Perkenalan

Orang berkata, “Tak kenal maka tak sayang”; maka jika kita ingin “menyayangi” Kitab Suci yang adalah Sabda Allah, maka kita perlu terlebih dahulu “mengenal” Kitab Suci tersebut, yaitu dengan rajin membaca dan merenungkannya. Namun untuk mengenal Kitab Suci itu, kita perlu terlebih dahulu mengetahui hal-hal berikut ini: 1) Apa sih Kitab Suci itu? 2) Mengapa kita harus membaca Kitab Suci? 3) Bagaimana sebaiknya kita membaca Kitab Suci?

Lebih lanjut tentang ulasan mengenai Kitab Suci yang ditetapkan secara kanonik oleh Gereja Katolik yaitu yang terdiri dari 73 kitab, akan dibahas pada artikel berikutnya (bagian ke-2). Berikut ini mari kita lihat ketiga point di atas.

1. Apakah Kitab Suci itu?

Kita sering mendengar bahwa Kitab Suci adalah “Wahyu Allah”. Karena itu mari kita lihat pengertian “wahyu” atau “revelation” dalam bahasa Inggris. Wahyu atau pernyataan Allah tentang diri-Nya ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1: 26). Artinya kita adalah mahluk rohani yang diciptakan dengan citra Allah, yang dilengkapi oleh akal budi dan kehendak bebas, sehingga kita dapat mengetahui, memilih dan mengasihi. Dengan demikian, kita manusia dapat menyimpulkan bahwa Tuhan Sang Pencipta itu ada, dengan melihat segala ciptaan-Nya yang ada di sekitar kita (lihat artikel Bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada, silakan klik). Keberadaan Tuhan juga diketahui dengan memperhatikan suara hati nurani, di mana Tuhan menuliskan hukum-hukum-Nya untuk menyatakan yang benar dan yang salah; inilah wahyu yang universal. Selanjutnya, Tuhan juga secara khusus memberikan wahyu yang merupakan pernyataan akan diri-Nya dan kehendak-Nya bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir yang direncanakan-Nya. Wahyu khusus ini disampaikan kepada manusia sejak awal sejarah manusia sampai sekarang. Jadi kita ketahui bahwa Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia dengan 3 cara:

  1. melalui segala ciptaan-Nya.
  2. melalui hukum yang tertulis dalam hati manusia.
  3. melalui wahyu umum yang khusus menyatakan akan diri-Nya dan rencana-Nya.

Tuhan menyatakan diri-Nya melalui segala ciptaan-Nya.

Segala keteraturan, keindahan, kekuatan yang terkandung dalam alam semesta mengarahkan kita untuk mengambil kesimpulan bahwa ada “Sesuatu” yaitu “Sang Pencipta” yang menciptakan dan memelihara segala sesuatu. Segala ciptaan memberikan kesaksian akan keberadaan Allah kepada manusia, dan manusia sesungguhnya tidak dapat berdalih mengenai hal ini (lih. Rom 1:20).[1] Alkitab mengatakan bahwa mereka yang tidak mengenali Allah sesungguhnya sangat “bodoh”, sebab mereka mengenal pekerjaan tangan-Nya tetapi tidak mengenal Senimannya… Padahal dengan membandingkan kebesaran dan keindahan ciptaan-Nya kita sesungguhnya dapat sampai kepada pengenalan akan Pencipta-Nya yaitu Allah (lih. Keb 13:1-15). Jadi sama seperti kalau kita melihat lukisan yang indah kita tahu bahwa lukisan itu adalah hasil karya seorang pelukis yang hebat, maka jika kita melihat alam ciptaan yang indah, seharusnya kita menyimpulkan hal serupa: bahwa ada Sang Pencipta yang Maha Indah dan Hebat yang menciptakannya.

Hukum yang tertulis dalam hati nurani manusia

Hukum yang ada di dalam hati manusia (lih. Rom 2:15) ini merupakan pengakuan manusia akan adanya suatu hukum Ilahi yang berada di luar diri manusia, yang mengatur kita meskipun hal itu dapat bertentangan dengan keinginan kita. Contohnya, seandainya kita mengambil sesuatu yang bukan hak milik kita, maka hati nurani kita akan menuduh kita; karena kita menyadari bahwa itu adalah perbuatan salah. Adanya hukum yang tertulis dalam hati ini menjadikan kita mengetahui kebenaran yang bersifat umum dan berlaku di mana saja. Contohnya, hal kejujuran, menghormati orang tua, menepati janji, dst. Pengakuan akan nilai-nilai yang bersifat universal semacam ini disebut sebagai hukum kodrat. Hukum kodrat mencerminkan adanya hukum Ilahi yang berasal dari Allah; dan karena Allah tidak berubah, maka hukum kodrat juga tidak berubah.

Allah menyatakan diri-Nya secara khusus melalui wahyu publik/ umum

Secara khusus, Allah menyatakan diri-Nya melalui para nabi, yang mencapai puncaknya di dalam pernyataan Yesus Kristus Putera-Nya, dan yang kemudian dilanjutkan oleh para rasul Kristus. Wahyu publik/umum ini adalah wahyu Allah yang khusus diberikan kepada manusia agar manusia dapat mengenal siapa diri-Nya dan rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia. Pada Perjanjian Lama, Allah menyatakan diri-Nya kepada Nabi Musa sebagai “Aku adalah Aku” (Kel 3:14) untuk menyatakan bahwa keberadaan-Nya tidak tergantung oleh siapapun. Allah-lah yang menciptakan hukum moral dalam kesepuluh perintah Allah, yang kemudian tertulis dalam hati manusia sebagai hukum kodrat.

Wahyu umum ini[2] bermula dari wahyu yang diberikan kepada para nabi, dan berakhir dengan wafatnya rasul Kristus yang terakhir.[3] Wahyu umum ini terdiri dari dua jenis, yang tergantung dari cara penyampaiannya; yaitu Kitab Suci (tertulis) dan Tradisi Suci (lisan).[4] Maka kita ketahui ketiga hal ini:

  1. Kitab Suci adalah Wahyu ilahi yang disampaikan secara tertulis di bawah inspirasi Roh Kudus.[5] Inilah definisi dari Kitab Suci.
  2. Tradisi Suci adalah Wahyu ilahi yang tidak tertulis, namun yang diturunkan oleh para rasul sejak awal oleh inspirasi Roh Kudus, sesuai dengan yang mereka terima dari Yesus dan yang kemudian diturunkan kepada para penerus mereka.[6]
  3. Baik Kitab Suci maupun Tradisi Suci berasal dari sumber yang sama, sehingga harus dihormati dengan penghormatan yang sama.[7]

Maka kita ketahui sekarang bahwa untuk menerima wahyu Allah secara lengkap, kita tidak hanya perlu Kitab Suci, namun juga Tradisi Suci, dan pihak wewenang mengajar Gereja (Magisterium) yang dapat secara benar mengartikan wahyu ilahi tersebut. Ketiga hal ini disebut sebagai pilar iman, yang ditujukan untuk menjaga dan mengartikan wahyu publik dari Allah ini di dalam kemurniannya.

2. Mengapa kita harus membaca Kitab suci?

Rasul Paulus memberikan alasan kepada kita untuk mempelajari Kitab Suci yaitu, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim 3:16) agar kita yang menjadi umat-Nya diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Pengajaran

Kitab Suci kita kenal sebagai Sabda Allah, maka melalui Kitab Suci kita percaya Allah berbicara dan mengajar kita. Oleh karena itu, kita melihat dokumen pengajaran Gereja dipenuhi oleh kutipan ayat Kitab Suci sebagai sumbernya, sebab memang Gereja menyadari bahwa melalui Kitab Suci, Allah Bapa menjumpai anak-anak-Nya, untuk memberi pengajaran bahwa Sabda-Nya merupakan sumber kekuatan iman.[8]

Khusus dalam hal pengajaran ini maka Konsili Vatikan II mengingatkan agar para kaum beriman, terutama para rohaniwan dan pengajar, entah itu imam, diakon atau para katekis, termasuk juga para pembawa firman, agar pertama-tama merenungkan Kitab Suci, sebagai bagian dari hidup mereka.[9] Jangan sampai yang diwartakan itu hanya pewartaan lahiriah yang “kosong” karena pewartanya sendiri tidak merenungkan Sabda Allah dalam batin. Peringatan ini tentu merupakan ajakan bagi semua umat yang ingin mengenal Kristus secara lebih dalam karena, seperti kata St. Jerome, kalau kita tidak mengenal Kitab Suci, maka kita tidak mengenal Kristus.[10]

Menyatakan kesalahan

Selain untuk pengajaran, Kitab Suci juga berguna untuk menyatakan kesalahan kita. Bukankah sering kita mengalami, bahwa dengan membaca Kitab Suci dan mendengarkan pengajaran Sabda Tuhan, kita disadarkan dari perbuatan kita yang salah? Selain untuk menyatakan kesalahan perbuatan kita, Kitab Suci juga dapat menyatakan kesalahpahaman kita akan suatu pengajaran tertentu. Dalam hal ini termasuk kesalahpahaman mereka yang berpikir bahwa Gereja Katolik mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan Kitab Suci. Sebab, jika kita kembali mempelajari Kitab Suci dalam kaitannya dengan Tradisi Suci, maka kita akan dapat mencapai pengertian yang menyeluruh tentang maksud pengajaran dari Kitab Suci.

Memperbaiki kelakuan

Kitab Suci juga membantu kita untuk memperbaiki kelakuan dan sifat kita, sesuai dengan kehendak Tuhan. Kitab Suci penuh berisi teladan sikap hidup, yang dapat membantu kita untuk meninggalkan dosa dan meningkatkan kebajikan. Terutama dengan merenungkan ajaran dan teladan Yesus, maka kita dapat memperbaiki sifat dan perbuatan kita yang tidak baik dengan berusaha meniru teladan hidupNya.

Mendidik dalam kebenaran

Di atas semua itu, Kitab Suci sangat berguna untuk melatih dan mendidik kita untuk hidup di dalam kekudusan. Jadi kita harus membaca Kitab Suci dengan maksud terutama bukan untuk sekedar menghafalkan ayat-ayatnya, tetapi untuk melaksanakannya dalam hidup kita agar kita dapat hidup kudus. Karena Kitab Suci adalah Sabda Tuhan yang berbicara tentang Kasih, maka dengan bersandar pada Kitab Suci kita dapat bertumbuh secara rohani untuk lebih mengenal dan mengasihi Tuhan.

3. Bagaimana sebaiknya kita membaca Kitab Suci?

Kita sering mendengar bahwa untuk menafsirkan Kitab Suci, kita perlu bimbingan Roh Kudus. Pertanyaannya, mengapa banyak orang mengatakan “saya memperoleh pengertian dari Roh Kudus”, namun ternyata pengertian seorang terhadap ayat tertentu dalam Kitab Suci berbeda dengan pengertian orang lain yang sama-sama merasa dibimbing oleh Roh Kudus? Gereja Katolik mengajarkan bahwa Kitab Suci harus dibaca dan ditafsirkan di dalam terang Roh Kudus yang sama, yang oleh-Nya kitab itu ditulis.[11]

Maka, terdapat tiga sikap utama yang dibutuhkan untuk membaca Kitab Suci, yaitu, kerendahan hati, iman dan kekudusan. Dibutuhkan sikap kerendahan hati untuk mempelajari Kitab Suci sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh para penulisnya pada saat kitab itu ditulis, sebagaimana diartikan oleh para Bapa Gereja. Sebab, kita percaya, mereka dipimpin oleh terang Roh Kudus yang sama dengan Roh Kudus yang memimpin para penulis kitab itu. Kita juga harus membaca Kitab Suci dengan iman, sebab hanya dengan iman kita dibawa pada pemahaman akan misteri Allah, dan pemahaman ini dapat mengubah kita menjadi manusia baru. Di atas semua itu, kita harus membaca Kitab Suci dengan niatan untuk bertumbuh dalam kekudusan, agar kita dapat lebih mengasihi Tuhan dan sesama.

Beberapa tips untuk membaca Kitab Suci secara keseluruhan secara lebih serius adalah dengan memulainya dari Kitab Injil, entah dari Matius, Markus, Lukas atau Yohanes. Tiap hari, bacalah 1 sampai 3 bab. Ada yang berpendapat bahwa Kitab Yohanes baik untuk dibaca pertama kali, karena Yohanes adalah Rasul yang paling dikasihi oleh Yesus, sehingga kita dapat lebih mengenal Kristus lewat tulisannya. Setelah Injil selesai dibaca, kita melanjutkannya dengan Kisah Para Rasul sampai kepada kitab Wahyu. Baru setelah itu kita memulai membaca Kitab Perjanjian Lama. Dengan demikian, pada saat kita membaca Perjanjian Lama, kita mempunyai gambaran umum akan pemenuhannya pada Perjanjian Baru.

Membaca seluruh Kitab Suci itu baik, namun demikian, yang lebih penting daripada hanya sekedar “membaca” saja, adalah merenungkan makna Kitab suci dalam doa dan melakukannya. Hal membaca dan merenungkan Kitab Suci ini akan dituliskan dalam artikel tersendiri.

Cara untuk menafsirkan Kitab Suci

Konsili Vatikan II mengajarkan tiga cara untuk menafsirkan Kitab Suci sesuai dengan Roh Kudus yang mengilhaminya[12]:

  1. Memperhatikan isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci.
  2. Membaca Kitab Suci dalam terang tradisi hidup seluruh Gereja.
  3. Memperhatikan “analogi iman”.

Selanjutnya, dengan memperhatikan ketiga hal ini, kita perlu juga memahami yang disebut dengan “Tipologi”, untuk melihat kaitan antara Kitab Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru.

Memperhatikan isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci

Kita harus mengartikan ayat tertentu dalam Kitab Suci dalam kaitannya dengan pesan Kitab Suci secara keseluruhan. Mengartikan satu paragraf atau bahkan satu kalimat saja namun tidak memperhatikan kaitannya dengan ayat yang lain, dapat berakibat fatal. Contohnya, seorang atheis mengutip Mzm 14:1, dan berkata “Tidak ada Allah”. Tetapi sebenarnya, keseluruhan kalimat itu berkata, “Orang bebal berkata dalam hatinya: “Tidak ada Allah”. Maka arti yang disampaikan dalam Alkitab tentu sangat berbeda dengan pengertian orang atheis tersebut.

Contoh lain, misalnya dalam ayat Yoh 3:16 dikatakan bahwa siapa yang percaya pada Yesus akan memperoleh hidup kekal, atau “diselamatkan”; lalu pada ayat Ef 2:8 ada perkataan “diselamatkan oleh iman”, maka ada banyak orang Kristen mengatakan bahwa Alkitab mengajarkan bahwa kita diselamatkan hanya oleh iman saja (saved by faith alone). Padahal ayat-ayat Alkitab yang lain memberikan pengajaran yang lebih menyeluruh, misalnya pada ayat Ef 2:8 sendiri dikatakan: “Karena kasih karunia kita diselamatkan oleh iman”, sehingga di sini saja kita tahu bahwa bukan hanya iman yang menyelamatkan kita. Ayat yang lain mengajarkan iman yang menyelamatkan itu “bekerja oleh kasih” (Gal 5:6). Artinya kita harus melakukan perintah Tuhan agar dapat diselamatkan (Mat 19:17), dan perintah ini adalah hukum kasih kepada Tuhan dan sesama (Mat 22:37-40; Mrk 12:30-31). Alkitab juga mengajarkan bahwa Keselamatan dalam Kristus diperoleh dengan iman melalui pertobatan dan pembaptisan dalam nama-Nya, demi penebusan dosa (Kis 2:38-41). Rasul Yakobus, bahkan dengan jelas mengatakan bahwa kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan kita dan bukan hanya karena iman (Yak 2:24). Dengan demikian, untuk mengetahui gambaran yang menyeluruh tentang keselamatan, maka kita harus melihat Alkitab secara keseluruhan.

Dalam terang tradisi hidup seluruh Gereja

Banyak ahli Kitab Suci di jaman modern yang tidak mengindahkan interpretasi yang berakar dari tradisi Gereja. Mereka berpikir seolah-olah baru pada saat mereka menginterpretasikan Alkitab, Roh Kudus memberikan pengertian yang paling “asli”, sedang interpretasi pada abad- abad yang lalu itu keliru. Sikap ini tentunya tidak mencerminkan kerendahan hati. Gereja mengajarkan bahwa kita harus menginterpretasikan Kitab Suci sesuai dengan tradisi hidup seluruh Gereja, sebab “Kitab suci lebih dulu ditulis di dalam hati Gereja daripada di atas pergamen (kertas dari kulit)”.[13] Di dalam Tradisi Suci inilah Roh Kudus menyatakan kenangan yang hidup tentang Sabda Allah dan interpretasi spiritual dari Kitab Suci. Tradisi Suci tercermin dari tulisan Para Bapa Gereja, dan ajaran- ajaran definitif yang ditetapkan oleh Magisterium, seperti yang dihasilkan dalam Konsili-konsili, Bapa Paus maupun yang dijabarkan dalam doktrin Gereja. Hal berpegang teguh pada ajaran para rasul baik yang lisan dan yang tertulis diajarkan oleh rasul Paulus dalam 2 Tes 2:15.

Memperhatikan “analogi iman”

Analogi iman maksudnya adalah bahwa wahyu Allah berisi kebenaran- kebenaran yang konsisten dan tidak bertentangan satu sama lain. Gereja Katolik percaya bahwa Roh Kudus yang meng-inspirasikan Kitab Suci adalah Roh Kudus yang sama, yang membimbing dan menjaga wewenang mengajar Gereja (Magisterium), yang juga bekerja dalam Tradisi Suci Gereja. Maka tidak mungkin ajaran Gereja Katolik bertentangan dengan Kitab Suci, karena Roh Kudus tidak mungkin bertentangan dengan diri-Nya sendiri. Juga, karena Gereja menjaga kemurnian ajaran dalam Kitab Suci, maka untuk meng-interpretasikan Kitab Suci, kita harus melihat kaitannya dengan ajaran/ doktrin Gereja.

Analogi iman yang berdasarkan ajaran Gereja berperan sebagai “penjaga” yang membantu kita agar kita tidak sampai salah jalan dalam meng-interpretasikan Alkitab. Ibaratnya, seperti pagar yang membatasi rumah kita dengan dunia luar yang penuh dengan anjing galak. Di dalam halaman rumah, kita tetap dapat beraktifitas, anak-anak dapat bermain dengan bebas, namun aman dari bahaya. Maka dengan berpegang pada ajaran Gereja, kita tetap mempunyai kebebasan dalam menginterpretasikan ayat-ayat Kitab Suci, namun kita dapat yakin bahwa interpretasi kita tidak salah, ataupun tidak bertentangan dengan kebenaran yang diwahyukan. Keyakinan ini merupakan karunia yang diberikan kepada kita, jika kita setia berpegang pada pengajaran Gereja yang disampaikan oleh Magisterium (Wewenang mengajar Gereja). Magisterium inilah yang bertugas menginterpretasikan Sabda Allah dengan otentik, baik yang tertulis (Kitab Suci) maupun yang lisan (Tradisi Suci), dengan wewenang yang dilakukan dalam nama Tuhan Yesus.[14] Maka Magisterium tidak berada di atas Sabda Allah melainkan mengabdi kepadanya, dengan kesetiaan untuk meneruskan Sabda itu sesuai dengan yang diterima oleh para rasul.

Memahami Tipologi

Bukan menjadi kebetulan bahwa lebih dari dua per tiga bagian dari Kitab Suci adalah Perjanjian Lama (Perjanjian Baru hanya sepertiga bagian). Ini menunjukkan bahwa Perjanjian Lama mengambil bagian yang cukup penting di dalam Kitab Suci, yang akhirnya dipenuhi di dalam Perjanjian Baru. Maka, Gereja Katolik mengajarkan bahwa “Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru.”[15] Maka Perjanjian Baru (PB) perlu dibaca dalam terang Perjanjian Lama (PL) dan demikian pula sebaliknya.

Tipologi maksudnya adalah bahwa PL merupakan tanda/ tipe yang dipenuhi maknanya di dalam PB. Tipologi menerangkan bagaimana Kristus dan Gereja-Nya telah dinyatakan secara figuratif di dalam PL. Beberapa contoh yang cukup jelas adalah:

  1. Dalam Yoh 3:14 Yesus sendiri mengajarkan bahwa “Ular [tembaga] yang ditinggikan di padang gurun” yang disebutkan dalam Bil 21:9 melambangkan penyaliban-Nya di gunung Golgota.
  2. Dalam Mat 12:40, Yesus mengajarkan bahwa masa 3 hari Nabi Yunus berada di dalam perut ikan besar, merupakan gambaran dari 3 hari Yesus berada di dalam kubur, sebelum kebangkitan-Nya.
  3. Dalam Luk 24:26-27, sewaktu Yesus menampakkan diri kepada para murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus, Ia sendiri menghubungkan isi Kitab Suci [Perjanjian Lama] yang dipenuhi di dalam diriNya sebagai Mesias yang menderita, wafat dan bangkit dengan mulia [dalam Perjanjian Baru].
  4. Dalam 1Pet 3:19-21, Rasul Petrus menyatakan bahwa air bah pada jaman Nabi Nuh merupakan gambaran Pembaptisan.
  5. Dalam Rom 5:14, Rasul Paulus menyebutkan bahwa manusia pertama Adam adalah “gambaran” dari Kristus, [dengan Kristus sebagai manusia sempurna]; sebab dosa datang karena Adam, dan keselamatan datang karena Kristus, Putera Allah yang menjelma menjadi manusia.

Mari membaca Pesan Kasih Allah yang lengkap dengan benar

Setelah mengetahui apa itu Kitab Suci, mengapa dan bagaimana kita harus membacanya, mari kita berusaha membaca dan merenungkannya setiap hari. Membaca Kitab Suci dengan memperhatikan kaitan ayat yang satu dengan yang lain dalam keseluruhan Alkitab yang mencakup Perjanjian Lama dan Baru adalah sikap yang dianjurkan oleh Gereja, agar kita tidak salah menginterpretasikannya. Ibaratnya, jika kita ingin mengerti alur cerita yang lengkap dalam film, maka kita tidak dapat melihat hanya awalnya saja atau akhirnya saja. Demikian juga, jika kita ingin memahami Kitab Suci, kita harus melihatnya dalam konteks keseluruhan agar dapat memahami maksudnya. Juga kita harus melihat kaitan Kitab Suci dengan Tradisi Suci dan ajaran/doktrin Gereja, terutama untuk memahami ayat-ayat yang “sulit” kita pahami dengan pengertian sendiri.

Akhirnya, untuk membaca Alkitab, mari kita memohon bimbingan Roh Kudus, yaitu Roh yang sama yang mengilhami penulisan Wahyu Allah, dan Roh yang sama yang membimbing Gereja untuk mengiterpretasikan Wahyu Allah itu. Semoga Roh Kudus membimbing kita agar semakin memahami rahasia kasih Allah yang telah dinyatakan secara bertahap di sepanjang sejarah manusia sampai pada kepenuhannya di dalam Yesus Kristus. “Mari, Allah Roh Kudus, terangilah kami agar dapat menerima misteri kasih-Mu dan meresapkannya dalam hati kami…”


[1] Dei Verbum 3, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Vatikan II, “Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui sabda-Nya (lih. Yoh 1:3), serta melestarikannya, dalam makhluk-makhluk [ciptaan-Nya] senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia (lih. Rom1:19-20).

Rom 1:19-20, “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-nya, yaitu kekuatan –Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.”

[2] Dikatakan sebagai wahyu umum karena diberikan kepada umum/publik agar diterima dan berlaku untuk umum.

[3] Tradisi Gereja mengajarkan bahwa wahyu umum berakhir dengan Kristus dan para rasulNya, maka sesudah itu tidak akan ada lagi pernyataan wahyu umum. Maka Paus Pius X mengecam mereka yang berpendapat bahwa akan ada lagi wahyu yang baru “New Revelations”, ataupun pendapat bahwa wahyu tersebut tidak berakhir dengan para rasul. (H. Denzinger 2021). KGK 66 mengutip Dei Verbum 4, mengatakan, “Tata penyelamatan Kristen sebagai suatu perjanjian yang baru dan definitif tidak pernah akan lenyap, dan tidak perlu diharapkan suatu wahyu umum baru, sebelum kedatangan yang jaya Tuhan kita Yesus Kristus.” Namun KGK 67 melanjutkan, bahwa dalam peredaran waktu, terdapat apa yang disebut sebagai “wahyu pribadi”, yang beberapa diantaranya diakui oleh Gereja, namun tidak termasuk dalam perbendaharaan iman, sebab fungsinya bukan untuk menyempurnakan wahyu Kristus, tetapi untuk membantu umat beriman untuk menghayatinya lebih dalam lagi.

[4] Wahyu umum yang tertera di Kitab Injil disampaikan dengan dua cara, seperti yang dikatakan dalam KGK 76: Sesuai dengan kehendak Allah terjadilah pengalihan Injil atas dua cara:

· Secara lisan “oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari.

· Secara tertulis “oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rauli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan.”

[5] Dei Verbum 9, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Vatikan II, “Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh ilahi.”

[6] Dei Verbum 9, “….Oleh Tradisi Suci sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia.”

[7] Dei Verbum 9, “Dengan demikian gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui kitab suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi maupun Kitab suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama.”

[8] Dei Verbum 21, “Sebab dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di sorga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nya dan berwawancara dengan mereka. Adapun demikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta kekuatan, dan bagi putera-puteri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Oleh karena itu bagi Kitab suci berlakulah secara istimewa kata-kata: “Memang sabda Allah penuh kehidupan dan kekuatan” (Ibr4:12), “yang berkuasa membangun dan mengurniakan warisan diantara semua para kudus” (Kis 20:32; lih. 1Tes 2:13).

[9] Dei Verbum 25, Oleh sebab itu semua rohaniwan, terutama para imam Kristus serta lain-lainnya, yang sebagai diakon atau katekis secara sah menunaikan pelayanan sabda, perlu berpegang teguh pada Alkitab dengan membacanya dengan asyik dan mempelajarinya dengan saksama. Maksudnya jangan sampai ada seorang pun diantara mereka yang menjadi “pewarta lahiriah dan hampa sabda Allah, tetapi tidak mendengarkannya sendiri dalam batin”[38]. Padahal ia wajib menyampaikan kepada kaum beriman yang dipercayakan kepadanya kekayaan sabda Allah yang melimpah, khususnya dalam Liturgi suci. Begitu pula Konsili suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan sering kali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp3:8).

[10] Diterjemahkan dari St. Jerome, Commentary on Isaiah, Prol. PL 24, 17, “Ignorance of Scriptures is ignorance of Christ.” Seperti dikutip dalam Dei Verbum 25

[11] KGK 111. Katekismus Gereja Katolik (KGK) menjabarkan cara membaca Kitab Suci pada paragraf 101-133. Lihat juga Dei Verbum 12

[12] Lihat KGK 112-114

[13] KGK 113, Dei Verbum 16

[14] Lihat Dei Verbum 10.

[15] KGK 129

29 COMMENTS

  1. Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid
    Ada yang mau saya tanyakan mengenai Mazmur 103.

    Kalau berdasarkan: http://www.latinvulgate.com/lv/verse.aspx?t=0&b=21&c=103
    Maka jumlah ayat dalam Mazmur 103 ada 35 ayat.

    Sedangkan kalau berdasarkan: http://www.sabda.org/alkitab/av/?kitab=19&pasal=103
    Maka jumlah ayat dalam Mazmur 103 ada 22 ayat.
    Jumlah ayat ini sama dengan Alkitab yang saya punya di rumah (keluaran LAI).

    Bagaimana penjelasannya mengenai hal ini?
    Mohon bimbingannya.

    Salam Damai dalam Kristus Tuhan.
    Emmanuela

    • Shalom Emmanuela,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Mazmur 103 (Vulgate) dan 103 (LAI). Karena Vulgate dan Douay Rheims (terjemahan Inggris dari Vulgate) diterjemahkan dari Septuagint (dalam bahasa Yunani), maka ada perbedaan penomoran bab. Jadi, kalau di LAI, Mzm 103:1-22, maka perbandingannya anda harus melihat Mzm 102:1-22 di Vulgate atau Douay Rheims. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Bapak pengasuh Katolisitas

    Mohon tanya :
    1. Apakah Alkitab itu ? Apakah itu benar Firman Allah yang ditulis buat kita manusia ?
    2. Apa faedah Alkitab bagi kita ? Apakah Alkitab akan menuntun kita kepada Allah dan apakah Alkitab mempunyai kuasa untuk melepaskan kita dari hukuman dosa ?
    3. Sesudah diampuni dan dilepaskan dari dosa, apa selanjutnya yang diajarkan Alkitab bagi kita ?
    4. Apa gunanya Alkitab bagi kehidupan kita sehari-hari ?

    Terima kasih
    Superiadi Ginting

    • Shalom Superiadi Ginting,

      Sebenarnya sebagian besar pertanyaan anda sudah dibahas di artikel ini, silakan klik.

      1. Kitab Suci adalah Wahyu Ilahi –yaitu wahyu Allah yang khusus diberikan kepada manusia agar manusia dapat mengenal siapa diri-Nya dan rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia– yang disampaikan secara tertulis di bawah inspirasi Roh Kudus. (lihat Dei Verbum, 9). Ya, Wahyu Allah ini ditulis untuk manusia.

      2. Faedahnya Kitab Suci:  “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim 3:16) agar kita yang menjadi umat-Nya diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (penjabarannya ada di point 2, di artikel di atas).

      Yang menuntun kita kepada Allah adalah Kristus, dan yang mempunyai kuasa untuk melepaskan kita dari hukuman dosa adalah Kristus. Namun Kristus yang adalah Sang Sabda Allah ini memberikan ajaran-ajaran-Nya dan ajaran ini ditulis dalam Kitab Suci, sehingga kita para murid Kristus yang mau hidup seturut kehendak-Nya, perlu dan bahkan harus, untuk membaca, merenungkan dan melaksanakan apa yang tertulis dalam Kitab Suci.

      3. Sesudah diampuni dan dilepaskan dari dosa melalui Pembaptisan, kita harus, seperti yang diajarkan oleh Kitab Suci adalah hidup di dalam Kristus (lih. Rom 6:11), yaitu menolak dosa, mengejar kesempurnaan/ kekudusan (1 Ptr 1:16) dengan melakukan perintah Tuhan yang utama, yaitu mengasihi Tuhan dan sesama, dan menerima rahmat-Nya yang terus tercurah dalam Gereja-Nya melalui sakramen- sakramen.

      4. Maka gunanya Kitab Suci bagi kehidupan sehari- hari, adalah sebagai penuntun langkah hidup kita, sebagai pelita (lih. Mzm 119:105) dan penjabaran gunanya sudah dibahas di point 2 di atas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Shalom Yulius,
      Sementara menunggu jawaban dari Romo Boli, saya menjawab terlebih dahulu. Jika nanti ada tambahan dari beliau nanti akan saya sertakan.
      Maksud pembacaan 5 atau 9 bacaan Kitab Suci dalam Misa Sabtu Malam Paskah adalah untuk mereungkan Misteri Paskah yang memang tidak terlepas dari keseluruhan sejarah manusia. Misteri Paska Kristus menjadi penggenapan akan janji Allah seperti yang telah tercatat dalam Perjanjian Lama dan dinyatakan dalam Perjanjian Baru: 1) Penciptaan manusia pertama, kejatuhan mereka ke dalam dosa dan janji Tuhan akan Penyelamat yang akan mengalahkan kuasa Iblis; 2) Pembebasan manusia dari belenggu penjajahan dosa, seperti halnya Allah membebaskan bangsa pilihan-Nya, Israel, dari penjajahan Mesir; 3) Yesus adalah Sang Penyelamat yang telah dinubuatkan para nabi, 4) Pengajaran para rasul tentang makna Misteri Paska: yaitu mati terhadap dosa dan hidup di dalam Kristus, 5) Perikop dalam Injil tentang Kebangkitan Kristus itu sendiri.
      Sedangkan dalam 9 bacaan secara lebih mendetail disampaikan juga saat Yesus memilih Abraham sebagai Bapa bangsa pilihan-Nya, beberapa kutipan- kutipan PL tentang nubuat para nabi tentang Kristus sebagai Mesias.
      Dengan merenungkan bacaan- bacaan ini diharapkan kita semakin menghayati makna Paska, yang bukan merupakan peristiwa yang berdiri sendiri, tetapi peristiwa yang adalah penggenapan akan janji keselamatan Allah yang sudah direncanakan Allah sejak awal mula dunia. Pada malam Paska itu pula kita diingatkan akan janji Baptis kita, untuk sungguh hidup di dalam Tuhan Yesus, yaitu, bahwa kita telah mati terhadap dosa untuk hidup baru bersama Dia. Misteri Paska ini dihadirkan kembali di tengah kita, Gereja-Nya, setiap kali kita merayakan Ekaristi, di mana kita mengenang sengsara, wafat, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga, sampai Ia datang kembali di akhir jaman nanti.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Yulius yth,

      Ada 9 Bacaan pada perayaan Sabtu Paskah karena merupakan Vigili dengan sebutan khusus “Ibu dari segala vigili”. Vigili berasal dari kata Latin vigilia (kata benda: jaga malam) atau vigilare (kata kerja: berjaga malam) yang dilalui dengan membaca dan merenungkan Sabda Tuhan sambil berdoa dan bernyanyi menantikan perayaan pada saat matahari terbit atau pada siang hari berikutnya. Sembilan Bacaan itu dipilih khusus untuk mendengar dan merenungkan seluruh sejarah keselamatan mulai dari Penciptaan semesta alam dan makluk hidup hingga puncak pelaksanaan rencana keselamatan dalam Yesus Kristus: penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya. Variasi bacaan, petugas (8 lektor dan pembaca Injil), variasi gerak (duduk untuk mendengarkan penuh hormat, lalu berdiri untuk berdoa), variasi doa dan mazmur tanggapan dapat menggerakkan umat untuk terus berjaga meski letih dan mengantuk. Sering bacaan-bacaan itu dikurangkan dengan alasan letih dan mengantuk, namun hendaknya ditemukan cara-cara yang tepat untuk membuat orang terus berjaga, dan bila ada yang mengantuk (anak-anak atau orang dewasa yang letih-lesu) tak perlu dipandang sebagai gejala yang mengecewakan, karena itu juga merupakan bagian dari vigili, ada yang terus berjaga ada yang mengantuk, tetapi sesudah beberapa waktu kembali berjaga-jaga lagi. Sabtu Paskah hanya sekali setahun, puncak dari semua perayaan tahunan, dan hendaknya tidak dijadikan sebagai hari Sabtu yang biasa.

      Salam dan doa. Gbu.
      Pst. Bernardus Boli Ujan, SVD.

  3. Pak Stef dan Ibu Ingrid,
    Mengingat Anda berdua pernah tinggal di Amerika. Saya ingin tanya Alkitab berbahasa Inggris yang terbitan mana yang baik untuk di miliki. Karena saya bingung dengan embel – embel d belakangnya seperti Revised Edition, Catholic Revised Edition, ada RSV, NRSV. Belum lagi ada tambahan tulisan with Deuterocanonical/Apocrypha. Apakah itu kitab Apokrif? Mohon petunjuknya.

    Selain itu saya ingin menanyakan apa bedanya Holy Bible biasa dengan Catholic Study Bible? Apakah dalam Study Bible ada penjelasan tambahan?

    Terima kasih.
    Edwin

    [dari katolisitas: Anda dapat membeli RSV – Catholic Edition dan untuk study bible, dapat dibeli: Navarre Bible atau Ignatius Study Bible (Hanya New Testament saat ini).]

  4. Saya ingin bertanya untuk pembacaan Kitab Suci dalam Liturgi Sabda Perayaan Ekaristi, misalnya diawali dengan: Pembacaan dari Kitab Amsal atau Pembacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus atau Surat Rasul Paulus kepada Titus. Namun sering kali Lektor membaca bagian judul perikop kemudian langsung bacaan Kitab Suci. Manakah yang lebih tepat?

    Bab dan ayat apakah perlu disebutkan?

    Dan biasa diakhiri dengan Demikianlah sabda Tuhan.

    Terima kasih.

    • Julianti Yth,

      Yang lebih tepat adalah:

      Bacaan dari Kitab Amsal atau Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus atau Surat Rasul Paulus kepada Titus, tanpa menyebut bab dan ayatnya.
      Kalimat sebelum perikop tidak harus dibacakan tetapi boleh dibacakan karena memperlihatkan isi pokok dari bacaan. Bab dan ayat tidak perlu dibacakan karena merupakan informasi tambahan. Perhatian umat hendaknya langsung diarahkan kepada teks bacaan, bukan kepada informasi tambahan.

      Salam dan doa. Gbu.
      Rm. Boli

  5. Pengasuh Katolisitas

    Mohon tanya :
    Bagaimana caranya mempelajari Alkitab dengan baik dan benar ?
    Apakah setiap orang bisa mempelajarinya sesuai dengan kehendak Tuhan ?

    Terima kasih, mudah2an saya bisa menerima jawabannya dari situs ini

    Aaron

    • Shalom Aaron,

      1. Gereja Katolik mengajarkan agar Kitab Suci dibaca dengan terang Roh Kudus yang sama dengan Roh Kudus yang mengilhami sang penulis Kitab menuliskan Kitab itu.

      Konsili Vatikan II mengajarkan 3 cara yang harus diperhatikan untuk menafsirkan Kitab Suci sesuai dengan Roh Kudus yang mengilhaminya:

      1. Memperhatikan isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci.
      2. Membaca Kitab Suci dalam terang tradisi hidup (Tradisi Suci) seluruh Gereja.
      3. Memperhatikan “analogi iman”.

      Lebih lanjut penjelasan akan ketiga hal ini, sudah pernah ditulis di artikel di atas, silakan klik

      Selanjutnya tentang empat prinsip yang harus diperhatikan dalam menginterpretasikan Alkitab, sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik.

      2. Setiap orang yang dengan rendah hati mau mempelajari Kitab Suci dengan memohon bimbingan Roh Kudus, memperhatikan isi keseluruhan Kitab Suci, mempelajari Tradisi Suci dan memperhatikan analogi iman, akan sampai kepada pemahaman makna Kitab Suci seperti yang dikehendaki Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Saya senang membaca isi makalah ini,tp kalau saya bisa minta tolong dikirimkan taks perjajian lama dan perjanji baru.lewat email saya,karena saya pengen sekali memiliki teks alkitab dicomputer saya.sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih. syallooom…

    • Shalom Charles,
      Silakan anda klik di situs Iman Katolik, di sini, silakan klik, untuk mengetahui teks Kitab Suci Perjanjian Lama (dan teks Deuterokanonika) dan Perjanjian Baru.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  7. Salam pak stefanus dan bu ingrid.
    Saya langsung to the point saja, saya ingin menanyakan mengapa di dalam gereja katolik maupun kehidupan Yesus cukup banyak mengandung suatu angka di dalamnya, dalam hal ini angka 3?
    1.Trinitas.
    2. Tri hari suci.
    3. Datangnya 3 raja saat kelahiran Yesus dengan membawa 3 persembahan.
    4. Petrus menyangkal Yesus 3 kali sebelum ayam berkokok 3 kali.
    5. Saat jalan salib Yesus jatuh sebanyak 3 kali.
    6. Yesus bangkit pada hari ke 3.
    7. Doa novena 3 Salam Maria.
    8. Doa angelus dilakukan 3 kali sehari.
    9. Yesus dicobai iblis sebanyak 3 kali.
    10. Saat wafat Yesus berumur 33 tahun.
    11. Saat peristiwa jalan salib, tercatat ada 3 wanita didalamnya : veronika yang membasuh wajah Yesus, ibu2 yang menangisi Yesus, dan Bunda Maria.
    12. Yesus disalib bersama dengan 2 penjahat, menjadi 3 orang jika ditambah Yesus.
    13. Yesus memiliki 3 macam luka saat disalib : di tangan, kaki dan lambung.
    14. Yesus wafat pada jam 3 sore.

    Dari semua hal itu ada 1 persamaan, sama-sama mengandung angka 3 di dalamnya. Itu semua hanya suatu kebetulan belaka? Atau ada suatu penjelasan tentang hal itu?

    Thanx..
    Gbu…

    • Shalom Ferdy Okta,

      Dalam kehidupan ini kita mengetahui bahwa angka tiga menunjukkan kesempurnaan. Misalnya dalam alam benda saja, kita melihat bahwa kesempurnaan jika kita dapat melihatnya dalam tiga dimensi. Dengan tiga dimensi, kita melihat keseluruhan benda yang dimaksud, tidak hanya tampak penampangnya saja, tetapi juga kedalaman ataupun ketebalannya. Maka angka tiga memang mempunyai konotasi keseluruhan, kepenuhan, solid, riil dan substansial.

      Allah kita adalah Allah yang sempurna (Mat 5:48), maka dalam menyatakan DiriNya dan kasih-Nya kepada kita, Ia memilih kesempurnaan sebagai buktinya. Maka tak mengherankan bahwa angka tiga banyak dipilih oleh Allah untuk pernyataan- pernyataan di dalam Kitab Suci, yang dimulai dengan pernyataan Diri-Nya sendiri sebegai Satu Allah dengan Tiga Pirbadi, untuk menyatakan kepenuhan/ kesempurnaan Diri-Nya sebagai Allah. Tentang Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Selanjutnya pernyataan- pernyataan yang melibatkan angka tiga di Kitab mengacu kepada kepenuhan/ kelengkapan dari tindakan ataupun kejadian yang dimaksud. Jadi angka tiga dalam Kitab Suci memang bukan merupakan kebetulan, tetapi memang dimaksudkan untuk menujukkan kegenapan/ kelengkapan dari maksud yang ingin disampaikan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. Pa Stef, Bu Ingrid dan Romo
    Shalom.
    Terimaksih atas pelayanannya melalui web ini, karena melalu web ini, Yesus sang Sabda yang hidup benar bersabda dan menjawab beberapa pertanyaan di pikiran saya.
    Saya ada 2 pertanyaan terkait Kitab suci.
    1. Dalam perjanjian lama terkesan Allah sebagai Allah penghukum terhadap kesalahan umaNya (walaupun dalam beberapa perikop juga ditemukan Allah yang penuh Kasih), yang sangat kontrast dengan perjanjian baru, dimana Yesus memperkenalkan Allah yang penuh kasih, yang mengmpuni dan menyebutNya sebagai Bapa.
    2.Paulus berkali kali menekankan tentang kesia – siaan hukum Taurat, dan mengkontrastkan dengan ajarannya i.e ttg sunat (walaupun saya sendiri setuju dengan ajaran Paulus, bahwa yang menyelamatkan bukan sunat jasmani, namun sunat hati, seperti yang tertulis dalam efesus), namun Yesus sendiri pun mengatakan Ia tidak membatalkan HK Taurat namun menggenapinya, dan kalau tdk salah Yesus mengatakan celakalah orang yang menghapus satu titik saja dari HK Taurat.
    tolong penjelasannya
    Terimakasih
    [Dari Admin Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

  9. shalom
    saya senang sekali dengan penjelasan tentang pengenalan tentang Kitab Suci. memang untuk mengenal kitab suci kita juga harus mengetahui tentang wahyu

    saya tertarik dengan kutipan diatas “Kitab Suci adalah Wahyu ilahi yang disampaikan secara tertulis di bawah inspirasi Roh Kudus.[5] Inilah definisi dari Kitab Suci.”,menurut pendapat saya ada perbedaan mendasar antar wahyu dengan kitab suci,

    wahyu adalah Allah sendiri yang menyatakan rahasia penyelamatannya, dengan cara Allah sendiri yang menyapa manusia, yang berbicara dengan manusia, yang berhubungan secara pribadi dengan manusia, dan hal itu tergenapi pada pribadi Yesus.

    Kitab suci adalah kesaksian iman Israil dan Gereja awal yang ditulis, Para penulis Kitab Suci bukanlah orang-orang yang menerima wahyu, mereka adalah orang beriman yang mengartikan peristiwa peristiwa sejarah, khususnya peristiwa Yesus, sebagai sapaan Allah yang berkehendak menyelamatkan manusia.

    Jadi Wahyu bukan kitab ( Yesus tidak pernah meninggalkan tulisan tentang ajaran-ajarannya), tetapi pribadi Allah sendiri yang menjadi nyata dalam diri Yesus. memang melalui Kitab suci kita dapat mengenal Allah dan rencana-rencanya.

    • Shalom Thom,

      Terima kasih atas tanggapannya tentang perbedaan wahyu dan Kitab Suci. Untuk membahas tentang hal ini, maka kita harus menyetujui tentang definisi dari wahyu.

      Catholic Encyclopedia menyatakan "Revelation may be defined as the communication of some truth by God to a rational creature through means which are beyond the ordinary course of nature."

      Dengan definisi ini kita tahu bahwa wahyu (revelation) bukanlah terbatas pada Allah sendiri, namun pada kebenaran yang disampaikan oleh Allah. Karena Kitab Suci adalah merupakan suatu cara yang dipergunakan oleh Allah untuk menyatakan kebenaran dan hakekat Allah sendiri, maka kita dapat menyebutkan bahwa Alkitab adalah wahyu Ilahi. Dan wahyu Allah dinyatakan melalui para nabi, para rasul, dan terutama Allah menyatakan Diri-Nya sendiri dalam diri Yesus Kristus.

      Sedangkan mengenai Alkitab:

      Catholic Encyclopedia mendefinisikan: "The English word “bible” is a descendant of the Old French term bible, which stems from the Latin biblia, similar to the Greek biblia, from byblos meaning papyrus (a form of “paper” common in antiquity). In the singular the term means a book, while the plural biblia (Greek) means a collection of books.
      In Roman Catholicism “Bible” refers to Sacred Scripture, which, together with Sacred Tradition, contains and is the Word of God, the source of revelation about God’s person and will, and together they form a part of the Rule of Faith.

      Sacred Scripture has one author, God. Yet God made use of the authors of Scripture as true authors to communicate revelation by means of inspiration from the Holy Spirit. Therefore, this one book (Sacred Scripture) has one author (God); however, the one book is a collection of books written in diverse literary forms, each with its own individual human author. This collection is “canonical” in that it contains the public expression of the mysteries of the Faith and measures or assesses the authenticity of new and vigorous expressions of the Church’s Faith."

      Katekismus Gereja Katolik (KGK 101-103):
      101 "Untuk mewahyukan Diri kepada manusia, Allah berbicara dalam kebaikan-Nya kepada manusia dengan bahasa manusiawi: "Sabda Allah yang diungkapkan dengan bahasa manusia, telah menyerupai pembicaraan manusiawi, seperti dahulu Sabda Bapa yang kekal, dengan Mengenakan daging kelemahan manusiawi, telah menjadi serupa dengan manusia" (DV 13)."
      102 "Melalui kata-kata Kitab Suci, Allah hanya mengatakan satu kata: Sabda-Nya yang tunggal, dan di dalam Dia Ia mengungkapkan Diri seutuhnya: (Bdk. Ibr 1:1-3.) "Sabda Allah yang satu dan sama berada dalam semua Kitab; Sabda Allah yang satu dan sama bergaung dalam mulut semua penulis Kitab yang suci. Dan karena sejak awal Ia adalah Allah pada Allah, Ia tidak membutuhkan suku-suku kata, karena Ia tidak bergantung pada waktu" (Agustinus, Psal. 103,4,1)."
      103 "Dari sebab itu Gereja selalu menghormati Kitab-Kitab Suci sama seperti Tubuh Kristus sendiri. Gereja tak putus-putusnya menyajikan kepada umat beriman roti kehidupan yang Gereja terima baik dari meja Sabda Allah, maupun dari meja Tubuh Kristus Bdk. DV 21."

      Dari pengertian di atas, maka Alkitab bukan hanya kesaksian iman Israel dan Gereja awal, namun lebih daripada itu, Tuhan sendiri yang menjadi pengarang dari Alkitab, dengan cara memberikan inspirasi Roh Kudus kepada para pengarang Alkitab, sehingga para pengarang Alkitab dapat mengkomunikasikan wahyu Allah.

      Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  10. Yth Katolisitas,

    Saya ingin bertanya tentang Bacaan Misa Sabtu Paskah, biasanya digunakan 5-9 bacaan Kitab Suci. Dari Kitab Kejadian hingga surat2 rasul Paulus. Bisa tolong informasinya diambil dari kitab/surat, bab dan ayat sesuai dengan urutannya (bacaan pertama: Kejadian, bacaan kedua: Keluaran, setelah itu..?) saya baca kalender liturgi di rumah/buku renungan tidak menemukan yang lengkap.

    Terima kasih.

    • Shalom Chris,

      Berikut ini daftar bacaan Kitab Suci untuk Misa Sabtu Malam Paska:

      1. Untuk alternatif 5 bacaan:

      Bacaan 1: Kej 1:1-2:2; Mzm 104 atau Mzm 33

      Bacaan 2: Kel 14:15- 15:1; Kel 15:1-2, 3-4, 5-6, 17-18

      Bacaan 3: Yes 54:5-14; Yes 12:2-3,4,5-6

      Bacaan 4: Rom 6:3-11;  Mzm 118

      Bacaan Injil: Mrk 16:1-7

      2. Untuk alternatif 9 bacaan:

      Bacaan 1: Kej 1:1-2:2;  Mzm 104 atau Mzm 33

      Bacaan 2: Kej 22:1-18;  Mzm 16

      Bacaan 3: Kel 14:15-15:1;  Kel 15:1-2, 3-4, 5-6, 17-18

      Bacaan 4: Yes 54:5-14;  Mzm 30

      Bacaan 5: Yes 55:1-11;  Yes 12:2-3,4,5-6

      Bacaan 6: Bar 3:9-15, 32-4:4; Mzm 19

      Bacaan 7: Yeh 36:16-17a, 18-28; Mzm 42; 43 (jika tidak ada Pembaptisan Yes 12:2-3,4, 5-6 atau Mzm 51)

      Bacaan 8: Rom 6:3-11; Mzm 118

      Bacaan Injil: Markus 16:1-7;

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

  11. Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid. Terima kasih atas penjelasan ttg Kitab Suci. Bolehkah saya menyimpulkan seperti berikut ini? Wahyu itu adalah karya penyelamatan Allah yang memuncak pada Yesus Kristus. Kitab Suci adalah kesaksian tertulis dari para tokoh iman sejak Israel kuno dulu mengenai Allah Yahweh sampai zaman Gereja mengenai Allah yg mewahyukan diri dalam Kristus oleh Roh Kudus. Tradisi adalah hal-hal atau cara-cara Gereja Katolik meneruskan / memberitakan kasih Allah yang selalu menyertai manusia yaitu Yesus Kristus itu, melalui sakramen-sakramen dan praktek-praktek hidup Gereja Katolik. Apakah kesimpuln saya itu tepat menurut Pak Stef dan Bu Ingrid? Atas tanggapannya saya ucapkan banyak terima kasih. Semoga Pak Stef dan bu Ingrid sukses studi. Shalom: Isa Inigo

    • Shalom Isa Inigo,
      Ya benar, bahwa Kitab Suci adalah wahyu Ilahi yang tertulis, dituliskan oleh para tokoh iman pilihan Allah dengan bimbingan inspirasi Roh Kudus (lihat KGK 81). Karena itu, menurut Dei Verbum 11, (Konsititusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi, Vatikan II) Kitab Suci, … "mempunyai Allah sebagai pengarangnya, serta dalam keadaannya demikian itu diserahkan kepada Gereja[17]. Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri[18], supaya – sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka[19], – semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh[20]

      Tentang Tradisi Suci, inilah pengertian lengkapnya:

      1) KGK 83:
      "Tradisi yang kita bicarakan di sini, berasal dari para Rasul, yang meneruskan apa yang mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Generasi Kristen yang pertama ini belum mempunyai Perjanjian Baru yang tertulis, dan Perjanjian Baru itu sendiri memberi kesaksian tentang proses tradisi yang hidup itu.
      Tradisi-tradisi teologis, disipliner, liturgis atau religius, yang dalam gelindingan waktu terjadi di Gereja-gereja setempat, bersifat lain. Mereka merupakan ungkapan-ungkapan Tradisi besar yang disesuaikan dengan tempat dan zaman yang berbeda-beda. Dalam terang Tradisi utama dan di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja, tradisi-tradisi konkret itu dapat dipertahankan, diubah, atau juga dihapus."

      Jadi di sini kita mengetahui bahwa Tradisi Suci ini adalah pengajaran dan contoh yang Para rasul terima dari Yesus, dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Perlu kita ketahui bahwa pada jaman jemaat awal, belum ada Alkitab Perjanjian Baru. Maka pengajaran yang mereka terima merupakan pengajaran dari para Rasul, yang dalam beberapa waktu kemudian sebagian dari pengajaran itu dituliskan, dan menjadi Kitab Perjanjian Baru. Maka dari sini saja kita ketahui bahwa peran Tradisi Suci sangat penting, dan kitab Perjanjian Baru sendiri memberikan kesaksian yang nyata tentang peran Tradisi Suci tersebut. Namun di sini perlu kita bedakan antara Tradisi Suci dan tradisi disipliner dan liturgis yang berkembang di Gereja-gereja setempat, sebab artinya berbeda. Karena Tradisi (huruf besar) berkaitan dengan Doktrin Gereja, sedang tradisi (huruf kecil) itu adalah menyangkut praktek kehidupan beriman yang sifatnya praktis.
      Contoh Tradisi Suci, misalnya adalah pengajaran tentang Credo (Aku Percaya), Doktrin tentang Kristus (Kristologi) dan Maria (Mariologi), Doktrin tentang pendirian Sakramen- sakramen oleh Kristus dan rahmat yang dikaruniakan melalui sakramen tersebut, Doktrin mengenai kehadiran Kristus yang nyata di dalam Ekaristi, dan perayaan Ekaristi sebagai kurban,  doktrin bahwa Gereja didirikan atas kehendak Kristus, doktrin tentang peran utama Bapa Paus dan pengajarannya yang tidak mungkin salah (the primacy and infallibility of the Pope), doktrin tentang Dosa Asal, doktrin tentang jiwa spiritual yang abadi dan atas penghakiman segera setelah kematian, dst.
      Contoh tradisi (huruf kecil), misalnya, tradisi novena, pantang daging setiap hari Jumat, mencium salib pada hari Jumat Agung, dst.

      2) Dei Verbum 8, lebih lanjut menguraikan:

      "Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian yang tiada putusnya. Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lih. 2Tes2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka (lih. Yud 3)[11]. Adapun apa yang telah diteruskan oleh para Rasul mencakup segala sesuatu, yang membantu Umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk berkembang dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya.
      Tradisi yang berasal dari para rasul itu berkat bantuan Roh Kudus berkembang dalam Gereja[12]: sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun kata-kata yang diturunkan, baik karena kaum beriman, yang menyimpannya dalam hati (lih. Luk 2:19 dan 51), merenungkan serta mempelajarinya, maupun karena mereka menyelami secara mendalam pengalaman-pengalaman rohani mereka, maupun juga berkat pewartaan mereka, yang sebagai pengganti dalam martabat Uskup menerima kurnia kebenaran yang pasti. Sebab dalam perkembangan sejarah gereja tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai terpenuhilah padanya sabda Allah.
      Ungkapan-ungkapan para Bapa suci memberi kesaksian akan kehadiran Tradisi itu pun Gereja mengenal kanon Kitab-kitab suci selengkapnya, dan dalam Tradisi itu Kitab suci sendiri dimengerti secara lebih mendalam dan tiada hentinya dihadirkan secara aktif. Demikianlah Allah, yang dulu telah bersabda, tiada hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan melalui Gereja dalam dunia, menghantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran, dan menyebabkan sabda Kristus menetap dalam diri mereka secara melimpah (lih. Kol 3:16)."
      Dari sini kita ketahui bahwa melalui Tradisi Sucilah kita memperoleh kanon Kitab- kitab Suci, (penerapan kitab-kitab yang termasuk dalam Kitab Suci) karena para penerus Rasul-lah yang menentukan, dengan dibimbing oleh Roh Kudus yaitu Roh yang sama yang mengilhami penulisan wahyu ilahi tersebut, untuk menentukan kitab-kitab yang otentik sebagai sumber iman (deposit of faith).

      Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Isa Inigo. Terima kasih atas dukungan anda terhadap website ini.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

      • Yth Katolisitas,

        Bisa kah dijelaskan perbedaan-perbedaan antara depositum fidei, dogma, doktrin, & devosi agar umat lebih mengerti apa yg dapat diubah & tak dapat diubah dalam ajaran & Tradisi Gereja.

        Terima kasih

        Chris

        [dari katolisitas: silakan membaca dua link ini – silakan klik dan klik ini]

  12. Artikel yang menarik.Bila bahagian ke 2? saya tidak sabar2 lagi hendak membacanya.Tahniah.

  13. Menarik sekali penjelasan anda tentang Alkitab. Saya pribadi terkesan dengan ayat Mazmur : “FirmanMu adalah pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”

Comments are closed.