[Berikut ini adalah pertanyaan/ pernyataan yang mewakili perkiraan sejumlah umat Protestan tentang peristiwa pemberontakan Lucifer dalam kaitannya dengan penciptaan bumi. Pandangan ini tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dan tim Katolisitas akan menyampaikannya mengapa demikian].

Pertanyaan:

Jumat, 26 Maret 2010
Salam dalam kasih Yesus Kristus
Hormat saya, Fajar Yehuda
27 Maret 2010

Alkitab dan juga para hamba Tuhan menyatakan bahwa pemberontakan terhadap Allah pertama kali dilakukan oleh seorang penghulu malaikat bernama Lucifer oleh karena motivasinya ingin menjadi Allah, kemudian Allah melempar ia dan para pengikutnya ke bumi (baca; Yehezkiel 28: 11-19). Lucifer inilah yang akhirnya dijuluki Iblis. Pada suatu saat, saya berpikir bahwa Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa pemberontakan oleh karena tipu muslihat Iblis, dan peristiwa ini dicatat dalam Kejadian pasal 3. Lalu yang menjadi pertanyaan saya adalah Iblis telah muncul di Taman Eden (di bumi) pada Kejadian pasal 3, hal ini berarti bahwa peristiwa dilemparnya Iblis ke bumi pasti terjadi sebelum penciptaan Adam dan Hawa. Dimanakah ayat Alkitab yang menyatakan penghakiman atas dosa Lucifer dan para pengikutnya? Dan kemungkinan besar ayat itu ada diantara Kejadian pasal 1 dan 2.
Pemaparan Alkitabiah yang akan saya tulis dibawah ini disadur dari buku WAR IN HEAVEN, hal. 22-36 karya Derek Prince.

DUNIA SEBELUM ADAM

Sesudah melakukan perenungan selama beberapa dasawarsa mengenai beberapa ayat pertama pada Kitab Kejadian, saya (Derek Prince, red) tiba pada kesimpulan bahwa penghakiman Allah atas pemberontakan mungkin saja sudah terjadi sebelum enam hari penciptaan sebagaimana digambarkan dalam Kitab Kejadian.

Dalam Kejadian 1: 2, kita diberitahu bahwa bumi “belum berbentuk dan kosong” (dalam bahasa Ibrani; tohu va bohu). Pemeriksaan pada pasal-pasal lain dimana frasa ini [tohu va bohu] digunakan menegaskan bahwa ini selalu menmggambarkan efek dari tindakan penghakiman oleh Allah. Ini menunjukan bahwa penghakiman Allah yang pertama terjadi antara Kejadian 1: 1 dan Kejadian 1: 2. Barangkali ini adalah penghakiman atas pemberontakan Lucifer (Iblis).

Adalah di luar cakupan buku ini untuk menganalisis semua ini secara rinci. Namun saya percaya bahwa ini adalah bidang yang dapat memberi wawasan ketika kita mengadakan doa syafaat dan peperangan rohani. Suatu hal yang berlawanan dengan apa yang dipikirkan oleh orang banyak , pemberontakan tidak dimulai dibumi, melainkan dimulai di surga. Pemberontakan tidak dimulai dengan seorang manusia, tetapi dengan salah satu penghulu malaikat yang dikenal sebagai Iblis, walaupun nama aslinya Lucifer. Terlebih dahulu Iblis merebut sekumpulan malaikat untuk tunduk dibawah kepemimpinannya sebelum ia mengalihkan perhatiannya pada ras manusia.

Dalam bahasa manapun, Lucifer digambarkan sebagai makhluk yang terang, bercahaya dan mulia. Ia disebut sebagai penghulu malaikat. Kata “penghulu” dalam akar bahasa Yunaninya, berarti “memerintah”. Kata yang sama muncul dalam kata archbishop “uskup kepala”, uskup yang mengepalai uskup-uskup lainnya. Jadi, penghulu malaikat adalah malaikat yang memerintah atas malaikat-malaikat lainnya. Jadi, Lucifer adalah salah satu dari penghulu malaikat utama, bersama-sama dengan Mikhael dan Gabriel. Akan tetapi, sampai pada taraf tertentu, Lucifer membuat kesalahan yang berat. Ia menjadi begitu terpaku dengan kemuliaannya sendiri sehingga ia mencoba membuat dirinya menyamai Allah dan berbalik menjadi pemberontakan menentang Pencipta-nya. (Lucifer exposed, hal.4-5).

ALLAH TIDAK MENCIPTAKAN KEKACAUAN

Kembali ke ayat-ayat awal dalam Kitab Kejadian, saya terpaksa menyimpulkan bahwa ada kontras antara kondisi bumi sebagaimana semula diciptakan oleh Allah dalam ayat 1 dan kondisinya seperti yang diuraikan dalam ayat 2:

Ayat 1: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
Ayat 2: Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya.

Bumi seperti yang digambarkan dalam ayat 2 telah menjadi tempat tandus yang gelap, belum berbentuk dan berair. Semua yang saya baca di dalam Alkitab dari ayat itu dan seterusnya meyakinkan saya bahwa ini bukanlah gambaran tentang bumi sebagaimana semula diciptakan oleh Allah. Ia bukanlah “pelaku eksperimen”, Ia adalah Pencipta. Semua tindakan kreatif Allah yang digambarkan di dalam bagian Kitab Suci ini menghasilkan sesuatu yang sempurna. Ciptaan-Nya tidak perlu ditingkatkan atau diperbaiki.

Jadi, jelaslah bahwa penggambaran tentang bumi yang diberikan dalam ayat 2 tidak menggambarkan bumi dalam keadaan semula seperti yang diciptakan Allah dalam ayat 1. Sebaliknya, ini adalah gambaran bumi dalam keadaan jatuh sebagai akibat perkara-perkara yang terjadi antara ayat1 dan 2. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa suatu malapetaka yang dasyat telah terjadi, sesuatu yang mengubah tatanan dan keindahan bumi yang Allah ciptakan pada mulanya dan sebagai akibatnya bumi menjadi tidak berbentuk dan kosong. Kata yang diterjemahkan dalam ayat ini “belum berbentuk” dapat diterjemahkan sama baiknya dengan “menjadi tidak berbentuk.”

Bahasa yang digunakan dalam bahasa Ibrani lebih menarik lagi. “Belum berbentuk dan kosong” adalah terjemahan dari frasa bahasa Ibrani tohu va-bohu. Dua kata yang bersajak ini dirancang untuk digunakan bersama: tohu dan bohu. Berbagai bahasa lain mengandung kata-kata yang berpasangan seperti ini. Dalam bahasa Inggris, misalnya ada frasa yang seperti itu yaitu harem-scarem dan dalam bahasa Indonesia ada frasa serupa yaitu kacau-balau atau porak-poranda.

Frasa bersajak di dalam contoh bahasa Inggris dan Indonesia tersebut serupa dengan frasa Ibrani tohu va-bohu. Ini menggambarkan keadaan yang kacau. Sebenarnya, kata-kata itu sendiri mengandung pengertian atau perasaan dari situasi yang mereka gambarkan. Sekarang marilah kita periksa tempat-tempat lain di dalam Perjanjian Lama dimana kata-kata Ibrani yang sama ini digunakan- tohu dan bohu.

Hanya ada dua perikop lain dimana kedua kata tersebut digunakan bersama-sama. Yang pertama ada di dalam Yesaya 34. Pasal ini menggambarkan penghakiman Allah yang akan datang atas wilayan Edom, yang merupakan nama yang diberikan kepada saudara kembar Yakub, yaitu Esau dan keturunannya. Edom adalah negara di sebelah timur Laut Mati. Kitab Suci mengindikasikan bahwa menjelang penutupan zaman ini akan ada penghakiman Allah yang mengerikan, menyedihkan dan permanen atas wilayah tersebut. Edom akan dihakimi sedemikian rupa sebagai monumen abadi penghakiman Allah untuk semua generasi sesudahnya. Penggambaran sangat jelas;

Sebab TUHAN mendatangkan hari pembalasan dan tahun pengganjaran karena perkara Sion. Sungai-sungai Edom akan berubah menjadi ter, dan tanahnya menjadi belerang; negerinya akan menjadi ter yang menyala-nyala. Siang dan malam negeri itu tidak akan padam-padam, asapnya naik untuk selama-lamanya. Negeri itu akan menjadi reruntukhan turun-temurun, tidak ada orang yang melintasinya untuk seterusnya. (Yesaya 34: 8-10).

Ayat berikut inilah yang mengandung frasa tohu va-bohu :

Burung undan dan landak akan mendudukinya, burung hantu dan burung gagak akan tinggal di dalamnya. TUHAN menjadikannya campur baur [tohu] dan kosong [bohu] tepat menurut rencana-Nya. (ayat 11)

Ini adalah kiasan dari tali pengukur dan bandul pengukur tegak lurus. Dengan tali pengukur ia mengukur secara horizontal, dan dengan bandul ia mengukur secara vertical. Penghakiman Allah diringkas di dalam frasa yang deskriptif ini. Ini akan menjadi tali pengukur “kekacauan” (tohu) dan bandul pengukur tegak lurus “kekosongan” (bohu). Dengan kata lain, akan seperti apakah jadinya? Kehancuran total !!!. Edom akan diserahkan sepenuhnya pada kehancuran yang akan menjadi monumen penghakiman Allah selamanya. Keseluruhan gambarnya adalah gambar kemarahan dan kemurkaan Allah yang dilepaskan dalam penghakiman yang menghancurkan.

Tempat lain dimana kedua kata ini-tohu dan bohu- ditemukan bersama-sama adalah Yeremia 4: 22-23. Di sini kembali kedua kata ini dikaitkan dengan penghakiman. Penghakiman disini digambarkan berhubungan dengan Israel. Dalam Yeremia 4:22. Allah mengungkapkan alasan untuk penghakiman-Nya: “Sungguh, bodohlah umat-Ku itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu.”

Ini adalah gambaran pemberontakan dan kejahatan yang menyebar. Kemudian Yeremia diberi sebuah penglihatan mengenai penghakiman yang akan datang: “Aku melihat kepada bumi, ternyata campu baur [tohu] dan kosong [bohu], dan melihat kepada langit, tidak ada terangnya.” (ayat 23). Di sini kita melihat lagi, “campur baur dan kosong”- tohu dan bohu. Ini adalah gambaran ketandusan yang diakibatkan oleh penghakiman Allah atas kejahatan.

Di dalam Alkitab hanya ada tiga tempat dimana dua kata tohu dan bohu muncul bersama-sama: Kejadian 1: 2, Yesaya 34: 11, Yeremia 4: 23. Kedua nas yang belakangan menggambarkan adegan menakutkan dari kehancuran yang ditimbulkan oleh penghakiman Allah atas kejahatan yang mengerikan. Kita membawa Kejadian 1: 2 secara persis sejalan dengan dua perikop lain ini apabila kita menafsirkannya pula untuk menjadi gambaran penghakiman Allah atas tindakan kejahatan yang di dalam ayat ini tidak diuraikan secara rinci.

Sekarang mari kita periksa beberapa dari perikop di mana tohu digunakan tanpa bohu. Ulangan 32: 10, mengatakan TUHAN menemukan Yakub “di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara.” Kata “tandus” adalah tohu. Keseluruhan gambaran adalah gambaran kehancuran.

Dalam Ayub 6: 18 kita membaca tentang sungai di padang gurun yang mengering dan masuk ke pasir tanpa memberikan apapun kepada siapapun: “Berkeluk-keluk jalan arusnya, mengalir ke padang tandus, lalu lenyap.” Kata “lenyap” adalah tohu. Yang tersisa hanya pasir.

Dalam Ayub 12: 24 dan Mazmur 107: 4 kata tohu diterjemahkan ‘padang belantara’: Ayub 12: 24,“Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara [tohu] yang tidak ada jalannya.”
Mazmur 107: 4, “Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara [tohu], jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan.” Dalam masing-masing kasus ini, penghakiman Allah menghasilkan suatu kondisi yang digambarkan sebagai padang belantara (tohu).

Apabila kita menggabungkan semua perikop yang dikutip di atas ini, kita tiba pada suatu kesimpulan yang berlaku pada semuanya: Perikop-perikop ini menggambarkan hasil dari penghakiman Allah. Ini dapat diterapkan pada Kejadian 1: 2 seperti halnya pada perikop-perikop lain. Kita juga dapat melihat sejumlah kejadian di dalam Kitab Yesaya yang menggambarkan penghakiman Allah atas seluruh bumi: Yesaya 24:1, “Sesungguhnya, TUHAN akan menanduskan bumi dan akan menghancurkannya, akan membalikkan permukaannya dan akan menyerahkan penduduknya.”. Sebagai bagian dari penghakiman total ini, Yesaya melanjutkan dengan mengatakan: “Kota yang kacau riuh [tohu] sudah hancur” (ayat 10). Ini menggambarkan sebuah kota dalam keadaan hancur sebagai akibat dari penghakiman Allah.

Kembali, Yesaya 40: 23 menggambarkan penghakiman Allah atas para penguasa bumi: “Dia yang membuat pembesar-pembesar menjadi tidak ada dan yang menjadikan hakim-hakim dunia sia-sia saja [tohu]!” Dalam Yesaya 41: 29 Allah menggambarkan para penyembah berhala: “Sesungguhnya, sekaliannya mereka seperti tidak ada, perbuatan-perbuatan mereka hampa, patung-patung tuangan mereka angin dan kesia-siaan [tohu].” Dalam setiap kasus, kekacauan adalah hasil dari murka dan penghakiman Allah.

Pernyataan paling tegas dari semua adalah Yesaya 45: 18

“Sebab beginilah firman TUHAN, yang menciptakan langit, — Dialah Allah — yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, — dan Ia menciptakannya bukan supaya kosong [tohu], tetapi Ia membentuknya untuk didiami —: “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain.”

Hasil dari penciptaan Allah bukanlah tohu, yaitu dalam keadaan kacau berantakan. Marilah kita sekarang meletakkan perikop Kitab Suci ini berdampingan dengan perikop yang menggambarkan penciptaan Allah.

Kejadian 1: 2 mengatakan bahwa bumi ini tohu. Yesaya 45: 18 mengatakan bahwa Allah tidak menciptakannya supaya tohu. Implikasinya jelas: Bumi sebagaimana digambarkan dalam Kejadian 1: 2 bukanlah keadaan dimana bumi ini semula diciptakan. Allah tidak menciptakan bumi yang tohu dan bohu, tetapi Ia menciptakannya untuk didiami. Tujuan-Nya adalah untuk membuat sebuah tempat yang diberkati, menyenangkan, dan sangat bagus bagi ciptaan-Nya untuk berdiam di sana.

Kenyataannya bahwa bumi menjadi tohu dan bohu menunjukkan bahwa penghakiman Allah sudah terjadi di antara penciptaan-Nya seperti tercatat dalam Kejadian 1: 1 dan adegan yang digambarkan dalam Kejadian 1: 2. Dalam bab berikutnya, kita akan menganalisis catatan alkitabiah mengenai pemberontakan para malaikat yang menimbulkan penghakiman Allah. Ini mungkin saja terjadi dalam periode antara Kejadian 1: 1 dan Kejadian 1: 2.

Dihadapkan dengan gambaran mengenai tohu dan bohu ini, kita mungkin bertanya: Mungkinkah ini entah bagaimana terkait dengan apa yang oleh para ilmuwan ditafsirkan sebagai “Big Bang” atau “Ledakan Besar”? Ini akan dipandang terutama bukan sebagai tindakan penciptaan, melainkan sebagai tindakan penghakiman. Saya tentu saja tidak mengklaim sudah menjawab semua pertanyaan yang muncul mengenai penciptaan. Sebenarnya, tidak ada batasan untuk pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Akan tetapi kita tidak akan pernah boleh mengizinkan hal-hal yang tidak kita mengerti mengaburkan kita terhadap bidang-bidang kebenaran dimana Allah sudah memberikan pengertian yang jelas.

Dalam penutup bab ini, izinkan saya membagikan kepada anda sesuatu yang sudah saya buktikan selama bertahun-tahun. Allah tidak harus berkomitmen untuk menggaruk semua cendikiawan yang gatal, tetapi Ia akan selalu berespon terhadap hati yang tulus dan lapar.

Sumber tulisan: buku WAR IN HEAVEN karya Derek Prince (1915-2003).

Jawaban:

Shalom Fajar Yehuda,

Pertama- tama, harus diakui terlebih dahulu bahwa tulisan di atas masih merupakan dugaan ataupun interpretasi pribadi seseorang yang bernama Derek Prince, yang tidak mewakili pengajaran semua gereja Protestan. Dikatakan sebagai dugaan/ hipotesa, karena ayat acuannya yaitu Kej 1:1-2 tidak secara eksplisit mengatakan hal yang diajarkannya. Prince memang menghubungkan dengan ayat- ayat Kitab Suci yang lain, terutama Yes 45:18; namun ayat- ayat yang dipilihnya itu tidak kontekstual untuk digunakan sebagai acuan argumentasinya.

Para malaikat adalah mahluk rohani yang tidak bertubuh, sehingga penciptaan dan pengadilan mereka tidak dapat dikaitkan dengan dunia material. Tuhan memang menciptakan para malaikat dan manusia, dengan memberikan kehendak bebas kepada masing- masing ciptaan-Nya untuk mengasihi Dia atau untuk menolak-Nya. Mereka yang memilih untuk mengasihi Dia akan bersatu dengan-Nya di surga, sedangkan yang menolak-Nya akan masuk dalam neraka yaitu keterpisahan abadi dengan Allah. Nah, manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu (karena memiliki tubuh) diciptakan Allah dan ditempatkan di Taman Eden. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Kemudian karena kejatuhan manusia pertama Adam dan Hawa, mereka diusir ke luar dari Taman Eden dan berkembangbiak dan menguasai dunia. Selanjutnya, setiap manusia diadili oleh Tuhan secara pribadi sesaat setelah ia wafat; inilah yang disebut sebagai Pengadilan Khusus. Namun pada akhir jaman setiap orang akan diadili kembali oleh Tuhan di hadapan segala mahluk, dan ini disebut Pengadilan Umum/ Terakhir. Tentang dasar Alkitab mengenai Pengadilan Khusus dan Pengadilan Umum, sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik.

Namun para malaikat tidak terbatas oleh ruang dan waktu karena tidak mempunyai tubuh; mereka tidak berkembang biak dan tidak mati, karena sebagai mahluk spiritual keberadaan mereka adalah kekal. Para malaikat diadili sesaat setelah mereka diciptakan, yaitu apakah mereka mau memilih untuk taat kepada Allah atau untuk menolak Allah. Dan kita ketahui ada sebagian dari para malaikat ini memilih untuk menolak Allah. Mereka yang menolak Allah ini dipimpin oleh Lucifer (lih. Yes 14 dan Yeh 28); dan mereka inilah yang kita sebut sebagai iblis/ fallen angels.

Gereja Katolik, mengambil prinsip pengajaran dari St. Thomas Aquinas mengajarkan demikian, seperti yang disampaikan oleh pembimbing Theologi situs Katolisitas, Dr. Lawrence Feingold:

Angels are said to be created in heaven, in opposition to earth. Since the angels are purely spiritual beings, they belong to the spiritual and not the material realm. In this sense they were created in heaven. However, if heaven is understood as the state of seeing God (beatific vision- 1 John 3:2), then the angels were not created in heaven, for they could not see God in the moment of their creation, for they first had to pass through a trial. Now a trial for angels lasts only an instant, because they do not need time to deliberate in which they reason laboriously, as we do. The fallen angels fell in this trial, whereas the good angels were confirmed in good and were given the beatific vision as the result of their trial.

There could be no imperfection in heaven, taken as the state of seeing God, for only the good angels could attain to it. Taking heaven in the broader sense as the good spiritual condition in which the angels were created, there would still be no imperfection in heaven, for the imperfection only came about with the free sin of the angels by which they fell from their natural goodness in which they were created.

The creation of the angels is not directly related in Genesis 1-2, which is concerned with our visible universe. Some of the Fathers see the creation of the angels mysteriously signified in the first words of Genesis: “In the beginning God created heaven and earth.” The creation of the angels is connected with the creation of heaven. The meaning would be that God created both a spiritual and a material order of creation (heaven and earth).
The fall of the fallen angels is not related in Genesis. It is hinted at in a few texts of the prophets, such as in Yeh 28 and Is 14.

Terjemahan dan penjelasannya:

Dikatakan bahwa para malaikat diciptakan di surga, dalam artian bahwa mereka tidak mungkin diciptakan di dunia. Karena para malaikat adalah mahluk spiritual yang murni, mereka ada di dunia spiritual dan bukan berada di dunia material. Maka dari segi pemikiran ini, mereka diciptakan di surga. Namun demikian, jika surga dimengerti sebagai suatu keadaan memandang Allah (beatific vision, 1 Yoh 3:2); maka para malaikat itu tidak diciptakan di surga. Sebab pada saat diciptakan, walaupun semua malaikat diciptakan dengan keadaan baik adanya (Kej 1: 31), mereka tidak mempunyai beatific vision. Mereka harus lebih dahulu diadili/ mengalami penghakiman: apakah mereka mau taat kepada Allah sehingga kemudian dapat melihat Allah dan bersatu dengan-Nya di surga, atau tidak. Pengadilan para malaikat ini hanya terjadi sesaat sekali (instant) sebab mereka tidak membutuhkan waktu untuk berpikir seperti manusia, yang terbatas oleh ruang dan waktu. Para malaikat yang jahat /fallen angels gagal dalam pengadilan ini (lihat St. Thomas Aquinas dalam Summa Theology, part I, q.63, a.5-6) sedangkan para malaikat yang baik dikukuhkan kebaikannya, dan diberikan karunia beatific vision, sebagai hasil dari pengadilan mereka. Beatific vision di sini maksudnya adalah persatuan dengan Allah di Surga, yaitu dengan memandang Allah dalam keadaan yang sebenarnya (1 Yoh 3:2).

Dengan pengertian demikian, tidak mungkin ada ketidaksempurnaan/ kekacauan di Surga. Jika surga diartikan sebagai keadaan melihat atau memandang Allah (beatific vision); tidak mungkin ada ketidaksempurnaan di sini, sebab hanya para malaikat yang baik saja yang dapat mencapai keadaan ini. Jika surga diartikan secara lebih luas sebagai suatu kondisi spiritual di mana para malaikat diciptakan, juga tidak dapat dikatakan bahwa terdapat suatu ketidaksempurnaan/ kekacauan di surga, sebab ketidaksempurnaan hanya terjadi ketika ada dosa ketidaktaatan dari para malaikat yang jatuh dari kondisi kebaikan yang di dalamnya mereka telah diciptakan.

Maka penciptaan para malaikat tidak secara langsung berkaitan dengan kitab Kejadian 1-2. Beberapa Bapa Gereja melihat bahwa penciptaan para malaikat secara misterius telah diungkapkan pada kalimat pertama dalam kitab Kejadian: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (heaven and earth)” (Kej 1:1). Penciptaan para malaikat berkaitan dengan penciptaan surga (diterjemahkan sebagai langit). Artinya adalah bahwa Tuhan menciptakan baik dunia spiritual maupun material, heaven and earth. Kejatuhan para malaikat yang jahat/ fallen angels tidak berhubungan dengan kitab Kejadian yang mengisahkan perihal penciptaan dunia material. Kejatuhan para malaikat/ fallen angels tersebut dikisahkan dalam kitab para nabi, seperti yang dijabarkan di dalam kitab Yeh 28, dan Yes 14 yang mengisahkan kejatuhan Bintang Timur/ putera Fajar (Lucifer) yang ingin menyamai Tuhan Yang Maha Tinggi, sehingga akibatnya diturunkan oleh Allah ke dunia orang mati. Lucifer ini membawa bersamanya sepertiga dari para malaikat lainnya (lih. Why 12:4).

Dengan pengertian di atas, maka bumi yang “tohu” dan “bohu” (belum berbentuk dan kosong) pada di kitab Kej 1:1-2 tidak untuk diartikan bahwa itu merupakan keadaan akibat pengadilan para malaikat. Karena kejadian pengadilan para malaikat itu tidak berkaitan dengan dunia material dalam hal ini penciptaan bumi yang disampaikan dalam Kej 1:2. Interpretasi seperti yang dituliskan oleh Derek Prince tersebut, dapat mengarah kepada kesimpulan yang keliru bahwa bumi seolah- olah diciptakan dua kali: penciptaan pertama “dirusakkan” oleh Iblis (atau penghakiman para malaikat) dan baru yang kedua adalah bumi yang sekarang ada. Diskusi tentang hal ini, sudah pernah ditulis di sini, silakan klik. Interpretasi ini tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik dan juga ayat- ayat Kitab Suci lainnya, yang mengajarkan secara eksplisit bahwa penciptaan bumi dan segala isinya hanya terjadi satu kali. Tidak mungkin Allah yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna menciptakan segala sesuatu hanya untuk dibiarkan untuk ‘dirusakkan’ oleh Iblis, dan kemudian membuat ulang. Kejadian seperti itu mengandaikan Tuhan yang tidak peduli akan ciptaan-Nya, yang seolah ‘salah desain’, dan ini tentu bertentangan dengan karakter Tuhan yang Maha Kuasa yang merencanakan segala sesuatunya dengan baik dan sempurna (lih. Kej 1:31).

Jadi istilah tohu dan bohu (belum berbentuk dan kosong) itu hanya mau menunjukkan bahwa Allah menciptakan bumi dan segala isinya secara bertahap.  Dari keadaan kosong dan tiada berbentuk,  Allah yang dalam kesatuan dengan Roh-Nya dan Firman-Nya, menciptakan langit dan bumi dan segala isinya.

Demikian yang dapat saya tuliskan mengomentari pandangan yang anda sampaikan di atas, yang mengutip tulisan Derek Prince. Jika terdapat hal yang tidak sepenuhnya jelas dijabarkan dalam Kitab Suci, umat Katolik berpegang kepada Tradisi Suci, yaitu pengajaran para Bapa Gereja, dan tidak menggantungkannya kepada interpretasi pribadi. Bagi saya pribadi, pengajaran para Bapa Gereja ini sungguh lebih masuk akal, konsisten dan sesuai dengan ayat- ayat Kitab Suci lainnya dan tidak menimbulkan kontradiksi.

Saya mengajak umat Katolik yang membaca situs ini, untuk merenungkan pengajaran Gereja Katolik tentang hal penciptaan ini, agar tidak mudah terpengaruh oleh pandangan /hipotesa pribadi, apalagi yang kemudian tidak sesuai dengan ayat- ayat Kitab Suci yang lain.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

18 COMMENTS

  1. yth Bu Ingrid

    shalom

    terkait dengan penciptaan alam semesta oleh Allah, Alkitab hanya menyebutkan langit dan bumi,matahari, bulan dan bintang padahal yang kita ketahui saat ini alam semesta itu bumi hanyalah salah satu planet dari sekian yang tersebar dialam semesta tersebut. oleh karenanya saya mohon bantuan bu ingrid kiranya bisa menjelaskan beberapa pertanyaan saya yaitu :
    1. Apakah dalam Alkitab ada tertulis atau tersirat tentang planet2 lain selain bumi ?
    2. Dalam Alkitab, Kitab yang terakhir (Wahyu) disebutkan adanya Bumi baru, tentu sangat relevan dengan Kitab yang pertama (kejadian) yang menjelaskan bahwa benar Tuhan telah menciptakan Bumi. namun dalam kitab kejadian tersebut ada juga penjelasan bahwa sebelum Bumi diciptakan (dengan baik atau sempurna) dikatakan bumi itu masih kacau balau,oleh karenanya apakah adanya bumi yang masih kacau balau tersebut adalah proses pekerjaan Allah yang tidak sempurna atau belum sempurna?
    3. terkait pertanyaan no. 1 dan 2 diatas, kalau dikatakan bahwa Allah belum sempurna menciptakan bumi berarti tentu ada hubungan dengan Allah juga menciptakan planet yang lain sehingga logikanya terhadap alam semesta ini pasti ada yang pertama/awal diciptakan dan dalam penciptaaan semesta alam tersebut, bagaimana perhitungan waktu sampai kepada penciptaan awal (Kejadian), apakah ada relevansi waktu penciptaan tersebut dengan perhitungan para arkeolog yang sering meneliti tentang usia fosil yang bisa mencapai jutaan tahun. trims Godblesses you

    Johan s

    • Shalom Johan,

      Pertama-tama kita perlu mengetahui bahwa Kitab Suci bukan buku sains/ ilmu pengetahuan empiris, melainkan kitab yang menyangkut kebenaran iman. Terkait dengan kebenaran iman ini, dalam Kitab Suci dijabarkan kisah-kisah sejak awal mula penciptaan (di Kitab Kejadian), sampai kelak segala ciptaan memperoleh puncak kesempurnaannya di dalam kesatuan dengan Allah (di Kitab Wahyu). Dengan demikian, Kitab Suci bukan buku patokan utama untuk meneliti sains, namun merupakan kitab utama untuk mempelajari tentang iman.

      1. Apakah dalam Alkitab ada tertulis atau tersirat tentang planet-planet lain selain bumi?

      Di ayat pertama Kitab Kejadian tertulis demikian, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” (Kej 1:1) Di sini tidak disebutkan apakah saja yang di langit yang diciptakan oleh Allah. Namun di kalimat ini tersirat bahwa segala sesuatu yang di langit diciptakan Allah, pada saat awal penciptaan langit dan bumi dan segala isinya (seperti tertera pada judul perikop). Dengan demikian, adanya planet-planet lain secara implisit dinyatakan melalui ayat ini.

      2. Bumi awalnya kacau balau?

      Dikatakan, “Bumi belum berbentuk (tohu) dan kosong (bohu)….” (Kej 1:2)

      Istilah “tohu” dan “bohu”  artinya adalah ‘belum berbentuk’ dan ‘ kosong’. Maka istilah tersebut hanya menunjukkan bahwa Allah menciptakan bumi dan segala isinya secara bertahap. Bumi, pada saat diciptakan, belum ada tumbuh- tumbuhan dan kehidupan binatang di atasnya, hanya ditutupi oleh air. Di atas air hanyalah kegelapan, dan Roh Tuhan melayang di atasnya untuk mempersiapkan bumi dan air kepada penciptaan kehidupan. Baru kemudian Tuhan menciptakan terang, cakrawala, laut dan daratan, tumbuhan, benda- benda penerang, bermacam burung dan binatang, dan manusia. Allah memang menciptakan bumi dan segala isinya secara bertahap, sehingga ini tidak bertentangan dengan juga penelitian ilmu pengetahuan/ science tentang penciptaan. Lebih jauh tentang science/ teori evolusi dan iman sudah pernah ditulis di artikel Bagaimana Hubungan Teori Evolusi dengan Iman, silakan klik.

      Jika kita melihat ke kata aslinya, ‘tohu‘ mengacu kepada kondisi ‘formlessness, confusion‘ (tak berbentuk dan tercampur tanpa pembedaan), dan ‘bohu‘, kepada kondisi ‘void/ emptiness‘ (kosong). Maka, ‘tohu dan bohu‘ tidak untuk diartikan kacau balau berantakan/ chaos, seolah-olah Allah menciptakan sesuatu yang buruk, atau gagal mencipta yang baik. Silakan membaca kembali artikel di atas.

      3. Bumi yang baru dalam Kitab Wahyu

      Maka yang disebut bumi yang baru dalam Kitab Wahyu merupakan bumi yang sungguh-sungguh baru dalam kesatuan dengan langit yang baru yang akan dijadikan Allah (lih. Yes 66:22; 2 Ptr 3:13), setelah langit dan bumi yang ada sekarang ini berlalu (lih. Why 21:2, Yes 65:17). Kita tidak mengetahui bagaimana Allah melakukan hal itu, dan seperti apakah persisnya langit dan bumi yang baru itu; namun kita mengetahui bahwa keadaan itu sungguh sempurna, bahwa: “Ia [Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” (Why 21:4) Dan bahwa, “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1Kor2:9)

      4. Allah mencipta belum sempurna?

      Jika kita berpegang kepada hakekat Allah yang Maha sempurna (Mat 5:48), dan pada prinsip bahwa ‘buah yang dihasilkan akan mencerminkan pohonnya’ (lih. Mat 7:17; Luk 6:43), maka kita akan mengetahui bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya dalam keadaan baik bahkan amat sangat baik (lih. Kej 1:31), dengan kata lain, sempurna, pada awalnya. Namun karena pengaruh dosa, maka ciptaan itu mengalami kerusakan, sehingga diperlukan pemulihannya sebelum dapat kembali bersatu dengan Allah yang menciptakannya. Untuk itulah Kristus datang, sebab “… oleh Dialah [Kristus] Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” (Kol 1:20) Sebab Kristus, “… telah menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.” (lih. 1Kor 15:28).

      Maka bukan berarti Allah tidak menciptakan sesuatu baik/ sempurna adanya; tetapi bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya secara bertahap hingga mencapai puncaknya. Dalam proses itu, oleh karena kehendak bebas manusia, masuklah pengaruh dosa, namun itu tidak menghalangi rencana Allah untuk menjadikan segala sesuatunya kembali sempurna dan bersatu dengan-Nya.

      5. Tentang Waktu Penciptaan

      Tentang hal ini, Gereja tidak memberikan patokan secara definitif. Para ilmuwan dan arkeolog dapat saja terus mengadakan penyelidikan dan Gereja terbuka atas hasil penyelidikan tersebut. Ditemukannya fosil-fosil yang usianya diperkirakan sangat kuno sekalipun, tidak mengubah kebenaran Kitab Suci, yang memang tidak ditujukan untuk meneliti fakta ilmiah secara empiris. Namun mengenai teori makro-evolusi, yang umumnya dikaitkan dengan kesimpulan para ilmuwan tersebut, itulah yang tidak dapat diterima menurut iman Kristiani. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel Bagaimana Hubungan Teori Evolusi dengan Iman, sebagaimana telah disebutkan di atas.

      Banyaknya fosil yang ditemukan diyakini sebagian ilmuwan berasal dari semacam ‘kera’/ ‘apes’ yang berevolusi menjadi manusia. Namun demikian, fosil yang menunjukkan perubahan pelan- pelan antara kera menjadi manusia itu tidak pernah ditemukan. Maka para ahli mengatakan fosil peralihan antara ‘kera’ menjadi manusia yang tidak ditemukan tersebut sebagai ‘the missing link‘ (rantai yang hilang).  Namun demikian, jika kita mendasarkan pada prinsip logika berpikir, kita akan dapat menerima, bahwa ‘rantai yang hilang’ ini bukannya hilang, tetapi tidak ada. Sebab tidak mungkin mahluk yang lebih rendah bisa berubah jadi mahluk yang lebih tinggi, atas dasar prinsip: ‘sesuatu tidak dapat memberi, jika sebelumnya ia tidak punya’. Maka kalau pada kera tidak ada akal budi dan kehendak bebas seperti pada manusia, maka tidak mungkin mereka dapat disebut sebagai ‘orang tua’ manusia. Dengan kata lain, tanpa campur tangan Tuhan, suatu mahluk hidup yang di bawah derajat manusia tidak dapat berubah pelan- pelan dengan sendirinya/ ber-evolusi menjadi manusia. Sekalipun diyakini terjadi perubahan, perubahan itu hanya mungkin karena campur tangan/ intervensi Tuhan, sehingga terjadi perubahan drastis yang tidak lagi menyerupai kera, tetapi sungguh menjadi tubuh manusia yang layak menjadi kediaman jiwa manusia. Di saat itulah (jika saja teori ini benar) Tuhan menciptakan Adam dan Hawa, manusia pertama yang menjadi orang tua pertama bagi umat manusia.

      Demikianlah tanggapan saya, semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  2. Dikatakan oleh bu Ingrid bahwa Allah mencipta surga dan bumi serta segala mahluk ciptaan-Nya dari ketiadaan. Pertanyaan saya jika benar demikian apakah Allah berada sendirian dan di mana Dia berada sebelum surga diciptakan ? Apakah surga dan firdaus berbeda ? Apakah dunia orang mati itu neraka saja atau termasuk pula api penyucian ? Terima kasih atas penjelasannya.

    • Shalom Andryhart,

      1. Pertama- tama kita harus menyadari bahwa Allah itu ada sebelum langit dan bumi diciptakan, dan Allah itu adalah Sosok yang murni rohani, sehingga tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Kita umat Kristiani percaya akan Allah yang Satu dalam Tiga Pribadi, sehingga dalam kesatuan-Nya Allah tidak merupakan Allah yang sendirian/ solitary. Allah itu Kasih dan Allah itu Maha Sempurna. Kasih pada hakekatnya adalah menginginkan yang terbaik bagi pihak yang dikasihi, dan ini juga terjadi di dalam Pribadi Allah, sebab dalam memberikan kasih ini Allah tidak tergantung pada ciptaan-Nya. Ia sudah memiliki dan membagikan kasih dengan sempurna dalam kehidupan interior-Nya sebagai Allah. Silakan membaca lebih lanjut dalam artikel Trinitas, silakan klik.

      2. Maka jika anda bertanya tentang surga, haruslah didefinisikan dahulu apa itu yang dimaksud dengan surga. Para Bapa Gereja mendefinisikan Surga sebagai keadaan memandang Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yoh 3:2), dan di dalam kesempurnaan kasih Allah yang berhubungan dengan keadaan itu. Dalam keadaan memandang Allah dengan sempurna ini, maka siapapun yang ada di surga, tidak dapat berdosa. Dengan demikian, maka surga tidak sama dengan taman firdaus/ eden, tempat di mana Adam dan Hawa jatuh di dalam dosa. Tentang hal ini, sudah pernah dibahas di jawaban ini, silakan klik.

      3. Jika anda bertanya tentang dunia orang mati, anda juga perlu mendefinisikan apa yang anda sebut sebagai dunia orang mati. Sebab jika mati dalam arti binasa selama-lamanya, maka dunia orang mati hanyalah neraka. Namun jika anda mengartikan mati sebagai “beralih dari kehidupan di dunia ini” maka ada tiga kemungkinan di sini, yaitu, neraka, Api Penyucian dan Surga.

      Gereja Katolik sendiri tidak mengatakan bahwa jiwa- jiwa yang berada di Surga adalah jiwa orang- orang yang mati; karena mereka sesungguhnya telah masuk ke dalam kehidupan yang kekal bersama Kristus, sehingga mereka tetap ‘hidup’ bahkan secara spiritual lebih ‘hidup’ daripada kita yang masih berziarah di dunia ini, karena mereka telah bersatu dengan Kristus Sang Hidup (Yoh 14:6). Demikian pula jiwa- jiwa yang dimurnikan Allah di Api Penyucian, mereka juga termasuk dalam bilangan jiwa- jiwa yang ‘hidup’, yang sedang menantikan kesempurnaannya agar siap memandang Allah dengan sempurna di Surga. Itulah sebabnya, Katekismus Gereja Katolik KGK 954 mengajarkan adanya tiga keadaan Gereja, yaitu: 1) Gereja yang masih berziarah di dunia ini; 2) Gereja yang sedang dimurnikan di Api Penyucian, 3) Gereja yang sudah berjaya di Surga.

      Demikian yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Ada hal yang ingin saya tanyakan tentang karya penciptaan Allah.

    Pandangan pertama :
    Karya Penciptaan oleh Allah dilakukan dengan mengubah “alam bancuh” suatu kondisi yang kacau / chaos menjadi “jagat raya” / cosmos. Dalam artian Allah MENGUBAH kondisi menjadi lsangat baik.

    Pandangan kedua :
    Allah mencipta dari sebuah ketiadaan, “creatio ex nihilo”. Berarti MENCIPTA dunia yang baru dengan tidak menggunakan bahan-bahan yang sudah ada.

    Saya harap pertanyaan besar dalam benak saya ini dapat terjawab dengan pelayanan tim Katolisitas ini…Terima ksih

    • Shalom Putra,

      Gereja Katolik jelas mengajarkan bahwa Allah mencipta dari ketiadaan menjadi ada, atau dikenal dengan "creatio ex nihilo", yang anda sebut sebagai "Pandangan kedua". Mengapa? Karena Kitab Suci, Tradisi Suci dan akal sehat mengatakan demikian.

      1. Berikut ini ajaran Gereja Katolik yang tercantum dalam Katekismus Gereja Katolik (berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci)

      KGK 295 Kita percaya bahwa Allah menciptakan dunia menurut kebijaksanaan-Nya (Bdk. Keb 9:9). Dunia bukanlah hasil dari salah satu kebutuhan, satu takdir yang buta atau kebetulan. Kita percaya bahwa ia berasal dari kehendak Allah yang bebas, yang berkenan membuat makhluk ciptaan mengambil bagian dalam ada-Nya, dalam kebijaksanaan-Nya dan dalam kebaikan-Nya: "Sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan" (Why 4:11). "Tuhan, betapa banyak perbuatan-Mu, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan" (Mzm 104:24). "Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya" (Mzm 145:9).

      KGK 296 Kita percaya bahwa Allah dalam mencipta segala sesuatu tidak membutuhkan sesuatu yang sudah ada lebih dahulu dan tidak membutuhkan bantuan apa pun (Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3022). Ciptaan itu pun tidak mengalir secara paksa dari substansi ilahi (Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3023-3024). Allah mencipta dengan bebas "dari ketidakadaan" (DS 800; 3025).
      "Seandainya Allah menciptakan dunia ini dari bahan yang sudah ada sebelumnya, lalu apakah sebenarnya yang luar biasa? Kalau memberikan bahan kepada seorang tukang, ia akan membuat dari bahan itu segala sesuatu yang ia kehendaki. Akan tetapi kekuasaan Allah menyatakan diri, karena Ia bertolak dari ketidakadaan untuk membuat segala sesuatu yang Ia kehendaki" (Teofilus dari Antiokia, Ad Autolycum. II,4: PG 6, 1052).

      KGK 297 Iman mengenai penciptaan "dari ketidakadaan" dinyatakan dalam Kitab Suci sebagai satu kebenaran yang penuh dengan janji dan harapan. Demikianlah seorang ibu dalam buku kedua Makabe menguatkan ketujuh anaknya untuk menerima penderitaan demi iman dengan kata-kata:

      "Aku tidak tahu bagaimana kamu muncul dalam kandunganku. Bukan akulah yang memberi kepadamu napas dan hidup atau menyusun bagian-bagian pada badanmu masing-masing. Melainkan pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia dan merencanakan kejadian segala sesuatunya. Tuhan akan memberikan kembali roh hidup kepadamu, justru oleh karena kamu kini memandang dirimu bukan apa-apa demi hukum-hukum-Nya… Aku mendesak, ya anakku, lihatlah ke langit dan ke bumi dan kepada segala sesuatu yang kelihatan di dalamnya. Ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan kesemuanya itu dari barang yang sudah ada. Demikianlah bangsa manusia dijadikan juga" (2 Mak 7:22-23.28).

      KGK 298 Karena Allah dapat mencipta dari ketidakadaan, dapatlah Ia oleh Roh Kudus memberikan kepada para pendosa kehidupan jiwa, dengan menciptakan hati yang murni di dalam mereka (Bdk. Mzm 51:12), dan memberikan kehidupan badan kepada yang meninggal, dengan membangkitkan badan itu, karena Ia adalah

      "Allah yang menghidupkan orang mati dan menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada" (Rm 4:17).

      Dan karena Ia mampu memancarkan cahaya dari kegelapan melalui Sabda-Nya (Bdk. Kej 1:3), Ia juga dapat menganugerahkan cahaya iman kepada mereka yang tidak mengenal-Nya (Bdk. 2 Kor 4:6).

      KGK 299 Karena Allah mencipta dengan kebijaksanaan, maka ciptaan itu teratur: "Akan tetapi segala-galanya telah Kauatur menurut ukuran, jumlah, dan timbangan" (Keb 11:20). Dalam Sabda abadi dan melalui Sabda abadi, "gambar Allah yang tidak kelihatan" itu (Kol 1:15), terjadilah ciptaan. Ciptaan ditentukan untuk manusia, yang adalah citra Allah (Bdk. Kej 1:26); ia yang dipanggil untuk hubungan pribadi dengan Allah, disapanya. Apa yang Allah katakan kepada kita melalui ciptaan-Nya (Bdk. Mzm 19:2-5), dapat diketahui oleh akal budi kita, yang mengambil bagian dalam cahaya budi ilahi, walaupun bukan tanpa susah payah yang besar dan hanya dalam satu sikap yang rendah hati dan khidmat terhadap pencipta dan karya-Nya (Bdk. Ayb 42:3). Karena ciptaan itu berasal dari kebaikan Allah, maka ia mengambil bagian dalam kebaikan itu. "Allah melihat bahwa semuanya itu baik … baik sekali": (Kej 1:4.10.12.18.21.31). Ciptaan dikehendaki oleh Allah sebagai hadiah kepada manusia, sebagai warisan, yang ditentukan untuknya dan dipercayakan kepadanya. Untuk itu Gereja berulang kali harus membela bahwa ciptaan, termasuk dunia jasmani, itu baik (Bdk. DS 286; 455-463; 800; 1333; 3002).

      2. Selanjutnya, mari kita melihat kepada ajaran beberapa Bapa Gereja khusus mengenai penciptaan ini (selain daripada ajaran Theofilus dari Antiokhia seperti yang telah disebut dalam KGK 296):

      a. St. Yustinus Martir (103-165)

      "Sebab pada mulanya [Tuhan] menciptakan kita ketika tadinya kita tidak ada, maka dengan demikian, …mereka yang memilih untuk menyenangkan Tuhan menjadi, oleh karena pilihan mereka itu, dianggap layak untuk menerima kekekalan dan persahabatan dengan Dia…" (St. Justin Martyr, First Apology, Chap. 10, ANF, I, 165)

      b. St. Irenaeus, Uskup Lyons (175-202)

      "Ketika orang, memang, tidak dapat membuat sesuatu dari ketiadaan, tetapi hanya dari sesuatu yang sudah ada, namun Tuhan dalam hal ini jauh lebih besar dibandingkan dengan manusia, bahwa Ia sendiri dapat menjadikan keberadaan ciptaan-Nya, ketika sebelumnya ciptaan itu tidak ada." (St. Irenaeus, Against Heresies, Bk,2, Chap.10, ANF I, 370)

      c. Tertullian (160-220)

      "Karena itu, seandainya Tuhan tidak dapat menciptakan sesuatu dari ketiadaan, Kitab Suci tidak mungkin menyatakan bahwa Ia telah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan…"(Tertullian, Against Hermogenes, Chap 21, ANF 111, 489)

      "Percayalah dengan teguh, oleh karena itu, bahwa Ia menciptakannya [dunia] seluruhnya dari ketiadaan, dan selanjutnya kamu menemukan pengetahuan akan ALlah, dengan mempercayai bahwa Ia mempunyai kuasa yang maha besar…. Sebab jika Ia menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan, Ia bahkan dapat mengambil dari ketiadaan daging tubuh yang sudah menjadi tiada [karena kematian]…. Dan sungguh, adalah suatu perkerjaan yang lebih besar untuk menciptakan daripada menciptakan kembali, untuk memulai sesuatu dari yang tidak ada, daripada untuk meneruskan suatu keberadaan yang sudah ada. Dengan prinsip ini, kamu dapat menjadi yakin bahwa kebangkitan badan adalah lebih mudah daripada penciptaan badan/ tubuh pada saat pertama kalinya." (Tertullian, On the Resurrection of the flesh, Chap. 11, ANF III, 553)

      d. Origen (185- 254)

      "[Ada yang beranggapan bahwa] awal mula sudah terjadi sesuatu, semacam "matter" yang olehnya kemudian semua ciptaan diciptakan. Ini adalah pandangan mereka yang beranggapan bahwa "matter" adalah sesuatu yang tidak diciptakan, sebuah pandangan di mana kita orang beriman tidak boleh mempercayainya, sebab kita percaya bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatunya dari yang tidak ada, seperti yang dikatakan oleh ibu dari tujuh martir pada Kitab Makabe… " (Origen, Commentary on St. John, Bk I, Chap 18)

      e. St. Yohanes Damaskus (676-749)

      "Sebab… Tuhan, yang baik dan lebih dari sekedar baik, tidak puas hanya di dalam kontemplasi akan Diri-Nya sendiri, tetapi di dalam kelimpahan kebaikan-Nya menginginkan sesuatu yang lain dapat eksis, supaya dapat mengalami kebaikan-Nya, Ia menjadikan segala sesuatunya dari ketiadaan, dan menciptakan mereka baik yang kelihatan, maupun yang tidak kelihatan…." (St. John Damascus, Exposition of the Orthodox Faith. Bk 2, Chap 2)

      3. Kesimpulan

      Ajaran- ajaran di atas, sangatlah jelas menyatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya dari sesuatu yang tidak ada. Jadi ajaran yang menyatakan bahwa sudah ada sesuatu terlebih dahulu sebelum Allah menciptakan dunia, atau Allah hanya menciptakan dari sesuatu kekacauan, itu bertentangan dengan hakekat Allah yang Maha Kuasa. Sebab Allah tidak mungkin menciptakan kekacauan, baru kemudian memperbaikinya. Jika demikian ini bertentangan dengan firman Tuhan yang menyatakan bahwa Allah menciptakan dunia dengan kebijaksanaan (Mzm 104:24), dan bahwa Ia baik dan penuh kasih kepada segala yang dijadikannya (Mzm 145:9). Sedangkan untuk mempercayai bahwa sesuatu itu sudah ada tanpa Allah yang menciptakannya, itu juga bertentangan dengan firman yang mengatakan, "Akulah Tuhan, yang menjadikan segala sesuatu…." (Yes 44:24; lih 40:25; Mzm 135:4), dan juga ajaran Rasul Paulus, "….karena di dalam Dialah [Yesus] telah diciptakan segala sesuatu…" (Kol 1:16, Why 4:11).

      Jadi jika kita mengimani Tuhan yang Maha Kuasa, selayaknya kita percaya bahwa:

      1) Pada awal mula, Tuhan menciptakan dunia dan segala isinya dari ketiadaan (creation ex-nihilo)(2 Mak 7:22-23.28; Rm 4:17).

      2) Ia menciptakan segala sesuatu dengan motivasi menyampaikan dan membagikan kasih, kebaikan dan kemuliaan-Nya kepada ciptaan-Nya (Mzm 145:9).

      3) Jadi motivasi penciptaan bukan untuk sekedar ‘memperbaiki sesuatu yang rusak’, tetapi untuk menjadikan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, sesuatu yang baik di mata Tuhan (Kej 1:4.10.12.18.21.31).

      4) Tidak mungkin Tuhan menciptakan sesuatu yang buruk/ rusak, karena itu bertentangan dengan hakekat Tuhan yang Mahabaik dan Maha Sempurna (Mzm 104:24, Mat 5:48)

      5) Sebelum penciptaan dilakukan Tuhan, tidak ada sesuatu yang ada, kecuali Tuhan sendiri yang adalah "awal dan akhir/ Alfa dan Omega" (Why 22:13).

      Demikian semoga uraian di atas menjawab pertanyaan anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Trima kasih untuk penjelasannya…
    thanks for reading my articles
    Penjelasan saudari Ingrid sangatlah relevan dengan artikel yg saya sadur. Terima kasih atas tambahan masukannya.
    GBU

  5. Ingrid Listiati,

    Dengan hormat,

    Memang aku tidak sempat membaca semua komentar tetapi jika memang sudah dibahas tolong beri aku linknya saja atas jawaban dari pertanyaanku di bawah ini.

    Jika memang malaikat memberontak kepada Allah kemudian di”lempar” oleh Allah ke suatu tempat yang kita kenal dengan nama neraka; pertanyaannya dilempar dari mana, dari surga kah? Jika dari surga; artinya surga sendiri tidak seperti yang digambarkan dong…, yaitu tempat di mana ada kedamaian dan kenyamanan abadi, toh di surga saja sempat terjadi pemberontakkan…?
    Bagaimanakah komentar Ingrid?

    Terima kasih.

    Salam Damai Kristus.

    • Shalom Maximillian Reinhart,

      Saya baru mem-postkan artikel tentang Penciptaan Dunia:’tohu’ dan ‘bohu’?, silakan klik.
      Silakan membaca artikel itu terlebih dahulu, semoga di sana anda menemukan jawaban pertanyaan anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Salam damai sejahtera

        Dear Ingrid

        Nampaknya anda belum menjawab pertanyaan sdr. Maximillian Reinhart tentang :
        Malaikat pemberontak dilempar dari mana dari Sorga atau dari mana ?

        Namun demikian, jika surga dimengerti sebagai suatu keadaan memandang Allah (beatific vision, 1 Yoh 3:2); maka para malaikat itu tidak diciptakan di surga.

        Pertanyaannya :
        Jadi malaikat itu diciptakan dimana ?

        Salam
        Mac

        • Shalom Machmud,
          Sebelum menyatakan di mana para malaikat diciptakan atau di mana diadakannya pengadilan malaikat, atau di mana terjadi pemberontakan para malaikat yang memilih untuk menolak Tuhan; kita harus terlebih dahulu mengetahui definisi Surga.
          ‘Surga’/ langit sering dikatakan sebagai lawan kata dari dunia/ bumi. Kalau diartikan demikian, dapat dikatakan penciptaan malaikat dan proses pemberontakan sebagian malaikat itu mengambil tempat di ‘surga’, sebab tempat malaikat diciptakan bukan di dunia tempat manusia diciptakan. Sebab malaikat, sebagai mahluk spiritual yang murni (pure spirit) adalah mahluk ciptaan yang derajatnya lebih tinggi dari manusia, sehingga layaklah kalau tempat penciptaannya mengambil tempat yang derajatnya lebih tinggi dari bumi.
          Tetapi jelas kata ‘surga’ di sini bukan merupakan “Surga” tempat persatuan dengan Allah, karena di ayat Yes 14:13- 14 dikatakan, salah satu keinginan Lucifer itu adalah, “Aku hendak naik ke langit (I will ascend into heaven)…. hendak menyamai Yang Maha Tinggi.” Artinya bahwa ‘surga’ di mana para malaikat ini diciptakan tidak sama dengan “Surga” tempat kediaman Allah yang Maha Tinggi.
          Memang terdapat keterbatasan bahasa untuk menggambarkan keadaan surga tempat penciptaan para malaikat yang dimaksud di sini. St. Thomas Aquinas dalam Summa Theology I, q.61, a.4, menjabarkan keadaan surga dalam Kej 1:1 sebagai berikut:

          “By heaven he does not mean the visible firmament, but the empyrean, that is, the fiery or intellectual firmament, which is not so styled from its heat, but from its splendor; and which was filled with angels directly it was made.”

          Terjemahannya:
          “Surga di sini tidak berarti langit yang kelihatan, tetapi sesuatu yang lebih tinggi, yaitu suatu langit yang menyala atau langit dalam alam akal budi, yang sifatnya tidak dilihat dari panasnya, tetapi dari kemuliaannya; dan yang dipenuhi oleh para malaikat yang diciptakan langsung [di dalamnya]”.
          Jadi dalam keadaan kemuliaan inilah para malaikat itu diciptakan, namun sebagian dari mereka memutuskan untuk menolak Allah sehingga memisahkan diri mereka sendiri dari Allah. Sedangkan para malaikat yang memilih untuk menaati Allah, masuk ke Surga di mana mereka dapat melihat Allah (memperoleh beatific vision). Maka pada saat diciptakan, para malaikat itu tidak melihat Allah, sebab jika mereka sudah melihat Allah dan bersatu dengan Allah, mereka tidak mungkin berdosa/ memilih untuk menolak Allah (lih 1 Yoh 3:6). Dalam artian inilah maka kita tidak dapat mengatakan bahwa para malaikat itu diciptakan di Surga, ataupun pemberontakan malaikat itu terjadi di Surga. Sebab Surga yang sepenuhnya yaitu dalam persatuan dengan Allah, di mana kita “melihat Dia di dalam keadaan yang sebenarnya” (1 Yoh 3:2) adalah suatu keadaan yang sempurna, di mana tidak mungkin ada dosa di dalamnya.
          Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Salam damai sejahtera

            Dear Ingrid

            Maaf saya belum bisa menangkap penjelasan yang diberikan Ingrid dengan baik,
            Saya masih ingin menanyakan lebih lanjut sbb :

            Maka pada saat diciptakan, para malaikat itu tidak melihat Allah, sebab jika mereka sudah melihat Allah dan bersatu dengan Allah, mereka tidak mungkin berdosa/ memilih untuk menolak Allah (lih 1 Yoh 3:6).

            Dalam kitab Ayub 1 : 6 – 12 ditulis bahwa iblis malah bercakap-cakap dengan Allah, dimana tempatnya pasti di Sorga.
            Apakah mungkin didalam percakapan itu iblis tidak melihat Allah ?
            Kenyataannya iblis tetap menolak Allah

            Surat 1 Yoh 3 : 6 Karena itu SETIAP ORANG yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; SETIAP ORANG yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.

            Ayat ini tidak dapat kita pakai sebagai acuan sebab disini yang dimaksud manusia bukan malaikat

            Mohon penjelasan lebih lanjut

            Terima kasih
            Salam
            Mac

          • Shalom Machmud,

            Memang pada kitab Ayub 1:6-12 dikatakan bahwa Iblis bercakap- cakap dengan Allah, namun ini bukan menjadi tanda bahwa Iblis itu melihat Allah. Sebab bercakap- cakap dengan Allah bagi para malaikat yang adalah mahluk spiritual (dalam hal ini malaikat yang jahat= Iblis) tidak melibatkan panca indera seperti kita, di mana jika kita bercakap- cakap dengan mulut maka umumnya kita juga melihat dengan mata, lawan bicara kita.

            Kitab Suci mengisahkan bagaimana ‘bercakap- cakap’ dengan Allah ini tidak langsung berarti ‘melihat’ Allah dalam arti yang sesungguhnya. Contohnya, pada saat Allah menampakkan Diri dalam nyala api kepada Nabi Musa di semak duri (Kel 3:2), atau pada saat Musa bercakap- cakap dengan Allah di Kemah Pertemuan ataupun di atas gunung Sinai (Kel 33:11; 34:35; Ul 34:10). Pada saat itu, walaupun dikatakan ‘berhadapan muka’ dengan Allah, namun Musa tetap tidak melihat Allah dalam keadaan Allah yang sebenarnya (yaitu dengan beatific vision); sebab jika demikian halnya, maka Musa tidak akan berdosa. Namun pada kenyataannya, Musa berdosa di hadapan Allah, sehingga tidak dapat masuk ke Tanah Perjanjian.

            Maka sama halnya dengan kondisi pada saat Iblis itu bercakap- cakap dengan Allah yang dikisahkan dalam kitab Ayub. Iblis itu tetap tidak dapat melihat Allah sebagaimana adanya Allah. Sebab untuk melihat Allah dengan cara demikian seseorang/ sang malaikat itu harus sepenuhnya kudus (lih. Ibr 12:14). Percakapan antara Iblis dan Allah itu memang tidak terjadi di dunia (bukan di alam material), sehingga sering dikatakan bahwa itu terjadi di ‘surga’ yang mengacu kepada ‘alam ilahi’ (divine abode), namun sebenarnya bukan Surga dalam arti ‘beatific vision‘ sesuai dengan ayat 1 Yoh 3:2.

            Pada ayat 1 Yoh 3:6 dikatakan, “Setiap orang yang tetap berada di dalam Dia tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan mengenal Dia.” Alkitab memang merupakan Sabda Tuhan yang dituliskan untuk manusia, maka di situ tertulis kehendak-Nya bagi manusia (dan bukannya untuk malaikat). Namun ayat tersebut juga berlaku untuk para malaikat, karena prinsipnya tetap sama: yaitu setiap pribadi yang melihat Tuhan dalam keadaanNya yang sebenarnya, artinya telah bersatu dengan Allah; ia tidak akan berdosa lagi/ tidak dapat berbuat dosa. Dan inilah arti Surga, di mana “Allah menjadi semua di dalam semua” (1 Kor 15:28), di dalam Kristus yang telah menaklukkan segala sesuatu, termasuk dosa dan maut.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Salam damai sejahtera

            Dear Ingrid

            Menyambung pertanyaan sdr Maximillian Reinhart

            Jika memang malaikat memberontak kepada Allah kemudian di”lempar” oleh Allah ke suatu tempat yang kita kenal dengan nama neraka; pertanyaannya dilempar dari mana, dari surga kah?

            Kalau kita membaca kitab Wahyu 12 : 7 Maka timbullah PEPERANGAN DI SORGA. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya,

            Jika terjadi peperangan di sorga, maka artinya sudah terjadi pemberontakan di sorga , apakah itu berarti kenyamanan di sorga sudah tercemar ? Hanya Allah yang tau

            Akan tetapi kalau kita lanjutkan membaca kitab Wahyu 21 : 1 Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

            Bukankah itu berarti sorga yang pertama itu dihapus dan diganti dengan sorga bumi baru.

            Pertanyaannya :
            Mengapa sorga yang pertama dihapus dan diganti dengan sorga yang baru ?

            Salam
            Mac

          • Shalom Machmud,

            1. Dalam Why 12:7 memang tertulis, “Maka timbullah peperangan di sorga.” Kata “sorga” berasal dari kata Yunani οὐρανός/ ouranós (G 3772); yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai heaven, air, sky; memang mengacu kepada suatu alam ilahi, yang bukan dunia ini. Kata ‘ouranos‘ yang sama digunakan oleh Rasul Paulus pada 2 Kor 12:2, saat menceritakan seseorang yang diangkat ke tingkat tiga dari surga (ouranos) tersebut. Hal bagaimana persisnya ‘ouranos‘ ini memang tak ada seorangpun dari kita yang dapat menjelaskannya secara persis. Karena bahkan Rasul Paulus yang dipercaya oleh para Bapa Gereja sebagai seseorang yang menjabarkan pengalamannya sendiri diangkat ke surga melalui ayat tersebut, ia juga tidak dapat menjabarkan pengalaman itu secara persis. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

            Jadi ada suatu prinsip yang kita ketahui, bahwa dalam pengertian Surga yang berarti persatuan dengan Allah, di situ tidak akan ada pertentangan ataupun ketidaksempurnaan. Karena Allah itu sempurna (Mat 5:48). Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan (1 Yoh 1:5). Dengan pengertian ini, maka kita mengetahui bahwa dalam Surga tempat kediaman Allah dan persatuan sempurna dengan Allah, tidak akan ada pemberontakan ataupun perang yang merupakan manifestasi kuasa kegelapan.

            2. Mengenai Why 21:1 memang disebutkan, “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu… ” Ayat ini mengacu kepada kondisi akhir dunia/ akhir jaman setelah kedatangan Yesus yang kedua; setelah ada kebangkitan badan -semua orang mati dibangkitkan- dan Penghakiman Umum /Terakhir, seperti disebutkan dalam beberapa ayat sebelumnya, yaitu Why 20:11-15. Di sana disebutkan bahwa semua orang, besar maupun kecil, akan dihakimi masing- masing menurut perbuatannya; dan mereka yang namanya tidak tercatat dalam kitab kehidupan akan dilemparkan di dalam api (neraka). Baru setelah itu, ada langit (ouranos) dan bumi (gḗ;)yang baru. Semua orang yang namanya tertulis dalam Kitab Kehidupan itu -jiwa dan tubuh kebangkitannya- akan dipersatukan dengan Allah. Maka dalam keadaan ini, jiwa (immaterial) dan tubuh kebangkitan (material) akan bersatu; di dalam langit (immaterial) dan bumi (material) yang baru. Jadi di dalam kehidupan langit (surga) dan bumi (dunia) yang baru itu, kehidupan dunia yang sempurna menjadi bagian dari kehidupan surgawi.

            Demikianlah yang dapat saya sampaikan untuk menanggapi pertanyaan dan pernyataan anda. Semoga berguna.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Salam damai sejahtera

            Dear Ingrid

            Saya ingin satu kali lagi Ingrid menjelaskan pertanyaan saya berikut ini , semoga Ingrid tidak berkeberatan.

            Ingrid menulis :
            Tidak mungkin Allah yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna menciptakan segala sesuatu hanya untuk dibiarkan untuk ‘dirusakkan’ oleh Iblis, dan kemudian membuat ulang.

            Seperti yang telah kita ketahui bahwa Dosa asal ada 2 (dua), yang pertama dibuat oleh Malaikat dan yang ke dua oleh manusia.

            Alkitab menulis DOSA merusakkan banyak hal yang baik termasuk kerusakan dunia.

            Dosa yang dilakukan oleh Malaikat telah merusakan bumi ciptaan Allah dan Dosa yang dilakukan oleh manusia juga sama (merusakkan) dunia / bumi.
            Dan memang kenyataannya Allah mengizinkan kerusakan itu berlaku.

            Kitab Wahyu menulis bahwa Sorga Baru dan Bumi baru akan diciptakan untuk menggantikan Sorga dan Bumi yang lama yang sudah rusak (dirusakkan) oleh dosa Malaikat dan manusia.

            Jadi yang menjadi sasaran dosa malaikat dan dosa manusia adalah kerusakan dunia / bumi, sedangkan Sorga tidak pernah dirusakkan.
            Namun begitu di Sorga telah terjadi pemberontakan, sehingga timbul peperangan atau dengan kata lain Sorga sudah tercemar, oleh sebab itu Allah perlu untuk membuatkan Sorga dan Bumi baru bagi kita, yang terdiri dari :
            Bumi Baru – Sorga Baru dan Yerusalem Baru (tempat Allah Bertakhta)

            Pertanyaannya :
            Apa tidak mungkin Allah mengizinkan bumi dirusakkan oleh dosa Malaikat ?
            Atau hanya manusia saja yang di-izinkan untuk merusakkan bumi seperti yang kita alami sekarang ini ?
            Jika memang ternyata malaikat telah merusakkan bumi pertama yang diciptakan oleh Allah dalam Kitab Kejadian 1 : 1 (pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi )
            maka bukankah Kejadian 1 : 2 adalah pemulihan kembali bumi ?
            Atau mungkin juga Kejadian 1 : 2 dan selanjutnya merupakan pembuatan kembali bumi baru secara bertahap.
            Bagaimana tanggapan Ingrid ?

            Salam
            Mac

          • Shalom Machmud,

            1. Dalam menginterpretasikan Kitab Suci, terdapat hal utama yang harus kita pegang. Yaitu: 1) Kita tidak boleh mengartikan satu ayat atau satu perikop terpisah dari apa yang diajarkan oleh ayat- ayat lainnya dalam Kitab Suci; 2) walaupun tidak ada yang mustahil bagi Allah, namun Allah tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hakekat Diri-Nya, sebab Ia tidak dapat menyangkal Diri-Nya sendiri (lih 1 Tim 2:13).

            Nah, sekarang tentang penciptaan malaikat. Anda mempunyai pandangan bahwa malaikat diciptakan terlebih dahulu, lalu mereka berdosa yang mengakibatkan bumi rusak, sehingga diciptakan kembali bumi yang baru. Namun sebenarnya jika kita melihat dengan baik- baik teks dalam kitab Kejadian 1:1-2 tidak secara eksplisit dikatakan demikian. Sehingga apa yang anda sampaikan itu sebenarnya merupakan asumsi. Asumsi ini bahkan dapat mengandaikan banyak hal lain yang kesemuanya tidak tertulis di dalam Kitab Suci. Kalau benar malaikat jahat merusak bumi, maka caranya adalah melalui manusia; karena malaikat itu mahluk spiritual murni, sedang bumi itu material. Kalau malaikat itu merusak bumi melalui manusia, maka pandangan ini mengandaikan bahwa sebelum diciptakan Adam dan Hawa, sudah diciptakan manusia- manusia yang lain. Artinya di sini bahwa kisah Adam dalam Kitab Kejadian 1 bukan kisah “manusia pertama”. Artinya manusia (atau manusia- manusia) sebelum Adam, dunia dan segala isinya dibiarkan oleh Allah untuk binasa dihancurkan oleh Iblis (malaikat jahat), tanpa memasukkan mereka dalam rencana keselamatan-Nya. Ini kan mengandaikan Allah yang tidak peduli dengan manusia ciptaan-Nya itu. Ini jelas bertentangan dengan ayat yang paling sering kita dengar:

            Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16)

            Pada ayat ini tidak dikatakan “dunia kedua”/ “dunia yang baru” yang diciptakan-Nya. Jadi secara literal kita mengetahui dunia yang diciptakannya hanya satu, yaitu dunia yang kita kenal sekarang ini. Jadi tidak mungkin dunia dan segala isinya diciptakan Tuhan lalu untuk semata- mata dibiarkan hancur, sebelum Kristus diutus ke dunia untuk menyelamatkannya. Walaupun kenyataannya sekarang memang dunia mengalami kerusakan, namun kita harus melihatnya dengan proporsi yang berimbang. Sebab secara keseluruhan, manusia juga membangun dunia ini, mengolahnya, menanaminya, membuatnya menjadi lebih teratur; jadi tidak semua manusia merusaknya. Walaupun ada banyak orang yang menolak Allah dan hidupnya jahat di dunia, namun ada banyak juga orang yang menerima dan mengimani Kristus dan berusaha untuk hidup kudus. Ada banyak orang yang dulunya jahat kemudian bertobat. Banyak orang juga yang hidup mewartakan Kristus, demi memperkenalkan rencana keselamatan Allah kepada dunia. Artinya, di tengah dunia yang ‘rusak’ ini, Tuhan tetap bekerja dengan kuasa Roh Kudus-Nya untuk menyelamatkan manusia. Jadi kita tidak dapat melihat segala sesuatunya hanya dalam kacamata yang melulu negatif.

            Seandainyapun kelak sebagian manusia menghancurkannya dalam skala besar (misal perang nuklir), ataupun ada bencana besar di seluruh dunia yang menyebabkan dunia ini hancur, kita harus melihat bahwa bumi ini bukan final end/ akhir dari segalanya. Tuhan membiarkan hal itu terjadi sebagai bagian dari rencana-Nya. Tuhan sudah memberi kesempatan kepada dunia untuk masuk dalam rencana keselamatan-Nya. Di akhir dunia nanti, Tuhan Yesus akan datang kedua kalinya, dan Ia akan mengangkat semua yang menjadi milik-Nya dan mempersatukan mereka dengan-Nya. Rasul Paulus mengajarkan,

            Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.” (Ef 1:9-10)

            2. Walaupun Gereja Katolik tidak mempunyai pernyataan dogmatik/ “De Fide” tentang hal kapan penciptaan malaikat ini, namun pandangan umum Gereja Katolik adalah bahwa penciptaan malaikat dan penciptaan bumi dan segala isinya terjadi pada masa yang bersamaan dalam periode enam hari penciptaan, seperti yang dikatakan dalam kitab Keluaran:

            “Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya….” (Kel 20:11)

            Ayat ini secara tidak langsung menyatukan ayat Kej 1:1 dan Kej 1:2 dalam satu kesatuan rangkaian penciptaan langit dan bumi; yang diciptakan secara bertahap selama 6 hari. Penciptaan ini dilakukan di dalam Kristus, Sang Firman Allah, seperti dengan jelas dikatakan dalam surat Rasul Paulus di Kolose:

            “karena di dalam Dialah [Kristus] telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” (Kol 1:16)

            Dari ayat- ayat yang lain yaitu Ef 1:21, 3:10; Rom 8:38; singgasana, kerajaan, pemerintah ataupun penguasa ini mengacu kepada para malaikat yang disebut sebagai pemerintah dan penguasa di sorga. Maka segala ciptaan Allah yang di sorga dan di bumi ini diciptakan oleh Tuhan Allah di dalam Kristus Sang Firman (lih. Yoh 1:2). Dalam Kol 1:15-20 juga disebutkan bahwa Kristus merupakan “yang sulung dari segala sesuatu”, dan

            “oleh Dialah [Kristus] Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan Diri-Nya, baik yang di bumi maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” (Kol 1: 20)

            3. Maka di sini, kita melihat bahwa pendamaian atas segala sesuatu yang di dunia (yang telah tercemar oleh dosa) dilakukan oleh Kristus yang diutus ke dunia. Jadi tidak mungkin ada dunia yang lain (sebelum dunia ini) yang diperdamaikan dengan Allah, jika Kristus tidak terlebih dahulu diutus ke sana. Kalau Allah membiarkan dunia (yang menurut anda dunia pertama) dan segala isinya hancur binasa begitu saja oleh kuasa Iblis, itu bertentangan dengan hakekat Allah yang adalah Kasih (1 Yoh 4:8) dan bahwa “Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.” (Mzm 144:9).

            4. Berdasarkan hakekat Allah yang baik ini, maka Allah menciptakan segala sesuatu baik pada awalnya, termasuk juga para malaikat. Hanya saja sesaat setelah diciptakan, ada sebagian dari mereka, atas kehendak bebasnya, menolak Allah, dan memisahkan diri dari Allah. Selanjutnya para malaikat inilah yang kemudian mempengaruhi manusia untuk berbuat jahat dan menentang Allah; dan hal ini berlangsung sejak kejatuhan Adam dan Hawa sampai sekarang. Bumi dan segala isinya yang diciptakan baik pada mulanya (Kej 1:31), menjadi tercemar oleh dosa.

            5. Maka langit dan bumi yang baru yang dikisahkan dalam Why 21, itu bukan mengacu kepada penciptaan bumi pada Kej 1: 3- 31. Bagaimana itu dapat dikatakan sebagai bumi yang baru, sebab bumi diciptakan itu sama dengan bumi yang kita kenal sekarang ini yang keadaannya tidak cocok dengan yang disebut pada Why 21:4,

            “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”

            Kita ketahui bahwa oleh dosa pertama Adam dan Hawa, maka masuklah maut ke dunia, seperti yang tertulis dalam Rom 5:12, “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang….”

            Maka langit dan bumi yang baru itu hanya mungkin diciptakan setelah Kristus datang kembali ke dunia yang kedua kali di akhir dunia, dan setelah diadakannya Pengadilan Terakhir setiap manusia. Saat itu Allah akan menjadikan kota kudus yang penuh cahaya kemuliaan Allah, Yerusalem yang baru, yang turun dari sorga (Why 21:10-11), di mana setelah ditentukan melalui Pengadilan tersebut, “tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis… tetapi hanya mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan Anak Domba” (Why 21:27). Jadi langit dan bumi yang baru itu diciptakan Allah di dalam Kristus yang berkata, “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” (Why 21:5). Keadaan ini adalah keadaan kekal sempurna setelah segala sesuatunya dipersatukan di dalam Kristus; dan bukannya keadaan “baru” tetapi “sementara” seperti jika anda mengandaikan bahwa keadaan ini sama dengan bumi yang kedua (yang sekarang) setelah bumi yang pertama (menurut asumsi anda) dirusakkan oleh Iblis. Sebab nyatanya di bumi yang sekarang ini masih banyak terjadi perkabungan, ratap tangis, duka cita, dan maut, tidak cocok dengan Why 21:4.

            Machmud saya sungguh ingin mengakhiri diskusi ini sampai di sini. Sudah panjang sekali kita membicarakan hal ini. Gereja Katolik tidak akan dapat menerima pandangan bahwa bumi diciptakan dua kali, karena Kitab Suci tidak pernah mengatakannya, dan karena itu tidak sesuai dengan hakekat Allah, dan bahkan tidak sesuai dengan akal sehat. Sebab jika benar ada peristiwa penghancuran total dunia oleh Iblis, itu adalah peristiwa yang sangat besar; dan kalau itu benar terjadi, seharusnya dituliskan secara eksplisit dalam Kitab Suci. Apalagi jika kita melihat bahwa untuk menyelamatkan dunia (yang menurut anda dunia yang kedua) itu “harganya” adalah korban Yesus di kayu salib, maka tidak mungkin bahwa ada dunia pertama yang “diacuhkan” oleh Tuhan dibiarkan hancur begitu saja. Tuhan itu tidak berubah, kasihnya tetap sama, sebab Allah tetap sama (Ibr 1:12; Ibr 13:8) selama- lamanya. Tidak mungkin Allah pernah tidak mempedulikan ciptaan-Nya lalu berubah kemudian menjadi peduli akan ciptaan-Nya, ini bertentangan dengan hakekat Allah.

            Semoga terang Roh Kudus membimbing kita untuk memahami Sabda Allah, sehingga kita tidak mempunyai pengertian yang tidak sesuai dengan maksud Sabda Allah itu.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Jumat, 26 Maret 2010
    Salam dalam kasih Yesus Kristus
    Hormat saya, FajarYehuda
    27 Maret 2010

    Alkitab dan juga para hamba Tuhan menyatakan bahwa pemberontakan terhadap Allah pertama kali dilakukan oleh seorang penghulu malaikat bernama Lucifer oleh karena motivasinya ingin menjadi Allah, kemudian Allah melempar ia dan para pengikutnya ke bumi (baca; Yehezkiel 28: 11-19)….

    [Dari Katolisitas: kami edit, karena pertanyaan selengkapnya dan jawaban sudah tertera di atas, silakan klik]

Comments are closed.