1. Sekilas tentang fenomena Medjugorje
Pada tanggal 24 Juni 1981, enam orang anak dari kota Medjugorje Yugoslavia (sekarang, Bosnia-Herzegovina), mulai mengalami fenomena yang mereka klaim sebagai penampakan Bunda Maria. Penampakan ini memberikan pesan damai bagi dunia, juga pertobatan, doa dan puasa. Penampakan ini juga menitipkan pesan-pesan tentang kejadian- kejadian yang akan digenapi di masa yang akan datang. Rahasia ini belum dinyatakan kepada publik. Penampakan-penampakan ini berlangsung sejak 1981 sampai saat ini secara regular, pada sebagian dari mereka yang telah menjadi orang muda sekarang, dan pada sebagian yang lain, sudah berhenti. Awalnya, menurut mereka, penampakan terjadi di puncak gunung dekat kota di mana terletak Salib yang besar yang memperingati Kebangkitan. Setelah itu penampakan-penampakan terjadi di tempat- tempat yang berbeda, termasuk di gereja St. Yakobus dan di manapun para visioner itu berada pada saat penampakan terjadi.
Kabar bahwa Bunda Maria kemungkinan telah menampakan diri di Medjugorje, mendorong banyak orang untuk berziarah ke sana.
(sumber dari http://www.ewtn.com/expert/answers/medjugorje.htm)
2. Tanggapan Otoritas Gereja lokal, dari Uskup Pavao Zanic tahun 1985
Pada 25 Maret 1985 surat resmi Uskup Pavao Zanic kepada romo paroki, Romo Tomislav Pervan, dari paroki St. Yakobus di Medjugorje, berisikan tidak hanya perintah-perintah dan instruksi-instruksi dari Ordinaris tetapi juga mengemukakan isu pastoral di mana klerus yang dimaksud dan para visioner telah melanggar dan tanggal dari pelanggaran mereka.
Dalam surat itu disebutkan salinan Notulen pertemuan terakhir dari Komisi Peristiwa Medjugorje yang diadakan di Mostar pada 7 Maret 1985. Disebutkan pula bahwa sebelum inipun, Ordinaris telah sampai pada kesimpulan yang pasti bahwa penampakan Bunda Maria di Medjugorje bukanlah suatu kenyataan. Sementara itu, di tahun 1982, Keuskupan telah membentuk Komisi untuk menyelidiki peristiwa itu dan untuk mempelajari kasusnya secara menyeluruh. Setelah pemeriksaan, Komisi peristiwa Medjugorje menyatakan bahwa personil pastoral dan para saksi di Medjugorje diminta untuk menarik diri dari segala bentuk pernyataan publik atau deklarasi kepada media tentang hal-hal yang terjadi dalam penglihatan itu dan klaim terjadinya penyembuhan secara mukjizat. Pada pertemuan kami, yang diselenggarakan di Kantor Uskup di Mostar pada 31 Oktober 1984, saya meminta bahwa peristiwa-peristiwa Medjugorje “diredakan dan dihilangkan sedikit demi sedikit.” Namun permintaan ini tidak dihiraukan.
Maka, dalam surat itu Uskup Zanic meminta agar Pastor Tomislav meminta agar tidak mengekspos para visioner/ pelihat dari pertunjukan publik. Demikian juga Bapa Uskup melarang publikasi pesan-pesan, devosi yang tumbuh dari “penampakan” tersebut, namun tidak melarang penerimaan Sakramen Tobat dan Misa Kudus. Namun demikian ia melarang Romo Jozo Zovko, Tomislav Vlasic dan Ljudevit Rupcic, untuk mempersembahkan Misa bagi umat beriman atau memberikan homili.
Selanjutnya Bapa Uskup meminta para visioner untuk menyerahkan tulisan-tulisan mereka kepada pihak Ordinaris untuk penyelidikan lebih lanjut.
(disarikan dari surat Uskup Zanic, selengkapnya ada di link http://www.ewtn.com/library/BISHOPS/ZANICMED.HTM)
3. Deklarasi yang dikeluarkan oleh Konferensi Uskup Yugoslavia, 9-11 April 1991
DEKLARASI
Sejak awal, para Uskup telah mengikuti kejadian-kejadian Medjugorje melalui Uskup lokal, Komisi para Uskup dan Komisi Konferensi Uskup di Yugoslavia untuk Medjugorje.
Atas dasar penyelidikan sejauh ini, tidak dapat diteguhkan bahwa hal- hal ini menyangkut penampakan-penampakan yang supernatural/ adi kodrati ataupun pewahyuan-pewahyuan.
Namun berkumpulnya umat beriman dari bermacam bagian dunia ke Medjugorje, yang didorong oleh alasan iman atau maksud lainnya, mensyaratkan perhatian pastoral, pertama-tama, dari Uskup lokal dan lalu dari para uskup dengan dia, sehingga di Medjugorje dan semua yang terkait dengannya, dapat dikembangkan devosi yang sehat kepada Bunda Maria yang Terberkati, sesuai dengan ajaran-ajaran Gereja. Para Uskup juga akan menyediakan pengarahan- pengarahan liturgis dan pastoral sesuai dengan tujuan ini. Pada saat yang sama, mereka akan terus mempelajari semua kejadian tentang Medjugorje melalui komisi-komisi mereka.
Zadar, 10 April 1991
Para Uskup Yugoslavia.
(sumber dari situs Keuskupan Mostar: http://www.cbismo.com/index.php?mod=vijest&vijest=101)
4. Intervensi Tahta Suci Vatikan
Kongregasi Untuk Ajaran Iman, mengintervensi empat kali melalui dua dari Sekretarisnya, sementara itu Kardinal Ratzinger juga membuat sebuah pernyataan penting.
Pada tahun 1985, Msgr. Bovone memperingatkan Sekretaris dari Konferensi Uskup-uskup Italia untuk tidak mengorganisasi peziarahan resmi ke Medjugorje.
Pada tahun 1995, Msgr. Bertone menulis kepada uskup Lagres, Msgr. Taverdet, dan mengulangi hal yang sama kepada Msgr. Daloz dari Besançon, yang merasa tertarik untuk mengetahui posisi Tahta Suci terhadap Medjugorje.
Akhirnya, di tahun 1998, Sekretaris yang sama menulis kepada Msgr. Gilbert Aubry, uskup Reunion. Semua surat ini menekankan bahwa peziarahan-peziarahan, baik pribadi maupun publik, tidak diizinkan jika mereka menganggap otentik penampakan-penampakan tersebut, karena hal ini akan menjadi kontradiksi terhadap deklarasi dari Konferensi Uskup-uskup Yugoslavia. Namun demikian, para pendukung peristiwa Medjugorje berpegang erat kepada kata “ziarah” dan mengabaikan conditio sine qua non: bahwa mereka tidak mensyaratkan otentisitas penampakan tersebut.
(sumber dari situs Keuskupan Mostar: http://www.cbismo.com/index.php?mod=vijest&vijest=101)
5. Pernyataan Kardinal Ratzinger 1998
Ratzinger’s “frei erfunden” (freely invented/dikarang-karang). Di tahun 1998, ketika seorang Jerman mengumpulkan berbagai pernyataan yang diperkirakan dibuat oleh Paus dan Kardinal Prefek, dan kemudian meneruskannya kepada Vatikan dalam bentuk sebuah memorandum, Kardinal menjawab secara tertulis pada tanggal 22 Juli 1998: “Satu-satunya hal yang dapat saya katakan sehubungan pernyataan-pernyataan tentang Medjugorje yang dikaitkan dengan Bapa Suci dan saya sendiri adalah bahwa pernyataan-pernyataan itu adalah buatan/ciptaan/rekayasa sepenuhnya” – frei erfunden / sesuatu yang dikarang-karang.
(sumber dari situs Keuskupan Mostar: http://www.cbismo.com/index.php?mod=vijest&vijest=101)
6. Pernyataan Uskup Mostar, Ratko Peric
Kunjungan Ad limina tahun 2006. Selama kunjungan resmi saya kepada Bapa Suci Benediktus XVI, saya tidak hanya menyatakan keraguan saya tetapi juga ketidakpercayaan saya dalam “penampakan” Medjugorje. Bapa Suci, yang sebelum terpilihnya sebagai Paus adalah Prefek dari Kongregasi Ajaran Iman, menjawab dengan pemikirannya: “Kami di Kongregasi selalu bertanya kepada diri kami sendiri bagaimana seorang yang percaya dapat menerima sebagai otentik, penampakan-penampakan yang terjadi setiap hari selama begitu banyak tahun (bertahun-tahun)?”
Kesimpulan. Tidak hanya pernyataan-pernyataan ini yang dikaitkan dengan Bapa Suci dan pernyataan Kardinal Ratzinger [tentang] “buatan/ rekaan sepenuhnya”, tetapi juga begitu banyak pesan-pesan dari Medjugorje, yang dikaitkan dengan Bunda Maria, adalah buatan/ rekaan sepenuhnya. Jika iman kita dianggap obsequium rationabile – pelayanan rasional kepada Tuhan, penyembahan rohani yang sehat dan sejati, seperti seharusnya (Rm 12:1), maka ia tidak dapat merupakan fantasi pribadi atau ilusi sembarang orang. Gereja berkompeten untuk mengatakan hal ini. Dalam namanya, 30 dokter dan imam-imam terpilih, bekerja sama dalam tiga Komisi selama 10 tahun, dalam lebih dari 30 pertemuan, dengan penuh tanggungjawab dan dengan keahlian menyelidiki peristiwa-peristiwa Medjugorje dan mengemukakan penilaian mereka. Dan tidak satu, melainkan dua puluh uskup secara bertanggungjawab menyatakan bahwa tidak ada bukti-bukti bahwa peristiwa-peristiwa di Medjugorje melibatkan penampakan-penampakan yang supernatural. Umat beriman yang menghormati kedua prinsip: ratio et fides (akal budi dan iman), dan karena itu terikat kepada kriteria ini, yakin bahwa Gereja tidak menipu.
Berkaitan dengan Medjugorje, ada bahaya yang nyata bahwa Bunda Maria dan Gereja dapat diprivatisasi. Orang-orang dapat mulai merekayasa seorang Bunda Maria dan sebuah Gereja menurut selera pribadi mereka, persepsi mereka, dan kebohongan mereka: dengan tidak taat/ menyerahkan akal budi mereka sebagai orang beriman, kepada Magisterium resmi Gereja, melainkan memaksa Gereja untuk mengikuti dan mengakui fantasi mereka.
Orang-orang yang secara naif percaya dapat dengan mudah kemudian meninggalkan mata air rahmat yang hidup di paroki-paroki mereka sendiri untuk melakukan perjalanan jauh ke Medjugorje atau mengikuti para “pelihat” di seluruh dunia, yang, sebenarnya, berkat “penampakan-penampakan” tersebut, mempunyai rumah-rumah yang bagus dan keberadaan yang nyaman – setidaknya demikian yang dikatakan oleh media.
Ada sedikitnya 6 atau 7 komunitas-komunitas religius atau mendekati religius, dalam proses atau sudah terbentuk, dari keuskupan atau tidak mempunyai hak, yang telah mendirikan diri mereka sendiri di Medjugorje melalui kehendak mereka sendiri, tanpa menyerahkan diri dengan taat kepada Lembaga Keuskupan. Komunitas-komunitas ini adalah lebih merupakan lambang ketidaktaatan daripada sebuah tanda karismatik ketaatan dalam Gereja ini!
Dalam keuskupan Mostar-Duvno terdapat sebuah masalah yang dalam tahun-tahun belakangan ini praktis telah menjadi sebuah skisma. Sedikitnya sembilan imam-imam Fransiskan, yang telah dikeluarkan dari Ordo OFM Fransiskan dan diberhentikan sebagai seorang divinis (yang dari Tuhan), telah memberontak melawan keputusan Tahta Suci dan telah tidak mengizinkan transfer/perubahan beberapa paroki-paroki dari Fransiskan ke administrasi Keuskupan. Mereka menempati dengan paksa sedikitnya lima paroki, semuanya, sambil tetap menjalankan fungsi-fungsi keimamatan. Mereka secara tidak sah memberkati perkawinan, mendengarkan pengakuan umat tanpa kemampuan kanonik, beberapa dari mereka secara tidak sah memberikan sakramen penguatan kepada kaum muda, dan di tahun 2001 mereka mengundang seorang diakon Katolik tua yang secara palsu menampilkan dirinya sebagai seorang uskup untuk “memberikan konfirmasi/Sakramen Krisma” kepada kira-kira delapan ratus orang muda di tiga paroki. Dua orang dari para Fransiskan yang dikeluarkan ini bahkan bertindak jauh dengan meminta uskup Katolik tua dari Swiss, Hans Gerny, untuk mentahbiskan mereka sebagai uskup-uskup, namun mereka tidak berhasil. Begitu banyak sakramen yang tidak sah, begitu banyak ketidaktaatan, kekerasan, sakrilegi, ketidakpatuhan dan ketidakteraturan, namun tidak satu “pesan” pun di antara puluhan ribu “penampakan” telah dikirimkan untuk mengurangi skandal-skandal ini. Suatu hal yang sungguh sangat aneh!
Gereja, dari tingkat lokal sampai tingkat yang tertinggi, sejak awal hingga sampai hari ini, telah dengan jelas dan konstan mengulangi: Non constat de supernaturalitate! Hal ini praktis berarti tidak ada peziarahan yang diperbolehkan yang menisyaratkan adanya karakter supernatural apapun, tak ada tempat peziarahan dari Bunda Maria dan tak ada pesan-pesan yang otentik, pewahyuan-pewahyuan, ataupun penampakan-penampakan yang sejati!
Ini adalah keadaan hal-hal ini pada hari ini. Bagaimana keadaan-keadaan ini esok? Kita akan menyerahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan dan di bawah perlindungan Bunda Kita.
Mostar, 1 September 2007
+ Ratko Perić
Uskup Mostar-Duvno
Selengkapnya, penjelasan Uskup dapat dibaca di situs resmi Keuskupan Mostar, http://www.cbismo.com/index.php?mod=vijest&vijest=101)
7. Kabar terkini tentang Medjugorje
CNA (Catholic News Agency) sekitar tiga tahun lalu menuliskan berita tentang Medjugorje yang cukup memprihatinkan, demikian:
Vatican City, 27 Juli 2009/ 12:17 pm – Paus Benediktus XVI telah menyetujui untuk sepenuhnya menarik status ordinasi dari Pastor Tomislav Vlasic, seorang imam yang memberikan klaim bahwa Bunda Maria telah menampakkan diri di Medjugorje di Bosnia. Pastor tersebut dilaporkan telah memutuskan untuk meninggalkan imamatnya dan ordo religiusnya.
……
Ketika penampakan tersebut dikatakan mulai terjadi di tahun 1981, Pastor Vlasic disebut sebagai “pembuat” fenomena tersebut oleh uskup gereja lokal dari Mostar-Duvno, Pavao Zanic.
Pastor Vlasic menjadi “penasihat spiritual” dari enam anak yang terlibat dalam penampakan yang diceritakan itu. Anak-anak itu kini mengatakan bahwa Perawan Maria telah mengunjungi mereka 40.000 kali selama 28 tahun terakhir.
Pada 25 Januari 2008, Pastor Vlasic dihentikan kegiatannya oleh Kongregasi Ajaran Iman.
Serangkaian pertanyaan dibuat dalam tuduhan bahwa ia melebih-lebihkan kisah-kisah dari kemunculan Perawan Maria, mengajarkan “doktrin yang meragukan”, memanipulasi hati nurani, terlibat dalam “mistikisme yang mencurigakan” dan tidak patuh pada perintah-perintah yang sah mengenai peristiwa tersebut. Ia juga diselidiki untuk perbuatan seksual imoral setelah ia dinyatakan telah membuat seorang suster mengandung, kata Daily Mail.
Pastor Vlasic dikirim ke sebuah biara di Lombardia, Italia dan dilarang untuk berkomunikasi dengan siapapun tanpa ijin superiornya. Ia juga diminta untuk mengambil kursus pembentukan spritual teologis dan membuat pengakuan iman yang khidmat.
Pada hari Minggu muncul kabar bahwa Pastor Vlasic telah memilih untuk melepaskan imamatnya dan ordo religiusnya.
Paus Benediktus menyetujui pelepasan status ordinasinya di bulan Maret, sehingga melepaskan status imamnya…..”
(sumber dari berita CNA: http://www.catholicnewsagency.com/news/pope_benedict_laicizes_priest_connected_to_alleged_medjugorje_apparitions/)
8. Apa yang dilarang dan apa yang diizinkan Gereja
Apa yang telah dilarang oleh Gereja. Dari pernyataan yang diberikan sampai hari ini oleh otoritas gereja, jelas bahwa tak seorangpun yang mengepalai sebuah jabatan di dalam Gereja (uskup, imam, rektor, diakon atau yang lainnya) boleh dengan wewenang dari badan itu memberikan berkat resmi kepada aktivitas-aktivitas yang cenderung menyetujui supernaturalitas dari Medjugorje, yaitu, untuk menentang keputusan yang telah dibuat oleh otoritas lokal yang kompeten. Pernyataan-pernyataan itu hanya mewakili peziarah-peziarah yang dikelola di bawah organisasi resmi; bagaimanapun juga, akal sehat mengatakan kepada kita bahwa sebuah konferensi atau aktivitas lain yang disponsori oleh keuskupan, paroki, atau institusi Katolik lainnya juga akan dilarang. Demikian juga, tidak dapat diadakan penyembahan publik (kultus) terhadap Perawan Maria Yang Terberkati di bawah gelar Bunda Kita dari Medjugorje, karena hal ini berarti menyiratkan kepastian bahwa Bunda memang menampakkan diri di sana. Namun demikian, gelar Ratu Damai, sudah menjadi bagian dari patrimoni Gereja.
Pernyataan Yugoslavia mengatakan petunjuk liturgis-pastoral memandu yang dapat dikembangkan. Umat Katolik harus mematuhi panduan baik positif maupun negatif dari konferensi para uskup atau uskup lokal yang dikeluarkan sehubungan dengan tempat ini.
Apa yang Gereja izinkan. Sebagaimana pernyataan-pernyataan yang telah dikutip mencatat, umat Katolik diperkenankan untuk mengunjungi Medjugorje. Peziarahan semacam itu bahkan dapat mengikutsertakan imam-imam yang bertugas sebagai pemandu, namun mereka tidak diizinkan untuk secara resmi mensponsori kunjungan itu. Juga, Gereja tidak melarang diskusi-diskusi mengenai Medjugorje, maka hal itu diperbolehkan. Namun, akal sehat, mengatakan bahwa umat Katolik dari kedua belah pihak tentang peristiwa Medjugorje [pro dan kontra] harus menerapkan kearifan dan kasih dalam memperbincangkan tentang pihak lain yang percaya secara berbeda. Medjugorje bukanlah sebuah parameter uji dari kebenaran iman, walau setiap umat Katolik akan mempunyai kewajiban moral untuk menerima penilaian Roma, dengan cara yang diterangkan oleh Bapa Paus Benediktus, bila hal itu memang harus dilakukan.
(sumber dari http://www.ewtn.com/expert/answers/medjugorje.htm)
9. Kesimpulan:
Membaca keterangan di atas, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa walaupun belum ada pernyataan resmi dari Vatikan, namun besar kemungkinan fenomena yang terjadi di Medjugorje tidaklah merupakan penampakan-penampakan yang sejati/ otentik; sebab sejauh ini yang telah dinyatakan kepada kita adalah Non constat de supernaturalitate! Artinya, tidak ada hal yang adikodrati/ supernatural pada fenomena Medjugorje tersebut. Namun demikian, dikatakan bahwa Gereja tetap terbuka terhadap bukti-bukti baru, dan jika memang hal itu otentik, tentu Tuhan sendiri akan menyatakannya.
Dengan demikian, memang tidak dilarang jika umat mau berdoa di Medjugorje, seperti halnya juga tak ada larangan bagi siapapun untuk berdoa di gereja Katolik manapun, namun selayaknya tidak disertai dengan anggapan bahwa apa yang terjadi di sana sudah diakui oleh Gereja Katolik sebagai sesuatu yang otentik.
(Oleh: Ingrid Listiati dan Caecilia Triastuti- katolisitas.org)