Home Blog Page 177

Allah terlihat kejam di Perjanjian Lama?

27

Mengapa gambaran Allah dalam Perjanjian Lama (PL), terlihat ‘kejam’ dan kurang ‘cinta kasih’? Gereja Katolik mengajarkan agar kita membaca PL dalam terang PB, sebab PL merupakan gambaran tersembunyi yang disingkapkan dalam PB  (lihat KGK 129). Maka kisah PL baru diperoleh makna lengkapnya jika dikaitkan dengan PB. Dalam kisah perang dalam PL, misalnya saja pada kisah bagaimana Allah memerintahkan bangsa Israel untuk berperang dengan bangsa Kanaan, sebelum mereka dapat masuk ke Tanah Perjanjian (seperti diceritakan dalam Kitab Yoshua), maka kita melihatnya demikian:

  1. Pertama-tama, perlu kita terima bahwa penentuan hidup dan mati manusia adalah hak Tuhan. Tuhan yang memberi hidup, dan Tuhan pula yang mengambilnya jika saatnya tiba. Maka jika Tuhan mengambil jiwa seseorang, itu sepenuhnya adalah hak Tuhan. Di PL, jika Allah menyuruh bangsa Israel berperang, yang akhirnya melibatkan kematian banyak orang, itu harus dilihat bahwa bukan berarti manusia boleh membunuh, namun harus dilihat bahwa kebijaksanaan/ keadilan Tuhan menentukan demikian. Manusia atas kehendak sendiri tidak boleh membunuh (baik membunuh diri sendiri atau orang lain) justru karena urusan hidup dan mati itu adalah hak Tuhan dan bukan hak manusia. Sedangkan bagi Tuhan, karena Ia yang menjadi sumber dan empunya kehidupan manusia, maka Dia berhak menentukan hidup dan mati kita sesuai dengan kebijaksanaan/ keadilan-Nya. Dalam konteks PL, maka segala kejadian peperangan maupun cobaan yang dihadapi umat Israel adalah bagian dari rencana Allah dalam rangka mempersiapkan umatNya untuk menerima nilai-nilai kebajikan yang nantinya akan digenapi dalam diri Kristus.
  2. Keadilan Tuhan dinyatakan dalam PL paling nyata dalam hukuman terhadap manusia yang menduakan Tuhan, yaitu karena manusia menyembah berhala, yang artinya mempunyai allah lain selain Allah. Maka di sepanjang PL kita melihat bagaimana langkah Tuhan men-disiplinkan bangsa pilihan-Nya,  Israel, agar mereka tidak jatuh ke dalam dosa ini. Tuhan membela Israel dan mengalahkan bagi mereka para bangsa yang menyembah berhala, namun jika bangsa Israel menyembah berhala, maka Allah mengizinkan mereka kalah perang dan dikuasai oleh para bangsa lain.
  3. Bangsa Israel diperintahkan untuk memerangi bangsa Kanaan, juga untuk mengajarkan kita bahwa Tanah Perjanjian yang melambangkan surga tidak layak untuk dihuni oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah, dan hidupnya tidak sesuai dengan perintah Allah.

Jadi disiplin yang keras pada PL harus dilihat dalam kesatuan dengan PB, bagaikan layaknya orang tua yang mendidik anak-anak pada masa kecil, mereka diberi disiplin yang keras agar dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sedangkan jika sudah dewasa maka cara disiplin yang sedemikian tidak lagi diperlukan setelah nilai-nilai yang baik sudah tertanam dalam hati. Jangan kita lupa bahwa perintah yang terutama yaitu: kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama sudah diajarkan dalam PL (lihat Ul 6:5) sebelum kemudian dinyatakan kembali oleh Yesus (Mt 22:37-39; Mk 12: 30-31; Lk 10:27). Dan pernyataan kasih setia Tuhan sangat banyak dalam seluruh kitab Mazmur (lih. terutama Mz 85-89, 119,136) dan kasih Tuhan sebagai penebus telah dinyatakan juga dalam PL (Yes 43:1-4). Dan kasih Tuhan inilah yang digenapi oleh Kristus dalam PB: kasih yang sempurna, hingga sampai pada titik mengorbankan diri-Nya demi menebus dosa-dosa kita manusia.

Bagaimanakah kehidupan suami-istri di Sorga?

17

Apa yang terjadi pada pasangan suami istri setelah mereka meninggal? Dua ribu tahun yang lalu, orang Saduki mempertanyakan hal yang sama, seperti yang tertulis di Mrk 12:19-25 dan Mat 22:23-30. Orang Saduki bertanya kalau seorang istri menikah dengan tujuh suami, karena suami-suami yang sebelumnya telah meninggal, maka siapakah yang menjadi suami dari istri tersebut pada hari kebangkitan? Yesus menjawab “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di Sorga” (Mt 22:30; Mk 12:25). Dari sini, kita melihat bahwa pada waktu di Sorga, pasangan suami-istri tidaklah seperti pasangan suami-istri yang kita tahu di dunia ini.

1) Kita juga mengingat, dalam janji yang dilakukan pada waktu menerima Sakramen Perkawinan, suami istri berjanji untuk sehidup semati sampai maut memisahkan mereka. Maka secara prinsip, sakramen – termasuk Sakramen Perkawinan – membantu kita untuk lebih dekat dan bersatu dengan Kristus. Dalam Sakramen Perkawinan, suami istri berusaha untuk menguduskan satu sama lain, sehingga mereka dapat mencapai Surga. Mereka juga dipanggil untuk mendidik anak-anak, sehingga anak-anak mereka juga dapat masuk dalam Kerajaan Sorga. Sakramen Perkawinan menjadi gambaran dari persatuan antara Kristus dengan Gereja-Nya (lih. Ef. 5). Dengan demikian, pada waktu kita semua masuk dalam Kerajaan Surga, kita tidak lagi memerlukan Sakramen, karena kita telah berjumpa dan bersatu dengan Kristus sendiri, dalam persatuan yang lebih sempurna dan abadi. Sakramen sebagai cara (means) tidak diperlukan lagi pada waktu kita mencapai tujuan (end), yaitu Kerajaan Sorga. Dengan demikian, pasangan suami istri tidak lagi memerlukan Sakramen Perkawinan di Surga. Bagaimana bentuk hubungan suami istri di Surga, kita tidak pernah tahu secara persis, dan Yesus hanya mengatakan bahwa mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan, namun hidup sebagaimana layaknya para malaikat. Ini berarti, suami istri tidak lagi melakukan hubungan jasmani, karena persatuan dan kebahagiaan jiwa adalah lebih utama daripada kebahagiaan badani.

2) Apa yang dipersatukan Allah memang tidak boleh diceraikan oleh manusia (lih. Mt 19:6). Namun, kalau kita melihat kodrat dari Sakramen Perkawinan yang menggambarkan Perkawinan Kudus antara Kristus dengan Gereja-Nya, maka hubungan suami istri di dunia yang terikat di dunia, tidaklah diceraikan oleh Allah, namun justru diangkat derajatnya, sehingga setiap individu mengalami persatuan abadi dengan Allah; dan dengan persatuan di dalam Allah ini, maka persatuan antara suami dan istri di Surga mencapai kesempurnaannya. Persatuan abadi dengan Allah di Sorga ini adalah sempurna dan abadi, jauh lebih indah dari persatuan suami istri di dunia ini.

3) Bagaimana jika salah pasangan tersebut terpisah, di mana yang satu masuk Sorga dan yang lain masuk neraka? Manusia mempunyai kodrat sebagai manusia, karena dia mempunyai jiwa dan tubuh di mana jiwanya bersifat spiritual (silakan melihat diskusi ini – silakan klik dan artikel ini – silakan klik). Persatuan jiwa dan badan tidaklah bersifat sementara, namun persatuan tersebut adalah kodrat manusia. Dengan demikian, manusia A hanya dapat menjadi manusia A kalau dia mempunyai persatuan antara badan A dan jiwa A. Pada waktu kedatangan Kristus yang kedua, maka seluruh jiwa-jiwa akan mendapatkan badannya kembali, sehingga terjadi persatuan antara badan dan jiwa, yang membentuk kodrat manusia seutuhnya, di mana setiap individu adalah unik dan berbeda dengan individu yang lain.

Dengan demikian, kalau pasangan suami istri yang terpisah selamanya [yang satu di Sorga dan yang lain di neraka], maka mereka tidak dapat bersatu lagi. Setelah Kebangkitan Badan di akhir zaman, bagi yang berada di neraka, ia berada di neraka  jiwa dan badannya. Bagi yang berada di Surga, ia juga berada di surga jiwa dan badannya. Jiwa mereka tidak akan tertukar satu sama lain maupun bersatu di satu tubuh, mengingat persatuan jiwa dan badan adalah telah menjadi kodrat manusia yang unik, yang tidak dapat ditukar ataupun digabungkan. Karena neraka adalah keterpisahan abadi dengan Tuhan dan Surga adalah persatuan abadi dengan Tuhan, maka neraka dan Surga tidaklah mungkin terseberangi. Dengan demikian, jiwa dan badan dari manusia A tidak akan mungkin bersatu dengan jiwa dan badan dari manusia B, jika yang satu berada di surga dan yang lain di neraka.

 

Apa Perbedaan Mudika dan OMK?

13
1. Muda-Mudi Katolik (Mudika) ialah kelompok OMK  (pemuda/i yang beragama Katolik) teritorial paroki. Mudika berkembang menjadi salah satu organisasi dalam paroki. Sejarah Mudika dimulai sejak “Pemuda Katolik” menjadi Organisasi Massa pada awal Orde Baru. OMK yang tidak mau menjadi ormas “Pemuda Katolik” kemudian membentuk kelompok teritorial paroki bernama Mudika. Pencetus nama Mudika ini ialah FX Puniman (seorang aktivis OMK 1970-an) yang juga wartawan di kota Bogor. Maka anggota Mudika ialah OMK-OMK yang tidak mau menjadi anggota Ormas “Pemuda Katolik”. Sedangkan OMK ialah individu atau seklompok orang yang berusia muda dan beragama Katolik.
Jadi OMK lebih luas daripada Mudika. OMK ada di mana-mana, baik di organisasi Mudika maupun komunitas non – Mudika. Banyak pula OMK yang tidak mau menjadi anggota Mudika. Mereka lebih suka menjadi anggota kelompok kategorial seperti Persekutuan Doa Karismatik Katolik, Persekutuan Doa Legio Mariae, Komunitas OMK Peduli Sampah, Persekutuan Doa Meditatif ala Taize, dll, atau, banyak pula OMK yang hanya misa sekali seminggu.
2. Maka OMK dan Mudika dapat ada bersama- sama dalam satu paroki. Namun harap dicatat bahwa OMK bukan organisasi. OMK ialah individu atau komunitas orang berusia muda dan beragama Katolik.
3. Mudika merupakan salah satu kelompok OMK di Gereja Paroki lingkupnya teritorial. Sementara OMK adalah individu atau komunitas yang tak hanya lingkup teritorial. Persamaan keduanya: keduanya beranggota orang berusia muda beragama Katolik.
Seksi Kepemudaan di Paroki lah yang bertugas membina baik komunitas OMK  teritorial (Mudika) maupun berbagai komunitas OMK kategorial.

 

Benarkah Gereja Katolik Bukan Gereja Universal?

14

[Dari Katolisitas: Berikut ini adalah pernyataan dari David yang mungkin mewakili pandangan umum saudara-saudari kita yang Kristen non- Katolik akan Gereja Katolik. Ingrid akan menanggapi pernyataan ini menurut ajaran iman Katolik. Semoga bermanfaat]

Pertanyaan:

Shalom katolisitas, berikut tanggapan saya …

Gereja Roma Katolik walau menggunakan istilah katolik tidaklah otomatis berarti gereja yang bersifat universal melainkan hanya gereja yang berpusat di Roma saja.

Hanya ‘Invisible Church” atau tubuh KRISTUS yang tidak kelihatan adalah benar benar gereja ‘am’ yang sesungguhnya.

Gereja mula mula namanya gereja Kristen yang dimulai disebut demikian di Anthiokia,inilah akar semua gereja.

Kisah Para Rasul 11:26 Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.

Kisah Para Rasul 26:28 Jawab Agripa: “Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!”

Roma 16:7 Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara-saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan bersama-sama dengan aku, yaitu orang-orang yang terpandang di antara para rasul dan yang telah menjadi Kristen sebelum aku.

I Korintus 9:5 Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas?

II Korintus 12:2 Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau — entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya — orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga.

I Petrus 4:16 Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama KRISTUS itu.

Jadi gereja awal di Yerusalem adalah gereja Kristen namanya,bukan gereja katolik !

Semua uskup diseluruh dunia diawal gereja berdiri sendiri sendiri tidak ada saling membawahi sebagaimana juga para Rasul tidak ada saling membawahi satu sama lain (Sistim Episcopal).

Perpecahan gereja timbul hanya karena Uskup Roma memproklamirkan dirinya sebagai Paus yang membawahi semua Uskup didunia.

Perpecahan dengan Protestan juga terjadi karena Gereja Roma Katolik telah menyalahgunakan ajaran Alkitab.

Pada prinsipnya otoritas tulisan yang bukan Rasul tidak setara dengan tulisan Rasul yang diinspirasikan oleh ROH KUDUS.

Apapun tulisan bapa gereja sepanjang itu tidak bertentangan dengan kebenaran Kitab Suci tidak persoalan karena itu bersifat teologis. Jangankan dulu sekarang saja semua teologia boleh kita pegang kalau sepenuhnya berdasarkan Alkitab.

Sejarah GRK

1. Tahun 300, Menetapkan tanda salib
2. Tahun 300, Berdoa bagi orang mati
3. Tahun 320, Menetapkan penyalaan lilin
4. Tahun 375, Membuat patung malaikat dan orang kudus yang telah meninggal dan menyembah mereka
5. Tahun 394, Menetapkan setiap hari melaksanakan misa
6. Tahun 481, Mulai meninggikan Maria; dalam konsili Efesus untuk pertama kalinya menyebut Maria sebagai “Bunda Allah” (Mother of God)
7. Tahun 526, Upacara pengurapan minyak pada orang menjelang kematiannya
8. Tahun 593, Gregory I mengemukakan teory purgatory
9. Tahun 600, Berdoa kepada Maria, para orang kudus yang telah meninggal, dan kepada malaikat
10. Tahun 607-610, Boniface III adalah orang pertama yang disebut sebagai Paus
11. Tahun 709, Mencium kaki Paus
12. Tahun 786, Menghormati kayu salib, lukisan dan benda-benda peninggalan para orang kudus
13. Tahun 850, Penyediaan air kudus: percampuran garam dan air yang dilakukan oleh imam
14. Tahun 890, Menghormati Santo Yusuf (ayah tiri Tuhan YESUS)
15. Tahun995, Paus Yohanes XV untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai orang kudus yang telah meninggal
16. Tahun 1079, Mengumumkan sistem membujang (selibat) bagi imam
17. Tahun 1190, Penjualan surat pengampunan dosa
18. Abad ke-12, Peter Lombard menetapkan 7 sakramen kudus
19. Tahun 1215, Innocentius III menetapkan teori Transubstansiasi
20. Tahun1215, Paus Innocentius III menetapkan para imam mewakili Allah untuk mendengarkan pengakuan dosa orang
21. Tahun 1220, Hororius III mengumumkan penghormatan air kudus
22. Tahun 1229, Konsili Valencia menetapkan larangan bagi kaum awam membaca Alkitab
23. Tahun 1251, Simon Stock dari Inggris memugar kuburan-kuburan orang kudus (Scapular-kuburan KRISTUS)
24. Tahun 1439, Konsili Florence menetapkan doktrin Purgatory
25. Tahun 1545, Konsili Trent mengumunkan tradisi gereja mempunyai otoritas yang setara dengan Alkitab
26. Tahun 1546, Konsili Trent menetapkan Deuterokanonika sebagai bagian dari Alkitab
27. Tahun 1854, Paus Pius IX dengan resmi mengumumkan ajaran resmi dikandung tanpa dosa (Immacullate Conception of Mary)
28. Tahun 1870, Konsili Vatikan mengumumkan ajaran ketidaksalahan Paus dalam iman kepercayaan dan hidup moral
29. Tahun 1950, Paus Pius XI mengumumkan Maria naik ke surga
30. Tahun 1965, Paus Paulus VI mengumumkan Maria sebagai Ibu gereja

Jadi baru diabad ke-7 saja mulai ada jabatan resmi yang namanya Paus.

Kalau mau pakai nama Gereja Rasuli tentunya semua gereja yang benar benar memegang teguh ajaran para Rasul yang merupakan fondasi gereja (Ef.2:19,20),bukan menambah nambah ajaran para Rasul sepanjang sejarah.

Gereja yang tetap memegang teguh ajaran para Rasul yang tertulislah yaitu prinsip ‘Back to Bible’ yang mencerminkan gereja rasuli yang sejati,seperti yang dicanangkan oleh gerakan Reformasi Gereja abad 16.

Pemahaman anda mengenai gereja masih bersifat institutional organisatif sehingga hanya melihat formalitas administrative duniawi gereja,oleh karena itu silahkan dalami lagi makna gereja secara spiritual berdasarkan Kitab Suci agar tidak melenceng terus argumentasinya.

Kalau istilah itu anda gunakan bagi Petrus yang anda anggap pendiri GRK maka sudah pasti kebablasan sifatnya karena :

1. YESUS tidak pernah mendirikan sistim kepausan seperti GRK

2. Petrus tidak pernah diangkat menjadi Paus

3. Petrus tidak pernah mengangkat Paus

4. Petrus bukan pendiri gereja di Roma melainkan Paulus

5. Petrus menikah bukan seperti Paus sekarang

6. Petrus dan semua Rasul lainnya sama derajatnya dimata Tuhan,hanya berbeda talenta dan karunianya. Malah Petrus yang paling sering melakukan kesalahan teologis dan ditegur oleh YESUS dibandingkan dengan Paulus misalnya.

Perlu kita ingat Pertama-tama Paulus sendiri tidak menafikan perpecahan kalau itu diperlukan !

I Korintus 11:19 Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji.

YESUS bukan saja membawa damai tetapi juga pedang pemisah ….karena demi kebenaran maka konsekwensi beriman kepada YESUS dan kebenaran Injil juga bisa membawa perpecahan baik didalam keluarga apa lagi dengan orang luar.

Mat. 10:34 – 39 “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

Jadi jelas Kitab Suci sudah menjawab pertanyaan anda sendiri yaitu ‘Gerakan Reformasi’ lahir karena konsekwen kepada kebenaran ajaran tertulis para Rasul dimana Kitab Suci merupakan satu satunya otoritas tertinggi bukan manusia fana dan para pemimpin gereja yang kerjanya cuman bikin dosa melulu.

ereja adalah kumpulan orang percaya yang dipanggil bersekutu untuk dikhususkan melayani Tuhan.

Gereja adalah manusianya bukan gedung,organisasi,institusi,hierarchi,sistim,sakramen dsb.

Cikal bakal semua gereja adalah Gereja Kristen Awal yang berpusat di Yerusalem dibawah pimpinan Yakobus.

Dan dari cikal bakal ini gereja tersebar keseluruh pelosok dunia bukan hanya di Roma doang.

GRK hanyalah gereja lokal (bukan universal) yang berpusat di Roma yang merupakan negara agama dan politik bercampur menjadi satu.

Hanya gereja sebagai tubuh KRISTUS yang bersifat Universal karena diikat hanya oleh satu otoritas yaitu Injil kebenaran Allah.

Gereja yang satu dan am yaitu tubuh KRISTUS itu berdiri pada hari Pentakosta.

Mau tahu sejarah jabatan gerejawi ?

1. Setelah Pentakosta para Rasul dengan pimpinan ROH KUDUS menyebar keberbagai pelosok dunia untuk membawa kabar baik yaitu Injil. Dunia pada masa itu sering disebut ‘Mediterranean world.’

2. Jabatan gereja kelompok yang pertama disebut ‘diakonoi’ atau ‘diaken’ yang berarti pelayan (1 Tim.3:8 – 13).Mereka melayani kebutuhan gereja dan para janda (Kis.6:1-6 ; 1 Tim.5:9-16)

3. Kelompok berikutnya adalah ‘presbuteroi (1 Tim.3:1-7 ; Titus 1:5-9). Istilah itu berarti Penatua/Tua Tua (older man atau elders). Mereka dianggap yang memiliki pengetahuan rohaniah yang baik khususnya Kitab Suci. PB sering menyebutnya juga dengan ‘episkopoi’ yang berarti over-watcher,overseers atau juga bishops (uskup).(Kis.20:17 ,28 ; Titus 1:5,7).

4. Periode abad pertama sampai ketiga terjadi perkembangan jabatan gerejawi seiring dengan semakin tersebar-luasnya gereja. Terdapat seorang pemimpin gereja yang bergelar ‘bishop’ pada suatu daerah tertentu. Jadi sudah ada mulai hierarchi yaitu Bishop – kelompok Penatua – kelompok Diaken. Inilah pola dasar kepemimpinan gereja sejak awalnya.

5. Perkembangan selanjutnya khususnya di Barat setelah Kristen menjadi agama negara pada era Constantine dan penerusnya,dimana unsur politik sudah memasuki gereja dan banyak timbul kota kota metropolitan maka timbul jabatan baru bagi bishop atau uskup yaitu ‘archbishops atau kalau di Timur disebut ‘metropolitants.’ Mereka sering dianggap menduduki jabatan lebih penting karena pengaruh lokasinya,yaitu kota yang penting sebagai pusat Kekristenan.

6. Selama abad ke-4 dimana Kristen sudah merupakan agama negara maka kaisar Roma memberikan status tambahan sebagai ‘Government Officials’ kepada para uskup dikota kota besar. Archbishop yang paling besar pada masa itu adalah yang menjabat di Roma,Konstantinopel,Alexandria dan Antiokia. Sedangkan bishop Yerusalem tetap dianggap yang terpenting dan dijuluki sebagai ‘patriarchs.’

7. Pada abad kelima seorang bishop sudah dianggap sebagai pemimpin resmi dan guru kepala sebuah gereja tertentu.

8. Cikal bakal kepausan (papacy) jejaknya dimulai bishop Roma yg ke-8 yaitu Sylvester (314-335). Ketika Kaisar Constantine tahun 330 memindahkan ibukotanya ke Konstantinopel maka terdapat kevakuman kuasa politik di Roma (Eropa Barat). Kevakuman kuasa politik ditambah mulai suramnya kekuasaan kerajaan Romawi melahirkan benih dan ide berkuasa dari bishop Roma Sylvester dan penerusnya yang lain.

9. Setelah Sylvester maka bishop Leo I (440 – 461) memegang tampuk kekuasaan gereja di Roma. Dia dipanggil sebagai ‘ Leo yang Agung’ atas jasa jasanya menghindarkan Roma dari kehancuran total oleh pendudukan pasukan Barbar Attila tahun 452. Demikian juga Paus Leo ini yang menyelamatkan Roma dari kehancuran serangan Vandals tahun 455.

10. Banyak pengamat sejarah menobatkan bahwa bishop Leo ini yang pertama kali memproklamirkan bahwa Petrus adalah pendiri gereja Roma dan mengklaim bahwa Bishop Roma adalah ‘Primary Peter’s Sucessor.’ ( Klaim GRK masalah Petrus ini sudah banyak didiskusikan dan ditolak diforum ini karena memang tidak ada dasar Kitab Sucinya sama sekali.)

11. Bishop Leo mengklaim berdasarkan ‘Hukum Roma’ bahwa semua bishop berikutnya yang diangkat di Roma adalah suksesi jabatan Petrus yang dianggap sebagai bishop yang pertama di Roma dan semua bishop didunia harus tunduk kepadanya.

12. Sudah tentu klaim sepihak bishop Roma ini ditolak mentah mentah oleh Bishop penting lainnya yang berada di Timur seperti Yerusalem,Konstantinopel,Alexandria dan Antiokia. Mereka yang di Timur tetap menganggap bahwa semua bishop adalah setara. Klaim Bishop Roma yang haus kekuasaan inilah yang pertama kali menimbulkan bibit dan sumber perpecahan didalam tubuh gereja Kristen.

13. Agenda mendirikan dinasti papacy ini tetap diperjuangkan oleh bishop Roma dan mencapai puncaknya oleh bishop Gregory The Great (590 – 604). Dialah yang sering dianggap sebagai yang pertama kali memegang jabatan yang disebut Paus,walaupun ia mendapat tantangan keras dari John IV Patriarch Konstantinopel yang menganggapnya sangat arogan karena menyatakan dirinya sebagai ‘Universal Bishop.’ Pada era ini bishop Roma disebut ‘papa’ (Latin) atau ‘papas’ (Greek) yang berarti ‘Bapa.’Istilah ‘Bapa’ ini sebenarnya sudah melawan ajaran YESUS sendiri yang mengatakan : Matius 23:9 Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga.

Demikian sedikit uraian sejarah gereja di Barat mudah mudahan bisa menyadarkan keangkuhan dan arogansi anda terhadap gereja anda dan bisa melihat secara clear fakta fakta sejarah yang obyektif.

Saya lanjutkan saja sepak terjang Paus Roma sejak abad ke-7 :

1. Pada abad 11 ambisi kekuasaan politik Paus menjadi-jadi dengan melakukan penjajahan melalui penaklukan militer. Tahun 1905 Paus Urban II mengangkat pedang dan mengangkat para ‘crusader’ menyerang Yerusalem. 200 tahun lamanya perang ini dilakukan dengan korban jutaan manusia dikedua belah pihak.

2. Para Paus yang gila hormat kemudian membuat mahkota kepausan (Tiara) bagi dirinya. Sejak Paus Gregory IX (1227 – 1241) para Paus mulai pakai mahkota kebesaran. (Padahal Kepala Gereja yaitu YESUS sendiri memakai mahkota duri).

3. Paus Gregory IX inilah yang mulai mengeluarkan keputusan pembersihan ajaran gereja melalui ‘Inquisisition’ tahun 1231 yang dilanjutkan dengan ‘Spanish Inquisition’ ( 1478 – 1820) yang penuh kekejaman membunuhi jutaan orang Kristen yang dianggap bidat. http://www.the-bible-antichrist.com/roman-catholic-church-persecution.html.

4. Puncak ambisi kuasa Kepausan terjadi pada kekuasaan Paus Pius IX (1846 – 1878),yaitu pada Konsili Vatican I (1869 – 1870) Paus mendeklarasikan jabatannya sebagai ‘Supreme Apostolic Authority’ yang infallible. Dengan demikian ia sudah meninggikan dirinya sedemikian rupa seperti ilahi yang tidak mungkin melakukan kesalahan. (Petrus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya setinggi ini dan sering bikin kekeliruan teologis).

Kalau kita perhatikan sepak terjang para Paus yang gila hormat dan haus akan kuasa ini maka tidak heran kalau apa yang dianggap Babel Besar didalam kitab Wahyu itu adalah Vatican.

Antikristus yang dinubuatkan didalam Alkitab kelak juga memiliki kuasa agama dan politik yang sangat besar.

Kalau GRK masih mengaku gereja rasuliah juga dengan segala sejarah gelapnya ini maka hanya satu ayat yang saya kutip dari perkataan YESUS :

Wahyu 2:2 Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya RASUL, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.

Semoga dapat membantu, salam
David

Jawaban:

Shalom David,

1. Gereja Katolik bukan Gereja universal, namun hanya Gereja yang berpusat di Roma?

Bukti sejarah menunjukkan bahwa istilah katolik yang artinya universal, digunakan sebagai nama yang tidak terpisahkan dari Gereja universal yang berpusat di Roma, untuk membedakannya dengan banyak aliran- aliran sesat di abad- abad awal yang sama- sama mengklaim sebagai pengikut Kristus/ Kristen, namun mengajarkan ajaran yang tidak lengkap, sehingga disebut sebagai bidaah (ajaran sesat), seperti misalnya Gnosticism, Docetism, Ebionit, Valentinian, dst. Hal ini kita ketahui dari tulisan para Bapa Gereja, seperti St. Ignatius dari Antiokhia, St. Irenaeus, Tertullian, dst. Tentang topik sejak kapan Gereja disebut Gereja Katolik sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

Memang benar istilah Kristen mulai dikenal di Antiokhia (lih. Kis 11:26), namun pendirian Gereja ini sendiri bukan baru terjadi di Antiokhia. Kristus telah mengatakan bahwa Ia mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus, dan memberikan kuasa kepada Petrus untuk memimpin Gereja-Nya (lih. Mat 16:18-19). Setelah kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya, Kristus memerintahkan para Rasul untuk pergi ke seluruh dunia, membaptis, mewartakan Injil dan mengajarkan segala perintah-Nya (lih. Mat 28:19-20). Karena itulah Rasul Petrus dan Paulus menuju Roma yang menjadi pusat dunia pada saat itu; dan mereka mendirikan Gereja di sana. Maka memang para pengikut Kristus disebut sebagai Kristen (karena Kristen berasal dari kata Christ-ian artinya pengikut Kristus), namun Gereja yang didirikan oleh Kristus di atas Rasul Petrus dan yang secara keseluruhan mengajarkan ajaran Kristus, disebut sebagai Gereja Katolik (karena ‘katolik’ artinya ‘seluruhnya’/ universal).

Maka Gereja Katolik yang dipimpin oleh Paus (Uskup Roma) adalah Gereja universal, karena tersebar di seluruh dunia dan karena mengajarkan keseluruhan ajaran Kristus dan para Rasul.

2. Gereja dimaksudkan Yesus sebagai Tubuh Kristus yang tidak kelihatan/ invisible?

Kristus tidak pernah mengatakan bahwa Gereja itu harus bersifat tidak kelihatan/ invisible. Sebaliknya yang dikatakan-Nya adalah agar kita orang percaya menjadi terang dunia, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi…” (Mat 5:14). Maka Gereja harus menjadi seperti Kristus yang adalah Terang dunia (lih. Yoh 8:12), dan dengan demikian Kristus tidak menghendakinya agar tersembunyi/ tidak kelihatan, tetapi justru agar seperti terang, yang pasti terlihat cahayanya, agar menerangi dunia, dan dengan demikian orang yang melihatnya memuliakan Allah (lih. Mat 5:14-16).

3. Gereja-gereja berdiri sendiri-sendiri?

Jika kita membaca tulisan para Bapa Gereja, kita akan mengetahui bahwa tidak benar bahwa gereja di seluruh dunia berdiri sendiri-sendiri. Pada awalnya Gereja- gereja ini didirikan oleh para Rasul, dan para Rasul menganggap Rasul Petrus sebagai pemimpin mereka, sebagaimana telah dikehendaki oleh Kristus (lih. Mat 16:17-19, Luk 22:32), sebab Kristus menginginkan agar semua rasul-Nya dan semua orang yang percaya karena pemberitaan mereka, dapat menjadi satu (lih. Yoh 17:21). Itulah sebabnya secara eksplisit Kristus menyebutkan bahwa Ia mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus. Jika tidak ada maksud menjadikan Petrus sebagai pemimpin Gereja-Nya, Ia tidak perlu menyebutkan secara khusus tentang hal ini.

4. Perpecahan Gereja timbul karena Uskup Roma memproklamirkan diri sebagai Paus?

Sejarah Gereja menyampaikan fakta bahwa tidak demikian halnya. Sepertihalnya Rasul Petrus yang tampil sebagai pemimpin yang memutuskan perlu atau tidaknya sunat bagi umat Kristen non- Yahudi (lih. Kis 15), demikian pula para penerus Rasul Petrus mempunyai peran dan tugas yang sama.  Di abad-abad awal, jika terjadi perselisihan ataupun adanya ajaran sesat dalam Gereja, Uskup Romalah (selaku penerus Rasul Petrus) yang bertindak sebagai pemimpin yang mendamaikan perselisihan tersebut; dan meluruskan/ menegaskan kembali ajaran yang benar, jika terjadi adanya ajaran-ajaran sesat yang mengancam kehidupan umat Kristen. Silakan membaca beberapa contohnya di artikel ini:

Keutamaan Petrus: Menurut Dokumen Awal Gereja
Keutamaan Petrus: Dalam Gereja di Lima Abad Pertama

Maka tidak benar jika dikatakan karena ada Paus maka terjadi perpecahan. Perpecahan dalam Gereja disebabkan karena adanya sekelompok orang yang memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja Katolik. Walaupun memang dalam sejarah kita melihat adanya faktor- faktor kekerasan hati manusia dari pihak-pihak yang terlibat, yang mengakibatkan perpecahan ini; namun tidak dapat dikatakan bahwa karena adanya Paus-lah maka terjadi perpecahan. Sebab faktanya, gereja tanpa pemimpin yang mempunyai otoritas yang dari Kristus, akan terpecah belah dengan sendirinya, dan inilah yang terjadi pada gereja-gereja Kristen non- Katolik yang jumlahnya mencapai 28,000 denominasi. Agaknya firman Kristus ini dapat menjadi permenungan, “…Siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan…./ “…he who does not gather with Me, scatters.” (Mat 12:30)

5. Ajaran Gereja Katolik menurut sejarah (menurut catatan Anda)

Saya tidak tahu dari mana sumbernya Anda menuliskan daftar ini. Namun dari daftar yang Anda sebutkan itu nampaklah bahwa Anda tidak memahami prinsip ajaran Gereja Katolik, sebab: 1) Jika baru disebutkan definisi suatu ajaran pada tahun tertentu bukan berarti bahwa sebelumnya ajaran itu tidak diimani. Pengumuman suatu definisi ajaran dimaksudkan untuk menegaskan kembali apa yang sudah diimani Gereja, dan umumnya sekaligus untuk menyatakan juga ajaran-ajaran mana yang menyimpang dari ajaran tersebut. 2) Dalam Gereja Katolik ada ajaran yang merupakan ajaran iman dan moral yang sifatnya dogmatik, namun ada pula yang tidak, dan dengan demikian terdapat tingkatan dalam ajaran-ajaran tersebut.

Berikut ini saya menanggapi pertanyaan Anda (yang saya beri warna biru):

1. Tahun 300, Menetapkan tanda salib? Hal Tanda Salib merupakan tradisi cara berdoa yang didasari atas iman akan Kristus yang telah wafat di salib. Hal tanda salib ini sudah lama hidup di dalam jemaat, dan bukan baru tahun 300.

2. Tahun 300, Berdoa bagi orang mati? Berdoa bagi orang-orang yang sudah wafat, ini juga sudah lama dilakukan oleh Gereja (bukan baru pada tahun 300), dan bahkan dilakukan oleh Tuhan Yesus dan para rasul sendiri, karena hal ini dituliskan di kitab 2Mak 12: 38-45,  sedangkan kitab Makabe sendiri termasuk dalam kitab-kitab Septuaginta, yaitu Kitab Suci yang dipergunakan oleh Kristus dan para Rasul.

3. Tahun 320, Menetapkan penyalaan lilin? Hal penyalaan lilin bukan ajaran iman ataupun moral dan bukan merupakan bagian dari Tradisi Suci (pengajaran lisan Kristus dan para rasul). Ini hanya tradisi/ kebiasaan umat beriman yang mungkin lebih berkaitan dengan kebiasaan jemaat yang di abad- abad awal merayakan Ekaristi di bawah tanah (katakomba) karena menghindari pengejaran/ penganiayaan penguasa; dan hal ini dilanjutkan karena sesuai dengan simbol Kristus sendiri dan para murid Kristus, sebagai terang dunia.

4. Tahun 375, Membuat patung malaikat dan orang kudus yang telah meninggal dan menyembah mereka? Membuat patung malaikat dan orang kudus tidak sama dengan menyembah mereka. Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan umatnya menyembah patung. Tentang hal patung sudah pernah dibahas di sini, silakan klik dan di sini.

5. Tahun 394, Menetapkan setiap hari melaksanakan misa? Penetapan setiap hari Misa bukan merupakan ajaran baru. Sebab hal perayaan Ekaristi (pengajaran, persekutuan, memecah roti dan berdoa) itu sudah dilakukan dengan tekun oleh para murid (lih. Kis 2:42).

6. Tahun 481, Mulai meninggikan Maria dengan sebutan Bunda Allah?  Ini keliru. Maria sudah disebut sebagai Bunda Allah/ ibu Tuhan dalam Kitab Suci (lih. Luk 1:43). Dasar ajaran mengapa Maria disebut Bunda Allah, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Di sana terlihat bahwa doktrin itu sudah jauh diimani Gereja sebelum Konsili Efesus (di tahun 431).

7. Tahun 526, Upacara pengurapan minyak pada orang menjelang kematiannya? Ini keliru. Sebab pengurapan minyak pada orang sakit sudah dilakukan Gereja sejak zaman para rasul dan sebagaimana dicatat dalam Kitab Suci, Yak 5:14.

8. Tahun 593, Gregory I mengemukakan teory purgatory? Ini juga keliru. Dasar ajaran tentang Purgatorium/ Api Penyucian adalah dari Kitab Suci dan Tradisi Suci sebagaimana diajarkan oleh para Bapa Gereja, yang sudah ada sebelum abad ke-6; tentang ini sudah pernah ditulis di sini, silakan klik.

9. Tahun 600, Berdoa kepada Maria, para orang kudus yang telah meninggal? Ini tidak benar. Ajaran tentang persekutuan orang kudus yang tak terpisahkan oleh maut, dasarnya adalah dari Kitab Suci, dan hal ini sudah diimani oleh para jemaat perdana, sebagaimana pernah dibahas di sini, silakan klik. Lagipula, umat Katolik tidak berdoa kepada orang kudus (seperti berdoa kepada Allah) namun memohon dukungan doa para orang kudus. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

10. Tahun 607-610, Boniface III adalah orang pertama yang disebut sebagai Paus? Paus itu artinya Papa (Bapa/ Father), di sini konteksnya adalah bapa pemimpin Gereja. Kepemimpinan Gereja sudah ada sejak Rasul Petrus, sehingga Petrus adalah Paus yang pertama. Bahwa istilah “Paus” itu baru digunakan abad-abad kemudian sebagai sebutan pemimpin tertinggi Gereja di dunia, tidak mengubah maksud/ artinya, bahwa bapa pemimpin Gereja sudah ada sejak zaman Rasul Petrus.

11. Tahun 709, Mencium kaki Paus? Ini bukan ajaran Gereja. Jika dilakukan, itu adalah ungkapan hormat. Paus Yohanes Paulus II mempunyai kebiasaan mencuci kaki para imam/ uskup tertentu dan mencium kaki mereka pada saat perayaan Misa Kamis Putih. Tetapi ini juga bukan ajaran, namun hanya ungkapan kasih yang tulus, seperti dahulu Kristus mencuci kaki para rasul pada saat Perjamuan Terakhir.

12. Tahun 786, Menghormati kayu salib, lukisan dan benda-benda peninggalan para orang kudus? Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Menghormati kayu salib, bukan ajaran dogmatik. Penghormatan salib dan peninggalan para orang kudus merupakan penghormatan dulia relatif, silakan membaca pengertiannya di sini, silakan klik.

13. Tahun 850, Penyediaan air kudus: percampuran garam dan air yang dilakukan oleh imam? Pemberkatan air kudus dari air yang dibubuhi sedikit garam itu dasarnya dari Kitab Suci, yaitu saat Allah menyuruh Nabi Elisa untuk mencampurkan sedikit garam ke air sungai, untuk menjadikan air itu menjadi air yang menyembuhkan penyakit (lih. 2 Raj 2:21).

14. Tahun 890, Menghormati Santo Yusuf (ayah tiri Tuhan YESUS). Jika kita boleh menghormati ayah kita sendiri dan ayah angkat kita (bagi yang mempunyai ayah angkat), maka tentu kita boleh menghormati ayah angkat Yesus. Penghormatan kepada St. Yusuf ini juga sudah lama dilakukan Gereja. St. Jerome/ Hieronimus (347-420) sudah menuliskan tentang penghormatan kepada St. Yusuf, yang juga disebutnya sebagai perawan yang artinya seseorang yang menjaga kemurnian tubuhnya (chaste)

15. Tahun 995, Paus Yohanes XV untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai orang kudus yang telah meninggal. Hal ini tidak benar, sebab Tradisi menghormati orang- orang kudus sudah dimulai sejak abad pertama, yaitu saat jemaat mulai menghormati para rasul, martir (orang- orang kudus yang dibunuh karena iman mereka), dan para orang kudus lainnya, terutama Bunda Maria. Sudah ada banyak Paus sebelum Paus Yohanes XV yang wafat sebagai martir dan telah dihormati sebagai orang kudus.

16. Tahun 1079, Mengumumkan sistem membujang (selibat) bagi imam. Hal selibat para imam sudah ditetapkan sejak abad-abad awal. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, lihat di bawah subjudul Kenapa Imam Tidak Menikah.

17. Tahun 1190, Penjualan surat pengampunan dosa. Ini tidak benar. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

18. Abad ke-12, Peter Lombard menetapkan 7 sakramen kudus. Tidak benar. Dasar ketujuh sakramen adalah pengajaran Kristus dan para rasul. Silakan membaca di situs ini tentang ketujuh sakramen, dan di sana disebutkan ayat- ayat Kitab Suci yang mendukungnya.

19. Tahun 1215, Innocentius III menetapkan teori Transubstansiasi. Istilah “transubstansiasi” memang mungkin baru digunakan di abad 12 (pertama kali oleh Uskup Agung Hildebert de Lavardin, dan kemudian resmi diajarkan di Konsili Lateran 1215) tetapi pengertiannya bahwa roti dan anggur itu setelah melalui perkataan Yesus (yang disebut konsekrasi) oleh kuasa Roh Kudus diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus, itu sudah dicatat di dalam Kitab Suci (Mat 26:26-29; Mrk 14:22-25; Luk 22:15-20; 1Kor 11:23-25).

20. Tahun 1215, Paus Innocentius III menetapkan para imam mewakili Allah untuk mendengarkan pengakuan dosa orang. Sakramen Pengakuan Dosa sudah diterapkan sejak jemaat awal, sebagaimana pernah dibahas di sini, silakan klik, lihat di subjudul Bukti Sakramen Pengakuan Dosa dari Bapa Gereja.

21. Tahun 1220, Hororius III mengumumkan penghormatan air kudus. Saya tidak memahami maksud Anda di sini. Sebab menurut pengetahuan saya Gereja Katolik tidak menghormati air/ air kudus. Sejauh informasi yang saya ketahui tentang Paus Honorius III (bukan Hororius) tidak tertulis informasi tentang bahwa ia mengumumkan soal penghormatan air kudus.

22. Tahun 1229, Konsili Valencia menetapkan larangan bagi kaum awam membaca Alkitab. Ini keliru. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

23. Tahun 1251, Simon Stock dari Inggris memugar kuburan-kuburan orang kudus (Scapular-kuburan KRISTUS). Bukan merupakan hal yang salah dengan memugar kuburan.

24. Tahun 1439, Konsili Florence menetapkan doktrin Purgatory. Dasar ajaran tentang Purgatory/ Api Penyucian adalah Kitab Suci dan Tradisi Suci dan ini sudah lama diimani Gereja, bukan hanya baru pada tahun 1439. Tentang hal ini silakan klik.

25. Tahun 1545, Konsili Trent mengumumkan tradisi gereja mempunyai otor?p=itas yang setara dengan Alkitab. Yang mengajarkan bahwa Tradisi Suci (yaitu ajaran lisan dari Kristus dan para rasul) adalah Kitab Suci, sebagaimana disebutkan dalam 2Tes 2:15. Konsili Trent hanya menegaskannya kembali saja.

26. Tahun 1546, Konsili Trent menetapkan Deuterokanonika sebagai bagian dari Alkitab. Kitab-kitab Deuterokanonika sudah ada sejak Kitab Suci pertama ditetapkan dalam Kanon yang ditentukan oleh Paus Damasus I di tahun 382. Silakan membaca tentang asal usul Kitab Suci di sini, silakan klik, dan tentang Kitab-kitab Deuterokanonika, silakan klik di?p= sini.

27. Tahun 1854, Paus Pius IX dengan resmi mengumumkan ajaran resmi dikandung tanpa dosa (Immaculate Conception of Mary). Dasar ajaran tentang Bunda Maria dikandung Tanpa noda adalah Kitab Suci dan Tradisi Suci, sebagaimana diajarkan oleh para Bapa Gereja, dan telah lama diimani oleh Gereja. Tahun 1854 itu hanya merupakan penegasan kembali tentang ajaran itu. Tentang dasar ajaran ini, silakan membaca di sini, silakan klik.

28. Tahun 1870, Konsili Vatikan mengumumkan ajaran ketidaksalahan Paus dalam iman kepercayaan dan hidup moral. Tentang infalibilitas Paus itu hanya terbatas jika Paus menyatakan ajaran tentang iman dan moral, dalam kapasitasnya sebagai penerus Rasul Petrus, dan jika ajaran ini berlaku untuk seluruh Gereja universal. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

29. Tahun 1950, Paus Pius XI mengumumkan Maria naik ke surga. Pernyataan ini salah. Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa Maria naik ke surga, tetapi bahwa Bunda Maria diangkat oleh Allah ke surga. Dasarnya sudah pernah dipaparkan di sini, silakan klik. Tahun 1950 hanya merupakan tahun ditegaskannya kembali dan disampaikan penjelasannya secara definitif, namun bukan baru pada saat itu ajaran tersebut diajarkan. Perlu diketahui bahwa ada perbedaan yang besar antara ‘naik ke surga’ dengan ‘diangkat ke surga’; sebab keadaan yang pertama terjadi atas kuasanya sendiri sedangkan yang kedua hanya atas kuasa Allah. Maka yang naik ke surga adalah Tuhan Yesus, sedangkan Bunda Maria tidak ‘naik’ ke surga tetapi ‘diangkat’ ke surga oleh Allah.

30. Tahun 1965, Paus Paulus VI mengumumkan Maria sebagai Ibu gereja. Yang memberikan Bunda Maria agar menjadi ibu dari para murid-Nya adalah Kristus sendiri (lih. Yoh 19:26-27). Maka sudah sejak awal mula Bunda Maria memang berperan sebagai ibu bagi Gereja (jemaat). Bahkan para pendiri Gereja Protestan juga mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah Bunda Gereja. Tentang dasar ajaran Bunda Maria sebagai Bunda Gereja, silakan klik di sini.

Jadi nampaknya Anda salah paham di sini. Sebab yang terjadi dalam sejarah Gereja Katolik adalah apa yang disebut perkembangan ajaran (development of doctrine) dari suatu ajaran yang sudah ada, yang ditegaskan kembali dengan rumusan yang lebih lengkap; namun bukan merupakan penambahan ataupun perubahan doktrin.

6. Gereja Rasuli adalah Gereja Reformasi abad ke 16?

Atas dasar apa Anda berpandangan seperti ini, dan Gereja Reformasi yang mana yang dimaksud di sini? Sebab Gereja Reformasi itu malah menghapuskan ataupun mengubah apa yang telah ada sejak awal mula diajarkan oleh para rasul dan diimani oleh Gereja, seperti: Perjamuan Ekaristi dimana Kristus sungguh hadir dan bukan hanya sekedar simbol, persekutuan orang kudus yang tak terputus oleh maut, kepemimpinan Rasul Petrus dan para penerusnya, dst.

Setelah abad ke-16 malah terjadi beribu-ribu denominasi yang mengajarkan ajaran yang berbeda- beda, sehingga tidak dapatlah dikatakan bahwa gereja- gereja reformasi itu mempertahankan keseluruhan ajaran para Rasul. Prinsip “hanya Kitab Suci saja” (Sola Scriptura) sebagai dasar iman itu malah tidak diajarkan oleh para rasul dan tidak diajarkan dalam Kitab Suci. Tentang hal ini sudah pernah diulas di sini, silakan klik.

7. Petrus pendiri Gereja Katolik?

Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan demikian, dan kami di Katolisitas juga tidak pernah menuliskan demikian. Gereja didirikan oleh Kristus, namun Kristus mengatakan bahwa Gereja-Nya ini didirikan di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:17-19), dan bahwa tugas kepemimpinan Gereja-Nya diberikan kepada Petrus (lih. Yoh 21:15-17). Demikian juga, istilah yang digunakan dalam Yoh 21:16, “Gembalakanlah [pomaine] domba-domba-Ku” artinya mengatur.

Maka tidak benar jika dikatakan sistem kepemimpinan/ kepausan tidak didirikan oleh Kristus. Yang mengangkat Petrus adalah Kristus sendiri, dan ini dicatat di dalam Kitab Suci, sebagaimana disebutkan di atas Tentang Keutamaan Petrus menurut Kitab Suci, silakan klik di sini; tentang Petros dan Petra, silakan klik; tentang kunci-kunci Kerajaan Surga, klik di sini. Setelah Petrus, kepemimpinan dilanjutkan oleh Linus, dan ini dicatat oleh tulisan para Bapa Gereja, antara lain oleh Tertulian dalam Adversus Marcionem, sebagaimana telah diulas di sini, silakan klik; yang mengindikasikan bahwa Linus menerima kursi kepemimpinannya dari Petrus di mana Rasul Petrus sendiri telah duduk.

Yang mendirikan Gereja di Roma adalah Rasul Petrus dan Paulus, ini pernah diulas di sini, silakan klik.

Petrus memang menikah, namun setelah mengikuti Kristus ia tidak lagi hidup sebagai suami istri dengan istrinya, melainkan sebagai saudara. St. Klemens dari Aleksandria (195) menulis tentang hal ini demikian, “Petrus dan Filipus mempunyai anak-anak, dan Filipus menyerahkan anak perempuannya untuk menikah. … Bagaimanapun juga, para rasul lainnya, dalam keselarasan dengan pelayanan mereka yang khusus, mempersembahkan diri mereka sepenuhnya untuk mengabarkan Injil tanpa ada pengalih-perhatian dalam bentuk apapun. Pasangan hidup mereka turut pergi bersama-sama mereka dalam pelayanan, tetapi bukan sebagai isteri, melainkan sebagai saudara perempuan, supaya mereka bisa turut melayani dan mengabarkan Injil kepada para wanita dan ibu rumah tangga.” ((Terjemahan dari tulisan St. Clement of Alexandria, Ante Nicene Fathers 2:390-391 E))

Selanjutnya tentang keutamaan Rasul Petrus di antara para rasul lainnya, selain dapat dilihat melalui banyak ayat dalam Kitab Suci, dapat juga dibaca dari kesaksian para Bapa Gereja, di antaranya, tulisan St. Klemens dari Aleksandria, “Oleh karena itu, setelah mendengarkan perkataan itu, Rasul Petrus yang terberkati, yang terpilih dan yang utama, yang pertama dari para murid, yang hanya kepadanya Tuhan Yesus sendiri menghormatinya [Mat 17:27], dengan cepat menangkap dan memahami perkataan tersebut.” ((St. Clement of Alexandria, Who is the Rich Man that Shall be Saved? 21, ANF 2:597)) Demikian juga St. Cyprian dari Carthage, mengajarkan, “Memang para rasul yang lain ada di mana Petrus berada, namun keutamaan diberikan kepada Petrus, di mana sudah dinyatakan dengan jelas bahwa hanya ada satu Gereja dan satu kursi kepemimpinan…. Hanya ada satu Tuhan dan satu Kristus, dan satu Gereja dan satu kursi kepemimpinan yang didirikan di atas Petrus, oleh perkataan Tuhan Yesus. Tidaklah mungkin untuk membangun altar yang lain atau imamat yang lain di samping altar yang satu dan imamat yang satu itu. Siapapun yang berkumpul di luar kesatuan itu, akan tercerai berai.” ((St. Cyprian, Letter of Cyprian to All His People [43 (40),5] in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:229)). St. Yohanes Krisostomus, juga mengajarkan hal serupa, “Petrus sendiri adalah pemimpin kepala para Rasul, yang pertama di dalam Gereja, sahabat Kristus, yang menerima wahyu bukan dari manusia tetapi dari Allah Bapa…” ((St. John Chrysostom, Homily 3 de Poenit, 4, in Joseph Berrington and John Kirk, Faith of Catholics, (New York: F. Pustet & Co, 1900), 2:31))

8. Paulus tidak menafikan perpecahan?

Anda mengatakan, “Pertama-tama Paulus sendiri tidak menafikan perpecahan kalau itu diperlukan!” lalu Anda mengutip ayat 1Kor 11:19.

Jika Rasul Paulus mengatakan demikian, itu disebabkan karena memang di jemaat di Korintus sudah terjadi perpecahan jemaat yang disebabkan bukan karena kehendak Allah tetapi karena kekerasan hati manusia. Maka karena kesombongan dan penyimpangan hati manusialah terjadi perpecahan ataupun ajaran yang menyimpang; namun demikian Allah tetap dapat bekerja dalam keadaan sedemikian untuk mendatangkan kebaikan, yaitu melalui keadaan tersebut Ia menyatakan orang- orang yang teguh beriman dan menjadikan iman mereka semakin kuat. Walaupun demikian, Kitab Suci tetap mengajarkan kepada kita, “Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.” (Mat 18:7). Dengan prinsip ini St. Agustinus mengajarkan, “Let us use heretics not so as to approve their errors, but to make us more wary and vigilant, and more strenuous in defending Catholic doctrine against their deceits.” Terjemahannya: “Mari kita menggunakan para heretik itu bukan untuk menyetujui kesalahan-kesalahan mereka, tetapi untuk membuat kita menjadi semakin waspada dan berjaga, dan semakit kuat dalam mempertahankan ajaran Katolik melawan penyimpangan-penyimpangan mereka.” ((St. Augustine, chap. viii. De vera relig.))

9. Kitab Suci yang tertinggi dan satu-satunya otoritas tertinggi?

Fakta menunjukkan tidak demikian, sebab Sola Scriptura (Kitab Suci saja) tidak diajarkan dalam Kitab Suci itu sendiri. Tentang hal ini sudah pernah dibahas, silakan klik.

10. Gereja adalah manusianya dan bukan gedung, organisasi, institusi, hirarki, sakramen, dst?

Gereja memang bukan hanya gedung. Gereja (ekklesia) adalah jemaat, yang punya dimensi ilahi dan manusiawi. Di antara jemaat ini, ada orang- orang tertentu yang berperan sebagai pemimpin; seperti halnya pada saat zaman Kristus sendiri. Fakta bahwa Yesus menghendaki hirarki dalam Gereja-Nya nyata bahwa dalam karya-Nya Ia memilih 12 rasul (Mat 4:18-22; Mrk 1:16-20; Luk 5:1-11) dan juga kemudian ke 70 murid (Luk 10:1). Jika Kristus tidak menghendaki semacam susunan dalam jemaat, tentu Ia tidak perlu memilih mereka- mereka ini. Maka, adanya susunan hirarki dalam Gereja justru terbentuk sesuai dengan kehendak Kristus, yang mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18). Seseorang yang dengan tekun membaca Kitab Suci akan menemukan banyaknya ayat dalam Kitab Suci yang menunjukkan keutamaan rasul Petrus jika dibandingkan dengan rasul- rasul lainnya, seperti pernah secara khusus dibahas di artikel ini, silakan klik. Di dalam konsili Yerusalem (49-50) pada saat terjadi konflik jemaat tentang masalah sunat; Rasul Petruslah yang membuat keputusan; walaupun kemudian Rasul Yakobus yang berbicara dalam khotbah penutup. Maka walau benar semua rasul dan penatua yang melayani dalam sidang itu, namun di dalam sidang itu tetap berdiri seorang pemimpin yang memutuskan, terutama jika terjadi konflik ataupun perbedaan pandangan, dan peran ini dilaksanakan oleh Rasul Petrus dan selanjutnya oleh para penerusnya. Keutamaan Uskup Roma/ Paus (penerus Rasul Petrus) juga secara khusus nampak pada surat St. Klemens yang ditujukan kepada jemaat di Korintus untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di sana, seperti pernah dibahas di sini, silakan klik.

Maka hal kepemimpinan dalam Gereja juga diajarkan oleh Kristus. Selanjutnya tentang asal usul hirarki dalam Gereja, klik di sini. Walaupun demikian Anda benar, bahwa Gereja bukan semata organisasi ataupun hirarki, sebab Gereja juga adalah Persatuan dengan Kristus, yaitu sebagai Tubuh Mistik Kristus dan Mempelai Kristus (lih. Ef 5:22-33). Selain itu, Gereja adalah Sakramen keselamatan, artinya sarana untuk menuju kepada keselamatan; Gereja juga adalah pewarta Kabar Gembira, dan pelayan Kristus. Jadi Gereja itu mencakup tujuan keselamatan, dan sekaligus sarana untuk mencapai keselamatan itu.

11. Cikal bakal Gereja berpusat di Yerusalem?

Gereja pertama memang resmi berdiri di Yerusalem, pada saat Pentakosta. Namun adalah kehendak dan perintah Yesus agar para murid mewartakan Kabar Gembira ke seluruh dunia (lih. Kis 1:8). Oleh karena itu Rasul Petrus dan Paulus menuju Roma, yang adalah pusat dunia saat itu, untuk mendirikan Gereja di sana; dan Gereja itulah yang tetap eksis sampai sekarang, yang memimpin Gereja Katolik di seluruh dunia.

12. Gereja Roma Katolik adalah gereja lokal?

Dengan demikian anggapan Anda bahwa Gereja Katolik yang berpusat di Roma adalah gereja lokal adalah anggapan yang keliru. Silakan Anda membaca tentang keutamaan Gereja Roma, yang jelas dituliskan dalam dokumen awal Gereja, silakan klik; dan catatan para Bapa Gereja di lima abad pertama, silakan klik. Di sana nampak bahwa Gereja Roma bukan gereja lokal, sebab Gereja-gereja lain di seluruh dunia mengakui kepemimpinan Gereja Roma di bahwa pimpinan bapa Paus.

13. Sejarah jabatan gerejawi

Anda benar bahwa urutan kepemimpinan Gereja adalah diakon, presbiter (imam) dan uskup. Selain hal tersebut dicatat dalam Kitab Suci (yang ayat-ayatnya telah Anda sebutkan). Hal hirarki dalam Gereja merupakan kehendak dari Kristus sendiri dan sejak abad awal telah ada dalam Gereja, dan ini tercatat dalam tulisan para Bapa Gereja, terutama oleh St. Ignatius dari Antiokhia (110) dan St. Klemens dari Aleksandria (150-215), sebagaimana dijabarkan di sini, silakan klik.

Namun demikian sudah sejak awal Gereja Roma memegang kepemimpinan dari seluruh Gereja lokal yang dipimpin oleh uskup ataupun patriarkh, sebagaimana telah disebutkan di atas. Maka tidak benar bahwa sistem kepemimpinan kepausan baru dimulai di abad ke-4, seperti yang Anda tuliskan. Sebutan Paus (papa) sesungguhnya dulu mempunyai arti yang lebih luas. Di Gereja Timur digunakan sebagai sebutan imam. Namun di Gereja Barat, sejak awalnya digunakan untuk sebutan Uskup ((Tertullian, “De Pud.”, xiii)). Walaupun benar bahwa kemungkinan di abad ke-4 istilah Paus digunakan untuk sebutan Uskup Roma (Paus Siricius 398), namun sistem kepemimpinan Gereja Roma sudah ada sejak abad pertama dan istilah tersebut tidak bertentangan dengan Kitab Suci.  Rasul Paulus menyebutkan dirinya sebagai bapa bagi umat di Korintus (1 Kor 4:15) dan bapa rohani bagi Timotius (1 Tim 1:2, 2 Tim 1:2), dan bagi Titus (Tit 1:4). Maka sebagai menerus Rasul (yaitu Rasul Petrus), Paus juga mempunyai peran sebagai bapa bagi umat beriman, sebagaimana Rasul Paulus kepada umat di Korintus.

Selanjutnya, kepemimpinan Paus Leo I Agung (440-461) adalah karena ia merupakan Paus yang cukup tegas dalam menolak ajaran- ajaran sesat yang berkembang pada saat itu yaitu ajaran Pelagianisme,  Manichaeisme yang saat itu diajarkan oleh kaum Vandals, dan juga Nestorianisme dan Monophysitisme. Ajarannya yang terkenal adalah the Tome of Leo, yang terjemahannya ada di sini, silakan klik. Maka kepemimpinan Paus Leo sebagai penerus Rasul Petrus adalah dalam kapasitasnya sebagai pengajar iman, yang dengan setia mengajarkan apa yang diajarkan oleh para Rasul. Yang meneguhkan bahwa Paus Leo sebagai penerus Rasul Petrus adalah para Uskup yang hadir (sekitar 600 orang dan hampir semua adalah perwakilan dari Gereja- gereja Timur) dalam Konsili Kalsedon (451). Silakan membaca lebih lanjut di link ini tentang pernyataan Konsili Kalsedon tersebut, silakan klik.

Jadi anggapan Anda, “Sudah tentu klaim sepihak bishop Roma ini ditolak mentah mentah oleh Bishop penting lainnya yang berada di Timur seperti Yerusalem, Konstantinopel, Alexandria dan Antiokia,” tidaklah benar.

Sedangkan kepemimpinan Paus Gregorius I Agung (540-604) nyata karena pengajarannya tentang prinsip- prinsip tugas penggembalaan para uskup dan imam, yang mengajarkan sifat kebapaan, yang ia sendiri lakukan dalam kehidupannya sebagai pemimpin. Maka istilah “holy father” yang mulai dikenal untuk ditujukan kepada Paus, itu didasari atas ajaran bahwa Paus dalam tugasnya sebagai gembala umat, melakukan tugas kebapaan, dan mengambil bagian dalam peran kebapaan Allah. Hal ini tidaklah bertentangan dengan Kitab Suci, dan tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

Tentang permasalahan antara Paus Gregorius I dengan Yohanes IV (John IV the Faster) pemuka Gereja Konstantinopel, silakan membaca di sini, silakan klik.

14. Sepak terjang Paus Roma sejak abad ke-7

1) Tentang Perang Salib, silakan membaca di artikel ini, yaitu di point 18, silakan klik

2) Tentang Tiara

Tiara adalah mahkota yang digunakan para Paus kemungkinan sejak abad ke-8, sampai abad ke 20. Sejak 1143 sampai 1963, tiara dipasangkan ke kepala Paus pada saat penobatannya menjadi Paus. Tiara yang juga menunjukkan adanya tiga tingkat mahkota merupakan simbol tiga misi Kristus yang tak terpisahkan, yaitu sebagai Imam, Nabi dan Raja. Namun demikian sering makna itu disalahartikan menjadi semacam lambang kekuasaan, sehingga bahkan ada banyak orang menyangka bahwa tiara adalah tanda Paus yang gila hormat, sebagaimana yang Anda kutip.

Kemungkinan untuk menepis kesalahpahaman ini, maka Paus Paulus VI meninggalkan kebiasaan penggunaan tiaranya setelah Konsili Vatikan II dan secara simbolis meletakkannya di altar Basilika St. Petrus, dan menyumbangkan nilai harganya kepada kaum miskin. Penerus Paus Paulus VI, Paus Yohanes Paulus I, memutuskan untuk tidak mengadakan upacara pemberian mahkota/ tiara tersebut, dan menggantikannya dengan upacara Inagurasi Pontifikat Tertinggi. Setelah Yohanes Paulus I wafat dan Paus Yohanes Paulus II menggantikannya, ia juga tidak menggunakan tiara itu. Paus Yohanes Paulus II mengatakan:

“Paus terakhir yang dimahkotai adalah Paus Paulus VI di tahun 1963, tetapi setelah upacara pemahkotaan yang agung itu ia tidak pernah menggunakan tiara itu lagi dan meninggalkan kebebasan kepada para Penerusnya untuk memutuskan tentang hal ini. Paus Yohanes Paulus I, yang kenangannya masih sangat jelas di hati kita, tidak menginginkan tiara tersebut; demikian juga Penerusnya [yaitu Paus Yohanes Paulus II] sekarang ini. Ini bukanlah waktu untuk kembali ke suatu upacara dan suatu obyek/ benda yang dianggap, secara salah, sebagai simbol kekuasaan dunia para Paus. Zaman kita ini memanggil kita, mendesak kita, mewajibkan kita untuk memandang kepada Tuhan dan menenggelamkan kita di dalam kerendahan hati dan permenungan yang khusuk akan misteri kuasa yang tertinggi dari Kristus sendiri.” ((Homily of His Holiness John Paul II for the inauguration of his pontificate, 4))

3) Tentang Inkuisisi sudah pernah dibahas di  artikel ini, lihat point 19, silakan klik.

4) Tentang Infalibilitas, sudah pernah dibahas di artikel ini, yaitu di point 1, silakan klik.
Jika dipahami makna infalibilitas dan persyaratannya, maka hal ini tidak ada kaitannya dengan ambisi kuasa Kepausan. Ajaran tentang jaminan bahwa Kristus akan menyertai Petrus dalam memimpin Gereja-Nya, dengan memberinya kuasa mengajar kepadanya, itu sudah diajarkan dalam Kitab Suci (lih. Mat 16:17-19). Maka memang bukan Petrus yang mengklaim dirinya mempunyai kuasa ini, namun Kristus yang memberikan kuasa ini kepadanya, dan Konsili Vatikan I hanya menegaskan kembali pengajaran Kristus ini.

Selanjutnya, tentang tanggapan kami tentang tuduhan Babel besar atau Pelacur Babilon (the Whore of Babylon) y?p=ang sering ditujukan kepada Gereja Katolik, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

5) Tentang tanggapan tentang keberatan akan beberapa Paus, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Gereja Katolik tidak menutup-nutupi jika dahulu memang ada para Paus yang hidupnya tidak sesuai dengan panggilannya sebagai penerus Rasul Petrus.

Namun bagi saya, walaupun sejarah mencatat beberapa Paus yang kontroversial, itu tidak menggoyahkan iman saya, dan malah sebaliknya, makin meyakinkan saya akan janji kesetiaan Kristus untuk menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (Mat 28:20). Sebab jika hal itu terjadi pada organisasi manusia, maka organisasi itu sudah bubar sejak lama. Namun karena Kristus menjaganya dengan Roh Kudus-Nya, maka Gereja Katolik tetap eksis sampai sekarang.

6) Tentang Why 2:2, yang Anda jadikan dasar untuk mengingatkan kami, berbunyi demikian:

“Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.”

Ayat ini ditujukan oleh Rasul Yohanes kepada jemaat di Efesus, yang dipuji ketekunannya oleh Rasul Yohanes untuk menolak para rasul yang palsu (false apostles). Yang dimaksud rasul palsu di sini pada saat itu adalah kaum Nicolaites, yaitu sekte sesat yang berkembang di Efesus. Namun jika ayat ini ingin dihubungkan dengan keadaan jemaat saat ini, maka peringatan dari Rasul Yohanes ini sama- sama ditujukan kepada Anda dan saya, dan semua umat Kristen lainnya; jadi bukan hanya kepada umat Katolik saja. Ayat ini mengingatkan kita agar tekun menolak ajaran- ajaran yang bukan berasal dari para rasul. Maka penting di sini kita mengetahui terlebih dahulu apakah ajaran para rasul yang sesungguhnya, sehingga kita dapat menolak ajaran lain yang menyimpang. Umat Katolik percaya bahwa ajaran yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah ajaran yang berasal dari para Rasul, yang telah dengan setia diturunkan oleh para penerus mereka.

Demikianlah tanggapan yang dapat saya sampaikan tentang pernyataan Anda. Untuk selanjutnya, jika Anda ingin melanjutkan dialog, pilihlah satu topik saja, sehingga pembahasan dapat menjadi lebih fokus. Silakan membaca terlebih dahulu ulasan tentang topik yang terkait, agar tidak terjadi pengulangan pertanyaan dan pembahasan, karena sebagian besar topik yang menjadi keberatan Anda sudah pernah dibahas di situs ini. Bagi saya, dengan membaca pernyataan Anda, saya semakin menyadari bahwa memang terdapat banyak kesalahpahaman dari saudara-saudari non- Katolik, akan apa yang mereka pandang sebagai ajaran Gereja Katolik (padahal sesungguhnya ajarannya tidak demikian). Dengan menanggapi kesalahpahaman itulah saya belajar, dan bahkan saya menjadi semakin mantap dengan ajaran iman Katolik. Untuk itu, malah saya berterima kasih kepada Anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Pesan Bapa Suci untuk Hari Doa Panggilan Sedunia ke-49

2

PESAN BAPA SUCI
UNTUK
HARI DOA PANGGILAN SEDUNIA KE-49

Minggu Paskah IV, 29 April 2012

Tema:
PANGGILAN SEBAGAI ANUGERAH KASIH ALLAH

Saudara-saudari yang terkasih.

Hari Doa Panggilan Sedunia Ke-49 yang akan dirayakan pada tanggal 29 April 2012, Hari Minggu Paska IV, mendorong kita untuk merenungkan tema: PANGGILAN SEBAGAI ANUGERAH KASIH ALLAH.

Sumber segala karunia yang sempurna adalah Allah. Dia-lah Kasih itu sendiri – Deus Caritas est : “…..barangsiapa tinggal di dalam kasih, tinggal di dalam Allah dan Allah tinggal  di dalam dia (1Yoh.4:16). Kitab Suci menceritakan kisah ikatan awali antara Allah dengan manusia yang mendahului penciptaan itu sendiri. Santo Paulus, ketika menulis surat kepada jemaat Kristiani di Efesus, mengangkat kidung pujian dan syukur kepada Bapa, dimana berkat kebajikan-Nya yang tak terhingga, telah selama berabad-abad menyelesaikan rencana keselamatan universal tersebut, yaitu suatu rencana kasih. Santo Paulus mengatakan  bahwa Allah dalam diri Putera-Nya, “telah memilih kita sejak sebelum penciptaan dunia, untuk menjadi kudus dan tak bercela di hadapan-Nya di dalam kasih” (Ef.1:4). Allah mengasihi kita “jauh sebelum” kita ada. Hanya terdorong oleh kasih-Nya tanpa syarat, Allah telah menciptakan kita “bukan dari barang yang sudah ada” (bdk. 2Mak.7:28), untuk menuntun kita ke dalam persekutuan dengan diri-Nya.

Dalam kekaguman yang amat besar akan penyelenggaraan ilahi itu, seorang pemazmur berseru: “Jika aku melihat langit-Mu, karya jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau-tempatkan, apakah manusia itu sehingga Engkau mengingatnya? Siapakah anak manusia itu sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm.8:4-5). Kebenaran yang paling mendasar dari keberadaan kita termaktub dalam misteri yang menakjubkan ini: setiap makluk, khususnya  setiap pribadi manusia, adalah buah pikiran dan tindakan kasih Allah, suatu kasih tanpa batas, setia dan tak berkesudahan (bdk. Yer.31:3). Penemuan akan realitas kasih semacam ini sungguh-sungguh akan mengubah kehidupan kita secara mendalam. Dalam sebuah halaman yang terkenal dari buku “Pengakuan-pengakuan”-nya, Santo Agustinus mengungkapkan dengan perjuangan keras penemuannya akan Allah sebagai kasih dan keindahan yang amat menakjubkan. Dia adalah Allah yang selalu dekat dengan-nya, kepada-Nya Santo Agustinus akhirnya membuka pikiran dan hatinya untuk diubah: “Terlambat sudah aku mencintai-Mu, Oh Keindahan lama yang selalu baru, terlambat sudah aku mencintai-Mu! Ya, karena ketika Engkau berada di dalam diriku, aku sendiri malah berada di luar sana, dan di luar sanalah aku mencari Engkau. Dalam ketidaksempurnaanku, kulemparkan diriku ke dalam benda-benda ciptaan-Mu yang indah. Dahulu Engkau bersama aku, namun aku sendiri malah tidak bersama Engkau. Benda-benda ciptaan-Mu telah membuatku terpisah dari pada-Mu; namun jika benda-benda ciptaan itu tidak ada di dalam diri-Mu, sesungguhnya mereka sama sekali tidak ada. Engkau memanggil, Engkau berseru-seru, Engkau menghancurkan ketulianku. Engkau memancarkan sinar-Mu dan Engkau mengusir kebutaanku. Engkau menebarkan keharuman-Mu, maka aku menghirupnya dan sekarang aku sangat merindukan-Mu. Aku telah menikmati Engkau, maka sekarang aku semakin lapar dan haus akan Engkau. Engkau menyentuhku dan aku terbakar oleh kerinduan akan damai-Mu” (X. 27.38). Dengan gambaran ini, Santo dari kota Hippo berusaha melukiskan misteri yang tak terperikan dari sebuah perjumpaan antara dirinya dengan Allah, dengan kasih-Nya yang mengubah seluruh hidupnya.

Itulah kasih tanpa batas, kasih yang mendahului kasih kita, kasih yang menopang dan memanggil kita sepanjang jalan hidup kita, kasih yang berakar dari anugerah bebas Allah. Khusus bicara tentang pelayanan imamat, pendahulu saya, Beato Yohanes Paulus II menegaskan bahwa setiap tindakan pelayanan, yang menghantar pada cinta dan pelayanan Gereja, harus mendorong untuk semakin menumbuhkan kasih dan pelayanan kepada Yesus Kristus sebagai Kepala, Gembala dan Mempelai Gereja, suatu kasih yang selalu menjadi suatu jawaban atas Kasih Allah yang bebas dan cuma-cuma dalam diri Yesus Kristus (Pastores Dabo Vobis, no.25). Itulah sebabnya, setiap ‘panggilan khusus’ lahir dari prakarsa/inisiatif Allah: inilah anugerah Kasih Allah! Allah-lah yang mengambil langkah pertama”, bukan karena Dia telah menemukan sesuatu yang baik dari diri kita, melainkan melulu karena kasih-Nya sendiri “yang dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Rm.5:5).

Di setiap jaman, sumber panggilan ilahi dapat ditemukan pada prakarsa kasih Allah yang tak terbatas, yang mewahyukan diri-Nya secara penuh dalam diri Yesus Kristus. Sebagaimana sudah saya tulis dalam ensiklik Deus Caritas Est (Allah adalah Kasih), “Allah sungguh dapat dilihat dalam sejumlah cara pewahyuan. Dalam kisah cinta yang ditulis dalam Injil, Allah datang kepada kita, Ia berusaha memenangkan hati kita sepenuhnya kepada Perjamuan Terakhir, kepada hati-Nya yang tertikam di atas kayu Salib, kepada penampakan-penampakan setelah kebangkitan-Nya dan kepada perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib melalui perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para Rasul, dan Ia membimbing Gereja yang baru lahir di sepanjang jalannya. Tuhan tidak pernah absen dalam sejarah Gereja selanjutnya : Ia menjumpai kita secara baru dalam diri pria maupun wanita yang merenungkan kehadiran-Nya, dalam Sabda-Nya, dalam sakramen-sakramen,  khususnya dalam Ekaristi” (no.17).

Kasih Allah adalah kekal-tak berkesudahan. Allah adalah setia terhadap diri-Nya, terhadap “firman yang disampaikan kepada seribu angkatan” (Mzm.105:8). Namun demikian keindahan kasih Ilahi yang mendahului dan menyertai kita, harus diwartakan secara baru, khususnya kepada generasi-generasi yang lebih muda. Kasih Ilahi ini merupakan energi hidup yang tersembunyi, suatu motivasi yang tak pernah pudar, bahkan dalam situasi lingkungan sekitar yang sangat sulit sekalipun.

Saudara-saudari terkasih, hendaknya kita membuka hidup kita terhadap kasih Ilahi itu. Inilah kasih dimana Yesus Kristus memanggil kita setiap hari menuju kesempurnaan kasih Bapa (bdk. Mat.5:48). Tolok ukur hidup Kristiani yang tinggi adalah mengasihi “sebagaimana” Allah mengasihi; dengan kasih yang diwujud-nyatakan secara total, suatu pemberian diri yang setia dan menghasilkan buah. St. Yohanes dari Salib, yang sangat menderita karena hukuman seputar pencopotannya dari jabatan, menjawab dengan menulis (surat) kepada Priorin Biara Segovia, mengajak dia agar bertindak seturut kehendak-Nya: “Jangan berpikir pada sesuatu apapun selain Allah yang mengatur segala sesuatu. Dimana tidak ada kasih, taburkanlah kasih, dan di sanalah engkau akan menuai kasih» (Surat, 26).

Di sinilah, yaitu di ‘lahan’ pemberian dan keterbukaan diri terhadap kasih Allah, dan sebagai buah dari kasih Allah itu, lahirlah dan bertumbuhlah aneka-ragam panggilan. Dengan menimba dari sumber ini melalui doa, melalui bantuan Firman Allah dan sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi, memungkinkan kita untuk menghayati kasih kepada sesama, dimana kita mampu mengenal wajah Kristus Tuhan (bdk. Mt.25:31-46). Untuk melukiskan hubungan yang tak terpisahkan antara “dua kasih” ini, – kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama –, dimana keduanya mengalir dari sumber yang sama dan kembali kepada sumber yang sama yaitu sumber Ilahi, maka Paus Santo Gregorius Agung menggunakan kiasan atau perumpamaan tentang penyemaian benih: Di dalam hati kita sebagai sebidang tanah garapan, Allah menanam terlebih dahulu benih kasih bagi kita dan dari benih ini munculah tunas-tunas kasih satu kepada yang lain” (Moralium Libri, sive expositio in Librum B. Job, Lib. VII, cap. 24, 28; PL 75, 780D).

Kedua ungkapan dari satu kasih Ilahi yang tunggal ini haruslah dihayati dengan intensitas khusus dan dengan kemurnian hati oleh mereka yang telah mengambil keputusan untuk menapaki jalan pemurnian panggilan imamat dan hidup bakti; keduanya merupakan unsur yang sangat penting. Kasih kepada Allah – dimana para imam dan kaum religius dipanggil untuk memantulkannya, betapapun tidak sempurna – adalah motivasi untuk menjawab panggilan Allah demi pengudusan hidup secara khusus melalui tahbisan imamat atau pengikraran  nasihat-nasihat Injili. Jawaban Petrus yang berapi-api kepada Sang Guru: ”Benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau” (Yoh.21:15), merupakan rahasia pemberian diri secara total dan dihayati sepenuhnya, maka dia amat bahagia dengan cara hidup demikian.

Pengejawantahan praktis-aktual lain dari kasih terhadap sesama, khususnya terhadap mereka yang menderita dan berkekurangan, adalah dorongan yang sangat menentukan, yang menjadikan para imam dan para religius sebagai sosok pembangun persekutuan antara umat  dan sang penabur harapan. Relasi antara kaum religius, khususnya antara para imam, dengan komunitas kristiani adalah penting dan menjadi salah satu aspek fundamental dari kasih-sayang mereka. Pastor Yohanes Maria Vianney dari Ars senang dengan ungkapan: “Imam-imam bukanlah imam-imam bagi dirinya sendiri, melainkan bagi kalian semua – jemaat kristiani” (Le curé d’Ars. Sa pensée – Son cœur, Foi Vivante, 1966, p. 100).

Saudara-saudaraku yang terkasih para uskup, para imam, para diakon, kaum religius (biarawan-biarawati), para katekis, para petugas pastoral dan kalian semua yang membaktikan  diri dalam bidang pembinaan kaum muda : saya sangat menghimbau anda untuk memberi perhatian terhadap anggota-anggota jemaat paroki, kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan gerejani yang merasakan sebuah panggilan imamat dan hidup yang dibaktikan secara khusus. Amat pentinglah bagi Gereja untuk menciptakan suasana yang memungkinkan banyak kaum  muda mengatakan “ya” sebagai jawaban yang jujur  terhadap panggilan kasih Allah.

Tugas untuk mendorong panggilan adalah menyediakan bimbingan dan panduan yang dapat membantu mereka. Yang utama dari tugas ini adalah cinta akan Firman Allah yang dihidupi dengan cara menumbuhkan sikap akrab dengan Kitab Suci, dengan doa yang terus-menerus dan penuh perhatian, baik secara pribadi maupun dalam kelompok; semua ini akan memungkinkan untuk mendengarkan panggilan Tuhan di antara aneka suara panggilan hidup sehari-hari. Yang lebih penting di antara semua itu adalah sakramen Ekaristi yang harus menjadi pusat dari setiap perjalanan panggilan :  di sinilah kasih Allah menyentuh kita dalam kurban Yesus Kristus, yang menjadi ungkapan sempurna cinta kasih; dan di sinilah kita selalu belajar terus menerus bagaimana menghayati “takaran kesempurnaan” akan kasih Allah. Firman Allah, doa dan Ekaristi merupakan harta karun yang berharga untuk memampukan kita memahami keindahan yang memesona dari sebuah kehidupan yang seutuhnya dibaktikan demi pelayanan  Kerajaan Allah.

Saya berharap bahwa Gereja-Gereja setempat (keuskupan), dan berbagai kelompok di dalamnya, menjadi tempat untuk pemurnian otentisitas aneka panggilan dan menjadi tempat bagi kaum muda untuk memperoleh pendampingan rohani yang serius dan bijaksana. Dengan cara ini, suatu komunitas kristiani dengan sendirinya merupakan manifestasi atau ungkapan  Kasih Allah dari setiap panggilan. Sebagai jawaban atas tuntutan perintah Yesus yang baru,  dpat menemukan pengungkapannya yang unik dan mengesankan di dalam keluarga-keluarga kristiani, dimana kasih keluarga merupakan ungkapan kasih Kristus yang telah memberikan diri-Nya bagi Gereja-Nya (Ef.5:32). Di dalam keluarga, yang merupakan “sebuah komunitas kehidupan dan kasih” (Gaudium et Spes, 48), kaum muda dapat menimba pengalaman yang luar biasa tentang apa artinya kasih yang memberikan diri. Dengan demikian, keluarga-keluarga tidak hanya menjadi tempat istimewa untuk membentuk jati diri manusiawi dan kristiani, tetapi juga menjadi “lahan penyemaian benih-benih panggilan yang utama dan terbaik bagi hidup yang dibaktikan demi Kerajaan Allah” (Familiaris Consortio, 53), dengan membantu anggota-anggotanya melihat secara tepat di dalam keluarga itu sendiri, keindahan dan pentingnya imamat dan hidup bakti. Para imam dan seluruh kaum beriman awam hendaknya selalu bekerja sama, agar di dalam Gereja semakin berlipat-ganda “rumah-rumah dan sekolah-sekolah persekutuan” yang menjadi cerminan harmonis persekutuan Tritunggal Mahakudus di dunia ini, seturut teladan Keluarga Kudus Nazaret.

Dengan doa penuh harapan, dengan tulus saya memberkati kalian semua dengan Berkat Apostolikku, saudara-saudaraku para uskup, para imam, para diakon, para biarawan-biarawati dan seluruh umat beriman, khususnya kaum muda, yang dengan patuh berusaha mendengarkan suara Allah dan siap menanggapinya dengan tulus dan setia.

Dari Vatikan, 18 Oktober  2011

Apakah Hirarki dalam Gereja Sudah Ada Sejak Awal?

14

Ya.

1. Yesus menghendaki hirarki dalam Gereja.

Fakta bahwa Yesus menghendaki hirarki dalam Gereja-Nya nyata bahwa dalam karya-Nya Ia memilih 12 rasul (Mat 4:18-22; Mrk 1:16-20; Luk 5:1-11) dan juga kemudian ke 70 murid (Luk 10:1). Jika Kristus tidak menghendaki semacam susunan dalam jemaat, tentu Ia tidak perlu memilih mereka- mereka ini. Maka, adanya susunan hirarki dalam Gereja justru terbentuk sesuai dengan kehendak Kristus, yang mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18). Seseorang yang dengan tekun membaca Kitab Suci akan menemukan banyaknya ayat dalam Kitab Suci yang menunjukkan keutamaan rasul Petrus jika dibandingkan dengan rasul- rasul lainnya, silakan klik di sini untuk membacanya. Di dalam konsili Yerusalem (49-50) pada saat terjadi konflik jemaat tentang masalah sunat; Rasul Petruslah yang membuat keputusan; walaupun kemudian Rasul Yakobus yang berbicara dalam khotbah penutup. Maka walau benar semua rasul dan penatua yang melayani dalam sidang itu, namun di dalam sidang itu tetap berdiri seorang pemimpin yang memutuskan, terutama jika terjadi konflik ataupun perbedaan pandangan, dan peran ini dilaksanakan oleh Rasul Petrus dan selanjutnya oleh para penerusnya. Keutamaan Uskup Roma/ Paus (penerus Rasul Petrus) juga secara khusus nampak pada surat St. Klemens, selaku penerus Rasul Petrus, yang ditujukan kepada jemaat di Korintus untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di sana, seperti pernah dibahas di sini, silakan klik.

2. Di masa selanjutnya, hirarki dimulai dari diakon, imam, penilik jemaat/ uskup.

Maka prinsip susunan kepemimpinan Gereja bermula dari Kristus yang menunjuk ke 12 rasul, dan kemudian setelah kenaikan-Nya,  para murid mulai pula menunjuk para penilik jemaat dan diaken/ diakon, seperti pengajaran Rasul Paulus kepada Timotius (1 Tim 3). Para penilik jemaat ini disebut uskup ataupun imam;  sebagaimana disebut dalam tulisan St. Ignatius Martir (ia adalah murid langsung dari Rasul Yohanes dan dari Uskup Antiokhia setelah Rasul Petrus) dan St. Klemens dari Aleksandria; sehingga urutannya dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah adalah uskup, imam, dan diakon. St. Ignatius Martir (110) mengajarkan agar jemaat tidak memisahkan diri dari kesatuan dengan para uskup yang mencerminkan pikiran Kristus.

Kepada jemaat di Efesus (n.3-5) St. Ignatius menulis:

“Aku mendesak kamu agar menyesuaikan tindakanmu dengan pikiran Tuhan. Sebab Yesus Kristus…. adalah pikiran Allah Bapa, sebagaimana para uskup, yang ditunjuk di seluruh dunia, mencerminkan pikiran Kristus.

Maka, kamu harus bertindak sesuai dengan pikiran para uskup, seperti yang pasti kamu lakukan. Para imam… adalah terikat dengan erat dengan para uskup seperti senar pada sebuah harpa…. Jangan salah tentang hal ini. Jika barangsiapa tidak berada di dalam tempat kudus (gereja), ia kekurangan roti Tuhan. Dan jika doa satu atau dua orang sangat besar kuasanya, betapa lebih lagi doa uskup dan seluruh Gereja. Barang siapa yang gagal bergabung dalam penyembahanmu menunjukkan kesombongannya, dengan kenyataan bahwa ia menjadi seorang skismatik. Ada tertulis, “Tuhan menolak orang yang sombong”. Mari kita, dengan sungguh menghindari melawan uskup sehingga kita dapat tunduk kepada Tuhan.”

Kepada jemaat di Trallia, n.2-7, St. Ignatius menulis:

“Sebab ketika kamu menaati uskup seperti seandainya ia adalah Yesus Kristus, kamu… hidup tidak hanya menurut cara manusia, tetapi menurut cara Yesus Kristus, yang demi kita, menderita, wafat, supaya kamu dapat percaya akan kematian-Nya… Oleh karena itu, adalah penting, untuk bertindak jangan sampai tanpa [persetujuan] uskup. Bahkan tunduklah kepada para imam sebagaimana kepada para rasul Yesus Kristus. Ia adalah pengharapan kita, dan jika kita hidup dalam kesatuan dengan-Nya sekarang, kita akan mencapai hidup kekal. Mereka juga yang adalah diakon… harus memuaskan semua orang. Sebab mereka tidak hanya melayani makanan dan minuman, tetapi melayani Gereja Tuhan. Barang siapa ada di dalam tempat kudus, adalah murni, sedangkan ia yang berada di luar tempat kudus adalah tidak murni. Artinya: mereka yang melakukan apapun tanpa uskup, imam dan diakon tidak mempunyai hati nurani yang jernih.” (n.7)

Kepada jemaat di Smyrna, n.8, St. Ignatius menulis:

“Jauhkan dirimu dari skisma sebagai sumber dari segala kesulitan/ kejahatan. Kamu semua harus tunduk pada uskup sama seperti Yesus Kristus kepada Allah Bapa. Tunduk juga kepada para imam seperti kamu kepada para rasul; dan hormatilah para diakon seperti kamu menghormati hukum Tuhan …. Kamu harus menganggap Ekaristi sebagai yang sah, jika dirayakan oleh uskup atau oleh seseorang yang diberinya kuasa. Di mana uskup berada, biarlah kongregasi umat berada, seperti di mana Yesus Kristus berada, di sanalah ada Gereja Katolik. Tanpa supervisi dari uskup, tidak ada baptisan ataupun perayaan Ekaristi diperbolehkan….”

Kepada jemaat di Filadelfia, n.7, St. Ignatius menulis:

“…saya berbicara dengan suara yang keras, suara dari Tuhan: “Perhatikanlah uskup dan imam dan para diakon“. Sebagian orang mengira bahwa saya mengatakan hal ini karena saya tahu adanya perpecahan di antara beberapa orang; namun Dia, yang menjadi alasan mengapa saya dirantai, menjadi saksi bahwa saya tidak mengetahuinya dari manusia; melainkan dari Roh yang membuatku mengatakan hal ini, “Jangan melakukan sesuatu tanpa uskup, jagalah badanmu sebagai bait Allah, cintailah persatuan, jauhkanlah perpecahan, turutilah Kristus, seperti Dia telah menuruti Allah Bapa.”

Selanjutnya, St. Klemens dari Aleksandria (150-215), mengajarkan:

“Banyak nasehat-nasehat untuk orang-orang tertentu telah ditulis di dalam Kitab Suci: sebagian untuk para imam, sebagian untuk para uskup dan para diakon; … “(St. Clement of Alexandria, The Instructor of Children 3:12:97:2).

“Di dalam Gereja, gradasi dari para uskup, para imam, dan para diakon terjadi sebagai suatu gambaran, menurut pendapatku, dari kemuliaan malaikat dan dimana susunan tersebut, seperti yang dikatakan di dalam Alkitab, menantikan orang-orang yang telah mengikuti langkah-langkah dari para murid dan yang telah hidup di dalam kepenuhan kebenaran menurut Kitab Suci.” (St. Clement of Alexandria, Miscellanies 6:13:107:2).

Dengan demikian, kita ketahui bahwa sejak abad-abad awal di dalam Gereja telah ada hirarki kepemimpinan, yang dimulai dari diakon, imam dan Uskup. Salah satu tugas uskup yang terpenting adalah mempersatukan umat, dengan selalu menyampaikan ajaran Kristus. Dengan kesatuan dengan Uskup inilah kita sebagai umat dapat menghindari perpecahan, dan menjaga persatuan, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus (lih. Yoh 17:20-21).

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab