Saudara dan Saudari terkasih di dalam Kristus,
Bacaan hari ini mengajak kita untuk mempertimbangkan analogi seorang penyelam mutiara yang, mengetahui nilai tak terhingga dari suatu harta yang terletak jauh di dalam lautan. Untuk mencapai mutiara tersebut, dia bersedia untuk menavigasi berbagai tantangan, bertahan terhadap segala tekanan, dan berani mengambil risiko. Ini serupa dengan perjalanan kita sebagai murid dan pengikut Kristus. Dimana, kita semua yang diundang untuk mengikuti Nya, harus mau menempuh suatu perjalanan yang mungkin tampak menakutkan dan penuh tantangan, tetapi memiliki imbalan yang luar biasa.
Langkah pertama di dalam mengikuti Kristus adalah dengan mentaati perintah Nya yang terpenting yaitu – untuk kita mencintai Tuhan di atas segalanya. Seperti yang diingatkan oleh St. Agustinus kepada kita, “Tuhan memiliki satu putra di bumi tanpa dosa, tetapi tidak pernah tanpa penderitaan.” Cinta kita kepada Tuhan haruslah begitu kuat, begitu meliputi segala aspek kehidupan kita, sehingga melampaui semua kasih duniawi lainnya. Cinta utama kepada Tuhan ini, haruslah tanpa kompromi dan penuh dengan dedikasi mutlak. Cinta ini mensyaratkan suatu pengorbanan dan kadang keberanian untuk mau berbagi penderitaan di dalam memikul salib Kristus di dalam kehidupan kita sendiri. Ini adalah persyaratan pertama dari seorang pengikut Kristus.
St. Paulus, dalam suratnya kepada Roma, memberi kita metafora yang indah untuk menjelaskan transformasi yang kita alami ketika kita menjadi seorang pengikut Kristus. Sama seperti Kristus yang telah mati dan bangkit kembali, kita juga, dalam perjalanan hidup kita sebagai seorang murid, dipanggil untuk mau mati bagi diri lama kita dan bangkit baru dalam kehidupan kebenaran Kristus. Kelahiran baru ini mensyaratkan penyerahan diri kita secara total kepada Kristus dengan mau menanggalkan diri kita yang lama dan penuh dosa. Kita tidak boleh mentoleransi dosa dalam bentuk apa pun, dan kita pun harus mau untuk menyerahkan diri kita seutuhnya supaya Kristus dapat sungguh memberi perubahan dan kehidupan baru bagi kita. Ini adalah persyaratan kedua dari menjadi murid.
Melalui kisah nabi Elisa, kita menemukan padanya perwujudan dari seorang murid yang sejati. Kehidupannya menunjukkan kepada kita apa artinya menjadi seorang hamba Tuhan, seorang nabi. Seperti yang diajarkan dalam Injil Matius, ketika kita menerima seorang hamba Tuhan, kita tidak hanya menerima mereka, tetapi juga Dia yang mengutus mereka. Kita dipanggil untuk membuka hati kita kepada ajaran dan kebijaksanaan mereka, dan ini mensyaratkan kita untuk mau menjadi rendah hati dan bersedia untuk belajar dan tumbuh di dalam bimbingan mereka yang sudah diutus Tuhan.
Namun, kita tidak sendirian dalam perjalanan ini. Saat kita berjalan bersama mengikuti Kristus, kita harus nya saling mendukung satu sama lain, belajar dari satu sama lain, dan berbagi dalam perjuangan dan kemenangan satu sama lain. Perjalanan komunal ini, penguatan yang saling mendukung ini, haruslah selalu ada di hati dan iman kita bersama.
Janganlah kita lupa bahwa perjalanan kita menjadi murid sejati Kristus adalah suatu perjalanan yang berkelanjutan yang harus senantiasa kita jalani sampai ahir hayat kita. Perjalanan ini membutuhkan komitmen sehari-hari, pengukuhan cinta kita kepada Tuhan dan keinginan kita untuk senantiasa mengikuti ajaran-Nya setiap saat. Seperti yang dikatakan oleh St. John Chrysostom, “Ini bukanlah satu pertempuran tunggal, tetapi perang yang konstan dan tanpa henti.”
Oleh karena itu, kita boleh bersuka cita dan ber besar hati, karena setiap langkah yang kita ambil akan membawa kita semakin dekat ke Bapa kita, ke kasih ilahi yang memberi kekuatan bagi kita semua.
Akhirnya, Saudara dan Saudari, marilah kita ingat bahwa meskipun perjalanan menjadi seorang murid Kristus mensyaratkan berbagai hal yang tidak mudah, imbalan yang akan kita terima sungguhlah tak ternilai. Setiap pengorbanan yang kita buat, setiap diri lama yang kita mau tinggalkan, setiap hamba Tuhan yang kita terima, akan membawa kita semakin dekat kepada Tuhan dan kepada imbalan abadi Nya yang menunggu kita di kerajaan-Nya di surga.
Seperti yang dikatakan oleh St. Ignatius dari Loyola, “Ambillah, Tuhan, dan terimalah segala kebebasanku, ingatanku, pengertianku, dan seluruh kehendakku, semua yang aku miliki dan dapat aku miliki … Engkau telah memberikan semuanya kepadaku. Kepada-Mu, ya Tuhan, aku kembalikan itu. Berikanlah aku, hanya rahmat dan kasihMu”
Semoga kita menjadi seperti sang penyelam mutiara, yang bersedia untuk menghadapi tantangan karena kita mengerti harta tak ternilai yang menanti kita. Saat kita melanjutkan perjalanan dalam iman, mari kita ingat bahwa persyaratan kita untuk menjadi pengikut Kristus sesungguhnya membawa kita ke hidup yang lebih dekat dengan Tuhan, dan ini akan senantiasa menjadi suatu hadiah yang tak terukur. Mari kita simpan kata-kata St. Ignatius dari Loyola ini dekat di hati kita, “Bukan kayu terbaik yang memanaskan api Cinta Ilahi, tetapi kayu Salib.”
Marilah kita berani dan mau untuk memikul salib dan menjadi nyala yang membangkitkan cinta ilahi di dunia. Amin.