Hubungan antara Negara dan Gereja/Agama (Kristen Katolik) dirumuskan dalam salah satu dokumen hasil sidang akbar (konsili) para uskup sedunia yang dipimpin paus di Vatikan tahun 1962-1965. Konsili ini disebut Konsili Vatikan ke-II. Adapun dokumen yang di dalamnya dirumuskan hubungan Negara dan Gereja itu berjudul “Gaudium et Spes” (“Kegembiraan dan Harapan”). Dokumen ini sering disingkat dengan GS. Dokumen ini merupakan konsistusi (ajaran resmi) yang bersifat pastoral mengenai Gereja dalam dunia dewasa ini. Dokumen ini disahkan oleh bapa suci Paus Paulus VI pada tanggal 7 Desember 1965. Secara khusus, hubungan antara Negara dan Gereja dirumuskan dalam GS artikel nomer 76 (judul “Negara dan Gereja”). Isi lengkapnya sbb:
“Terutama dalam masyarakat yang bersifat majemuk, sangat pentinglah bahwa orang-orang mempunyai pandangan yang tepat tentang hubungan antara negara dan Gereja, dan bahwa ada pembedaan yang jelas antara apa yang dijalankan oleh umat Kristen, entah sebagai perorangan entah secara kolektif, atas nama mereka sendiri selaku warganegara di bawah bimbingan suara hati Kristiani, dan di pihak lain apa yang mereka jalankan atas nama Gereja bersama para gembala mereka. Berdasarkan tugas maupun wewenangnya Gereja sama sekali tidak dapat dicampuradukkan dengan negara, dan tidak terikat pada sitem politik manapun juga. Sekaligus Gereja itu menjadi tanda dalam perlindungan transendesi pribadi manusia.
Di bidang masing-masing Negara dan Gereja bersifat otonom tidak saling tergantung. Tetapi keduanya, kendati atas dasar yang berbeda, melayani panggilan pribadi dan sosial orang-orang yang sama. Pelaksanaan itu akan semakin efektif dijalankan oleh keduanya demi kesejahteraan umum, jika semakin baik keduanya menjalin kerja sama yang sehat, dengan mengindahkan situasi setempat dan sesama. Sebab manusia tidak terkungkung dalam tata duniawi melulu, melainkan sementara mengarungi sejarah manusiawi ia sepenuhnya mengabdi kepada panggilannya untuk kehidupan kekal. Gereja, yang bertumpu pada cinta kasih Sang Penebus, menyumbangkan bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran Injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi melalui ajaran-Nya dan melalui kesaksian umat Kristen, Gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.
Para Rasul dan para pengganti mereka beserta rekan-rekan sekerja mereka diutus untuk mewartakan Kristus Penebus dunia kepada masyarakat. Dalam menjalankan kerasulan mereka mengandalkan kekuasaan Allah, yang sering sekali justru dalam kelemahan para saksi menampilkan kekuatan Injil. Sebab barang siapa membaktikan diri kepada pelayan sabda Allah, harus menggunakan cara-cara serta bantuan-bantuan yang khas bagi Injil, yang dalam banyak hal berlainan dengan sumber-sumber daya masyarakat duniawi.
Hal-hal duniawi dan perkara-perkara, yang dalam kondisi hidup manusia melampaui dunia ini, berhubungan erat sekali; dan Gereja memanfaatkan hal-hal duniawi sejauh dibutuhkan oleh perutusannya. Tetapi Gereja tidak menaruh harapannya atas hak-hak istimewa yang ditawarkan oleh pemerintah. Bahkan akan melepaskan penggunaan hak-hak tertentu yang diperolehnya secara sah, bila karena penggunaan ketulusan kesaksiaannya ternyata disangsikan, atau bila kondisi-kondisi kehidupan yang baru memerlukan pengaturan yang baru. Tetapi selalu dan di mana-mana hendaknya ia diperbolehkan dengan kebebasan yang sejati mewartakan iman, menyampaikan ajaran sosialnya, menunaikan tugasnya dalam masyarakat tanpa di halang-halangi, dan menyampaikan penilaian morilnya, juga tentang hal-hal yang menyangkut tata politik, bila itu di tuntut oleh hak-hak asasi manusia atau oleh keselamatan jiwa-jiwa, dengan menggunakan semua dan hanya bantuan-bantuan yang sesuai dengan Injil serta kesejahteraan-kesejahteraan semua orang, menanggapi zaman maupun situasi yang berbeda-beda.
Sementara Gereja dengan setia berpaut pada Injil, dan menunaikan perutusannya di dunia, Gereja, yang dipanggil untuk memelihara serta memupuk apapun yang serba besar, baik dan indah dalam masyarakat manusia, memantapkan perdamaian diantara manusia demi kemuliaan Allah.”
Kesimpulan: Menurut ajaran resmi Gereja Katolik, Negara memiliki otonomi, Gereja juga memiliki otonomi. Keduanya berbeda, punya ciri khas masing-masing, saling menghormati wilayah kewenangan masing-masing, namun keduanya bisa dan seharusnya bekerja sama melayani masyarakat manusia demi kesejahteraan masyarakat manusia itu.
Begitulah ajaran resmi Gereja Katolik mengenai relasi antara Negara dan Gereja/Agama Katolik.
Dear Katolisitas;
Mungkin topik ini dapat digabungkan & sekalian melengkapi diskusi tentang “Sekularisme” di bawah topik “Apa yang Menghimpit Gereja di Eropa” yg telah dibahas sebelumnya.
Terima kasih.
Bgmn hubungan agama/Gereja dg Negara yang ideal menurut agama Katolik? Maaf kalo sudah pernah ditanyakan karna saya tidak baca teliti. Terimakasih atas penjelasannya. Smoga Katolisitas maju terus!
Shaloom
[dari katolisitas: silakan membaca penjelasan Rm Santo di artikel di atas]
Comments are closed.