Home Blog Page 6

Pentingnya kepemimpinan penerus Petrus

0
Sumber gambar: http://www.romannews.com/religion/st-peters-square-crowded-with-catholics-upon-canonization-of-two-popes/

Saudara Saudari terkasih dalam Kristus

Hari ini kita merayakan sebuah momen penting ketika Yesus mendirikan Gereja di atas dasar Petrus. Pemberian otoritas ini menunjukkan betapa pentingnya konsistensi dan kesinambungan kepemimpinan dalam Gereja. Bayangkan sebuah kapal besar di tengah lautan. Tanpa seorang kapten yang memegang kemudi, kapal tersebut dapat dengan mudah tersesat atau bahkan menjadi karam. Begitu pula dengan Gereja; ketika Yesus mengetahui bahwa Dia akan naik ke surga setelah menyelesaikan misi-Nya di dunia, Dia menyadari betapa pentingnya bagi Gereja bahwa ada seorang pemimpin yang tetap, yang bisa memandu Gereja-Nya melalui badai kehidupan, dan pemimpin itu adalah Petrus dan para penerusnya.

Ketika kita melihat kembali ke dalam kitab Yesaya, kita menemukan cerita tentang Eliakim yang diangkat oleh Tuhan untuk memiliki kekuasaan mewakili Tuhan di kerajaan raja Daud. Hal Ini menunjukan betapa penting nya kesinambungan kepemimpinan dilaksanakan melalui wakil yang ditunjuk oleh Tuhan sendiri sejak jaman Perjanjian Lama. Sama seperti dengan Eliakim, Petrus dan penerusnya, para Paus, pun diangkat sebagai “batu karang” yang akan menjadi pondasi bagi Gereja dan menjadi wakil Kristus selama di dunia. Hal Ini pun mengingatkan kita semua bahwa Gereja pada waktu yang sama terdiri dari unsur Ilahi dan unsur manusia, dan penunjukan Ini juga menjadi janji penggenapan Tuhan Yesus sendiri yang akan senantiasa menyertai Gereja-Nya sampai ahir jaman.

Apakah pentingnya keputusan ini? Mengapa kita harus memiliki hierarki dalam Gereja? Mari kita renungkan melalui sebuah analogi. Bayangkan sebuah rumah. Agar rumah tersebut kokoh dan tahan lama, ia memerlukan fondasi yang kuat. Petrus dan para Paus selanjutnya menjadi fondasi yang menopang seluruh bangunan, yaitu Gereja. Tanpa fondasi tersebut, Gereja akan mudah goyah, mudah hancur, dan mudah terpecah. Kesatuan ini dapat terjaga dan terjamin di dalam bimbingan Roh Kudus yang menjadi jiwa daripada Gereja sendiri.

Namun, apa arti dari semua ini bagi kita? Kristus menginginkan kita untuk bersatu dalam diri-Nya. Dia menginginkan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Dengan fondasi yang kuat dalam bentuk hierarki Gereja, kita diberi arahan dan petunjuk, kita diberikan kesatuan yang membawa kita semua ke dalam kasih dan kehendak Tuhan dalam karya keselamatan-Nya. Dan nyatanya, ini semua adalah bagian dari penyelenggaraan Tuhan sendiri bagi Gereja-Nya dan hal Ini juga yang memungkinkan Gereja bertahan selama 2000 tahun lebih sekalipun dunia sudah melalui berbagai perubahan besar. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus juga merenungkan kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah. Semua ini dinyatakan dalam kebijaksanaan Tuhan untuk mendirikan Gereja-Nya dengan tatanan yang jelas.

Ketika kita berbicara tentang kesatuan, kita juga tidak dapat lupa akan ajakan dari Santo Yohanes Paulus II dalam “Ut Unum Sint” yang menekankan keinginan Kristus “supaya mereka semua menjadi satu”. Kesatuan ini bukan hanya tentang kesatuan antara kita sebagai anggota jemaat, tetapi juga kesatuan dengan Kristus sendiri. Sehingga menjadi sangat jelaslah mengapa Kristus mendirikan Gereja-Nya di atas fondasi satu dengan kepemimpinan yang esa dengan hirearki yang jelas dalam suksesi apostolik yang menunjukan kesinambungan peranan Petrus dan para rasul-Nya.

Marilah kita selalu menghargai kebijaksanaan Tuhan dalam mendirikan Gereja-Nya, dan mari kita terus bekerja bersama sebagai satu tubuh Kristus di bawah kepimpinan Paus. Semoga kesatuan ini membawa kita semakin dekat kepada Allah dan memperkuat iman kita dalam menghadapi tantangan di dunia ini.
Amin.

Iman dan kerendahan hati

0

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Bacaan pada hari minggu, sering kali membuat kita bertanya tanya tentang makna di balik kata kata Tuhan Yesus yang terkesan ‘keras’.

Dalam bacaan ini, Yesus bertemu dengan seorang perempuan Kanaan yang meminta pertolongan untuk anaknya yang kerasukan. Respon Yesus mungkin terdengar kasar dan tidak masuk akal bagi kita. Dia menyebutnya “anjing,” suatu kata yang menunjukkan posisi wanita tersebut sebagai orang luar, bukan orang yang beriman. Namun, justru yang terjadi sunggulah mengejutkan. Perempuan ini nyatanya tidak gentar akan kata kata Yesus, dia justru malah semakin menunjukan kekuatan iman dan kepercayaan-nya kepada Yesus melalui kerendahan hatinya.

Ketika kita melihat kisah ini lebih dalam, kita menemukan makna yang lebih dalam tentang iman dan kerendahan hati. Iman adalah kepercayaan yang tulus kepada Tuhan, tapi tanpa kerendahan hati, sulit bagi kita untuk benar-benar percaya kepada-Nya. Jika kita begitu bangga dengan diri sendiri dan berpikir bahwa kita memiliki semua jawaban, bagaimana kita bisa meninggalkan ruang bagi Tuhan untuk bekerja dalam hidup kita?

Santo Thomas Aquinas mengatakan, “Untuk orang yang percaya, tidak ada penjelasan yang diperlukan; bagi yang tidak percaya, tidak ada penjelasan yang mungkin.” Iman ini, ketika dikombinasikan dengan kerendahan hati, adalah kombinasi yang kuat yang bisa mengubah hidup kita.

Paus Fransiskus mengingatkan kita bahwa kerendahan hati adalah jalan menuju kesucian. Tanpa kerendahan hati, kita tidak bisa benar-benar percaya atau memahami siapa sesungguhnya Tuhan. Kerendahan hati memungkinkan kita untuk menyadari bahwa kita tidak memiliki semua jawaban dan bahwa kita membutuhkan Tuhan dalam hidup kita.

Marilah kita merenungkan sebuah kisah sederhana yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Bayangkan seorang teman yang selalu berpikir dia tahu segalanya. Dia tidak pernah mau mendengarkan orang lain, bahkan dalam situasi di mana dia jelas-jelas salah. Sikap ini mungkin menjengkelkan dan menyebabkan orang lain enggan berhubungan dengannya. Sikap yang sombong dan kurang rendah hati ini, yang terkadang kita tunjukkan dalam hidup kita, adalah kebalikan dari apa yang diajarkan Yesus dalam bacaan hari ini dari Matius 15:21-28. Dan sesungguhnya, Tuhan Yesus ingin mengingatkan kita supaya jangan sampai kita jatuh dalam kesombongan rohani di mana kita sudah merasa ‘lebih’ daripada orang orang lain.

Kisah perempuan Kanaan adalah peringatan bagi kita untuk tidak bertindak sombong. Iman dan kerendahan hati perempuan ini begitu besar sehingga Yesus mengakui dan memuji keimanannya dan pada ahirnya memberikan pertolongan yang sangat dibutuhkan perempuan ini

Mari kita belajar dari perempuan Kanaan ini dan berusaha untuk hidup dengan iman yang tulus dan kerendahan hati yang benar. Kita mungkin tidak selalu memahami jalan Tuhan, tapi dengan iman dan kerendahan hati, kita dapat mempercayai bahwa Dia memiliki rencana yang lebih baik bagi kita.

Semoga kita selalu teringat akan pesan penting ini dan berusaha untuk hidup dengan iman yang tulus dan kerendahan hati yang benar, dengan menyadari bahwa kita semua adalah anak-anak Tuhan, tidak peduli seberapa besar atau kecil iman kita. Kita semua layak akan kasih dan rahmat-Nya.

Transfigurasi untuk Transformasi

0
Sumber gambar: http://blogs.ancientfaith.com/thissideofglory/2015/08/06/christs-transfiguration-our-transformation/

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Hari ini kita diundang untuk merenungkan peristiwa Transfigurasi Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai suatu metafora untuk perjalanan hidup spiritual kita sendiri. Bayangkan perjalanan hidup spiritual kita seperti suatu perjalanan pendakian gunung yang sangat indah. Saat kita mendaki, ada dataran tinggi yang damai dan pemandangan panoramik yang memenuhi kita dengan rasa kagum. Ini adalah momen-momen transfigurasi kita, sekilas tentang kemuliaan. Namun, untuk mencapai puncak, kita juga harus menavigasi lereng yang berbahaya, bertahan dalam badai, dan bertahan melalui periode kabut tebal dan kebingungan. Tantangan-tantangan ini melambangkan ujian-ujian kehidupan kita, atau salib yang harus kita pikul.

Dalam kisah Transfigurasi, Petrus, Yakobus, dan Yohanes diberi hak istimewa untuk melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya yang bercahaya. Sejenak, mereka mengalami sukacita surga di bumi, jaminan penghiburan tentang kemuliaan yang menunggu kita semua di surga. Namun, Tuhan Yesus tidak mengijinkan mereka untuk tinggal di puncak gunung itu. Mereka harus turun, mendampingi Yesus di perjalanan-Nya ke Kalvari, dan kemudian, mereka pun harus menjalani salib mereka sendiri, membela injil bahkan sampai pada kematian.

Demikian pula, perjalanan hidup kita bukanlah hanya tentang mengalami penghiburan dan kemuliaan ilahi, tetapi juga tentang transformasi melalui masa masa cobaan dan kesusahan. Santo Yohanes dari Salib, seorang mistikus Katolik, adalah contoh dari perjalanan ini. Tulisan-tulisannya, terutama “The Dark Night of the Soul,” mengungkapkan bagaimana jalan menuju persatuan ilahi seringkali harus melalui kegelapan, rasa kesepian dan kekosongan spiritual. Namun, melalui ujian-ujian ini kita dibersihkan, dimurnikan, dan dipersiapkan untuk persatuan yang lebih mendalam lagi dengan Tuhan. Karena melalui perjalanan itu, kita semakin diajarkan untuk bergantung dan percaya sepenuhnya akan kebaikan dan penyelenggaraan Ilahi.

Sebagaimana dikatakan dengan oleh St. Irenaeus, “Kemuliaan Tuhan adalah manusia yang sepenuhnya hidup.” Untuk sepenuhnya hidup adalah untuk sepenuhnya terlibat dalam perjalanan ini, untuk merangkul transformasi yang ditawarkan Tuhan kepada kita, baik di puncak maupun di lembah, suka dan duka. Ini menunjukan suatu keterbukaan dalam menyambut api penyucian Tuhan, yang membentuk kita, seperti emas dalam tungku, menjadi gambar-Nya.

Paus Benediktus XVI pernah berkata, “Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes dan memimpin mereka naik ke gunung tinggi sendirian. Dan Dia berubah bentuk di hadapan mereka, dan pakaiannya menjadi berkilau putih, seperti tidak ada tukang pemutih di bumi yang bisa memutihkannya (Markus 9:2-3). Kehadiran yang berkilauan ini menunjukkan bahwa Yesus adalah terang dunia, terang kehidupan.”

Hari minggu ini juga bertepatan dengan hari muda mudi Katolik sedunia di Portugal. Satu hal yang juga menjadi suatu panggilan dari kita semua di hari transfigurasi ini, adalah juga keterbukaan hati kita untuk mau di tranfigurasikan oleh Tuhan menjadi terang kehidupan. Tuhan tidak pernah melihat keterbatasan hidup kita, masa lalu kita, kekurangan kekurangan di dalam kehidupan kita, karena Dia yang sanggup merubah air menjadi anggur yang luar biasa pun memiliki kuasa yang di dasari kasih untuk merubah kita menjadi pribadi pribadi luar biasa yang menyerupai terang- Nya.

Kita semua terpanggil, muda dan tua, bukan hanya untuk kita memendamkan diri kita di dalam kemuliaan Tuhan, tetapi untuk menjadi pembawa cahaya ilahi itu sendiri di dunia kita. Saat kita berubah, kita pun bisa menjadi cahaya Tuhan dalam kegelapan dunia kita, membimbing orang lain dalam perjalanan mereka.

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Hari ini kita diundang untuk merenungkan peristiwa Transfigurasi Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai suatu metafora untuk perjalanan hidup spiritual kita sendiri. Bayangkan perjalanan hidup spiritual kita seperti suatu perjalanan pendakian gunung yang sangat indah. Saat kita mendaki, ada dataran tinggi yang damai dan pemandangan panoramik yang memenuhi kita dengan rasa kagum. Ini adalah momen-momen transfigurasi kita, sekilas tentang kemuliaan. Namun, untuk mencapai puncak, kita juga harus menavigasi lereng yang berbahaya, bertahan dalam badai, dan bertahan melalui periode kabut tebal dan kebingungan. Tantangan-tantangan ini melambangkan ujian-ujian kehidupan kita, atau salib yang harus kita pikul.

Dalam kisah Transfigurasi, Petrus, Yakobus, dan Yohanes diberi hak istimewa untuk melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya yang bercahaya. Sejenak, mereka mengalami sukacita surga di bumi, jaminan penghiburan tentang kemuliaan yang menunggu kita semua di surga. Namun, Tuhan Yesus tidak mengijinkan mereka untuk tinggal di puncak gunung itu. Mereka harus turun, mendampingi Yesus di perjalanan-Nya ke Kalvari, dan kemudian, mereka pun harus menjalani salib mereka sendiri, membela injil bahkan sampai pada kematian.

Demikian pula, perjalanan hidup kita bukanlah hanya tentang mengalami penghiburan dan kemuliaan ilahi, tetapi juga tentang transformasi melalui masa masa cobaan dan kesusahan. Santo Yohanes dari Salib, seorang mistikus Katolik, adalah contoh dari perjalanan ini. Tulisan-tulisannya, terutama “The Dark Night of the Soul,” mengungkapkan bagaimana jalan menuju persatuan ilahi seringkali harus melalui kegelapan, rasa kesepian dan kekosongan spiritual. Namun, melalui ujian-ujian ini kita dibersihkan, dimurnikan, dan dipersiapkan untuk persatuan yang lebih mendalam lagi dengan Tuhan. Karena melalui perjalanan itu, kita semakin diajarkan untuk bergantung dan percaya sepenuhnya akan kebaikan dan penyelenggaraan Ilahi.

Sebagaimana dikatakan dengan oleh St. Irenaeus, “Kemuliaan Tuhan adalah manusia yang sepenuhnya hidup.” Untuk sepenuhnya hidup adalah untuk sepenuhnya terlibat dalam perjalanan ini, untuk merangkul transformasi yang ditawarkan Tuhan kepada kita, baik di puncak maupun di lembah, suka dan duka. Ini menunjukan suatu keterbukaan dalam menyambut api penyucian Tuhan, yang membentuk kita, seperti emas dalam tungku, menjadi gambar-Nya.

Paus Benediktus XVI pernah berkata, “Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes dan memimpin mereka naik ke gunung tinggi sendirian. Dan Dia berubah bentuk di hadapan mereka, dan pakaiannya menjadi berkilau putih, seperti tidak ada tukang pemutih di bumi yang bisa memutihkannya (Markus 9:2-3). Kehadiran yang berkilauan ini menunjukkan bahwa Yesus adalah terang dunia, terang kehidupan.”

Hari minggu ini juga bertepatan dengan hari muda mudi Katolik sedunia di Portugal. Satu hal yang juga menjadi suatu panggilan dari kita semua di hari transfigurasi ini, adalah juga keterbukaan hati kita untuk mau di tranfigurasikan oleh Tuhan menjadi terang kehidupan. Tuhan tidak pernah melihat keterbatasan hidup kita, masa lalu kita, kekurangan kekurangan di dalam kehidupan kita, karena Dia yang sanggup merubah air menjadi anggur yang luar biasa pun memiliki kuasa yang di dasari kasih untuk merubah kita menjadi pribadi pribadi luar biasa yang menyerupai terang- Nya.

Kita semua terpanggil, muda dan tua, bukan hanya untuk kita memendamkan diri kita di dalam kemuliaan Tuhan, tetapi untuk menjadi pembawa cahaya ilahi itu sendiri di dunia kita. Saat kita berubah, kita pun bisa menjadi cahaya Tuhan dalam kegelapan dunia kita, membimbing orang lain dalam perjalanan mereka.

Jadi, mari kita ingat Transfigurasi bukan hanya sebagai suatu penampakan ilahi, tetapi juga sebagai undangan pribadi – undangan untuk memulai perjalanan transformasi kita sendiri. Dengan anugerah Tuhan, kita pun juga bisa berubah— menjadi bersinar dengan kehidupan ilahi-Nya. Meski kita pasti akan menghadapi cobaan dan tantangan, mari kita percaya pada kemuliaan yang menanti kita – kemuliaan agung Transfigurasi Tuhan kita. Amin.

Harta Sejati Dalam Hidup Kita

0
Sumber gambar: https://www.visitnc.com/listing/burntshirt-vineyards

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini, mari kita bersama-sama merenungkan perumpaan tentang harta tersembunyi dalam Injil Matius dan cerita tentang permintaan Salomo untuk hikmat. Bacaan-bacaan ini mengingatkan kita untuk memahami harta sejati dalam hidup kita dan pentingnya bagi kita untuk senantiasa mencari hikmat Tuhan dalam semua usaha kita.

Perumpaan ini membawa kita kepada kisah Santo Ignatius dari Loyola, seorang yang pernah menjadi prajurit, hidup untuk kejayaan pertempuran dan kehormatan namanya. Namun, sebuah cedera yang signifikan memaksanya untuk meninjau ulang hidupnya. Berbaring di tempat tidurnya, ia mulai membaca tentang kehidupan Kristus dan para kudus. Hatinya tergetar; dia menyadari bahwa Kerajaan Allah adalah satu-satunya harta yang layak dicari. St. Ignatius kemudian memilih untuk melepaskan keinginan dan ambisi sebelumnya, dan melepaskan segala yang apa dia dulu anggap sebagai yang paling berharga dengan kekayaan tak terukur dari mengenal, mengikuti dan mencintai Kristus.

Kisah St. Ignatius mencerminkan perjalanan rohani kita sendiri. Kerajaan Surga adalah harta yang tersembunyi di ladang, sebuah harta tak ternilai yang melebihi segala yang kita miliki. Ketika kita mencari harta ini, kita pun juga mengarahkan diri kita menuju tujuan hidup yang tertinggi, termulia di dalam hidup. Orientasi ini mengarahkan ulang arah hidup kita dan mengubah kita dari dalam ke luar. Pengejaran ini pun mengubah fokus kita dari barang-barang duniawi yang bersifat sementara, ke harta abadi yang adalah kasih anugerah Tuhan dan partisipasi di dalam kerajaan Nya yang kekal.

Namun, memahami dan mencari Kerajaan Tuhan memerlukan hikmat, seperti Salomo yang meminta Tuhan sebuah hati yang dapat memahami. Hikmat bukan hanya pengetahuan atau kecerdasan; ini adalah karunia dari Tuhan yang membantu kita memahami kehendak-Nya dalam hidup kita. Ini membimbing kita untuk mengenali tujuan yang sesungguhnya. Karena seringkali kita terfokus kepada tujuan yang dunia berikan kepada kita yang hanya akan berahir di suatu kenikmatan sesaat dan kekosongan. Maka, dengan memilih jalan kebijaksanaan, kita pun bisa dibawa untuk lebih dekat dengan Tuhan. Sesungguhnya, hikmat adalah kompas yang menavigasi kita menuju tujuan kita yang sejati – yaitu Kerajaan Surga. Tanpanya, kita cenderung tersesat, mencari kepuasan dan pemenuhan dalam hal-hal yang tidak akan bertahan lama.

Saat kita berusaha memperoleh harta Kerajaan ini, kita juga dipanggil untuk melepaskan, untuk ‘menjual’ cara-cara dan keinginan lama kita yang tidak lagi melayani perjalanan kita menuju Tuhan. Ini bukanlah suatu kerugian, tetapi justru jalan menuju keuntungan yang lebih dalam. Seperti yang ditulis St. Paulus dalam suratnya kepada Roma, Tuhan telah menentukan bagi kita untuk menjadi sesuai dengan gambar Putra-Nya. Transformasi ini melibatkan penyingkiran diri lama kita untuk menjadi ciptaan baru yang Tuhan bentuk di dalam diri kita.

Santo Yohanes Paulus kedua menyimpulkan perjalanan hidup kita dengan begitu indah ketika dia berkata:

“Adalah Yesus yang kalian cari ketika kalian bermimpi tentang kebahagiaan; Dialah yang menunggu kalian ketika tidak ada lagi yang kalian akan temukan yang dapat memuaskan kalian; Dialah keindahan yang sangat kalian cintai; Dialah yang membangkitkan dalam kalian rasa haus akan keutuhan yang tidak membiarkan kalian berpuas diri dengan kompromi; Dialah yang mendorong kalian untuk melepaskan topeng kehidupan palsu; Dialah yang membaca dalam hati kalian pilihan-pilihan yang paling tulus, pilihan-pilihan yang orang lain coba tumpas. Adalah Yesus yang membangkitkan dalam diri kalian keinginan untuk melakukan sesuatu yang hebat dengan hidup kalian… keberanian untuk berkomitmen dengan rendah hati dan sabar untuk memperbaiki diri kalian dan masyarakat, membuat dunia menjadi lebih manusiawi dan lebih penuh persaudaraan.”

Jadi, perjalanan kita menuju Kerajaan Surgawi, dipandu oleh hikmat, juga adalah perjalanan untuk menjadi lebih menyerupai Kristus. Saat kita tumbuh dalam hikmat dan anugerah, kita lebih mencerminkan kasih, belas kasihan, dan kebaikan-Nya kepada dunia.

Saudara-saudari, marilah kita berdoa hari ini untuk anugerah untuk mendambakan dan mencari Kerajaan Surga di atas segalanya. Mari kita memohon kepada Tuhan untuk karunia hikmat untuk membimbing kita dalam perjalanan kita, untuk memahami kehendak-Nya, dan untuk memilih apa yang membawa kita lebih dekat dengan-Nya. Dan marilah kita membuka hati kita untuk kekuatan transformatif dari kasih Tuhan, membiarkan Dia membentuk kita menjadi serupa dengan Putra-Nya. Semoga damai Tuhan ada bersama kita semua. Amin.

Menjadi tanah yang subur

0
Sumber gambar: http://quotesgram.com/quotes-of-the-sower-parable/

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Saat kita merenungkan Injil hari ini, Perumpamaan tentang Penabur, kita diundang untuk mempertanyakan respons kita terhadap Firman Tuhan. Apakah kita seperti benih yang jatuh di pinggir jalan, tanah yang berbatu, semak duri, atau tanah yang baik?

Paus Benediktus XVI pernah mengatakan, bahwa di awal perjalanan rohani kita, seringkali kita dikuasai oleh rasa ketakutan. Rasa ketakutan ini datang dari kekhawatiran jika seandai nya kita merespons Tuhan dengan sepenuh hati, maka bersamaan dengan penyerahan diri kita kepada Tuhan, kita pun harus mau melepaskan apa yang terasa familiar dan nyaman di hidup kita. Rasa ini bisa dibandingkan seperti seorang anak yang memegang erat-erat kelereng berwarna, dan sang anak takut bahwa melepaskannya akan membuat tangannya menjadi kosong. Yang anak itu tidak bisa melihat adalah di balik tangan Tuhan Yesus yang meminta kelereng tersebut, adalah suatu permata indah yang tak ternilai yang siap diberikan Tuhan kepada sang anak. Tetapi anak itu justru malah menjadi takut kehilangan batu yang telah menjadi begitu familiar, sehingga dia menolak untuk membuka tangannya untuk dapat menerima permata tersebut. Kadang inilah kondisi kita. Dalam memegang yang familiar, kita melewatkan kesempatan untuk menerima kekayaan tak terbandingkan yang Tuhan sediakan untuk kita.

Mari kita lihat kehidupan Santo Agustinus sebagai contoh. Jalannya menuju iman tidak selalu lurus; ada masa ketika dia mirip tanah berbatu, menentang Firman Tuhan, terjerat dalam hiburan dan bahkan dosa duniawi. Namun, meski dalam pergulatannya, Firman Tuhan terus ditaburkan kepadanya.

Pengalaman mendalam tentang belas kasihan Tuhan mengubah Santo Agustinus dari tanah yang berbatu menjadi tanah yang baik dan subur. Santo Agustinus membuka hatinya untuk menerima Firman Tuhan di usia yang tidak lagi belia. Namun, dia tetap menghasilkan buah buah hikmat dan kebajikan yang begitu luar biasa, dan kisah hidup pertobatannya, ajarannya masih menyentuh banyak dari kita sampai hari ini. Dalam pengakuannya yang mendalam tentang kasih Tuhan, dia menyatakan, sekalipun nampaknya dia ‘lambat’ untuk menyadari keindahan Tuhan yang begitu megah, nyatanya Tuhan tidak pernah berhenti memanggil dan memanggil dia sampai ketulian rohani nya ahirnya terbuka. ( Late have I loved you, O beauty ever ancient, ever new. You have called to me and have called out, and have shattered my deafness).

Santo Agustinus, seperti anak yang akhirnya membuka tangannya untuk dapat menerima berlian terindah, menemukan bahwa apa yang awalnya dia takuti akan kehilangan, ternyata tidak sebanding dengan keindahan dan kegembiraan dalam mengenal dan mengasihi Tuhan. Menemukan Tuhan, katanya, adalah petualangan terbesar di dalam hidupnya.
Ini membawa kita kembali kepada kebijaksanaan Paus Benediktus XVI, yang mengingatkan kita bahwa ketakutan kita bahwa Tuhan akan mengambil sesuatu berharga dari kita tidak berdasar dan ketakutan itu malah justru seringkali menyebabkan kita menjadi salah arah. Ketika kita menjadi tanah yang subur dan siap menyambut Firman Tuhan, kita tidak akan kehilangan apapun, tetapi sebaliknya akan mendapatkan segalanya. Tuhan tidak akan merampas kegembiraan kita, Dia justru memperbesarnya dengan suka cita Nya yang tidak ternilai. Dia akan merawat kita, menjaga pertumbuhan spiritual kita sehingga hidup kita bisa menghasilkan buah yang berlimpah.

Saudara-saudari, kita semua pernah menemukan diri kita pada berbagai tahap dari perjalanan rohani ini kita. Beberapa dari kita mungkin merasa seperti anak itu, ragu untuk melepaskan batu. Tetapi mari kita ingat bahwa kita sedang mengejar berlian, suatu suka cita yang jauh lebih besar. Kita dipanggil untuk menjadi tanah yang subur, untuk menyambut Firman Tuhan dengan hati yang terbuka, untuk membiarkan ajaran-Nya meresap ke dalam kehidupan dan tindakan sehari-hari kita, dan membiarkan sabda Tuhan mengubah kita. Sama seperti yang ditemukan oleh Santo Agustinus, ketika kita membuka tangan kita yang mengepal dan kita mempercayai janji Tuhan, kita tidak kehilangan apa pun, tetapi mendapatkan segalanya.

Dalam kebiasaan kehidupan sehari-hari kita, marilah kita menjadi semakin terbuka akan kasih dan anugerah Tuhan yang luar biasa. Mari kita ingat bahwa setiap tindakan kebaikan, setiap momen pengampunan, setiap saat melangkah keluar dari zona nyaman kita dalam iman, adalah langkah kita untuk menjadi tanah yang semakin subur, yang akan mengantar kita ke petualangan terbesar dalam mencari, mengenal dan mengasihi Tuhan.
Amin.

Menjadi Bagian dalam Lukisan Ilahi

0
Sumber gambar: https://doctrinalart.files.wordpress.com/2014/07/2-3-the-trinity-adored-by-the-duke-of-mantua-and-his-family.jpg?w=519&h=420

Saudara dan Saudari dalam Kristus,
Bacaan Injil hari ini menyingkapkan kesatuan antara Yesus dengan Allah Bapa. “Tak seorang pun mengenal Bapa selain Putra” dan demikian pula sebaliknya. Bagaimana kita menggambarkan keeratan antara Bapa dan Putra ini? Analogi apapun di dunia ini tidak akan memadai untuk melukiskannya, sebab tak ada kesatuan antara dua pribadi di dunia ini yang begitu sempurna seperti kesatuan Bapa dan Yesus Putra-Nya. Tetapi dalam keterbatasan perumpamaan manusia, marilah kita bayangkan tentang seorang Pelukis maestro, yang dengan setiap goresan yang tepat dan penuh perhatian dan kesempurnaan kasihNya, membawa kehidupan ke dalam sebuah karya seni yang menakjubkan. Pelukis ini, Sang Bapa di Surga, menggunakan kuas untuk lukisan tersebut – Sang Putra – untuk mengekspresikan visi-Nya yang ilahi pada kanvas dunia kita. Dan apa yang memberi kehidupan pada lukisan ini, yang menambahkan kedalaman, nuansa, dan keindahan, adalah warna-warna Roh Kudus, yang mengalir secara sempurna dari kuas, menyatu dengan Sang Bapa dan Sang Putra dalam aksi penciptaan ini.

Bayangkanlah keintiman proses ini, pemahaman dan kesatuan antara Sang Maestro, Kuas Ilahi, dan warna warna kehidupan yang tercipta. Paus Fransiskus pernah menggambarkan hubungan antara Yesus dan BapaNya sebagai “dasar kepribadian dan kehidupan Kristiani” sebuah ikatan yang sangat dalam dan menyatu, seperti sinergi tak terpisahkan antara pelukis, alat dan hasil karya-Nya. Ini hanya penggambaran tak sempurna, sebab pada Allah, ketiganya satu hakikat-Nya: Sang Putra bukan alat yang terpisah dari sang Pelukis, dan Roh Kudus bukan merupakan ciptaan yang baru dihasilkan kemudian. Ketiga-Nya adalah satu kesatuan, tak terpisahkan, dan inilah kedalaman misteri kehidupan Allah.

Dalam kemurahan hati-Nya, Sang Pelukis ilahi mengundang kita manusia untuk menjadi bagian dari karya seni ini. Ia menghendaki kita menjadi warna warni yang digunakan-Nya untuk menambah kehidupan, keunikan, dan goresan kepada ciptaan-Nya. Kita bukan hanya penonton pasif tetapi diajak sebagai peserta aktif, dimana masing-masing dari kita diundang untuk membawa nuansa unik kita ke kanvas ilahi itu. Tetapi untuk itu dibutuhkan disposisi tertentu dari pihak kita. Kita perlu berbaur ke dalam lukisan, berharmoni dengan komposisi keseluruhan daripada berusaha menonjolkan diri. Ini membutuhkan kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesediaan untuk dipandu oleh Sang Pelukis maestro. Contoh indah diwujudkan oleh kehidupan Santa Theresia dari Lisieux.

Santa Theresia, yang juga dikenal sebagai ‘Bunga Kecil Yesus’, terkenal karena kerendahan hatinya yang mendalam dan kepercayaan yang seperti anak kecil kepada Tuhan. Dia mengikuti apa yang dia sebut ‘jalan kecil’, jalan penyerahan dan cinta mutlak kepada Tuhan. Kehidupannya mencerminkan kata-kata, “Aku memilih semua yang Engkau kehendaki!” Penerimaan dan kepercayaan dalam kehendak Tuhan ini seperti warna yang menyerah pada visi seniman, membiarkan dirinya digunakan kapan saja dan bagaimanapun seniman itu melihat sebagai cocok dan sesuai.

Santa Theresia juga mengingatkan kita bahwa, “Yang penting dalam hidup bukanlah perbuatan besar, tetapi cinta yang besar.” Sebagai warna dalam mahakarya ilahi, kita tidak dipanggil untuk melakukan tindakan besar yang menarik perhatian pada diri kita sendiri tetapi menambahkan cinta ke setiap goresan, setiap interaksi, setiap momen dalam hidup kita. Saat kita menerima ajaran Yesus, kita membiarkan diri kita dipandu oleh tangan ilahi, mengalir dari kuas Sang Putra, dipenuhi dengan warna-warna Roh Kudus. Kita menyerahkan diri pada visi seniman ilahi, menjadi bagian dari mahakarya-Nya, dan menambahkan nuansa cinta penyerahan diri kita yang unik.

Dan begitulah, saudara dan saudari terkasih, kita menemukan diri kita diundang ke dalam hubungan intim Trinitas. Kita bukan hanya penonton, tetapi peserta aktif dalam seni ilahi ini, berbagi dalam kesatuan mendalam antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Saat kita maju dalam perjalanan iman kita, mari kita ingat untuk menjalani hidup dengan kerendahan hati dan kepercayaan seperti Santa Theresia. Mari kita juga berani menyatakan kepada Tuhan bahwa hidup kita adalah “semua yang Engkau kehendaki.” Marilah kita dengan kepercayaan seorang anak berani menyerahkan diri kita pada visi Sang Seniman ilahi. Dalam penyerahan ini, kita akan menemukan diri kita ditenun ke dalam mahakarya ilahi, menjadi ungkapan hidup cinta Tuhan. Ingatlah bahwa undangan untuk menjadi bagian dari mahakarya Tuhan adalah panggilan lembut ke arah kesatuan, cinta, dan kedamaian. Mari kita menjawab dengan keterbukaan dan kepercayaan, mengetahui bahwa ketika kita mau menyerahkan diri kita di dalam mahakarya ilahi, kita akan menemukan istirahat dan damai sejati di dalam jiwa kita. Amin.

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab