Pertanyaan:

saya sbg anak seringkali merasa bersalah pd ortu apabila tdk menurut. apalagi di atas dituliskan bahwa orang makin manula makin sensitif, artinya kita yg msh muda sdh seharusnya pahami itu dan menyenangkan hati mereka.

nah, sy mempunyai masalah, apabila ortu datang dan nginep di rumah kami (sy tinggal bersama suami dan 2 anak), ada kalanya mereka melakukan hal yg bagi mereka nggak masalah tetapi bagi saya masalah. dan itu sgt mendongkolkan hati saya krn sy nggak bisa menegor mrk (lagi2 berurusan dg org tua berbicara, anak mendengar di negara kita), akibatnya emosi saya nggak terbuang dan ngrumpel di dalam batin.

apalagi jika mrk hny nginep 3-4 hr. trus pulang, ntar 3-4 hr kmdn datang dan nginep lagi. kan rasae lbh baik menahan diri daripada emosi kpd ortu, toh mrk juga akan pulang (meskipun ya dtg lagi).

contoh : tadi pagi papa mencuci gabus tempat ikan , dia mencari2 spon dan nemu di kamar mandi, lalu dipake.
saya kaget dan langsung negor “Pa, itu buat mandi lo!”.
Dan respon papa : menganggap teguranku enteng, terus menyuci dan bilang “yo wis………. yg ini gak usah dipake mandi, yg satunya aja.” dan sy jd mendongkoooool skali.

Hal papa sering meremehkan sy sering skali, jd sy sampe merasa jd anak durhaka (dikarenakan persaan bersalah krn mendongkol pd ortu).

Meski kdg sy merenung jauh, mgkn papa gak terlalu menganggap omonganku mgkn juga akibat aku krg respon dg kata2nya juga (sebabnya Bliau spt kebykan ortu lain, selalu bicara dan bicara tapi jarang mau pakai telinga buat anaknya). Namun, pikiran yg sehat ini nggak bisa nancep di hati. aku slalu dongkol dan emosiku meningkat beberapa kali dalam sehari. ini melelahkan jiwaku.

Mohon tanggapan bgmn sy bisa menjd anak yg bisa menjd teladan bagi anak2 saya.

Trimakasih. Gbu

Martina

Jawaban:

Shalom Martina,

Saya kurang lebih memahami pengalaman anda, ketika saya membayangkan seandainya saya berada di posisi anda. Namun mungkin, ada baiknya jika kita menghadapi kejadian ini kita ‘mundur sejenak’ dan melihat kejadian ini dari sudut pandang yang berbeda. Sebab mungkin saja, kita bersikap demikian karena ketentuan- ketentuan yang kita buat dan kita ketahui sendiri, namun ketentuan ini begitu ‘asing’ bagi orang tua kita. Buat dia tidak ada bedanya antara spon untuk mandi dan spon untuk mencuci piring (mungkin di jamannya, dia tidak tahu/ mempedulikan hal ini) sehingga dia tidak habis mengerti mengapa soal spon saja kok dipermasalahkan.

Kemungkinan hal kini bisa terjadi dalam hal- hal lainnya, sehingga jika ditinjau dengan cara berpikir anda, maka memang bisa terkesan ‘mengesalkan’ tetapi jika ditunjau dari sisi papa anda, maka dia tidak mudeng/ paham, anehnya di mana. Maka jika anda kurang berusaha untuk memahami cara pandangnya, maka besar kemungkinan anda akan kesal terus. Tetapi jika anda berusaha memahaminya, maka anda bisa hidup lebih damai, dan bahkan berterima kasih atas pengalaman- pengalaman anda bersamanya:

1. Pertama- tama, kita harus menganggap bahwa berbakti kepada orang tua di masa tua mereka sebagai jalan bagi Tuhan untuk menguduskan kita. Mengapa? Karena dengan demikian kita dilatih untuk bersabar, bermurah hati, membawa kedamaian di rumah tangga kita. Khotbah di bukit/ Delapan Sabda Bahagia dalam Injil Matius (Mat 5:3-12) mengingatkan kita bahwa jika kita mempunyai sikap- sikap demikian, maka kita tidak jauh dari Kerajaan Allah. Jangan kita lupa ciri utama dari kasih adalah sabar (lih. 1 Kor 13:4). Bisa jadi Tuhan mengijinkan hal itu terjadi untuk membentuk anda agar menjadi pribadi yang lebih menyerupai Dia, yaitu “sabar dalam menanggung segala sesuatu” (1 Kor 13:8). Sebab bisa jadi pula, saat kelak anda sampai ke Kerajaan Surga, Tuhan Yesus tersenyum pada anda dan mengatakan, “Martina, mari masuklah dalam Kerajaan-Ku, …. engkau telah menunjukkan kasihmu kepada-Ku, antara lain karena engkau telah bersabar terhadap papa saat ia salah menggunakan spon…. Ketahuilah sikap itu Kau nyatakan kepada-Ku.” (lih. Mat 25:40).

2. Secara umum, kita harus menempatkan hubungan dengan manusia lebih tinggi daripada harga barang. Jadi misalnya, jangan sampai kita bertengkar dengan orang yang kita kasihi jika ia tidak dengan sengaja merusak barang milik kita. Hubungan kasih kita dengannya lebih tinggi nilainya daripada benda- benda mati. Dalam contoh anda, maka hubungan kasih anda dengan papa jauh lebih berharga daripada spon. Anda dapat membeli lebih banyak spon, bahkan dapat membelikan spon khusus buat papa anda, jika ini dapat membuat semua pihak merasa lebih damai.

3. Kita harus menganggap bahwa kesempatan kita berbakti dan menerima kekurangan orang tua kita, sebagai kesempatan kita membalas budi orang tua kita. Kita selayaknya mengingat bahwa tanpa mereka kita tidak bisa menjadi seperti sekarang ini. Merekalah yang telah membanting tulang, berkorban untuk membesarkan kita, sekarang giliran kita untuk membalas kebaikan dan pengorbanan mereka.

4. Kitab Sirakh mengajarkan kepada kita tentang penghormatan dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu kitab Sirakh 3. Berikut ini sekilas kutipannya:

“Barangsiapa menghormati bapanya, ia sendiri akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya pula, dan apabila bersembahyang, niscaya doanya dikabulkan. Barangsiapa menghormati bapanya, ia sendiri akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya pula, dan apabila bersembahyang, niscaya doanya dikabulkan serta melayani orang tuanya sebagai majikannya. Anakku, hormatilah bapamu, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, supaya berkat dari padanya turun atas dirimu…. Anakku, tolonglah bapamu pada masa tuanya, jangan menyakiti hatinya di masa hidupnya. Pun pula kalau akalnya sudah berkurang hendaklah kaumaafkan, jangan menistakannya sewaktu engkau masih berdaya. Kebaikan yang ditunjukkan kepada bapa tidak sampai terlupa, melainkan dibilang sebagai pemulihan segala dosamu. Pada masa pencobaan engkau akan diingat oleh Tuhan, maka dosamu lenyap seperti air beku yang kena matahari. Serupa penghujat barangsiapa meninggalkan bapanya, dan terkutuklah oleh Tuhan orang yang mengerasi ibunya. Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, ya anakku, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah. Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan.” (Sir 3:3-8; 12-18)

5. Maka Sabda Tuhan ini mengajarkan kepada kita untuk menghormati orang tua dan sabar terhadap mereka, apapun sikap mereka terhadap kita. Dikatakan bahwa dengan melakukan perintah ini, maka kita akan beroleh pengampunan/ pemulihan dosa kita.

6. Jika kita menghormati dan sabar terhadap orang tua, kita memberikan teladan yang baik kepada anak- anak kita, sehingga mereka juga akan menghormati orang tuanya.

7. Sebagai ‘bonus’ lakukanlah pelayanan anda kepada orang tua dengan hati riang dan ringan. Mohonlah kekuatan dari Tuhan Yesus untuk bersikap demikian. Percayalah lama kelamaan anda akan menemukan sukacita yang dari Tuhan di dalam segala hal, dan anda tidak lagi dikejar perasaan bersalah bahwa anda kurang menghargai orang tua.

Demikianlah Martina, tanggapan saya akan pertanyaan anda. Semoga dapat menjadi masukan buat anda, dan membuat anda menjadi lebih sabar dan berlapang hati untuk melayani dan memahami papa anda; sebab dengan demikian anda membuktikan kasih anda kepada Tuhan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

34 COMMENTS

  1. Bu Ingrid,
    saya tahu seseorang yang punya masalah yang mirip.
    Orang tua punya anak tunggal. Yang menjadi masalah, ibunya biarpun Katolik dan tiap minggu ke gereja, tetapi tidak mengerti bagaimana cara mencinta, tidak mau mendengarkan.
    Gaya komunikasi ibu ke anak cenderung diktator, mendikte, dan tidak pernah memberi pujian atau kekuatan.
    Anak sering curhat ke saya betapa dia tidak didengarkan dan frustasi, terus menerus didikte dan direndahkan, bahkan sampai sekarang saat usia sudah 30 tahun, dia minder, tidak percaya diri, tidak tahu bagaimana mau memulai hidup sebagai orang dewasa yang bebas.

    Saya berpendapat, inilah kejahatan yang terselubung dalam keluarga. Orang tua menjajah anak dan dalam situasi seperti ini anak pun tidak mampu melepaskan diri karena kejiwaannya pun lemah. Saya pun selalu mendorong dia, ayo cepat tinggalkan rumah, mulai kehidupan sendiri, cari kerja di kota lain, dsb. Sayangnya dia masih saja nempel dengan ibunya karena “tidak ingin meninggalkan ibu yang sudah tua”, “takut dosa kalau menyakiti orang tua”, dsb, walaupun jiwanya sudah kerdil seperti itu, dan sampai sekarang terus saja dia berkutat seperti itu.

    Dan saya bingung sekali, kadang2 protes dalam hati, saya yakin pastor paroki tahu masalah ini, tetapi dari paroki setempat pun sepertinya tidak ada tindakan nyata pada masalah ini (moga-moga saya keliru). Tidak ada konseling, tidak ada kunjungan dari pastor atau pemuka umat. Semua diserahkan begitu saja kepada si penderita. Bukankah anak dewasa yang mengalami seperti ini pun adalah orang sakit yang perlu dibebaskan?

    Kembali ke soal. Untuk apa membela keutuhan keluarga sementara anggotanya dijajah secara mental seperti ini? Bukankah Tuhan sendiri tidak mau terlalu tergantung pada bapa ibuNya (Yosef dan Maria)?

    Acapkali mereka mengalami konflik, bahkan pada usia 12 tahun pun Yesus meninggalkan mereka di Bait Allah karena lebih taat kepada BapaNya?

    Ketika di perjamuan nikah di Kana pun, dengan berani Yesus berdialog dengan ibuNya, mengatakan bahwa saatNya belum tiba?

    Ketika mengajar muridNya, Dia pun dengan tegas mengatakan bahwa yang disebut ibu dan saudara2Nya adalah yang melaksanakan kehendak Bapa?

    Saya yakin, dengan penuh keberanian dan kasih Tuhan Yesus berkata kepada bapa ibuNya, sehingga mereka pun jadi berubah. Dan saya pun kagum pada Bunda Maria yang selalu menjadi murid Tuhan yang baik, menyimpan pengalaman dalam hati dan merenungkannya.

    Sayangnya, ibu teman saya ini tidak seperti Bunda Maria, dan kawan saya pun tidak mampu bersikap tegas seperti Tuhan Yesus karena takut kualat dsb. Jadinya keluarga seperti neraka.

    Demikian bu Ingrid. Mungkin bu Ingrid punya saran atau pendapat, mohon dibagikan. Terima kasih.

    Salam damai Kristus.

    • Shalom YsSunjoko,

      Dinamika setiap keluarga tidak sama, dan kita tidak dapat menggunakan patokan kita sendiri untuk menilai keluarga lain. Sebab apa yang menurut kita buruk dan tak tertahankan, belum tentu dipandang demikian [maksudnya dengan derajat yang sama seperti pandangan kita] oleh keluarga yang bersangkutan.

      Kita tak bisa juga langsung menyalahkan pastor paroki tentang hal ini, karena tidak menegur ibu itu. Pastor tidak dapat begitu saja menegur setiap orang, tanpa alasan yang jelas. Jika anak itu sungguh terbeban dengan keadaannya, silakan ia sendiri menyampaikannya kepada pastor, dan jika mungkin, silakan mengatur pertemuan antara dirinya, ibunya dan pastor paroki. Keinginan untuk perubahan, harus datang dari orang yang bersangkutan, dan ini adalah bagian dari perubahan itu sendiri. Sebab kalau orang itu tidak mau melakukan langkah sederhana ini, bisa jadi orang tersebut memang tidak mau atau tidak siap berubah. Maka keadaan ini juga bukan disebabkan oleh sikap ibunya saja, tetapi juga oleh diri sang anak sendiri.

      Di samping itu, sesungguhnya persoalan apapun dalam keluarga sebaiknya diselesaikan sendiri dalam keluarga itu. Hanya jika keadaan tidak memungkinkan karena komunikasi tidak berjalan dengan baik, maka mungkin baik jika melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga itupun tidka harus selalu pastor paroki. Bisa dari pihak kerabat, ataupun sahabat dari sang anak atau ibu. Jadi kalau Anda terbeban dengan hal ini, silakan Anda mendatangi keluarga ini dan mulailah pembicaraan informal dan kekeluargaan dengan sang ibu dan anak. Siapa tahu Andalah yang dipilih Allah untuk membantu mereka untuk mencarikan jalan keluar bagi mereka berdua.

      Selanjutnya, saya mau mengomentari kesan Anda tentang hubungan antara Tuhan Yesus dan St. Yusuf dan Bunda Maria.

      Nampaknya tidak benar bahwa Yesus acapkali mengalami konflik dengan orang tua. Bahwa tidak semua perkataan Yesus dipahami oleh St. Yusuf dan Bunda Maria, itu mungkin betul, tetapi tidak sampai konflik/ pertentangan.

      Hal mengapa Yesus tertinggal di Bait Allah, itu bukan karena Yesus sengaja ingin meninggalkan mereka. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Tentang perjamuan di Kana, juga itu bukan konflik. Melalui perikop tersebut, Rasul Yohanes hanya mau menunjukkan betapa besar peran perhatian Bunda Maria kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan, dan bagaimana oleh campur tangan Bunda Maria, mereka akhirnya memperoleh pertolongan dari Tuhan. Tentang mengapa Yesus memanggil Bunda Maria, “Woman/ Perempuan” di perikop itu, silakan klik.

      Sedangkan tentang makna ‘ibu [dan saudara-saudara Yesus] sebagai yang mendengarkan dan melaksanakan kehendak Bapa’, juga sudah dibahas di sini, silakan klik. Ungkapan itu bukan menunjukkan kegusaran Yesus kepada Bunda Maria, tetapi justru pengakuan Yesus akan keteladanan Maria, sehingga ia pantas disebut sebagai ibu-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Sdr. YS Sunjoko,

      Memang terkadang perhatian orangtua kepada anak berlebihan, sehingga bersifat protektif, posesif dan seperti yang anda katakan itu, sehingga cenderung menimbulkan masalah negatif dalam relasi mereka. Tentu bial terjadi demikian, pendampingan harus dilakukan kepada kedua pihak, sehingga mereka saling menyadari. Dalam kasus yang anda ceritakan, rupanya si ibu harus disadarkan atas sikap yang membuat anak menjadi minder, putus asa dan sebagainya. Dan si anak dinasehati supaya menunjukkan kemandiriannya sehingga dia bisa membuktikan bahwa apa yang dikatakan ibunya tidak benar. Nasehat anda agar ia mandiri, saya rasa baik dan benar. Namun perlu ditambahkan nasehat agar ia tidak merasa “berdosa” terhadap ibunya yang sudah tua. Situasi dan kondisi yang anda ketahui bisa anda gunakan untuk memberi peneguhan kepadanya agar ia berani melangkah demi kebaikannya. Mandiri atau hidup terpisah dari orangtua bukan sama dengan tidak peduli, cuek kepada otangtua, tetapi tetap bisa memberi perhatian, bahkan mungkin jauh lebih besar daripada sekarang ini.

      Mengenai pastor paroki, bisa saja pastor paroki tahu situasi dan masalah ini. Tetapi secara etis, tidak bisa pastor paroki ikut campur tangan menyelesaikan masalah ini, kecuali kalau diminta dari salah satu atau kedua belah pihak.
      Menurut saya, justru anda yang sudah mengetahui banyak dan “masuk” dalam persoalan ini, akan jauh lebih banyak memberi bantuan dibandingkan harus menunggu orang lain atau pastor paroki untuk membantu. Jika anda mengenal ibunya dan bisa menjadi mediator antara ibu dan anak, saya kira akan sangat membantu menemukan penyelesaian yang bisa mereka lakukan.

      Saya kira demikian tanggapan saya, semoga sedikit memberikan pencerahan bagi anda.

      Salam kasih YMY (Yesus Maria Yusuf)

      Rm. Agung P. MSF

  2. Salam Sejahtera,

    Saya ingin menceritakan masalah yang ada dalam keluarga. masalah ini terjadi setelah ibu kami meninggal. lalu ayah kami mempunyai niat menikah lagi, tetapi ditentang oleh anak-anaknya, akhirnya ayah kami nekat menikah diluar gereja khatolik (menikah secara kristen). sehingga membuat anak-anaknya marah. akhirnya ayah kami sifatnya berubah menjadi egois dan selalu menyalahkan anak-anaknya. tetapi itu bukan sifat asli ayah kami. setelah ditanyakan kepada orang pintar ternyata ayah kami terkena guna-guna.
    bagaimana caranya melepaskan guna-guna itu agar ayah kami kembali seperti dulu yang selalu menyayangi anak-anaknya.

    terima kasih :)

    • Shalom aLBERTUS,

      Ketegangan yang Anda dan saudara-saudara Anda alami dengan ayah Anda dapat sangat dipahami. Sejujurnya, jika terjadi semacam perselisihan dalam keluarga, jalan yang terbaik untuk menyelesaikannya adalah dengan berkomunikasi secara terbuka dengan kasih. Untuk sejumlah orang, sepertinya mungkin lebih mudah jika yang ‘dipersalahkan’ adalah urusan guna-guna dan sejenisnya, karena dengan demikian, seolah-olah yang bersangkutan tidak bersalah, karena berada dalam ‘pengaruh’ si jahat. Namun dugaan ini sejujurnya belum dapat dipastikan kebenarannya. Apalagi fakta, bahwa ayah Anda itu menikah lagi-nya di gereja Kristen (walaupun non- Katolik): apakah istrinya (ibu tiri Anda) yang sekarang itu juga Kristen? Sebab jika ia Kristen, mestinya ia tidak melakukan guna-guna, sebab hal itu jelas bertentangan dengan iman Kristiani. Maka, marilah kita tidak usah berprasangka buruk atau menuduh apapun terlebih dahulu, melainkan melihat akar masalah yang sebenarnya, yaitu kesenjangan komunikasi. Kesenjangan inilah yang mengakibatkan sulitnya bagi kedua belah pihak (antara Anda dan ayah Anda) untuk bisa saling memahami.

      Lagipula, perkenankan kami juga mengingatkan Anda sebelum melanjutkan tanggapan kami ini, yaitu menurut ajaran iman kita, kita tidak diperkenankan untuk bertanya kepada orang pintar. Iman, harapan, masa depan, dan mengenai hal-hal yang belum kita pahami hanyalah kita serahkan kepada Tuhan, bukan kepada manusia, apalagi orang pintar, yang umumnya bekerja berdasarkan kuasa-kuasa lain yang bukan berasal dari Tuhan. Hal itu adalah suatu kekejian bagi Tuhan (silakan membaca Ulangan 18:10-12).

      Mungkin baik jika Anda merenungkan kembali mengenai ayah dan relasi Anda sekeluarga selama ini. Dari pihak Anda, tentu akan cukup dimengerti secara umum bahwa ketika pasangan hidup meninggal dunia, tentu ada rasa kesedihan dan kehilangan yang sangat dalam bagi pasangan yang ditinggalkan, yang bisa amat mempengaruhi semangat hidup seseorang. Jika ada anak-anak yang masih sangat membutuhkan kehadiran dan dampingan kedua orangtuanya, hal itu menambah lagi beban kesedihan bagi yang ditinggalkan, karena hal-hal yang biasanya biasa dihadapi berdua dan didiskusikan bersama dalam mencari jalan keluar terbaik saat menghadapi aneka masalah keluarga, kini harus dihadapi sendirian. Ini yang mungkin terjadi pada ayah Anda, dan setelah menimbang banyak hal ia lantas memutuskan untuk mencari pendamping hidup yang baru. Bagaimana dulu ayah menyampaikan keinginannya ini kepada Anda dan saudara-saudara Anda? Apakah ada waktu yang cukup untuk membicarakan perasaan masing-masing pihak dan semua pihak terbuka untuk saling mendengarkan dan memahami perasaan-perasaan yang ada? Kemudian baik juga direnungkan kembali dengan kepala dingin, benarkah ayah Anda telah sungguh-sungguh melupakan anak-anaknya? Demikian juga bahwa menurut Anda ia cenderung menjadi egois, cobalah renungkan kembali, apa hal-hal yang hilang atau tidak terpenuhi sehingga Anda menganggap ayah Anda melupakan anak-anak dan menjadi egois. Renungkanlah juga apakah mungkin ada penyebab lain yang belum Anda sadari yang membuat Ayah bersikap demikian? Dapatkah Anda dan saudara Anda mengajak Ayah berbicara dari hati ke hati mengenai uneg-uneg Anda ini dan kira-kira bagaimana nanti tanggapannya, apa yang bisa Anda usahakan agar pembicaraan dari hati ke hati itu dapat berjalan secara baik dan berhasil mencapai saling pengertian yang diharapkan? Misalnya mengundang ayah ke tempat berlibur atau ke tempat makanan favoritnya sambil mengobrol, atau mungkin menulis surat dengan nada yang penuh kasih kepadanya?

      Dan sesungguhnya, seandainya memang secara objektif Anda merasakan ayah Anda telah menjadi egois dan melupakan anak-anaknya, sebagai seorang beriman kasih kepada Kristus, kita tidak untuk membalas perbuatan yang tidak baik dengan sikap yang tidak baik juga. Melainkan selalu terbuka untuk mencari jalan keluar yang penuh kedamaian bagi semua pihak, sebagaimana teladan kasih Kristus ajarkan pada kita, apalagi ini adalah orangtua kita yang telah membesarkan kita. Bawalah segenap perasaan kesedihan Anda kepada Tuhan dan doakanlah juga senantiasa ayah Anda, semoga Tuhan memberikan jalan terbaik agar kasih Anda dan saudara kepada ayah dan sebaliknya, dipulihkanNya lagi dan komunikasi yang baik dan saling mengerti bisa terbangun di antara Anda sekeluarga, juga dengan istri ayah Anda sekarang. Keluarga adalah hadiah dari Tuhan untuk kita mampu menghadapi hidup ini dengan lebih kuat, juga dengan lebih welas asih dan pengertian. Mengupayakan usaha yang terbaik bagi keutuhan keluarga adalah usaha yang mulia dan patutu diperjuangkan, dan Tuhan tentu akan selalu menyertai. Doa kami mengiringi usaha Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Triastuti dan Ingrid Listiati – katolisitas.org

  3. Shalom staf Katolisitas..

    Apakah benar kasih ibu sepanjang jalan? Ada seorang ibu yang rela mengguna2i anaknya sendiri agar patuh dengan segala kehendaknya. Apakah kalau begini kasusnya, surga masih berada di bawah telapak kaki ibu? Dan apakah anak2nya harus tetap menghormatinya sementara ibunya sudah membahayakan jiwa banyak orang melalui jasa dukun termasuk jiwa suami dan anaknya sendiri? Apakah sanksinya kelak jika dia tidak bertobat? Dan sekarang dia telah meninggalkan Kristus pula dengan berpindah agama dan tinggal dengan laki2 lain tanpa bercerai.

    [Dari Katolisitas: pesan ini digabungkan akrena masih dari pengirim yang sama]

    Satu lagi, bagaimana nasib suaminya kelak yang suka marah2, perbuatannya semakin menjauh dari Tuhan karena di bawah pengaruh dukun dan guna2, apakah dia berdosa? Dikatakan juga dapat menjadi gila dan bila seandainya hingga akhir hayatnya tetap dalam keadaan seperti itu yang mana bukan kehendaknya, apakah tidak bisa diselamatkan dan tidak terampuni oleh Allah?
    Mohon penjelasannya, terimakasih

    GBU

    • Shalom Priscilla,

      Tentu saja, jika kisah itu benar, maka secara obyektif perbuatan ibu itu tidak sesuai dengan ajaran iman Kristiani. Namun perlu kita ingat bahwa pepatah, ‘surga berada di telapak kaki ibu’ itu bukan ajaran Gereja, tetapi adalah pepatah yang umum dikenal di masyarakat kita. Perbuatan ibu itu memang keliru, namun tetaplah tidak dapat dibenarkan bahwa anak-anaknya boleh membencinya. Walau mungkin akan ada kesulitan di pihak anak-anaknya untuk tetap menghormati ibunya, karena ibunya berbuat demikian terhadap mereka, tetapi jelas perintah Tuhan Yesus adalah untuk tetap mengasihi ibu tersebut. Sebab Tuhan Yesus memerintahkan kepada kita untuk mengasihi musuh kita, mereka yang menganiaya kita, maka dalam konteks anak-anak tersebut, adalah untuk tetap mengasihi ibu mereka, walaupun ibunya mendatangkan banyak kesulitan/ masalah kepada mereka. Bukannya tidak mungkin, bahwa kasih anak-anaknya itulah yang dapat membawa ibu tersebut kepada pertobatannya.

      Apakah yang akan terjadi jika ibu itu tidak bertobat? Yang kita dapat tahu adalah ketentuan umumnya, yaitu: apabila seseorang jatuh dalam dosa berat dan tidak bertobat sampai akhir hidupnya, maka ia memasukkan dirinya sendiri dalam keadaan keterpisahan dengan Allah di neraka (lih. KGK 1861). Namun jika diterapkan pada ibu itu, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti, apakah ibu itu mengetahui bahwa apa yang dilakukannya (guna-guna) itu sungguh dosa yang serius di hadapan Tuhan? Jika ia mengetahuinya dan tetap melakukannya juga, maka itu termasuk dosa berat. Selanjutnya, sekarang yang Anda ketahui barulah sepotong episode dari kehidupan ibu itu. Anda tidak mengetahui sampai kapan ibu itu hidup/ diberi umur berapa tahun lagi oleh Tuhan. Antara saat sekarang sampai saat ia dipanggil Tuhan, itu adalah waktu yang diberikan oleh Tuhan agar ia dapat bertobat dan berbalik ke jalan Tuhan. Maka sebelum saat itu tiba, mari janganlah menghakimi dia. Sebab jika ia sempat bertobat sebelum wafatnya, Tuhan tetap dapat mengampuninya.

      Selanjutnya tentang suaminya yang menjadi pemarah dan menjauhi Tuhan. Sejujurnya, agak sering orang berpandangan bahwa berubahnya seseorang adalah akibat kuasa gelap/ diduga karena akibat guna-guna. Namun ada baiknya, janganlah kita terlalu cepat melimpahkan segala sesuatunya kepada dugaan kekuatan guna-guna ini. Sebab apakah sudah pasti benar dugaan ini, toh kita tidak sungguh tahu, sebab umumnya hal ini hanya merupakan perkiraan, atau klaim penglihatan dari pihak lain, yang belum tentu benar. Sebab hal menjadi pemarah atau menjauhi Tuhan itu dapat terjadi meskipun seseorang tidak terkena guna-guna. Umumnya jika seseorang marah sampai kehilangan kendali, artinya ia tidak dapat menguasai dirinya. Kehilangan penguasaan diri ini merupakan akibat gagalnya seseorang mengendalikan emosi, akibat kurang kuatnya kehendak dari pihaknya untuk bersikap sabar dan mendengarkan orang lain. Keadaan ini diperparah dengan fakta bahwa ia menjauhkan diri dari Tuhan. Maka kemungkinan besar ia tidak memohon bantuan Tuhan untuk memberikannya kemampuan untuk mengendalikan dirinya sendiri. Padahal jika mengandalkan rahmat Tuhan, seseorang yang mempunyai sifat dasar pemarah sekalipun, akan dapat diubahkan oleh Tuhan menjadi seorang yang lemah lembut dan penyabar, sebagaimana terjadi pada St. Fransiskus dari Sales, yang pesta namanya kita rayakan hari ini.

      Maka janganlah terlalu cepat menyalahkan kekuatan lain atau pengaruh dari luar. Sebab, terutama jika ang suami itu sendiri sudah menerima Baptisan. Yang perlu dilakukannya adalah bertobat, dan memohon pertolongan Tuhan, untuk menjalani kehidupannya yang baru bersama Tuhan. Silakan mendoakan Doa untuk melawan kekuatan kegelapan, klik di sini, dan timbalah kekuatan dari pertolongan rahmat Tuhan, terutama melalui sakramen Tobat dan Ekaristi. Hal pertobatan melibatkan kehendak yang kuat dari diri orang yang bersangkutan untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan, mengakui segala kesalahannya dan memohon belas kasih dan pengampunan Tuhan. Jika ini dilakukan, percayalah bahwa tiada dosa yang terlalu besar sehingga tidak dapat diampuni oleh Tuhan. Dosa menghujat Roh Kudus, yang tidak terampuni itu (silakan klik di sini untuk membaca penjabarannya) adalah dosa yang menolak pengampunan Tuhan, sehingga orang yang sedemikian tidak dapat diampuni. Namun seseorang yang bertobat dan mengakui dosanya, ia mengakui bahwa ia membutuhkan pengampunan Tuhan, maka ia akan memperoleh pengampunan Tuhan (lih. 1Yoh 1:9).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Shalom,

    Saya mau tanya, apakah anak bisa turut dihukum karena dosa orang tuanya?
    Terima kasih

    [Dari Katolisitas: Ada banyak ayat yang mendukung bahwa setiap orang bertanggungjawab akan dosa yang dibuatnya sendiri, seperti ayat-ayat berikut ini: Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri (Ul 24:16; lihat juga Yer 31:30). Atau Yehezkiel mengatakan “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya (Yeh 18:20). Dalam Yehezkiel bab 18, di situ jelas sekali bahwa kalau anak yang bertobat akan diselamatkan walaupun orang tuanya berbuat dosa. Namun jika sang anak, karena melihat contoh kesalahan orang tuanya juga jatuh dalam dosa/ kesalahan yang sama, maka ia harus bertanggungjawab terhadap kesalahan ini, bukan pertama-tama karena kesalahan orang tuanya, tetapi karena ia sendiri membiarkan diri jatuh dalam kesalahan yang sama ini.]

  5. shalom!

    semenjak saya kecil, saya tidak pernah merasa dekat dengan orangtua saya. alih-alih mendapatkan kasih sayang, masa kecil saya dipenuhi dengan teriakan, cacian, pukulan, dan perlakuan yang tidak adil terhadap saya. dibanding-bandingkan dengan saudara yang lain, komentar-komentar sangat menyakitkan hati mengenai fisik, perilaku dan hampir semua yang saya lakukan dan yang ada di diri saya tidak pernah terlihat baik di hadapan orangtua.
    setelah saya menginjak mulai dewasa diiringi dengan keadaan ekonomi keluarga yang berangsur sangat membaik, saya berpikir mungkin selama ini saya menjadi pelampiasan emosi mereka atas keadaan ekonomi yang tidak baik. mungkin semuanya akan berubah ketika kami sudah menjadi sejahtera. namun, tidak demikian, tidak ada perubahan yang berarti dari cara mereka memandang dan memperlakukan saya.

    masa muda saya dipenuhi dengan pemberontakan dan proses memasang “dinding” yang semakin hari semakin tebal terhadap mereka. saya tidak pernah berbagi cerita mengenai apa yang saya rasakan, rencanakan, pikirkan dll terhadap mereka, karena setelah puluhan kali saya mencoba saya selalu dipatahkan, komentar pesimis, merendahkan pendapat saya, menyalahkan saya, dll. saya tidak pernah menemukan kebahagiaan ketika berada bersama keluarga. saya menjadi anak yang sangat kasar, sensitif, haus akan materi, berpikiran negatif, mencuri, merasa diri saya yang paling benar dll. di dalam rumah, namun sebaliknya saya akan menjadi anak yang sangat periang, suka menolong orang lain, tidak perhitungan dan mempunyai banyak teman di lingkungan luar. saya menjadi anak yang memiliki 2 kepribadian, bahkan seringkali orangtua melontarkan kata ‘munafik’ kepada saya. seiring berjalannya waktu, saya diajak untuk menyalurkan bakat menyanyi saya dalam wujud melayani gereja. damai yang amat sangat saya rindukan, dapat saya temukan ketika saya melayani. perlahan demi perlahan, saya mulai lebih peka terhadap apa yang seharusnya boleh dan tidak boleh dilakukan.

    namun, karena emosi yang tidak tersalurkan, amarah, dendam yang sudah berpuluh tahun saya tumpuk, saya tetap membangun jarak antara saya dengan orangtua. tetapi saya mulai berusaha sekuat tenaga untuk lebih menghormati orangtua, menghargai apa yang sudah mereka lakukan, dll sesuai dengan apa yang diajarkan Tuhan dan gereja.

    ibu saya adalah orang yang sangat keras. ketika emosi, berteriak, sumpah serapah, hinaan dan pukulan tidak pernah saya lewatkan. puluhan malam saya lalui dengan tiba tiba menangis terisak-isak karena terngiang-ngiang dengan perlakuan beliau. sakit hati yang amat sangat dalam dan trauma menjadikan saya anak yang memilih untuk “cari aman” dengan diam. ibu saya memandang dunia dengan negatif, segala yang orang lain lakukan tidak pernah baik di matanya. setiap hari, ia habiskan berjam-jam dengan bergosip, menjelek-jelekkan orang lain, berpikiran negatif terhadap orang lain dan mengomentari perilaku2 orang yang bahkan tidak ia kenal secara personal. 4 hal tersebut seperti menjadi candu-nya beliau dan melekat dalam kepribadian beliau.
    disamping itu, segala yang berhubungan tentang dirinya lah yang paling baik, dan paling sempurna.
    ibu dan ayah saya kini sudah mulai tua, dorongan saya untuk menyadarkan ibu saya bahwa cara beliau memandang segala sesuatu selama ini adalah salah itu sangat kuat. bukan nya tidak berusaha, setiap kali mereka melontarkan pikiran negatif ataupun komentar2 pedas terhadap orang lain, saya selalu membalasnya dengan pikiran positif, dan memandang dari sisi sebaliknya, dengan harapan mereka akan berpikir sama dengan apa yang saya pikirkan. tetapi tidak demikian, mereka tidak pernah berubah. saya berusaha menuntun orangtua untuk lebih banyak memberi dan menolong kepada sesama, alih-alih mereka mengikuti, saya dicap “sok kaya” , “cari muka”, “minta dipuji” dan sebagainya.

    tidak ada yang pernah benar dalam hidup saya bagi mereka. dan saya juga tidak yakin cara mereka memperlakukan saya akan berubah, saya pun akan ikhlas . tetapi, saya berkeinginan kuat untuk agar mereka sadar dan bertobat untuk kebaikan mereka sendiri, bukan untuk saya. yang ingin saya tanyakan :

    apa yang saya harus lakukan agar orangtua saya lebih mengerti lagi akan “kasih” dan “melayani” ?
    bagaimana cara yang paling tepat untuk menjadikan mereka lebih mencintai Tuhan dan sesama di atas uang, harta dan hal duniawi?
    bagaimana cara untuk 100% mengampuni dan menghapus luka batin? ( retret luka batin sudah pernah saya ikuti bersama ibu, dan tidak ada perubahan berarti)

    terimakasih. Tuhan memberkati. :)

    • Shalom Christina,

      Saya memahami kesedihan dan kegalauan hati Anda, dan sekaligus amat menghargai dan mensyukuri keputusan Anda untuk mencoba ikhlas dengan semua perlakuan orangtua yang menyedihkan hati Anda, sehingga Anda ingin selalu berusaha mengampuni mereka, dan berkeinginan agar mereka mengalami pertobatan dan kepenuhan di dalam Tuhan. Tentu semua itu tidak lepas dari rahmat Tuhan bagi Anda untuk tidak memusatkan perhatian kepada kepahitan yang Anda alami, tetapi melangkah keluar dari semua itu, untuk merespon ajaran Tuhan dalam mengampuni dan merelakan semua perbuatan orangtua Anda yang menyakiti hati Anda. Untuk semua itu saya turut bersyukur atas niat mulia Anda.

      Melalui derita Anda, Tuhan tentu menaruh kebesaran hati yang lebih di dalam diri Anda, sehingga Anda tidak menjadi korban perasaan mengasihani diri sendiri. Semoga Anda tetap bertahan dalam pikiran dan niat yang positif sedemikian untuk tetap mengasihi dan mengampuni kedua orangtua Anda, sampai kapanpun, sebagaimana Tuhan menghendakinya, dan tidak terbujuk oleh suara-suara dari diri sendiri atau dari si Jahat, yang tidak kondusif, yang menjauhkan Anda dari kasih kepada orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan Anda. Sering-seringlah mengingat segala jasa dan kebaikan mereka yang membuat Anda hidup dan tumbuh, juga momen-momen bersama mereka yang baik dan manis untuk dikenang. Bahkan sikap-sikap dan karakter mereka yang sedemikian itu sebenarnya membuat Anda jadi bermental kritis dan tangguh dan berkesempatan sedikit ambil bagian untuk menderita bersama Kristus dan belajar mengampuni seperti teladan-Nya. Sebetulnya ini adalah kekayaan yang indah dari Tuhan di balik penderitaan Anda.

      Dalam usaha-usaha yang Anda sedang lakukan ini, apakah Anda juga sudah senantiasa mendoakan mereka? Pada saat kata-kata dan perbuatan tidak selalu cukup untuk menghadirkan kasih dan kebaikan, doa adalah selalunya sarana pendukung yang ampuh, dan bahkan sesungguhnya merupakan kunci yang menopang kita menghadapi segala masalah kehidupan. Dalam doa, Tuhan seringkali membukakan mata hati kita dan mata hati orang-orang yang kita doakan, sehingga rahmatNya dapat dialami sebagaimana Dia merancangnya bagi semua yang mengasihi Dia.

      Memang ketika Tuhan memberikan kita perintah untuk menghormati ibu bapa kita, Tuhan mengatakannya tanpa syarat, termasuk ketika kita merasakan bahwa hidup orangtua kita tidak seperti yang kita harapkan atau yang kita bayangkan sebagai sesuatu yang ideal. Saya tidak memperoleh informasi lebih lanjut dari Anda, apakah Anda mengetahui latar belakang hidup kedua orangtua Anda sejak mereka masih kecil atau di masa muda mereka, yang membuat mereka mempunyai sikap dan karakter seperti yang Anda ceritakan. Juga apakah ada alasan khusus yang melatarbelakangi perbedaan perlakuan yang Anda terima dari mereka dibandingkan dengan yang dialami saudara-saudara Anda yang lain. Karena informasi itu mungkin dapat membantu menguraikan permasalahan yang Anda alami sampai saat ini.

      Sebagai manusia yang lengkap dengan kelemahan dan kelebihan, tentu selalu relevan bagi setiap orang untuk setiap kali juga memeriksa batin dan mengintrospeksi sikap-sikap kita kepada orang lain. Kadang sikap kita sendiri merupakan akibat dari perlakuan yang kita terima dari orang lain, namun bagaimanapun juga, dalam hal menghadapi sikap dan karakter kedua orangtua Anda yang sejak awal tidak mudah bagi Anda, diperlukan suatu kebijaksanaan tersendiri, apalagi kini Anda sudah jauh lebih dewasa, orangtua Anda sudah semakin tua, dan harapan Anda yang mulia bagi kedamaian dan kasih yang lebih baik untuk mereka. Mungkin hasil dari introspeksi diri sendiri itu, ada hal-hal yang harus diubah dari diri Anda sendiri, paling tidak dalam menyikapi kekerasan hati kedua orangtua Anda. Mungkin sudah saatnya untuk tidak lagi menggunakan kata-kata, namun dengan teladan kesabaran, perbuatan kasih yang terus menerus, dan dalam waktu bersamaan, tidak membuat sikap atau pernyataan apapun yang bagi kedua orangtua Anda terkesan bahwa Anda menghakimi atau mengajari mereka. Sebab sering sekali perbuatan nyata yang penuh kelembutan dan kerendahan hati mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar dan efektif dari sejuta kata-kata. Diam dan mengalah seringkali bukan berarti kalah atau menyetujui, namun hanya mencari cara dan waktu yang lebih tepat untuk membuat orangtua Anda memahami pesan yang ingin Anda sampaikan. Kasih sejati yang tulus dan benar-benar didasari kepedulian kepada orang yang kita kasihi tentu akan mampu meluluhkan hati yang paling keras sekalipun, asalkan kasih dan rahmat Sang Sumber Kasih yaitu Tuhan selalu dilibatkan dan diandalkan.

      Mengenai retret luka batin yang sudah Anda ikuti bersama Ibu, saya percaya sebenarnya bukan sama sekali tidak menimbulkan perubahan. Bahwa ibu berkenan untuk mengikuti retret itu bersama Anda pasti juga merupakan suatu percikan kerinduan untuk mengalami suatu perubahan yang lebih baik bukan? Hanya saja semangat perubahan itu yang harus selalu dibarui dan dipupuk lagi dari waktu ke waktu. Setelah Anda melakukan introspeksi diri dan menemukan ada kekeliruan yang juga telah Anda lakukan, akukanlah kekeliruan Anda di hadapan Tuhan melalui Sakramen Tobat, dan mohonlah kekuatan rahmat Tuhan, untuk tetap mengasihi kedua orangtua Anda tanpa syarat, sebagaimana Tuhan mengasihi Anda. Temukanlah bahwa kerelaan mengampuni dan mengerti itu memberikan kekuatan tersendiri bagi Anda karena Anda sepenuhnya melakukan apa yang Tuhan Yesus sendiri ajarkan kepada kita. PenyertaanNya tentu akan selalu bisa Anda rasakan. Kemudian bawalah kepada Tuhan di dalam doa-doa rutin dan khusus untuk menyerahkan kerinduan Anda akan kedamaian dan kehidupan rohani yang lebih dekat pada Tuhan bagi kedua orangtua Anda. Semoga kasih dan pertolongan Tuhan yang selalu setia dan berhasil guna akan terus dapat Anda alami di mana relasi Anda dengan kedua orangtua dapat disegarkan kembali serta harapan Anda yang mulia bagi mereka berdua boleh dipenuhi Tuhan dengan cara dan waktu-Nya yang indah dan tidak pernah terlambat.

      Contoh doa-doa dari Puji Syukur di bawah ini dapat Anda daraskan dengan segenap hati demi kasih Anda yang tulus kepada kedua orangtua Anda, demi kasih Tuhan kepada Anda melalui mereka dan kepada mereka, serta demi kasih-Nya kepada Anda sekeluarga. Semoga satu hari nanti Anda dapat mendoakan doa semacam ini bersama-sama dengan mereka juga.

      Doa Untuk Orang Tua
      Puji syukur 1992, No. 161

      Ya Allah, Bapa yang penuh kasih sayang, kami bersyukur kepada-Mu atas orangtua kami. Lewat mereka Engkau telah menciptakan kami. Melalui kasih sayang mereka, Engkau menyayangi kami. Mereka mendidik, mendampingi, dan menuntun kami. Mereka membesarkan kami dan menjadi sahabat kami.

      Berkatilah mereka senantiasa. Berilah mereka kesabaran. Terangilah akal budi mereka supaya mereka selalu bertindak bijaksana. Berilah mereka kesehatan agar tetap mampu menjalankan tugas mereka sebagai pembina keluarga. Berilah rezeki secukupnya untuk kami semua; dan hindarkanlah orangtua kami dari marabahaya. Sempurnakanlah kasih mereka satu sama lain, sehingga mereka dapat menjaga kelestarian perkawinan, dan tetap setia pada janji perkawinan mereka.

      Semoga mereka dapat menjalankan tugas dengan baik bagi gereja, masyarakat, dan keluarga. Buatlah keluarga kami menjadi Gereja kecil yang selalu mengasihi-Mu dan mengasihi Yesus, Putra-Mu.

      Kami mohon pula berkat-Mu untuk semua orangtua, yang dengan rela dan penuh tanggung jawab telah menjalankan tugas selaku orangtua atas anak-anak mereka. Semoga pengorabnan mereka tidak sia-sia. Bila mereka menghadapi kesulitan dan tantangan, sudilah Engkau menunjukan jalan keluar yang diperlukan. Jangan biarkan mereka merana karena kegetiran hidup.

      Kami berdoa pula bagi para orangtua yang sering dilupakan oleh anak-anak mereka. Sudilah Engkau menghibur dan menguatkan hati mereka. Teristimewa kami berdoa bagi para orangtua yang merasa gagal dalam membangun keluarga dan mendidik anak-anak. Semoga kepedihan ini tidak membuat mereka putus asa, tetapi semakin menyadarkan mereka untuk senantiasa bersandar pada-Mu.

      Bapa, semua permohonan ini kami unjukan kepada-Mu demi Yesus Kristus Putra-Mu, yang menjadi teladan kami dalam menghormati dan mengasihi orangtua. Dialah pengantara kami untuk selama-lamanya. Amin

      Doa Untuk Keluarga
      Puji Syukur 1992, No. 162

      Ya Allah, Bapa sekalian insan, Engkau menciptakan manusia dan menghimpun mereka menjadi satu keluarga, yakni keluarga-Mu sendiri. Engkau pun telah memberi kami keluarga teladan, yakni keluarga kudus Nazaret, yang anggota-anggotanya sangat takwa kepada-Mu dan penuh kasih satu sama lain. Terima kasih, Bapa, atas teladan yang indah ini.
      Semoga keluarga kami selalu Kau dorong untuk meneladan keluarga kudus Nazaret. Semoga keluarga kami tumbuh menjadi keluarga Kristen yang sejati yang dibangun atas dasar iman dan kasih: kasih akan Dikau dan kasih antar semua anggota keluarga.Ajarlah kami hidup menurut Injil, yaitu rukun, ramah, bijaksana, sederhana, saling menyayangi, saling menghormati, dan saling membantu dengan ikhlas hati. Hindarkanlah keluarga kami dari marabahaya dan malapetaka; sertailah kami dalam suka dan duka; tabahkanlah kami bila kami sekeluarga menghadapi masalah-masalah. Bantulah kami agar tetap bersatu padu dan sehati sejiwa; hindarkan kami dari perpecahan dan percekcokan.

      Jadikanlah keluarga kami ibarat batu yang hidup untuk membangun jemaat-Mu menjadi Tubuh Kristus yang rukun dan bersatu padu.Berilah kepada keluarga kami rezeki yang cukup. Semoga kami sekeluarga selalu berusaha hidup lebih baik di tengah-tengah jemaat dan masyarakat.

      Jadikanlah keluarga kami garam dan terang dalam masyarakat. Semoga keluarga kami selalu setia mengamalkan peran ini kendati harus menghadapi aneka tantangan.

      Ya Bapa, kami berdoa pula untuk keluarga yang sedang dilanda kesulitan. Dampingilah mereka agar jangan patah semangat. Terlebih kami sangat perihatin untuk keluarga-keluarga yang berantakan. Jangan biarkan mereka ini hancur. Sebaliknya berilah kekuatan kepada para anggotanya untuk membangun kembali keutuhan keluarga.

      Semua ini kami mohon kepada-Mu, Bapa keluarga umat manusia, dengan pengataraan Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin.

      Teriring doa kami bagi pergumulan Anda dan semoga sharing ini dapat sedikit membantu.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Triastuti – katolisitas.org

      • Terima Kasih saudari Triastuti atas saran, motivasi, dan nasehat yang telah anda beri sangat berguna dan saya merasa Tuhan betul berbicara kepada saya melalui anda.
        Saya baru saja sedang ‘googling’ berusaha mencari renungan atau kata-kata motivasi dengan niat akan saya teruskan kepada orangtua agar mereka membacanya, alih-alih mendapatkannya, saya malah menemukan link page ini, yang sebetulnya saya sudah lupa bahwa saya pernah mencurahkan isi hati saya di sini dan saya juga tidak mendapatkan email notifikasi terhadap balasan dari paparan saya. Setelah saya membaca nasehat dan saran anda, point mengenai “sering sekali perbuatan nyata yang penuh kelembutan dan kerendahan hati mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar dan efektif dari sejuta kata-kata.” betul-betul seperti memberikan jawaban akan usaha yang sebelumnya ingin saya lakukan. Saya menjadi berpikir mungkin yang Tuhan ingin saya lebih banyak “aksi” daripada “teori” , mungkin “aksi” yang selama ini saya usahakan belum cukup, atau mungkin perbuatan2 baik yang saya lakukan malah bertujuan untuk “memberi pelajaran” kepada orangtua mengenai berbuat baik, tetapi bukan berlandaskan tujuan dari berbuat baik dan melayani yang sebenarnya yang seperti Tuhan inginkan (harus saya akui, terkadang ada intensi dari saya untuk “memberi pelajaran” kepada orangtua bagaimana berbuat baik). Sampai sekarang saya masih dalam proses berjuang dan terus berjuang untuk membenahi diri saya sendiri dan sekaligus berharap Tuhan bisa mengijinkan saya menjadi batu pijakan orangtua saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

        terimakasih sekali lagi saya ucapkan, Tuhan memberkati.

        [dari Katolisitas: terima kasih kembali Christina, syukur kepada Tuhan bahwa tantangan dan kesukaran yang Anda alami dalam relasi dengan orangtua ini dapat Anda hayati sebagai sebuah proses pendewasaan iman dan kasih diri Anda sendiri di dalam Tuhan. Memang sesungguhnya masing-masing kita sedang dibentuk dan diproses oleh Tuhan lewat berbagai cara dan peristiwa di dalam kehidupan ini agar semakin menjadi pribadi yang indah sesuai dengan rancangan-Nya. Saya percaya dan juga turut berdoa kiranya keterbukaan dan kerendahan hati Anda untuk sedia dibentuk oleh-Nya lewat hidup kasih dan pengertian Anda kepada orangtua, menjadi sarana bagi mereka untuk turut membuka hati sehingga mereka mengalami sentuhan kasih Tuhan yang mengubahkan dan melihat rencana-Nya yang indah di dalam hidup mereka. Rancangan Tuhan indah dan sempurna pada waktu-Nya, teruslah mengandalkan kerahiman-Nya.]

    • Hai Christina,
      Saya dapat memahami apa yang anda rasakan dan harapkan. Mengenai pernyataan anda sbb:
      ‘saya berkeinginan kuat untuk agar mereka sadar dan bertobat untuk kebaikan mereka sendiri’ dan ‘apa yang saya harus lakukan agar orangtua saya lebih mengerti lagi akan “kasih” dan “melayani”’
      Pendapat saya adalah terkadang dalam hidup ini ada hal-hal yang kita sebagai manusia tidak dapat mengubahnya, salah satu diantaranya adalah keinginan kita untuk mengubah tabiat dan perilaku seseorang. Percayalah, karena saya sudah mengalaminya. Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah mengampuni dengan sungguh-sungguh (walaupun itu sangat sulit) dan selalu mendoakan mereka dalam setiap doa-doa kita karena hanya Tuhan kita Yesus Kristus dengan kuasanya yang besar yang dapat mengubah mereka.
      Mengenai retret luka batin saya setuju dengan pendapat Caecilia Triastuti bahwa perubahan itu ada dan sedang terjadi karena ibu anda mau ikut bersama anda.
      Shalom. Tuhan memberkati.

      • terimakasih saudari desy atas tanggapannya.

        saya sangat setuju dengan komentar anda mengenai bahwa kita tidak dapat mengubah tabiat dan perilaku seseorang, hanya orang sendiri tersebut lah yang mampu dan berkuasa atas hal itu.

        terimakasih atas dukungan dan motivasinya, saya pun percaya tidak ada usaha yang sia-sia di dalam Kristus. dengan doa, cerminan perilaku kasih, melayani, dan peduli sesama cepat atau lambat, sekarang, bulan depan, atau 10 tahun lagi, suatu hari orangtua saya akan mengerti dan sadar akan hal itu.

        Tuhan memberkati :)

  6. Pro Martina.
    Saya sangat memahami situasi anda, dan saya menghargai pengakuan anda bahwa sikap anda salah tapi kesulitan untuk memperbaiki. Satu hal saja yang ingin saya sheringkan yaitu bahwa Allah menciptakan kita saling berbeda di samping ada kesamaannya. Artinya bahwa perbedaan itu kehendak Allah. Sebagai umat Allah bagaimana kita menyikapi? Kita tidak punya kuasa merubah orang lain menjadi seperti yang kita inginkan. Itu hak Allah. Apa yang dapat kita lakukan adalah merubah diri kita sendiri yaitu cara kita memandang diri sendiri. Fahamilah bahwa diri kita ada kekurangan (dosa) sama seperti orang lain.
    Semoga bermanfaat.

    [Dari Katolisitas: Kita sama-sama berusaha untuk mengubah diri menjadi lebih baik dan semakin bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih. Marilah kita saling mendukung untuk tujuan ini.]

  7. Shalom..

    Ya, memang benar orang tambah usia memang lebih sensitif dan biasa cenderung mengalami perubahan pikiran bahkan cenderung bertingkah laku yang bisa dibilang kurang nalar. Bukan hanya masalah spon, tapi masalah yang laen juga, ini seperti papa saya.

    Memang tidak jarang kita yang masih muda merasa mendongkol, emosi, dsb.. Tapi saya yakin ini semua merupakan suatu proses dari Tuhan untuk menjadikan kita lebih sabar dan belajar menghormati serta menghargai ortu..

    Trima kasih, pertanyaan dan jawaban-jawaban di atas bisa menjadi berkat dan renungan buat saya untuk lebih bersabar.

    Salam Kristus, Tuhan memberkati..

  8. Shalom Katolisitas,

    Saya dilahirkan di keluarga Katolik, namun orang tua saya dibaptis bahkan saat saya kanak2…jadi, saya kurang memperoleh bimbingan iman dari mereka…

    Selama ini saya sering (bahkan hampir setiap hari) bertengkar dengan ibu saya…
    Entah mengapa selama ini saya merasa ibu tidak sayang kepada saya…walaupun ia memberikan banyak hal…saya merasa ada sesuatu yang amat menyakitkan yang pernah dilakukan oleh ibu saya terhadap saya…seperti semacam penolakan sehingga selama ini saya tidak cocok dengannya…saya merasa tidak dianggap sebagai seorang anak…berbeda dengan kakak-kakak saya yang amat dicintainya…sehingga saya merasa ibu saya lebih sayang kepada kakak-kakak saya daripada saya…

    Suatu hari saat bertengkar dengan saya, mama bilang kalau jangan-jangan kelakuan saya yang semacam ini akibat papa yang dulu pergi ke “dukun” dan menanyakan jenis kelamin saya…waktu itu dukun itu bilang saya berjenis kelamin laki-laki…ternyata saya perempuan dan (mungkin) mereka kecewa karena saya perempuan…bukan laki-laki seperti yang mereka inginkan…Ibu saya bilang saya anak setan…saya sakit hati…Dia bilang saya bisa kena karma…

    Pertanyaannya:

    Apa Gereja Katolik mempercayai adanya karma? Misalnya, karena hal ini kalau saya punya anak, anak saya akan berkelakuan sama seperti saya…atau seperti seseorang yang anaknya cacat karena pada waktu hamil orang tuanya membunuh binatang…

    Bagaimana konsep Gereja Katolik mengenai hal ini?
    Apakah ini yang namanya luka batin? Atau kutuk karena ayah saya pergi ke “dukun”? Apakah Tuhan akan mengampuni saya karena kurang ajar terhadap mama, tetapi dibalik itu saya memang merasa selama ini tidak pernah cocok dengannya…bahkan setiap kata-katanya salah di mata saya…Saya tidak tahu harus sabar seperti apa menghadapi mama saya yang menurut saya sangat amat menyebalkan…Apa ada saran?

    Maaf kalau pertanyaan saya ini tidak pada tempatnya…

    Terima Kasih Banyak…

    Salam damai dalam Kristus Tuhan…

    Monica

    • Shalom Monica,

      Gereja Katolik tidak mengajarkan adanya karma dan reinkarnasi. Hal ini sudah pernah dibahas di jawaban ini, silakan klik.

      Jika sampai seorang anak meniru perbuatan orang tuanya, pertama- tama adalah karena orang tualah yang umumnya menjadi figur panutan bagi anak, sehingga sikap orang tualah yang paling mudah untuk ditiru/ diikuti oleh anak. Misalnya jika anak melihat ibunya memarahi ibunya (sang oma/ nenek), maka jangan heran kalau kemudian sang anak akan juga berani memarahi ibunya.

      Jika ibu anda sering marah pada anda, maka memang hal ini dapat mengakibatkan luka- luka batin pada diri anda. Untuk itu, mungkin ada baiknya jika anda mengikuti retret luka batin, dan berdoalah agar Tuhan menyembuhkan luka- luka batin anda. Namun juga, mohonlah rahmat Allah agar anda dapat mengampuni ibu anda, sebab bagaimanapun ia adalah orang tua/ ibu yang melahirkan dan membesarkan anda. Betapapun ‘menyebalkan’ menurut anda, ia tetaplah ibu anda yang harus anda hormati, sebab itulah yang menjadi perintah Tuhan (lih. Kel 20: 12). Dalam perintah ini, tidak ada kekecualian; artinya entah orang tua kita termasuk orang yang mudah atau sulit dikasihi (‘menyebalkan’, menurut anda), ayah dan ibu harus kita hormati.

      Perihal apakah kondisi anda dengan ibu disebabkan oleh kutuk karena ayah dulu pergi ke dukun, menurut saya, nampaknya bukan. Sebab segala kutuk sudah dihapus oleh rahmat sakramen Baptis. Maka jika seandainyapun ada kutuk, maka kuasa pengaruhnya sudah dilepaskan pada saat ayah anda dan anda dibaptis.

      Monica, memang tidak mudah mengasihi orang yang cenderung marah- marah kepada kita, tidak terkecuali jika itu adalah orang tua kita sendiri. Namun percayalah jika kita mengandalkan Tuhan, maka Ia akan memberikan rahmat-Nya sehingga anda dapat melakukannya. Perlu anda ketahui bahwa mengasihi adalah keputusan. Selanjutnya, kita perlu mengandalkan kekuatan yang dari Tuhan untuk mewujudkannya, dan jangan mengandalkan diri sendiri. Sebab jika kita mengandalkan diri sendiri, maka akan sangat sulit bagi kita untuk mengampuni dan mengasihi. Sebaliknya jika kita menimba kekuatan dari Tuhan dan mengandalkan Dia, maka kita akan dimampukan oleh-Nya untuk memandang orang yang melukai hati kita dengan pandangan kasih, sebagaimana Tuhan memandangnya. Kita akan dimampukan untuk melihat bahwa jiwa orang itu yang juga mungkin terluka, dan kita akan dimampukan oleh Tuhan untuk berbelas kasih kepadanya. “…Belajarlah pada-Ku, sebab Aku lemah lembut dan rendah hati,” (Mat 11:29) demikian kata Yesus.

      Ingatlah bahwa sesungguhnya andapun memerlukan belas kasihan Tuhan, andapun memerlukan pengampunan-Nya. Semoga pemahaman ini dapat mendorong anda untuk juga berbelas kasihan kepada ibu anda sendiri, dan mengampuninya atas segala perkataannya yang telah menyakiti hati anda. Jika saya boleh menyarankan, mungkin ada baiknya anda melakukan devosi Doa Kerahiman Ilahi, dan mohonlah kerahiman Tuhan untuk mengampuni dosa anda dan untuk memampukan anda mengampuni ibu anda. Percayalah, jika anda sudah mengampuni ibu anda, maka hidup anda akan menjadi lebih ringan, dan selalu ada damai sejahtera dalam hati anda. Silakan anda membaca artikel di atas, dan juga kesaksian Hany di sini, silakan klik. Semoga kesaksian tersebut memberikan inspirasi bagi anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

      • Terima kasih atas jawabannya…Saran yang sangat membantu…

        Semoga suatu saat nanti saya benar-benar dapat memahami kasih Tuhan sepenuhnya…

        Salam Kasih dalam Kristus Tuhan

        Monica

      • Dear bu Ingrid,

        mengenai baptis dan kutuk.
        Betul memang Santo Petrus mengatakan bahwa dengan baptis segala dosa diampuni.
        Yang menjadi aneh dalam kasus ibunda dari Monica, mengapa sampai mengatakan kepada putri sendiri adanya karma dan pengaruh dukun?
        Bukankah itu menandakan bahwa sebetulnya kepercayaan lamanya belum sepenuhnya hilang dari hatinya?
        Ada tradisi atau ajaran lama yang tampaknya belum ia lepaskan dan mengganggu sehingga tidak bisa mengikuti Tuhan dengan konsisten.

        Bagaimana tanggapan bu Ingrid? Apa sependapat atau ada pendapat lain? Terima kasih.

        • Shalom YsSunjoko,

          Anda benar, bahwa memang apa yang diucapkan oleh ibunya Monica tidak mencerminkan iman Kristiani yang benar. Sebab bagi kita yang percaya dan sudah dibaptis, tiada lagi kutuk yang mengikat kita.

          Namun dalam menyelesaikan permasalahan antara Monica dan ibunya, adalah lebih baik untuk melihat apakah yang dapat diubah dari sisi Monica terlebih dahulu. Ada banyak kesaksian serupa yang dapat terselesaikan dan dipulihkan, jika sang anak memulai terlebih dahulu untuk mengampuni dan mengasihi. Sebab umumnya para ibu, dengan naluri keibuannya, akan lebih mudah tersentuh hatinya, jika melihat dan mengalami kasih dari anak-anaknya. Hal ini akan mengubah segalanya.

          Nah, maka memang apa yang dikatakan ibu tersebut tidak benar, tetapi alangkah baiknya jika untuk mencari jalan keluar terhadap masalah ini, kita tidak berfokus kepada ucapan ibunya yang sudah berlalu, tetapi kepada apa yang dapat dilakukan oleh Monica di saat ini dan saat mendatang. Maka kami menyarankan Monica mengambil inisiatif untuk mengampuni dan tetap mengasihi ibunya; agar dengan demikian ibunya dapat melihat ketulusan hati anaknya dan kembali mengasihinya dengan kasih seorang ibu.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati-katolisitas.org

    • Dear Monica and Andre,

      Setelah membaca kedua email kalian, and dari kursus konseling yang Julia terima di Shekinah tahun 2010, Julia merasa ada LUKA BATIN di kedua kasus kalian. And keduanya ada hubungan dengan mama kalian (in this case, kalian berdua dan mama kalian sama-sama luka batin). Tetapi….. Julia tidak bermaksud memberi ‘cap luka batin’ pada kalian and mama kalian. Ada baiknya hal tersebut segera dibicarakan / dikonselingkan ke konselor2 yang sudah ditunjuk oleh Gereja Katolik.

      Jika Julia boleh mengajukan bbrp hal yang mungkin bisa kalian ikuti/lakukan:
      1. Konsultasikan kasus2 tersebut kepada konselor yang ada di paroki. (Skrg ini sudah ada banyak paroki yg mempunyai konselor2 di paroki masing2). Silahkan ditanyakan kepada sekretariat paroki atau tanyakan kepada Persekutuan doa di paroki masing2). Sekalian bisa minta didoakan. :-)

      2. Konseling di SHEKINAH – Jakarta (mungkin ada cabang di luar kota juga). Utk alamat di Jkt adalah:
      PUSAT PELAYANAN KONSELING & KONSULTASI PSIKOLOGI “SHEKINAH”
      Komp. Duta Merlin, Gedung Shekinah Blok B 43, Lt. 2
      Jl. Gajah Mada No. 3-5
      Jakarta 10130
      Telp/Fax 632 2147, 631 7376
      Jam operasional: Senin-Jumat 10.00 – 16.00
      Sabtu 09.00 – 14.00
      email: ppkkps.shekinah@yahoo.co.id

      3. Mengikuti retret penyembuhan luka batin yang banyak disediakan oleh paroki2 setempat, or oleh SHEKINAH (bisa telp utk menanyakan), or ada juga di Lembah Karmel – Puncak, yang diadakan oleh Ordo Karmelit (Romo Yohanes). Julia sudah bbrp kali ikut yang diadakan oleh Shekinah dan yang di Lembah Karmel.

      4. Yang paling penting, coba ikut Perayaan Ekaristi Harian (Misa Harian). Dari situ, Monica dan Andre akan mendapatkan banyak berkat, rahmat, dll, dll, dll. And bisa sekalian memasukkan intensi doa (pribadi) bagi mama kalian, and juga mendoakan hubungan kalian dengan mama kalian.

      Semoga bisa menjadi masukan. And mudah2an pihak Katolisitas berkenan menayangkan ini. Thx.

      Cheers and be one and harmony in Christ,

      Julia

    • sy tdk bs komentar secara biblis tp berdasarkan pengalaman hidup menggereja ya solusinya mohon bimbingan ROH KUDUS maka SANG WAKTU akan memberikan kebijaksanaan. Seyogyanya kita wajib membaca Firman setiap hari sehingga semakin dekat dengan SANG KASIH. Semoga Kasih karunia Allah slalu beserta Monica.

  9. Salam sejahtera,

    Saya ingin bertanya,
    sebelumnya saya akan jelaskan situasinya,
    saya dan pasangan akan menikah pada pertengahan July 2011 nanti,
    tetapi baru saja ada masalah, ketika kami memutuskan untuk kerja di luar kota ( dari jawa timur ke jawa barat ) ibu saya tidak menghendaki, dengan alasan ibu tdk kuat klo saya tinggalkan, bbrp minggu setelah tau bahwa kami akan pindah ke luarkota ibu merasa galau. ( ayah dan seorang adik saya masih ada bersama ibu ) kondisi ibu saya pernah mengalami stress berat.. bbrp tahun lalu, sampai sekarang sudah baik tetapi kadang masih merasa terbebani.

    alasan kami ingin ke luar kota, karena dengan itu kami mendapatkan tempat tinggal tanpa harus mengeluarkan biaya, dan pekerjaan baru sudah pasti ada dari tante calon istri saya.

    Nah hal tersebut, menjadikan calon saya ketakutan bahwa nanti ketika kami sudah menikah, ortu / ibu saya akan mengatur kehidupan kami, karena hal ini akan mematikan posisinya sebagai istri saya, dimana hak seorang istri menentukan arah kehidupan RT nya bersama suaminya terancam hilang menurut calon saya, bahkan calon saya berkeinginan mengundurkan diri dari pernikahan kami..

    apabila menurut ayat kitab suci : “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Mat 19:5) maka saya harus pergi bekerja ke luarkota bersama calon istri saya, dalam artian saya tetap suatu saat ketika liburan akan pulang menemui keluarga maupun keluarga calon istri saya.

    Pertanyaan saya,
    Sebaiknya saya harus bagaimana ?
    mengenai sikap calon saya tentang masalah ini bagaimana ?
    dan nasihat apa yg baik bagi ibu saya ?
    apa jalan keluar untuk masalah kami ?

    Saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya.

    • Shalom Andre,

      Mohon maaf atas keterlambatan jawaban kami.

      Sebenarnya anda perlu memohon kepada Tuhan untuk memberi karunia kebijaksanaan agar anda dapat membuat keputusan yang baik dan dapat diterima semua pihak. Terus terang, dalam hal ini andalah yang paling mengetahui keadaannya, sehingga anda sendirilah yang dapat membuat keputusan. Sebab kami di sini tidak tahu persis seperti apa kondisi ibu anda yang anda katakan ‘tidak kuat’, pernah stress berat, dan menjadi galau, kalau anda pindah ke luar kota. Apakah anda sudah mencari pekerjaan di dalam kota? Ataukah pekerjaan yang di luar kota ini sungguh sangat baik bagi masa depan anda sehingga anda memutuskan untuk mengambilnya? Jika ya, sudah pernahkah anda bicarakan baik- baik rencana anda ini dengan ibu anda?

      Kita mengenal pepatah yang mengatakan, “Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepenjang galah.” Maka sepanjang pengetahuan saya, umumnya ibu selalu menghendaki yang terbaik bagi anaknya. Jika ia dapat diyakinkan bahwa pekerjaan ini penting dan baik bagi masa depan anda, maka besar kemungkinan ia dapat memahami keinginan anda. Namun yang terpenting anda juga perlu membuat komitmen, bahwa anda akan tetap memperhatikan ibu anda, menelponnya setiap hari [atau memasangkan internet agar anda dapat berkomunikasi dengan mudah dan murah via internet/ FB?], mengirimkan sebagian dari penghasilan anda untuk ibu,  dan tetap mau mengunjungi ibu sesekali/ beberapa kali dalam setahun; atau komitmen lainnya yang membuktikan bahwa anda tetap sayang dan memperhatikan dia.

      Dalam hal ini anda sebagai anak memang harus lebih peka, untuk melibatkan ibu anda sebelum membuat keputusan. Jangan lupa, bahwa ia adalah ibu yang membesarkan anda. Melibatkan ibu bukan berarti mematikan posisi calon istri/ istri anda kelak. Melibatkan di sini artinya, jangan hanya dia diberi ‘ultimatum’ bahwa anda akan pindah, titik. Tetapi ajaklah dia berkomunikasi, tunjukkan kelebihan dan kekurangannya antara bekerja di dalam kota tempat anda tinggal sekarang, dengan bekerja di luar kota. Jika memang secara obyektif pilihan bekerja di luar kota lebih menjanjikan masa depan yang lebih baik, katakan keinginan tersebut pada ibu, lalu tunjukkan kepadanya apa yang bisa dilakukan agar komunikasi anda dan ibu dapat terus terjalin; dan kasih anda kepadanya tidak berkurang.

      Namun tentu, semua ini lebih mudah jika kondisi ibu masih dapat diajak berkomunikasi. Jika ia sungguh sudah stress berat dan sakit- sakitan, maka mungkin bijaksana, agar anda menunda terlebih dahulu untuk bekerja di luar kota, demi kasih anda kepada ibu. Ingatlah bahwa mengasihi ibu (orang tua) adalah perintah Tuhan yang sangat penting [Dalam urutan kesepuluh perintah Allah, perintah menghormati orang tua menempati tempat pertama sesudah ketiga perintah untuk mengasihi Tuhan]. Maka jika kondisi ibu sudah demikian memprihatinkan, silakan bicarakan hal ini dengan calon istri anda. Sebab jika kalian ‘ngotot’ pindah meninggalkan ibu dalam keadaan yang benar- benar tidak layak untuk ditinggalkan, terutama jika selama ini andalah yang mengurus ibu, maka ajaklah dia untuk melihat bahwa ini bukan tindakan yang bijaksana, dan sebenarnya malah dapat dikatagorikan sebagai tindakan menelantarkan orang tua. Semoga calon istri anda juga dapat berpikir dewasa dan memiliki kelapangan hati untuk memahami posisi anda, dan posisi dia juga, sebab ia toh akan menjadi ‘anak’ ibu juga, jika kelak menikah dengan anda. Ingatkanlah bahwa rumusan kasih tidak sama dengan rumusan matematika, yang kalau sudah dibagi kepada satu orang, lantas jumlahnya berkurang/ atau tidak bisa diberi lagi kepada orang lain. Selayaknya ia tidak menganggap ibu anda sebagai saingannya, sebab anda tetap dapat mengasihi dia secara istimewa sebagai istri anda. Ingatkan dia untuk mengasihi/ menghormati orang tua, sebab kelak kalau anda menjadi orang tua, hal ini pulalah yang anda inginkan dari anak- anak anda.

      Silakan membawa pergumulan ini di dalam doa bersama dengan calon istri anda setiap hari, agar anda berdua diberi kebijaksanaan oleh Tuhan untuk memutuskan yang terbaik bagi anda berdua, dan bagi ibu anda juga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Hallo Martina,

    Tahun lalu saya belajar konseling di Shekinah. Dari apa yang saya telah saya pelajari, ada bbrp hal yang menurut julia adalah penyebab dari perasaan2 tidak enak yang muncul sehubungan dengan orang tuamu.

    Jika saya boleh memberi masukan, sepertinya Anda mengalami apa yang disebut dengan LUKA BATIN.
    Saya rasa, sebenarnya bagi Anda yang penting bukanlah barangnya (misalnya spons mandi, oh well, penting sih, tapi tidak terlalu penting), tetapi yang paling penting lebih ke perasaan untuk tidak diremehkan oleh papa (mungkin oleh mamamu juga).
    Martina merasa tidak dianggap oleh papamu (orang tua bicara terus, and anak harus mendengar). Mungkin ketika Martina masih kecil, selalu tidak dianggap, lalu harus selalu mendengarkan orang tua, tidak boleh membalas omongan, diremehkan karena masih anak kecil. [dari Katolisitas: hal ini memang baru perkiraan dari pihak Julia, dapat terjadi bahwa faktanya tidak demikian. Namun hal ini tetap dapat menjadi masukan/ bahan permenungan anda]

    Jika saya boleh menyarankan, mungkin ada baiknya Martina pergi konseling di Shekinah (saya juga sudah pernah). Di sana nanti akan dibantu untuk mencari akar permasalahnya ada di mana, lalu memohon berkat dari Roh Kudus, untuk menyembuhkan Luka Batin tersebut.

    Jika mau, Martina juga bisa ikut kursus konseling yang diadakan tahun ini (mungkin sekitar bulan juni/juli 2011). Dari sana Martina bisa belajar banyak.

    Semoga berguna. Jika butuh nomor telp or alamat di sana, do ask.

    Have a blessed day in Christ,
    Julia
    [Dari Katolisitas: Kepada Martina, ini adalah sekedar masukan dari Julia, tentu tidak bermaksud memaksa. Namun demikian, silakan anda mempertimbangkannya.]

  11. bukankah di

    Efesus 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

    kalau saya lihat di cerita martina. bukankah orang tua nya juga melanggar Alkitab? (saya juga merasa bahwa ayah saya sendiri juga melanggar efesus 6:4 ini)

    sungguh Tuhan Maha Besar… saya sendiri sedang bermasalah dengan ayah saya. Dan hari ini ada yang membahas hal yang sama.

    • Shalom Alexander,
      Harus diakui ada cara pandang orang tua dan anak kadang berbeda, karena jamannya berbeda. Maka kita tidak dapat langsung menghakimi, apakah sang ayah tersebut sengaja ‘membangkitkan amarah’ di hati anaknya. Jika ia memang sengaja melakukannya, maka dapat dikatakan ia melanggar, namun seringkali orang tua tidak tahu kalau ia melakukan hal yang membangkitkan amarah anaknya. Kesalahan karena hal yang tidak sengaja dilakukan, tidak sama bobotnya dengan hal yang sengaja dilakukan. Di sinilah pentingnya komunikasi antara anak dan orang tua, tentu atas dasar kasih, agar dapat dicapai saling pengertian.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Hhhh Alexander,nanti semakin usia anda bertambah maka anda akan semakin mengerti atau kalau mau cepat renungkan Firman Tuhan,jangan dibaca doang, karena kalau dibaca saja maka pertentanganlah yang ada karena Firman bagaikan pedang bermata dua. Oleh karena itu gereja Katolik terkenal lamban dalam hal membrikan keputusan. Contohnya apakah gereja katolik telah memutuskan penampakkan Bunda Maria di Lourdes? Salam semangatmu yg luar biasa.

      [dari katolisitas: Vatikan sebenarnya telah memberikan pengakuan akan penampakan Bunda Maria di Lourdes. Namun, hal ini termasuk dalam “wahyu pribadi” yang tidak menambah wahyu umum, sehingga tidak mewajibkan umat Katolik untuk mempercayainya. Namun, adalah satu kenyataan bahwa banyak mukjizat yang terjadi di sana karena rahmat Allah yang tercurah.]

  12. Syalom Mbak Inggrid dan Pak stef
    Saya ingin bertanya apakah maksud firman yang mengatakan “hormatilah ayah dan ibu di dalam takut akan Tuhan”
    Apakah semua perintah orang tua harus dituruti?
    Bagaimana dengan orang tua yang memaksakan anaknya untuk memilih jurusan pendidikan atau tempat kerja tertentu. Apakah hal itu juga harus dituruti meskipun bidang ilmu tersebut bukan yang diminati anaknya?
    Terima Kasih. GBU

    • Shalom Bee,
      Prinsipnya, tidak semua perintah orang tua harus dituruti; terutama jika itu bertentangan dengan kehendak Tuhan. Hal ini pernah dibahas di sini, silakan klik. Namun jika hal jurusan pendidikan dan tempat kerja itu adalah hal yang masih dapat didiskusikan, karena tidak secara langsung berhubungan dengan perintah Allah. Silakan berdialog dengan orang tua, tanyakan mengapa mereka berpandangan sedemikian, dan sampaikan juga pemikiran dan minat anda. Sampaikanlah juga keinginan anda untuk dapat berhasil dalam bidang yang anda pilih sesuai dengan keinginan dan minat anda, dan komitmen anda untuk tetap menghormati dan mengasihi orang tua. Semoga dapat tercapai saling pengertian di antara anda dan orang tua anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  13. saya sbg anak seringkali merasa bersalah pd ortu apabila tdk menurut. apalagi di atas dituliskan bahwa orang makin manula makin sensitif, artinya kita yg msh muda sdh seharusnya pahami itu dan menyenangkan hati mereka.

    nah, sy mempunyai masalah, apabila ortu datang dan nginep di rumah kami (sy tinggal bersama suami dan 2 anak), ada kalanya mereka melakukan hal yg bagi mereka nggak masalah tetapi bagi saya masalah. dan itu sgt mendongkolkan hati saya krn sy nggak bisa menegor mrk (lagi2 berurusan dg org tua berbicara, anak mendengar di negara kita), akibatnya emosi saya nggak terbuang dan ngrumpel di dalam batin.

    apalagi jika mrk hny nginep 3-4 hr. trus pulang, ntar 3-4 hr kmdn datang dan nginep lagi. kan rasae lbh baik menahan diri daripada emosi kpd ortu, toh mrk juga akan pulang (meskipun ya dtg lagi).

    contoh : tadi pagi papa mencuci gabus tempat ikan , dia mencari2 spon dan nemu di kamar mandi, lalu dipake.
    saya kaget dan langsung negor “Pa, itu buat mandi lo!”.
    Dan respon papa : menganggap teguranku enteng, terus menyuci dan bilang “yo wis………. yg ini gak usah dipake mandi, yg satunya aja.” dan sy jd mendongkoooool skali.

    Hal papa sering meremehkan sy sering skali, jd sy sampe merasa jd anak durhaka (dikarenakan persaan bersalah krn mendongkol pd ortu).

    Meski kdg sy merenung jauh, mgkn papa gak terlalu menganggap omonganku mgkn juga akibat aku krg respon dg kata2nya juga (sebabnya Bliau spt kebykan ortu lain, selalu bicara dan bicara tapi jarang mau pakai telinga buat anaknya). Namun, pikiran yg sehat ini nggak bisa nancep di hati. aku slalu dongkol dan emosiku meningkat beberapa kali dalam sehari. ini melelahkan jiwaku.

    Mohon tanggapan bgmn sy bisa menjd anak yg bisa menjd teladan bagi anak2 saya.

    Trimakasih. Gbu

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

    • sebagai anak yang sudah berkeluarga sering terjadi hal-hal seperti di tas ada saran dari seorang yang bijaksana mengatakan demikian : bertanyalah pada diri kita sendiri apakah orang tua kita pernah mengeluh merawat kita dari dalam perut sampai kita dewasa itu saja

      • Benar juga….. hanya kontrol emosi saya sangat kurang dan terasa labil sekali, sehingga muncul lecutan2 emosi… mungkin benar sekali kata Julianti bahwa saya mengalami luka batin

        Semua asumsi Julianti benar adanya. Kira2 seperti itulah kondisi yang saya alami…. Gbu

        Terima kasih sekali, saya berhasrat sekali mengikuti kursus konseling, tetapi spt nya hanya ada di Jakarta ya? Saya mempunyai 2 anak yang harus diurus dan tdk dpt ditinggalkan, tdk mgkn jika saya mengikuti kursus di luar kota Surabaya.

        [dari Katolisitas: pertanyaan dan komentar Martina kami gabungkan karena menyatakan kesatuan pesan]

Comments are closed.