Pandanglah Salib Kristus
Pekan suci merupakan saat yang indah dalam kalender liturgi Gereja. Namun sejauh mana kita juga melibatkan diri untuk merenungkan misteri kasih Allah dalam masa yang indah ini? Jika kita ingin lebih menghayati Pekan Suci ini, mari tengoklah ke dalam hati kita, baik dari segi persiapan batin untuk menyambut tri-hari suci, namun terlebih-lebih lagi, merenungkan dan meresapkan kisah sengsara Tuhan Yesus yang menyelamatkan kita.
Maka, marilah kita memandang salib Kristus. Di sana terlihat bukti kasih Allah yang tiada batasnya. Ia mau melakukan segala sesuatu untuk mengangkat kita agar kita dapat bersatu dengan-Nya di surga. Karena Ia mengetahui bahwa dosa-lah yang menghalangi rencana-Nya itu, maka Ia melakukan apa saja untuk menghapuskan dosa itu. Ya, walaupun itu berarti Ia harus mengorbankan segala-galanya. Allah yang Maha mulia, telah meninggalkan kemuliaan surga demi kasih-Nya kepada kita. Ia mengosongkan diri, mengambil rupa sebagai seorang hamba, dan wafat di kayu salib untuk menebus dosa kita manusia (lih. Fil 2:6-8). Betapa kita mesti berdoa, agar semakin memahami misteri kasih-Nya ini….
Tuhan kita menderita?
Mungkin banyak orang berpikir bahwa tak sepantasnya Tuhan menderita. Atau dengan kata lain, mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak pernah bisa menderita, karena Tuhan itu Maha Sempurna. Di sinilah memang letak misteri Kristus, karena walaupun Ia sungguh-sungguh Allah, namun Ia juga sungguh-sungguh manusia. Maka walaupun Ke-Allahan-Nya sempurna dan tak bisa menderita, namun dari segi kemanusiaanNya Ia sungguh-sungguh dapat menderita. Dan… betapa besarlah penderitaan-Nya, justru karena Ia sungguh manusia namun sekaligus Allah: yaitu saat Dia melihat bagaimana kekejaman dosa manusia terjadi di depan mata-Nya. Dosa menyebabkan manusia menutup pintu hati bagi Tuhan dan menutup diri terhadap kebenaran. Dosa membuat manusia menjadi sombong, iri hati, dan kejam. Manusia tidak lagi mau mengasihi, gampang sakit hati, tidak mau mengampuni dan bahkan dapat merancangkan segala yang jahat kepada sesamanya. Betapa jauhnya hal ini dengan rencana Allah semula, saat menciptakan manusia dalam kasih, agar semua manusia hidup dalam kasih, seperti gambaran kehidupan Diri-Nya sendiri. Maka kepedihan hati Yesus sebagai manusia diperolehNya dari kesatuan-Nya dengan ke-Allahan-Nya: sebab apa yang pada mulanya diciptakan-Nya dengan baik adanya, sekarang terancam rusak karena dosa. Jika kita sebagai orang tua saja tahu bagaimana harus berjuang sekuat tenaga untuk melindungi dan menjaga anak-anak kita, terlebih lagi Tuhan! Sungguh, itulah yang dilakukan-Nya dalam diri Yesus Kristus yang menyerahkan Diri-Nya untuk disalibkan, sebab Ia tak mau kita semua sebagai ciptaan-Nya, binasa karena dosa.
Tangis Yesus
Maka, Tuhan Yesus tidak sama dengan kita. Kita manusia lahir dengan keinginan utama untuk hidup, namun Tuhan Yesus lahir dengan keinginan utama untuk mati. Mati di sini bukan karena putus asa atau tidak menghargai hidup di dunia, namun karena ingin membuka jalan bagi kita kepada hidup yang kekal. Kematian-Nya ini disebut Yesus sendiri sebagai ‘baptisan’, dan betapa Ia menanti sampai saat itu tiba (lih. Luk 12:50). Dan betapa besar derita yang harus dialami-Nya sampai semua itu tergenapi! Ya, telah menjadi kehendak Yesus untuk taat kepada rencana Allah Bapa. Ia mengetahui bahwa Korban DiriNya di kayu salib adalah untuk menggantikan korban hewan bakaran penghapus dosa yang selama berabad-abad dilakukan oleh umat Israel pilihan-Nya. Saat menjelma menjadi manusia, Yesus berkata kepada Bapa, “Sungguh, Aku datang, untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allahku.” (Ibr 10: 7) Dan ketaatan itu menghantar-Nya sampai wafat di kayu salib, agar dengan demikian digenapilah rencana Allah, yaitu kuasa dosa dipatahkan dan manusia dapat memperoleh hidup kekal.
Maka hari Jumat Agung adalah hari yang telah dinanti-nantikan oleh Tuhan Yesus, dari sejak awal kedatangan-Nya ke dunia. Seluruh pengajaran dan pelayanan-Nya tertuju untuk korban salib-Nya, yaitu sumber kemenangan-Nya atas dosa dan maut. Menjelang wafatNya, Ia berdoa di bukit Zaitun: doa yang dipanjatkan-Nya sebagai manusia, namun dalam kesatuan sempurna dengan Allah. Doa yang penuh dengan ratap tangis dan keluhan kepada Allah (lih. Ibr 5:7) karena melihat betapa kejamnya pengaruh dosa atas manusia di dunia.
Oleh persatuan-Nya yang sempurna dengan Allah Bapa, maka dalam doa-Nya malam itu, Yesus dapat melihat di dalam Hati Kudus-Nya, segala sesuatu sejak awal mula sampai akhir dunia. Semua kejadian yang telah, sedang dan akan terjadi, dari sejak penciptaan dunia sampai akhir zaman, terpampang di hadapanNya sebagai ‘saat ini’, sebab Allah mengatasi segala tempat dan waktu. Setidaknya inilah yang menjadi keyakinan para Bapa Gereja. Bahwa pada saat Kristus bedoa di taman Getsemani, Ia merenungkan rancangan keselamatan Allah dalam kontemplasi yang sempurna. Dan segalanya menjadi nyata bagi-Nya: dari saat awal mula dunia, saat Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, sehingga Ia merencanakan untuk menjelma menjadi manusia. Betapa kedatangan-Nya di dunia telah dipersiapkan oleh banyak generasi, termasuk pembentukan bangsa Israel yang kenyataannya telah berkali-kali meninggalkan Dia. Para nabi yang diutusNya-pun sering ditolak oleh mereka, hingga akhirnya, Ia memutuskan untuk turun ke dunia dan mengambil rupa seorang hamba, agar semua orang dapat datang kepada-Nya tanpa sungkan.
Betapa hati-Nya dipenuhi oleh kasih yang begitu besar kepada umat manusia yang diciptakan-Nya! Ia mengajar, Ia menyembuhkan, Ia melakukan mukjizat, hanya untuk menyatakan bahwa Allah peduli dan Allah mau melakukan apa saja agar manusia percaya kepada-Nya. Namun, apa yang diperoleh-Nya sebagai balasan? Orang-orang terdekat-Nya yaitu para rasul dan para pengikut-Nya tercerai berai dan meninggalkan Dia. Ia dituduh menghujat Allah, padahal Ia hanya mengatakan yang sebenarnya, bahwa Ia datang dari Allah karena Ia adalah Putera Allah! (lih. Yoh 8:42) Ia diserahkan kepada para imam kepala, dihina, diludahi, diberi mahkota duri, didera, ditelanjangi dan disalibkan… segala bentuk penghinaan yang tak terbayangkan karena sungguh di luar pemahaman kita.
Sayangnya, dalam sejarah kehidupan manusia, tak banyak orang yang setia kepada-Nya. Ya, bahkan saat berdoa di Taman Getsemani itu, Yesus telah melihat apa yang akan terjadi padaNya setelah malam itu. Saat Ia didera, diberi mahkota duri, saat memanggul salib-Nya, saat paku menembus tangan dan kakiNya, dan saat salib ditegakkan, dan saat tubuhNya terentang antara langit dan bumi sampai tarikan nafas-Nya yang terakhir. Di kaki salib itu, tak banyak yang setia mendampingi, hanya murid yang dikasihi-Nya dan Bunda Maria. Sedangkan, para pengikut-Nya yang lain tercerai berai meninggalkan Dia. “Hai, umat-Ku, apa salah-Ku pada-Mu?”
Dalam doa terakhir-Nya, Ia juga melihat jauh ke depan, yaitu setelah kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke surga dan pengutusan Roh Kudus, murid-murid dikuatkan sebagai saksi-Nya, walaupun kemudian mereka disiksa oleh orang-orang yang menolak-Nya. Selanjutnya, saatnya akan datang di mana banyak orang akan mengaku datang dari Allah namun tidak mengajarkan pengajaran-Nya; dan betapa banyak orang yang disesatkan oleh mereka. Kemudian, Yesuspun mengetahui bahwa walaupun Ia menyerahkan nyawa-Nya, dunia tidak serta merta percaya kepada-Nya. Pengorbanan-Nya dianggap sebagai sesuatu yang tidak mungkin terjadi sebab terlalu merendahkan Tuhan, ataupun dianggap sebagai kebodohan. Manusia lebih memilih mengikuti gambarannya sendiri tentang Tuhan, daripada berusaha memahami misteri kasih Allah yang terpancar dari salib Kristus. Dunia lalu hidup seperti seolah-olah tidak ada Tuhan. Mereka saling menyalahkan, dan tidak menjaga persatuan. Bahkan Gereja yang didirikan-Nya tak luput dilanda pergolakan dan perpecahan. Betapa Ia disakiti oleh orang-orang pilihan-Nya yang tidak setia! “Hai, umat-Ku, apa salah-Ku pada-Mu?”
Dalam permenungan-Nya, Yesus melihat segala jenis dosa: kekerasan, pengkhianatan, kebohongan, pembunuhan, perzinahan, iri hati, kesombongan, cinta uang, aborsi, keserakahan, kemalasan, kemarahan ….semua itu dengan lengkap wajah-wajah pelakunya, ya, termasuk anda dan saya. Yesus melihat kepada setiap jiwa kita yang kemudian menjadi pengikut-Nya: betapa hati-Nya bersuka menerima pertobatan kita, namun juga betapa hati-Nya terluka, pada saat kita jatuh dalam dosa, mengacuhkan dan meninggalkan Dia.… Kita menyalibkan Dia dengan dosa-dosa kita, kita hidup mengikuti kehendak sendiri, sibuk dengan urusan sendiri, dan tidak sungguh peduli kepada Tuhan. Ya, kita semua yang termasuk bilangan orang-orang yang dipilih dan sangat dikasihi Tuhan begitu rupa, namun sering lupa, alpa, dan meletakkan Tuhan di tempat nomor dua. Betapa pada setiap dosa itu dilakukan, Yesus menerima pukulan dan siksaan… “Hai, umat-Ku, apa salah-Ku pada-Mu?”
Maka tak mengherankan, bahwa menurut para Bapa Gereja, penderitaan terbesar Tuhan kita Yesus Kristus adalah penderitaan batin. Walaupun siksa yang harus ditanggung-Nya di salib sangatlah besar, namun penderitaan di kayu salib itu bukanlah penderitaan yang paling menyiksa bagi-Nya, karena salib hanyalah merupakan penderitaan badan. Yang paling membuat hancur Hati-Nya ialah kenyataan bahwa Ia dikhianati, difitnahkan segala yang jahat, dan ditinggalkan. Banyak orang yang dikasihiNya tidak membalas kasihNya, atau menjadi suam-suam kuku, tidak sungguh-sungguh mengasihi-Nya, atau hanya mengasihi di mulut saja, namun tidak sampai di hati. Inilah yang membuat-Nya mengalami duka yang sangat, hingga mengeluarkan keringat berupa titik-titik darah. “Ya, Bapa-Ku jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”(Luk 22: 42).
Ketaatan Yesus
Namun, betapa besarlah teladan ketaatan yang diberikan Kristus kepada kita. Ia melaksanakan perkataan yang diajarkan-Nya dalam doa Bapa Kami, “Jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surga.” Kehendak Allah Bapa inilah yang akhirnya menjadi pilihan-Nya. Keinginan-Nya untuk bersatu dengan kita mengatasi segala sesuatu, dan karena Yesus melihat bahwa di akhir jaman persatuan itu tercapai di dalam Gereja kudus-Nya. Maka meskipun besar sengsara yang harus ditanggung-Nya untuk mencapai ke sana, Ia rela menghadapinya. Malam itu digenapilah perkataan Yesus, “Tidak seorangpun mengambil nyawa-Ku daripada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri.” (Yoh 10: 18). Maka pada saat para prajurit suruhan imam-imam kepala datang untuk menangkap-Nya, Yesus menyerahkan diri-Nya dan berkata, “Akulah Dia.” (Yoh 18:5). Kekuatan Tuhanlah yang memampukan Kristus menyongsong penderitaan- Nya dengan hati lapang, dan bahkan dengan kasih yang sangat melimpah, Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Karena mata-Nya hanya tertuju pada setiap kita, merindukan agar kita semua dapat berkata, “Kristus Putera Allah, telah mengasihi aku dan menyerahkan Diri-Nya untuk aku.” (Gal 2:20)
Korban SalibNya membawa kepada kebangkitan
Ya, setiap kali kita merenungkan salib Tuhan Yesus, kita merenungkan kasih Allah yang melampaui segala akal. Sebab meskipun kita masih berdosa, Ia mengasihi kita sampai mau mati bagi kita (lih. Rom 5:8). Besarlah kuasa kasih-Nya itu sehingga bagi kita yang percaya, kita memiliki pengharapan, bahwa jika kita turut mati bersama Kristus, kita akan dibangkitkan bersama Dia (Rom 6:8). Maka salib Kristus bagi kita adalah kemenangan; walaupun kita tak pernah memandang kemenangan itu terlepas dari Salib. Hari Minggu Paska hanya terjadi karena adanya Jumat Agung. Kemenangan selalu tak lepas dari perjuangan. Ini sesungguhnya menjadi pengharapan bagi kita, karena sudah menjadi kenyataan bahwa hidup kita di dunia ini adalah perjuangan. Menutupi hal ini dengan iming-iming kemenangan yang pasti di tangan tanpa perjuangan adalah janji yang kosong, sebab Kristus sendiri tidak mengajarkan demikian. Sebab kemenangan di dalam Tuhan hanya dapat kita peroleh jika kita berjuang di dalam hidup ini, setia kepadaNya sampai akhir hidup kita. Untuk itu, mari mengarahkan pandangan kita pada salib Yesus, dan menimba kekuatan daripada-Nya.
“Tuhan Yesus, aku bersyukur atas kasihMu yang begitu besar yang telah Engkau nyatakan di kayu salib. Salib-Mu menjadi sumber kekuatan bagiku untuk menjalani kehidupan ini. Kumohon, ya Tuhan, agar aku mampu memikul salibku dengan pengharapan dan iman. Bantulah aku mempersatukan segala penderitaanku dengan korban salib-Mu, supaya aku beroleh kekuatan untuk berkata kepada Allah Bapa, ‘Jadilah kehendak-Mu’. Mohon berikanlah kepadaku karunia kasih yang besar, sehingga aku tidak mudah mengeluh, dan mempunyai hati yang peka untuk meringankan juga penderitaan orang lain. Di atas semua itu, bantulah aku supaya setia kepada-Mu, dan mengasihi-Mu dengan segenap hatiku. Agar pada saat yang Kau tentukan, aku dapat bangkit bersama-Mu dalam kemenangan: kemenangan atas kuasa dosa dan kelemahanku, sehingga tiada lagi yang dapat memisahkan kita.
Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau mau mati bagiku. Kini mampukanlah aku hidup, hanya bagi-Mu. Amin. ”
Ave, Verum CorpusBy: Wolfgang Amadeus Mozart Ave, Verum Corpus | ![]() Salam, Tubuh yang Mulia Salam, Tubuh yang Mulia, yang dilahirkan oleh Perawan Maria |
Kenapa disalibkan di golgota?
Kenapa ada orang baik dan orang jahat
Dan yesus ditengah
[Dari Katolisitas: Mohon diperjelas dahulu pertanyaan Anda, dengan tata bahasa yang lebih mudah dimengerti.]
Shalom Om Stef dan Tante Inggrid,
Saya ingin bertanya,
Bagaimana seharusnya kita melakukan perenungan terhadap sengsara Yesus?
Apakah Katolisitas pernah membuat ulasan khusus tentang sengsara Yesus, mulai dari penolakan oleh orang banyak(atau bahkan kelahiran) – hingga kebangkitan?
[Dari Katolisitas: pesan berikut ini digabungkan]
Maaf, ada yang tertinggal, mungkin bisa disatukan dengan komentar sebelumnya,
Sebenarnya, apa itu Kasih? (maaf pertanyaannya sangat mendasar), karena saya merasa penjelasan tentang kasih pada 1 Korintus 13, belum memuaskan.. Saya juga telah membaca tahap-tahap kasih, dan saya juga merasa belum puas, adakah penjelasan lebih lanjut mengenai apa itu Kasih?
Adakah perbedaan antara : Kasih – Belas Kasihan – Cinta ? karena saya sering mendengar ada yang berbicara, “Cinta dan Belas Kasihan Kristus”.. Saya kurang menangkap maknanya.
Trims.
-pencariTuhan
Shalom Pencari Tuhan,
Cara yang paling sederhana untuk merenungkan sengsara Tuhan Yesus adalah dengan mendoakan Jalan Salib dan merenungkan Peristiwa-peristiwa Sedih dalam doa Rosario. Sebelum mendoakannya, baik jika didahului dengan permohonan kepada Tuhan agar membantu kita merenungkannya dengan baik, agar kita dapat semakin menghayati besarnya kasih Tuhan kepada kita yang tiada terbatas, melalui pengorbanan Kristus itu.
Jika dianggap membantu, silakan juga membaca renungan di atas, silakan klik. Atau renungan Natal: pemberian diri Kristus dalam kemiskinan-Nya sejak kelahiran-Nya, silakan klik.
Kristus Tuhan kita memang sangat mengasihi kita, sehingga rela mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba untuk menyelamatkan kita (lih. Flp 2:5-11). Misteri kasih ini memang begitu dalamnya, tak akan habis-habisnya. Maka Anda benar, jika mengatakan bahwa sepertinya tulisan seperti apapun tidak akan mampu membuat kita memahami dengan tuntas, kasih Allah itu. Sebab Allah yang adalah Kasih itu (1Yoh 4:8), tidak terbatas oleh huruf-huruf dan kata-kata, tetapi Ia adalah Seorang Pribadi yang mengatasi segalanya, yang mengambil nama Yesus Kristus. Kasih yang dijabarkan adalah 1Kor 13 adalah kasih agape, yang secara sempurna digenapi oleh Kristus. Maka mungkin kita akan semakin memahami maknanya jika kita menggantikan kata ‘Kasih’ di sana, dengan Kristus. Sebab di dalam Kristuslah, penjabaran tentang kasih itu sungguh digenapi.
Kristus mengungkapkan kasih-Nya yang luar biasa kepada kita, rela menderita, untuk menunjukkan solidaritas dengan kita manusia yang juga kerap menderita karena pengaruh dosa. Besar dan dalamnya kasih Allah yang dinyatakan Kristus dengan misteri salib-Nya, memang melampaui segala akal, dan karenanya Paus Fransiskus mengatakan, hanya dapat dihampiri dengan berlutut dan dengan air mata, silakan klik.
Permenungan akan kasih Allah ini dapat sedikit banyak mempengaruhi kita untuk bertumbuh dalam kasih. Tentang hal ini, silakan membaca artikel ini, silakan klik. Sedangkan tentang kasih eros, philia dan agape, klik di sini.
Dengan menyadari bahwa Allah yang adalah Kasih itu memang tidak terbatas, maka kita dapat dengan rendah hati mengakui keterbatasan kita dalam memahami dan membalas kasih Allah itu. Bahasa/ kata-kata memang menjadi salah satu sarana untuk menggambarkan kasih Allah itu, namun sering kali bahasa dan kata-kata terbatas untuk menjelaskan kedalaman maknanya. Kasih, belas kasih dan cinta memang sama saja, jika dipandang dari apa yang dilakukan Tuhan bagi kita. Dalam Kitab Suci, umumnya kasih Allah memang lebih sering dibahasakan sebagai kasih (agape- Yunani), sedangkan cinta (’āhaḇ, Ibrani) adalah untuk melukiskan kasih antara pria dan wanita. Sedangkan belas kasihan adalah untuk membahasakan kasih Allah yang sedemikian besar, sehingga Ia memberikan mercy/ compassion (oiktirmós– Yunani), untuk menggambarkan bahwa Allah yang mau berbela-rasa dengan kita, dan mau mengampuni kita.
Maka ungkapan ‘cinta dan belas kasih Allah’ kemungkinan berkaitan juga dengan kasih Allah yang ‘eros dan agape’ terhadap kita manusia.
Untuk lebih memahami hal ini, ada baiknya Anda membaca surat ensiklik dari Paus Benediktus XVI yang khusus menjabarkan tentang kasih Allah, Allah adalah Kasih, Deus Caritas est, silakan klik.
Akhirnya, baiklah kita sadari bahwa kasih Allah itu memang lebih mudah untuk dialami, diresapkan dan disyukuri daripada dijelaskan dengan kata-kata. Bersyukurlah kita, karena Tuhan Yesus selalu siap melimpahkan kita dengan Kasih-Nya yang selalu baru setiap hari dalam Ekaristi kudus. Semoga dengan menerima Ekaristi dengan ucapan syukur itu kita dibawa kepada pemahaman dan penghayatan akan kasih Allah, sedikit lebih dalam, setiap hari.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom, saya mau bertanya, yang betul itu Sabtu Sunyi atau Sabtu Suci? Mohon penjelasannya juga. Thank you. GOD bless you.
Shalom Erwin,
Jika melihat dari kata latinnya Sabbatum sanctum (dalam bahasa Inggris: Holy Saturday), maka terjemahan yang lebih tepat nampaknya Sabtu Suci. Hari Sabtu Suci ini terhitung sampai sekitar pukul 6 sore, saat Gereja mulai merayakan Misa Vigili Paskah (Easter Vigil).
Namun jika orang menyebut hari Sabtu sehari sebelum Paskah ini sebagai Sabtu Sunyi, kemungkinan karena dikaitkan dengan keadaan permenungan akan Kristus yang telah wafat, dikuburkan dan turun ke tempat penantian. Tidak seperti hari- hari biasanya di mana Gereja merayakan perayaan Ekaristi, pada hari Sabtu pagi ini tidak ada Misa kudus. Kemungkinan karena alasan inilah disebut sebagai Sabtu sunyi. Namun kesunyian yang dimaksud bukanlah memperingati perkabungan semata, tetapi merupakan permenungan tentang pengharapan akan kebangkitan Tuhan Yesus, sebagaimana dijanjikan-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Bu Inggrid,
Saya hanya ingin penjelasan sedikit mengenai pemahaman saya tentang penghayatan kepada Sang Mesias yang menderita.
saya sering melihat film atau cerita atau gambar yesus yang menderita, ketika saya merenungkan bahwa penderitaan Yesus sangat menyedihkan, dan air mata saya dengan sendirinya meleleh ke pipi kanan dan kiri dan bertanya mengapa terjadi demikian? Dari situ saya ingin bertanya apakah dengan melelehnya air mata ini akan memanifestasikan kedalaman iman saya akan Yesus? atau karena hanya terharu saja? saya sering mengalami demikian ketika saya melihat kakeki-nenek yang lewat di depan rumah saya dengan susah paya harus mengurus dirinya dan anak-anak nya. dan kadang mengasihani mereka. dan memohon kepada Allah agar mereka dikuatkan.
Mohon pencerahan
Salam damai dalam kristus Yesus!
Aquilino
Shalom Aquilino Amaral,
Jika anda terharu dan menangis ketika merenungkan pengorbanan Kristus di kayu salib demi kasih-Nya kepada kita, itu adalah sesuatu yang manusiawi. Sebagai manusia kita dapat menjadi terharu pada saat kita melihat ataupun mengalami sesuatu yang menyentuh hati dan perasaan kita, seperti halnya ketika anda melihat kakek dan nenek, seperti penuturan anda. Maka tangisan itu berhubungan dengan luapan hati/ emosi. Kadangkalanya luapan hati dan emosi ini dapat mendorong kita untuk semakin mengimani Tuhan Yesus, namun sesungguhnya iman yang sejati akan Tuhan tidak tergantung dari emosi. Mengapa? Karena emosi itu sifatnya berubah- ubah. Jika iman tergantung dari emosi, maka iman menjadi berubah- ubah juga sesuai dengan suasana hati. Hal ini tidak sesuai dengan Sabda Tuhan.
Sebab Sabda Tuhan mengatakan tentang iman, antara lain sebagai berikut:
“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Ibr 11:1)
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah…. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Rom 1:16-17)
Maka iman sebagai dasar pengharapan merupakan sesuatu yang teguh, tetap tidak berubah- ubah sesuai suasana hati. Iman berkaitan dengan kebenaran Allah yang dinyatakan dalam Injil, dan dengan demikian tidak dapat dibatasi oleh perasaan kita sebagai manusia.
Namun demikian, Aquilino, Tuhan menyapa kita lewat kejadian- kejadian yang kita alami sehari- hari. Melalui semua itu kita dapat mengalami bahwa Tuhan hadir dalam orang- orang yang kita jumpai, dalam situasi yang kita hadapi. Dalam peristiwa ini kita dapat menjadi terharu, dan ini adalah sesuatu yang baik, karena artinya Roh Kudus sedang membentuk kita menjadi orang yang berbela rasa dengan sesama (com-passion= artinya seperasaan sepenanggungan). Hal berbela rasa ini sesuai dengan perintah Tuhan juga, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Gal 6:2). Jadi jika kita merasa terharu melihat/ mendengar sesama kita yang mengalami kesusahan, pertanyaan berikutnya adalah, apakah yang kita perbuat untuk menolongnya? Jika memungkinkan, tentu kita dapat langsung memberikan bantuan, namun jika tidak memungkinkan, kita dapat juga mendoakan mereka dan memberikan kata- kata penghiburan. Dengan demikian perasaan terharu tersebut dapat diikuti dengan perbuatan kasih yang didasari iman. Ini adalah iman yang hidup dan iman yang menyelamatkan, yang diajarkan oleh rasul Yakobus (lih. Yak 2:14-26). Jadi jika anda mendoakan kakek nenek yang lewat di depan rumah anda, tentu itu adalah sesuatu yang baik. Mungkin jika suatu saat mereka lewat lagi di hadapan rumah anda, anda dapat menyapa mereka dan memberikan senyuman, itu lebih baik lagi, siapa tahu mereka dapat menjadi sahabat anda.
Mari kita memohon rahmat Tuhan agar kita dapat memiliki iman yang hidup, yang diikuti dengan perbuatan kasih.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Yth Stef/ Ingrid,
ada hal yang ingin saya tanyakan, dimalam terakhir Yesus berdoa sampai mengeluarkan keringat darah, karena takut, yang menjadi pertanyaan saya adalah, didalam injil Yohanes dikatakan tidak ada ketakutan dalam kasih yg sempurna, dan Yesus adalah kasih itu sendiri, apakah arti “takut” (Yesus : hatiKU sangat sedih seperti mau mati) disini? walaupun Yesus yang sungguh Allah dan sungguh manusia.
Para martir pun dengan berani menyerahkan nyawanya demi iman. Maaf kalau disitus ini sudah pernah dibahas dan merupakan pertanyaan pengulangan.
Terima kasih. Tuhan memberkati.
Shalom Veronica,
Nampaknya kita perlu merujuk kepada bahasa aslinya dalam Luk 22:43- 44, yang digunakan sebenarnya adalah “agony (bahasa Inggris)/ agonia (Yunani)” yang lebih tepat jika diterjemahkan sebagai ‘rasa sakit yang hebat/ penderitaan jiwa’ dan bukan sebagai ‘ketakutan’. Silakan anda klik di link dictionary.com, klik di sini, untuk melihat arti kata agony itu.
Jadi yang disampaikan di terjemahan Mat 26:38 dan Mrk 14:34 lebih tepat, “”Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.”
Sesungguhnya, justru karena kasih Kristus yang sempurna inilah Ia dapat merasakan kesedihan yang sangat, melihat begitu besarnya penderitaan umat manusia akibat dosa, betapa besar duka cita-Nya melihat betapa banyaknya umat manusia yang lebih memilih dosa daripada memilih Allah, betapa banyak pengikut-Nya yang kemudian mengkhianati Dia. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa pada saat doa-Nya di taman Getsemani, Kristus mengalami kesengsaraan yang sangat karena segala sesuatu yang dilakukan oleh setiap manusia dari awal mula dunia sampai pada akhir jaman, terpampang di hadapan-Nya pada saat itu. Inilah yang mengakibatkan kepedihan di jiwa-Nya, sebab Ia mengetahui bahwa pada akhirnya, banyak manusia yang menjadi tidak setia kepada Allah, meskipun Ia telah menyerahkan Diri-Nya. Namun demikian, Ia tetap memutuskan untuk menyerahkan Diri-Nya untuk wafat di kayu salib bagi kita.
Dengan demikian, ayat Luk 22:44 tidak bertentangan dengan 1 Yoh 4:18, yang mengatakan, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan (fear/ phobos bukan agony/ agonia): kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.” (1 Yoh 4:18).
Sebab kasih Yesus yang sempurna memang tidak menjadikan-Nya takut untuk menyerahkan diri-Nya bagi kita. Maka ketika Petrus menghunus pedangnya untuk memotong telinga salah seorang hamba Imam Besar itu, Yesus berkata, “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” (Yoh 18:11), sebab Kristus tidak takut untuk meminum cawan itu, demi kasih-Nya kepada kita manusia, agar kita memperoleh pengampunan dosa berkat korban salib-Nya.
Silakan jika anda tertarik untuk membaca renungan di atas, tentang sengsara Kristus yang sedikit banyak mengisahkan agony/ agonia ini, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Kenapa ya Bu Ingrid, Tuhan Allah munafik, tidak mau menampakkan diri-Nya dalam wujud-Nya sendiri. tapi hanya menjelma sebagai Yesus. sehingga tidak harus mati di tiang salib ?
Shalom Manis,
Pertama- tama, tidak benar jika dikatakan Allah itu munafik. Dengan kebijaksanaan-Nya ia menentukan cara-Nya menyatakan Diri-Nya kepada manusia. Memang, di banyak ayat dalam Perjanjian Lama, dikatakan bahwa Allah “menampakkan Diri”-nya dengan berbagai cara kepada orang-orang pilihan-Nya, seperti kepada Abraham (Kej 12:7, 17:1; 18:1; 26:2), kepada Ishak (Kej 26:24) Yakub (Kej 32:30; 35:9; 48:3), Musa (Kel 3:2; 3:16; 4:5, 33:11; 33:23, Bil 14:14, Ul 5:4; 34:10) Yesaya (Yes 6:5); Mikha (1 Raj 22:19). Namun kelihatannya, Allah memang tidak menyatakan Diri-Nya dalam keadaan kemuliaan yang sebenarnya (karena dapat juga yang dimaksud adalah menampakkan diri di dalam Malaikat-Nya, nyala api, tiang awan, tiang api) karena kita juga melihat bahwa di dalam ayat-ayat yang lain dikatakan bahwa manusia tidak dapat melihat Allah [dengan segala kemuliaan-Nya] dan tetap hidup, seperti yang dituliskan dalam Kel 33:20, Yoh 1:18, Yoh 6:46, 1 Tim 6:16, 1 Yoh 4:12.
Maka memang Yesus adalah gambaran Allah yang tidak kelihatan (Kol 1:15). Di dalam diri Yesus Putera Allah yang menjadi manusia, maka Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan, yang tak terbatas oleh ruang dan waktu menjadi terbatas; agar dapat dilihat, didengar, disentuh, dipahami oleh manusia. Namun demikian, Yesus tetaplah gambaran sempurna Allah Bapa, karena Yesus adalah Putera Allah itu sendiri. Kesetaraan Yesus dengan Allah Bapa inilah yang menjadi dasar mengapa Yesus mengatakan, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” (Yoh 14:9). Jika anda belum membaca, silakan membaca artikel mengenai Allah Trinitas, yang menunjukkan kesetaraan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, silakan klik, dan artikel Yesus sungguh Allah sungguh manusia, silakan klik.
Maka Manis, saya berharap agar anda tidak mengatakan bahwa Allah itu ‘munafik’ dengan tidak menyatakan Diri-Nya yang sebenarnya. Pernyataan ini mengandaikan bahwa anda yang mengatakannya tidak mengakui bahwa Yesus adalah Allah, yang setara dengan Allah Bapa (atau Yesus bukanlah Allah yang sebenarnya). Sebab sesungguhnya, dengan penjelmaan Yesus, maka manusia dapat melihat Allah itu sendiri, dengan segala sikap, perkataan dan perbuatan-Nya, terutama adalah kasih-Nya yang tak terbatas yang tercurah atas kita manusia. Allah Bapa di dalam kebijaksanaan-Nya memilih untuk mengutus Yesus Putera-Nya untuk menjelma menjadi manusia di dalam diri Kristus, agar manusia dapat melihat bagaimana Allah menerapkan sendiri ajaran kasih-Nya, yaitu dengan menyerahkan nyawa-Nya bagi umat manusia. Silakan membaca artikel ini, silakan klik, terutama point ke 3, untuk melihat mengapa Yesus memilih untuk wafat di kayu salib untuk menyelamatkan manusia.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
kenapa Manis mengatakan Tuhan Allah munafik? Tuhan bahkan telah menampakkan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus. justru dengan mati di tiang salib, Allah mau menunjukkan kepada kita bahwa Dia sangat mencintai kita sehingga merelakan nyawa-Nya sendiri. tapi Tuhan Yesus tidak mati konyol, Dia bangkit dari alam maut… memberikan harapan baru kepada kita untuk bangkit dari kegelapan dosa2 kita. kita patut bersyukur karena punya Allah seperti Yesus yang menunjukkan cinta yg tiada taranya… Ia telah menunjukkan cinta-Nya yg sehabis-habisnya..terima kasih Yesusku…!!!
shalom….
seketika saya membaca artikel ni…saya masih tidak memahami apakah maksud sabda “Matius 5:32 “Tetapi aku berkata kepadamu: setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah, dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah?”
saya kurang faham mengenai “….kecuali kerana zinah…”….??
salam kasih…
Shalom Monica,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang maksud dari Mt 5:32. Hal ini pernah dibahas di artikel "Indah dan dalamnya Makna Sakramen Perkawinan Katolik" (silakan klik), dimana dijabarkan maksud dari ayat ini:
St. Clemens dari Alexandria (150-216), mengajarkan maksud ajaran Yesus pada ayat Mat 5:32, 19:9, “Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah…” Zinah di sini artinya adalah perkawinan antara mereka yang sudah pernah menikah namun bercerai, padahal pasangannya yang terdahulu itu belum meninggal.[15] (Jadi, dalam hal ini, Yesus mengakui perkawinan yang pertama sebagai yang sah, dan perkawinan kedua itulah yang harusnya diceraikan agar pihak yang pernah menikah secara sah dapat kembali kepada pasangan terdahulu).
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
shalom dan selamat pagi….
syukur dan terima kasih, saya akhirnya faham apa yang dimaksudkan petikan sabda itu apabila saya membacanya semula melalui penjelasan yg diberikan stef.
saya akan cuba ulangi apa yg saya faham daripada petikan sabda itu apakah ianya benar apa yg di ungkapkan dari petikan sabda tersebut.sekiranya saya silap, mohon perbetulkan ya.
Matius 5:32 – Membawa maksud bahwa:
setiap pasangan yg menceraikan isterinya akan menjadikan isterinya zinah dan perbuatan mengahwini perempuan yg telah diceraikan(yg pernah berkahwin sebelumnya), ia berbuat zinah. maknanya, setiap pasangan yg telah disatukan tidak boleh dipisahkan.katolik mengajar kita supaya tidak menceraikan pasangan kita setelah berkahwin(perkahwinan pertama yg diakui yesus) sebab Mengikut Kitab Injil, perkahwinan ialah perjanjian untuk seumur hidup. “Dengan demikian mereka bukan lagi dua orang, tetapi satu. Oleh itu, mereka yang telah disatukan oleh Allah, tidak boleh dipisahkan oleh manusia.” (Matius 19:6). dan dalam Maleakhi 2:16: “Tuhan Allah Israel berfirman, “Aku membenci perceraian. Aku tidak suka apabila salah seorang daripada kamu berbuat hal sekejam itu terhadap isterinya. Pastikanlah supaya kamu tidak memungkiri janji untuk tetap setia kepada isteri kamu.
walaubagaimanapun penceraian dilakukan apabila terdapat pasangan yg pernah berkahwin(masing2 samada si lelaki atau si perempuan pernah bernikah sebelumnya) melakukan perkahwinan kali kedua.YESUS tidak mengakui perkahwinan kedua dan harus pasangan tersebut bercerai supaya si pasangan (si perempuan atau si lelaki ) dapat kembali kepada pasangan asalnya(pasangan yg dikahwini pada mulanya@pertama).maknanya penceraian yg dimaksudkan disini bukannya menunjukkan penceraian itu boleh dilakukan dalam katolik tetapi lebih kepada tujuan baik iaitu menyatukan semula pasangan asal(perkahwinan pertama) yg telah terpisah. Tuhan mengetahui bahawa perkahwinan membabitkan dua orang manusia yang berdosa(zinah), oleh itu perceraian mesti akan berlaku.
oleh itu, jangan lah kita menjadikan seseorang itu zinah (menceraikan)dan berbuat zinah(mengahwini seseorang yg telah berkahwin atau berkahwin pada kali kedua) kerana ALLAH membencinya.
salam kasih….
Shalom Monica,
Ya benar, kira-kira begitulah interpretasi yang disampaikan oleh St Clemens dari Alexandria (150-216) tentang ayat Mt 5:32; yang memang sesuai dengan pengajaran dari ayat-ayat lainnya di Alkitab.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
[quote] Betapa jauhnya hal ini dengan rencana Allah semula, saat menciptakan manusia dalam kasih, agar semua manusia hidup dalam kasih, seperti gambaran kehidupan Diri-Nya sendiri [unquote]
bukankah manusia diciptakan lengkap dengan kehendak bebas ? agar ia dapat mencinta dengan kehendak bebas ini – tanpa ini manusia menjadi robot dan robot tidak bisa mencintai dengan bebas
Jika tesis ini itu valid maka [maaf] mestinya Allah tidak terkejut dengan kenyataan penyalah-gunaan kehendak bebas ini. It is part of the human nature – part of the design.
Jika argumen kedua ini valid [i.e. It is part of the human nature] maka part of God Nature juga untuk menyelamatkan -jika tidak maka Deus non est caritas
Allah yang tidak bergegas menyelamatkan – apakah masih Allah yang Kasih ?
mohon koreksi
Shalom Skywalker,
Ya benar, manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26), yaitu sebagai mahluk berakal budi dan berkehendak bebas, agar dapat dengan sungguh mengasihi, tanpa menjadi seperti robot yang sudah diprogram. Benar juga, bahwa Allah tidak terkejut ketika manusia jatuh ke dalam dosa, sebab sejak dari awal mula Allah yang Maha Tahu sudah mengetahui bahwa dengan menciptakan manusia se-citra dengan-Nya maka manusia dapat menggunakan kehendak bebasnya untuk mengasihi Dia kembali atau menolak-Nya. Dan bahwa ternyata manusia pertama jatuh dalam dosa dan menolak Dia, Tuhan juga sudah mengetahui dari sejak awal mula, sehingga rencana keselamatan-Nya dengan mengutus Kristus Putera-Nya juga sudah menjadi rencana-Nya sejak awal mula. Inilah yang menjadikan para Bapa Gereja mengajarkan bahwa sejak awal mula Allah telah merencanakan mengutus Kristus, yaitu keturunan sang Perempuan (Bunda Maria) yang akan mengalahkan Iblis (Kej 3:15). Jangan lupa, bahwa bagi Allah yang tak terbatas oleh waktu, segala sesuatunya terjadi sebagai ‘saat ini’, sehingga segala sesuatu sepertinya ‘transparan’ bagi Dia, dan tak ada yang tersembunyi. Kenapa Allah menunggu sampai begitu lama baru datang menyelamatkan, melalui Kristus? Allah dengan kebijaksanaan-Nya, merencanakan keselamatan tidak dengan sembarangan, sebab memang sangat besarlah ‘harga’ yang harus dibayar-Nya, yaitu kematian Yesus Putera-Nya sendiri, dan karena-Nya Ia menginginkan agar manusia dapat menerima Dia dengan disposisi yang baik.
Menurut St. Thomas Aquinas, dalam bukunya Summa contra gentiles, book 4, ch. 55, no.12, mengatakan bahwa kedatangan Yesus harus dipersiapkan terlebih dahulu oleh para nabi sehingga bisa dikenali, sehingga pada saat kedatangan-Nya umat manusia dapat lebih siap untuk menerima janji keselamatan Allah ini. Maka adalah ‘fitting’ bahwa Yesus menjelma menjadi manusia pada tingkat peradaban manusia, di mana sudah dapat diperoleh catatan sejarah, sehingga kedatangan Yesus dapat direkam secara historis dan tidak dianggap sebagai legenda/ myth, [seperti yang umum ada pada zaman purba], dan juga dengan pengetahuan akan kedatangan Yesus ini dapat disebarluaskan ke seluruh bangsa. Maka persiapan ini dinyatakan dengan persiapan sepanjang 2000 tahun pada bangsa Israel, mulai dari Abraham, dan para nabi sesudahnya.
Namun, juga, Allah tidak menghendaki Inkarnasi terlalu dekat dengan akhir dunia, sebab, Inkarnasi direncanakan-Nya untuk menjadi sarana utama untuk menguduskan umat manusia. Menunda Inkarnasi sampai akhir dunia itu seperti menunda pembaptisan sampai seseorang sekarat/ di saat sakrat maut. Padahal Allah menghendaki Inkarnasi itu sebagai sarana untuk menciptakan peradaban manusia atas dasar hukum kasih. Nah periode setelah Inkarnasi disebut sebagai zaman akhir seperti yang kita ketahui dari kitab Perjanjian Baru dan tulisan para Bapa Gereja. Allah memang tidak pernah meninggalkan manusia; Lumen Gentium 2 menjelaskan hal ini demikian, Atas keputusan kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan rahasia, Bapa yang kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan mengangkat manusia untuk ikut serta menghayati hidup Ilahi. Ketika dalam diri Adam umat manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu membantu mereka supaya selamat, demi Kristus Penenbus, “citra Allah yang tak kelihatan, yang sulung dari segala makluk” (Kol 1:15). Adapun semua orang, yang sebelum segala zaman telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan ditentukan-Nya sejak semula, untuk menyerupai citra putera-Nya, supaya Dialah yang menjadi sulung diantara banyak saudara (Rom 8:29). Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus. Gereja itu sejak awal dunia telah dipralambangkan, serta disiapkan dalam sejarah bangsa Israel dan dalam Perjanjian Lama[1]. Gereja didirikan pada zaman terakhir, ditampilkan berkat pencurahan Roh, dan akan disempurnakan pada akhir zaman. Dan pada saat itu seperti tercantum dalam karya tulis para Bapa yang suci, semua orang yang benar sejak Adam, “dari Abil yang saleh hingga orang terpilih yang terakhir”[2], akan dipersatukan dalam Gereja semesta dihadirat Bapa. Dengan demikian, rencana Allah menyelamatkan manusia melalui Kristus ini merangkul semua umat manusia dari segala zaman, walaupun pemenuhannya juga melibatkan kehendak bebas manusia. Dengan demikian, Allah melaksanakan bukti keadilan dan belas kasihan-Nya kepada semua manusia ciptaan-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org.
[quote] Menurut St. Thomas Aquinas, dalam bukunya Summa contra gentiles, book 4, ch. 55, no.12, mengatakan bahwa kedatangan Yesus harus dipersiapkan terlebih dahulu oleh para nabi sehingga bisa dikenali [unquote]
coba bandingkan dengan tulisan anda ditempat lain
[quote] saya pikir itu merupakan suatu bentuk ‘penolakan’ yang memang sudah dinubuatkan jauh hari oleh Nabi Yesaya, yaitu bahwa lembu saja mengenal pemiliknya, namun Israel tidak mengenal Pemilik-Nya (yaitu Kristus),…. umat Allah tidak mengenal Penyelamat-Nya (lih. Yes 1:3). [unquote]
https://katolisitas.org/adakah-tempat-bagi-nya-di-hatimu-pada-hari-natal/#comment-3610
[quote] bisa dikenali [unquote] versus [quote] namun Israel tidak mengenal Pemilik-Nya (yaitu Kristus),…. umat Allah tidak mengenal Penyelamat-Nya (lih. Yes 1:3). [unquote]
St Thomas agak kurang akurat atau bagamana (dalam arti: persiapan tokh ternyata masih belum cukup juga karena orang tetap tidak mengenal Yesus sebagai Mesias) ? atau Mesias memang tidak akan dikenali oleh Israel karena memang sudah begitu dinubuatkan
Flip side of the coin : Jika Israel mengenal Yesus sebagai Mesias masakan Ia akan mereka bunuh ? Tidak masuk akal – tetapi Mesias harus (repeat HARUS) mati untuk dosa-dosa manusia maka Mesias harus (repeat HARUS) tidak dikenali orang Israel – supaya IA mereka bunuh
begitukah logikanya ?
Shalom Skywalker,
Terima kasih atas tanggapannya. Anda mengatakan bahwa St. Thomas tidak akurat dalam pernyataannya – bahwa kedatangan Kristus perlu dipersiapkan terlebih dahulu oleh para nabi sehingga bisa dikenali – karena ternyata orang-orang pilihan-Nya tidak mengenali-Nya. Kita dapat melihatnya dari sisi yang berbeda, bahwa Tuhan telah menjalankan bagian-Nya, namun manusia yang tidak menjalankan bagiannya. Bayangkan kalau Tuhan tidak mempersiapkan kedatangan Kristus dengan baik, melalui nubuat para nabi, maka orang-orang yang menolak Kristus mempunyai alasan untuk tidak mengenali kedatangan Kristus. Namun, karena kedatangan Kristus telah dipersiapkan dengan baik, maka mereka yang menolak kedatangan Kristus tidak mempunyai alasan lagi.
Jadi, kalau umat Israel tidak mengenali kedatangan Kristus, maka kesalahan ini tidak dapat ditimpakan kepada Tuhan yang memang telah menubuatkan sebelumnya, bukan hanya satu kali, namun selama kurang lebih 2000 tahun. Untuk menyalahkan Tuhan karena bangsa Israel tidak mengenali Kristus walaupun telah dinubuatkan sebelumnya adalah sama engan seorang yang jahat dapat berdalih bahwa Tuhan telah mentakdirkannya sebagai seseorang yang jahat, dan oleh karena itu bukanlah kesalahannya untuk menjadi jahat.
Skywalker mengatakan "flip side of the coin". Namun di dalam Tuhan tidak ada yang tersembunyi, ke-dua sisi dari coin begitu transparan di hadapan Tuhan. Di dalam Tuhan tidak ada yang terjadi secara tiba-tiba dan mengejutkan, karena semuanya terbentang dengan jelas di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, sebelum dunia dijadikan, Tuhan telah tahu apa yang terjadi dengan umat Israel yang akan menolak Putera-Nya. Dan semuanya ini terjadi karena Tuhan juga menghormati kehendak bebas manusia. Kehendak bebas manusia bukanlah suatu misteri bagi Tuhan, karena Tuhan tahu apa yang akan dipilih oleh masing-masing pribadi. Kalau Tuhan tidak tahu, maka Tuhan bukan lagi Tuhan yang maha tahu. Jadi, pada waktu Skywalker mengatakan "HARUS", maka perlu dianalisa adalah siapa yang mengharuskan? Apakah Tuhan yang mengharuskan? ataukah manusia? Semuanya adalah rangkaian sebab-akibat, dimana Tuhan mengetahui secara pasti rangkaian sebab-akibat ini dan juga hasil akhirnya. Prinsip yang harus dipegang adalah Tuhan tidak akan secara aktif membuat manusia berdosa. Jadi, kalau perkataan "HARUS" disini adalah berarti Tuhan membuat manusia berdosa, maka ini bertentangan dengan hakekat Tuhan yang maha kasih.
Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Yth Katolisitas
Ketika disalib, Yesus berteriak Eli Eli Lama Sabakhtani (Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku), sebenarnya apa maksud dari perkataan Yesus ini?
Kalau menurut saya, “Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku” menunjukkan berat dan mulianya pemenuhan tugas pengutusan Yesus. Ketika Ia disiksa, didera dan harus memikul salib yang berat sambil diejek dan dihina, tidak ada satupun sahabat-sahabat-Nya yang menyertai. Mereka ketakutan dan meninggalkan Yesus sendirian. Kiranya sebagai seorang manusia hal itu sungguh menyakitkan, apalagi ketika Ia tergantung di kayu salib, berada di puncak penderitaan sendirian. Namun karena kesetiaan dan ketaatan kepada Yang Mengutus , Ia merasa masih didampingi oleh Yang Mengutus, maka di puncak penderitaan Ia berdoa “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku”. Namun hal ini kelihatan kontradiktif, Yesus masih merasa didampingi oleh Allah,namun kenapa perkataan yang keluar itu seperti merasa Allah tidak mendampingi Dia.
Terima kasih
Shalom Chris,
Terima kasih atas pertanyaan tentang mengapa kalau Yesus adalah Tuhan, Dia berkata "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku" pada waktu disalib.
Pertanyaan ini pernah saya jawab disini (silakan klik). Kalau masih kurang menjawab pertanyaan, silakan untuk bertanya lagi bagian mana yang kurang. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan.
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom..
saya seorang mahasiswa sebuah universitas protestan yang lumayan bisa mengguncangkan iman saya (karena doktrinnya, matakuliah teologi, dan ibadah yang rutin harus diikuti, dsb)..namun saya bersyukur sekali, karena melalui tekanan ini, saya tidak meninggalkan iman saya begitu saja namun justru mencari tahu apa yang yang saya imani selama ini dan sangat rindu saling menguatkan teman-teman saya yang seiman Katolik,,karena saya sangat prihatin sudah begitu banyak teman yang meninggalkan iman Katolik ataupun bersikap pasrah, tak peduli dan tak mau tahu..
Saya bersyukur sekali bisa tahu mengenai email ini melalui seorang Romo,, hampir saya setiap hari saya membuka web ini dan membca artikel-artikel yang membangun.. selain itu membaca buku2 rohani yang juga membantu saya mengenal iman sya..
Bersyukur pada Tuhan telah memberikan anugerahNya melalu Pak Stef dan Bu Inggrid n seluruh pengelola web ini, sangat membantu kami memahami iman Katolik,,
ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan berkenaan apa yang telah saya dengar dari lingkungan saya untuk konfirmasi..
1. Roma 5:20 “Tetapi hukum taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak, dan dimana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah” Benarkah ayat ini menerangkan mengenai dosa bukanlah sebagai bentuk perlawanan atas Kasih Tuhan namun hanya sebagai kesalahan? Dimana orang yang mengimani Kristus walaupun melakukan dosa akan tetap terus diampuni dan memperoleh keselamatan? Karena setahu saya keselamatan kita adalah sesuatu yang lampau, sedang dikerjakan, dan masa yang akan datang?
Apakah Yesus memang menebus hanya umat pilihannya saja bukan untuk seluruh umat di dunia?
2. Untuk presentasi kuliah saya mengenai pernikahan,
mengapa pernikahan dianggap sakramen? Apakah alasan yang menjadikan ke 7 sakramen itu disebut sakramen? Sementara protestan hanya mengakui 2 sakramen? Mengapa tidak 5 atau 8, dst?
3. Mengenai perceraian: apakah memang sudah ada kasus pernikahan seorang Katolik yang telah didispensasi uskup/paus sehingga bisa cerai dan menikah lagi dengan Katolik, karena salah satu pasangan tidak setia/pergi ditinggalkan tanpa kabar maupun memiliki hub dengan wil/pil? Saya dengar dari teman protestan bahwa boleh saja cerai jika salah satunya berzinah? Matius 5:32 “Tetapi aku berkata kepadamu: setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah, dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah?”
4. Jika memang seorang istri katoLik ditinggalkan tanpa kabar oleh suaminya Katolik, bolehkah ia menikah kembali dengan seorang Katolik? atau haruskah ia menerima kenyataan menjadi janda dan tidak menikah lagi?
terimakasih. Tuhan memberkati pelayanan kita semua.
SoLi deo Glori..
GBU..
Shalom Lopre,
Terus terang, pertanyaan anda bukan pertanyaan yang sederhana, karena sesungguhnya menyangkut ke doktrin tentang Keselamatan/ Justification. Silakan juga membaca beberapa karangan tentang hal ini yang sudah ada di website ini seperti Sudahkah kita diselamatkan (silakan klik), dan Kesempurnaan Rancangan Keselamatan Allah (silakan klik). Saya merencanakan akan menuliskan lagi artikel tentang hal keselamatan ini menurut pengajaran St. Agustinus, dengan harapan agar hal ini bisa dijelaskan dengan lebih rinci. Namun sebelum saya dapat menuliskannya, inilah yang dapat saya tuliskan untuk menjawab pertanyaanmu:
1). Roma 5:20 “Tetapi hukum taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak, dan dimana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah” Benarkah ayat ini menerangkan mengenai dosa bukanlah sebagai bentuk perlawanan atas Kasih Tuhan namun hanya sebagai kesalahan? Dimana orang yang mengimani Kristus walaupun melakukan dosa akan tetap terus diampuni dan memperoleh keselamatan? Karena setahu saya keselamatan kita adalah sesuatu yang lampau, sedang dikerjakan, dan masa yang akan datang?
Apakah Yesus memang menebus hanya umat pilihannya saja bukan untuk seluruh umat di dunia?
Jawab: Roma 5:20 ada dalam perikop tentang Adam dan Kristus, yang konteksnya adalah keadaan kontras akibat perbuatan Adam dan perbuatan Kristus. Oleh dosa Adam, semua manusia mendapat hukuman, dan oleh perbuatan Kristus, maka semua orang beroleh pembenaran hidup (lih. Rom 5:18). Oleh kontras antara Adam dan Kritus itulah maka ayat Rom 5:20 menjadi masuk di akal, karena memang dosa Adamlah yang menjadikan manusia terpisah dari Allah. Akibat dosa, Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden, dan berabad-abad kemudian keturunan mereka membentuk bangsa Israel yang menerima hukun Taurat dari Tuhan. St. Agustinus dalam On The Spirit and The Letter, ch. 8 [V], 9 [VI], 13 [VIII], mengatakan bahwa hukum Taurat itu diberikan, agar manusia dapat mengetahui perintah Tuhan. Namun tanpa rahmat Roh Kudus, manusia tidak dapat melaksanakan hukum itu, melainkan 1) malah melakukan pelanggaran, karena semakin dilanggar, manusia akan semakin terdorong untuk melakukan pelanggaran; atau 2) menaatinya atas dasar rasa takut hukuman. Kedua sikap ini tidak menghasilkan keselamatan, dan tetap menjadikan manusia berdosa dan tak dapat bersatu dengan Tuhan. Nah, inilah yang dimaksud dengan ‘dosa bertambah banyak’ yang memerlukan sang penyembuh, yaitu Kristus, Allah yang menjadi manusia. Jadi, untuk menghapuskan dosa inilah maka Kristus datang, dan kemudian mengaruniakan Roh Kudus kepada kita, sehingga kita memperoleh karunia berlimpah untuk mengalahkan dosa yang bertambah banyak ini.
Untuk memahami definisi dosa, kita melihat kepada beberapa contoh dalam Alkitab, agar kita mengetahui apakah dosa itu hanya sekedar pelanggaran, ataukah penolakan akan kasih Allah:
1. Dosa Adam dan Hawa memakan buah pohon pengetahuan adalah karena mereka ingin menyamai Tuhan, dan menentukan sendiri apa yang baik dan salah menurut kehendak mereka sendiri (lih Kej 3: 4-6). Di sini motivasi Adam dan Hawa makan buah yang dilarang Tuhan itu adalah karena tidak percaya lagi kepada perkataan Allah yang melarang mereka, dan lebih tertarik kepada godaan Iblis.Mereka tidak lagi menomorsatukan Tuhan dan kehendak-Nya, tetapi diri mereka sendiri dan keinginan diri mereka untuk menyamai Tuhan. Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap perintah Allah dan penolakan kasih Allah; mereka tidak percayakepada kasih ke Bapaan-Nya dan tidak puas terhadap apa yang sudah mereka terima.
2. Dosa umat Israel ketika membuat patung berhala, adalah mereka ingin membuat ‘allah’ bagi mereka sendiri. Maka mereka membuat patung anak lembu dari emas dan kemudian menyembah patung itu dengan mempersembahkan korban bakaran (lih. Kel 32: 1-35). Dalam hal ini, mereka menggantikan Tuhan Pencipta dengan patung ciptaan mereka sendiri. Bukankah ini bentuk penolakan akan kasih Allah? Padahal mereka baru mengalami bagaimana Tuhan membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dan pengejaran tentara Mesir di Laut Merah. Menyembah Allah lain, sama saja dengan menolak kasih Allah, serupa dengan penyelewengan istri terhadap suaminya atau sebaliknya dalam pernikahan. Dosa penyembahan berhala yang dikaitkan dengan ‘penyelewengan’ inijuga dikatakan dalam kitab Hosea.
3. Dosa yang dilakukan oleh anak yang hilang dalam Injil Lukas 15:11-32. Anak itu meminta bagian warisan dan kemudian menghambur-hamburkannya. Ia memboroskan harta miliknya, berfoya-foya mencari kesenangan di luarkasih bapa-nya. Ia memilih kesenangannya sendiri daripada tinggal di rumah bapa. Tak puas dengan kasih yang diterima dari bapanya, ia mencari sesuatu yang lain. Ketika habislah hartanya dan melarat hidupnya, maka ia tersadar akan hal ini: kasih bapanya. Bahwa para upahan bapanya pun hidup lebih layak darinya, maka ia memberanikan diri untuk pulang, dengan harapan bapanya akan mengampuni dan menerimanya kembali, setidaknya sebagai salah seorang upahan bapa.Pertobatan ini telah lama dinantikan/ disambut oleh sang bapa dengan gembira dan dengan kasih yang sangat berlimpah, dan menjadi sangat kontras dengan perbuatan anaknya. Penolakan kasih oleh anaknya dibalas dengan pemberian kasih berlimpah. Ia "yang sudah mati menjadi hidup kembali" (Luk 15: 24, 32).
Maka benar jika dalam Katekismus, Gereja Katolik mendefinisikan dosa sebagai berikut:
KGK 1849 Dosa adalah satu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran, dan hati nurani yang baik; ia adalah satu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah dan sesama atas dasar satu ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu. Ia melukai kodrat manusia dan solidaritas manusiawi. Ia didefinisikan sebagai "kata, perbuatan, atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi" (Agustinus, Faust. 22,27) Dikutip oleh Tomas Aqu., s. th. 1-2,71,6, obj. 1..
KGK 1850 Dosa adalah satu penghinaan terhadap Allah: "Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat" (Mzm 51:6). Dosa memberontak terhadap kasih Allah kepada kita dan membalikkan hati kita dari Dia. Seperti dosa perdana, ia adalah satu ketidaktaatan, satu pemberontakan terhadap Allah, oleh kehendak menjadi "seperti Allah" dan olehnya mengetahui dan menentukan apa yang baik dan apa yang jahat (Kej 3:5). Dengan demikian dosa adalah "cinta diri yang meningkat sampai menjadi penghinaan Allah" (Agustinus, civ. 14,28). Karena keangkuhan ini, maka dosa bertentangan penuh dengan ketaatan Yesus Bdk. Flp 2:6-9. yang melaksanakan keselamatan.
Jadi dosa bukan hanya sekedar pelanggaran, tetapi juga penolakan akan kasih Allah, dan karenanya cara penghapusannya adalah dengan pemberian kasih Allah yang melimpah yang tercurah di dalam dan melalui Kristus. Selanjutnya, penjelasan tentang dosa ini, silakan baca artikel ini Masih Perlukah Pengakuan dosa bagian 1(silakan klik). Ada memang ada kecenderungan manusia untuk mengurangi ‘the gravity of sin‘ dengan mengatakan bahwa dosa hanya berupa kesalahan/ pelanggaran. Ini adalah pendapat yang keliru, sebab dengan demikian kita tidak menangkap lagi kontras antara ‘maut’ yang menjadi akibat dosa, dan ‘hidup’ yang diberikan atas jasa Kristus (lih. Rom 6:23). Justru karena dosa bukan semata-mata pelanggaran [seperti pelanggaran lalu lintas], tetapi karena penolakan kasih Allah karena kesombongan manusia, maka Yesus harus membayarnya dengan merendahkan Diri-Nya dengan mengambil rupa seorang hamba, menjadi manusia, dan sampai wafat di kayu salib (Fil 2: 5-8).
2. Mengapa pernikahan dianggap sakramen? Apakah alasan yang menjadikan ke 7 sakramen itu disebut sakramen? Sementara protestan hanya mengakui 2 sakramen? Mengapa tidak 5 atau 8, dst?
Jawab: Silakan dibaca dulu artikel Indah dan Dalamnya Makna Sakramen Perkawinan Katolik (silakan klik) dan Sakramen: Apa Pentingnya dalam Kehidupan Iman Kita? (silakan klik). Jika masih ada yang belum jelas silakan bertanya di bawah kedua artikel tersebut. Tentang jumlah sakramen memang kita melandasinya tidak hanya atas ayat Alkitab tetapi juga pengajaran Para Bapa Gereja dan Tradisi Suci yang diajarkan oleh Magisterium. Maka jika seseorang tidak mau mengakui pengajaran Bapa Gereja dan Magisterium, akan sulit baginya menerima ada 7 sakramen, walaupun dasarnya ada tercantum dalam Kitab Suci.
3. Mengenai perceraian: apakah memang sudah ada kasus pernikahan seorang Katolik yang telah didispensasi uskup/paus sehingga bisa cerai dan menikah lagi dengan Katolik, karena salah satu pasangan tidak setia/pergi ditinggalkan tanpa kabar maupun memiliki hub dengan wil/pil? Saya dengar dari teman protestan bahwa boleh saja cerai jika salah satunya berzinah? Matius 5:32 “Tetapi aku berkata kepadamu: setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah, dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah?”
Jawab: Di Gereja Katolik tidak ada istilah perceraian. Yang ada adalah pembatalan kesepakatan perkawinan (Annulment/ Anulasi), jika setelah melalui penyelidikan panjang dan seksama, pihak Gereja [diwakili Tribunal] melihat bahwa terdapat cacat konsensus dalam kesepakatan perkawinan ataupun ada halangan menikah pada saat diadakannya kesepakatan perkawinan. Jika sudah diberikan, artinya kesepakatan perkawinan itu dinyatakan batal, bukan diceraikan. Maknanya sangat berbeda. Silakan baca juga karangan Rm Wanta tentang ini (silakan klik)
Gereja Katolik menginterpretasikan ayat Mat 5:32 dan 19:9 dengan melihat kepada pengajaran St. Clemens dari Alexandria (150-216). St. Clemens mengatakan bahwa maksud ajaran Yesus, “Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” (19:9) Zinah di sini artinya adalah perkawinan antara mereka yang sudah pernah menikah namun bercerai, padahal pasangannya yang terdahulu itu belum meninggal.[15] (Jadi, dalam hal ini, Yesus mengakui perkawinan yang pertama sebagai yang sah, dan perkawinan kedua itulah yang harusnya diceraikan agar pihak yang pernah menikah secara sah dapat kembali kepada pasangan terdahulu). Bersyukurlah bahwa kita mempunyai sumber pengajaran dari Bapa Gereja yang dapat memberi penjelasan/ interpretasi yang benar pada ayat-ayat yang sulit dimengerti seperti ayat di atas. Maka tidak ada pertentangan antara kedua ayat itu (5:32 dan 19:9): Gereja menentang perceraian, dan hanya mengakui keabsahan perkawinan pertama [kecuali pada perkawinan tersebut terdapat cacat konsensus dan halangan menikah menurut penilaian Gereja].
4. Jika memang seorang istri Katolik ditinggalkan tanpa kabar oleh suaminya Katolik, bolehkah ia menikah kembali dengan seorang Katolik? atau haruskah ia menerima kenyataan menjadi janda dan tidak menikah lagi?
Jawab: Sang istri itu berhak mendapatkan kejelasan tentang status perkawinannya dari pihak Gereja yang telah menjadi saksi Perkawinan mereka di hadapan Tuhan. Maka menurut Kitab Hukum Kanonik kan. 1673, yang dapat dilakukan sang istri itu adalah menuliskan surat libellus/ permohonan mengajukan pembatalan perkawinan (Anulasi) kepada pihak Tribunal Keuskupan. Pada Kanon 1673 dikatakan bahwa surat itu boleh ditujukan kepada salah satu dari 4 alternatif ini:
a) ke tribunal di mana perkawinan diadakan
b) ke tribunal di mana suami-nya tinggal (jika berbeda dengan keuskupan tempat mereka menikah)
c) ke tribunal di mana ia tinggal
d) ke tribunal di mana paling banyak ditemukannya bukti-bukti
Kemudian pihak tribunal akan menyelidiki untuk melihat apakah terdapat cacat konsensus atau halangan pernikahan yang menjadikan kesepakatan pernikahan dapat dikatakan batal. Jika permohonan dikabulkan, berarti kesepakatan dinyatakan batal, maka sang istri boleh menikah lagi karena perkawinan yang terahulu dianggap tidak sah/ bukan perkawinan. Maka maknanya bukan perceraian, karena kalau perceraian adalah perkawinan dianggap ada, tapi dipisahkan. Ini tidak pernah terjadi di Gereja Katolik. Namun jika setelah pemeriksaan pihak tribunal, pihak tribunal tidak mengizinkan, maka sang istri itu tidak boleh menikah kembali, sebab ikatan perkawinan yang terdahulu masih dianggap sah.
Demikian penjelasan saya, semoga berguna.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
ibu Ingrid salam damai.. tolong doakan saya kerana salip yg saya tnggung sangat berat..saya sudah bebas dari perkahwinan lama dengan seorang lelaki muslim. Tapi kebelakangan ini semakin saya cuba menjauhkan diri dari mau hidup berpasangan saya makin digoda oleh kuasa kegelapan..saya rasa saya jatuh cinta pada lelaki yang berbeda agama sekali lagi padahal kami x penah bertemu..hanya melalui chating..saya tau saya merasa sunyi kerana baru berpisah dengan pasangan dulu tapi x pernah terintas di pikiran saya mau berteman atau berumahtangga lagi..mengapa semakin kita mau menidakan pa yang kita tidak mau tetapi itu yang akan datang dalam hidup kita..tolong berilah saya nasihat mau menjauhkan diri dari jatuh dan mengadaikan Yesus sekali lagi saya telah kembali ke gereja..dan tidak mau lagi jatuh ke dalam dosa..tetapi semakin saya mau menjauhkan diri semakin kuat godaan itu..saya sentiasa berdoa tetapi byk halangan yg mengangu pikiran saya..saya sangat takut..berulang kali saya bertanya pada Tuhan mengapa mesti ini terjadi..sengaja saya hilangkan pikiran atau sibukkan diri dengan mendengar lagu rohani dan membaca firman Tuhan tetapi kadang ada pikiran jahat yang datang menggangu..
Shalom Earlyn,
Memang untuk menolak godaan itu bukan sesuatu yang mudah, dan setiap orang pasti akan mengalami hal itu walaupun dengan kadar yang berbeda-beda. Saya turut bersyukur bahwa Earlyn telah kembali ke pangkuan Gereja Katolik, dan telah berusaha dengan sungguh untuk setia mengikuti ajaran Gereja. Saya percaya segala usaha Earlyn untuk tetap taat pada Tuhan, adalah sangat berkenan di hadapan Tuhan. Dan usaha ini memang harus dengan tekun dan setia dilakukan, sehingga Earlyn tidak mudah jatuh dalam kesalahan yang sama. Walaupun dapat dimengerti bahwa sekarang Earlyn merasa sepi, tetapi baiklah Earlyn memakai waktu yang sepi ini untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus. Jangan sampai setelah anda bersusah payah kembali ke jalan yang benar, tetapi kemudian malah jatuh ke jurang yang lebih dalam dari yang terdahulu!
Saya sering mendengar bahwa orang yang baru bertobat dapat mengalami godaan yang lebih besar. Mungkin inilah yang terjadi dalam diri Earlyn, namun jangan anda menjadi putus asa! Sebab Tuhan Yesus menyertai anda dan Ia pasti menolong anda, asalkan anda mau men-taati apa yang menjadi kehendak-Nya. Nah, untuk mencari kehendak-Nya, maka Earlyn, dan sebenarnya semua dari kita, harus lebih rajin dan setia meluangkan waktu untuk berdoa dan berkomunikasi dengan Tuhan. Komunikasi ini tak perlu harus doa bertele-tele, karena sesungguhnya dalam keheningan dan doa yang sederhana, Tuhan hadir. Datanglah kepada-Nya dengan hati yang hancur, dan doakanlah dengan sepenuh hati Mazmur 51. Jika perlu jadikanlah Mazmur 51 ini sebagai doa harian Earlyn. Mohonlah kekuatan dari Tuhan untuk menghindari godaan dan dapat hidup sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan.
Maka berikut ini adalah saran saya:
1)Doakanlah Mazmur 51, dan periksalah batin anda. Jika memang anda telah berbuat dosa dan telah menyesalinya, carilah pastor, dan mohonlah agar beliau dapat memberikan Sakramen Tobat.
2) Adakanlah waktu yang tetap untuk berdoa, jika bisa, satu jam sehari. Jika perlu, begitu anda merasa sepi, pakailah waktu tersebut juga untuk mendekatkan diri pada Tuhan, misalnya dengan berdoa, membaca Alkitab atau buku-buku rohani, atau mendengarkan kaset/ CD lagu-lagu rohani. Jika perlu, buatlah semacam pojok doa di rumah anda, dan taruhlah di situ gambar Yesus atau salib Yesus. Pandanglah Yesus yang tersalib dan mohonlah kekuatan daripada-Nya. Renungkanlah kasih Tuhan yang tiada terbatas yang sudah dinyatakan kepadamu, dari masa kecil sampai sekarang, terutama atas campur tangan-Nya membawa anda kembali ke pangkuan Gereja-Nya, dan segala pengampunan atas dosa-dosamu. Kristus telah meyerahkan nyawa-Nya bagimu, maka mohonlah kekuatan daripada-Nya untuk membalas kasih-Nya itu dengan menjauhkan diri dari segala dosa dan godaan yang memisahkan anda dengan Dia.
3) Pilihlah doa devosi yang dapat membangun iman anda, seperti doa rosario sambil merenungkan peristiwa-peristiwa hidup Yesus, Doa Jalan Salib, Doa Koronka Kerahiman Ilahi, Novena Hati Kudus Yesus, Novena Tiga Salam Maria, Doa Adorasi di hadapan sakramen Maha Kudus, atau doa-doa lainnya, dan mulailah anda menjalankan doa devosi itu dengan setia.
4) Jika rumah anda dekat dengan gereja, datanglah ke gereja, dan berdoalah di depan sakramen Maha Kudus, dan curahkanlah isi hati anda di hadapan Yesus yang hadir di sana. Ia akan memberikan kelegaan dan damai sejahtera ke dalam hati Earlyn.
5) Katakanlah doa- doa singkat ini sesering mungkin sepanjang hari, yaitu, begitu anda teringat pada masalah anda, atau saat anda merasa sepi, atau bahkan anda merasa tergoda melakukan dosa, misalnya, "Tuhan, Yesus kasihanilah aku dan tolonglah aku" atau, "Tuhan Yesus, aku mengasihi Engkau" atau, "Tuhan, bantu aku agar setia kepada-Mu". Atau mohonlah pertolongan doa dari Bunda Maria, "Bunda Maria, doakanlah aku."
6) Carilah seorang pembimbing rohani, dan saya sarankan jika bisa, carilah seorang pastor atau suster/ biarawati, yang dapat membimbing pertumbuhan rohani anda.
7) Carilah kesibukan yang lebih bermanfaat, dan tinggalkanlah kebiasaan chatting di internet. Lakukanlah kegiatan anda yang lain, seperti menulis surat kepada teman/ saudara yang lama tak pernah anda hubungi, mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja, mengunjungi orang-orang yang sakit, baik di rumah atau di rumah sakit, dst.
Demikian Earlyn, saya mohon maaf jika tidak dapat membantu banyak, namun saya akan turut berdoa bagi Earlyn. Mungkin Tuhan mengizinkan hal ini terjadi dalam hidup Earlyn, justru untuk membawa Earlyn untuk lebih mengenal dan lebih dekat kepada-Nya, belajar beriman dan berpasrah kepada Tuhan dan mengandalkan Dia di dalam segala sesuatu. Harus diakui memang rencana Tuhan bukan rencana kita, namun kita percaya bahwa rancangan Tuhan jauh lebih baik dari rancangan kita (lih. Yes 55:8). Kita harus belajar percaya, dan menyerahkan segala kekuatiran kita kepada Tuhan, dan Dia akan bertindak menolong kita. Pertanyaan-nya sekarang, sudahkah kita menyerahkan segala kekuatiran kita kepada Tuhan?
Akhirnya, ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini hanya sementara, jadi janganlah kita mengejar segala sesuatu yang ‘enak’ di mata dunia, apalagi sampai meninggalkan Tuhan, karena hal itu pasti akan kita sesali pada saat kita berhadapan dengan-Nya muka dengan muka, pada saat Tuhan Pengadilan Terakhir.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
PS: Maaf ya, saya baru dapat menjawab pertanyaanmu sekarang.
Ibu Ingrid..salam damai dan semoga kasih Yesus menyertai anda senentiasa..sungguh saya berasa syukur setelah balasan ini diterima
saya menangis dan menyesali dangan apa yang saya alami..memang betul yang Ibu katakan bahawa saya telah bersusah payah kembali ke gereja namun kenapa harus saya mau melakukan lagi kesilapan yang sama..nasihat anda sangat2 membuatkan mata hati saya tersedar atas kesilapan saya selama ini.Dan saya percaya nasihat Ibu bukan sekadar pada web ini tetapi pesanan dari Yesus buat saya melalui Ibu…Terima kasih atas smuanya ini dan doakan saya selalu..Sekalipun saya lemah saya percaya Yesus tetap mau setia untuk menguatkan saya yang lemah ini dan penuh dengan dosa…Jika Ibu ingin menggunakan kisah saya sebagai renungan bagi umat yang mengalami masalah perkahwinan berbeda pakailah saja hidup saya..kerana ini memang janji saya kepada Yesus sewaktu saya mau mengikutNya ketika dalam kesulitan pada Dis tahun lalu…Ternyata mau mengikut yesus itu ada banyak rintangan tetapi mengapa saya harus jatuh dan membiarkan diri saya terus dibelengu oleh CINTA manusia yang tiada kesetiaan..Bukan seperti YESUS yang sanggup menderita kerana saya…syukur ari ini Yesus telah bicara untuk saya melalui Ibu..semoga Ibu sentiasa dirahmati oleh kasihNya selalu..
Salam Damai,
aku bangga menjadi seorang katholik,krn aku yakin TUHAN yg memilihku sendiri.tp kdng aku mesara sedih krn tdk berjalan di jln NYA,cnth sj setiap mau mkn sy kdng2 tdk brdoa terlebih dulu.skrng sy senang telah menemukan website ini.menjadikan pengetahuan yg lebih banyak tentang katholik sendiri, jg tntng TUHAN.sy berharap situs ini semakin berkembang.khususnya utk pr kaum muda, yg jaman sekarang semakin berkuramg keimanannya.dgn situs ini pr muda katholik dpt lebih kuat dlm menjalani kehidupan.dan tdk perlu takut dengan godaan2 yg ada.TUHAN MEMBERKATI.
Salam Damai juga,
Sama seperti anda mengasihi Yesus dan bangga akan Nya , begitu pula saya. Banyak mujizat yang telah saya terima dari Yesus di sepanjang hidupku. Penderitaan yang kita alami selama berziarah di dunia ini haruslah dihadapi dengan lapang dada sampai waktu Yesus menyertai kita kehidupan yang kekal.
Tuhan Memberkati kita semua umatnya.
Comments are closed.