Home Blog Page 171

Mrk 8:31-38: Menyangkal diri, memikul salib

2

31 “Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.

32 Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia.

33 Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”

34 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.

35 Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.

36 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.

37 Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

38 Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”

ay.31-33 Penderitaan menghantar kepada keselamatan

Yesus memberitahu murid- murid-Nya tentang penderitaan dan wafat-Nya yang akan dialaminya. Saat itu murid-murid tidak memahaminya bahwa Yesus akan mendapat perlakuan sedemikian oleh tua-tua, imam kepala dan para ahli Taurat. Rasul Petrus menyuarakan protesnya, namun perkataannya ini malah dikecam oleh Yesus, sebab Ia ingin menegaskan bahwa misi-Nya bersifat spiritual/ rohani, dan bukan duniawi menurut pemikiran manusia. Misi Kristus adalah misi Allah, yaitu bahwa Yesus harus menyelamatkan manusia melalui penderitaan dan kematian. Demikianlah, bagi kita juga, penderitaan jika dipersatukan dengan Kristus dapat menjadi sarana yang menghantar kita kepada keselamatan.

ay.34 Memikul salib untuk mencapai kehidupan kekal

Dengan menunjuk kepada diri-Nya sendiri, yaitu bahwa pelaksanaan misi-Nya membawa-Nya kepada salib, Yesus mengajarkan bahwa kita para pengikut-Nya juga harus melalui jalan yang sama. Hidup sebagai seorang Kristen, dengan segala tuntutannya, merupakan sebuah salib yang harus dipikul, untuk mengikuti Kristus.

Kristus tidak mengajarkan jalan pintas berupa euforia sesaat, atau dedikasi yang hanya sesekali atau setengah- setengah, tetapi Ia menghendaki komitmen total seumur hidup -yang melibatkan penyangkalan diri- dengan ketaatan dan kesetiaan terhadap kehendak Allah, sebagaimana dicontohkan-Nya. Sebab tujuan yang ditentukan-Nya bagi manusia adalah kehidupan kekal. Maka kehidupan di dunia yang sementara ini harus dinilai dalam terang kehidupan kekal tersebut. Apa yang kita lakukan di dunia ini harusnya membantu mengarahkan kita kepada kehidupan kekal, dan bukan sebaliknya.

ay.35 Kehilangan kehidupan duniawi

“Nyawa” dalam terjemahan Vulgate adalah kata yang berarti ‘jiwa’. Di ayat ini jiwa/nyawa artinya sama dengan hidup. Kata ‘hidup’ dapat mengacu kepada hidup di dunia dan hidup kekal. Di sini Yesus mengajarkan bahwa walaupun kematian dapat mengakhiri hidup di dunia, namun Ia dapat mengubah kematian menjadi kehidupan kekal.

Dengan demikian, maksud-Nya adalah: barangsiapa yang mengutamakan hidup duniawi, ia akan kehilangan hidup surgawi, namun barangsiapa kehilangan hidup duniawi demi Tuhan Yesus dan Injil, ia akan memperoleh hidup surgawi. Apakah artinya ‘mengutamakan hidup duniawi’? Artinya: membiarkan hidup dipimpin oleh keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (lih. 1 Yoh 2:16). Maka kehilangan hidup duniawi artinya adalah penyangkalan diri terhadap ketiga kecenderungan ini; dan hidup macam ini adalah hidup memikul salib, sambil selalu memikirkan hal- hal surgawi daripada yang duniawi (lih. Kol 3:1-2)

ay.36-37 Teladan Kristus

Yesus menjanjikan kehidupan kekal kepada mereka yang dengan rela hati mau melepaskan kehidupan duniawi. Ia sendiri memberikan teladan, dengan menyerahkan nyawa-Nya, sebagaimana Gembala yang baik berkorban demi menyelamatkan domba-dombanya. “Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabat-Nya” (Yoh 15:13).

ay.38 Jangan malu mengakui Kristus

Setiap manusia akhirnya akan diadili oleh Kristus. Ia adalah Hakim yang akan mengadili semua orang yang hidup dan yang mati (Mat 16:27). Keputusan akhir ini akan tergantung dari sejauh mana seseorang mengasihi Tuhan dan sesama demi kasihnya kepada Tuhan. Pada hari penghakiman itu, Kristus akan mengenali siapa yang setia dan siapa yang tidak setia, yaitu mereka yang malu untuk mengikuti teladan Kristus karena takut akan arus dunia, mereka yang gagal untuk hidup sesuai dengan imannya. Kita umat Kristen tidak boleh malu mengakui Injil (Rom 1:16), dan kita tidak boleh terbawa oleh arus dunia. Kita malah harus memberi pengaruh yang baik untuk mengubah dunia, tentu dengan bantuan rahmat Tuhan.

Selanjutnya tentang memikul salib (menurut Injil Matius), silakan klik di sini.

 

Mengapa Komuni satu rupa, mengapa dua rupa?

5

Kristus yang kita rayakan dalam Ekaristi adalah Kristus yang telah bangkit dan telah mengatasi maut. Dengan demikian, penghadiran kembali kurban Kristus yang satu dan sama itu, tidaklah dengan cara yang sama, seperti halnya di saat sengsara-Nya di salib, saat seolah tubuh-Nya terpisah dari darah-Nya pada saat menderita di salib sebelum wafat dan kebangkitan-Nya. Namun kini Kristus telah bangkit dan mengatasi maut. Kuasa Roh Kudus yang membangkitkan-Nya dan menghadirkan kembali misteri Paska Kristus itu, menghadirkan kepenuhan Kristus dalam rupa roti dan anggur. Maka, pemberian Komuni dalam bentuk satu rupa (hosti saja atau anggur saja) telah mengandung keseluruhan Kristus  tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan-Nya (lih. Katekismus Gereja Katolik, 1413). Jadi Komuni dapat diberikan dalam  rupa hosti saja. Alasan kedua bahwa Komuni diberikan dalam satu rupa adalah alasan pastoral, sebab jika umat yang hadir banyak maka dimungkinkan adanya sisa anggur (yang telah dikonsekrasikan menjadi darah Yesus) dan akan menyulitkan imam yang mempersembahkan Misa, karena darah Kristus itu tidak boleh dibuang, namun harus diminumnya jika tersisa. Alasan lain adalah Komuni dalam dua rupa juga tak mudah disyaratkan bagi seluruh Gereja karena akan menyulitkan bagi paroki-paroki yang terpencil, yang sulit untuk mendapatkan anggur untuk keperluan Misa tersebut.

Namun demikian, sesekali dalam setahun, tetap dapat diadakan Komuni dalam dua rupa, karena memang dalam bentuk dua rupa penggambaran kurban Tubuh dan Darah Kristus menjadi lebih penuh (lih. KGK 1390).

KGK 1390    Karena Kristus hadir secara sakramental dalam setiap rupa itu [dalam rupa roti saja, atau anggur saja], maka seluruh buah rahmat Ekaristi dapat diterima, walaupun komuni hanya diterima dalam rupa Roti saja. Karena alasan-alasan pastoral, maka cara menerima komuni inilah yang paling biasa di dalam ritus Latin. Tetapi “arti perlambangan komuni dinyatakan secara lebih penuh, apabila ia diberikan dalam dua rupa. Dalam bentuk ini lambang perjamuan Ekaristi dinyatakan atas cara yang lebih sempurna” (IGMR 240). Di dalam ritus Gereja-gereja Timur cara menerima komuni macam inilah yang biasa dipergunakan.

Bagi negara- negara penghasil anggur, seperti di Eropa, Amerika, dan Australia, adalah cukup umum bahwa setiap Minggunya mereka mengadakan Komuni dalam dua rupa. Hanya di Asia, dan mungkin juga negara- negara di Afrika Komuni dua rupa tidak umum dilakukan, kemungkinan berkaitan dengan alasan pastoral sebagaimana disebutkan di atas. Namun demikian, yang terpenting adalah Komuni satu rupa tidak mengubah maknanya, sebab kita tetap menerima kepenuhan Kristus.

Selanjutnya tentang Mengapa Komuni satu rupa maknanya sama dengan Komuni dua rupa, silakan klik di sini.

 

Apakah Injil dipalsukan Paulus?

13

Mungkin kita sering mendengar tuduhan dari saudara kita non-Kristen yang mengatakan bahwa Injil telah dipalsukan. Pertama-tama, jika kita mendengar ada tuduhan-tuduhan seperti itu, janganlah kita terlalu cepat emosi namun sebaliknya juga jangan mudah goyah. Silakan tanyakan sumbernya dari mana rumor itu berasal, dan silakan pula mempelajari dari fakta yang obyektif yang dapat kita peroleh mengenai Kitab Suci (dalam hal ini Injil yang menjadi bagian dari Kitab Perjanjian Baru), sehingga kita dapat semakin memahami duduk masalahnya.

Mari bersama kita melihat fakta-fakta obyektif yang mendukung ke-aslian Injil tersebut:

1. Kesaksian para Bapa Gereja mengenai penulisan kitab Injil memberikan kredibilitas atas ke-otentikan Injil. Menurut kesaksian St. Irenaeus (180 AD), yang menjadi murid dari St. Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes, dan murid St. Ignatius Martir yang adalah murid langsung dari Rasul Petrus dan Rasul Yohanes. Dengan demikian, kesaksian St. Irenaeus menjadi sangat penting tentang para penulis Injil. Dalam bukunya yang terkenal Against the Heresies, Buku III, bab 1,1 ia menggarisbawahi asal usul apostolik dari kitab Injil,

“Kita telah mengetahui bukan dari siapapun tentang rencana keselamatan kita kecuali dari mereka yang melaluinya Injil telah diturunkan kepada kita, yang pada suatu saat mereka ajarkan di hadapan publik, dan yang kemudian, sesuai dengan kehendak Tuhan, diturunkan kepada kita di dalam Kitab Suci, untuk menjadi dasar dan tonggak dari iman kita…. Sebab setelah Tuhan kita bangkit dari mati [para rasul] diberikan kuasa dari atas, ketika Roh Kudus turun [atas mereka] dan dipenuhi oleh semua karunia-Nya, dan mempunyai pengetahuan yang sempurna: mereka berangkat menuju ujung-ujung bumi, mengajarkan kabar gembira yang diberikan oleh Tuhan kepada kita…. Matius... menuliskan Injil untuk diterbitkan di antara orang Yahudi di dalam bahasa mereka, sementara Petrus dan Paulus berkhotbah dan mendirikan Gereja di Roma…. Markus, murid dan penerjemah Petrus, juga memmeneruskan kepada kita secara tertulis, apa yang biasanya dikhotbahkan oleh Petrus. Dan Lukas, rekan sekerja Paulus, juga menyusun Injil yang biasanya dikhotbahkan Paulus. Selanjutnya, Yohanes, murid Tuhan Yesus ….juga menyusun Injil ketika tinggal di Efesus, Asia Minor.”

Hal serupa dituliskan juga oleh Origen (185-254) tentang asal usul Injil, dalam In Matthew. I apud Eusebius, His eccl 6.25.3-6:

“[Injil] yang pertama dituliskan oleh Matius, yang adalah seorang publikan tetapi kemudian menjadi rasul Yesus Kristus, yang menerbitkannya untuk umat Yahudi, dituliskan dalam bahasa Ibrani. [Injil] kedua oleh Markus, yang disusun di bawah bimbingan St. Petrus, yang telah mengangkatnya sebagai anak… (1 Pet 5:13). Dan ketiga, menurut Lukas, yang menyusunnya untuk umat non-Yahudi, Injil yang dibawakan oleh Rasul Paulus; dan setelah semuanya itu, [Injil] menurut Yohanes.

Dari kesaksian para Bapa Gereja, yaitu Papias, St. Irenaeus, Origen, Eusebius dan St. Jerome, kita mengetahui bahwa St. Matius menuliskan Injilnya untuk umat Yahudi agar mereka dapat bertobat dan mempercayai Kristus sebagai Anak Daud yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Para ahli sejarah seperti Eusebius, Theophylact, Euthymius dan Nicephorus memperkirakan bahwa  Injil pertama ini dituliskan sekitar 8-15 tahun setelah kenaikan Kristus ke surga (antara 38-45 AD).

Berikutnya Injil dituliskan oleh Markus dan Lukas yang diperkirakan dituliskan pada jangka waktu yang hampir sama (64-67) dan Yohanes (90-100), dan dari ketiga penulis ini yang memiliki hubungan dengan Rasul Paulus adalah Lukas. Namun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa Paulus memalsukan Injil, karena:

1) Banyaknya saksi yang telah menerima pengajaran dari Injil lainnya (Matius dan Markus), sehingga apa yang dituliskan dalam Injil Lukas (rekan kerja Paulus) justru malah dapat dicek kebenarannya.

2) Sebab, kalau benar dipalsukan, pasti akan ada bukti tertulis juga yang menolak pemalsuan tersebut, mengingat para saksi mata yang menerima pengajaran Yesus maupun para rasul masih hidup. Namun fakta sejarah menunjukkan tak ada satupun tulisan pada jaman itu yang menentang kebenaran Injil, terutama tentang ke-Allahan Yesus dan mukjizat kebangkitan-Nya dari mati. Protes atau ketidakpercayaan akan ke-Allahan dan kebangkitan Yesus baru timbul pada abad-abad berikutnya, yang terkenal misalnya Arianism pada sekitar tahun 320, pada saat generasi para saksi hidup kebangkitan Yesus yang terdiri lebih dari 500 orang itu sudah tidak ada yang hidup. Atau bahkan tulisan jaman sekarang yang menentang kebangkitan Kristus; alibinya hanya berdasarkan hipotesa, karena terpisah jauh [dan tak terseberangi] dengan para saksi dan keadaan yang sesungguhnya.

Suatu kenyataan bahwa suatu legenda tidak mungkin ditulis pada saat saksi mata masih hidup, karena mereka yang menjadi saksi akan dengan mudah mengkoreksi dan menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maka Rasul Paulus juga tidak mungkin mengubah isi Injil, karena masih banyaknya saksi hidup tentang pemberitaan Injil tersebut, seperti dikatakannya sendiri dalam 1 Kor 15:6. Justru, karena Injil ini dituliskan oleh orang-orang yang berbeda, di tempat berbeda, namun secara garis besar menceritakan hal yang sama tentang Kristus dan ajaran-Nya, maka kita dapat melihat karya Roh Kudus yang memimpin mereka dalam menuliskan wahyu ilahi tersebut.

2) Sekarang, mari kita melihat, apakah Injil dalam kitab Perjanjian Baru tersebut adalah sungguh dari Allah atau hanya rekayasa manusia.

Pertama, bagaimana kita melihat suatu karya tulis merupakan dokumen sejarah yang otentik?
a. Kita harus menemukan jangka waktu dari ketika kejadian itu ada/ ketika karya itu dituliskan sampai ketika manuskrip pertama ditemukan. Semakin pendek jangka waktunya, maka semakin sedikit kemungkinan kesalahan dan korupsi dari kisah kejadian yang sesungguhnya oleh kesalahan penulisan.

b. Kita harus menemukan berapa banyak manuskrip original yang ada. Semakin banyak manuskrip yang ada tentang kisah kejadian yang sama, terutama jika dilakukan pada waktu yang sama, tetapi pada lokasi yang berbeda, maka akan menambah nilai integritas dan ke-otentikan dokumen.

Sekarang mari kita lihat melihat fakta karya tulis yang penting dalam literatur sejarah:

Karya tulis Kapan ditulis Copy pertama Jangka waktu Jumlah copy
Herodotus 488-428 BC 900 AD 1,300 8
Thucydides 100 AD 1100 1,000 20
Caesar’s Gallic War 58-50 BC 900 AD 950 9-10
Roman History 59 BC-17 AD 900 AD 900 20
Homer (Iliad) 900 BC 400 BC 500 643
Injil dan PB 38-100 AD 130 AD 30-50 5000 ++ Yunani
10,000 Latin, 9,300 bhs lain

Maka kita melihat bahwa dokumen tentang sejarah Romawi ditemukan sekitar 900 tahun atau hampir 1 millenium setelah kejadian terjadi, dan hanya ada 20 copy yang masih eksis. Sedangkan, manuskrip Injil ditemukan sekitar 30 tahun setelah kejadian, dan bahwa terdapat 5000 manuskrip asli dalam bahasa Yunani (dan sekitar 20,000 non-Yunani) yang eksis. Kitab Injil dan Perjanjian Baru yang asli seluruhnya dituliskan dalam bahasa Yunani, karena bahasa Yunani pada saat itu merupakan bahasa yang umum dipakai, bahkan oleh kaum Yahudi. Banyaknya manuskrip Yunani yang asli tersebut dapat membantu mengidentifikasi adanya kelainan teks dan dengan demikian dapat diketahui teks aslinya. Banyaknya teks asli Perjanjian Baru juga tidak mendukung perkiraan bahwa teks tersebut dipalsukan. Dengan melihat tabel di atas, secara obyektif kita melihat bahwa karya tulis sejarah Romawi bahkan terlihat sangat ‘minim’ jika dibandingkan dengan Injil, dari segi ke-otentikannya, akurasi dan integritasnya. Padahal orang jaman sekarang tidak mempunyai kesulitan untuk menerima sejarah Romawi tersebut sebagai kebenaran. Suatu permenungan adalah bagaimana Injil yang secara obyektif lebih ‘meyakinkan’ keasliannya dibandingkan sejaran Romawi malah mengundang perdebatan.

Keaslian Injil  juga kita ketahui dari tulisan Bapa Gereja, seperti St. Klemens (95) sudah mengutip ayat-ayat Injil, berarti pada saat itu Injil sudah dituliskan, demikian pula Kisah para rasul, Roma, 1 Korintus, Efesus, Titus, Ibrani dan 1 Petrus. Demikian St. Ignatius (115) telah mengutip ayat Injil Matius, Yohanes, Roma, 1dan 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, 1 & 2 Timotius dan Titus.

Dari banyaknya manuskrip asli tersebut, maka memang banyak orang menyangka bahwa akan terdapat banyak perbedaan-perbedaan teks. Namun ternyata, fakta menunjukkan tidak demikian. Tingkat kesesuaian manuskrip Perjanjian Baru adalah 99.5 % (dibandingkan dengan Iliad 95%). Kebanyakan perbedaan adalah dari segi ejaan dan urutan kata. Tidak ada perbedaan yang menyangkut doktrin yang penting yang dapat mengubah doktrin Kristiani.

3) Sebenarnya, tuduhan Rasul Paulus yang memalsukan Injil adalah spekulasi kaum skeptik jaman sekarang, seperti Bart Erhman dalam bukunya Misquoting Jesus,  atau para tokoh liberal dalam the Jesus Seminar, dan mungkin juga kaum skeptik lainnya yang tidak mempercayai keliahian pesan Injil.  Namun sesungguhnya jika mereka mau melihat kepada fakta objektif tentang keberadaan lebih dari 5000 teks asli Yunani Perjanjian Baru, maka sudah selayaknya mereka dapat melihat, bahwa sesungguhnya tidak benar bahwa  Injil  tidak mempunyai teks asli dan hanya merupakan buatan orang-orang tertentu dan merupakan hasil ‘copy’ dari ‘copy’ yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Meskipun memang terdapat perbedaan teks karena faktor penyalinan yang dilakukan oleh para rahib pada jaman itu, namun perbedaan itu tidak mengandung perubahan ataupun penambahan pernyataan doktrinal. Kanon Kitab Perjanjian Baru (termasuk Injil) telah diterima oleh jemaat awal, yang nyata sejak abad awal abad ke-2. Dan penerimaan secara berkesinambungan pada abad-abad sesudahnya sendiri merupakan bukti yang tak terhapuskan tentang keaslian Injil. Hal ini tidak bisa dihapuskan oleh pandangan seseorang atau sekelompok orang yang ingin membatalkan keseluruhan fakta sejarah, tanpa melihat dengan obyektif betapa kuatnya fakta yang sudah ada tersebut.

4) Ada juga orang-orang yang membandingkan Injil dengan suatu karya tulis lainnya yang dituliskan oleh seorang penulis pada suatu waktu tertentu, atau karya tulis yang pernah mengalami suatu standarisasi. Namun, kita ketahui Injil tidak disusun oleh satu orang, dan tidak ada proses standarisasi yang dibuat oleh satu orang yang dapat dikatakan sebagai penulis ataupun penyalin utama Alkitab. Hal ini seharusnya malah menambah kredibilitas Alkitab, karena meskipun melibatkan jangka waktu ribuan tahun dan banyak orang untuk menuliskannya (tentu atas ilham Roh Kudus) namun dapat menyampaikan isi yang kurang lebih sama, saling mendukung dan melengkapi, dengan tingkat akurasi yang masih tetap sangat tinggi. Sedangkan, jika suatu karya tulis merupakan karya satu orang pada suatu saat tertentu, atau pernah distandarkan oleh satu orang, maka tidak ada yang mengherankan jika karya tersebut konsisten, dan tidak mengandung kesalahan.

Alkitab sendiri yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Baru melibatkan sekitar 2000 tahun penyusunan. Sebelum penemuan penemuan Dead Sea Scroll (1947-1956), teks Perjanjian Lama yang tertua adalah teks Masoretik yang disusun sekitar tahun 800, sedangkan teks Septuagint (terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama) dibuat sekitar abad ke-2 sebelum Masehi. Maka perbandingan antara teks-teks ini yang berselang antara 800-1000 tahun malah memberikan fakta yang sangat kuat, karena ternyata teks-teks tersebut 95% identik, dan hanya mempunyai variasi yang minor, dan hanya sedikit ketidakcocokan. Sedangkan ke-otentikan Perjanjian Baru dapat dilihat jika dibandingkan dengan karya tulis bersejarah lainnya pada jaman itu, seperti terlihat dalam tabel di atas.

Tentang injil Thomas

5

Baru-baru ini diberitakan bahwa pada tahun 1946 ditemukan injil Thomas bersama dengan tulisan-tulisan yang lain, di desa Nag Hammadi, Mesir, sehingga banyak orang mempertanyakannya: Apakah benar Rasul Thomas-lah yang menuliskan injil itu dan mengapa tulisan itu tidak termasuk di dalam kanon Kitab Suci.

Berikut ini adalah keterangan yang kami sarikan dari berbagai sumber, terutama dari Catholic Answers, silakan klik di sini; dan klik di sini dan dari New Advent Encyclopedia, klik di sini:

Injil Thomas adalah tulisan yang disusun anggota sekte Gnostik, kemungkinan di  abad ke-2, atau abad ke-3. Itulah sebabnya tulisan ini tidak termasuk di dalam kanon Kitab Suci, sebab tulisan itu tidak otentik, karena tidak sungguh ditulis oleh Rasul Thomas, sebab tulisan itu baru disusun satu sampai dua abad setelah ia wafat. Apa yang disebut injil Thomas itu sebenarnya merupakan koleksi 114 macam perkataan yang ‘konon’ dikatakan oleh Yesus. Seperempat dari perkataan ini sama dengan perkataan yang dituliskan di dalam Injil kanonik, sebagian lagi mirip dengan yang ditulis dalam Injil kanonik, hanya sudah diadaptasi untuk kepentingan ajaran Gnostik, dan sebagian lagi sepenuhnya mengandung ajaran Gnostik. Maka tak heran, ajaran injil Thomas ini tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran keempat Injil kanonik.

Walaupun dikatakan ditulis oleh Rasul Thomas, namun fakta sejarah tidak mendukung pandangan ini, karena:

1) Sebagian besar perkataan-perkataan tersebut -baik dari segi gaya bahasa maupun ajarannya- tidak menggambarkan kemiripan dengan perkataan ajaran seorang guru Yahudi di tahun 30-an. Perkataan tersebut jauh berbeda dengan perkataan Yesus yang ditulis pada keempat Injil kanonik.

2) Tulisan- tulisan para Bapa Gereja menentang injil Thomas ini, dan mengecamnya sebagai ajaran sesat:

a. St. Hippolytus (155-235) menyebutkan bahwa injil ini digunakan oleh sebuah sekte Gnostik di Syria, yang bernama Naasenes.
b. Origen (184-254) menyatakan bahwa injil ini adalah tulisan yang mengajarkan ajaran sesat.
c. St. Sirilus dari Yerusalem (313-386) mengatakan bahwa injil ini ditulis oleh kaum Manichaeans yaitu para pengikut Mani yang mengajarkan ajaran sesat di abad ke-3 -jadi jelas bukan berasal dari Rasul Thomas.
d. Eusebius (263-339) menolak injil ini karena sesat /heretik dan palsu.

Jimmy Akin, seorang apologist Katolik, menuliskan bahwa karena injil Thomas ini palsu, maka tak heran bahwa sebagian ajaran yang dituliskan di injil tersebut tidak sesuai dengan ajaran Kristus dan para rasul. Sebagai contohnya, Akin mengutip perkataan terakhir di injil tersebut, yang mengatakan: “Simon Petrus berkata kepada mereka, “Biarlah Maria meninggalkan kita, sebab para perempuan tidak layak hidup.” Yesus berkata, “Lihat, Aku akan membimbingnya untuk membuatnya menjadi laki-laki, sehingga ia juga dapat menjadi roh yang hidup seperti yang ada pada kamu para laki-laki. Sebab setiap perempuan yang membuat diri mereka laki-laki akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (injil Thomas 114). Ini adalah perkataan yang ngawur. Yesus selalu menghormati perempuan sebagai perempuan, tanpa harus menjadikan dirinya laki-laki. Sebab Tuhan menciptakan manusia “laki-laki dan perempuan” (Mat 19:4; Kej 1:27). Dengan demikian, apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan tidaklah menjadi masalah di dalam keselamatan. Rasul Paulus mengajarkan, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal 3:28)

Dengan adanya ajaran-ajaran yang ‘asing’ macam ini, tidaklah dapat dikatakan bahwa injil Thomas ditulis atas inspirasi Roh Kudus. Sebab tidak mungkin Roh Kudus yang sama -yang telah membimbing para penulis Injil kanonik dan Kitab suci secara keseluruhan- dapat memberikan inspirasi yang berbeda kepada si penyusun injil Thomas ini, untuk menuliskan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Kristiani.

Bahwa belakangan ini ada film Stigmata yang menyinggung soal injil Thomas, ini adalah semacam konspirasi dari pihak pembuat film untuk menampilkan potret yang sinis dan negatif terhadap Gereja Katolik. Namun sayangnya, penampilan potret semacam ini malah menunjukkan kenaif-an sang pembuat film yang tidak dapat membedakan antara ajaran sesat dan penipuan. Seorang kritikus film yang bernama Roger Ebert berkomentar demikian, “Stigmata mungkin adalah film yang ter-aneh (terlucu) yang pernah dibuat tentang agama Katolik dari sudut pandang teologi …. Film ini, yang memuat teologi yang absurd/ ngawur, mempunyai keberanian yang tak tahu malu untuk mengakhiri [filmnya] dengan kartu-kartu faktual, bahwa ‘injil Thomas’ yang dikatakan sebagai perkataan-perkataan Yesus, telah dikecam oleh Vatikan di tahun 1945 sebagai sebuah ‘ajaran sesat’…. Ini menunjukkan bahwa si pembuat film mempunyai pengertian yang sangat minim tentang perbedaan antara sebuah ajaran sesat dan sebuah pemalsuan.”

Akhirnya, klaim bahwa Vatikan menolaknya di tahun 1945 adalah klaim yang tidak jelas sumbernya, sebab nampaknya tidak ada dokumen yang dikeluarkan oleh Tahta Suci di tahun 1945 yang mengatakan demikian. Penolakan injil Thomas sudah lama diajarkan oleh para Bapa Gereja di abad ke- 2 sampai ke-4, dan bukan baru pada tahun 1945. Penolakan tersebut memang salah satunya disebabkan karena injil itu mengajarkan ajaran sesat Gnostik, tetapi terlebih dari itu, karena tulisan itu adalah tulisan yang palsu, dan tidak disusun oleh Rasul Thomas. Di atas semua itu, patutlah dipertanyakan, mengapa dalam tulisan injil Thomas tersebut, puncak rencana keselamatan Allah yang menjadi inti pewartaan Kabar Gembira (Injil) yaitu: sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga – demi menebus dosa umat manusia, tidak dijabarkan? [Bandingkanlah dengan penjabaran tentang hal ini dalam keempat Injil kanonik]. Bagaimanakah suatu tulisan dapat disebut sebagai Injil, kalau inti pewartaan Injil malah tidak disebutkan? Bahkan untuk alasan ini saja, tak mengherankan bahwa Magisterium Gereja Katolik tidak memasukkan tulisan ini ke dalam Injil kanonik dan kanon Kitab Suci. Berbahagialah kita sebagai Gereja Katolik, yang mempunyai Magisterium yang dipimpin oleh Roh Kudus dalam menentukan kitab-kitab mana yang sungguh diinspirasikan oleh Roh Kudus, sehingga kita dapat yakin bahwa apa yang telah ditentukan di dalam kanon Kitab Suci, sungguh-sungguh berasal dari Tuhan, dan bukan ajaran buatan manusia apalagi merupakan pemalsuan.

 

Bagaimana Kita Dapat Mengenal Tuhan?

2

Konsili Vatikan II, berdasarkan Kitab Suci, mengajarkan kepada kita, bahwa kita mengenal Tuhan melalui pewahyuan akan diri-Nya, yang kepenuhannya ada di dalam Kristus:

“Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (lih. Ef 1:9); berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus, Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi (lih. Ef 2:18 ; 2Ptr1:4)…..melalui wahyu itu, kebenaran yang sedalam-dalamnya tentang Allah dan keselamatan manusia nampak bagi kita di dalam Kristus, yang sekaligus adalah Pengantara dan kepenuhan seluruh wahyu.” (Konsili Vatikan II, tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum (DV) 2)

1. Keberadaan Allah dapat dikenal melalui karya-karya ciptaan-Nya.

Oleh wahyu Allah ini, dikatakan bahwa di dalam Kristus Sang Sabda, Allah menciptakan segala sesuatu. Maka Allah dapat diketahui keberadaan-Nya melalui karya- karya ciptaan-Nya. Konsili Vatikan II mengajarkan demikian:

“Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui sabda-Nya (lih. Yoh 1:3), serta melestarikannya, dalam makhluk-makhluk ciptaan senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia (lih. Rom 1:19-20)….” (DV 3)

Selanjutnya Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia pertama. Setelah mereka jatuh dalam dosa, Allah tak henti- hentinya menjaga dan memelihara umat manusia. Ia memanggil Abraham, para patriarkh, Musa dan para nabi, mengajarkan hal pengetahuan tentang diri-Nya sebagai Allah yang satu, yang hidup dan sejati, dan mengajarkan manusia agar menantikan Sang Penyelamat; dan dengan demikian mempersiapkan umat manusia untuk menerima Injil, selama berabad-abad. (lih. DV 3)

2. Secara istimewa Allah dikenal melalui Putera-Nya, Yesus Kristus.

“Setelah berulang kali dan dengan berbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para Nabi, “…akhirnya pada zaman akhir ini Ia telah bersabda kepada kita dengan perantaraan Putera-Nya” (Ibr 1:1-2). Sebab Ia mengutus Putera-Nya, yakni Sang Sabda yang kekal, yang menyinari semua orang, supaya Ia tinggal di tengah umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (lih. Yoh 1:1-18)…. Ia [Yesus] “menyampaikan sabda Allah” (Yoh3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh 5:36 ; Yoh 17:4). Barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh 14:9). Oleh karena itu, Yesus menyempurnakan wahyu dengan menggenapinya melalui segenap karya-Nya yang membuat-Nya hadir dan menyatakan diri-Nya sendiri: melalui sabda maupun perbuatan-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat-Nya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, dan akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran. Ia meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal.” (DV 4)

3. Yesus Kristus memerintahkan para rasul untuk meneruskan Injil yang diwahyukan Allah kepada semua bangsa.

“Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala keturunannya. Maka Kristus Tuhan, yang di dalam-Nya kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi digenapi (lih. 2Kor1:20; 2Kor3:13; 2Kor4:6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para Nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-Nya dengan mulut-nya sendiri, mereka wartakan pada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan dan untuk membagikan kurnia-kurnia ilahi kepada mereka….” (DV 7)

4. Para rasul melaksanakan perintah Kristus untuk mewartakan Injil baik secara lisan [Tradisi Suci] maupun tertulis [Kitab Suci].

“Perintah itu dilaksanakan dengan setia oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari. Perintah Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah menuliskan amanat keselamatan.” (DV 7)

5. Para rasul mengajar umat beriman agar berpegang teguh kepada ajaran mereka yang lisan [Tradisi Suci] maupun tertulis [Kitab Suci] dan meninggalkan uskup-uskup sebagai pengganti mereka untuk mengajar [Magisterium]

“Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lih. 2Tes2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka (lih. Yud 1:3).” (DV 8)

“Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang “mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar“. Maka dari itu Tradisi suci dan Kitab suci perjanjian Lama maupun Baru bagaikan cermin bagi Gereja yang mengembara di dunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala sesuatu, hingga tiba saatnya Gereja dihantar untuk menghadap Allah tatap muka, sebagaimana ada-Nya (lih. 1Yoh3:2).” (DV 7)

6. Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium [Wewenang mengajar Gereja] merupakan tiga pilar yang olehnya Gereja memperoleh Sabda Allah yang seutuhnya.

“Jadi Tradisi suci dan Kitab suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama. Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub [disampaikan secara tertulis] di bawah ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi suci, Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia. Dengan demikian Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi suci maupun Kitab suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama.” (DV 9)

Tradisi suci dan Kitab suci merupakan satu perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja….. Adapun tugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis dan diturunkan itu dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus. Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus didengarkannya dengan khidmat, dipeliharanya dengan suci dan diterangkannya dengan setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah.” (DV 10)

“Maka jelaslah Tradisi suci, Kitab suci dan Wewenang Mengajar Gereja, menurut rencana Allah yang mahabijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak dapat ada tanpa kedua lainnya, dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa.” (DV 10)

7. Kesimpulan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kita dapat mengenal Allah terutama melalui wahyu Allah sendiri, yang secara sempurna digenapi di dalam diri Kristus. Di dalam Kristus-lah, Kabar Gembira (Injil) Sabda Allah ini dinyatakan dalam kepenuhannya. Kristus memerintahkan kepada para rasul agar Injil diteruskan secara penuh kepada semua orang; dan ini dilaksanakan oleh para rasul dengan memberikan ajaran lisan (yang disebut Tradisi Suci) dan ajaran tertulis (yang disebut Kitab Suci). Para rasul kemudian menunjuk para penerus mereka untuk melaksanakan Wewenang mengajar Gereja (Magisterium), yang bertugas untuk menafsirkan Sabda Allah itu, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan demikian, untuk mengenal Allah, kita dapat memulainya dengan mempelajari Sabda-Nya yang disampaikan di dalam Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja. Selanjutnya memang kita dipanggil untuk melaksanakan Sabda-Nya di dalam hidup kita, dan hal ini menjadi tanda bahwa kita mengenal dan mengasihi Allah (lih. 1Yoh 2:4-5).

Aku Percaya akan Yesus Kristus, Putera Allah yang Tunggal

46

Pribadi kedua dari Allah Trinitas [yaitu Putera Allah] adalah Pribadi yang lahir dari Allah Bapa. Ia setara dengan Allah Bapa. Sang Putera Allah menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Iman kepada-Nya adalah jalan ke Surga.

 

I. Dasar Kitab Suci

  • Kej 3:15– Tuhan menjanjikan seorang Penyelamat, yang akan lahir dari “perempuan itu”, yang akan mengalahkan Iblis.
  • Kej 22:1-12– Abraham mempersembahkan anaknya Ishak kepada Tuhan.
  • Yes 53: 1-11– Yesaya bernubuat akan Hamba Tuhan yang menderita yang akan menanggung dosa-dosa manusia dan menjadi pendoa syafaat bagi kita.
  • Mat 1:18-23– Yesus dikandung oleh Maria oleh kuasa Roh Kudus untuk menyelamatkan kita; dan Ia [ Yesus] adalah Imanuel: Tuhan beserta kita
  • Mat 16:13-17– Yesus adalah Sang Mesias dan Putera Allah.
  • Luk 1:26-36– Yesus dikandung oleh Perawan Maria dan adalah Sang Putera Allah.
  • Yoh 1:1-14– Sabda Tuhan, Tuhan yang ada sejak awal mula yang melalui-Nya segala sesuatu telah diciptakan, telah datang ke dunia untuk memberi kehidupan. Ia adalah Terang dunia; dan Ia menjelma menjadi manusia
  • Yoh 3:16-17– Karena kasih, Allah mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan dunia dan untuk memberikan kehidupan kekal
  • Yoh 4:42– Yesus adalah Sang Penyelamat dunia
  • Yoh 8:28– Yesus ada sebelum Abraham, dan Ia adalah juga yang bersabda, “Aku adalah Aku.”
  • Yoh 20:24-29– Yesus, yang sungguh manusia, yang telah wafat dan bangkit dari mati adalah Tuhan dan Allah.
  • Kis 4:12– Keselamatan datang hanya melalui Yesus Kristus Tuhan kita.
  • Flp2:6-11– Tuhan menjelma menjadi manusia; pada nama Yesus semua lutut bertelut.
  • Rom 8:14-17– Melalui Roh Kudus, Tuhan mengangkat kita menjadi anak- anak-Nya di dalam Kristus.

II. Dasar dari Katekismus Gereja Katolik

  • KGK 260– Tuhan menghendaki agar kita mengambil bagian di dalam hidup ilahi-Nya; Ia mengasihi kita dan ingin bersama- sama dengan kita.
  • KGK 422-424– Allah Bapa mengutus Putera-Nya untuk menjadi manusia seperti kita.
  • KGK 425-429– Yesus, Putera Allah dan sungguh manusia, adalah pusat iman kita, dan inti ajaran Gereja.
  • KGK 430-435– Yesus menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita dan Ia harus dimuliakan dan disembah.
  • KGK 436-440– Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, Ia Yang Diurapi, yang Kerajaan-Nya kekal tidak akan berakhir.
  • KGK 441-451– Yesus adalah Putera Allah dan Tuhan.
  • KGK 461-464– Putera Allah mengambil rupa manusia dan Ia adalah sungguh Allah dan sungguh Manusia.
  • KGK 516– Keseluruhan hidup Kristus adalah Wahyu yang dengannya Ia menyatakan kasih Allah.
  • KGK 519-560– Semua misteri kehidupan Kristus adalah demi kita dan demi keselamatan kita.
  • KGK 601-603– Kristus menanggung dosa-dosa kita sehingga kita dapat diselamatkan dan dosa-dosa kita diampuni.

III. Dasar dari Bapa Gereja

  • St. Yustinus Martir (103-165) – “… dan karena Ia [Putera] lahir dari Bapa karena kehendak-Nya; seperti halnya yang kita lihat terjadi di antara kita: sebab ketika kita mengeluarkan suatu perkataan, kita melahirkan perkataan itu, … tanpa mengurangi perkataan itu yang tetap berada di dalam kita…. seperti juga terjadi pada api, yang tidak berkurang ketika ia menyalakan benda yang lain, tetapi tetap sama, dan apa yang dinyalakan oleh api itu sepertinya ada/ terjadi dari dirinya sendiri, tidak mengurangi apa yang daripadanya ia dinyalakan.” (St. Justin Martyr, Dialogue with Trypho, ch. 61)
  • St. Dionisius dari Aleksandria (248-265) – “Adalah pasti, tidak ada saat di mana Tuhan bukanlah Allah Bapa…. [Putera] yang adalah cahaya dari Terang yang kekal, Ia sendiri juga adalah kekekalan yang absolut…. Oleh karena Bapa adalah kekal, maka Putera juga adalah kekal. Terang dari Terang. Sebab di mana ada yang melahirkan di sana ada yang dilahirkan. Dan jika tidak ada yang dilahirkan, bagaimana dan karena apa Ia dapat menjadi yang melahirkan? Tetapi keduanya ada dan selalu ada.” (St. Dionysius of Alexandria, Elenchus and Apology, Bk. I)
  • St. Athanasius (296-373) – “… Tetapi Putera Allah, karena bukan mahluk ciptaan, tetapi Anak Bapa, selalu ada; sebab selama Bapa ada, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan hakekat-Nya juga harus ada; dan ini adalah Sabda-Nya dan Kebijaksanaan-Nya…. (St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, no. 1:29)”… Karena itu, Putera Allah bukan mahluk ciptaan. Sebab jika Ia adalah ciptaan, Ia tidak akan mengatakan, “Ia melahirkan Aku,” Sebab ciptaan adalah dari luar dan merupakan karya Sang Pencipta; tetapi Anak adalah bukan dari luar tetapi dari Allah Bapa, dan sesuai dengan hakekat-Nya.” (St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, no. 2:56)
  • St. Ambrosius (337-397) – Selanjutnya, agar tak seorangpun jatuh dalam kesesatan, biarlah seseorang memperhatikan tanda-tanda yang diberitahukan kepada kita oleh Kitab Suci, di mana kita dapat mengetahui tentang Sang Putera Allah. Ia disebut sebagai Sang Sabda (Firman), Putera, Kekuatan Allah, Kebijaksanaan Allah…. Ia adalah Sang Putera karena lahir dari Bapa, disebut sebagai Sang Sabda karena Ia satu dengan Bapa, satu di dalam kekekalan, satu di dalam keilahian…. ” (St. Ambrose, To Gratian on the Christian Faith, Bk. I, ch.2)
  • St. Yohanes Krisostomus (347-407) – “Barangsiapa melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9), sabda Yesus. Jika Ia mempunyai hakekat yang berbeda dengan hakekat Bapa, Ia tidak akan mengatakan demikian…. ” (St. John Chrysostom, Homilies on St. John, no. 74:1)
  • St. Agustinus (354-430) – “… Tetapi Ia [Allah Bapa] tidak pernah ada tanpa Putera, sebab Putera-Nya adalah kebijaksanaan-Nya, cahaya dari sang Terang kekal. Karena itu, Allah Bapa melahirkan dalam kekekalan dan Allah Putera dilahirkan dalam kekekalan.” (St. Augustine, Letters, no. 238) “Seperti, kenyataannya, kamu mengandung di dalam hatimu perkataan yang kamu katakan dan seperti perkataan itu ada bersama dengan kamu,…. demikianlah Tuhan memberikan Sabda-Nya, yaitu, melahirkan Sang Putera. Dan kamu, sungguh melahirkan perkataan di dalam hatimu menurut waktu; sedangkan Tuhan yang mengatasi waktu, melahirkan Sang Putera yang dengan-Nya Ia menciptakan segala waktu.” (St. Augustine, On the Gospel of St. John, Tr 14:7) “Tetapi jika Putera dikatakan sebagai diutus oleh Allah Bapa… ini tidak menghindari kita untuk mempercayai bahwa Putera Allah adalah setara dan sehakekat dan sama-sama kekal dengan Allah Bapa, namun harus diutus sebagai Putera oleh Allah Bapa. Tidak berarti yang satu lebih besar dari yang lainnya, tetapi karena yang satu adalah Bapa dan yang lain adalah Putera; yang satu adalah yang melahirkan, yang lain adalah yang dilahirkan…” (St. Augustine, On the Trinity, Bk 4, Ch.20)

IV. Kristus adalah pusat karya keselamatan dan katekese

Setelah kita membahas tentang Allah Bapa, beserta dengan semua sifat-sifat-Nya, serta kodrat dan pribadi dalam Tritunggal Maha Kudus, maka pada topik berikut ini dan beberapa topik ke depan, kita akan berfokus pada pribadi ke-dua Trinitas, yaitu Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia. Rencana keselamatan Allah berpusat dan mencapai puncaknya dalam diri Yesus Kristus. Kesempurnaan rancangan keselamatan Allah telah dinyatakan kepada manusia mulai dari Perjanjian Lama, yaitu sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, kemudian dilanjutkan dengan nubuat yang dilakukan oleh para nabi, yang kemudian memuncak dalam diri Kristus, sampai pada Gereja-Nya. Dengan demikian menjadi tugas bagi Gereja untuk terus mewartakan Kristus ke seluruh dunia sampai akhir zaman, sehingga seluruh lidah mengaku bahwa Kristus adalah Tuhan (lih. Flp 2:11).

V. Tentang nama Yesus Kristus

Malaikat Gabriel meminta agar Maria memberi nama anak yang dikandungnya dari Roh Kudus, dengan nama Yesus (lih. Luk 1:31), yang berarti “Allah membebaskan”. Inilah tujuan utama dari Inkarnasi, yaitu membebaskan manusia dari belenggu dosa (lih. Mat 1:21). Dengan membebaskan manusia dari belenggu dosa dalam nama-Nya sendiri, maka Yesus sesungguhnya telah membuktikan bahwa Dia adalah Allah, karena hanya Allah-lah yang dapat mengampuni manusia dari dosa (lih. Mrk 2:7). Dengan demikian, Yesus sesungguhnya adalah nama ilahi, satu-satunya nama yang dapat membawa keselamatan (lih. Kis 4:12, KGK, 432). Dengan kodrat-Nya sebagai manusia, maka Yesus mewakili seluruh umat manusia dalam mempersembahkan kurban kepada Allah; dan dengan kodrat-Nya sebagai Allah, maka pengorbanan-Nya mempunyai nilai yang tak terbatas, yang dapat menyenangkan hati Allah Bapa, sehingga hubungan manusia dengan Allah dapat terjalin kembali. Rasul Paulus menegaskan bahwa dalam kodrat manusia-Nya ada “Allah yang mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus” (2Kor 5:19). Nama ‘Kristus’ berasal dari bahasa Ibrani, yang berarti “Mesias” atau “Yang diurapi”. Dalam tradisi Perjanjian Lama, setiap perutusan, baik sebagai raja (lih. 1Sam 9:16; 10:1; 16:1,12-13; 1Raj 1:39), imam (lih. Kel 29:7; Im 8:12), nabi (1Raj 19:16) didahului dengan pengurapan. Sudah selayaknya, Yesus yang mengemban tugas terbesar dalam karya keselamatan Allah, serta yang mendirikan Kerajaan-Nya secara definitif dan yang menjalankan tugas sebagai imam, nabi dan raja, mengambil nama Kristus- ‘Yang Diurapi’. St. Irenaeus mengajarkankan, bahwa nama Kristus mengandung dimensi Trinitas, yaitu: Ia (Bapa) yang mengurapi, Ia (Putera) yang diurapi, dan Urapan itu sendiri (Roh Kudus). ((lih. KGK 438, yang mengutip St. Ireneus, haer. 3,18,3))

VI. Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal

Sejak awal mula, pengakuan akan Kristus sebagai Anak Allah adalah pusat iman para rasul yang menjadi pondasi Gereja; dan tentang hal ini Rasul Petruslah yang pertama kali mengatakannya, saat ia mengakui bahwa Yesus adalah “Kristus, Anak Allah yang hidup.” Pengakuan iman Petrus ini merupakan pernyataan yang diwahyukan Allah, sehingga Kristus mengatakan, “bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 16:17). Rasul Tomas, juga mengenali Kristus sebagai Tuhan, saat ia mengatakan, “Ya Tuhanku dan Allahku (Yoh 20:28), setelah ia melihat Kristus yang bangkit dari kematian-Nya dan hadir di tengah para Rasul. Demikian juga, Rasul Paulus juga mengatakan, “Ia [Kristus] adalah Anak Allah.” (Kis 9:20). Para Rasul mengakui bahwa mereka “telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” (Yoh 1:14).

Selain pernyataan para Rasul, Kristus sendiri menyatakan bahwa Ia adalah Putera Allah (lih. KGK 443):

1) Yesus menyatakan Diri sebagai “Anak/ Putera” yang mengenal Bapa (Bdk. Mat 11:27; 21:37-38)

2) Kristus sendiri menunjukkan perbedaan antara keputeraan-Nya dari keputeraan  para murid-Nya, karena Ia tidak pernah mengatakan, “Bapa kita/ Bapa kami” (Bdk. Mat 5:48, 6:8; 7:21; Luk 11:13), kecuali untuk menugaskan mereka: “kamu harus berdoa demikian: Bapa kami” (Mat 6:9). Ya, Ia menyatakan perbedaan dengan jelas: “Bapa-Ku dan Bapamu” (Yoh 20:17).

3)Ketika para pendakwa-Nya bertanya, “Jadi Engkau Putera Allah?”,  Yesus mengatakan, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah” (Luk 22:70, bdk. Mat 26:64; Mrk 14:61).

4)Injil yang adalah Firman Allah yaitu Kristus sendiri, mengatakan bahwa Kristus adalah Anak Allah yang Tunggal (lih. Yoh 3:16; 10:36).

Pernyataan bahwa Kristus adalah “Putera Allah yang Tunggal” dinyatakan oleh Allah Bapa sendiri, dan hal ini dicatat di dalam Injil di dalam dua kali kesempatan; yaitu saat Pembaptisan dan Transfigurasi. Pada dua kejadian itu, Allah Bapa mengatakan bahwa Yesus adalah “Anak-Ku yang Kukasihi” (Mat 3:17; 17:5).

Kitab Injil juga mengatakan bahwa kepala pasukan yang menyalibkan Yesus mengakui bahwa Ia yang wafat sedemikian di hadapannya adalah Anak Allah, dengan mengatakan , “Sungguh orang ini adalah Anak Allah” (Mrk 15:39). Bahkan Iblispun mengakui bahwa Kristus adalah Anak Allah (lih. Mat 8:28-34; Mrk 5:1-20; Luk 8:26-39).

Maka Katekismus mengajarkan bahwa sebutan “Anak Allah” menyatakan hubungan yang unik dan kekal antara Yesus Kristus dan Allah Bapa-Nya: Ia adalah Putera Allah yang Tunggal dari Allah Bapa (lih. Yoh 1:14,18; 3:16,18). Ia adalah Tuhan sendiri (lih. Yoh 1:1). Untuk menjadi seorang Kristen, kita harus percaya bahwa Yesus Kristus adalah Putera Allah (lih. Kis 8:37; 1 Yoh 2:23) (KGK 454), dan dengan demikian Kristus adalah Allah.

VII. Mengapa kita mempercayai bahwa Yesus adalah Tuhan?

Ada banyak umat non- Kristen mempertanyakan bagaimana mungkin Yesus yang adalah manusia pada saat yang bersamaan mempunyai kodrat Tuhan. Kita dapat membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan dengan menggunakan argumentasi: (1) Yesus adalah pribadi ke-dua dari Trinitas; (2) Yesus adalah Tuhan – dibuktikan dengan menggunakan empat pilihan; (3) Pembuktian dari seorang rabi Yahudi; (4) Pembuktian dari Gamaliel – dari Kisah Para rasul; (5) Yesus adalah Tuhan – melalui “Motif yang meyakinkan / Motive of credibility“; (6) Kesaksian dari Perjanjian Lama; (7) Kesaksian Injil Sinoptik – dari Allah Bapa; (8) Kesaksian Injil Sinoptik – dari Yesus; (9) Kesaksian Injil Yohanes; (10) Kesaksian dari surat-surat Rasul Paulus.

1. Yesus adalah pribadi ke-dua dari Trinitas

Argumen dari prinsip kesempurnaan mahluk berakal budi

Yesus Kristus hanya dapat dijelaskan dalam hubungan-Nya dengan Allah, yaitu Allah yang mempunyai tiga Pribadi. Allah adalah Pribadi yang Maha Sempurna, sedangkan manusia disebut sempurna karena turut mengambil bagian di dalam kesempurnaan Allah. Kesempurnaan manusia disebabkan karena manusia adalah mahluk pribadi atau “personal being,” yang mempunyai kemampuan untuk mengasihi, memberikan dirinya kepada orang lain, dan juga mempunyai kemampuan untuk bersekutu dengan sesama. Kalau hal ini benar untuk kita manusia di tingkat kodrati, maka di tingkat adikodrati, terdapat juga kebenaran yang sama di tingkatan yang paling sempurna. Dengan demikian, Tuhan tidak mungkin adalah Tuhan yang sendirian, namun “keluarga Tuhan”, di mana keberadaan-Nya, kasih-Nya, dan kemampuan-Nya untuk bersekutu dapat terwujud dengan sempurna.

Argumen dari definisi kasih

Kasih tidak mungkin berdiri sendiri, sebab kasih selalu melibatkan dua pihak, yaitu pihak yang mengasihi dan pihak yang dikasihi. Sebagai contoh, kasih suami istri barulah lengkap jika suami-istri “saling” mengasihi. Karena Tuhan adalah kasih yang paling sempurna, maka tidak mungkin Ia tidak mempunyai seseorang yang dapat menjadi saluran kasih-Nya dan juga dapat membalas kasih-Nya dengan derajat yang sama dan sempurna. Jadi Tuhan itu harus satu, namun Ia bukan Tuhan yang terisolasi sendirian. Orang mungkin berargumentasi, bahwa Tuhan bisa saja satu dan Ia dapat menyalurkan kasih-Nya dan menerima balasan kasih dari manusia. Namun, hal ini tidaklah mungkin; karena Tuhan tidak mungkin tergantung dari manusia yang kasihnya tidaklah berarti dibandingkan dengan kasih Tuhan sendiri. Dengan demikian, sangatlah logis, kalau Tuhan mempunyai “kehidupan di dalam diri-Nya/ interior life,” di mana Ia dapat memberikan cinta-Nya dengan sempurna. Di  dalam kehidupan Diri-Nya inilah ada Yesus Kristus, Allah Putera, yang mempunyai derajat kasih yang sama dengan Allah Bapa. Kegiatan dari Allah Bapa dan Allah Putera adalah mengasihi secara kekal, sempurna, dan tak terbatas, dan buah dari kasih timbal balik ini adalah Roh Kudus. Inilah sebabnya, Pentakosta (diutusnya Roh Kudus) terjadi setelah Yesus wafat, bangkit dan naik ke surga. Allah Bapa mengasihi Putera-Nya, dan Putera-Nya menunjukkan kasih-Nya dengan sempurna di kayu salib. Buah dari pertukaran dan kasih yang mengorbankan diri inilah yang menghasilkan Roh Kudus. Dalam syahadat iman yang panjang (syahadat Nicea), terdapat pernyataan “….Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putera….” Dengan kematian Yesus di kayu salib, Allah menunjukkan akan adanya bukti kasih yang sempurna, yaitu pemberian diri-Nya. Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa kasih yang sempurna adalah kasih yang dapat memberikan diri sendiri kepada orang lain. Dengan demikian, adalah “sesuai atau fitting” bahwa Tuhan, melalui Putera-Nya menjadi contoh yang sempurna tentang bagaimana menerapkan kasih. Hal ini juga membuktikan bahwa Tuhan bukanlah Allah yang sendirian. ((Paus Yohanes Paulus II, Encyclical Letter on The Redeemer Of Man: Redemptor Hominis, 10))

2. Yesus adalah Tuhan – dibuktikan melalui empat pilihan

Salah satu cara untuk membuktikan ke-Allahan Yesus adalah dengan meninjau empat pilihan pandangan sehingga akhirnya kita dapat menentukan pilihan secara logis. Ketiga pilihan pandangan ini disarikan dari pembuktian menurut C.S. Lewis dalam bukunya “Mere Christianity“, ((C. S. Lewis, Mere Christianity (Harper One: 2001), p.52)) Dalam buku tersebut, C.S. Lewis mengatakan bahwa tidaklah mungkin bagi seseorang untuk menjadi Kristen dan menerima semua ajaran moral dari Yesus, tanpa mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, sebab dasar kekristenan adalah pengakuan iman akan Yesus Tuhan. Maksud pembuktian ini adalah untuk memberikan penjelasan kepada orang-orang – termasuk yang bukan Kristen – yang mungkin berkata, “Saya percaya kepada Yesus hanya sebagai nabi, atau orang yang baik, atau sebagai guru moral yang besar, namun saya tidak mau mempercayai Yesus sebagai Tuhan.” Padahal, percaya kepada Yesus tidak bisa setengah-setengah. Mari kita lihat penjabaran C.S. Lewis ini, yang mungkin dalam terjemahan bahasa Indonesia terkesan sembrono, namun penjabaran ini dibuat agar kita dapat memilih pilihan pandangan yang paling logis: bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Tuhan.

Pilihan 1 – Yesus adalah sungguh Tuhan Allah yang menjelma menjadi manusia

Di dalam sejarah manusia, tidak ada manusia yang pernah mengaku dirinya sebagai Tuhan, dan juga mempunyai kemampuan dan kuasa Tuhan. Para nabi dari berbagai agama tidak pernah mengaku bahwa mereka adalah satu (hypostatic union) dengan Tuhan seperti yang dikatakan dan ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Juga dapat dibuktikan bahwa di masa hidupnya, Yesus melakukan sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh Tuhan, sebagai contoh: 1) Yesus mengampuni dosa manusia, seperti yang ditunjukkan dalam cerita penyembuhan orang yang lumpuh (Mat 9:2-8), 2) Yesus menempatkan diri sebagai Pemberi dan Penentu hukum moral, seperti yang ditunjukkan dalam khotbah di bukit (Mat 5:27-28), 3) Yesus juga memberikan peneguhan bahwa Ia dan Allah adalah satu (Yoh 10:30), 4) Yesus juga mengatakan bahwa segala kuasa di bumi dan di surga diberikan kepada-Nya (Mat 28:18); 5) Yesus melakukan banyak mukjizat, dan mukjizat yang terbesar adalah Ia dapat bangkit dari mati (Kis 10:41; 2 Tim 2:8).

Pilihan 2 – Yesus adalah seorang yang tidak dapat menggunakan akal sehat (‘madman’)

Pilihan ini terdengar ngawur, tetapi C.S Lewis menggunakan istilah demikian untuk menggambarkan keadaan yang bertolak belakang dengan pilihan yang pertama. Kalau yang dikatakan Yesus tidak benar, maka pilihannya adalah Ia tidak waras. Namun di dalam Kitab Suci tidak pernah ada yang mengindikasikan bahwa Yesus adalah seseorang yang tidak dapat menggunakan akal sehat. Adalah sangat tidak mungkin, kalau para rasul, para santa dan santo mau mengorbankan nyawa mereka untuk seseorang yang tidak waras. Jadi pilihan ini sebetulnya sangatlah tidak mungkin.

Pilihan 3 – Yesus adalah seorang yang lebih buruk dari itu (something worse)

Kalau Dia mengaku bahwa diri-Nya adalah Tuhan – padahal bukan – maka dapat disimpulkan bahwa Dia adalah seseorang yang jahat. Namun untuk mengambil kesimpulan bahwa Yesus adalah seorang yang jahat juga adalah tidak mungkin, karena semua yang dilakukan Kristus adalah hal- hal yang baik, dan ajaran moral yang disampaikan kepada manusia adalah begitu sempurna dan tidak ada duanya dibandingkan dengan ajaran agama manapun. Mahatma Gandhi-pun begitu mengagumi Yesus, terutama ajaran-Nya tentang khotbah di bukit. Jadi pilihan ini juga tidak mungkin.

Pilihan 4 – Cerita tentang Yesus adalah kebohongan belaka

Ada beberapa pandangan dari agama lain yang mengatakan bahwa Yesus dijadikan Tuhan oleh manusia – yaitu oleh para murid dan pengikut-Nya, terutama di Konsili Niceae (325). Pandangan ini sesungguhnya merupakan pandangan sekelompok orang di abad- abad ini, yang bermaksud memisahkan antara Yesus menurut sejarah (Jesus of History) dan Kristus menurut iman (Christ of faith), seolah keduanya tidak sama. Namun pandangan ini sangatlah tidak mendasar, sebab tidak sesuai dengan pernyataan para murid Kristus yang menjadi para saksi langsung akan kehidupan Kristus, penderitaan, wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga. Padahal adalah lebih logis jika kita mempercayai kesaksian mereka yang hidup pada zaman Kristus; daripada perkiraan mereka yang hidup berabad- abad sesudah zaman Yesus. Pernyataan para murid, termasuk St. Paulus, dibuat sekitar beberapa tahun setelah Yesus wafat, sehingga dapatlah diyakini kebenarannya. [Bayangkan kalau misalkan ada banyak tulisan bahwa di Jakarta tidak pernah terjadi banjir. Dan berita ini terus diberitakan di dalam koran, televisi, dll. Tentu saja ini berita yang tidak benar, dan orang-orang yang mengalami kebanjiran akan protes dan membuat surat pernyataan, demo, yang menyatakan bahwa pemberitaan itu tidak benar]. Nyatanya, pernyataan bahwa Yesus adalah Tuhan, yang disaksikan oleh banyak orang – yang mengalami kehidupan Yesus – tidak mengundang protes pada masa itu. Sejarah tidak menemukan tulisan asli abad awal yang menyanggah tentang kebangkitan Kristus. Jadi, kesimpulannya: Yesus sungguh bangkit; dan kebangkitan-Nya adalah sesuatu yang nyata dan bukan karangan para murid-Nya. Jadi kemungkinan bahwa Yesus adalah kebohongan belaka, juga sangatlah tidak mungkin. Kalau pilihan yang ke- 2,3, dan 4 adalah tidak mungkin, maka hanya pilihan yang pertama saja yang mungkin, yaitu “Yesus adalah sungguh Tuhan Allah yang menjelma menjadi manusia.”

3. Pembuktian indah dari seorang kepala Rabi Yahudi yang menjadi Katolik

Pembuktian yang indah tentang ke-Tuhan-an Yesus ditulis di dalam buku autobiografi Eugenio Zolli, kepala rabi Yahudi pada masa Perang Dunia ke-2. Zolli kemudian menjadi Katolik pada tahun 1945. Di Polandia, dia sering mengunjungi rumah teman sekolahnya yang bernama Stanislaus, yang beragama Katolik. Di dinding rumah itu tergantung salib kayu yang sederhana. Eugenio mengatakan dalam bukunya:

“Sering – aku tidak tahu kenapa – aku akan menatap salib itu dan memandang cukup lama pada “seseorang” yang tergantung di salib itu. Sejujurnya, permenungan ini selalu diikuti oleh gejolak di dalam jiwaku. Mengapa orang ini disalibkan? Aku bertanya kepada diriku sendiri. Apakah dia orang jahat? …. Mengapa banyak orang mengikuti dia, kalau dia jahat dan mengapa temanku dan ibunya yang juga mengikuti dia adalah orang-orang yang baik? Bagaimana bahwa Stanislaus dan ibunya begitu baik dan mereka menyembah dia yang disalibkan ini? Dia tidak mengeluh, dia tidak melawan. Di wajah-nya tidak ada ekspresi kebencian ataupun kemarahan….Tidak. Dia, Yesus, orang itu – sekarang menjadi “Dia” untukku dengan huruf besar “D.” Dia tidak jahat. Dia tidak mungkin jahat…. Satu hal yang kutahu dengan pasti: “Dia sungguh baik“. ((Eugenio Zolli, Before the Dawn (New York: Sheed and Ward, 1954) p.24-25))

4. Pembuktian Gamaliel, dari Kisah Para Rasul.

Di Kisah Para Rasul (Kis 5:26-42), Gamaliel, seorang ahli taurat yang sangat dihormati, menasihati orang banyak agar mempertimbangkan perbuatan terhadap pengikut Yesus (Petrus dan rasul-rasul lainnya). Sebab, di waktu yang lalu, setelah kematian Teudas yang mengaku sebagai orang yang istimewa, 400 pengikutnya tercerai berai dan kemudian lenyap. Jadi jika perbuatan para murid Kristus hanya berasal dari manusia, mereka pasti akan lenyap dengan sendirinya. Namun jika dari Allah, semua itu tidak dapat dilawan. Kenyataan bahwa sampai sekarang, setelah 2000 tahun dari kejadian itu, para pengikut Kristus masih bertahan di dalam Gereja Katolik, membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan, dan ajaran-Nya adalah dari Allah.

5. Yesus adalah Tuhan – melalui “Motif yang meyakinkan / Motive of credibility”

Motif 1: Nubuat

Motif pertama adalah nubuat. Artinya kedatangan Kristus telah diberitakan sebelumnya yaitu beribu-ribu tahun sebelum kedatangan-Nya, melalui masa persiapan yang panjang. Kita bisa melihat bahwa Tuhan mempersiapkan perjanjian yang mengarah kepada Inkarnasi Yesus Kristus. Perjanjian Allah dengan manusia dimulai dari: 1) Adam dan Hawa (tingkatan pribadi), 2) Nabi Nuh (tingkatan keluarga), 3) Abraham (pada tingkatan suku), 4) Israel (pada tingkatan bangsa); 5) dan kemudian mencapai puncaknya dengan kedatangan Yesus yang mengikat perjanjian Allah dengan seluruh bangsa manusia. Jadi, bangsa Yahudi menjadi bukti persiapan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini. Adalah sangat logis, kalau kedatangan Yesus untuk misi keselamatan seluruh umat manusia dipersiapkan dengan matang, dan dengan tanda-tanda, sehingga orang tidak sampai salah mengerti. Kita bisa mengambil contoh demikian: Kalau beberapa orang di tingkat direktur pabrik mobil Toyota mengatakan bahwa 20 tahun lagi – semua produk mobil Toyota tidak akan menggunakan bensin, namun menggunakan tenaga surya, dan mobil tersebut dapat bergerak dengan kecepatan 200 km/jam, ditambah dengan kemampuan yang lain – maka kita akan percaya, karena yang mengatakan adalah para pembuat mobil tersebut. Kita dapat menerapkan prinsip ini kepada hal persiapan kedatangan Yesus ke dunia ini, yang sudah diberitakan beribu-ribu tahun sebelumnya. Kitab Yesaya yang ditulis sekitar 700 tahun sebelum kedatangan Yesus Kristus, dapat secara persis menggambarkan tentang Kristus yang menderita (lih. Yes 53). Nabi Yesaya dapat menggambarkan secara persis apa yang akan dialami oleh Kristus, karena ia mendapatkan pengetahuan dari Tuhan sendiri. Bahwa di dalam sejarah, semua nubuat itu terpenuhi di dalam diri Yesus, menjadi bukti akan kebenaran bahwa yang dinubuatkan adalah benar, yaitu: Yesus sungguh- sungguh datang dari Allah dan Yesus adalah Allah. Allah memberitahukan kepada manusia tentang Mesias jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga pada saat penggenapannya, manusia dapat mengenali Mesias yang dijanjikan. Inilah yang membedakan antara Yesus dengan tokoh-tokoh dalam agama yang lain. Tokoh-tokoh dalam agama lain tidak pernah dinubuatkan sebelumnya, namun Yesus telah dinubuatkan secara konsisten oleh para nabi dalam kurun waktu lebih dari 1500 tahun.

Motif 2 – Mukjizat

Motif ke-2 adalah mukjizat. Dari Kitab Suci kita mengetahui bahwa Yesus melakukan banyak sekali mukjizat, yang membuktikan bahwa Dia adalah sungguh Putera Allah. Bermacam mukjizat sekaligus juga memberikan konfirmasi akan kebenaran semua ajaran-Nya. Yesus menyembuhkan orang buta (Mat 9:27-31), orang bisu (Mat 9:32-35), orang tuli (Mk 7:31-37), orang lumpuh (Mat 9:1-8), bahkan membangkitkan orang mati (Yoh 11:1-46). Yesus juga mengatakan, “…. tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh 10:37-38). Di atas semua itu, mukjizat terpenting adalah kebangkitan Kristus (Mat 28:1-10; Mar 16:1-20; Luk 24:1-53; Yoh 20:1-29, 21:1-19; Kis 1:3; 1 Kor 15:17; 1 Kor 15:5-8). Mungkin ada banyak orang yang dapat melakukan mukjizat dan menyembuhkan penyakit-penyakit, tapi mereka sendiri pada akhirnya akan wafat dan tidak dapat bangkit dengan kekuatan sendiri. Namun Yesus menunjukkan bahwa Ia mempunyai kuasa atas segalanya, termasuk kematian. Hanya Tuhanlah yang dapat melakukan hal ini.

Motif 3 – Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus

Keberadaan Gereja Katolik, Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri, menjadi bukti akan janji-Nya sebagai Allah untuk melindungi Gereja-Nya yang didirikan-Nya di atas Rasul Petrus, sampai akhir zaman (lih. Mat 16:18, Mat 28:19-20). Maka perlindungan sampai akhir ini dijanjikan oleh Kristus, sejak kepemimpinan Rasul Petrus, sampai kepada para penerusnya sampai kedatangan-Nya kembali di akhir zaman kelak. Sudah ada begitu banyak percobaan yang dialami oleh Gereja Katolik, baik dari dalam maupun dari luar Gereja, namun sesuai dengan janji Kristus, Gereja Katolik tetap bertahan dalam mengajarkan kebenaran yang penuh, dan Gereja ini ditandai dengan ciri-ciri: satu, kudus, katolik, dan apostolik.

6. Kesaksian dari Perjanjian Lama

Perjanjian Lama memberikan gambaran akan ke-Allahan dari Sang Mesias. Penyelamat ini akan mengemban tugas sebagai nabi (Ul 18:15-18), sebagai imam (Mzm 110:4), sebagai seorang penggembala (Yeh 34:23-31), sebagai raja dan Tuhan (Mzm 3; 44; 109; Zak 9:9), sebagai hamba yang menderita (Yes 53), dan sebagai Anak Allah (Mzm 3:7; bdk Ibr 1:5). Hal ini kemudian diperkuat dengan karakter-karakter Allah dalam diri Mesias, seperti Emanuel / Tuhan beserta kita (Yes 7:14; Yes 8:8). Nabi Yesaya menegaskan hal ini dengan menyebutkan beberapa gelar, seperti: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (Yes 9:6).

7. Kesaksian dari Injil Sinoptik – dari Allah Bapa

Dalam baptisan di sungai Yordan, Allah Bapa memberikan kesaksian akan Yesus sebagai Sang Mesias, sebagai Anak Allah (Mat 3:17; Mrk 1:11; Luk 3:22; Yoh 1:34). Kesaksian ini diberikan kepada Yohanes Pembaptis, nabi terakhir sebelum Kristus. Kesaksian yang sama dari Allah Bapa diberikan lagi kepada Rasul Petrus, Yohanes dan Yakobus di gunung Tabor dalam peristiwa transfigurasi, yang mengatakan, “Inilah Anak yang Kukasihi (Beloved Son), kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Mat 17:5; Mrk 9:7; Luk 9:35; bdk. 2Pet 1:17). Istilah dalam Kitab Suci “Beloved Son” sama dengan “Anak Tunggal” (lih. Kej 22:2, 12, 16; Mrk 12:6).

8. Kesaksian dari Injil Sinoptik – dari Yesus

a. Yesus mengatasi semua ciptaan

Yesus mengajarkan bahwa Ia melebihi semua ciptaan, baik manusia maupun malaikat:
1). Ia mengatasi para nabi dan raja- raja di zaman Perjanjian Lama, seperti Nabi Yunus dan Salomo (Mat 12:41- Luk 11:31-), Nabi Musa dan Elia (Mt 17:3; Mrk 9:4; Luk 9:30), Raja Daud yang memanggilnya sebagai Tuhannya (Mat 22:43-; Mrk 12:36-; Luk 20:42-).
2). Para malaikat adalah pelayan-Nya. Para malaikat melayani Dia (Mat 4:11; Mrk 1:13; Luk 4:13); Ia hanya perlu meminta kepada Bapa dan Ia akan mengirim lebih daripada dua belas pasukan malaikat (Mat 26:53). Para malaikat akan menyertai Yesus pada kedatangan-Nya yang kedua (Mat 16:27, 25:31; Mrk 18:38; Luk 9:26), untuk memisahkan orang- orang yang berdosa dan orang- orang benar dalam Pengadilan Terakhir (Mat 13:41, 24:31; Mrk 13:27).  Kitab Suci memang mengatakan bahwa Yesus mengatasi manusia dan para malaikat (Mat 24:36; Mrk 13:32).

b. Yesus sama dengan Tuhan

Yesus menyatakan diri-Nya dengan ungkapan yang di dalam Perjanjian Lama ditujukan bagi Allah, dan dengan demikian menyatakan kesamaan-Nya dengan Allah:
1). Sebagaimana Yahwe, Yesus mengutus para nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli taurat (Mat 23:34; Luk 11:49) dan memberikan kepada mereka janji penyertaan-Nya (Luk 21:15; lih. Kej 4:15).
2). Sebagaimana Yahwe, Yesus adalah Tuhan Perjanjian Lama, di dalam kuasa-Nya yang sempurna, Ia menggenapi dan mengubah ketentuan- ketentuan tertentu dari Perjanjian Lama (lih. Mat 5:21- ).
3). Yesus juga adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat 12:8; Mrk 2:28; Luk 6:5).
4). Sebagaimana Yahwe, Yesus membuat perjanjian dengan umat manusia (Mat 26:28; Mrk 14:24; Luk 22:20). Sebagaimana Israel adalah kaum pilihan Yahwe, demikianlah para murid Kristus adalah kaum pilihan-Nya (Mat 16:18).

c. Yesus memberikan tuntutan Ilahi kepada manusia

Yesus menetapkan kewajiban kepada para murid-Nya, sebagaimana Tuhan menetapkan kewajiban kepada manusia; tentang kepercayaan kepada-Nya dan tentang derajat kasih yang tertinggi agar diberikan kepada-Nya:
1). Yesus mengecam kurangnya iman di Israel dan memuji para bangsa lain yang siap untuk percaya (Mat 8:10-12; 15:28);
2). Ia memberi penghargaan kepada orang yang beriman (Mat 8:13; 9:2; 22:29; 15:28; Mrk 10:52; Luk 7:50;17:19) dan mengingatkan agar jangan sampai menjadi kurang percaya (Mat 16:8;17:20; 21:21; Mrk 4:40).
3). Yesus menyatakan bahwa Diri-Nya sendiri adalah isi dan tujuan iman, “…barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya dan dalam kemuliaan Bapa dan malaikat-malaikat kudus.” (Luk 9:26)
4). Yesus menuntut agar para murid-Nya mengasihi Dia dengan kasih yang melampaui kasih duniawi. “Siapa yang mengasihi bapa dan ibunya lebih dari mengasihi Aku, ia tidak layak untuk Aku” (Mat 10:37).
5). Yesus menuntut agar manusia menyerahkan hidupnya demi Dia (lih. Mat 10:39; Luk 17:33).

d. Yesus sadar akan kuasa-Nya

Yesus menyadari akan kuasa-Nya yang melampaui kuasa manusia, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.” (Mat 28:18)
1). Yesus menggunakan kuasanya untuk melakukan mukjizat-mukjizat, dan memberikan kuasa kepada para murid-Nya untuk melakukan mukjizat di dalam nama-Nya (Mat 10:1, 8; Mrk 3:15; 6:7; Luk 9:1,10,17).
2). Yesus juga mengklaim kekuatan untuk mengampuni dosa yang dimiliki hanya oleh Tuhan saja (Mat 9:2,6; Mrk 2:5; Luk 5:20; 7:48).
3). Ia memberikan kuasa kepada para murid-Nya untuk mengampuni dosa (Mat 16:19, 18:18; Yoh 20:23).
4). Dengan menyerahkan nyawa-Nya, Ia menyadari bahwa Ia dapat menebus dosa umat manusia (lih, Mat 20:28; 26:28).
5). Yesus menyatakan bahwa Ia akan menjadi Hakim atas dunia, yang dinyatakan di dalam Perjanjian Lama hanya akan dilakukan oleh Yahwe sendiri (lih. Mzm 50:1-6; 96:12-; 98:9; Zak 14:5). Yesus akan mengadili manusia sesuai dengan perbuatannya (Mat 16:27), bahkan sampai perkataan yang sia- sia (Mat 12:36). Keputusan-Nya final dan akan dilaksanakan segera (Mat 25:46). Penghakiman ini mensyaratkan Hakim atas dunia yang mengatasi kodrat semua mahluk ciptaan Allah.

e. Kesadaran Yesus sebagai Anak Allah

1). Klaim Yesus sebagai Anak Allah Yesus dengan jelas membedakan antara hubungan-Nya dengan Allah Bapa dan hubungan para murid-Nya dengan Allah Bapa. Ia mengatakan tentang hubungan-Nya dengan Allah Bapa sebagai “Bapa-Ku”, sedangkan Ia mengatakan hubungan para murid-Nya dengan Allah Bapa sebagai “Bapamu”. Ia tidak pernah menyatukan diri-Nya dengan para murid dan menyebut “Bapa kita”. Doa Bapa Kami bukanlah merupakan doa-Nya sendiri, tetapi doa para murid Nya (Mat 6:9).
2). Pernyataan pertama tentang Diri-Nya sebagai Anak Allah adalah saat Yesus diketemukan di Bait Allah.
Pertama kali Yesus menyatakan Diri-Nya sebagai Anak Allah dinyatakan saat Ia diketemukan kembali di Bait Allah, saat Ia berumur 12 tahun (lih. Luk 2:49). Dengan demikian, Ia menyatakan kepada Bunda Maria dan St. Yusuf bahwa hubungan-Nya sebagai anak dan orang tua secara manusiawi berada di bawah hubungan-Nya secara ilahi dengan Allah Bapa. 
3). Pernyataan Yesus sebagaimana direkam di Injil.
“Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat 11:27, Luk 10:22, Yoh 10:22) Dari ayat-ayat ini Yesus jelas mengatakan bahwa Ia telah menerima dari Allah Bapa kepenuhan kebenaran Wahyu dan kepenuhan kuasa ilahi untuk menggenapi misi-Nya dan menunjukkan Diri-Nya mengatasi semua nabi di Perjanjian Lama.
4). Yesus mengklaim diri-Nya sebagai Mesias Anak Allah di hadapan Mahkamah Agama. Ketika ditanya oleh Kayafas Imam Agung tentang apakah Ia adalah Anak Allah, Yesus menjawab, “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.” (Mat 26:64). Kata Yesus, “Akulah Dia” (Mrk 14:62). Kesetaraan-Nya dengan Allah Bapa tercermin dalam perkataan Yesus tersebut (lih. Mzm 110:1; Dan 7:13). Dengan perkataan Yesus tersebut Mahkamah menilai bahwa Yesus telah menghujat Allah sehingga layak dihukum mati. Sebab yang dipermasalahkan di sini bukan klaim Yesus sebagai Mesias tetapi klaim Yesus sebagai Tuhan.
5). Perumpamaan tentang penggarap kebun anggur yang jahat.
Dalam perumpamaan itu (Mat 21:33-; Luk 9:20-) dikisahkan bahwa setelah mengirimkan utusan- utusan yang semuanya dibunuh oleh para penggarap itu, akhirnya pemilik kebun anggur mengirimkan putera tunggalnya. Namun akhirnya ia juga dibunuh oleh para penggarap itu.

9. Kesaksian dari Injil Yohanes

Injil Yohanes, menampilkan Yesus dari sisi yang berbeda dibandingkan dengan injil sinoptik. Injil Yohanes memberikan kesaksian yang lebih mendalam akan Yesus Kristus yang adalah Anak Allah, seperti yang dituliskan-nya, “…tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” (Yoh 20:31). Pembukaan Injil Yohanes, mengajarkan bahwa Sang Sabda sudah ada sebelum segala abad, Ia bersama-sama dengan Allah, dan Sang Sabda itu adalah Allah sendiri, seperti yang tertulis, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” (Yoh 1:1) Sang Sabda yang menjadi manusia ini adalah Yesus (Yoh 1:14), yang digambarkan sehakekat dengan Bapa, dan Yesus sendiri adalah Terang (Yoh 1:4-5), yang memberikan keselamatan bagi seluruh umat manusia.

a. Yesus adalah Anak Allah

Dalam Injil Yohanes, Yesus sering memanggil Allah Bapa sebagai “Bapa-Ku” atau “Bapa” dan memanggil Diri sendiri sebagai “Anak”. Yesus secara jelas membedakan antara Dia sebagai Putera Allah dan para murid sebagai anak-anak Allah. Kita dapat melihat ekspresi ini, di ayat Yoh 20:17: “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.”

b. Yesus telah ada bersama-sama dengan Allah

Injil Yohanes mengatakan bahwa Yesus diutus oleh Bapa (Yoh 5:23, 37; 6:38-44; 7:28-33), dan Dia [Yesus] datang dari Sorga (Yoh 3:13; 6:38,51) atau dari atas (Yoh 8:23; 3:31), dan Dia datang dari Bapa (Yoh 8:42; 16:27). Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Yesus telah ada bersama-sama dengan Allah, bahwa keberadaan Putera dan Bapa telah ada sebelum segala abad.

c. Identitas Putera bersama Allah

Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Allah juga tercermin dalam kisah Yesus menyembuhkan seseorang yang sudah tiga puluh delapan tahun sakit (Yoh 5:1-30). Di sana, Yesus mengungkapkan diri-Nya sebagai Allah dan Putera Bapa (Jn 5:17-30). Ketika orang-orang Yahudi mempertanyakan kesembuhan yang dilakukan oleh Yesus, maka Yesus menyatakan otoritas yang dimilikinya, serta identitas yang sama dengan Allah Bapa, dengan ungkapan, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” (Yoh 5:17). Di ayat berikutnya dijelaskan bahwa apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak (ay.18), dan bahwa segala penghakiman akan dilakukan oleh Yesus (ay.22). Dikatakan pula, “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa” (ay.23). Pernyataan ini mengungkapkan kesetaraan Yesus dengan Bapa atau manusia harus memberikan penghormatan yang sama kepada Bapa dan Putera. Kesetaraan ini juga dinyatakan dengan perkataan Yesus: “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30), yang artinya,  substansi/ hakekat antara Yesus dan Bapa adalah sama. Oleh karena itu, kaum Yahudi menganggap pernyataan ini dianggap sebagai penghujatan terhadap Allah, sehingga mereka ingin membunuh Yesus. Mereka berkata, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.” (Yoh 10:33). Menghadapi hujatan dari kaum Yahudi ini, Yesus tidak mengubah pernyataannya, malah sebaliknya, Dia justru menegaskannya dengan mengatakan, “tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” (Yoh 10:38) Persatuan antara Allah Bapa dengan Allah Putera juga diperkuat dalam percakapan antara Yesus dengan Filipus, tatkala Yesus mengatakan, “Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh 14:11; bdk. Yoh 17:11,21).

d. Sifat Allah dan tuntutan dari Yesus

Di dalam Injil Yohanes diungkapkan juga beberapa sifat Allah, yang mengungkapkan bahwa Yesus adalah Allah. Dituliskan bahwa Yesus adalah kekal, sehingga dikatakan bahwa sebelum Abraham jadi, Yesus telah ada (Yoh 5:58). Yesus juga digambarkan mengenal Allah Bapa secara penuh (Yoh 7:29; 8:55; 10:15); Yesus mempunyai kekuatan dan kekuasaan serta daya guna yang sama dengan Bapa (Yoh 5:17-30). Karena hanya Tuhan saja yang mampu mengampuni dosa, dan Yesus dapat mengampuni dosa dalam nama-Nya sendiri, maka Yesus menyatakan diri-Nya Tuhan (Yoh 8:11). Yesus juga memberikan kuasa ini kepada para murid-Nya (Yoh 20:23). Yesus juga mempunyai kuasa untuk mengadili dunia (Yoh 5:22,27), dan Ia harus dihormati dengan derajat sama seperti penghormatan kepada Allah Bapa (Yoh 5:23). Selanjutnya, tidak ada seorangpun yang pernah mengklaim, seperti Yesus, bahwa Dia adalah Terang Dunia (Yoh 8:12), dan Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6). Karena Yesus adalah Tuhan, maka Dia dapat menuntut manusia untuk mempunyai iman akan diri-Nya (Yoh 14:1; bdk Yoh 5:24; 6:40,47; 8:51; 11:25). Yesus juga menuntut manusia untuk menjalankan semua perintah-Nya, sebagai perwujudan dari kasih mereka kepada-Nya (Yoh 14:15,21,23). Kepada orang yang mengasihi-Nya, Yesus berkata, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” (Yoh 14:23). “Tinggal” dalam diri manusia adalah merupakan hak dan kemampuan dari Sang Pencipta. Yesus juga mengajarkan agar manusia berdoa di dalam nama-Nya (Yoh 14:13-14; 16:23). Dan akhirnya, pernyataan iman dari Rasul Tomas kepada Yesus – :ya Tuhanku dan Allahku” (Yoh 20:28) – dan tidak ditolak oleh Yesus, menyatakan bahwa Yesus adalah sungguh Allah.

10. Kesaksian dari surat-surat Rasul Paulus

a. Yesus setara dengan Allah (Filipi 2:5-11)

Rasul Paulus mengajarkan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,  dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:5-11)

Perikop di atas menyampaikan tiga hal: (1) Yesus serupa dengan Allah dan Dia setara dengan Allah; (2) Dia mengambil rupa hamba dan menjadi sama seperti manusia; (3) Dia ditinggikan dan semua ciptaan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (bdk. Rm 10:9; 1Kor 12:3).

b. Yesus disebut sebagai Allah

“Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!” (Rom 9:5)

Dari ayat ini, kita dapat melihat bahwa “Ia” di sini adalah Yesus, sang Mesias yang disebut sebagai Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Mungkin ada yang mencoba memberikan argumentasi bahwa “Ia” di sini mengacu kepada Allah Bapa. Namun, hal ini tidak sesuai dengan kelogisan kalimat, yang mengacu kepada Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia. Lebih lanjut kita dapat membandingkan doksologi yang digunakan oleh rasul Paulus di ayat-ayat yang lain, seperti: Gal 1:5; 2Kor 11:31; Rom 11:36; Flp 4:20.

“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,” (Tit 2:13).

Allah yang mahabesar dan Juruselamat di sini adalah mengacu kepada Yesus Kristus, karena hari kedatangan Tuhan yang kedua (parousia) selalu berhubungan dengan Kristus.

“Tetapi tentang Anak Ia [Allah Bapa] berkata: “Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.” (Ibr 1:8)

Dari kalimat ini, ‘Tahta-Mu, ya Allah’ mengacu kepada Anak. Dengan demikian, Anak adalah Allah. Hal ini menyatakan bahwa Anak bukanlah Pribadi yang lebih rendah daripada Allah Bapa. Ini juga diperkuat oleh Kol 2:9, yang mengatakan, “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan.”

c. Yesus disebut sebagai Tuhan (Kyrios)

Memang kata kyrios dalam konteks religius digunakan juga oleh bangsa Yunani untuk menyatakan sebutan kepada seseorang yang sungguh dihormati. Namun, dalam kekristenan, kata yang sama sering digunakan untuk menyatakan Kristus yang adalah Allah dalam konteks religius, seperti yang kita lihat dalam Kis1:21 dan Kis 2:36. Karakteristik dari kekristenan juga terlihat dalam seruan kepada Tuhan sebagai Kyrios seperti yang ditunjukkan oleh Stefanus (lih. Kis 7:59).

Namun, kalau kita melihat kata “Kyrios” yang digunakan oleh Rasul Paulus memberikan arti yang yang lebih mendalam, yaitu Kristus sebagai Allah. Hal ini terlihat dari seringnya Rasul Paulus menggunakan kata-kata Kyrios dalam PL yang ditujukan kepada Yahweh untuk menunjuk kepada Kristus, seperti: 1Kor 1:31; Rm 10:13; 2Tes1:9. …. Kita dapat pula melihat bahwa Rasul Paulus mempresentasikan Yesus sebagai obyek penyembahan yang sama dengan Tuhan, seperti yang dikatakannya di Flp 2:10-11, “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan…”

d. Yesus mempunyai kodrat ilahi

Sabda Tuhan mengatakan Yesus sebagai  yang (1) Maha Kuasa. Hal ini terlihat bagaimana Rasul Paulus memberikan penjabaran tentang Yesus yang adalah gambar Allah, dan semua ciptaan diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Yesus juga digambarkan sebagai Pribadi yang kekal. Rasul Paulus menulis, “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.” (Kol 1:15-17; bdk. 1Kor 8:6; Ibr 1:2; Ibr 1:10) Selain maha kuasa, Yesus juga digambarkan sebagai (2) Maha tahu. “….sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.” (Kol 2:3) Kemahatahuan-Nya juga dibarengi dengan (3) Maha kekal. “Ia adalah …yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,” (Kol 1:15). Ayat ini menggambarkan bahwa Yesus adalah anak sulung, yang pertama dari segala sesuatu. Dan hal ini dipertegas juga di Kol 1:17 yang menyatakan bahwa Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu. Sebagai Allah, maka Yesus juga digambarkan (4) Tidak berubah. Rasul Paulus menggambarkan bahwa Yesus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr 13:8; bdk. Ibr 1:12) Semua ciri-ciri ilahi ini menunjukkan Kristus adalah sungguh Allah yang (5) patut disembah. Rasul Paulus memberikan gambaran bahwa dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi (Flp 2:10), termasuk para malaikat juga harus menyembah Yesus (lih. Ibr 1:6).

e. Kristus adalah sungguh Putera Allah

1. Kristus adalah Putera Allah

a. Yesus adalah Putera Allah sendiri

Rasul Petrus mendefinisikan hubungan Kristus dengan Allah sebagai Putera-Nya sendiri; yang artinya: Kristus mempunyai hakekat yang sama dengan Allah Bapa.  Ada banyak frasa dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa Yesus adalah Putera Allah sendiri, contohnya, “Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri…. ” (Rom 8:3); “Ia [Allah], yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita…” (Rom 8:32); “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih” (Kol 1:13).

b. Putera berasal dari Bapa

Istilah ‘Allah’ dan ‘Bapa’ Tuhan kami Yesus Kristus, dipahami dengan memahami hubungan bapa dan anak dalam artian bahwa anak lahir dari bapa (lihat Rom 15:6, “Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus”, lih. juga 2 Kor 1:3, Ef 1:3).

2. Putera Allah (Kristus) tidak sama artinya dengan ‘putera angkat Allah’ (kita semua yang percaya)

Rasul Paulus mengkontraskan arti Kristus sebagai Anak Allah dengan kita semua orang percaya sebagai anak- anak angkat Allah melalui rahmat-Nya. Kristus memang sungguh adalah Anak Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia (lih. Rom 1:3- dst; Gal 4:4- dst) sedangkan kalau kita manusia, diangkat/ ‘diadopsi’ menjadi anak-anak-Nya. Dengan keutamaan Kristus ini, maka Kristus merupakan ‘yang sulung’ dari semua saudara (lih. Rom 8:29).

3. Yesus lebih tinggi dari para malaikat

Dalam pendahuluan surat kepada jemaat di Ibrani dinyatakan pujian kepada Kristus yang mengatasi para malaikat, karena Kristus adalah Putera Allah, “Ia [Kristus] adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah….. jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah dari pada nama mereka.” (Ibr 1:3-4)

VIII. Yesus yang dinubuatkan para nabi

Tentang tergenapinya nubuat para nabi dalam diri Kristus, mungkin dapat dijelaskan dengan perumpamaan ini. Kalau beberapa orang dalam tingkatan direktur pabrik mobil Toyota mengatakan bahwa 20 tahun lagi – semua produk mobil Toyota akan menggunakan tenaga surya, dan juga dapat bergerak dengan kecepatan 200 km/jam, ditambah dengan kemampuan yang lain – maka kita akan percaya, karena yang mengatakan adalah para pembuat mobil tersebut. Namun, jika yang mengatakan berita itu adalah sembarang orang, maka orang tidak akan mudah percaya, karena ia tidak bekerja di pabrik Toyota. Juga, kalau yang mengatakan hal tersebut adalah hanya seorang direktur Toyota, mungkin kita masih dapat mempertanyakan kebenarannya. Apalagi kalau ada beberapa direktur Toyota lainnya yang memberikan pernyataan yang berlainan, maka kita akan bertanya-tanya. Namun kalau yang mengatakan beberapa orang yang  menduduki posisi penting dalam perusahaan Toyota, dan pernyataan mereka saling melengkapi dan tidak bertentangan satu sama lain, maka kita akan percaya. Kita akan lebih yakin lagi, kalau pernyataan ini bukan hanya dibuat satu kali, namun berkali-kali, terutama dengan mengundang banyak wartawan, sehingga semua pernyataan mereka dapat dituliskan dan semua orang dapat membacanya. Kalau kita masih tidak percaya dengan hal ini, maka orang lain akan mempertanyakan ketidaklogisan dalam cara berfikir kita. Hal ini sama seperti yang terjadi dengan nubuat akan Kristus. Nubuat di dalam Perjanjian Lama adalah salah satu dari alasan “motive of credibility” (motive yang dapat dipercaya), mengapa kita percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Nubuat ini begitu penting, karena dengan mengetahui bahwa Yesus adalah benar-benar Tuhan, manusia dapat mengenali dan menantikan kedatangan-Nya.

Jika nubuat ini dibuat hanya satu kali, atau beberapa kali namun bertentangan satu sama lain, maka kita akan mempertanyakan kebenarannya. Namun nubuat tentang kedatangan Yesus diberitakan lebih dari 20 abad sebelum kedatangannya dan dilakukan secara terus-menerus. Kalau para nabi yang menubuatkan kurang dapat dipercaya, misalkan dapat disuap, atau tidak mempunyai karakter yang baik, kita mungkin masih dapat mempertanyakan kebenarannya. Namun, kita melihat bahwa para nabi yang memberitakan kedatangan Yesus adalah orang-orang yang dipakai oleh Tuhan sendiri, yang mempunyai prinsip yang teguh sampai pada titik mau mengorbankan nyawanya dalam mempertahankan kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan.

Jika berita yang disampaikan oleh para nabi saling bertentangan, kita akan mempertanyakan kebenarannya. Namun yang terjadi adalah ratusan nubuat yang dibuat oleh para nabi dalam rentang waktu lebih dari 20 generasi memberikan gambaran yang tidak bertentangan, namun saling melengkapi, sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang siapakah Sang Mesias itu.

Jika nubuat ini dibuat oleh Gereja Katolik, mungkin orang akan berkata bahwa itu semua adalah karangan Gereja untuk mendukung ajarannya. Namun Kitab Perjanjian Lama adalah kitab yang dipercaya dan dipegang teguh juga oleh kaum Yahudi, yang sebenarnya tidak mempercayai Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan Allah. Dengan ini, sebenarnya nubuat ini lebih dapat dipercaya lagi, karena bebas dari usaha pembenaran diri.

Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa semua nubuat itu hanya karangan belaka. Namun, kalau semua itu hanya merupakan suatu fantasi dan karangan belaka, sungguh mustahil bahwa suatu karangan dapat bertahan dalam kurun waktu 2000 tahun; dan nubuat tentangnya tidaklah statik, namun terus berkembang, saling melengkapi dan tidak bertentangan. Lebih lagi, pemenuhan kebenaran akan kedatangan Yesus juga dicatat dalam Kitab Suci agama Islam, yang mengatakan: Yesus lahir dari Perawan Maria, Yesus melakukan banyak mukjizat, dll. Jadi pemenuhan kebenaran ini bukan saja dicatat oleh Kitab Suci umat Nasrani, namun juga dalam Kitab Suci kaum Muslim.

Semua pemikiran di atas membuat orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, yang menjadi pemenuhan janji Allah. Apakah mungkin bagi seseorang untuk percaya kepada nubuat tersebut, namun tidak percaya bahwa Yesus adalah Tuhan? Sesungguhnya, tidaklah mungkin, karena nubuat-nubuat tersebut hanya mungkin terjadi, jika pemenuhannya digenapi dalam diri Allah. Mari kita meneliti nubuat yang telah diberikan Tuhan melalui para nabi, yang digenapi secara sempurna pada diri Yesus Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia.

1. Waktu, tempat, dan cara kedatangan Mesias

Kedatangannya telah diberitakan secara terus-menerus dari asal mula dunia ini. Mesias akan datang dari keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub (Kej 12:3; 18:8; 22:18; Kej 26:4; Kej 28:13-15; Bil 24:17-19.), dan akhirnya Dia akan datang dari Isai, dari keturunan Daud (2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Mzm 89:35-37; Yes 11:1-2) Di mana Mesias akan lahir? Nabi Mikha telah memberikan lokasi yang begitu tepat akan kedatangan Mesias, yaitu di salah satu desa yang terkecil di daerah Yudea, Betlehem Efrata. (Mik 5:2)

Untuk meyakinkan manusia agar tidak sampai salah mengenali kedatangan Mesias, maka Tuhan telah memberitakan waktu dan tempat kedatangan-Nya. Karena Sang Mesias diberitakan datang dari suku Yehuda dan dari keturunan Daud, maka dapat disimpulkan bahwa Mesias akan datang sebelum suku Yehuda dan keturunan Daud lenyap (Kej 49:8-11; Bil 24:17-19; 2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Mzm 89:35-37). Sejarah mencatat bahwa suku keturunan Yehuda dan keturunan Daud lenyap setelah uskup ke dua dari Yerusalem, yaitu pengganti Rasul Yakobus yang kemungkinan menjadi uskup sampai kira-kira akhir abad pertama. Akhirnya, melalui nabi Daniel, Tuhan memberitahukan bahwa Mesias akan datang 70 minggu tahun (490 tahun) dari waktu pembangunan kembali Yerusalem – kira-kira tahun 458 BC (Dan 9:1-27), yang kalau dihitung akan jatuh pada sekitar tahun 30 AD, waktu penyaliban Kristus. Lalu, agar manusia tahu secara persis akan kedatangan Sang Mesias, Tuhan memberikan suatu tanda yang lain, yaitu bahwa Mesias akan dilahirkan dari seorang perawan (Yes 7:13-14). Tanda ini adalah suatu tanda adikodrati  yang sungguh tepat, karena Sang Mesias adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa garis keturunan, lokasi kedatangan-Nya, waktu, bagaimana Dia akan datang ke dunia ini, hanya dapat dipenuhi dalam diri Kristus, yang datang dari garis keturunan Daud, yang lahir dari Bunda Maria di Bethlehem, pada waktu sebelum suku Yehuda dan keturunan Daud lenyap dari muka bumi.

Tuhan juga memberikan karakter-karakter spesifik seorang Mesias. Nabi Mikha mengatakan bahwa Sang Mesias sudah datang dari zaman purbakala, namun Mesias akan datang dan lahir di Bethlehem (Mik 5:2; Pro 8:22-31). Ke-Allahan Sang Anak Manusia dan Anak Allah telah dinubuatkan oleh nabi Daniel, yang diberi penglihatan oleh Allah bahwa Sang Anak Manusia diberikan kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja dan segala suku bangsa akan mengabdi kepada-Nya (Dan 7:13-14; Mzm 2:7-8; 2 Sam 7:14). Roh Tuhan, yang adalah Allah sendiri yang disebutkan di dalam kitab Kejadian (Kej 1:2), juga akan ada pada-Nya, seperti Roh Hikmat dan Pengertian, Roh Nasihat dan keperkasaan, Roh Pengenalan dan Takut akan Tuhan (Lih. Yes 11:2). Memang, Mesias yang datang ke dunia ini adalah Tuhan, dan lambang pemerintahan ada di atas bahu-Nya, sehingga Nabi Yesaya mengatakan bahwa Sang Mesias akan diberikan gelar: Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (Yes 9:6). Roh Kebijaksanaan dan gelar ke-Ilahian Mesias sebagai Penasehat Ajaib mengingatkan kita akan suatu Pribadi Kebijaksanaan Allah yang digambarkan dalam kitab Amsal (Ams 8:22-31). Akhirnya, Nabi Yesaya dan Zakaria menggambarkan Sang Mesias sebagai sosok dengan Roh kelemahlembutan yang penuh belas kasih (Yes 42:3; Zak 9:9). Ini hanya dapat dipenuhi di dalam diri Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia, yang lahir di Betlehem. Kristus adalah penggenapan yang penuh dari Roh Allah, sehingga gelar-gelar ilahi diberikan kepada Yesus, seperti yang diberitakan oleh Nabi Yesaya. Walaupun segala kekuasaan, kemuliaan, dan kerajaan diberikan kepada Kristus, namun Ia datang ke dunia dengan Roh yang lemah lembut dan penuh belas kasih. Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan pendosa, bukan dengan senjata di tangan, namun dengan hati yang penuh kasih. Krisus tidak mengendarai kuda perang, namun dengan keledai (Lih. Zak 9:9), Ia memasuki Yerusalem, tempat di mana Ia menyerahkan nyawa-Nya demi menyelamatkan kita manusia.

2. Mesias dinubuatkan akan menjalankan tiga misi, sebagai Raja, Nabi, dan Imam.

Nubuat yang lain, yang diberikan di dalam Perjanjian Lama adalah tiga misi Kristus, yaitu sebagai Raja, Nabi, dan Imam. Yakub memberikan berkat kepada Yehuda dan mengatakan bahwa dari keturunan tonggak kerajaannya, Mesias akan datang untuk mendirikan kerajaan-Nya, dimana semua bangsa akan tunduk kepada-Nya (Kej 49:8-10). Dia akan seperti bintang, semua kekuasaan diberikan kepada-Nya dan pemerintahan ada di atas pundak-Nya (Yes 9:6). Demikianlah kenyataannya, Yesus memenuhi misi-Nya sebagai Raja di dunia ini dengan mengatur semua orang dan semua bangsa. Ia sendiri meminta kepada para murid-Nya dan orang banyak untuk mengikuti Dia, dan untuk mengikuti segala perintah-Nya, karena Dia adalah Raja yang sesungguhnya.

Mesias juga adalah Nabi. Musa mengatakan bahwa Tuhan akan memberikan seorang nabi seperti nabi Musa (Ul 18:15-19). Tidak ada gunanya Tuhan mengutus Nabi yang baru dengan hukum dan peraturan yang sama. Namun, Tuhan memberikan Nabi yang baru, di mana Dia akan memberikan hukum yang baru, yang lebih sempurna daripada hukum Musa (Kis 3:22-23; Kis 7:37). Hukum yang baru yang diberikan Yesus pada saat Ia memulai pemberitaan Kerajaan Surga, adalah Delapan Sabda Bahagia (Mat 5:1-12). Hukum ini tidak seperti hukum yang diberikan oleh nabi-nabi sebelum kedatangan Kristus, dan bukan hukum yang sudah dikenal oleh dunia dan manusia, karena Kristus adalah Tuhan.

Mesias juga menjadi Imam, yang berlaku untuk selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek.   Yesus menggenapinya pada saat Ia merayakan Perjamuan Terakhir bersama para murid-Nya (Mzm 110:5; Ibr 5:1-10, 6:20), saat Ia menjadi Sang Kurban dan Imam. Kurban  ini mencapai kesempurnaannya dengan persembahan diri-Nya sendiri dengan kematian-Nya di kayu salib. Yesus, menjadi satu-satunya Pengantara antara manusia dengan Tuhan, yang memeteraikan perjanjian yang baru dengan darah-Nya sendiri di kayu salib.

3. Nubuat akan kehidupan, kematian, kebangkitan, dan Kemenangan Mesias

Setelah memberikan gambaran akan tiga misi Kristus, Tuhan, melalui para nabi menubuatkan akan kehidupan, kematian, kebangkitan, dan kemenangan Sang Mesias. Kehidupan-Nya akan diisi dengan perbuatan-perbuatan dan mukjizat-mukjizat yang ajaib, seperti: yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang lumpuh berjalan, dan yang bisu akan bernyanyi (Yes 29:18, 35:5-6, 61:1; Mat 11:5; Luk 4:18; Mat 15:30)

Namun demikian, meskipun banyak orang melihat kuasa dan mukjijat yang dilakukan Yesus, mereka akan tetap menolak-Nya dan Dia akan disiksa dengan cara yang begitu kejam. Yakub menggambarkan bahwa Dia akan melumuri jubahnya dengan darah. Daniel memperkuat nubuat ini dengan mengatakan bahwa Mesias akan disingkirkan, walaupun Dia tidak melakukan kesalahan apapun (Dan 9:26). Nabi Yesaya menggambarkan-Nya sebagai Hamba yang menderita atau the Suffering Servant (Yes 42, 49, 50, 53). Kemudian, nabi Yesaya melanjutkannya dengan memberikan gambaran yang begitu jelas tentang bagaimana Mesias menderita. Dinubuatkan juga bahwa Mesias harus menderita untuk menebus dosa manusia sehingga manusia akan menerima keselamatan (Yes 42; 49; 50; 53). Kemudian, Daud di dalam Mazmur dan Kitab Kebijaksanaan memberikan drama penyaliban Mesias (Mzm 22; Yes 2:12-20) Namun, Daud juga menceritakan kebangkitan Mesias, ketika Daud mengatakan bahwa Tuhan tidak akan menyerahkan-Nya ke dunia orang mati (Mzm 16:11). Walaupun Mesias mengalami semua penderitaan yang begitu berat, Tuhan telah memberitakan kepada Adam dan Hawa, dan juga kepada ular, bahwa Mesias akan memenangkan pertempuran dengan meremukkan kepala Setan. Namun Setan akan ‘meremukkan tumit-Nya’, artinya adalah kemenangan Kristus diperoleh melalui penderitaan -Nya (Kej 3:15). Semua nubuat ini dipenuhi oleh Kristus di dalam kehidupan-Nya, pelayanan-Nya, penderitaan-Nya, kematian-Nya di kayu salib, dan kebangkitan-Nya.

4. Gereja Katolik dinubuatkan sebagai sakramen keselamatan untuk seluruh dunia.

Memang sesungguhnya, melalui penderitaan Mesias, Tuhan telah mengatakan dari semula bahwa Mesias akan menjadi berkat bagi seluruh bangsa (Kej 12:3; 18:8; 22:18; Kej 26:4; Kej 28:13-15). Nabi Daniel menekankan bahwa Mesias akan datang untuk menghancurkan dosa dan membawa keadilan sejati (Daniel 9). Dengan cara ini, maka Kerajaan Allah dapat terjadi di dunia ini dengan Kristus sendiri sebagai raja dan batu penjuru, di mana Tuhan sendiri yang memberi-Nya segala kekuasaan, kemuliaan, dan kerajaan, sehingga semua orang dari segala penjuru dan segala bangsa dapat memuji dan menyembah-Nya (Dan 7:13-14). Ini tergenapi di dalam Gereja Katolik -yang adalah Tubuh Mistik Kristus dalam kesatuan dengan Kristus Sang Kepala- yang menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa (Yes. 49:5-12, 60:1-13).

5. Sang Mesias memberikan Perjanjian Baru

Akibat lain dari kedatangan Mesias ke dunia adalah Dia menetapkan Perjanjian Baru. Perjanjian yang baru ini tidak ditulis di atas batu, namun ditulis di setiap hati manusia (Yer 31:31-33; Yeh 36:24-27). Hal ini mencapai pemenuhannya melalui pelayanan yang diberikan oleh Gereja yang memberikan rahmat kekudusan dan berkat Roh Kudus yang diberikan kepada hati mereka yang percaya, di dalam Sakramen Pembaptisan dan Penguatan.

IX. Mukjizat yang dilakukan oleh Yesus

Selama tiga tahun karya publik-Nya, Yesus telah melakukan banyak mukjizat. Mukjizat penyembuhan dan kebangkitan orang mati yang dilakukan oleh Kristus adalah sebagai berikut:

Yang disembuhkan Matius Markus Lukas Yohanes
Anak pegawai istana  4:46-54
Seorang yang kerasukan roh jahat  1:21-27  4:33-37
Ibu mertua Rasul Petrus  8:14-15  1:29-31  4:38-39
Banyak orang menjelang malam  8:16-17  1:32-39  4:40-41
Seorang yang kusta  8:1-4  1:40-45  5:12-15
Seorang yang lumpuh  9:1-8  2:1-12  5:18-26
Seorang yang lumpuh selama 38 tahun  5:1-17
Seorang yang mati sebelah tangannya  12:9-13  3:1-6  6:6-11
Banyak orang di Galilea  4:23-25
Hamba seorang perwira  8:5-13  7:1-10
Anak muda di Nain yang telah wafat  7:11-17
Dua orang yang kerasukan setan  8:28-34  5:1-20  8:26-39
Anak perempuan Yairus  9:18-26  5:22-43  8:41-56
Perempuan yang sakit perdarahan  9:20-22  5:24-34  8:49-56
Dua orang buta  9:27-31
Seorang yang tuli  9:32-34
Orang-orang yang menjamah jubah-Nya  14:34-36  6:53-56
Orang banyak di Galilea  9:35
Beberapa orang sakit di Nazaret  6:1-6
Anak dari perempuan Siro-Fenisia  15:21-28  7:24-30
Seorang yang tuli dan gagap  7:31-37
Banyak orang sakit  15:29-31
Seorang anak laki-laki yang sakit ayan  17:14-21  9:14-29  9:37-42
Seorang yang buta  9:1-41
Seorang yang buta dan  12:22-24  11:14-15
Seorang buta di Betsaida  8:22-26
Seorang perempuan yang bungkuk  13:10-17
Seorang yang sakit busung air  14:1-16
Lazarus yang sudah wafat  11:1-45
Sepuluh orang kusta  17:11-19
Orang banyak di Yudea  19:1-2
Bartimaeus  20:29-34  10:46-52  18:35-43
Orang banyak di Yerusalem  21:14
Malkhus  22:47-53  18:10-11
Kebangkitan-Nya dari kematian  28:1-10  16:1-20  24:1-53  20:1-31

Mukjizat lain yang dilakukan Yesus Kristus

Kejadian Matius Markus Lukas Yohanes
Mengubah air jadi anggur  2:1-11
Penangkapan ikan  5:1-11
Meredakan lautan  8:23-27  4:35-41  8:22-25
Memberi makan 5000 org  14:13-21  6:32-44  9:10-17  6:1-13
Berjalan di atas air  14:22-33  6:45-51  6:15-21
Memberi makan 4000 org  15:32-39  8:1-10
Koin dari mulut ikan  17:24-27
Mengutuk pohon ara  21:18-22  11:12-24
Penangkapan ikan  21:1-14

Maka, walaupun mukjizat yang dilakukan Yesus yang tercatat dalam Kitab Suci adalah sekitar 44 buah, tetapi sebenarnya jika dilihat dari segi jumlah, maka banyaknya mukjizat yang terjadi jauh melebihi 44 buah, sebab di banyak kesempatan,  mukjizat penyembuhan yang terjadi  menyangkut banyak orang dengan penyakit/ kelemahan yang berbeda- beda (lih. Mat 4:23-25; Luk 6:17-19). Di dalam kesempatan itu, walau hanya tercatat dalam sekali kejadian, namun sebenarnya mukjizatnya tidak hanya satu. Sebab dikatakan bahwa Yesus “melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu.” (Mat 4:23) “Dan semua orang banyak itu berusaha menjamah Dia, karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya.” (Luk 6:19). Memang tidak dikatakan secara eksplisit berapa jumlah orang yang disembuhkan, tetapi jelas jumlahnya banyak: orang- orang berbondong- bondong datang, ada yang kerasukan, sakit ayan, lumpuh, semua orang yang buruk keadaannya (Mat 4:24). Mukjizat kepada banyak orang ini dicatat di lain kesempatan, seperti di Mat 8: 16-17 (Mrk 1:32-39, Luk 4:40-41), Mat 9:35, Mat 15:29-31, Mat 19:1-2, Mat 21:14.

Tak dapat diabaikan juga, bahwa mukjizat Yesus setelah kebangkitan-Nya masih terjadi, bahkan sampai sekarang ini. Pada jaman para rasul, Yesus menampakkan diri dengan tubuh kebangkitan-Nya selama berkali- kali, tidak saja kepada para murid-Nya namun juga kepada banyak orang, seperti ditulis dalam 1Kor 15:5-8. Ini tentu saja adalah mukjizat, yang tidak pernah dapat dilakukan oleh orang lain selain Yesus yang adalah Tuhan, sebab Ia dapat bangkit dari maut atas kuasa-Nya sendiri, dan menampakkan diri selama beberapa kali, bahkan tubuh-Nya dapat masuk ke dalam ruangan yang terkunci (lih. Yoh 20:19).

Selanjutnya, oleh kuasa Roh-Nya sampai sekarang ini Yesus masih mendatangkan mukjizat- mukjizat kepada orang- orang yang percaya kepada-Nya, baik itu mukjizat kesembuhan ataupun mukjizat lainnya. Salah satu mukjizat yang paling sederhana namun juga paling mulia, adalah mukjizat kehadiran-Nya dalam rupa Hosti yang disambut oleh umat Katolik pada setiap perayaan Ekaristi Kudus.

X. Ajaran sesat yang menentang ke-Allah Yesus dan Tanggapan dari para Bapa Gereja

Namun betapapun banyak mukjizat yang telah dilakukan Yesus, tetap saja ada banyak orang yang tidak percaya kepada-Nya, bahwa Ia adalah sungguh Allah yang menjelma menjadi manusia. Sepanjang sejarah Gereja, kita dapat melihat adanya banyak ajaran-ajaran sesat yang berkembang, baik yang menentang ke- Allah Yesus maupun yang mengabaikan kodrat manusia dari Yesus. Para Bapa Gereja berperan penting untuk meluruskan ajaran-ajaran sesat ini.

1. Gnosticisme, Docetisme, Manichaiesme (abad- abad 1-3)

Ajaran sesat Gnosticisme- Ebionit yang diajarkan oleh Cerinthus. Gnosticisme sesungguhnya bukan merupakan ajaran sesat yang diajarkan oleh para murid Kristus. Sebab sesungguhnya prinsip ajaran ini sudah ada bahkan sejak sebelum Kristus. Namun kemudian di zaman Gereja perdana, para pengikut aliran ini mulai berusaha menggabungkan paham mereka dengan ajaran Kristen. Paham Gnosticisme mengajarkan adanya perbedaan antara Allah dengan allah-allah yunior, yang disebut sebagai ‘aeons‘ yang menjembatani antara dunia material dan Allah. Menurut ajaran ini, Yesus adalah salah satu dari allah yunior ini, yang disebut sebagai Demiurge, yaitu allah pencipta dunia material. Para gnostics ini membenci tubuh/ dunia material, sehingga mereka menolak ajaran Inkarnasi dan kehadiran Kristus yang nyata dalam Ekaristi. Karena membenci tubuh, maka mereka mengartikan keselamatan sebagai ‘pembebasan’ dari tubuh, yang diperoleh dengan mempelajari ‘pengetahuan rahasia’ (gnosis) tersebut.

Aliran Gnosticisme timbul lagi dengan nama Manichaeisme di abad ke-3. Mani, seorang Persia, yang mendirikannya, mengambil prinsip ajaran Gnosticisme ke dalam ajarannya, dan menggabungkannya dengan ajaran- ajaran Dualisme Zoroastria, cerita rakyat Babilonia, etika Buddha dan tambahan-tambahan ajaran Kristiani.

Sedangkan ajaran sesat Docetisme berasal dari kata dokesis, yang artinya “apa yang tampak”, sebab menurut penganut paham ini, Kristus hanya “tampak” atau “kelihatannya seperti manusia, yang nampaknya lahir, hidup dan menderita”, namun menurut paham ini, sesungguhnya yang nampak itu bukan sungguh-sungguh Yesus. Maka yang ditolak di sini adalah kodrat kemanusiaan Yesus, atau realitas tubuh kemanusiaan-Nya, atau kelahirannya ataupun kematian-Nya. Ajaran sesat ini pertama disebut dalam surat Serapion, Uskup Antiokhia (190-203) kepada Gereja di Rhossos, mengomentari kekacauan dalam jemaat yang ditimbulkan oleh pembacaan injil apokrif Petrus. Uskup Serapion menghubungkan injil ini dengan Marcionisme yang memasukkan ke dalam injil ini beberapa tambahan ajaran yang benar dari Kristus. Ajaran sesat ini juga disebut sebagai aliran “Illusionists”. 

Tanggapan para Bapa Gereja: 

Didache menyebut Kristus sebagai Tuhan ((Didache, 10,6; marana tha)), dan menghubungkan nubuat Nabi Yesaya tentang kisah sengsara, dan Hamba Tuhan, dengan Kristus.  

St. Klemens dari Roma (96) dalam penjelasan surat kepada jemaat Ibrani, St. Klemens mengajarkan bahwa Kristus adalah Sang Putera Allah, “Kebesaran kemuliaan Allah, Tuhan kita Yesus Kristus, tidak timbul dalam semarak kemegahan,… melainkan dalam kerendahan hati” (16:2)… Melalui Tuhan Yesus Kristus, segala hormat dan kemuliaan dari kekekalan sampai kekekalan. Amen.” ((St. Clement, 20, 11 et seq.; 50,7))

St. Ignatius dari Antiokhia (35- 110), “Hanya ada satu Tabib yang aktif dalam tubuh dan jiwa…. Tuhan di dalam manusia, hidup sejati dalam kematian, putera Maria dan Putera Allah, yang pertama [sebagai putera Maria] dapat menderita, sedang yang kemudian [ sebagai Putera Allah] tidak dapat menderita, Yesus Kristus, Tuhan kita.” ((St. Ignatius dari Antiokhia, Surat kepada jemaat di Efesus, Bab 3)).

St. Sirilus dari Yerusalem (313-386), “Maka percayalah kepada Putera Tunggal Allah yang demi menebus dosa kita turun ke dunia, dan mengambil bagi-Nya kodrat manusia seperti kita, dan dilahirkan oleh Perawan Maria dan dari Roh Kudus, dan menjadi manusia, tidak hanya kelihatannya saja atau hanya seperti sandiwara/ “show“, melainkan sungguh-sungguh terjadi; tidak hanya sekedar lewat melalui Perawan Maria seperti melalui sebuah saluran; tetapi daripadanya dibuat menjadi sungguh-sungguh daging, dan [Ia] makan dan minum seperti kita. Sebab jika Inkarnasi hanya sebuah bayangan, maka keselamatan kita hanyalah sebuah bayangan juga. Kristus terdiri dari dua kodrat, Manusia di dalam apa yang terlihat, namun [juga] Tuhan di dalam apa yang tak terlihat. Sebagai manusia [Ia] sungguh-sungguh makan seperti kita,…. namun sebagai Tuhan [Ia] memberi makan lima ribu orang dari lima buah roti (Mat 14:17- dst). ((St. Cyril dari Yerusalem, Cathecheses, No. 4:9))

2. Adoptionisme (abad ke-2-3)

Paham Adoptionisme menolak ke-Allahan Kristus. Kristus dianggap sebagai anak adopsi Allah Bapa, namun sebagai anak yang terbesar.  

Tanggapan para Bapa Gereja: 

Tertullian (160- 220) dalam menjelaskan Inkarnasi berkata, “Kita melihat dengan jelas dua hal yang menjadi satu, yang tidak tercampur baur, tetapi yang disatukan di dalam satu Pribadi, Yesus Kristus, Tuhan dan manusia …. Kedua kodrat ini bertindak berbeda sesuai dengan karakternya masing-masing, ….” ((Tertullian, Adversus Praxean, bab 27))

St. Thomas Aquinas (1225- 1274): “Ada orang-orang, seperti Ebion dan Cerinthus, dan kemudian Paul Samosata dan Photius yang mengakui kemanusiaan Yesus saja. Tetapi, ke-Allahan ada di dalam Dia… dengan semacam partisipasi yang istimewa terhadap kemuliaan ilahi… Pandangan ini [Adoptionism] merusak misteri Inkarnasi, karena menurut pandangan ini, Tuhan tidak mungkin mengambil daging untuk menjadi manusia, tetapi seorang manusia yang kemudian menjadi Allah.” ((St. Thomas Aquinas, Summa contra gentiles, ch. 28, nos. 2-5. Trans. by Charles J. O’Neil)) Heresi ini [Adoptionisme] seolah berkata, “manusia dibuat menjadi Firman” daripada “Firman itu menjadi manusia” (Yoh 1:14). “Jika Kristus bukan sungguh-sungguh Tuhan, bagaimana kita mengartikan perkataan St. Paul, “Ia mengosongkan diri, mengambil rupa seorang hamba?” (Flp 2: 6-7, 9). ((Ibid.))

3. Arianisme (abad ke-4)

Bidaah ini diajarkan oleh Arius, seorang imam dari Aleksandria, yang ingin menyederhanakan misteri Trinitas, dengan mengatakan bahwa Allah bukan Trinitas. Arius mengajarkan bahwa karena Yesus berasal dari Bapa maka ia adalah seorang ciptaan biasa, namun ciptaan yang paling tinggi, semacam malaikat yang tertinggi (archangel). Menurut Arius, Kristus tidak sehakekat dengan Allah Bapa, dan karenanya Kristus tidak kekal, namun mempunyai awal, diciptakan Bapa menurut kehendak bebas-Nya seperti ketika mahluk ciptaan lainnya. Dengan demikian menurut Arius, Kristus adalah putera angkat Allah, diciptakan dapat berdosa, tidak memahami Allah Bapa; dan Bapa lebih mulia secata tak terbatas jika dibandingkan dengan Kristus.

Ajaran sesat ini diluruskan oleh:

St. Athanasius (296-373), “Putera Allah ada di dalam Allah Bapa …. Bapa ada di dalam Putera. Mereka adalah satu, tidak terbagi menjadi dua, tetapi mereka [dikatakan] dua karena Bapa adalah Bapa dan bukan Putera, demikian sebaliknya; dan kodrat mereka [Bapa dan Putera] adalah satu. Allah Putera adalah Tuhan, dalam satu hakekat (homo- ousios) dengan Allah Bapa. Jika Allah Putera mempunyai awal (artinya diciptakan oleh Bapa), maka terdapat suatu waktu di mana Allah tidak mempunyai Sabda atau Kebijaksanaan yang adalah cahaya kemuliaan-Nya (Ibr 1:3); ini bertentangan dengan wahyu Allah maupun akal sehat. Karena Bapa itu tetap selamanya, maka Sabda-Nya dan Kebijaksanaan-Nya pasti juga tetap selamanya.” ((St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, n.3:3, 4, in NPNF, 4:395))

St. Gregorius Naziansa (328-389), “…Putera Allah berkenan untuk menjadi dan dipanggil sebagai Anak Manusia, tidak karena Ia mengubah Diri-Nya (karena Ia tidak dapat berubah); tetapi dengan mengambil bagi diri-Nya sesuatu yang bukan Dia (yaitu manusia, sebab Ia penuh dengan kasih kepada manusia), sehingga Yang tak terpahami menjadi dapat dipahami…. Maka Yang tak dapat tercampur menjadi tercampur, Roh dengan daging, Kekekalan dengan waktu,…. Ia yang tak dapat menderita menjadi dapat menderita, yang Kekal dapat menjadi mati. Karena Iblis ….setelah ia menipu kita dengan harapan agar kita menjadi tuhan, ia mendapatkan dirinya sendiri tertipu oleh penjelmaan Tuhan dalam kodrat manusia; sehingga dengan menipu Adam… Ia harus berhadapan dengan Tuhan, maka Adam yang baru [Yesus Kristus] menyelamatkan Adam yang lama…..” ((St. Gregory of Nazianzen, Oration 39))

Konsili Nicea (325) yang menghasilkan Credo Nicea: Kristus adalah “sehakekat dengan Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar.” ((lih. Credo/ syahadat Nicea))

4. Apollinarisme (abad ke-4)

Apollinarisme menolak kemanusiaan Yesus dengan mengajarkan bahwa Yesus tidak mempunyai jiwa manusia; ke-Allahan-Nya menggantikan jiwa manusia itu.

Tanggapan para Bapa Gereja: 

St Athanasius, St. Basil, St. Gregorius Nazianzen dan St. Gregorius dari Nissa (abad ke-4) yang mengajarkan, bahwa kalau Kristus tidak mempunyai jiwa manusia, maka Ia bukan sungguh-sungguh manusia. Jika Kristus tidak mengangkat/ mengambil baginya jiwa manusia, Ia tidak dapat menebus jiwa manusia.

Konsili Konstantinopel (381) dan Sinode Uskup di Roma (382): Sabda Tuhan tidak menjadi daging untuk menggantikan jiwa manusia, melainkan untuk mengambilnya, menjaganya dari dosa dan untuk menyelamatkannya. Pengajaran Apollinaris dinyatakan sesat.

5. Nestorianisme (abad ke-4-5)

Nestorianisme menolak keutuhan Pribadi Yesus. Maka Maria dilihat hanya sebagai ibu Yesus sebagai manusia, bukan ibu Yesus yang adalah Tuhan. Yesus dikatakan sebagai hanya “Temple of the Logos” dan bukannya “Logos“/ Sabda itu sendiri.

Tanggapan Bapa Gereja: 

St. Sirilus dari Alexandria (380-444) menjelaskan bahwa Maria adalah Bunda Allah sebab Kristus adalah Allah: “Saya heran akan pertanyaan yang menanyakan apakah Perawan Suci harus disebut sebagai Bunda Allah, sebab itu hampir sama dengan menanyakan apakah Puteranya Putera Allah atau bukan?” ((St. Cyril of Alexandria, Epistle 1,4 )) Ia mengambil baginya kodrat kemanusiaan secara penuh dari Bunda Maria supaya Ia dapat menderita dalam kemanusiaan-Nya bagi kita. “Ia memberikan tubuh-Nya untuk mati [bagi kita], meskipun secara kodrat-Nya [sebagai Allah] Ia adalah hidup dan kebangkitan.” ((Lihat St. Cyril of Alexandria, First Letter to Nestorius, trans. Henry Percival, in Nicene and Post Nicene Fathers, 14: 201-205)) Kemudian dalam surat keduanya yang dibacakan dalam Konsili Efesus (431) St. Sirilus mengajarkan, “Sang Sabda, setelah menyatukan secara hypostatik dalam Diri-Nya, daging yang dihidupi oleh jiwa manusia yang rasional, Ia menjadi manusia dan disebut sebagai Anak Manusia.” Dengan Inkarnasi, maka Putera Allah menjelma menjadi manusia dalam rahim Maria. Ini terjadi dalam saat yang berasamaan, sehingga bukan terjadi manusia terlebih dahulu, baru kemudian Sabda itu turun memenuhinya. Dengan demikian, maka Yesus dapat mengatakan bahwa kelahiran-Nya dalam daging itu sungguh-sungguh adalah kelahiran-Nya. “Maka para Bapa Gereja tidak segan-segan mengatakan bahwa Perawan Suci (Maria) adalah Bunda Allah.” ((D 111, St. Cyril of Alexandria, Second Letter to Nestorius, Ibid.))

Maka kita dapat mengatakan bahwa pada Yesus terjadi dua macam “kelahiran”, yang pertama adalah sebagai Allah, Ia lahir/ berasal dari Bapa sebelum segala abad, dan yang kedua, Ia lahir sebagai manusia melalui Bunda Maria.

6. Monophisitisme (abad ke-5)

Monophisitisme menolak adanya kemanusiaan Kristus, dan adanya dua kodrat dalam diri Yesus (sebagai Allah dan manusia). Dikatakan oleh bidaah ini bahwa sebelum inkarnasi ada dua kodrat, namun setelah inkarnasi hanya satu, yaitu ke-Allahan-Nya.

Tanggapan para Bapa Gereja:

St. Leo Agung (440-461) dengan tulisannya yang terkenal, “Tome of Leo” mengajarkan, “Tanpa kehilangan sifat-sifat yang berkenaan dengan kodrat dan hakekatnya, di dalam Satu Pribadi, kemuliaan mengambil kerendahan, kekuatan mengambil kelemahan, kekekalan mengambil kematian, dan untuk membayar hutang yang menjadi kondisi kita, kodrat yang tidak bisa berubah disatukan dengan kodrat yang bisa berubah, sehingga untuk memenuhi kepentingan kita, satu Pengantara kita antara Allah dan manusia, [yaitu] Manusia Yesus Kristus, dapat mati dengan kodrat-Nya sebagai manusia, namun tidak dapat mati dengan kodrat-Nya sebagai Allah. Maka Allah yang benar sungguh lahir di dalam keseluruhan dan kesempurnaan kodrat manusia, lengkap di dalam segala sesuatunya sebagai Allah, dan lengkap di dalam segala sesuatunya sebagai manusia….. Dia mengambil rupa seorang hamba tanpa noda dosa, Ia menaikkan kodrat manusia, tanpa mengurangi kodrat ke-Allahan-Nya: sebab pengosongan Dirinya adalah dengan membuat Yang tak kelihatan menjadi kelihatan, Pencipta dan Tuhan atas segala sesuatu mau menjadi mahluk ciptaan, adalah perendahan Diri bukan karena kegagalan kuat kuasa-Nya namun karena pernyataan belas kasihan-Nya…Kedua kodrat [ke- Allahan dan ke-manusiaan-Nya] tetap mempertahankan karakter yang sesuai tanpa menghilangkan satu sama lain…. ke-AllahanNya tidak menghapuskan karakter hamba, ke-hamba-anNya tidak mengurangi karakter ke-Allahan-Nya…Di dalam kelahiran-Nya yang baru [sebagai manusia] … Ia yang tidak kelihatan dibuat menjadi kelihatan… Allah semesta alam mengambil rupa seorang hamba, menyembunyikan kemuliaan-Nya yang besarnya tak terhingga, … Ia yang kekal tidak segan untuk tunduk di bawah hukum kematian…. Sebab setiap kodrat melakukan apa yang sesuai dengan kodratnya dengan keterlibatan yang timbal balik dari kodrat lainnya…. Kodrat yang satu [ke-Allahan] berkilau dengan mukjizat-mukjizat, kodrat yang lain [kemanusiaan] jatuh dalam luka-luka. Seperti Sabda yang tidak menarik diri dari kesetaraan-Nya dengan Allah Bapa yang mulia, maka tubuh-Nya juga tidak membuang kodrat-Nya sebagai manusia. Sebab (dan ini harus disebut lagi dan lagi) Pribadi yang satu dan sama itu adalah sungguh Putera Allah dan sungguh Putera manusia. ((ST. Leo Agung, Tome of Leo, Denz 143-144))

Konsili Chalcedon (451):
“…. Bahwa Sang Putera, Tuhan Yesus Kristus kita, adalah satu dan sama, sama sempurna di dalam Ke-Allahan-Nya dan sama sempurna di dalam kemanusiaan-Nya, sungguh Allah, sungguh manusia, mempunyai jiwa manusia yang rasional dan sebuah tubuh, sehakekat dengan Bapa di dalam ke-Allahan dan sehakekat dengan kita di dalam kemanusiaan, ‘sama dengan kita dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa’ (Ibr 4:15), berasal dari Bapa sebelum segala abad dalam kodrat ke-Allahan-Nya, lahir di dalam waktu bagi kita dan bagi keselamatan kita dari Perawan Maria, Bunda Allah, dalam kodrat kemanusiaan-Nya. Kita mengakui Kristus yang satu dan sama, Sang Putera, Tuhan, yang Tunggal, di dalam dua kodrat, tanpa tercampur baur, tanpa perubahan, tidak dapat dibagi-bagi dan dipisahkan. Perbedaan kodrat tidak pernah dihapuskan dengan persatuannya, melainkan sifat-sifat dari kedua kodrat itu yang tetap tidak terganggu, keduanya bersama-sama membentuk satu Pribadi dan hakekat (hypostasis), tidak terbagi menjadi dua pribadi, tetapi di dalam Putera Tunggal yang satu dan sama, Sabda Ilahi, Tuhan Yesus Kristus….”

7. Monothelitism (abad ke-7)

Monothelitisme menolak kemanusiaan Yesus dengan mengatakan bahwa di dalam diri Yesus hanya ada satu keinginan dan satu prinsip tingkah laku/ operasi, yaitu yang dari Allah saja.

Tanggapan Bapa Gereja:

St. Paus Agatho (678-681), “…Sebab kami menolak penghujatan yang membagi-bagi dan yang mencampuradukkan [kedua kodrat dalam Diri Yesus]…. Karena Tuhan Yesus Kristus yang sama mempunyai dua kodrat, maka Ia juga mempunyai dua keinginan dan dua operasi, yaitu [menurut] Allah dan manusia: Keinginan dan operasi Ilahinya sesuai dengan hakekat Allah sepanjang segala abad: sedangkan kemanusiaan-Nya, Ia menerima dari kita, mengambil kodrat kita di dalam waktu…. Sesudah Inkarnasi-Nya, maka ke-Allahan-Nya tidak dapat dipikirkan tanpa kemanusiaan-Nya dan kemanusiaan-Nya tanpa ke-Allahan-Nya.” ((St. Pope Agatho, Letter in preparation for the 6th Ecumenical Council, Constantinople III, trans. by Henry R Percival in NPNF, 14:331-333))

Konsili Lateran (649):
Cann. 10- 11 mengajarkan bahwa Yesus mempunyai dua kehendak dan operasi [Allah dan manusia] yang disatukan secara terus menerus, dan bahwa melalui kehendak bebas-Nya dan operasi-Nya itulah Ia mengerjakan keselamatan kita.

Konsili Konstantinopel III (680-681):
“Dan kami menyatakan adanya dua keinginan di dalam Dia, dan dua prinsip operasi tindakan yang tidak mengalami pembagian, perubahan, keterpisahan, pencampur-adukkan sesuai dengan pengajaran para Bapa Gereja. Dan kedua keinginan tersebut tidak dalam pertentangan, seperti yang dikatakan oleh para bidat, … tetapi keinginan manusia-Nya mengikuti dan tidak menahan ataupun berebut, melainkan taat kepada keinginan Ilahi yang mahakuasa.”

8. Agnoetae (abad ke-6)

Agnoetae yang menolak kepenuhan pengetahuan Yesus sebagai manusia sebagai akibat dari persekutuan-Nya dengan Allah (sehubungan dengan akhir zaman Mrk 13:32).

Tanggapan Bapa Gereja:

St. Paus Gregorius Agung (540-604):
“Allah Putera yang Mahatahu mengatakan bahwa Ia tidak tahu harinya [akhir zaman, sehingga] Ia tidak menyatakannya, bukan disebabkan oleh sebab Ia sendiri tidak tahu, tetapi karena Ia tidak mengizinkan hal tersebut diketahui sama sekali…. Putera Tunggal Allah yang menjelma menjadi manusia yang sempurna untuk kita, pasti mengetahui hari dan saatnya Penghakiman Terakhir di dalam diriNya sebagai manusia, namun demikian Ia tidak mengetahui hal itu dari kapasitasnya sebagai manusia…. Sebab untuk maksud apa bahwa Ia yang menyatakan DiriNya sebagai Kebijaksanaan Allah yang menjelma, jika ada sesuatu yang tidak diketahui olehNya sebagai Kebijaksanaan Allah? … Juga tertulis bahwa, …. Allah Bapa menyerahkan segala sesuatu ke dalam tanganNya [Yesus Kristus di dalam Yoh 13:3]. Jika disebutkan segala sesuatu, tentu termasuk hari dan saat Penghakiman Terakhir. Siapa yang begitu naif untuk mengatakan bahwa Allah Putera menerima di dalam tangan-Nya sesuatu yang tidak diketahui olehNya?” ((Pope St. Gregory the Great, Denz. 248))

St. Maximus (580-662):
Jika para nabi saja dapat mengetahui hal- hal di masa depan yang akan terjadi, betapa lebih lagi Kristus dapat mengetahui semua itu melalui kesatuan-Nya dengan Sang Sabda. ((Lihat Quaestiones et dubia 66 (I, 67), PG 90: 840))

XI. Beberapa pertanyaan diskusi:

  1. Bagaimana kita dapat membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan dalam hubungan-Nya dengan Trinitas?
  2. Bagaimana menerangkan Yesus adalah Tuhan dengan empat alternatif?
  3. Bagaimana menerangkan motive of credibility?
  4. Apakah implikasi bahwa Yesus adalah Tuhan dalam kehidupan umat beriman?
  5. Bagaimana kita dapat menjawab beberapa pertanyaan ini:
    • Kalau Yesus Tuhan, mengapa Yesus tidak pernah berkata “Akulah Allah Tuhanmu, maka sembahlah Aku saja”.
    • Bukankah Yesus di-Tuhankan oleh manusia pada Konsili Nicea tahun 325?
    • Bukankah Yesus mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari Yesus sendiri di Yoh 14:28?
    • Kalau Yesus adalah Tuhan, mengapa Dia tidak tahu hari kiamat (lih. Mat 24:36)?
    • Kalau Yesus adalah Tuhan, mengapa Dia marah di bait Allah (lih. Mat 21:12-13; Mrk 11:15-17)?
    • Bukankah Yesus hanya sekedar utusan (lih. Luk 10:16; Yoh 5:30; Mrk 9:37; Mat 10:40)?
    • Kalau memang Yesus adalah Tuhan, mengapa Dia mati di kayu salib?

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab