Halloween vs All Saints Day
Entah bagaimana awalnya, di abad ke-20 orang mulai gemar merayakan Halloween di Amerika ini, dan bahkan juga sudah mulai merambah ke seluruh dunia. Konon, saat itu mereka yang tidak merayakan All Saints Day ingin menjadikan perayaan tersebut sebagai perayaan umum, yang tidak berbau Kristen, makanya diubah menjadi Halloween. Entah budaya ini sudah menular ke Indonesia atau belum, yang jelas, merayakan Halloween sebenarnya merupakan suatu ‘tragedi’, walaupun sering dikemas dengan atraksi-atraksi menarik.
Di Amerika ini, Halloween dirayakan baik oleh anak-anak, orang muda maupun dewasa. Anak-anak memakai kostum yang bervariasi, umumnya dengan dandanan yang maksudnya ‘serem’ (tidak semua berhasil jadi ‘serem’), seperti tengkorak, bajak laut, vampire atau dracula. Tapi ada juga yang memakai kostum tokoh-tokoh film kartun, seperti spiderman, superman atau power ranger. Mereka lalu berkeliling dari rumah-ke rumah di sore hari, sambil berseru ‘trick or treat?’; lalu umumnya si pemilik rumah memilih ‘treat’ dengan memberi mereka coklat atau permen. Dan biasanya di akhir perjalanan keliling itu akhirnya anak-anak mengumpulkan sekantong plastik penuh isi permen dan coklat.
Demikianlah potret budaya Amerika yang cenderung konsumtif. Mungkin terlihat lucu dan seru, tetapi sesungguhnya memprihatinkan. Mungkin tak banyak (atau bahkan sedikit) dari mereka yang teringat untuk merayakan makna hari itu yang sesungguhnya: yaitu kita merayakan persekutuan para orang kudus di surga. Peringatan hari para orang kudus juga saudara-saudari kita yang telah meninggal dunia pada tanggal 1 dan 2 November seharusnya mengarahkan pandangan kita pada kehidupan kekal, bahwa hidup kita di dunia ini hanya sebentar dan hidup kita yang sesungguhnya adalah di surga kelak. Di sana kita akan berjumpa dengan para kudus dan saudara-saudari kita yang meninggal dalam Kristus. Maka, umumnya tema misa kudus selama bulan November adalah agar kita mengingat tujuan akhir hidup kita, dan agar kita berjaga-jaga sementara menantikan saat itu. “Hendaklah kamu siap sedia”, kata Yesus, “karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Mat 24:44). Bukannya tanpa tujuan bahwa kita diingatkan untuk senantiasa berjaga-jaga, karena hanya dengan sikap demikian kita dapat mempersiapkan hari Natal pada bulan Desember, saat kita memperingati kelahiran Yesus, Penyelamat kita, yang olehNya kita memperoleh kehidupan kekal.
Sayangnya, mungkin orang lebih senang berpesta daripada berjaga-jaga dan berdoa. Contohnya saja, akhir minggu lalu sudah banyak orang mengadakan pesta Halloween di sini sampai dini hari. Akibatnya, mereka tidak bisa bangun untuk mengikuti Misa Kudus pada hari Minggu. Sepanjang pengamatan saya, Halloween di sini menjadi lebih popular ketimbang hari All Saints Day. Kesempatan Halloween dipakai untuk pesta dengan pakaian yang aneh-aneh. Rumah-rumah dihiasi dengan orang-orangan seperti nenek sihir, bahkan kue tart di supermarket dihiasi dengan bentuk kuburan! Sepertinya di sini pesan kematian lebih menarik daripada kehidupan? Ah… Amerika, Amerika, entah apa yang engkau cari…
Buang-buang energi untuk kesenangan vs berjuang untuk kekudusan
Untuk pesta Halloween, banyak orang di sini spesial meluangkan waktu, bahkan membuang-buang energi dan uang untuk itu, dengan menghias rumah, membuat dekorasi dari pumpkin (labu), memasang boneka hantu, membeli aneka kostum, permen dan kue. Sesuatu yang harusnya menjadi permenungan, apakah kita sudah meluangkan waktu, mengeluarkan energi dan uang untuk maksud bertumbuh dalam iman dan kekudusan? Contoh sederhana, jika kita mempunyai waktu luang, berapa persen dari waktu itu kita gunakan untuk kesenangan kita, dan berapa persen untuk Tuhan? Film yang kita tonton dan buku yang kita baca: berhubungan dengan fiksi atau iman? Jika kita punya uang tabungan untuk berlibur; kita memilih jalan-jalan atau ziarah/ retret? Bukan berarti bahwa kita tidak boleh rekreasi, namun mari kita dengan jujur melihat, sudah cukup adilkah kita membagi waktu, untuk diri kita dan untuk Tuhan?
Hantu diberi lipstick dan kutek, tapi tetaplah hantu!
Melalui Halloween, sepertinya hantu dikemas menjadi sesuatu yang ‘cute’. Anak-anak adalah korban pertama dalam hal ini; mereka jadi berpikir hantu atau setan itu hanya dagelan. Cobalah lihat aneka tokoh kartun Jepang misalnya; monster dibuat jadi jagoan. Mereka didandani dengan accessories tertentu, kesannya jadi hebat. Pada permainan kartupun, ‘black hole’ atau ‘hell’ dapat tampil sebagai pemenang. Ini adalah bentuk kemasan ‘lipstick dan kutek’ pada hantu. Akibatnya sedikit demi sedikit anak-anak bisa kehilangan naluri salah dan benar, mana yang harus diikuti, mana yang harus dihindari. Memprihatinkan, tetapi begitulah, generasi jaman sekarang dihadapkan pilihan dunia yang kelihatannya menggiurkan: pesta hura-hura, film-film porno, drug, tinggal bersama sebelum nikah, perkawinan sesama jenis, dst. Mungkin hal itu tidak terjadi jika sejak awal anak-anak diajar bahwa meskipun hantu diberi lipstick, tetaplah hantu! Perbuatan salah sekalipun dikemas menarik dan kelihatannya OK, tetaplah perbuatan dosa.
Berani tampil beda untuk kebenaran
Saya mempunyai teman sekelas seorang biarawati di sini. Dia bercerita pada saya bahwa ia pernah diundang makan di restoran. Temannya yang mengundang dan suster itu tidak tahu bahwa ada pesta Halloween di restoran itu. Jadi waktu suster itu datang, ia dikira ‘suster gadungan’; yaitu orang biasa yang memakai kostum biarawati untuk datang ke pesta. Orang-orang menyambutnya dengan tawa, namun setelah suster itu berkata, “Well, I’m the real Sister…” (Saya suster sungguhan), mereka berhenti tertawa.
Memang kadang dalam pergaulan, dibutuhkan keberanian untuk menunjukkan kebenaran dan iman kita. Contoh sederhana, jika kita pergi makan di tempat umum, beranikah kita berdoa membuat tanda salib sebelum dan sesudah makan? Atau bagi anda yang bekerja, jika ada ajakan ‘entertainment’ yang tidak sehat, beranikah anda menolaknya? Jika ada orang menawari anda uang suap, beranikah anda berkata ‘tidak’? Beranikah kita memilih kebenaran karena kita pengikut Kristus, walaupun taruhannya adalah: dunia tidak akan lagi bersahabat dengan kita…
Siapa tokoh idolamu?
Perayaan Halloween yang lebih disukai daripada perayaan orang kudus sebenarnya menggambarkan penurunan hasrat untuk belajar dari para orang kudus. Santo/santa tidak lagi dilihat sebagai teladan sehingga orang tertarik untuk membaca kisah hidup mereka. Peran mereka digantikan dengan tokoh film fiksi atau film kartun. Hal ini mungkin pantas kita renungkan: kita lebih tahu riwayat Mother Teresa atau cerita spiderman? Paus Yohanes Paulus II atau Harry Potter? Anak-anak lebih senang dibacakan cerita St. Francis atau dongeng Power ranger?
Culture of death vs Culture of life
Sebenarnya, ini adalah ucapan Paus Yohanes Paulus II tentang dunia sekarang ini. Dan sesungguhnya ini terlihat juga dalam perayaan Halloween, walaupun mungkin bagi kita tidak masuk akal: bagaimana sampai orang lebih tertarik merayakan kematian dari pada kehidupan kekal. Mungkin memang diperlukan usaha lebih keras untuk mempromosikan budaya kehidupan/ ‘culture of life’. Di Amerika ini ‘culture of death’ kelihatan nyata bukan saja dari pesta Halloween, tetapi juga dari realita masyarakat: angka aborsi yang tinggi karena dilegalkan pemerintah, belum lagi promosi penggunaan alat kontrasepsi bahkan terhadap anak-anak remaja. Betapa besar peran orang tua jaman sekarang, sebab mereka memiliki tanggung jawab mendidik anak-anak agar tidak terjatuh dalam ‘culture of death’ itu!
Sepupu saya dan suaminya berjuang keras mendidik anak-anak untuk memilih ‘culture of life’. Mereka disekolahkan di sekolah Katolik yang tradisional, yang merayakan All Saints Day dan bukan Halloween. Anak-anak memakai kostum santa/ santo; dan di hadapan semua murid, setiap mereka diharuskan menceritakan riwayat hidup santa/ santo yang mereka pilih.
Sepupu saya dan suaminya dengan setia membacakan pada anak-anak kisah-kisah Kitab Suci setiap hari, dan mengajak anak-anak berdoa bersama sebelum tidur. Mereka berdoa bersama sebelum makan, bahkan mulai sedikit demi sedikit mengajar mereka doa spontan, walaupun mereka baru berumur 6, 4 dan 2 tahun. Cukup mengejutkan saya, bahwa keponakan saya yang baru berumur 4 tahun dapat berdoa “I pray for the end of abortion that kills babies…” (Saya berdoa agar tidak ada lagi praktek aborsi yang membunuh bayi-bayi). Keponakan saya itu tidak mengerti persis apa itu aborsi, tetapi dia sudah mengetahui bahwa itu perbuatan keji yang membunuh bayi.
Suatu permenungan adalah, sejauh mana kita telah berusaha mendidik anak-anak dalam iman? Jika anda belum berkeluarga, sejauh mana anda mempunyai niatan yang teguh untuk membentuk keluarga yang beriman? Sejauh mana aku berjuang untuk mendukung budaya kehidupan/ ‘culture of life’? Apakah aku menghargai kehidupanku sendiri? Apakah aku melihat anak-anak sebagai berkat atau beban?
All Saints Day, All Souls Day
Saudara dan saudariku, jangan sampai Halloween mengaburkan makna peringatan di awal bulan November ini. Mari kita memperingati hari para orang kudus dan hari arwah dengan sikap yang hormat. Peringatan ini harusnya membuat kita menyadari bahwa hidup kita di dunia hanyalah sementara, dan kita semua berjuang untuk menuju ke surga. Kita melihat kepada mereka yang terlebih dahulu sampai di sana, dan memohon doa pada Tuhan agar suatu hari kitapun berjumpa dengan mereka dalam kehidupan kekal. Kita mendoakan mereka yang masih dalam masa pemurnian di Api Penyucian, agar mereka dapat segera bergabung dalam kebahagiaan surgawi. Dan pada akhirnya, kita diingatkan untuk selalu bertumbuh di dalam iman dan pengharapan akan kehidupan kekal; yang dijanjikan bagi kita semua yang percaya kepada Allah di dalam nama Yesus Kristus. Kitab Wahyu 7:9-12 menyebutkan:
“Kemudian…aku melihat sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan tahta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas tahta dan bagi Anak Domba!” Dan semua malaikat berdiri….; mereka tersungkur di hadapan tahta itu dan menyembah Allah…” Amin! Puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya! Amin!”
Ya! Tujuan kita yang terakhir adalah untuk bergabung bersama Para Kudus di surga dalam memuji dan menyembah Tuhan. Sementara menunggu saat yang indah itu, mari kita melihat teladan hidup Para Kudus. Satu kalimat yang perlu kita ingat tentang hidup mereka adalah: Mereka menjadi kudus karena mengasihi… Siapa orang yang harus kukasihi hari ini? Para kudus di surga, doakanlah kami agar lebih dapat mengasihi Tuhan dan sesama kami…
Damai Sejahtera bagi kita,
Saya ingin menyampaikan beberapa pertanyaan, yaitu tentang roh jahat, setan, iblis, hantu.
Misalnya seperti pada Mat 10:1 Yesus memberi kuasa kepada murid-muridnya untuk mengusir roh-roh jahat.
Pada Mat 8:28-34 dikisahkan ada seseorang yang kerasukan setan, dan ketika Yesus akan mengusirnya, setan-setan itu minta dipindah pada sekawanan babi.
Tentang iblis yaitu saat Yesus dicobai iblis.
Sedangkan mengenai hantu, Matius dan Markus mengisahkan saat Yesus berjalan di atas air dan murid-muridnya mengiranya hantu, dan pada Lukas ketika Yesus menampakkan diri setelah kebangkitanNya, dan Yesus juga mengatakan bahwa hantu itu tidak ada daging dan tulangnya.
Pertanyaannya adalah apa perbedaan antara roh jahat, setan, iblis, hantu?
Adapun yang saya pegang adalah Alkitab dalam bahasa Indonesia saja, dan pertanyaan saya selanjutnya, apakah terjemahan untuk roh jahat, setan, iblis, hantu dalam bahasa lain?
Terima Kasih..
Saudara An yang terkasih,
memang ada perbedaan istilah dalam teks asli Injil dalam bahasa Yunani:
Yang diterjemahkan dengan Iblis (Mat 4:1: Luk 4:2; Yoh 8:44; 13:2) dalam bahasa Yunaninya: “diabolos”. Iblis yang dimaksudkan di sini agaknya bisa disejajarkan dengan penghulu/pemimpin setan (Yunaninya: daimonia; mis. Mat 9:34).Dia adalah bapa segala dusta (Yoh 8:44).
Yang diterjemahkan dengan roh jahat (Mat 10:1; Mrk 1:23; 6:7;Luk 6:18 ) dalam bahasa Yunaninya adalah “pneuma akathartos” yang harafiahnya berarti roh najis/kotor; diyakini roh najis ini bisa merasuki seseorang, bahkan membuat orang menjadi sakit (Luk 13:11). Roh-roh najis ini mengenal siapakah Yesus itu (Mrk 1:24; 3:11; 5:7). Kumpulan roh najis itu (legion = karena jumlahnya banyak) berpindah ke kawanan babi, binatang najis yang dipelihara orang Gerasa ( di luar Yahudi, seberang sungai Yordan), lih. Luk 5:1-20.
Yang diterjemahkan dengan hantu (Mat 14:26; Mrk 6:49) dalam bahasa Yunaninya “phantasma”; sementara Luk 24:37.39 semestinya tidak diterjemahkan dengan “hantu” melainkan “roh” karena teks Yunaninya menyebut “pneuma”. Agaknya LAI dan juga New Jerusalem Bible yang juga menerjemahkannya dengan “a ghost” mengikuti sebuah varian manuskrip lain. Baik hantu maupun roh itu tidak bertulang dan tidak berdaging (Luk 24:39), namun agaknya fenomen hantu (‘phantasma”) lebih membuat orang merasa takut (Mat 14:26; Mrk 6:49).
Demikian, semoga membantu.
Rm. Didik Bagiyowinadi Pr
Hai…saya dari Malaysia, terimakasih kerana mengongsikan artikel ini…ada satu ketika dulu budaya haloween in cuba dihidupkan oleh beberapa orang muda di kampung saya namun mendapat tentangan yang hebat sekali dari penduduk setempat dan kami bersyukur kerana setakat ini budaya tersebut tidak lagi dirayakan. Saya sangat mengharapkan agar ada di antara mereka yang cuba membawa budaya tersebut ke sini terbaca artikel ini.
Terima kasih Ingrid kerana penerangan-penerangan yang jelas sekali tentang doa kepada orang kudus..kerana saya juga sering keliru tentang hal ini..
Menurut saya, kita hanya berdoa kepada Allah dalam nama Yesus yang telah menebus dosa kita. Bersama orang kudus, kita berdoa kepada Allah di dalam perlombaan menuju Allah seperti dikatakan dalam Ibrani 12:1, “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” Kata para saksi dalam perikop ini, menurut pemikiran saya, mengacu kepada orang-orang kudus termasuk Bunda Maria yang telah dikuduskan Allah untuk menjadi tabut perjanjian baru. Karena orang kudus, khususnya Santo-Santa yang menjadi nama Katolik kita ketika kita menerima sakramen baptis dan penguatan, menjadi saksi dalam kehidupan roh kita, maka kata saksi tersebut menurut pemikiran saya dapat diartikan sebagai orang kudus.
Sementara itu, untuk para arwah, kita mendoakan mereka kepada Allah agar mengampuni dosa mereka semasa hidup dan memperpendek lama tinggal mereka di dalam api pencucian. Dalam 2 Tim 1:18 Santo Paulus mendoakan Onesiforus kepada Allah agar Allah berkenan memberikan rahmat-Nya pada hari-Nya. Apakah kata hari ini menunjukkan hari kematian Onesiforus ataukah hari pembebasan Onesiforus dari api pencucian untuk beralih ke dalam surga?
Shalom Andry,
Ya benar, kita hanya berdoa kepada Tuhan, dalam nama Yesus. Namun demikian, kita dapat berdoa bersama dengan orang kudus (seperti jika kita berdoa rosario, kita berdoa bersama dengan Bunda Maria), dan kita dapat memohon agar para orang kudus mendoakan kita kepada Allah Bapa. "Sebab mereka, yang telah ditampung di tanah air dan menetap pada Tuhan, karena Dia, bersama Dia dan dalam Dia, tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita di hadirat Allah Bapa …. melalui Pengantara tunggal antara Allah dan manusia, yakni: Kristus Yesus."(Katekismus Gereja Katolik 956)
Soal kata ‘saksi’ dalam Ibrani 12:1 memang dapat saja diartikan sebagai para orang kudus seperti telah disebutkan Andry.
Mengenai arwah, kita "mendoakan mereka yang meninggal supaya dilepaskan dari dosa-dosa mereka (2Mak 12:45), maka Gereja juga mempersembahkan kurban-kurban silih bagi mereka" (LG 50). Doa kita untuk orang-orang yang sudah meninggal tidak hanya membantu mereka sendiri: Kalau mereka sudah dibantu, doa merekapun akan berdaya guna bagi kita." (KGK 958). Jadi prinsipnya persekutuan kita dengan orang-orang yang sudah meninggal tidak terputus, sebab memang tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (lih. Rom 8:38-39). Mereka yang sudah lebih dulu sampai di surga, malah lebih lagi dapat mendoakan kita karena persatuan mereka yang erat dengan Kristus di surga.
Mengenai Onesiforus dalam 2 Tim 1:18: Menurut A Catholic Commentary on Holy Scripture, Dom Bernard Orchard MA, general editor, 1953, p. 1148, ayat ini menunjuk kepada kematian Onesiforus. Ayat ini sering dipakai untuk menunjukkan bahwa Rasul Paulus pun berdoa bagi sahabatnya Onesiforus agar Tuhan berbelas kasihan kepada jiwa sahabatnya itu. Hal ini tentu tidak masuk akal jika doa yang dipanjatkan untuk orang yang meninggal tidak ada gunanya. Sebaliknya, ini merupakan contoh bahwa doa-doa berguna bagi orang-orang yang hidup dan yang mati. Tradisi para rasul mengajarkan demikian.
Para rasul berdoa bagi mereka yang sudah meninggal demi keselamatan jiwa mereka. Dalam kasus Onesiforus, Rasul Paulus mengingat segala kebaikannya yang mengunjunginya di penjara. Menurut penjelasan Navarre Bible, The Letters of St Paul, Jose Maria Casciaro (General Editor), 2003, p. 593, Ungkapan ‘pada hari-Nya’ berarti hari penghakiman. Ini mengingatkan kita pada perintah Yesus sendiri untuk mengunjungi penjara, dan dengan demikian kita menunjukkan kasih kita kepada Yesus yang hadir di dalam mereka yang dipenjara (Mt 25:36).
Nah, menurut Gereja Katolik, yang dijabarkan dalam The Catechism Explained, an Exhaustive Explanation of the Catholic Religion, Spirago-Clarke, 1921, reprint 1993, p. 256, 270, kita mempunyai 2 macam hari penghakiman. Yang pertama, particular judgment, yaitu sesaat setelah kita meninggal, saat kita masing-masing diadili secara pribadi oleh Yesus Kristus; dan kedua adalah general judgment pada akhir zaman, saat pengadilan kita oleh Yesus Kristus diadakan di hadapan semua manusia. Setelah particular judgment, jiwa-jiwa ditentukan untuk masuk Surga, Api Penyucian atau Neraka (hanya jiwa saja). Baru pada saat akhir jaman, tubuh dan jiwa manusia bersatu di Surga, apabila ia memang layak menerimanya, atau tubuh dan jiwa manusia masuk ke Neraka, jika keadilan Tuhan menentukan demikian, sesuai dengan apa yang menjadi pilihan manusia tersebut. Setelah akhir jaman yang ada tinggal Surga dan Neraka, tidak ada lagi Api Penyucian, sebab yang ada di dalam Api Penyucian akan beralih ke Surga.
Demikian penjelasan saya, semoga dapat berguna.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Mengapa kita meminta didoakan(perantara) oleh orang kudus di surga?.Dan doa kepada St. Maria?
Mengapa tidak langsung berdoa kepada Tuhan?.
Tambahan
Maaf, jawaban yang sudah ada berdoa kepada orang kudus di web ini saya kurang puas.
Shalom Julius,
Mohon agar para kudus mendoakan kita tidak sama dengan berdoa kepada orang kudus. Kita hanya berdoa kepada Tuhan. Tetapi sama seperti kita boleh minta agar teman/ saudara/ pastor kita mendoakan kita, demikian kita juga boleh meminta doa dari para orang kudus. Saya tidak tahu apa Julius sudah membaca jawaban Stefanus di sini (silakan klik) atau jawaban saya di sini (silakan klik). Jika kurang puas, tolong sebutkan di bagian mana supaya jika kami menuliskan artikel tentang orang kudus, kami dapat berusaha menjawabnya.
Pada dasarnya dibutuhkan kerendahan hati untuk menerima bahwa memang para kudus itu lebih kudus dari pada kita, dan mereka memang dipilih oleh Allah untuk menjadi teladan bagi kita supaya kita dapat berjuang untuk hidup kudus, dan mereka menjadi ‘tiang doa’ bagi kita yang masih berziarah di dunia ini. Mereka bukan menyaingi Tuhan, melainkan mereka bekerjasama dengan Tuhan untuk membawa kita semua lebih dekat kepada-Nya. Lihatlah betapa devosi yang benar kepada Bunda Maria dan kepada Para Kudus malah menambah iman dan kasih kita kepada Yesus.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
hai, saya belum pernah ke Amrik. tapi kultur budaya semakin lama umur tradisi maka semakin ‘lari’ dari ‘inti’.
Contohnya di keluarga kami yang punya tradisi makan kue ondel pada setiap menjelang akhir tahun atau makan bak cang (ketupat khas Chinese). itupun dulu kita bikin bak cang susah sekali kalo 1 orang yang buat bisa tidak selesai 1 harian tetapi sekarang sudah gampang alias kita tinggal beli dan nikmati.
padahal inti dari moment itu yakni proses pembuatannya lah yang menjadi erat hubungan tali persaudaraan.
all saints day memang jatuh pada hari apa?. dan kegiatan apa yang dilaksanakan.
trims
Shalom Ali,
Hari Para Orang Kudus (All Saints Day) seharusnya bukan cuma menjadi tradisi orang Amerika, tetapi menjadi tradisi kita sebagai orang Katolik. All Saints Day jatuh pada tanggal 1 November, dan diikuti dengan tanggal 2 November, yaitu hari arwah semua saudara-saudari kita yang telah meninggal dunia. Nah, seharusnya, pada kedua hari itu sedapat mungkin kita mengikuti misa kudus dan menerima komuni, bahkan jika memungkinkan kita memasukkan nama-nama saudara-saudari kita yang sudah meninggal agar dapat didoakan sebagai intensi misa, dan kita secara khusus berdoa bagi mereka pada hari itu, entah dengan doa spontan atau doa rosario. Lalu pada hari itu, dan dalam 8 hari berikutnya mulai dari tanggal 1 November, kita dapat memilih satu hari untuk mengunjungi kubur orang-orang yang kita kasihi (dan tentu berdoa bagi arwah mereka di sana). Kita berdoa bagi saudara/i kita itu dan semua arwah yang masih berada dalam Api Penyucian, agar dapat segera tergabung dalam kebahagiaan surgawi. Jadi jika pada tanggal 1 November kita mohon agar para kudus di surga mendoakan kita, maka pada tanggal 2 November kita mendoakan saudara-saudari kita yang telah meninggal. Nah, Gereja Katolik memberikan kesempatan pada umat untuk menerima rahmat indulgensi pada saat yang istimewa ini (1-8 November) dengan mensyaratkan:
1) Dalam 8 hari itu, kita menyempatkan mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa, setelah memeriksa batin dengan baik (lihat artikel Masih perlukah Pengakuan Dosa bagian-4), dan disertai dengan tobat yang sungguh.
2) Mengikuti misa kudus dan menerima Komuni kudus.
3) Berdoa bagi intensi Bapa Paus, dengan mengucapkan doa Bapa Kami dan Salam Maria, (dapat ditambah dengan doa spontan bagi beliau); dan berdoa bagi saudara/i kita yang telah meninggal dunia pada saat kita mengunjungi kubur mereka.
4) Meninggalkan keterikatan terhadap dosa (bahkan dosa ringan sekalipun), jika ingin memperoleh indulgensi penuh.
Indulgensi di sini adalah semacam pembebasan terhadap hukuman akibat dosa. Kita percaya bahwa meskipun kita pasti diampuni oleh Tuhan jika kita sungguh bertobat dari dosa-dosa kita, tetapi kita masih harus ‘melunasi’ akibat dari dosa itu. (Seperti anak yang mengotori lantai rumah, setelah dimaafkan orang tuanya, tetapi masih harus membersihkan kotoran itu). Hal ini dapat kita jalani di dunia, atau di Api Penyucian, saat kita dimurnikan oleh Tuhan sehingga kita tidak lagi terikat pada keinginan berbuat dosa, bahkan dosa yang paling ringan sekalipun, sehingga kita siap untuk bersatu dengan Allah di surga.
Mungkin di waktu yang akan datang kami akan menuliskan lebih lanjut penjelasan tentang indulgensi dan dasar-dasar Alkitabiah dari pemberian indulgensi ini.
Demikian penjelasan sementara dari saya. Mungkin saat nanti di website ini dituliskan artikel tentang Api Penyucian, penjelasan ini menjadi lebih dapat dimengerti/ ‘make sense’.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
baik dan saya mengerti. kebetulan tgl 2 nop ini hari minggu. memang waktunya ke gereja. kalo tgl 1 Nov untuk santa/santo lalu berikutnya doa arwah ?.
bukankah tiap minggu di gereja selalu kita doakan arwah yang sudah meninggal (biasa dibacakan oleh pastor tapi kalo semua umat cantumkan maka bisa – bisa lama selesainya dan selalu juga kita mohon dosa kita diampuni?.
Mungkin karena moment nya yah?.
Sampai sekarang saya juga mendoakan arwah ke2ortu saya setiap bulan 2 kali.
usul ya, tolong diulas setiap santa/santo selama hidupnya.
saya sangat suka sekali. saat ini yang ada di buku agak kurang lengkap. lebih bagus lagi ada fotonya.
pernah saya lihat di foto hitam putih nya santa theresia dan foto padre pio yang tertidur. kadang terpikir kuasa Bapa di surga sangat besar sehingga ilmu pengetahuan tidak dapat menjabarkan dengan logika.
Shalom Ali,
Biasanya tiap paroki punya cara sendiri untuk memperingati hari arwah (All souls day). Ada yang memang menyebutkan nama-nama sebelum misa, jadi memang harus datang lebih pagi jika ingin turut berdoa; atau ada yang menyebutkannya setelah misa menjadi bagian dari Benediction/ penghormatan dan berkat Sakramen Maha Kudus, atau di tengah-tengah misa, jika nama-nama yang masuk tidak terlalu banyak.
Mengenai usulan membahas riwayat Santo/Santa itu memang menarik, tapi mungkin belum bisa dalam waktu dekat ini. Terima kasih atas usulannya. Memang sesuatu yang patut kita syukuri bahwa di dalam Gereja Katolik kita dikaruniai banyak orang kudus yang setelah meninggal tubuhnyapun masih utuh dan tidak membusuk. Suatu tanda bagi orang percaya bahwa inilah suatu keajaiban dan bukti bahwa kekudusan tidak saja berpengaruh pada jiwa, tapi pada tubuh juga. Hanya Tuhan yang Maha Besar mampu melakukan hal ini pada mereka yang dikasihinya secara istimewa.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Kalau setahu saya bukannya org-org berpakaian seperti hantu karena memang 1 hari sebelum all saints day hantu-hantu keluar ke dunia sehingga mereka ingin para hantu tidak mengganggu mereka? Jadi bukan berarti Halloween menggantikan All Saints Day, tapi itu dua perayaan yang berbeda. Cuma memang di zaman sekarang Halloween sudah lebih mendunia karena tidak terlalu terpaku pada satu agama. Kalau All Saints Day kan merujuk pada agama Katolik. Sedangkan hantu dikenal oleh semua budaya di dunia. Jadi menurut saya bukan berarti Halloween menggantikan All Saints Day, tapi mmg All Saints Day kalah populer dengan Halloween karena “market target” nya lebih banyak.
Bagaiman pendapat Ingrid mengenai ini?
Shalom Lia,
Kalau anda membaca sejarah perayaan Halloween, anda akan mengetahui bahwa itu dibuat dengan setidaknya dua maksud, pertama memang karena ada 1) semacam tradisi bawaan untuk memperingati hari arwah (yang sebenarnya pengaruh tradisi All Saints Day, oleh sebab itu, maka perayaannya- pun dibuat dekat-dekat dengan hari All Saints Day) dan juga 2) tradisi ini diadopsi oleh mereka yang non-Katolik, untuk maksud agar bisa dirayakan oleh semua orang. Nah di sinilah masuk ide-ide yang sebenarnya tidak Kristiani, yang bahkan menggambarkan arwah sebagai yang ‘serem’ atau juga membuatnya semacam dagelan agar ‘laku’ dan menarik. Perayaan All Saints Day dalam Gereja Katolik memang tidak diadakan untuk maksud komersial, sehingga tidak ada nilai komersial di dalamnya. Sedangkan Halloween memang dikemas sedemikian rupa, dengan segala bentuk pesta, kostum, ‘trick or treat’ dst, yang tentunya bernilai komersial.
Bagi orang Katolik saya rasa, ini adalah suatu tantangan jaman, yang harus mengembalikan kita kepada kesadaran iman kita. Apakah kita mengajarkan anak-anak tentang "Saints" atau malah mengajarkan tokoh-tokoh kartun, membacakan kisah-kisah di Alkitab atau malah membiarkan anak-anak tergila-gila dengan Harry Potter dan kartu Yu Gi Oh, misalnya? Mengajak seluruh keluarga untuk berdoa bagi jiwa sanak keluarga yang telah mendahului kita, atau malah terhanyut ikut pesta Halloween sampai pagi? Padahal masa seminggu dari tgl 1-8 November, itu adalah masa yang suci, yang diberikan oleh Gereja untuk mendoakan para saudara kita yang sudah mendahului kita, dan Gereja bahkan memberikan Indulgensi kepada kita yang melakukannya. Silakan membaca tentang Indulgensi di sini, silakan klik, untuk mengetahui artinya. Jadi masalahnya bukan soal kalah atau menang populer, tetapi memang harus diakui banyak orang Katolik sering ikut-ikutan, tanpa mengetahui sikap yang benar seharusnya bagaimana.
Tulisan di atas hanya bermaksud menggugah hati umat Katolik, untuk lebih memaknai All Saints Day (Hari Arwah) daripada ber- Halloween. Tidak bermaksud memaksa, hanya bermaksud mengajak kita semua merenungkannya. Suatu saat nanti kitapun akan dipanggil Tuhan, dan alangkah baiknya jika kita menanamkan kepada anak-anak kita akan makna persekutuan orang kudus, sehingga mereka dapat mendoakan jiwa kita, sama seperti kita sekarang mendoakan jiwa para orang tua kita dan sanak saudara yang telah mendahului kita. Bulan November memang seharusnya membawa kita pada permenungan tentang akhir hidup kita, sebelum kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan Yesus di hari Natal di bulan Desember. Semoga dengan menyadari ke- sementara-an hidup ini, kita dapat bertobat dan semakin menghargai penjelmaan Yesus Kristus ke dunia untuk menyelamatkan kita, yang akan membawa kita dari hidup yang sementara di dunia ini, menuju kehidupan kekal bersama-Nya di surga. Mari kita dengan jujur menilai, mana yang lebih cocok untuk permenungan ini: merayakan All Saints Day atau Halloween? Jawabannya terpulang kepada diri kita masing- masing, dan Tuhan nanti yang akan menilainya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Gereja sekarang sudah banyak dimasuki dengan berbagai ajaran sesat yang terselubung. Saya jadi ingat ;
1.Merpati Putih masuk gereja dgn mengajarkan bahwa manusia punya hawa murni/energi positif atau lainnya [saya tk tau] yg bisa memukul jarak jauh
2.Praktek penyembuhan seorg romo dgn pendulum di bogor atau purworejo.
3. Penyembuhan alternatif di sby , bedah cuma pake cutter , doanya pakai doa Bapa Kami, Salam Maria
4. Pawang hujan dgn pake patung Maria dgn mendaraskan Salam Maria
5. Doa malam/ tuguran? jum’at kliwon dgn mengambil air di sumur kramat di Yogya
saya jadi prihatin , inikah iman kita saat ini ?
Shalom Budi,
Terus terang, sayapun prihatin dengan adanya pengaruh tersebut. Praktek meditasi dengan konsep energi apalagi untuk memukul jarak jauh dan sebagainya itu sungguh kelihatan ‘asing’ dengan ajaran Katolik; dan selayaknya memang tidak dicampur adukkan di dalam kegiatan paroki. Praktek penyembuhan alternatif , pawang hujan, yang juga mencampur adukkan ‘ilmu’ gaib dengan doa- doa Bapa Kami dan Salam Maria, juga jelas tidak benar, demikian pula dengan kepercayaan tentang air keramat pada Jumat Kliwon. Saya pikir, jika anda peduli dengan hal- hal seperti ini, anda dapat melaporkannya kepada pastor paroki atau keuskupan setempat. Praktek-praktek semacam ini bukan ajaran Gereja Katolik. Tidak ada ajaran di Alkitab dan Katekismus yang mengajarkan hal-hal macam begini, dan sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai umat Katolik untuk melaporkannya, ataupun memperingatkan kepada umat yang lain agar tidak ikut-ikutan mempercayai hal-hal yang berbau tahayul dan ilmu gaib ini. Jadi kalau anda bertanya, inilak iman kita saat ini? Maka jawabannya: Tidak. Karena praktek tersebut di atas terjadi di sebagian daerah di Indonesia, namun tidak diajarkan secara umum di Gereja Katolik. Tepatnya itu pelanggaran oleh oknum, namun itu tidak berarti bahwa ajaran Gereja Katolik itu salah.
Namun doa tuguran/ atau doa malam pada hari Kamis Putih itu adalah bagian dari tradisi Gereja, yang tidak bertentangan dengan Alkitab. Doa tuguran setelah Kamis Putih itu adalah untuk memperingati malam terakhir kebersamaan Yesus dengan para murid-Nya, sebelum sengsara dan wafat-Nya pada hari Jumat Agung, keesokan harinya. Yesus sendiri bertanya kepada para murid-Nya: “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan…” (Mat 26:40-41)
Maka di dalam doa tuguran, kita sebagai sahabat-sahabat Yesus memperingati firman ini, dan kita turut berdoa dan berjaga-jaga dengan Dia, memohon ampun atas segala dosa-dosa kita manusia yang menyebabkan sengsara-Nya, kita mendoakan baik bagi pertobatan kita maupun pertobatan dunia, kita berdoa bagi persatuan umat Kristen/ pengikut Kristus seperti yang didoakan Yesus (lih. Yoh 17); kita merenungkan misteri sengsara dan wafat-Nya. Doa Tuguran adalah masa doa yang indah dan jika dihayati adalah sangat dalam maknanya dan sangat sesuai dengan pesan Injil. Bahwa kemudian dimasukkan unsur air sumur keramat itulah yang keliru, tetapi doa Tugurannya sendiri tidak salah.
Mengetahui pengobatan dengan pendulum, itu memang harus diteliti lebih lanjut. Jika pengobatan dengan pendulum itu dapat dipertanggungjawabkan secara science/ ilmu pengetahuan misal dengan gaya magnetik bumi, dst yang sifatnya umum, dan bukannya kuasa gaib, maka itu dapat diperbolehkan. Sama seperti posisi Gereja Katolik yang memperbolehkan praktek hipnoterapi jika itu maksudnya untuk penyembuhan dan dapat dipertanggungjawwabkan secara ilmiah. Prinsip dasarnya semua ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk melayani kesejahteraan manusia demi kebaikan umat manusia. Silakan anda membaca tentang hipnoterapi di sini, silakan klik. Namun jika pendulum itu dikaitkan dengan ilmu gaib, itu adalah sesuatu yang sungguh menyimpang, dan tidak dapat dibenarkan.
Demikian yang dapat saya sampaikan untuk menanggapi pernyataan anda. Semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Comments are closed.