Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” (Mat 26 : 41)
Apa yang kita lakukan tentu dilatarbelakangi oleh apa yang kita inginkan dan kita sukai untuk dilakukan. Namun mengikuti Kristus seringkali bukan mengenai apa yang ingin kita lakukan, tetapi apa yang perlu dan harus untuk kita lakukan, supaya hidup dan iman kita dalam Dia, menghasilkan buah. Buah-buah roh, yang dikehendaki Tuhan untuk dihasilkan oleh ranting-ranting-Nya, yang senantiasa melekat sepenuhnya pada Sang Pokok. Buah-buah yang bisa dinikmati dengan sukacita oleh sesama kita karena kelezatannya, sehingga dapat turut membangun Kerajaan Kasih-Nya di dunia. Namun, sebagai manusia berdosa, kita mempunyai tantangan yang sangat besar yang dapat menghambat buah-buah roh itu berkembang dan matang. Kita mempunyai keinginan daging, yang selalu bertentangan dengan apa yang roh kita inginkan, supaya dapat menghasilkan buah-buah kasih sejati. Itulah sebabnya Tuhan selalu mengingatkan kita untuk melekat kepadaNya dengan kesetiaan iman, kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, dan doa yang tak jemu-jemu, agar keinginan daging yang selalu berlawanan dengan keinginan roh itu dapat dikendalikan. Rasul Paulus menasehati, “Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging – karena keduanya bertentangan – sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki. Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat”. (Gal 5 :16-18).
Bagaimana saya mampu untuk bisa melakukan apa yang sesungguhnya benar-benar ingin saya lakukan? Sejak menjadi pengikut Kristus, saya bukan milik diri saya sendiri lagi, melainkan milik Kristus. Apa yang saya pikirkan, katakan, dan lakukan, tidak seharusnya sekedar dilatarbelakangi oleh apa yang saya inginkan, tetapi apa yang Kristus inginkan. Maka setiap kali, jika saya hanya mendasarkan perbuatan saya kepada alasan-alasan ego dan pemuasan diri sendiri, saya sedang bergumul dengan diri saya sendiri karena melakukan apa yang tidak saya kehendaki lagi di dalam Kristus. Kristus merindukan saya menjadi bebas, dan dengan gembira melakukan perbuatan-perbuatan yang memang menyukakan jiwa saya dengan sebenar-benarnya, dan perbuatan yang menyukakan jiwa secara sejati itu hanyalah perbuatan yang dilakukan oleh karena Dia, di dalam Dia, dan hanya bagi Dia, yang menciptakan kita seturut dengan citra-Nya dalam cinta yang kekal.
Dalam kehidupan sehari-hari bersama sesama, pergumulan itu makin terasa dan makin menantang untuk dijalani. Kita semua dipanggil untuk menjadi pemenang kasih yang memenangkan jiwa kita untuk melakukan hal-hal yang memang ingin jiwa kita lakukan. Yesus memberikan panduan yang sangat ampuh untuk memenangkan pergumulan itu. Walaupun tentu saja, sangat tidak mudah, kalau hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri. Panduan itu adalah untuk melakukan tindakan yang bersifat paradoks. Paradoks adalah suatu situasi atau pernyataan yang tampak tidak mungkin atau sangat sulit untuk dimengerti karena mengandung dua karakteristik yang saling berlawanan. Tetapi karena sifat keinginan daging dan roh yang selalu saling berlawanan di dalam diri manusia, hanya dengan melakukan hal-hal yang kita rasakan berlawanan, maka pertentangan antara dua keinginan itu dapat dimenangkan, walaupun itu juga berarti bahwa kita melawan arus nilai-nilai yang berlaku umum bagi dunia ini. Yesus mengatakan demikian dalam Mat 5:38, ”Kamu telah mendengar firman: mata ganti mata dan gigi ganti gigi.” Tentu dalam kehidupan dunia, hal ini sangat logis dan adil; kita pun tentu sering memperjuangkan keadilan semacam ini dalam kehidupan sehari-hari, tetapi Yesus mengajak kita melakukan hal yang berlawanan dengan nilai umum itu, karena lebih jauh Yesus berkata, ”Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu. Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5 : 39-42;44). Di dalam pesan paradoks itu, ada sikap kerendahan hati yang luar biasa, di mana kerendahan hati adalah sikap yang sangat sulit untuk ditiru dan dimasuki oleh kuasa si Jahat, suatu sikap yang kemungkinan untuk dipalsukan dan dimanipulasi oleh Si Jahat adalah paling kecil dibandingkan sikap-sikap kasih lainnya yang seringkali didomplengi motivasi-motivasi dari sang kegelapan. Dengan kerendahan hati sedemikian, keinginan daging yang sering menjadi kendaraan si Jahat, tidak diakomodasi lagi, sehingga pelan tapi pasti keinginan daging itu mati.
Pesan paradoks dari Tuhan Yesus ini bagi dunia tentu aneh dan sangat sulit dimengerti, apalagi diterapkan. Seorang teman saya pernah berkata bahwa pesan itu nyaris mustahil untuk dilakukan. Baginya, pesan itu begitu radikal, dan tidak akan terjangkau oleh manusia kebanyakan. Tetapi hidup sebagai pengikut Kristus memang berarti melepaskan diri dari nilai-nilai dunia, karena sebagaimana Kristus bukan berasal dari dunia, demikian pula kita, murid-murid-Nya. Bersama rahmat-Nya yang selalu baru setiap pagi, dan yang selalu dapat diandalkan di dalam setiap situasi kehidupan dan pergumulan, kita semua diajak dan dipanggil untuk menjalani prinsip paradoks itu. Kita bisa berlatih sedikit demi sedikit dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari hal yang paling sederhana, hingga hal-hal yang besar, sambil terus memohon rahmat Tuhan. Dengan menyadari kelemahan dan ketidakmampuan manusiawi kita, kebergantungan kita kepada Tuhan justru menjadi semakin besar, dan dengan demikianlah Tuhan menjadi raja atas hidup kita, di mana kita membiarkan hidup kita dikendalikan sepenuhnya oleh Dia.
Kehidupan sehari-hari sarat dengan kesempatan dan pembelajaran untuk mempraktekkan prinsip paradoks itu. Kita semua pasti menjumpai kesempatan itu mulai dari hal-hal yang sederhana sampai yang sulit dan berat. Misalnya saya yang mempunyai sifat suka ngeyel, mencoba diam dan mendengarkan ketika mulut justru ingin terbuka untuk berargumen dengan anggota keluarga yang mengkritik saya dan memberi masukan pada saya. Masukan/kritikan itu kadang menyakitkan, karena saya merasa tidak melakukan hal yang dituduhkan, tetapi memilih diam ketika mulut saya ingin memprotes dan membela diri, memberi saya kesempatan untuk belajar kerendahan hati, dan merenungkan dalam semangat introspeksi, bahwa sangat mungkin apa yang dituduhkan itu benar, setidaknya dari cara saya menyatakan sesuatu, sikap tubuh saya membuat orang lain terganggu, walau kata-kata saya tidak bermaksud demikian. Kesempatan diam dan introspeksi dengan semangat kerendahan hati itu justru memurnikan motivasi dan sikap saya selama ini. Misalnya lagi, pada saat perasaan malas datang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang sederhana tetapi penting, saya memaksa diri justru bangkit dari tempat duduk dan melakukan pekerjaan sederhana yang dibutuhkan orang lain, melawan rasa malas itu dengan kata-kata “just do it” yang membantu saya bersikap paradoks dengan segala argumen pembenaran di dalam kepala saya untuk melanggengkan perasaan malas tadi. Pada saat saya merasa enggan untuk mengucapkan kata-kata positif kepada orang yang selalu menyudutkan saya atau yang sikapnya tidak menyenangkan, justru saya lawan dengan memberikan pujian tulus kepadanya. Pada saat di jalan raya, ada kendaraan yang menyelonong atau mengklakson saya untuk kesalahan yang tidak saya lakukan, saya justru menginjak rem memberi kesempatan padanya untuk mendahului saya dan menahan jari saya di tombol klakson, tepat di saat saya sebenarnya ingin membalas mengklakson untuk memberinya pelajaran. Ketika saya berbuat sesuatu yang mulia dan ingin sekali orang lain mengetahuinya dan memuji, saya mencoba menarik diri dan membiarkan orang lain tidak tahu. Dan masih banyak lagi ujian dan kesempatan itu datang, terutama dengan anggota keluarga dan orang-orang terdekat, dengan orang tua, anak-anak, dengan saudara, dengan pembantu dan sopir, dan dengan teman sekerja. Tuhan Yesus memanggil kita untuk melakukan hal yang berlawanan dengan nilai-nilai dunia, bertentangan dengan ego kita.
Sekalipun memang sering terasa berat, menyesakkan, dan masih terus jatuh bangun untuk melakukannya, pada saat kita patuh (atau setidaknya mencoba terus untuk patuh) dalam mengikuti ajakan Yesus itu, kita telah berhasil melakukan apa yang benar-benar jiwa kita ingin lakukan. Kerelaan untuk patuh itu sering memberikan bonus lain di mana motivasi kita dimurnikan, sehingga mental spiritual kita menjadi semakin kokoh dan kuat. Pada saat itu keinginan daging mati, dan keinginan roh diakomodasi, dan jika hal itu terus menerus bisa kita pertahankan, maka Tuhan dan sesama tinggal membawa keranjang buah untuk memetik buah-buah kasih kita yang lezat dan manis, menyukakan hati Tuhan, dan membuat kita selalu merasa damai di hadirat-Nya. Pada saat itu sesungguhnya hanya badan jasmani kita yang masih berada di dunia, tetapi jiwa dan hati kita sebenarnya sudah selalu bersama Dia di Surga, di satu-satunya tempat di mana Yesus ingin kita berada, karena di situ juga Dia berada (lih. Yoh 14:3). (Triastuti)
Salam Admin,
Tlg beritau sy dimana sy bisa dapatkan kisah hidup santo/a di internet dlm bahasa Indonesia.
Thanks.
[Dari Katolisitas: silakan membaca di situs ini, silakan klik]
Semakin saya mendekatkan diri kepada Tuhan, semakin banyak godaan yang datang, saya berusaha untuk menolak keinginan diri saya sendiri dan coba untuk mengutamakan kehendak Tuhan dalam hidup saya,namun saya seringkali hampir “terjatuh” dan menjadikan kehendak Tuhan adalah no. 2 dalam hidup…saya merasa semakin lemah dalam melawan kehendak diri saya sendiri..tolong pihak katolisitas beri advice kepada saya..TQVM..
Shalom Veneycka,
Terima kasih untuk pertanyaannya, karena pergumulan Anda adalah perjuangan seumur hidup setiap umat beriman. Saya ikut bersyukur bahwa Anda berusaha untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Usaha untuk mendekatkan diri kepadaNya tentu membuat kita menjadi lebih tahu hal-hal apa yang menyenangkan hati Tuhan dan apa yang tidak, karena kita lebih banyak berdoa dan merenungkan Sabda Tuhan. Hati nurani kita pun menjadi lebih peka dan lebih terdorong untuk mencari kehendakNya dan menyenangkan hatiNya. Hati yang lebih peka akan sering mengingatkan kita akan kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat, dan kesadaran itu baik, karena akan mengarahkan hati kita untuk bertobat dan berubah.
Mengetahui apa yang berkenan kepada Tuhan dan berusaha untuk melakukannya dengan konsekuen, tak pelak merupakan suatu tantangan bagi kita karena kita diminta keluar dari kenyamanan diri sendiri dan mulai hidup bagi Tuhan, termasuk di dalamnya mengendalikan keinginan-keinginan duniawi yang tidak teratur, meninggalkan sikap egois, malas, atau sombong, dan mengubah kebiasaan yang kurang baik. Semua itu merupakan zona nyaman yang secara manusiawi, tidak enak untuk ditinggalkan. Tambahan lagi, pada saat kita mulai bertekad untuk melepaskan diri dari semua ikatan itu, ada pihak yang tidak senang dan merasa berkepentingan untuk mencegah kita berubah bagi Tuhan dan meraih kehidupan yang berkelimpahan bersama Tuhan, yaitu si Jahat, yang akan berusaha dengan sekuat tenaga supaya kita tetap berada di zona nyaman dengan sikap-sikap tidak kondusif, yang membuat kita tidak bertumbuh dalam iman dan kasih yang dewasa. Makin kita ingin bersama Tuhan, makin kuat pula si Jahat berusaha menarik kita kembali ke arah sebaliknya. Hal itu membuat kita semakin sering merasa gagal dalam usaha untuk berubah dan bertobat. Untuk melakukan perubahan yang besar, tenaga yang diperlukan tentu lebih besar juga. Biasanya godaan dari si Jahat akan diarahkan tepat kepada hal yang menjadi titik pergumulan kita. Misalnya kita ingin menghindari dosa kesombongan yang menjadi titik lemah kita, maka kita akan makin banyak menghadapi ujian yang menantang kita untuk menjadi sombong.
Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Tuhan selalu bersama kita untuk membantu kita memerangi berbagai godaan itu. Hadirlah selalu di hadirat Tuhan dengan semangat pertobatan dan kerendahan hati, mohon bimbingan dan kekuatan untuk menjadi pemenang dalam peperangan rohani. Ini adalah semangat miskin di hadapan Allah, yang memampukan kita untuk bertahan dalam niat untuk menjadi lebih baik setiap hari. Di dalam Dia, kita bisa bersyukur atas segala bentuk godaan dan kesukaran, karena dengan menghadapinya, otot-otot rohani kita menjadi terlatih, kita tidak terlena atau menjadi lesu karena pertumbuhan iman yang stagnan. Teladan salib Kristus memampukan kita melihat kesukaran dan penderitaan sebagai suatu jalan yang memurnikan, menumbuhkan, dan melatih ketahanan iman. Jangan sekali-kali membiarkan diri kita berperang sendirian, andalkan Tuhan senantiasa, karena sendirian, kita sangat lemah. Sebaliknya kita akan berhasil bila kita menggantungkan diri pada kuat kasih Tuhan. Merenungkan Sabda Tuhan (lih. Ef 6:17), doa harian, dan doa devosi pada waktu-waktu yang kita sediakan secara khusus adalah sarana komunikasi yang intensif dengan Tuhan, dan menjadi tanda komitmen kita untuk belajar setia. Dalam segala peristiwa, doa merupakan senjata yang ampuh dan tidak pernah gagal, karena Allah akan senantiasa mengutus Roh Kudus kepada siapapun yang meminta kepadaNya (lih. Luk 11:13b). Roh Kudus inilah yang akan semakin leluasa untuk membaharui diri kita bila kita terus membuka diri kepada ajaran dan bimbingan Tuhan dalam menghadapi godaan dosa dan dorongan ego.
Jangan lupa rayakan karunia paling istimewa dari Allah Bapa yaitu perayaan Ekaristi, di mana kita menyerap kasih dan teladan Kristus sampai kepada tubuh dan darah daging kita, hingga merasuk ke dalam hati kita yang terdalam. Terimalah Sakramen Tobat untuk membuat kasih kita kepada Tuhan semakin dikuatkan, sehingga kita semakin rela meninggalkan kebiasaan duniawi kita demi kasih kita padaNya. Membaca riwayat para kudus juga sangat membantu menyuburkan motivasi kita untuk hidup bagi sesama, khususnya sesama yang menderita, dan belajar menomorduakan kesenangan diri sendiri. Pada akhirnya, di atas segala pergumulan, Tuhan merindukan kebahagiaan kita, kemerdekaan kita sebagai citra Allah (lih. Yoh. 8:32-36), karena Ia sangat mengasihi kita. Tuhan tahu, bahwa kebahagiaan sejati bagi manusia hanyalah kalau manusia bersama Dia dan di dalam Dia. Tetapi Ia ingin kita menyerahkan diri dengan bebas dan sukarela, dengan segenap kesadaran dan kerelaan, karena kita mengasihi Dia dan karena kita menghayati kasihNya kepada kita. Itulah sebabnya Tuhan tidak pernah memaksa, dan semua niat baik kita hendaknya juga tidak didasari oleh motivasi apapun yang lain kecuali karena kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi.
Demikian yang dapat saya sharingkan kepada Anda, semoga niat Anda semakin teguh setiap hari, dan kasih Kristus yang sempurna selalu menjadi kekuatan Anda. Mari kita selalu saling meneguhkan dan saling mendoakan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
Triastuti – katolisitas.org
Terimakasih Bu Triastuti.
Saya baru baca post yang ini. kebetulan saya punya pertanyaan yang sama ddengan Veneycka sejak bbrapa waktu lalu. Jawabannya sangat membantu dan menyemangati.
Salam damai
Kadang niat kita tidak cukup untuk melawan godaan, karena “kedagingan” kita, sebagai manusia yang masih melekat, masih meminta kita untuk memenuhinya. Setiap orang yang ingin maju secara rohani, tidak akan dibiarkan iblis, iblis inginmerebut kita. Maka bagi saya, pada saat itu juga (saat ada godaan), kita berdoa minta Yesus menolong kita. Biasanya kita merasa lega dan punya kepuasan hati, sehingga beban karena godaan terlepaskan. Mau coba ?
Comments are closed.