea, Samaria, Galilea, Asia Kecil dan Yunani, dan akhirnya ia mendirikan Gereja di Roma. Tentang catatan sejarah yang menuliskan keberadaan Petrus di Roma sebelum wafatnya, untuk mendirikan Gereja di sana, silakan klik di sini.
Rasul Petrus memimpin Sidang/ Konsili pertama di Yerusalem (50). Atas perintah penguasa Roma, Rasul Petrus dibunuh sebagai martir di bukit Vatikan, Roma (sekitar tahun 67) dengan disalib terbalik – dengan demikian menggenapi nubuat Yesus (lih. Yoh 21:18-19). Pada saat yang sama Rasul Paulus juga dibunuh dengan dipenggal kepalanya.
2. St. Yohanes
Rasul Yohanes, atau yang sering disebut Rasul yang dikasihi Kristus, hidup di Efesus dan memimpin Gereja di Asia Kecil.
Pada masa kekuasaan Trajan, ia dibuang di dalam minyak mendidih, namun secara mukjizat ia tidak mati. Kemudian ia dibuang ke pulau Patmos, di mana ia menerima wahyu yang kemudian ditulis dalam Kitab Wahyu. Ia wafat di sekitar tahun 95-100. Rasul Yohanes merupakan Rasul yang terakhir wafat, dan satu-satunya yang tidak wafat sebagai martir. Kuburnya terletak di Efesus, Turki.
3. St. Yakobus anak Zebedeus
Rasul Yakobus, saudara Yohanes (sering disebut St. James the Greater), anak Zebedeus, berkarya di Yudea, dan menyebarkan Injil sampai ke Spanyol. Rasul Yakobus adalah Rasul pertama yang dibunuh sebagai martir -dengan dipenggal kepalanya- di Yerusalem di tahun 44, oleh Raja Herodes Agrippa.
4. St. Matius
Rasul Matius, penulis kitab Injil yang pertama. Ia berkhotbah di Ethiophia, Persia, Parthia dan dibunuh sebagai martyr dengan pedang/ tombak di Parthia. Kitab Talmud Babilonia [Sanhedrin 43a] mencatat pengadilan dan penghukumannya.
5. St. Yakobus
St. Yakobus (St. James the Less) adalah Uskup pertama Yerusalem, yang menuliskan Surat Yakobus. Ia dibunuh dengan dilempari batu dari atas Bait Allah di tahun 63.
6. St. Andreas
St. Andreas, saudara St. Petrus, berkhotbah di Asia Kecil, Armenia, Scythia (Rusia selatan), kemungkinan juga ke Yunani. Ia dibunuh sebagai martir di Scythia.
7. St. Tomas (Didimus)
St. Tomas berkhotbah di Persia, Midia, sampai ke India. Ia dibunuh sebagai martir di India, ditembusi dengan tombak atas perintah Raja. Letak kuburnya adalah di bukit St. Tomas di Madras India.
8. St. Filipus
St. Filipus, berkhotbah di Phyrgia dan Scythia, dan disalibkan di Hieropolis, Turki, menurut catatan St. Papias, Uskup kedua Hieropolis.
9. St. Bartolomeus
St. Bartolomeus, berkhotbah di India, Arabia dan Assyria, dan dibunuh dengan dikuliti dan disalibkan di Armenia.
10. St. Simon, orang Zealot
St. Simon, berkhotbah di Afrika Utara, dibunuh sebagai martir di Persia, tahun 61.
11. St. Yudas Tadeus
St. Yudas Tadeus, penulis Surat Yudas, berkhotbah di Syria dan dibunuh sebagai martir di Persia.
12. St. Matias
St. Matias, dipilih menggantikan Yudas Iskariot. St. Matias berkhotbah di Ethiophia, dan dibunuh sebagai martir di Sebastopolis.
Selanjutnya tentang hal ini, dapat dibaca di situs ini: silakan klik dan klik di sini
Sedangkan tentang wafatnya Rasul Paulus, St. Markus dan St. Lukas Pengarang Injil, adalah sebagai berikut:
St. Paulus
Rasul Paulus bertobat di tahun 34, dan sejak itu mengemban tugas pewartaan Injil terutama kepada bangsa-bangsa non-Yahudi. Di antara para Rasul, Paulus menulis paling banyak surat kepada jemaat, ia bekerja paling keras dan melakukan perjalanan paling ekstensif untuk mewartakan Injil. Ia mewarta di Seleucia, Cyprus, Asia Kecil, Phrygia, Galatia, Makedonia, Tesalonika, Athena, Korintus, Miletus, dan akhirnya Roma, Spanyol lalu kembali ke Roma, dan dibunuh sebagai martir di tahun 67, dengan dipenggal kepalanya.
St. Markus
Menurut keterangan St. Hieronimus (De Vir. Illustr., viii), St. Markus wafat sekitar tahun 63. kemungkinan berdasar atas tulisan Eusebius (Church History II.24) bahwa pada tahun tersebut, Anianus melanjutkan kepemimpinan St. Markus dalam Keuskupan Aleksandria. St. Markus wafat sebagai martir, dengan diseret di sepanjang jalan-jalan di Aleksandria, sebagaimana disebutkan dalam the Paschal Chronicle. St. Markus adalah anak angkat Rasul Petrus dan penerjemah/ juru tulisnya, yang menuliskan khotbah Petrus dalam Injilnya.
St. Lukas
Terdapat sedikitnya dua pandangan tentang kematian St. Lukas. Sejumlah tulisan awal mengatakan ia wafat sebagai martir, namun sejumlah tulisan lainnya mengatakan ia hidup sampai berumur 84 tahun, dan wafat di Thebe, di kawasan Boeotia, Yunani. Relikwinya tersimpan di Basilika St. Giustina, Padua, Italia sejak 1172, kemungkinan dibawa oleh para tentara Perang Salib.
Melihat bagaimana para Rasul ini telah wafat sebagai martir, yang menyerahkan hidup mereka demi iman mereka, kita dapat melihat bukti yang kuat terhadap kebenaran inti ajaran Injil, bahwa Kristus adalah Putera Allah menjelma menjadi manusia, yang telah rela wafat di salib dan bangkit dari kematian bagi keselamatan umat manusia. Terhadap kebenaran inilah para Rasul telah rela menyerahkan nyawa mereka, sesuatu yang tidak mungkin mereka lakukan, jika hal wafat dan kebangkitan Yesus hanya rekayasa manusia.
salah satu yang membuat saya percaya akan kebeneran mukjizat Tuhan Yesus adalah hal ini. Tidak mungkin para rasul Yesus mau berkorban mati secara mengerikan jika Yesus tidak benar2 melakukan mukjizatNya. Tidak ada orang di dunia yang mau mati konyol atas sebuah kebohongan.Ini membuktikan memang Yesus benar Tuhan.
Dear Katolisitas,
saya agak bingung dengan tokoh Yakobus dalam PB sepertinya ada tiga orang:
– Yakobus bin Zebedeus
– Yakobus bin Alfeus
– Yakobus sepupu Yesus Kristus
mohon sedikit dijelaskan secara Katolik, juga siapakah yang menulis kitab Yakobus?
siapa pula yg menulis kitab Yudas, saya pernah baca di situs internet bahwa penulisnya bukan Yudas Tadeus Rasul, tapi Yudas yg lain, benarkah?
Terimakasih atas penjelasannya
Shalom Robert,
Dalam Kitab Suci, disebutkan bahwa ada beberapa nama Yakobus. Yang pertama adalah Rasul Yakobus saudara Rasul Yohanes, yang keduanya dikenal sebagai anak-anak Zebedeus (Mat 4:21, 10:2; Mrk 3:17, 10:35; Luk 5:10). Rasul Yakobus ini sering disebut Yakobus Tua (James the Greater) untuk membedakannya dengan Rasul Yakobus yang disebut berikutnya dalam urutan kedua-belas Rasul.
Rasul Yakobus, yang sering disebut sebagai Rasul Yakobus Muda (James the Less), dikenal juga sebagai Yakobus saudara Yesus, yang menjadi Uskup Yerusalem (lih. Kis 12:17, 15:13, 21:18; Gal 1:19; 2:9-12). Rasul Yakobus Muda inilah yang menulis surat Rasul Yakobus. Maka menurut para ahli Kitab Suci Katolik, Rasul Yakobus Muda (lih. Mrk 15:40), Rasul Yakobus anak Alfeus (Mat 10:3, Mrk 3:18), Rasul Yakobus, saudara Yesus, (anak Maria istri Klopas, Mat 27:56, Yoh 19:25), dan Rasul Yakobus, saudara Yudas yang menulis surat Yudas (Yud 1:1), mengacu kepada ‘Yakobus’ yang sama. Menurut ahli Kitab Suci Katolik, Kleopas, atau ‘Clopas’, adalah transliterasi bahasa Yunani dari dari nama ‘Alfeus’, dalam bahasa Aram.
Selanjutnya, mayoritas ahli Kitab Suci Katolik mengidentifikasilan Yudas penulis surat Yudas ini, dengan Yudas Yakobi (Judas Jacobi), yaitu Yudas saudara Yesus (lih. Luk 6:16 dan Kis 1:13), yang juga dikenal sebagai Yudas Tadeus (lih. Mat 10:3; Mrk 3:18).
Selanjutnya tentang Rasul Yakobus Muda, silakan klik di sini; tentang Surat Yudas, silakan membaca link ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Wah membanggakan punya Katolisitas.
Disisi lain, membaca ini sy sedih juga, mengetahui kalo mrka harus wafat dgn cara2 keji sdmikian & ternyata sy malah belum melakukan apa2 utk Gereja. Hiks hiks …
Thnx berat Katolisitas.org
[Dari Katolisitas: Dengan cara yang sederhana, mari mengembalikan talenta yang Tuhan sudah berikan kepada kita, untuk kemuliaan Tuhan. Para Rasul sudah mengambil bagian mereka, yang memang sangat mengagumkan. Ini selayaknya menjadikan kita rendah hati untuk mengakui betapa besar teladan iman dan kasih yang dimiliki oleh para Rasul itu. Semoga teladan itu menyemangati kita selalu untuk tidak lekas putus asa dalam bertekun dalam iman dan kasih, sepanjang hidup di dunia ini.]
Di dalam Kisah Para Rasul, kita mengetahui bahwa para rasul mewartakan Injil dengan berani berkotbah di tempat-tempat umum dan ramai bahkan di tempat ibadah orang-orang Yahudi meskipun berkali-kali dilarang oleh otoritas setempat.
Menurut katolisitas, apakah di zaman sekarang masih dapat diterapkan metode pewartaan Injil(evangelisasi) yang telah dilakukan oleh para rasul seperti yang diceritakan di dalam Kisah Para Rasul ? Jika ya atau tidak, bisakah dijelaskan apa alasannya?
Shalom Cal,
Pada dasarnya, entah di zaman para Rasul maupun zaman sekarang, tugas pewartaan Injil/ evangelisasi mensyaratkan “prudence“/ kebijaksanaan, sebab sejak awalnya pewartaan Injil bukan merupakan pemaksaan agar orang percaya kepada Kristus. Jika kita membaca dalam Kisah para Rasul bahwa oleh karena kesaksian dan pengajaran para Rasul banyak orang bertobat dan dibaptis, itu adalah karena karya Roh Kudus yang menyadarkan hati orang-orang Yahudi bahwa generasi mereka telah bersalah karena telah menyalibkan Yesus yang merupakan penggenapan nubuat para nabi. Selanjutnya kita melihat bahwa cara pewartaan Injil yang efektif dan yang tak terpisahkan dari pengajaran para Rasul adalah: kesaksian hidup jemaat perdana, yang saling mengasihi, hidup dalam persekutuan dan dalam ibadah pemecahan roti (lih. Kis 2:42). Maka dalam melakukan misi evangelisasi di zaman ini, Gereja menerapkan juga prinsip ini, yaitu kesaksian hidup, pengajaran, persekutuan, dan sakramen-sakramen, terutama sakramen Ekaristi. Bahwa detail cara-caranya tidak persis sama, dapat mengerti, sebab keadaan masyarakat zaman dahulu tidak sama dengan masyarakat zaman sekarang.
Sebelum Kristus terangkat ke surga, Ia berpesan kepada para murid-Nya untuk mewartakan Injil dan menjadi saksi bagi-Nya, pertama-tama di Yerusalem, lalu di seluruh Yudea dan Samaria, dan lalu sampai ke ujung bumi- yaitu ke seluruh dunia (lih. Kis 1:8). Dari sini kita melihat bahwa Yesus menghendaki agar pewartaan Injil dilakukan secara bertahap, pertama-tama kepada bangsa Yahudi, baru kemudian kepada bangsa-bangsa lainnya. Kepada bangsa Yahudi, para Rasul diutus mewartakan Injil, untuk membuka mata hati mereka bahwa Kristuslah penggenapan Hukum Taurat, yang telah dinantikan berabad-abad oleh bangsa Yahudi. Maka adalah logis dan bijak, bahwa pewartaan Injil di zaman para Rasul diadakan di Bait Allah, di kota Yerusalem yang menjadi pusat bertemunya banyak orang Yahudi, terutama pada perayaan-perayaan Yahudi, seperti Pentakosta. Dengan demikian para Rasul dapat menjelaskan pesan Injil dengan lebih mudah dan tepat sasaran, dengan menjelaskan nubuat para nabi yang sudah dibacakan di bait Allah, dan penggenapannya dalam diri Kristus yang mereka wartakan itu. (Dengan demikian mereka menerapkan cara evangelisasi sebagaimana dilakukan oleh Kristus sendiri kepada dua murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus, lih. Luk 24:13-35, yaitu menghubungkan kitab-kitab para nabi dengan penggenapannya di dalam diri-Nya sendiri). Bahwa kemudian tak semua orang Yahudi menerima pewartaan para rasul, itu memang fakta, tetapi tetaplah sasaran pertama pewartaan Injil adalah orang-orang Yahudi terlebih dahulu, yaitu kepada siapa nubuat tentang Yesus pertama kali diwahyukan Allah. Bahwa sejumlah orang Yahudi menolak pesan Injil membuat para Rasul kemudian berpaling kepada bangsa-bangsa lain (Kis 13:46). Itulah sebabnya para Rasul mewarta ke luar Yerusalem, bahkan sampai ke kota Roma yang adalah pusat dunia pada saat itu.
Di luar Yerusalem, para Rasul mewarta pertama-tama kepada bangsa Yahudi yang tinggal di daerah Yudea dan sekitarnya. Karena mereka umumnya berkumpul untuk beribadah di sinagoga (rumah ibadat), maka pewartaan para Rasul juga dilakukan di sana (lih. Kis 13:14; 14:1; 17:1; 17:10; 18:8; 18:9). Sedangkan pewartaan di luar tempat ibadah seperti di pasar, dilakukan oleh Rasul Paulus di Athena (Kis 17:17), karena pada waktu itu masyarakat Athena memang umum berkumpul sambil membicarakan hal filsafat dan kenegaraan di ruang-ruang publik, termasuk di pasar. Silakan klik di Wikipedia atau sumber lain di internet yang mengisahkan tentang tradisi bangsa Yunani yang memang gemar membicarakan hal-hal filsafat ini di ruang-ruang publik, sehingga masuk akal jika Rasul Paulus yang ingin memperkenalkan Injil, juga berbicara di sana. Demikianlah, Rasul Paulus berjumpa dengan para ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa di tempat itu, dan Rasul Paulus menjelaskan bagaimana pesan Injil sesungguhnya merupakan jawaban dari kerinduan bangsa Yunani, yang sejak lama menujukan penghormatan kepada Allah yang tidak mereka kenal (lih. Kis 17:13).
Sedangkan saat mewarta kepada bangsa-bangsa lain di Roma, para Rasul juga menggunakan kebijaksanaan mereka dalam mewarta. Rasul Paulus menyewa sebuah di rumah untuk mewarta di sana, dan orang-orang yang datang kepadanya (lih. Kis 28:30). Di Roma, para rasul mewartakan Injil dengan diam-diam, sebab penguasa Romawi menentang segala ajaran yang tidak sejalan dengan penyembahan para dewa dewi Romawi. Maka para Rasul dan pengikut mereka dianggap sebagai musuh bangsa Romawi. Nyatanya, Rasul Petrus dan Paulus dihukum mati oleh pihak penguasa Roma, karena dianggap melawan penguasa Roma dengan ajaran-ajaran mereka tentang Injil.
Dari kenyataan ini kita dapat melihat, bahwa dalam mewartakan Injil, yang diperlukan adalah kebijaksanaan/prudence. Kita perlu menyesuaikan diri dengan situasi yang ada agar pewartaan dapat berdaya guna. (Jika tanpa kebijaksanaan, misalnya jika Rasul Paulus langsung berkhotbah di hadapan para penguasa Roma, mungkin saja ia langsung dibunuh, dan tidak memperoleh kesempatan mewarta dan membangun jemaat di sana. Namun faktanya, dengan bijak Rasul Paulus memilih untuk mewarta dengan ‘low profile‘ tidak ‘frontal‘ ataupun sengaja menimbulkan keributan di tempat umum. Oleh karena itu, ia sempat mewarta di Roma selama sekitar 2 tahun sebelum ia wafat dibunuh sebagai martir. Demikian juga Rasul Petrus. Menurut catatan sejarah, Rasul Petrus tinggal di Roma selama tiga periode, yaitu tahun 42-49, 54-57, dan 62-67 (selanjutnya tentang ini, klik di sini). Fakta bahwa Rasul Petrus dapat mewarta dalam jangka waktu yang cukup lama di daerah yang pemerintahnya dengan keras menolak ajaran Kristiani, menunjukkan bahwa Rasul Petrus tentu melakukan pewartaannya dengan bijak dan tidak dengan pemaksaan apalagi kekerasan, karena jika demikian pasti sudah sejak awal gerakannya ditumpas habis oleh pihak penguasa). Tak dapat dipungkiri bahwa di zaman para Rasul dan zaman Gereja perdana, penganiayaan dari pihak penguasa merupakan suatu fakta yang tak terhindarkan bagi mereka yang percaya kepada Kristus. Kematian hampir semua Rasul sebagai martir menjadi buktinya, sebagaimana pernah diulas sekilas di artikel di atas, silakan klik. Juga kenyataan bahwa hampir semua Paus di abad -abad awal dibunuh sebagai martir. Tak ketinggalan juga bukti sejarah adanya gereja-gereja bawah tanah/ dalam gua-gua (katakomba) dengan meja altar batu, yang menjadi saksi bisu akan adanya jemaat perdana yang dengan diam-diam berkumpul, bersekutu untuk mendengarkan pengajaran para Rasul (dan para penerus mereka), dan merayakan perayaan Ekaristi.
Di zaman sekarang, penganiayaan terhadap Gereja memang masih ada, walaupun tidak sama seperti pada zaman abad- abad awal, sebab secara umum peradaban manusia juga telah berkembang sehingga telah diterapkan penghargaan terhadap martabat manusia dan hak-hak azasi manusia, termasuk kebebasan beragama. Maka prinsip penghargaan terhadap martabat dan hak-hak azasi manusia ini pula yang harus diperhatikan untuk melaksanakan evangelisasi di zaman ini. Fakta bahwa manusia terdiri dari beragam budaya dan seringkali budaya ini sudah mendarah daging pula dan mempengaruhi kepercayaan mereka, juga harus diterima, dan disikapi dengan bijaksana, agar pengenalan Injil dapat diterima dengan sikap yang positif.
Katekismus Gereja Katolik menyebutkan tentang evangelisasi yang harus dilakukan dengan sabar dan dengan dialog atas dasar saling menghormati:
KGK 854 Dalam perutusannya, “Gereja menempuh perjalanan bersama dengan seluruh umat manusia, dan bersama dengan dunia mengalami nasib keduniaan yang sama. Gereja hadir ibarat ragi dan bagaikan penjiwa masyarakat manusia, yang harus diperbaharui dalam Kristus dan diubah menjadi keluarga Allah” (GS 40,2). Dengan demikian misi menuntut kesabaran. Ia mulai dengan pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok yang belum percaya kepada Kristus (Bdk. RM 42-47); ia maju terus dan membentuk kelompok-kelompok Kristen, yang harus menjadi “tanda kehadiran Allah di dunia” (AG 15), serta selanjutnya mendirikan Gereja-gereja lokal (Bdk. RM 52-54). Ia menuntut suatu proses inkulturasi, yang olehnya Injil ditanamkan dalam kebudayaan bangsa-bangsa (Bdk. RM 48-49), dan ia sendiri pun tidak bebas dari mengalami kegagalan-kegagalan. “Adapun mengenai orang-orang, golongan-golongan dan bangsa-bangsa, Gereja hanya menyentuh dan merasuki mereka secara berangsur-angsur, dan begitulah Gereja menampung mereka dalam kepenuhan katolik” (AG 6).
KGK 856 Tugas misi menuntut dialog penuh hormat dengan mereka yang belum menerima Injil (Bdk. RM 55). Orang beriman dapat menarik keuntungan untuk dirinya dari dialog ini, karena mereka akan mengerti lebih baik segala “kebenaran atau rahmat mana pun, yang sudah terdapat pada para bangsa sebagai kehadiran Allah yang serba rahasia” (AG 9). Kalau umat beriman mewartakan berita gembira kepada mereka, yang belum mengenalnya, mereka melakukan itu, untuk menguatkan, melengkapi, dan meningkatkan yang benar dan yang baik, yang telah Tuhan sebarkan di antara manusia dan bangsa-bangsa dan supaya manusia-manusia ini dibersihkan dari kekeliruan dan kejahatan “demi kemuliaan Allah, untuk mempermalukan setan dan demi kebahagiaan manusia” (AG 9).
Di atas semua itu, Gereja Katolik menekankan pentingnya kesaksian hidup dalam melakukan evangelisasi. Sebab kesaksian hidup yang melaksanakan kasih yang tulus tanpa pandang bulu, terutama kepada kaum miskin, lemah dan yang tersisihkan, berbicara lebih lantang daripada khotbah. Itulah sebabnya, pesan Konsili Vatikan II yang utama bagi umat adalah panggilan hidup untuk hidup kudus, yaitu melakukan kasih kepada Tuhan dan sesama, atas dasar kasih kepada Tuhan. Melalui kesaksian hidup yang sedemikianlah, Gereja melakukan evangelisasi kepada dunia, yaitu dengan menjadi terang bagi dunia, dengan membawa Terang Kristus.
Selanjutnya tentang evangelisasi, Gereja Katolik mengacu kepada surat ensiklik Paus Paulus VI yang berjudul Evangelii Nuntiandi, klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih informasinya …. syalom
Terima kasih infonya…. kalau nasib Santo Markus, Lukas dan Paulus Bagaimana ya?? Apakah mereka jadi martir juga??
shalom
[Dari Katolisitas: Silakan membaca kembali artikel di atas, di bagian akhirnya, karena baru saja kami tambahkan di sana, silakan klik]
Comments are closed.